laporan pleno 1
-
Upload
mirantika-audina -
Category
Documents
-
view
35 -
download
11
description
Transcript of laporan pleno 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Pada bulan Desember pesawat Air Asia berangkat dari Surabaya menuju Singapura
terjatuh di Selat Karimata. Pesawat tersebut membawa 8 awak dan 145 penumpang.
Tim BASARNAS di kerahkan untuk evakuasi korban pesawat tersebut. 1 bulan setelah
kejadian tersebut di wilayah laut Sulawesi ditemukan jenazah diduga korban pesawat
Air Asia, namun kondisi jenazah saat itu sudah rusak dan tidak dapat dikenali. Tim
Disaster Victim Investigation (DVI) dari laboratorium forensik kepolisian berusaha
keras untuk melakukan identifikasi dengan pemeriksaan molekuler.
1.1 Klarifikasi dan Definisi
a. Forensik : penerapan ilmu kedokteran untuk kepentingan hukum dan
pengadilan
b. Identifikasi : penentu/penetapan identitas sesorang, benda, dsb
c. Pemeriksaan molekuler : pemeriksaan basa molecular dan susunan baru DNA
d. Evakuasi : pemindahan penduduk dari daerah-daerah yang berbahaya ke daerah
yang aman
e. DVI (Disaster Victim Investigation) : definisi yang diberkan sebagai prosedur
untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana masal secara ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan.
1.2 Kata Kunci
a. Kondisi jenazah rusak
b. Jenazah tdk dpt dkenali
c. Evakuasi korban
d. Pemeriksaan molekuler
e. Forensik
f. Jatuh di selat karmata
1
1.3 Rumusan Masalah
Apakah pemeriksaan molekuler yang tepat dilakukan oleh tim DVI untuk
mengidentifikasi jenazah yang diduga korban pesawat Air Asia dengan kondisi
demikian
1.4 Analisis Masalah
2
Pesawat jatuh di
Selat Karimata
Pengertian Jenis Tahapan Keuntungan Kerugian
Identifikasi molecular oleh DVI di lab
forensic kepolisian
Evakuasi oleh BASARNAS
Kondisi jenazah tidak
dapat dikenali
1 bulan kemudian
Jenazah ditemukan di Laut Sulawesi
1.5 Hipotesis
Identiifikasi molecular yang tepat untuk jenazah tersebut adalah dengan
pemeriksaan DNA.
1.6 Pertanyaan Diskusi
1. Apa definisi DNA?
2. Bagaimana struktur dan fungsi dNA?
3. Jelaskan proses replikasi DNA?
4. Bagaimana proses Transkripsi DNA?
5. Bagaimana proses Translasi DNA?
6. Bagaimana peran DNA pada manusia?
7. Jelaskan mengenai ekspersi gen ?
8. Apakah yang dimaksud dengan pemeriksaan molekuler?
9. Apa saja jenis pemeriksaan molekuler?
10. Bagaimana metodologi identifikasi jenazah ?
11. Apa saja sampel yang dapat disusun untuk identifikasi DNA?
12. Apasaja keunggulan dan kekurangan pemeriksaan DNA?
13. Bagaimana cara menentukan waktu kematian?
14. Bagaimana mekanisme kematian pada korban tenggelam di air asin dan ciri-
cirinya?
15. Bagaimana teknik isolasi DNA?
16. Bagaimana cara identifikasi DNA?
17. Metode apa yang tepat digunakan untuk mengidentifikasi jenazah tersebut?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DNA(1)
2.2.1 Definis DNA
Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris:
deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama
penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di
dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai
materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini
berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah
beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human
Immunodeficiency Virus).
DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan tempat penyimpanan informasi
genetik yang dikodekan dalam bahasa kimiawi dan diproduksi di dalam semua sel
tubuh Anda. Program DNA inilah yang mengendalikan perkembangan sifat anatomi,
fisiologi, biokimia, bahkan sebagian sifat perilaku Anda.
2.1.1 Struktur DNA
Penemu DNA dan RNA adalah seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman,
Frederich Miescher (1869), yang menyelidiki susunan kimia dari nucleus, zat yang
mengandung fosfor sangat tinggi dalam nucleus tersebut mula – mula disebut nukleat.
Dengan penelitian lebih lanjut diketahui bahwa asam nukleat tersusun atas nukleotida
– nukleotida sehingga merupakan polinukleotida. Satu nukleotida terdiri dari
nukleosida dan fosfat (PO4 - ) . sedangkan nukleosida terdiri dari sebuah gula pentose
dan sebuah basa nitrogen (purin / pirimidin). Jadi nukleosida adalah nukleotida yang
tanpa fosfat, sedang nukleotida adalah nukleosida + fosfat + basa nitrogen. Asam
Deoksiribo Nukleat merupakan molekul kompleks yang dibentuk oleh tiga macam
molekul, yaitu:
1) Gula pentosa (deoksiribosa)
2) Fosfat (PO4-)
4
3) Basa nitrogen yaitu
Purin : guanine (G) dan adenine (A)
Pirimidin : Timin (T) dan sitosin (S) Jadi satu molekul nukleotida yang terdiri
dari ikatan gula basa dan fosfat yang menyusun DNA dapat berbentuk:
a) Adenin nukleosida = adenine deoksiribosa fosfat
b) Guanine nukleosida = guanine deoksiribosa fosfat
c) Sitosin nukleosida = sitosin deoksiribosa fosfat
d) Timin nukleosida = timin deoksiribosa fosfat.
Ada tiga struktur DNA, Yaitu sebagai berikut (2) :
1. Struktur primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida. Setiap nukleotida terdiri
dari satu basa nitrogen berupa senyawa purin atau pirimidin, satu gula pentosa
berupa 2’-deoksi-D-ribosa dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat.
Penulisan urutan basa dimulai dari kiri yaitu ujung 5’ bebas (tidak terikat
nukleotida lain) menuju ujung dengan gugus 3’ hidroksil bebas atau dengan arah
5’-3’
2. Struktur sekunder
Salah satu sifat biokimia DNA yang menentukan fungsinya
sebagai pembawa informasi genetik adalah komposisi basa penyusun. Pada tahun
1949-1953, Edwin Chargaff menggunakan metode kromatografi untuk pemisahan
dan analisis kuantitatif ke-empat basa DNA, yang diisolasi dari berbagai satu
organisme. Kesimpulan yang diambil dari data yang terkumpul adalah sebagai
berikut :
a. Komposisi basa DNA bervariasi antara spesies yang satu dengan spesies
yang lain.
b. Sampel DNA yang diisolasi dari berbagai jaringan pada spesies yang sama
mempunyai komposisi basa yang sama.
c. Komposisi DNA pada suatu spesies tidak berubah oleh perubahan usia,
keadaan nutrisi maupun perubahan lingkungan.
d. Hampir semua DNA yang diteliti mempunyai jumlah residu adenin yang
sama dengan jumlah residu timin (A=T), dan jumlah residu guanin yang
5
sama dengan jumlah residu sitosin (G=C) maka A+G = C+T, yang disebut
aturan Charrgaff.
e. DNA yang diekstraksi dari spesies-spesies dengan hubungan kekerabatan
yang dekat mempunyai komposisi basa yang hampir sama.
Pada tahun 1953, James D. Watson dan Francis H.C. Crick berhasil
menguraikan struktur sekunder DNA yang berbentuk heliks ganda melalui
analisis pola difraksi sinar X dan membangun model strukturnya. Heliks ganda
tersebut tersusun dari dua untai polinukleotida secara antiparalel (arah 5’3’
saling berlawanan), berputar ke kanan dan melingkari suatu sumbu.Unit gula
fosfat berada di luar molekul DNA dengan basa-basa komplementer yang
berpasangan di dalam molekul.Ikatan hidrogen di antara pasangan basa
memegangi kedua untai heliks ganda tersebut.Kedua untai melingkar sedemikian
rupa sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan kembali bila putaran masing-
masing untai dibuka.
(a)
Struktur Primer DNA (b) Struktur Sekunder DNA
Jarak di antara kedua untai hanya memungkinkan pemasangan basa purin
(lebih besar) dengan basa pirimidin (lebih kecil).Adenin berpasangan dengan
timin membentuk dua ikatan hidrogen sedangkan guanin berpasangan dengan
sitosin membentuk tiga ikatan hidrogen.
Dua ikatan glikosidik yang mengikat pasangan basa pada cincin gula, tidak
persis berhadapan. Akibatnya, jarak antara unit-unit gula fosfat yang berhadapan
6
sepanjang heliks ganda tidak sama dan membentuk celah antara yang
berbeda,yaitu celah mayor dan celah minor (3)
3. Struktur tersier
Kebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan molekul lingkar.
Konformasi ini terjadi karena kedua untai polinukleotida membentuk struktur
tertutup yang tidak berujung. Molekul DNA lingkar tertutup yang diisolasi dari
bakteri, virus dan mitokondria seringkali berbentuk superkoil, selain itu DNA
dapat berbentuk molekul linier dengan ujung-ujung rantai yang bebas.
(a). konformasi DNA sirkular (b). konformasi DNA linear
2.1.2 Susunan DNA
Pada tahun 1953, Frances Crick dan James Watson menemukan model
molekul DNA berdasarkan data yang didapat dari foto difraksisinar-X milik
Rosalind Franklin, yang meninggal dunia akibat kanker pada usianya ke 38
tahun. DNA merupakan makromolekul polinukleotida yang tersusun atas
polimernukleotida yang tersusun rangkap membentuk DNA double helix dan
berpilin kekanan. Setiap nukleotida terdiri dari tiga gugus molekul, yaitu (1)
Gugusfosfat (2) Gula dengan 5 atom C (3) Basa nitrogen yang
terdiridarigolonganpurin, yaitu adenine dan guanine serta golongan pirimidin,
yaitu citosin dan timin.
Menurut Watson - Crick, DNA digambarkan seperti tangga tali berpilin
atau lebih dikenal dengan helix ganda atau double helix. Perhatikan pita pada
diagram di bawah ini menunjukkan tulang belakang gula – fosfat dari dua untai
DNA. Kedua untai DNA tersebut diikat oleh ikatan hidrogen yang
dilambangkan dengan garis titik-titik di antara dua basa nitrogen yang
berpasangan di bagian dalam helix ganda.
7
2.1.3 Karakteristik kimia
Struktur untai komplementer DNA menunjukkan pasangan basa (adenine
dengan timin dan guanine dengan sitosin ) yang membentuk DNA beruntai ganda. DNA
merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama,
a. gugusfosfat
b. gula deoksiribosa
c. basa nitrogen, yang terdiri dari:
1) Adenina (A)
2) Guanina (G)
3) Sitosina (C)
4) Timina (T)
Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut
dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida.
Rantai DNA memiliki lebar 22-24 Å, sementara panjang satu unit
nukleotida 3,3 Å. Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat
memiliki jutaan nukleotida yang terangkai seperti rantai. Misalnya, kromosom
terbesar pada manusia terdiri atas 220 juta nukleotida.
Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang
berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-
deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan
fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon
kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah
gula penyusunnya; gula RNA adalah ribosa.
DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks
ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai
berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai
antiparalel. Masing-masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur
utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada
heliks. Kedua untai pada heliks ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen
antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang
ditemukan pada DNA adalah adenina (dilambangkan A), sitosina (C, dari
8
cytosine), guanina (G), dan timina (T). Adenina berikatan hidrogen dengan
timina, sedangkan guanina berikatan dengan sitosina. Segmen polipeptida dari
DNA disebut gen, biasanya merupakan molekul RNA.
2.1.4 Lokasi DNA
Sebagian besar DNA terdapat di dalam kromosom yaitu di inti se yang disebut
DNA inti l, sisanya terdapat di dalam mitokondria disebut juga mtDNA atau DNA
mitikondria
2.1.5 Fungsi DNA
Fungsi DNA menyampaikan informasi genetic dari generasi ke generasi
berikutnya. Mengendalikan aktifitas sel dengan memerintahkan semua jenis protein
dalam sel.
2.2 Ekspresi Gen
2.2.1 Mekanisme Ekspresi Gen
1. Replikasi
a. Pemisahan kedua untai DNA komplementer
Pada organisme prokariot, replikasi DNA dimulai di satu rangkaian
nukleotida tunggal yang unik, yang disebut asal replikasi (replication
9
origin).Sedangkan pada eukariot, replikasi dimulai di banyak tempat di
sepanjang heliks DNA.
b. Pembentukan garpu replikasi
Ketika kedua untai membuka
lilitannya dan memisahkan diri,
untai-untai tersebut membentuk huruf
“V” tempat terjadinya sintesis
aktif.Regio ini disebut garpu
replikasi.
1) Protein yang dibutuhkan untuk
pemisahan untai DNA
a) Protein dnaA, akan
mengenali asal replikasi
(replication origin)
b) SSB (single-srand binding protein), berfungsi untuk menjaga kedua
untai DNA agar tetap terpisah.
c) DNA helikase, berfungsi untuk membuka lilitan heliks-ganda.
2) Pemecahan masalah supercoil
a) DNA topoisomerase tipe I, secara reversible memotong untai-
tunggal heliks ganda. Enzim ini memiliki aktivitas nuclease
(pemotong-untai) dan ligase (penutup kembali-untai).
b) DNA topoisomerase tipe II, berikatan kuat dengan DNA heliks
ganda dan membuat torehan sementara di kedua untai.
c. Arah replikasi DNA
DNA polymerase yang berperan menyalin cetakan DNA, hanya mampu
untuk membaca rangkaian nukleotida induk dalam arah 3’ 5’ dan enzim ini
menyintesis untai DNA baru dalam arah 5’ 3’ (anti parallel)
1) Leading strand
Untai yang disalin searah dengan gerakan maju garpu replikasi
dan hampir disintesis secara kontinu.
2) Lagging strand
10
Untai yang disalin menjauhi garpu replikasi tidak disintesis secara
kontinu, dengan fragmen-fragmen kecil DNA yang disalin di dekat garpu
replikasi.Bagian pendek DNA yang diskontinu ini disebut fragmen
Okazaki, yang akhirnya bergabung menyadi untai-tunggal yang kontinu.
d. DNA primer
DNA polymerase tidak dapat memulai sintesis untai komplementer
DNA pada cetakan yang seluruhnya untai-tunggal.Sebaliknya, enzim ini
membutuhkan suatu RNA primer, yaitu region untai pendek yang terdiri atas
basa RNA yang dipasangkan dengan cetakan DNA, dengan gugus hidroksil
bebas di ujung-3’ untai RNA.DNA polymerase ini disintesis oleh primase.
e. Pemanjangan rantai
DNA polymerase prokariot dan eukariot memanjangkan untai DNA
baru dengan menambahkan deoksiribonukleotida, ke ujung-3’ rantai yang
sedang terbentuk.
1) DNA polymerase III, mengkatalis pemanjangan rantai DNA. Untai baru
terbentuk dengan arah 5’ 3’, antiparallel terhadap untai induk.
2) Proofreading DNA yang baru disintesis
Selain memiliki aktivitas 5’3’ polimerasenya, DNA polymerase
III juga mempunyai aktivitas “proofreading” (3’5’
eksonuklease).Ketika setiap nukleotida ditambahkan ke rantai, DNA
11
polymerase III memeriksa untuk memastikan bahwa nukleotida yang
ditambahkan telah benar dipasangkan dengan basa komplementer pada
cetakan. Jika tidak, aktivitas 3’5’ eksonuklease akan memperbaiki
kesalahan tersebut.
f. Pemotongan RNA primer dan penggantiannya oleh DNA
DNA polymerase III terus menyintesis DNA di lagging strand hingga
aktivitasnya terhambat saat saat mendekati primer RNA. KEtika hal ini terjadi,
RNA dipotong dan celah yang terbentuk kemudian diisi dengan DNA
polymerase I.
g. DNA ligase
Ikatan fosfodiester akhir antara gugus 5’-fosfat di rantai DNA yang
disintesis oleh DNA polymerase III dan gugus 3’-hidroksil di rantai yang
dibentuk oleh DNA polymerase I.(4)
2. Transkripsi DNA
Sintesis RNA dari cetakan DNA disebut transkripsi. Transkripsi dikatalisis oleh
enzim yang dikenal sebagai RNA polimerase. Mekanisme kerja RNA dan DNA
polimerase sangat serupa, dengan satu perbedaan penting: RNA polimerase dapat
memulai sintesis untai baru.
RNA polimerase menyalin cetakan DNA dalam arah 3` ke 5` dan mensintesis
untai RNA dalam arah 5` ke 3`. Karena RNA beruntai-tunggal, mekanisme
transkripsi tidak serumit mekanisme replikasi.
Pada bakteri, sebuah RNA polimerase menghasilkan prekursor mRNA, rRNA,
dan tRNA. Karena bakteri tidak memiliki inti, ribosom berikatan dengan mRNA
sewaktu sedang ditranskripsikan dan sintesis protein berlangsung bersamaan
dengan proses transkripsi.
RNA eukariotik mengalami transkripsi di inti oleh tiga RNA polimerase yang
berbeda. Transkrip primer mengalami modifikasi dan pemangkasan untuk
menghasilkan RNA matang yang kemudian berpindah ke sitoplasma untuk ikut
serta dalam proses translasi. Prekursor mRNA memiliki sebuah “cap” yang
ditambahkan di ujung-5` dan sebuah “ekor” poli(A) di ujung-3`. Pada prekursor
mRNA, ekson, daerah yang membentuk mRNA matang, dipisahkan oleh intron,
12
daerah yang tidak memiliki fungsi mengkode dan dikeluarkan oleh reaksi
penyambungan. Selama reaksi penyambungan, ekson-ekson saling dihubungkan
untuk menghasilkan mRNA matang. Pada eukariot, prekursor tRNA dan rRNA
juga mengalami modifikasi dan pemangkasan, walaupun tidak seluas seperti
prekursor mRNA.
3. Translasi DNA
Protein dibentuk melalui proses yang disebut translasi. Proses ini terjadi di
ribosom dan dipandu oleh mRNA. Pesan genetik yang terkode dalam DNA mula-
mula ditranskripsi menjadi mRNA, dan urutan nukleotida mRNA kemudian
menentukan urutan asam amino pada protein
Bagian mRNA yang menentukan urutan asam amino protein dibaca dalam
kodon, yaitu rangkaian yang terdiri dari tiga nukleotida. Inisiasi suatu rantai
polipeptida dimulai dengan kodon AUG yang menentukan asam amino metionin.
Kodon pada mRNA dibaca secara berurutan (sekuensial) dalam arah 5` ke 3` dan
dimulai dengan 5`-AUG yang menentukan kumpulan kerangka bacaan dan diakhiri
dengan kodon terminasi-3` (atau kodon “stop”) (UAG, UGA, atau UAA). Protein
dibentuk dari terminal-N menuju ke terminal-C.
TRNA membawa asam amino ke tempat sintesis protein di ribsosn.
Pembentukan pasangan basa antara antikodon tRNA dan kodon mRNA
memastikan bahwa asam amino yang dibawa oleh tRNA disisipkan ke dalam rantai
polipeptida yang sedang tumbuh di tempat yang tepat.
Pengikatan metionil-tRNA inisial (awal) ke mRNA dan ribosom disebut inisiasi
dan melibatkan protein sitosol yang dikenal sebagai faktor inisiasi (FI) dan GTP.
Setelah inisiasi, rantai polipeptida memanjang. Pemanjangan ini terdiri dari tiga
langkah: (a) penambahan sebuah aminoasil-tRNA ke tempat pada ribosom di mana
molekul tersebut berikatan dan membentuk pasangan basa dengan kodon kedua
pada mRNA, (b) pembentukan sebuah ikatan peptida antara asam amino pertama
dan kedua, dan (c) translokasi, pergerakan mRNA relatif terhadap ribosom,
sehingga sebuah aminoasil-tRNA dapat berikatan dengan kodon ketiga mRNA dan
ke ribosom.
13
Ketiga langkah pemanjangan ini diulang sampai terjadi pengikatan kodon
terminasi dengan tempat pada ribosom di mana aminoasil-tRNA berikutnya
seharusnya melekat. Yang melekat bukan tRNA yang bermuatan, tetapi faktor
pelepasan (release factor), sehingga protein yang telah lengkap terlepas dari
ribosom.
Setelah satu ribosom terikat dan bergerak di sepanjang mRNA serta
mentranslasikan polipeptida, ribosom lain dapat berikatan dan memulai translasi.
Kompleks sebuah mRNA dengan banyak ribosom disebut polisom.
Pelipatan polipeptida menjadi konfigurasi tiga-dimensi terjadi sewaktu
polipeptida sedang ditranslasi. Proses ini melibatkan protein yang dikenal sebagai
chaperone.
Modifikasi residu asam amino dalam suatu protein dapat terjadi selama atau
setelah translasi dan mungkin melibatkan pembentukan ikatan disulfida, glikosolasi
(penambahan gugus karbohidrat), fosforilasi, pemutusan ikatan peptida, dan jenis
perubahan lain.
Sebagian protein disintesis di ribosom sitosol dan dilepaskan ke dalam sitosol.
Protein lain disalurkan ke dalam organel, misalnya mitokondria. Protein yang
dipersiapkan untuk lisosom, untuk penggabungan ke dalam membran sel, atau
untuk disekresikan keluar sel disintesis dalam ribosom yang melekat ke retikulum
endoplasma kasar (RER). Protein ini dipindahkan dari RER ke kompleks Golgi,
tempat protein ini mengalami modifikasi dan diarahkan ke lokasi akhir.
2.2.2 Regulasi Ekspresi Gen(5)
Regulasi gen adalah suatu pengendalian penampakan dari suatu gen untuk
memunculkan fenotip dari suatu genotip. Secara sederhana, regulasi gen hanya memiliki
dua tipe:
1. Regulasi positif yaitu jika ekspresi informasi genetic meningkat secara kuantitatif
akibat adanya elemen regulatorik tertentu.
2. Regulasi negative yaitu jika ekspresi informasi genetic berkurang oleh adanya
elemen regulatorik spesifik.
Secara sederhana, regulasi ekspresi gen hanya memiliki dua tipe, yaitu regulasi
positif dan regulasi negative. Regulasi positif biasanya disebut aktifator, disebut
14
regulasi positif atau induksi apabila, ekspresi informasi genetik meningkat secara
kuantitatif akibat adanya elemen regulatorik tertentu. Kemudian, regulasi negative
biasanya disebut represor. Dikatakan regulasi negative atau represor, apabila
ekspresi informasi genetik berkurang oleh adanya elemenn regulatorik spesifik.
Regulasi ekspresi gen dibedaka menjadi 2 jenis, bagi prokariotik, dan bagi
eukariotik,
a. Prokariotik
Regulasi ekspresi gen bagi prokaryotic, memiliki 3 tipe respon temporal
terhadap suatu sinyal penginduksi, yaitu
1) Respon tipe A, ditandai dengan meningkatnya derajat ekspresi gen yang
bergantung pada keberlansungan keberadaan sinyal penginduksi.jika sinyal
penginduksi dihilangkan maka jumlah ekspresi gen menurun ke tingkat basal,
dan sebaliknya
2) Respon tipe B, memperlihatkan peningkatan jumlah ekspresi gen yang bersifat
transien meskipun sinyal regulatorik masih ada. Setelah sinyal regulatorik
berhen, sel dibiarkan pulih, dapat terlihat adanya respon transien sekundar
terhadap sinyal regulatorik berikutnya.
3) Respon tipe C, memperlihatkan sebagai respon terhadap sinyal regulatorik,
peningkatan derajat ekspresi gen yang menetap tanpa batas meskipun sinyalnya
telah berhenti. Dalam pola ini, sinyal berfungsi sebagai pemicu, jika sudah
dimulai, ekspresi gen didalam sel tidak dapat diberhentikan. Oleh karena itu
respon adalah perubahan irreversible dan dapat diwariskan.
Pada prokaryotic, gen-gen yang terlibat dalam jalur metabolic sering terdapat
dalam susunan linier yang disebut operon, misalnya operan lac. operon dapat diatur
oleh satu region regulatorik atau promoter. Sistron adalah unit ekspresi genetik
terkecil, yang dapat menyandi struktur subunit suatu molekul protein. Oleh karena
itu dapat dikatakan satu subunit, satu sistron. Satu mRNA yang menyandi lebih dari
satu protein yang ditranslasikan secara terpisah disebut sebagai mRNA
polisistronik.
15
Model mempelajari regulasi gen adalah e coli, e coli mensintesis enzim
berdasarkan nutrisi pada lingkungannya. E coli memerlukan asam amino triptofan.
Berikut ini adalah operon triptofan.
a. Di dalam sebuah promotor, terdapat operator, operator adalah tempat
melekatnya rna polymerase, sehingga sintesis RNA dapat dijalankan.
b. Apabila triptofan ada, maka triptofan akan mengisi aktif site darirepressor,
sehingga membuat repressor aktif. Repressor akan melekat pada operator di
promotor. Aktifnya repressor membuat gen tidak aktif, karena RNA
polymerase tidak dapat melekat pada promotor. Sehingga tidak akan terjadi
transkripsi
c. Namun apabila triptofan tidak ada, maka repressor tidak aktif, dan RNA
polymerase berikatan dengan operator pada promotor. Kejadian itu
menyebabkan gen aktif dan terjadilah transkripsi.
Selain membutuhkan asam amino triptofan, e coli juga mencerna gula laktosa
pada lingkungannya. E coli mengekspresikan beta galaktosidase untuk mencerna
laktosa. Pengaturan ekspresi beta galaktosidase dilakukan oleh protein regulator.
Repressor terikat pada gen lac z pada daerah antara promotor dan start kodon
gen structural (operator). Jadi pada keadaan normal (tidak ada laktosa), repressor
mendekati operator. Sehingga akan menyebabkan tidak terjadinya transkripsi.
Sedangkan ketika ada laktosa, repressor akan mengikat latosa. Al itu menyebabkan
repressor tidak mengikat operator. Sehingga menyebabkan transkripsi terjadi6.
b. Eukaryote.
Regulasi pada eukaryotic akan diregulasikan menjadi 4 level.
1. Mengontrol transkripsi
2. Mengontrol proses (splicing)
3. Mengontrol translasi (mRNA editing)
4. Mengontrol aktivitas protein
Berbeda dengan prokaryotik, cetakan DNA eukaryotic tidak semuanya dibaca. Pada
cetakan yang dapat dibaca dan di interresentasikan disebut exon dan cetakan (coding)
yang tidak dibaca disebut intron. Extron dan intron berada pada primary transcription.
Kemudian dari primary transkripsi ke tahap mRNA, intron akan dibuang, sehingga akan
16
terbentuk ekson ekson. Ekson ekson itulah yang akan dibaca dan di interprestasikan,
kemudian akan menuju proses translasi. Selanjutnya akan diubah menjadi protein
dengan bantuan tRNA yang membawa asam amino.
Modifikasi kromatin, remodeling kromatin adalah aspek penting dalam ekspresi
gen eukaryotic.Struktur kromatin merupakan tingkat control transkripsi gen lainnya.
Kromatin dapat mengendur atau terbuka, caranya dengan metilisasi DNA (penambahan
gugus metil).
Asetilasi dan deasetilasi histon adalah suatu penentu penting aktivitas gen. asetilisasi
diketahui terjadi di residu lisin di ekor terminal amino melekul histon. Modifikasi ini
mengurangi muatan positif ekor dan menurunkan afinitas histon mengikat DNA yang
bermuatan negative. Oleh karena itu asetilasi histon menyebabkan kelainan nukleosom
dan mempermudah akses factor transkripsi ke elemen-elemen DNA regulatoriknya.
deasetilasi histon akan menimbulkan efek yang sebaliknya4.
2.3 Identifikasi dalam Ilmu Forensik
a. Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem.Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan
yang diakui paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap
jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan
pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.
b. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang
merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya.Cara ini hanya efektif pada
jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan
bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang.Hal ini perlu diperhatikan mengingat
adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau
sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
c. Pemeriksan Dokumen
17
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang
kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat
membantu mengenali jenazah tersebut.Perlu diingat pada kecelakaan masal,
dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum
tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
d. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui
merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya
dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada
jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya
nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya.
e. Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi
tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya. Data
khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang
dan sejenisnya.
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli
dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan
sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada tengkorak/kerangka
pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini.Melalui metode ini diperoleh
data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada
tulang dan sebagainya.
f. Pemeriksaan Pencatatan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan
gigi dan rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan,
tambalan, protesa gigi dan sebagainya.
Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi
yang khas.Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara
membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.
g. Pemeriksaan Serologik
18
Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah
jenazah.Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat
dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang.
2.4 Pemeriksaan Molekuler
Suatu analisa yang merupakan ruang lingkup dari ilmu forensik yang bertujuan
antuk menentukan sumber dan identitasnya (darah manusia atau hewann atau warna dari
getah tumbuhan, darah pelaku atau korban, atau orang yang tidak terlibat dalam tindak
kejahatan tersebut) dapat melalui uji darah, uji cairan tubuh, ataupun uji DNA
Bentuk aplikasi biologi molekuler dalam bidang forensik6
a. PCR
b. RFLP
c. Elektroforesis
d. STR
e. Codis’13
2.5 Teknik Pemeriksaan DNA dan Penerapannya
a. PCR5
Reaksi rantai polymerase PCR adalah metode amplifikasi suatu sekuens
tertentu. PCR merupakan cara yang sensitif, seletif dan sangat cepat untuk
memperbanyak sekuens DNA yang diinginkan. Spesifisitas didasarkan pada
pemakaian dua oligonukleotida primer yang terhibridisasi ke sekuens
komplementer di untai DNA yang berlawanan dan mengapit sekuens target.
Teknik PCR yaitu, sampel DNA mula-mula dipanaskan untuk memisahkan
kedua untai ; primer dibiarkan berdekatan dengan DNA ; dan masing-masing
untai untai disalin oleh DNA polymerase yang dimulai ditempat primer. Kedua
untai DNA msing-masing berfungsi sebagai cetakan, untuk sintesis DNA baru
dari dua primer. Siklus berulang denaturasi panas , penyatuan primer dengan
sekuens komplementernya dan pemanjangan primer yang telah menyata
19
tersebut dengan DNA polymerase menyebabkan perbanyakan eksponensial
segmen DNA dengan panjang tertentu.
Reaksi reaksi PCR awal dengan menggunakan suatu DNA polymerase e.coli
yang rusak oleh setiap siklus denaturasi panas. Penggantian dengan DNA
polymerase tahap panas dari Thermus aquaticus (suatu organism yang hidup
dan berkembang biak dengan suhu 70-80 derajat celcius ) mengatasi masalah
ini sehingga memungkinkan terjadinya otomatisasi reaksi, karenba reaksiu
polymerase dapat dijalankan pada suhu 70 derajat celcius. Hal ini juga
meningkatakna spesifisitas dan hasil DNA.
Sekuens DNA sependek 50-100 pb dan sepanjang 10 kb dapat diperbanyak.
Dua puluh siklus dapat menghasilkan perbanyakan sebesar 106 dan 30 siklus
sebesar 109. PCR memungkinkan DNA didalam sebuah folikel rambut, dan
spermatozoa diperbanyak dan dianalisis. Karena itu PCR jelas digunkana
dalam kedokteran forensic. PCR juga digunakan sebagai
a. Untuk mendeteksi agen infeksi, terutama virus laten
b. Menegakkan diagnosis genetika prenatal
c. Menetukan tipe jaringan yang tepat untuk transplantasi
d. Meneliti evolusi dengan menggunakan DNA dari sampel arkeologis, atau
menggunakan analisis RNA setelah penyalinan RNA dan kuantitas mRNA
dengan teknik yang disebut sebagai metode RT-PCR.
e. Dapat digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan dasar dan setiap tahun,
metode ini dikembangkan.
20
Gambar 1.9 metodeteknik PCR
(Doc. Google.com)
b. RLFP8
RFLP adalah salah satu teknik pertama yang secara luas digunakan untuk
mendeteksi variasi pada tingkat sekuens DNA. Deteksi RFLP dilakukan
berdasarkan adanya kemungkinan untuk membandingkan profil pita – pita
yang dihasilkan setelah dilakukan potongan oleh enzim restriksi terhadap DNA
target atau individu yang berbeda.
c. Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik yang digunakan untuk memisahkan dan
memurnikan suatu makromolekul khususnya protein dan asam nukleat
berdasarkan perbedaan ukuran. Elektroforesis merupakan metode yang paling
banyak dipakai saat ini dalam percobaan biokimia dan biologi molekuler.
Prinsip kerja elektroforesis gel dimulai saat makromolekul yang bermuatan
listrik ditempatkan pada medium berisi tenaga listrik. Molekul-molekul
tersebut akan bermigrasi menuju kutub positif atau kutub negatif berdasarkan
muatan yang terkandung di dalamnya. Molekul-molekul yang bermuatan
negatif (anion) akan bergerak menuju kutub positif (anoda), sedangkan
21
molekul-molekul yang bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub
negatif (katoda)9.
Elektroforesis digunakan untuk menyediakan informasi mengenai ukuran,
konfirmasi dan muatan dari protein dan asam nukleat. Elektroforesis dalam
skala besar memungkinkan untuk digunakan sebagai metode pemisahan yang
dapat digunakan untuk menentukan komponen dari protein atau asam nukleat
setiap individu.Aplikasi elektroforesis dapat digunakan dalam uji paternitas
dan identifikasi pelaku kejahatan (DNA fingerprinting).Elektroforesis gel
memisahkan makromolekul berdasaran laju perpindahannya melewati suatu gel
di bawah pengaruh medan listrik. Elektroforesis gel memisahkan suatu
campuran molekul DNA menjadi pita-pita yang masing-masing terdiri atas
molekul DNA dengan panjang yang sama. Ada tiga jenis gel yang dapat
digunakan dalam elektroforesis DNA, yaitu9
a. Gel poliakrilamida denaturasi, berfungsi untuk memurnikan penanda
oligonukleotida dan menganalisis hasil ekstensi primer.
b. Gel alkalin agarosa, berfungsi untuk memisahkan rantai DNA yang
berukuran besar.
c. Gel agarosa formaldehid denaturasi, berfungsi untuk menyediakan sistem
elektroforesis yang digunakan untuk fraksi RNA pada ukuran
standar.Dalam proses elektoforesis terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi laju pergerakan dari molekul DNA, yaitu9:
1) Ukuran Molekul DNA
Molekul yang berukuran lebih kecil akan cepat bergerak melewati gel
karena hambatan yang akan dihadapi tidak lebih banyak dibandingkan
molekul berukuran besar.
2) Konsentrasi gel
Semakin tinggi konsentrasi agarosa, semakin kaku gel yang dibuat
sehingga sukar untuk dilewati molekul-molekul DNA. Konsentrasi
agarosa yang lebih tinggi memudahkan pemisahan DNA yang berukuran
kecil, konsentasi agarosa yang lebih rendah memudahkan pemisahan
DNA dengan ukuran yang lebih besar.
22
3) Bentuk molekul
Molekul yang memiliki bentuk elips atau fibril akan lebih cepat bergerak
dibandingkan dengan yang berbentuk bulat.
4) Densitas muatan
Densitasmuatanyaitu muatan per unit volume molekul. Molekul dengan
densitas muatan tinggi akan bergerak lebih cepat dibandingkan molekul
dengan densitas muatan yang rendah.
5) Pori-pori gel
Semakin kecil pori-pori gel yang digunakan, semakin lambat pergerakan
molekul DNA.
6) Voltase
Semakin tinggi tegangan listrik yang diberikan, semakin cepat
pergerakan molekul DNA.
7) Larutan buffer elektroforesis
Buffer dengan kadar ion tinggi akan menaikkan konduktansi listrik
sehingga mempercepat migrasi DNA.
Marker adalah segmen DNA yang spesifik dan telah diketahui ukurannya.
Marker berfungsi sebagai acuan untuk mengetahui ukuran DNA hasil
ampifikasi. Marker DNA yang terdapat di dalam ruang elektroforesis berfungsi
sebagai penanda posisi pasangan basa dari molekul DNA yang bermigrasi.
Marker-marker DNA tersebut merupakan marker yang telah dibuat oleh pabrik
sehingga tanda pasangan basanya jelas. Salah satu contoh marker DNA adalah
lambda HindIII. Marker tersebut memiliki delapan fragmen DNA dengan
kisaran 125 pb hingga 23.130 pb. Penggunaan DNA marker tersebut
dikarenakan molekul DNA yang akan diamati memiliki fragmen DNA dengan
ukuran 110--20.000 pb8.Elektroforesis gel memiliki beberapa komponen yang
terdiri dari:
a. Comb: digunakan untuk membentuk well pada gel agarosa.
b. Tray: digunakan untuk sebagai cetakan gel agarosa.
23
c. Chamber: digunakan sebagai wadah gel agarosa.
d. Sumber listrik: digunakan untuk memberi arus saat proses elektroforesis.
Dalam elektroforesis juga digunakan bahan-bahan sepert Etidium Bromida
yang bersifat karsinogenik dan Brom Fenol Blue. Hal tersebut karena Etidium
Bromida dapat meningkatkan daya fluoresensi dari DNA sehingga dapat
terlihat jelas, sedangkan Brom Fenol Blue berfungsi sebagai pewarna untuk
memantau kecepatan molekul DNA pada gel9.
Manfaat elektroforesis gel antara lain untuk mengetahui ukuran fragmen
DNA dari produk PCR, memisahkan produk DNA dari hasil digesti yang
berbeda ukuran, lalu dapat disequencing, dan juga untuk pemurnian atau
purifikasi DNA. Elektroforesis dapat diaplikasikan untuk berbagai macam
kegiatan, antara lain membandingkan gen homolog dari spesies yang berbeda,
mengetahui susunan sekuens berbagai genom, DNA finger printing,
mengetahui ada atau tidaknya gen-gen penyebab kelainan genetik atau penyakit
tertentu, mendeteksi lokasi dan jumlah mRNA dalam sel atau jaringan tertentu,
mengetahui aktivitas gen selama perkembangan berbagai tipe sel organisme
atau aktivitas gen sebelum dan sesudah diberi perlakuan tertentu, mempelajari
evolusi di tingkat molekular, mengetahui variasi genetik dalam populasi natural
di alam, menentukan atau mengidentifikasi berat molekul fragmen DNA, RNA,
protein dan aktivitas enzimatik, menganalisa fragmen DNA yang diamplifikasi
melalui PCR, mengidentifikasi persamaan dan perbedaan genetik antar
individu, dan menentukan jumlah fragmen DNA yang diklon dalam
rekombinan plasmid DNA
d. Short Tandem Repeats (STRs)10
STR adalah sama dengan VNTR dan keduanya memiliki prinsip
umum dalam pemakaian teknik yang sama pula. STR berbeda dari
VNTR dalam kepemilikan unit berulang yang lebih kecil, dari 2 sampai 7
basa dan ukuran total STR yang lebih kecil biasanya kurang dari 500
basa. Ukuran yang lebih kecil berarti STR dapat memakai PCR untuk
mengamplifikasinya dengan jumlah yang sangat kecil dari DNA yaitu
kurang dari 1 ng. Hal itu berarti bahwa STR dapat dipakau dalam analisis
24
DNA yang rusak, yang terpecah berkeping-keping. Kerusakan DNA
tersebut tidak dapat dianalisis dengan analisis VNTR southern blot yang
memerlukan kualitas DNA yang lebih tinggi (fragmen lebih besar).
Penggunaan PCR pada STR membuat sedikit saja sampel DNA misalnya
yang ditemukan pada puntung rokok untuk diamplifikasi menghasilkan
jumlah yang cukup besar untuk keperluan analisis. PCR juga memakai
sedikit sampel dan mempertahankan lebih banyak untuk analisis
berulang.
STR hanya mengamplifikasi area yang ditentukan (sekuens target).
Bagaimanapun jangkauan ukuran fragmen yang lebih kecil membuat
identifikasi semua alel pada sebuah lokus karena itu “bin” tidak
diperlukan. Dalam aplikasi forensik amplifikasi dan separasi fragmen
STR pada umunya dideteksi dengan satu dari dua metode. Metode
pertama dengan menggunakan propensity silver untuk mengikat DNA.
Metode kedua adalah dengan primer yang dipakai selama amplifikasi
mengandung fluoresensi. Pemisahan fragmen dilakukan dengan
elektroforesis. Fragmen STR dipakai untuk mengenali sampel DNA.
Lokus STR yang dipilih untuk forensik mempunyai 7 – 30 alel yang
berbeda. Populasi heterozigositas sekitar 80 % berbanding 90% atau
lebih dari VNTR. Dengan demikian akan didapat hasil yang tidak ambigu
tetapi informasi statistik yang diperoleh terbatas dari satu lokus individu.
Lokus STR berjumlah banyak pada genom dan banyak lokus yang telah
dikenali. Sistem tertentu telah dikembangkan untuk mengamplifikasi 3
sampai 16 lokus dengan sekali coba. FBI telah mendesain 13 spesifik
lokus sebagai satu set dalam pemakaian pencocokan sampel pada kasus
kriminal.
Keuntungan dari STR:
1. Proses dapat memakai sampel rusak karena fragmen DNA yang
lebih pendek untuk analisis
2. Proses PCR membuat analisis dapat dilakukan dengan jumlah DNA
yang sangat kecil.
25
3. Jumlah lokus yang dipakai banyak yang menguntungkan ketika
melibatkan sampel keluarga kandung
4. Proses cepat selesai dalam waktu sehari atau dua hari
5. Peralatan yang tersedia di pasaran
Kelemahan antara lain:
1. Jumlah alel dan nilai heterozigositas yang rendah dari setiap lokus
2. Kemungkinan kontaminasi karena proses amplifikasi
3. Peralatan yang relatif mahal dengan sistem multiplex menggunakan
analisis fluorosensi walau dengan silver stain relatif murah tetapi
lokus yang dapat dianalisis lebih sedikit yaitu tidak lebih dari 3
4. Sulit dalam interpretasi dan memerlukan keahlian khusus.
e. Variable Number of Tandem Repeats (VNTRs)10
VNTRs, sejenis RFLP (restriction fragment length polymorphism),
adalah daerah-daerah DNA yang terdiri dari seribu sampai beberapa ribu
pasangan basa. Satu jenis VNTR terdiri dari sejumlah besar unit-unit
sekuens yang berulang. Ukuran unit sekuens yang berulang ini bervariasi
antara 8 – 80 pasang basa ( biasanya 15 – 35). Meskipun ukuran unit
bersifat tetap pada lokus VNTR tertentu, jumlah pengulangan itu sangat
bervariasi. Sehingga ratusan atau lebih panjang sekuens yang berbeda
dapat diamati pada setiap individu-individu yang berbeda. Variasi
panjang yang begitu tinggi pada VNTR berguna pada bidang analisis
forensik.
Pada prinsipnya penentuan panjang dari VNTR tertentu adalah
simpel. Pertama DNA diekstrak dari sampel yang akan dianalisis.
Kemudian DNA yang telah diekstrak diberi enzim yang memotong DNA
pada setiap titik dari urutan basa spesifik tertentu. Sebagai contoh enzim
Hae III bekerja pada sekuens GGCC (CCGG pada untai berlawanan) dan
memotong kedua untai DNA diantara G dan C. Dengan cara ini DNA
dipotong menjadi berjuta keping ukuran. Kumpulan fragmen
ditempatkan pada gel yang dipaparkan medan listrik. Fragmen-fragmen
bermigrasi dengan jarak yang berbeda bergantung ukuran yang disebut
26
proses elektroforesis. Fragmen-fragmen yang terpisah itu kemudian
diberi larutan kimia tertentu yang mendenaturasinya dan memisahkan
menjadi 2 untai tunggal dengan urutan basa komplementer.
Kemudian fragmen dipindahkan dengan menempelkan gel pada
membran nylon. Membran itu lalu direndam dengan probe, potongan
pendek untai tunggal DNA yang komplementer pada fragmen tertentu
diantara berjuta-juta fragmen. Probe mencari dan menempel pada
fragmen yang sesuai yang berpasangan secara komplemen degan
pasangan basa pada fragmen. Kelebihan probe yang tidak terikat pada
fragmen DNA itu dibersihkan. Probe yang terikat mempunyai label yang
memberi sinyal tanda keberadaannya. Sinyal ini dideteksi dengan film
fotografis dengan menempelkannya pada membran nylon itu. Pada
awalnya label adalah atom bersifat radioaktif. Sekarang deteksi
luminesensi lebih umum digunakan.
Membran itu diselubungi material yang diubah menjadi cahaya
dengan sejenis enzim pada probe. Cahaya yang keluar ditangkap film
selama beberapa jam. Letak pita-pita yang divisualisasi pada proses ini
diginakan untuk mengenali asal sampel DNA itu. Pita-pita dengan
ukuran yang sama dikelompokkan dalam ““bin””. Dengan cara ini total
jumlah alel dikurangi dari ratusan menjadi 20 – 30. Frekuensi “bin”
digunakan untuk menghitung probabilitas pasangan disebut “fixed
“bin””. Fixed “bin” lebih mudah dimengerti dan lebih umum digunakan
daripada floating “bin”.
Keuntungan dari VNTR:
1. Ada banyak bentuk alternatif (“bin”) yaitu 20 – 30 pada setiap lokus
dan heterozigositas yang besar
2. Teknik ini dibuat dengan baik, familiar dan dipakai secara luas.
3. Teknik ini diterima secara luas oleh badan legal
4. Jumlah alel yang besar membantu analisis sampel campuran
Kelemahan VNTR:
27
1. Sensitivitas yang terbatas. Pada umumnya diperlukan 50 ng atau
lebih sampel DNA untuk hasil yang jelas.
2. Proses yang memakan waktu, beberapa hari selesai ( atau minggu
jika probe radioaktif dipakai).
3. Jumlah lokus yang tervalidasi terbatas.
4. Fragmen DNA panjang yang diperlukan tidak cocok pada sampel
DNA yang rusak
5. Kesulitan perhitungan dan interpretasi “bin”
6. Terbatas dalam membedakan individu kembar
7. Karena ukuran fragmen yang panjang, kebanyakan VNTR tidak
dapat diamplifikasi dengan reliabel dan konsisten oleh PCR
(polymerase chain reaction).
8. Amplifikasi alel yang lebih kecil menyebabkan alel heterozigot
dibaca homozigot
f. Combined DNA Index System (CODIS)11
28
CODIS adalah analisis forensik standar di Amerika yang diresmikan
pada tahun 1998. Sistem CODIS didasarkan pada 13 lokus STR yang
didapatkan dari rangkaian eksperimen DNA di Amerika.
Peralatan CODIS telah dikembangkan secara yang membuat amplifikasi
dari 16 atau lebih lokus STR dapat dilakukan pada sati tabung tes. Peralatan
multiplex STR ini memiliki primer PCR yang unik untuk setiap lokus. Setiap
lokus di desain untuk menghindar dari hibridisasi dengan primer lain pada
peralatan dan membuat produk PCR dengan ukuran yang berbeda-beda jadi
dapat menyebarkan sinyal dari lokus berbeda itu selama elektroforesis. Primer
diikat dengan pewarnaan dye untuk membantu proses pemisahan produk PCR
yang berbeda-beda. Kit yang paling luas digunakan sekarang adalah 13 lokus
CODIS, amelogenin dan 2 lokus tambahan yang dipakai oleh agen pembela
hukum lain di dunia, total 16. Kit ini sangat akurat dalam penentuan identitas
pada manusia. Saat profil DNA dalam keadaan yang baik didapatkan, maka
kemungkinan terjadi kesalahan dalam pencocokan antara 2 individu pada
populasi adalah kurang dari 1 in 1018 (quintillion). CODIS telah digunakan
29
untuk menjatuhkan hukuman atau membebaskan hukuman bagi tersangka serta
untuk menentukan paternitas dengan tingkat keakuratan yang sangat tinggi.
2.6 Identifikasi dengan Teknik Pemeriksaan DNA
1. PCR
a. Manfaat
PCR dirancang pada tahun 1985 dan telah memberikan dampak besar
pada penelitian biologis dan bioteknologi. PCR telah digunakan untuk
memperkuat DNA dari berbagai macam sumber misalnya fragmen DNA
kuno dari gajah purba (mammoth) berbulu yang telah membeku selama
40.000 tahun; DNA dari sedikit darah; jaringan, atau air mani yang
ditemukan di tempat kejadian perkara kriminal; DNA dari sel embrionik
tunggal untuk diagnosis kelainan genetik sebelum kelahiran dan DNA gen
virus dari sel yang diinfeksi oleh virus yang sulit terdeteksi seperti HIV4.
Teknik PCR dapat didayagunakan (kadang dengan modifikasi) guna
fasilitasi analisis gen. Selain itu telah dikembangkan banyak sekali aplikasi
praktis. Sebagai contoh teknik dan aplikasi PCR dapat disebutkan sebagai
berikut: kloning hasil PCR; sekuensing hasil PCR; kajian evolusi molekular;
deteksi mutasi ( penyakit genetik; determinasi seks pada sel prenatal; kajian
forensik (tersangka kriminal, tersangka ayah pada kasus paternal); dan masih
banyak lainnya12.
Selain itu, PCR juga dapat digunakan sebagai alat diagnosis penyakit
thalesemia. Sebelum cara PCR ditemukan, analisis DNA dilakukan dengan
prosedur yang panjang dan rumit, yaitu pertama-tama membentuk
perpustakaan (library construction) melalui digesti dengan endonuklease
restriktif dan kloning, kemudian skrining, mapping, subkloning dan terakhir
sekuensing. Tetapi dengan adanya PCR dalam waktu 24 jam sejak
pencuplikan vili korialis (chorionic villous sampling) diagnosis prenatal
sudah dapat ditegakkan dan berdasarkan prinsip PCR telah dikembangkan
cara diagnostik molekular yang terbukti sangat akurat4.
30
Berdasarkan uraian diatas penemuan dan manfaat teknik PCR ini
berdampak sangat luas terhadap kemajuan sains dan teknologi secara umum
yaitu antara lain sebagai berikut4:
1) Memperkuat gen spesifik sebelum diklon.
2) Membuat fragmen gen DNA secara berlimpah
3) Dapat mendeteksi DNA gen virus yang sulit untuk dideteksi
4) Dapat mendeteksi/ mendiagnosis DNA sel embrionik yang mengalami
kelainan sebelum dilahirkan.
5) Bidang kedokteran forensik. Contohnya mendeteksi penyakit yang dapat
menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen.
6) Mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies atau untuk mengetahui
dari mana spesies tersebut berasal.
7) Melacak asal usul seseorang dengan membandingkan “finger print"
b. Kelebihan12
1) Memiliki spesifisitas tinggi
2) Sangat cepat, dapat memberikan hasil yang sama pada hari yang sama
3) Dapat membedakan varian mikroorganisme
4) Mikroorganisme yang dideteksi tidak harus hidup
5) Mudah di set up
c. Kekurangan12
1) Sangat mudah terkontaminasi
2) Biaya peralatan dan reagen mahal
3) Interpretasi hasil PCR yang positif belum tervalidasi untuk semua
penyakit infeksi (misalnya infeksi pasif atau laten)
4) Teknik prosedur yang kompleks dan bertahap membutuhkan keahlian
khusus untuk melakukannya.
2. RFLP
a. Manfaat13 :
1) RFLPs dapat digunakan dalam berbagai pengaturan yang berbeda untuk
mencapai tujuan yang berbeda.
31
2) RFLPs dapat digunakan dalam kasus ayah atau kasus kriminal untuk
menentukan sumber sampel DNA. (yakni memiliki aplikasi forensik).
3) RFLPs dapat digunakan menentukan status penyakit individu
4) RFLPs dapat digunakan untuk mengukur tingkat rekombinasi yang
dapat menyebabkan peta genetik dengan jarak antara lokus RFLP
diukur dalam centiMorgans.
b. Kelebihan
RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi yang tinggi dan
mudah ditransfer antar laboratorium, bersifat kodominan sehingga dapat
mendeteksi adanya heterozigositas, tidak diperlukan informasi sekuen
target, dan arena berdasar pada homologi sekuen maka sering
direkomendasikan untuk analisis filogenetik antar spesies yang berkerabat.
RFLP cocok untuk membuat peta linkage, merupakan marker yang locus
specific, dan mempunyai kemampuan memisahkan yang tinggi baik pada
tingkat populasi, spesies atau individual. RFLP merupakan teknik yang
sederhana, bila probe tersedia13.
c. Kekurangan
Kekurangan RFLP adalah dibutuhkan DNA dengan kemurnian tinggi
dalam jumlah banyak, tidak mungkin dilakukan outomatisasi, pada
beberapa spesies mempunyai level polimorfisme yang rendah, sedikit lokus
yang terdeteksi, memerlukan perpustakaan probe yang sesuai,
membutuhkan waktu yang banyak, membutuhkan biaya yang banyak13.
3. Elektroforesis9
a. Manfaat
1. Pemeriksaan DNA
2. Forensik
b. Kelebihan
Keuntungan elektroforesis adalah merupakan teknik yang relatif murah
dan mudah untuk menganalisa dan memurnikan macam-macam biomolekul,
khususnya protein dan asam nucleat. Selain itu teknik ini mudah untuk
32
menganalisis molekul besar dan bermuatan, dapat digabungkan dengan
kromatografi dan lebih cepat dari kromatografi biasa.
c. Kekurangan
Metode ini sulit dilakukan dengan media larutan, oleh sebab itu
digunakan gel, selainitu metode ini sulit dilakukan dengan senyawa tidak
bermuatan
4. STR14
a. Manfaat
Identifikasi individu, rekonstruksi filogenetik dan chimerism berbasis
pos pemantauan graft transplantasi stem cell pos-haematopoietik.
b. Kelebihan
Kelebihan dari metode ini adalah cepat, metode ini dapat mendeteksi
sampel DNA yang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA
yang diperbanyak PCR hanya sekitar 200-500 pasang basa.
c. Kekurangan
Menggunakan teknologi tinggi, sehingga membutuhkan dana lebih
banyak
5. CODIS 1315
a. Manfaat
Untuk pemeriksaan forensik
b. Kelebihan
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki sistem CODIS antara lain :
a) Penggunakan sistem CODIS telah diadopsi oleh para pakar analisis
forensik DNA di dunia tidak hanya oleh FBI.
b) Tipe genotipe (struktur genetik) dan STR pada 13 lokus cukup
merepresentasikan keunikan karakter manusia berdasarkan
populasi genetik.
c) Banyak laboratorium di dunia yang ikut berkontribusi untuk menalisis
frekuensi alel STR pada populasi penduduk di dunia.
d) Data CODIS merupakan numerik dan karakter yang dapat disimpan
secaradigital pada database komputer.
33
e) Jumlah STR yang ada pada 13 lokus dapat ditentukan dengan mudah
dengan perangkat yang dijual secara komersial
f) Profil STR dapat ditentukan dengan sedikit sumber deret DNA bahasa
dari tubuh manusia.
c. Kekurangan
Menggunakan teknologi tinggi, sehingga mahal
2.7 Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan suatu proses untuk mendapatkan DNA murni yang
digunakan untuk keperluan pemeriksaan atau diagnose sentrifugasi. Sentrifugasi
merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat molekul
komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian
bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung (Mader 193).
Isolasi DNA dengan teknik sentrifugasi akan mengendapkan DNA. Supaya
Hasil isolasi berupa DNA murni yang tidak tercampur dengan molekul-molekul
lain maka dalam proses isolasinya dicampurkan berbagai macam larutan.2
Ada lima tahap untuk melakukan isolasi DNA, yaitu16:
a. Isolasi jaringan
b. Dinding dan membrane sel dilisiskan
c. Diekstrasi dalam larutan
d. Dipurifikasi
e. Dipresifitasi
Bahan yang dibutuhkan untuk melakukan isolasi DNA yaitu21
a. Binding buffer, yang terdiri dari berbagai macam komponen yaitu:
1) NaCl : berfungsi untuk menstabilkan DNA sebagai rantai ganda
2) EDTA : akan berikatan dengan ion Mg sebagai komponen yang menjaga
regiditas sel
3) Detergen : yang akan merusak lapisan lipid, membantu melarutkan membran
dan berikatan dengan histon yang bermuatan positif.
4) Enzim protease : berfungsi untuk merusak protein
34
b. Isopropanol : tujuannya untuk melarutkan DNA, karena DNA merupakan
senyawan polar dan isopropanol besifat polar.
c. Colletion tube yang di lengkapi matriks silica gel, berfungsi untuk mengikat DNA.
d. Wash buffer : berfungsi untuk mencuri DNA
e. Elution buffer : berfungsi untuk melepaskan ikatan matriks dan silica gel dan DNA.
Langkah awal yang harus dikerjakan dalam rekayasa genetika sebelum
melangkah ke proses selanjutnya. Prinsip dasar isolasi total DNA/RNA dari jaringan
adalah dengan memecah dan mengekstraksi jaringan tersebut sehingga akan terbentuk
ekstrak sel yang terdiri atas sel-sel jaringan, DNA, dan RNA. Kemudian ekstrak sel
dipuri-fikasi sehingga dihasilkan pelet sel yang mengandung DNA/RNA total.16
Agar dapat digunakan untuk manipulasi, diagnosis, dan terapeutik, DNA dan
RNA harus diisolasi dalam bentuk dan jumlah yang sesuai. Metode terbaik untuk
isolasi DNA dan RNA dan perbanyakannya tergantung pada tujuan penggunaan.
Walaupun hampir semua teknik melibatkan banyak kerja dan membutuhkan sejumlah
besar materi awal, penggunaan kit dari berbagai perusahaan bioteknologi cukup
menyederhanakan isolasi DNA dan RNA. Isolasi baik secara klasik maupun dengan
menggunakan prinsip dasar yang sama sebagai berikut:
a. Isolasi DNA genom total.
DNA genom berupa untai ganda dan dapat diisolasi dari sel jenis apapun,
termasuk bakteri, ragi, tanaman dan binatang. Hasil isolasi DNA yang diinginkan
adalah DNA seutuh mungkin, tidak rusak dan memiliki berat molekul tinggi.
Sayangnya proses purifikasi DNA sendiri cenderung memutus rantai DNA
sehingga menurunkan berat molekulnya, namun tindakan yang hati-hati dapat
mengurangi hal ini.
b. Isolasi RNA seluler total
Beberapa jenis RNA dapat ditemukan dalam sel, termasuk messenger RNA
(mRNA), ribosomal RNA (rRNA), transfer RNA (tRNA) dan lain-lain.
Kebanyakan studi (Northernblot, RT-PCR) cukup menggunakan hasil isolasi RNA
seluler total. Berbeda dengan DNA, RNA berupa untai tunggal dan relatif tidak
stabil. Pada proses isolasi dan penyimpanan RNA harus sangat diperhatikan agar
RNA tidak terdegradasi oleh enzim RNAse yang banyak ditemukan di lingkungan.
35
Selama isolasi RNA, sel atau jaringan dihomogenisasikan dalam larutan yang
mengandung senyawa yang dapat menghambat kerja RNAse, misalnya guanidium
isotiosianat. Beberapa metode yang berbeda dapat digunakan untuk langkah
berikutnya yaitu pemisahan RNA dari DNA genom. Pada tahap akhir prosedur,
seperti juga pada isolasi DNA, RNA yang dipurifikasi dipresipitasi dengan etanol.
Larutan RNA dalam air harus disimpan dalam keadaan beku17.
c. Isolasi mRNA.
Untuk beberapa aplikasi, total RNA seluler tidak cukup baik digunakan. Dari
total RNA sebagian besar berupa rRNA, sedangkan mRNA hanya 13%. Untuk
membuat library gen yang diekspresi atau untuk mendeteki mRNA yang sangat
jarang/sedikit jumlahnya pada Northernblot, mengisolasi mRNA merupakan
langkah awal terpenting. Hampir semua mRNA mengandung adenilat (poly-
adenilated/polyA RNA), sehingga sifat ini dapat digunakan untuk menangkap dan
mengisolasi mRNA. Total RNA seluler dilewatkan melalui kolom atau resin
polydeoxythymine (kolom oligodT, polydT) yang terikat pada fase padat. RNA
yang tidak terikat akan hilang tercuci, sedangkan poly(A) RNA dapat dielusi pada
tahap berikutnya17.
2.8 Studi Kasus
1.1.1 Cara menentukan waktu kematian (time of death)19
Cara menentukan waktu kematian adalah melihat perubahan post mortem,
berikut ini3 :
a. Algor Mortis
Algor mortis, adalah suhu tubuh setelah kematian. Sederhananya, semakin
dingin tubuh, semakin lama orang tersebut sudah mati dan sebaliknya. Pada
dasarnya, tubuh kehilangan rata – rata sekitar 1,4 derajat Fahrenheit setiap
jam setalah kematian. Namun, hal ini juga dipengaruhi oleh ukuran tubuh,
ditutupi baju atau tidak, kelembapan udara, dan perendaman dalam air.
b. Rigor Mortis
Rigor Mortis dapat dikenali dari adanya kekakuan yang terjadi secara
bertahap sesuai dengan lamanya waktu pasca kematian hingga 24 jam
setelahnya. Rigor Mortis terjadi akibat hilangnya ATP dari otot-otot tubuh
36
manusia. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin pada
otot sehingga otot dapat berelaksasi, dan hanya akan beregenerasi bila proses
metabolisme terjadi, sehingga bila seseorang mengalami kematian, proses
metabolismenya akan berhenti dan suplai ATP tidak akan terbentuk, sehingga
tubuh perlahan-lahan akan menjadi kaku seiring menipisnya jumlah ATP
pada otot.
Faktor utama yang mempengaruhi onset dan durasi kekakuan adalah:
1) Suhu lingkungan
2) Tingkat aktivitas otot sebelum kematian
Selain dua faktor diatas, Onset relatif lebih cepat pada anak-anak dan
orang tua dibandingkan orang dewasa berotot.
c. Livor Mortis
Kebiruan adalah perubahan warna ungu gelap kulit akibat dari
gravitasipengumpulan darah di pembuluh darah dan bed kapiler setelah
penghentian sirkulasi. Proses ini dimulai segera setelah sirkulasi berhenti.
Livor mortis jelas diamati dari rona gelap kulit di mana darah mengalir dan
dikumpulkan. Hal ini menunjukkan bahwa livor mortis dapat menentukan
posisi meninggal dan bersama dengan perkiraan waktu kematian.
Kebiruan pertama terlihat sekitar 20-30 menit setelah kematian.Setelah
sekitar 10-12 jam kebiruan menjadi tetap, misalnya mayat rentan terhadap
posisi terlentang, akan menghasilkan pola ganda kebiruan sejak distribusi
utama tidak memudar sepenuhnya. Kebiruan mungkin sedikit muncul tak
lama sebelum kematiannya di individu dengan kegagalan sirkulasi
terminal. Sebaliknya, kebiruan mungkin tertunda pada orang dengan anemia
kronis atau perdarahan terminal besar.
d. Pembusukan
Pembusukan adalah kerusakan post mortem dari jaringan lunak tubuh
akibat aksi bakteri dan enzim (baik bakteri dan endogen). Kerusakan
jaringan akibat aksi enzim endogen sendiri dikenal sebagai autolisis. Hasil
pembusukan berawal dari pembubaran bertahap dari jaringan ke gas, cairan
37
dan garam. Perubahan utama yang dapat dilihat adalah perubahan warna,
evolusi gas, dan pencairan.
1) Pembusukan hingga 2 Hari
a) Sel autolisis
b) Ada warna hijau-ungu dari dekomposisi darah
c) Penampilan marmer pada kulit
d) Wajah berubah warna
2) Pembusukan hingga 4 Hari
a) Kulit terik
b) Bakteri dari usus akan menyebabkan perut membengkak, dari semua
gas (CO2) yang dihasilkan karena bakteri mencerna daging manusia
3) Pembusukan hingga 6-10 Hari
a) Cairan - cairan mulai bocor keluar dari lubang tubuh
b) Mata dan jaringan lunak lainnya menjadi cair
c) Kulit mulai / terus mencair
d) Seluruh tubuh akan dipenuhi dengan CO2. Cepat atau lambat, gas akan
menyebabkan rongga perut, bersama dengan dada, meledak dengan gas,
dan kemudian runtuh.
e) Suhu, penyakit sebelumnya, dan jumlah pakaian pada seseorang, dapat
mempengaruhi laju dekomposisi seseorang.
e. Adipocere
Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan,
lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh
postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena
kerja lipase endogen dan enzim bakteri.
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban
dan suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa
minggu sampai beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap
pembusukan.
38
f. Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan
terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan
akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak
membusuk.
g. Maserasi
Maserasi adalah autolisis aseptik janin yang telah meninggal dalam
kandungan dan tetap dikurung di dalam kandung ketuban. Pembusukan
bakteri berperan besar dalam proses ini. Biasanya perubahan memakan
waktu sekitar satu minggu untuk berkembang.
h. Vitreous Humour Potassium
Kadar konsentrasi kalium humor vitreous juga dapat memperkirakan
waktu kematian.
1.1.2 Mekanisme Kematian pada Korban Tenggelam dalam Air Laut(20)
a. Konsentrasi elektrolit air asin > darah
b. Air akan ditarik ke sirkulasi pulmonal ke jaringan interstisial paru,
kemudian masuk kedalam jaringan paru dan menyebabkan endema paru
(pulmoner) dalam waktu singkat.
c. Pertukaran eketrolit dari air asin ke dalam darah akan mengakibatkan
meningkatnya hematocrit dan terjadi peningkatan kadar Na+ plasma.
d. Terjadi anoksia myocardium dan disertai dengan peningkatan viskositas
darah (hemokonsentrasi), dan kenaikan kadar Mg++ darah menyebabkan
aliran darah melambat, yang menimbulkan payah jantung dan kematian ( +
8 – 9 menit ) setelah tenggelam.
1.1.3 Ciri-ciri korban Tenggelam Pada Air Laut (air asin)
a. Paru-paru besar, berat dan basah
b. Warna tubuh, muka dan permukaan tubuh berwarna ungu atau kebiruan,
permukaan tampak megkilap.
c. Setelah air dikeluarkan dari rongga dada paru-paru terlihat mendatar dan
bila ditekan menjadi cekung
d. Bila diiris terdengar krepitasi, tanpa ditekan keluar banyak cairan.
39
e. Petekie (bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil darah
f. Pembendungan otak, ginjal, hati dan limpa
g. Lambung dapat sangat membesar berisi pasir, lumpur dll.
h. Darah menjadi lebih gelap
i. Organ dalam mengalami kongesti kesimpulan tenggelam diair laut.
1.1.4 Metode Analisis yang Digunakan
Berdasarkan pemicu metode analisis yang tepat adalah dengan pemerikasaan
molekuler dan pencocokan DNA fingerprint.Sistematika analisis DNA fingerprint
sama dengan metode analisis ilmiah yang biasa dilakukan di laboratorium kimia.
Sistematika ini dimulai dari proses pengambilan sampel sampai ke analisis dengan
PCR. Pada pengambilan sampel dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan peralatan
yang digunakan. Setelah didapat sampel dari bagian tubuh tertentu, maka dilakukan
isolasi untuk mendapatkan sampel DNA.
Bahan kimia yang digunakan untuk isolasi adalah
PhenolchloroformdanChilex. Phenolchloroform biasa digunakan untuk isolasi darah
yang berbentuk cairan sedangkan Chilex digunakan untuk mengisolasi barang bukti
berupa rambut18.
Lama waktu proses tergantung dari kemudahan suatu sampel di isolasi, bisa
saja hanya beberapa hari atau bahkan bisa berbulan-bulan18. Tahapan selanjutnya
adalah sampel DNA dimasukkan kedalam mesin PCR. Langkah dasar penyusunan
DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan amplifikasi (pembesaran) sebuah set
potongan DNA yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini dimulai dengan
mencampur sebuah primer amplifikasi dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram
DNA sudah cukup untuk membuat plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh
dari isolasi satu tetes darah kering, dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut atau
dari sampel jaringan apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian primer amplifikasi
tersebut digunakan untuk penjiplakan pada sampel DNA yang mempunyai urutan basa
yang cocok. Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari
DNA Sampel18.
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk
melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan
40
lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah
yang dimaksud DNA fingerprint. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa
terjadi secara random (kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu
diantara satu juta. Finishing dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA
fingerprint dengan pemilik sampel jaringan18
41
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Identiifikasi molecular yang tepat untuk jenazah tersebut adalah dengan
pemeriksaan DNA. (Hipotesis diterima)
42
DAFTAR PUSTAKA
1. D Campbell NA. 2009. Biology. 8th ed. San Francisco: Pearson Benjamin
Cummings;. 1267 p.
2. Darnell J., Lodish H., and Batlimore D., 1990, Molecular Cell Biology, 2nd
edition, p. 99-76. Scientific American Book Inc: New York.
3. Marks B, et al. , 2000. Biokimia Kedokteran Dasar.Penerbit Buku Kedokteran.
EGC. Jakarta.
4. Champe PC, Harvey RA, Ferrier DR. 2010. Biokimia Ulasan Bergambar. 3rd
ed. EGC: Jakarta.
5. Murray RK. Harper’s illustrated biochemistry. New York: Lange Medical
Books/McGraw-Hill; 2006..
6. Fatchiyah, Estri LA, Sri W, Sri R. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta: 2011..
7. Indriati, E. Identifikasi Rangka manusia, Aplikasi Antropologi Biologis Dalam
Konteks Hukum. Dalam : Antropologi Forensik. Cetakan Pertama. Gadjah mada
University Press, Yogyakarta: 2004. h.1-46. .
8. Fatchiyah, Estri LA, Sri W, Sri R. Biologi Molekuler. 2011. Jakarta: Erlangga.
9. Bowen, R. Principles of gel electrophoresis; 2000
10. Nelson, et al. 2008. Lehninger Principles of Biochemistry. 5th ed. New York:
W. H. Freeman and Company.
11. Crow, et al. 2000. The Future of Forensic DNA Testing: Predictions of the
Research and Development Working Group. U.S. Department of Justice
12. Handoyo D, Rudiretna A. Prinsip umum dan pelaksanaan Polymerase Chain
Reaction (PCR). Surabaya: Universitas Surabaya; 2000
13. Fachtiyah, Arumnigtyas L. Manipulasi Gen & RFLP Analysis. Laboratorium
Biologi Molekuler dan Seluler. Malang: Universitas Brawijaya; 2006.
14. Agrawal S, Khan F, Talwar S, Nityanand S. Short tandem repeat technology has
diverse applications: individual identification, phylogenetic reconstruction and
chimerism based post haematopoietic stem cell transplantation graft monitoring.
Indian J Med Sci. 2004 Jul;58(7):297–304.
43
15. Hidayat J. Rancang Bangun Literatur. Jakarta : FT UI; 2008.
16. Lyrawati,D. (2004). DNA recombination and genetic techniques, transmission
of human disease and computer resources for the clinical and molecular
geneticist (transl.Indonesian). Agric. Fac. Unibraw Publ., Indonesia (ISBN 979-
508-543-3).
17. Pounder DJ. Time of Death. Scotland: University of Dundee; 1995.
18. Rizal,M.Wahyu.2005. TesDNA:MengendusJejakKejahatan. Majalah Natural Ed
. 11/Thn. VII/Agustus 2005. Bandar Lampung
19.Rizal, M. Wahyu. 2005. TesDNA: Mengendus Jejak
Kejahatan. Majalah Natural Ed. 11/Thn. VII/Agustus 2005. Bandar Lampung
20. Hand book of forensic medicine & toxicology Medical jurisprudence)/ P. Vijay
Chadha: alih bahasa, Johan Hutauruk, Agnes Kartini. Jakarta: Widya Medika.
1995
44