LAPORAN PEREKONOMIAN · terbaik diantara negara emerging markets Misi Bank Indonesia 1. Mencapai...
Embed Size (px)
Transcript of LAPORAN PEREKONOMIAN · terbaik diantara negara emerging markets Misi Bank Indonesia 1. Mencapai...

LAPORAN PEREKONOMIAN
PROVINSI SUMATERA UTARA
November 2019

VISI DAN MISI
1

VISI DAN MISI
2
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia
terbaik diantara negara emerging markets
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter dan
bauran kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial
Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem
pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis
lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi
struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk
infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat
daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem
informasi Bank Indonesia.
Nilai-nilai Strategis
(i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii) profesionalisme (professionalism); (iii)
keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum (public interest); dan (v)
koordinasi dan kerja sama tim (coordination and teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-
nilai agama (religi).

VISI DAN MISI
3
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara
bagi pembangunan e
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem
keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk
mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan
berkesinambungan.

VISI DAN MISI
4

KATA PENGANTAR
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Perekonomian Provinsi Sumatera Utara
Periode November 2019. Laporan ini memuat evaluasi perkembangan ekonomi Sumatera Utara
hingga triwulan III 2019, tracking triwulan IV 2019 dan keseluruhan tahun 2019 serta prospek
ekonomi tahun 2020. Publikasi laporan ini juga sekaligus menjadi bagian dari misi Kantor Perwakilan
Bank Indonesia untuk dapat berkontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah.
Pertama, kami ingin menyampaikan kondisi perekonomian Sumatera Utara periode triwulan
III 2019. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2019 masih tumbuh cukup tinggi yakni
sebesar 5,11% (yoy), meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,25%
(yoy). Deselerasi bersumber dari perlambatan konsumsi pemerintah dan investasi seiring dengan
moderasi belanja operasional dan realisasi belanja modal yang belum optimal. Selain itu, pihak
swasta cenderung menahan investasi karena kapasitas yang ada masih mampu memenuhi
permintaan.
Tekanan inflasi Sumatera Utara pada triwulan III 2019 tercatat mereda dibandingkan triwulan
sebelumnya yang ditopang oleh meredanya inflasi subkelompok bumbu bumbuan, seiring dengan
meningkatnya pasokan cabai merah. Dengan perkembangan tersebut, inflasi pada triwulan laporan
tercatat 4,47% (yoy) lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 5,87% (yoy).
Tekanan inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2019 diprakirakan menurun dari triwulan
sebelumnya dan berada di dalam kisaran sasaran inflasi nasional 3,5% +/- 1% (yoy). Meredanya
tekanan inflasi dipengaruhi oleh berlanjutnya panen raya cabai merah di beberapa daerah seperti di
Berastagi, Langkat, Deli Serdang, dan Aceh. Di samping itu, berbagai jenis ikan laut juga disinyalir
mengalami deflasi akibat penurunan permintan ikan laut karena banyaknya bangkai babi yang
terinfeksi hog cholera dibuang ke laut. Harga ikan-ikanan diperkirakan terus turun sehingga tekanan
inflasi akhir tahun diperkirakan mereda. Meski demikian, sumber inflasi diperkirakan berasal dari
kenaikan harga sandang dan transportasi jelang HBKN Natal dan Tahun Baru yang akibat permintaan
yang meningkat.
Inflasi Sumut di tahun 2019 diperkirakan akan lebih tinggi dari tahun 2018 meski masih tetap
mendukung capaian inflasi nasional sebesar 3,5% ±1%. Beberapa tekanan inflasi yang masih
mewarnai dinamika hingga akhir tahun diantaranya adalah kelompok bahan makanan, kelompok
makanan jadi, dan kelompok perumahan. Namun, Bank Indonesia dengan Pemerintah Daerah terus
berupaya menjaga kestabilan harga melalui berbagai program Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) yang fokus kepada empat pilar pengendalian inflasi yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan
pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.

KATA PENGANTAR
6
Memasuki tahun 2020, kami memperkirakan perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan I 2020 terdeselerasi sesuai dengan pola historisnya. Terbatasnya pertumbuhan ekonomi
terutama didorong oleh normalisasi permintaan domestik di awal tahun pasca HBKN Natal dan tahun
baru. Secara keseluruhan tahun 2020, momentum perbaikan ekonomi diprakirakan terus berlanjut
di tengah tekanan inflasi yang diprakirakan terjaga pada kisaran inflasi nasional. Optimisme tersebut
terutama bersumber dari peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta investasi sementara
konsumsi pemerintah mengalami moderasi. Ekspor disinyalir juga turut meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai pulih serta harga komoditas yang mengalami perbaikan.
Akhirnya, selain sebagai referensi yang bermanfaat, kami mengharapkan buku ini dapat
memperkuat optimisme akan prospek perekonomian Sumatera Utara yang lebih baik ke depan.
Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat
Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa
cakupan dan analisis dalam Laporan Perekonomian Provinsi masih belum sepenuhnya sempurna
sehingga saran, masukan serta dukungan informasi/data dari pembaca sekalian sangat diharapkan
guna peningkatan kualitas dari laporan ini
Medan, November 2019
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SUMATERA UTARA
ttd
Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif

KATA PENGANTAR
7

DAFTAR ISI
8
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI .................................................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... 5
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 8
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................ 11
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. 14
TABEL INDIKATOR......................................................................................................................... 15
RINGKASAN UMUM ...................................................................................................................... 16
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH ........................................................ 20
1.1 Perekonomian Tumbuh Terbatas ..................................................................................... 21
1.2 Konsumsi Pemerintah dan Investasi Belum Cukup Kuat .................................................. 23
1.3 Lapangan Usaha Pertanian dan Konstruksi Terdeselerasi ................................................. 29
KEUANGAN PEMERINTAH ........................................................................................... 34
2.1 Gambaran Umum APBD 2019 ........................................................................................ 35
2.1.1 Pagu Anggaran Pendapatan APBD 2019 Meningkat ........................................................ 35
2.1.2 Peningkatan Pagu Anggaran Belanja APBD 2019 ............................................................ 36
2.2 Realisasi APBD Triwulan III 2019 .................................................................................... 37
2.2.1 Realisasi Pendapatan APBD Triwulan II 2019 lebih tinggi dari perkiraan ........................ 37
2.2.2 Realisasi Belanja APBD Triwulan III 2019 menurun......................................................... 37
2.3 Peningkatan Pagu Belanja APBN Provinsi Sumatera Utara 2019 ..................................... 39
2.3.1 Realisasi Penerimaan APBN Provinsi Sumatera Utara Triwulan III Masih Terbatas .......... 40
2.3.2 Peningkatan Realisasi Belanja APBN pada Triwulan III .................................................... 41
BOKS 1 : PROSIKLIKALITAS DAN PERAN FISKAL PADA PEREKONOMIAN SUMATERA UTARA 43
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 46
3.1 Tekanan Inflasi Triwulan III 2019 Mereda ....................................................................... 47
3.2 Kelompok Bahan Makanan Menjadi Sumber Penurunan Inflasi ...................................... 48
3.2.1 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Menurun Signifikan .................................................... 48
3.2.2 Penurunan Laju Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau ............ 49
3.2.3 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Meningkat .................... 49
3.2.4 Penurunan Laju Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan ................... 50
3.3 Inflasi Spasial Mereda Dengan Sumber Inflasi Yang Seragam .......................................... 51
3.3.1 Kota Medan Sebagai Sumber Penahan Inflasi Sumatera Utara ......................................... 51
3.3.2 Penurunan Laju Inflasi Tertinggi di Kota Pematangsiantar ................................................ 51
3.3.3 Penurunan Inflasi Kota Sibolga ......................................................................................... 52
3.3.4 Penurunan Laju Inflasi Kota Padangsidimpuan Terendah di Sumatera Utara ................... 52

DAFTAR ISI
9
3.4 Tracking Inflasi ................................................................................................................ 53
3.4.1 Inflasi Oktober Kembali Mereda ...................................................................................... 53
3.4.2 Inflasi Triwulan IV 2019 Diperkirakan Menurun .............................................................. 54
3.5 Program Pengendalian Inflasi Daerah .............................................................................. 54
BOKS 2 : PERAN STABILITAS HARGA BAGI PEMBANGUNAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT ................................................................................................................................ 56
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN
UMKM 59
4.1 KINERJA PERBANKAN SECARA UMUM STABIL ............................................................. 60
4.2 INTERMEDIASI PERBANKAN BERADA DI RENTANG OPTIMAL.................................... 61
4.2.1 Dana Pihak Ketiga Tumbuh Meningkat ............................................................................ 61
4.2.2 Kredit Tumbuh Positif ....................................................................................................... 63
4.2.3 Penyaluran Kredit Masih Terkonsentrasi di Kota Medan .................................................. 66
4.3 KINERJA KORPORASI KEUANGAN DAN NON KEUANGAN ........................................ 68
4.3.1 Kerentanan Korporasi Bersumber dari Kinerja Ekonomi Domestik dan Pengaruh Eksternal
68
4.3.2 Penyaluran Kredit Korporasi Membaik ............................................................................. 68
4.4 KINERJA RUMAH TANGGA ............................................................................................ 69
4.4.1 Kerentanan Rumah Tangga Bersumber dari Porsi Utang .................................................. 69
4.4.2 Penyaluran Kredit Rumah Tangga Melambat ................................................................... 70
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ................................. 73
5.1 Sistem Pembayaran Non Tunai Berjalan Baik .................................................................. 74
5.2 Elektronifikasi Berjalan Lancar ......................................................................................... 75
5.3 Sistem Pembayaran Tunai Sesuai Pola Historis ................................................................ 77
5.4 Kegiatan Penukaran Valuta Asing (KUPVA) dan Penyelenggaraan Transfer Dana (PTD)
Terjaga dengan Baik........................................................................................................................ 77
KETENAGAKERJAAN ...................................................................................................... 80
6.1 Kondisi Ketenagakerjaan Sumatera membaik .................................................................. 81
6.2 Kesejahteraan .................................................................................................................. 85
6.2.1 Nilai Tukar Petani ............................................................................................................ 85
6.2.2 Tingkat Kemiskinan Sumatera Utara menurun ................................................................. 85
6.2.3 Ketimpangan Pendapatan ................................................................................................. 87
PROSPEK PEREKONOMIAN ........................................................................................... 91
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................................... 92
7.1.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2020 ............................................................. 92
7.1.2 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Keseluruhan Tahun 2020 ............................................... 93
7.1.3 Risiko Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................................... 95
7.2 Prospek Inflasi.................................................................................................................. 95
7.2.1 Prospek Inflasi Triwulan I 2020 ........................................................................................ 95

DAFTAR ISI
10
7.2.2 Prospek Inflasi Keseluruhan Tahun 2020.......................................................................... 96
7.3 Rekomendasi ................................................................................................................... 96
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................................ 98

DAFTAR GRAFIK
11
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Perkembangan PDRB dan PDB ...................................................................................... 21 Grafik 1.2 Realisasi Kegiatan Dunia Usaha ..................................................................................... 21 Grafik 1.3 Perkembangan Penyaluran Bantuan Sosial ..................................................................... 23 Grafik 1.4 Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sawit Lokal ......................................................... 23 Grafik 1.5 Perkembangan Rekening Pemda .................................................................................... 24 Grafik 1.6 Perkembangan Impor Barang Modal .............................................................................. 25 Grafik 1.7 Perkembangan Likert Scale Investasi .............................................................................. 25 Grafik 1.8 Perkembangan PMA dan PMDN .................................................................................... 26 Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Produktif ...................................................................................... 26 Grafik 1.10 Perkembangan Ekspor Karet ......................................................................................... 27 Grafik 1.11 Perkembangan Harga CPO Internasional ..................................................................... 27 Grafik 1.12 Perkembangan Impor Berdasarkan Kelompok Barang .................................................. 28 Grafik 1.13 Perkembangan Penjualan Semen ................................................................................. 28 Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Tukar Petani ................................................................................ 29 Grafik 1.15 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan ................................................................... 30 Grafik 1.16 Perkembangan Kredit Konstruksi .................................................................................. 30 Grafik 1.17 Perkembangan Penumpang Pesawat Domestik dan Internasional ................................ 32 Grafik 1.18 Perkembangan Arus Muat Barang ................................................................................ 32 Grafik 2.1 Perkembangan APBD di Sumatera Utara (Miliar Rp) ...................................................... 35 Grafik 2.2 Perkembangan DOF APBD di Sumatera Utara ............................................................... 35 Grafik 2.3 Proporsi Anggaran PAD Provinsi Sumatera Utara........................................................... 36 Grafik 2.4 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara ...................................................... 36 Grafik 2.5 Komposisi Realisasi Pendapatan APBD Triwulan III 2019 .............................................. 37 Grafik 2.6 Realisasi Belanja Operasi APBD Triwulan III 2019 ........................................................ 39 Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara dan Nasional ...................................................... 47 Grafik 3.2 Inflasi Bulanan Sumatera Utara ...................................................................................... 47 Grafik 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan .................................................................................. 49 Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau .................................... 49 Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Listrik, Air & Gas ............................................................. 50 Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan .......................................... 51 Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Kota Medan ...................................................................................... 51 Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Kota Pematangsiantar........................................................................ 52 Grafik 3.9 Disagregasi Inflasi Kota Sibolga ...................................................................................... 52 Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi Kota Padangsidimpuan ................................................................... 53 Grafik 4.1. Perkembangan Intermediasi Perbankan......................................................................... 60 Grafik 4.2. Rasio BOPO Perbankan ................................................................................................ 60 Grafik 4.3. Perkembangan Intermediasi Perbankan......................................................................... 61 Grafik 4.4. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga ................................................................................... 61 Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Jenis Tabungan ................................................................................ 62 Grafik 4.6. Pangsa Tabungan Berdasarkan Nilai ............................................................................. 62 Grafik 4.7. Pangsa Deposito Berdasarkan Nilai ............................................................................... 62 Grafik 4.8. Pertumbuhan Giro......................................................................................................... 62

DAFTAR GRAFIK
12
Grafik 4.9. Proporsi Dana Pihak Ketiga per golongan nasabah ....................................................... 63 Grafik 4.10. Penghimpunan DPK per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ...................................... 63 Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Berdasarkan Penggunaan.......................................................... 63 Grafik 4.12. Perkembangan Kredit Berdasarkan Penggunaan.......................................................... 64 Grafik 4.13. Suku Bunga Kredit ....................................................................................................... 64 Grafik 4.14. Suku Bunga Kredit ....................................................................................................... 64 Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit Konsumsi .................................................................................... 64 Tabel 4.16. Perkembangan KPR ...................................................................................................... 64 Grafik 4.17. Proporsi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ............................................................... 65 Grafik 4.18. Perkembangan Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi ........... 65 Grafik 4.19. Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Utama ................................. 66 Grafik 4.20. Grafik Perkembangan Loan at Risk (LaR) ..................................................................... 66 Grafik 4.21. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kab/Kota .................................................................... 66 Grafik 4.22. Penyaluran kredit UMKM............................................................................................ 67 Grafik 4.23. Perkembangan Kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi ........................................ 67 Grafik 4.24. Perkembangan NPL Kredit UMKM .............................................................................. 67 Grafik 4.25. Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan ................................. 68 Grafik 4.26. Perkembangan Kredit Korporasi berdasarkan sektor Ekonomi ..................................... 69 Grafik 4.27. Indeks Keyakinan Konsumen ...................................................................................... 69 Grafik 4.28. Indeks Pengeluaran Rumah Tangga di Sumatera Utara ............................................... 69 Grafik 4.29. Proporsi Kredit Rumah Tangga .................................................................................... 70 Grafik 4.30. Proporsi Kredit Rumah Tangga .................................................................................... 70 Grafik 4.31. Perkembangan Penyaluran Kredit Rumah Tangga ....................................................... 70 Grafik 4.32. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perumahan Rakyat ................................................... 70 Grafik 4.33. NPL Kredit Rumah Tangga di Sumatera Utara ............................................................. 71 Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Kliring - Nominal ................................................................... 74 Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring - Nominal ................................................................... 74 Grafik 5.3 Perkembangan RTGS ..................................................................................................... 75 Grafik 5.4 Perkembangan Transaksi Kartu ATM Debet dan Kartu Kredit ......................................... 75 Grafik 5.5 Perkembangan Transaksi Kartu ATM Debet dan Kartu Kredit ......................................... 75 Grafik 5.6 Perkembangan BPNT dan PKH ...................................................................................... 76 Grafik 5.7 Pencapaian Program Elektronifikasi Jalan Tol ................................................................. 76 Grafik 5.8 Perkembangan Inflow - Outflow .................................................................................... 77 Grafik 5.9 Perkembangan Transaksi KUPVA BB ............................................................................. 78 Grafik 5.10 Perkembangan Transaksi KUPVA BB ........................................................................... 78 Grafik 6.1 Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja ........................................................ 81 Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja dan TPAK Sumatera Utara ................................. 82 Grafik 6.3 Proporsi Pekerja Sektoral ................................................................................................ 82 Grafik 6.4 NTP Sumatera Utara ...................................................................................................... 82 Grafik 6.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT ........................................................ 83 Grafik 6.6 Pangsa Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan ............................................................... 83 Grafik 6.7 TPT Berdasarkan Pendidikan .......................................................................................... 84 Grafik 6.8 Kategori TK Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama .................................................... 84 Grafik 6.9 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT ........................................................ 84 Grafik 6.10 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara .............................................................................. 85 Grafik 6.11 IT dan IB Sumatera Utara ............................................................................................. 85 Grafik 6.12 Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara .................................................................... 86 Grafik 6.13 Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan dan Perkotaan .................................................. 86 Grafik 6.14 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan ............................................................ 87 Grafik 6.15 Perkembangan Koefisien Gini Sumatera Utara ............................................................. 87 Grafik 6.16 Distribusi Pengeluaran Perkotaan ................................................................................. 88

DAFTAR GRAFIK
13
Grafik 6.17 Distribusi Pengeluaran Pedesaan ................................................................................. 88 Grafik 6.18 IPM Sumut dan Nasional .............................................................................................. 89 Grafik 6.19 IPM 33 Kabupaten/Kota Sumut .................................................................................... 89 Grafik 7.1 Ekspektasi Penjualan 6 bulan kedepan ........................................................................... 93

DAFTAR TABEL
14
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan APBD di Provinsi Sumatera Utara .................................. 38 Tabel 2.2 Pagu dan Realisasi Belanja APBD di Provinsi Sumatera Utara ........................................ 39 Tabel 2.3 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Jenis Belanja ....................................................... 42 Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan .............................................................. 48 Tabel 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan ............................................................ 48 Tabel 4.1. Kinerja Perbankan Sumatera Utara ................................................................................. 60 Tabel 6.1 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Pekerja Penuh/Tidak Penuh) ............................................ 84 Tabel 6.2 Harga Gabah ................................................................................................................... 85 Tabel 6.3 Komoditi Penyumbang Garis Kemiskinan ....................................................................... 86 Tabel 6.4 IPM Menurut Komponen ................................................................................................. 88 Tabel 7.1 Proyeksi Harga Komoditas Internasional ......................................................................... 93 Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................................... 94

TABEL INDIKATOR
15
TABEL INDIKATOR

RINGKASAN UMUM
16
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Pada triwulan III 2019, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara masih tumbuh cukup tinggi
yakni sebesar 5,11% (yoy), meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 5,25% (yoy). Deselerasi bersumber dari perlambatan konsumsi pemerintah dan investasi
seiring dengan moderasi belanja operasional dan realisasi belanja modal yang belum optimal. Selain
itu, pihak swasta cenderung menahan investasi karena kapasitas yang ada masih mampu memenuhi
permintaan. Hal tersebut lebih lanjut berdampak kepada perlambatan LU konstruksi. Namun
demikian, konsumsi rumah tangga masih tumbuh tinggi dan menahan perlambatan ekonomi lebih
lanjut yang juga berdampak terhadap tingginya LU perdagangan.
Memasuki triwulan IV 2019, pertumbuhan ekonomi diprakirakan mengalami peningkatan dari
triwulan sebelumnya. Akselerasi perekonomian disinyalir bersumber dari konsumsi rumah tangga
dan investasi terkait dengan tingginya aktivitas belanja dan berlibur serta optimalisasi belanja modal
pemerintah dan swasta menjelang akhir tahun. Dari sisi eksternal, ekspor diprakirakan tumbuh
membaik sejalan dengan perbaikan harga komoditas ekspor utama di pasar global. Dengan
perkembangan tersebut, perekonomian Sumatera untuk keseluruhan tahun 2019 akan tumbuh 5,0
5,4% (yoy).
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Pagu anggaran pendapatan dan belanja APBD di Provinsi Sumatera Utara (Pemerintah Provinsi &
Kabupaten/Kota) sejak empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Sampai dengan triwulan
III 2019, realisasi APBD di Provinsi Sumatera mengalami penurunan dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja dan transfer APBD mencapai Rp33,7 triliun atau
53,3% dari pagu anggaran, menurun dibandingkan realisasi triwulan III 2018 yang mencapai 61,7%
atau Rp32,8 triliun. Di sisi lain, realisasi belanja APBN di Sumatera Utara masih terbatas
dibandingkan realisasi periode yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi belanja APBN pada
triwulan III 2019 mencapai Rp46,7 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya mencapai Rp48,6 triliun.

RINGKASAN UMUM
17
ASESMEN INFLASI
Melambatnya permintaan domestik tercermin juga dari sisi perkembangan harga. Inflasi IHK
Sumatera Utara tercatat sebesar 4,47% (yoy) pada triwulan III 2019, lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya (5,87%), didorong oleh penurunan harga kelompok bahan makanan seiring
dengan masuknya periode panen raya kedua. Menurunnya tingkat inflasi disumbang terutama oleh
subkelompok bumbu bumbuan, khususnya cabai merah sering dengan meningkatnya pasokan
karena masuknya masa panen di berbagai daerah sentra. Memasuki triwulan IV 2019, inflasi
Sumatera Utara diperkirakan menurun seiring dengan meredanya tekanan dari kelompok bahan
makanan. Dengan perkembangan tersebut, prospek inflasi IHK Sumatera Utara di tahun 2019
diperkirakan berada pada rentang 4% - 4,5% (yoy).
ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Pertumbuhan ekonomi yang solid juga diiringi oleh kondisi stabilitas sistem keuangan yang
terjaga. Kondisi stabilitas keuangan Sumatera Utara pada triwulan III 2019 cukup baik yang
tercermin dari peningkatan ROA, BOPO dan NIM. Sementara rasio intermediasi (LDR) berada di
rentang optimal dengan peningkatan penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit lokasi
proyek pada triwulan laporan. Peningkatan penyaluran kredit masih diimbangi dengan kualitas kredit
(NPL) yang masih terjaga, meskipun dalam tren meningkat tipis. Penurunan indeks penghasilan
menunjukkan bahwa terdapat potensi kenaikan risiko terhadap kinerja rumah tangga di triwulan III
2019. Sementara itu, penyaluran kredit korporasi terpantau membaik yang mengindikasikan kondisi
korporasi yang relatif terjaga.
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Seiring dengan perlambatan ekonomi pada triwulan III 2019, arus uang kartal di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara mengalami peningkatan net inflow. Dari
sisi non tunai, transaksi RTGS tumbuh melambat disinyalir sejalan dengan moderasi investasi dan
konsumsi pemerintah. Namun demikian, program-program elektronifikasi untuk bantuan sosial,
pemerintah daerah, jalan tol, dan transportasi pariwisata terus berjalan dengan baik dan mendukung
inklusi keuangan di Sumatera Utara.

RINGKASAN UMUM
18
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang masih tumbuh kuat, kondisi
ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Sumatera Utara juga membaik. Beberapa indikator
mengkonfirmasi perbaikan tersebut antara lain Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang menurun,
tingkat kemiskinan yang juga menurun diikuti dengan indeks keparahan dan kedalaman yang
semakin mengecil, serta ketimpangan pendapatan yang membaik. Hal ini mengindikasikan bahwa
kualitas pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara relatif baik.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2020 diprakirakan terdeselerasi sesuai
dengan pola historisnya. Terbatasnya pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh normalisasi
permintaan domestik di awal tahun pasca HBKN Natal dan tahun baru. Sementara itu tekanan
inflasi pada awal tahun 2020 diperkirakan meningkat seiring dengan masuknya periode awal
tahun serta masa liburan sekolah yang mendorong peningkatan aktifitas konsumsi masyarakat.
Secara keseluruhan tahun 2020, momentum perbaikan ekonomi diprakirakan terus berlanjut di
tengah tekanan inflasi yang diprakiran terjaga pada kisaran inflasi nasional. Optimisme tersebut
terutama bersumber dari peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta investasi sementara
konsumsi pemerintah mengalami moderasi. Ekspor disinyalir juga turut meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai pulih serta harga komoditas yang mengalami perbaikan.
Inflasi Sumatera Utara tahun 2020 diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Kondisi ini
terutama didorong oleh inflasi komoditas AP yang dipengaruhi oleh adanya kenaikan pada tarif dasar
listrik, cukai rokok, tarif tol, iuran BPJS Kesehatan, dan pengurangan subsidi solar.

RINGKASAN UMUM
19

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
20
PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO DAERAH
Pada triwulan III 2019, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara masih tumbuh cukup tinggi yakni
sebesar 5,11% (yoy), meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,25%
(yoy). Deselerasi bersumber dari perlambatan konsumsi pemerintah dan investasi seiring dengan moderasi
belanja operasional dan realisasi belanja modal yang belum optimal. Selain itu, pihak swasta cenderung
menahan investasi karena kapasitas yang ada masih mampu memenuhi permintaan. Hal tersebut lebih lanjut
berdampak kepada perlambatan LU konstruksi. Namun demikian, konsumsi rumah tangga masih tumbuh
tinggi dan menahan perlambatan ekonomi lebih lanjut yang juga berdampak terhadap tingginya LU
perdagangan.
Memasuki triwulan IV 2019, pertumbuhan ekonomi diprakirakan mengalami peningkatan dari
triwulan sebelumnya. Akselerasi perekonomian disinyalir bersumber dari konsumsi rumah tangga dan
investasi terkait dengan tingginya aktivitas belanja ditengah momen libur HBKN dan tahun baru serta
optimalisasi belanja modal pemerintah dan swasta menjelang akhir tahun. Dari sisi eksternal, ekspor
diprakirakan tumbuh membaik sejalan dengan perbaikan harga komoditas ekspor utama di pasar global.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
21
1.1 Perekonomian Tumbuh
Terbatas
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
masih tumbuh cukup tinggi pada triwulan
III 2019 meskipun melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
ekonomi tercatat 5,11% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2019 yang
mencapai 5,25% (yoy). Pencapaian tersebut
masih di atas nasional dan Sumatera yang
masing - masing tumbuh sebesar 5,02% (yoy)
dan 4,49% (yoy) (Grafik 1.1). Deselerasi
bersumber dari perlambatan konsumsi
pemerintah, investasi, dan ekspor sementara
konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat.
Selain itu, kontraksi impor yang lebih dalam
daripada ekspor turut menahan deselerasi
pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.1 Perkembangan PDRB dan PDB
Permintaan domestik mengalami deselerasi
disumbang oleh perlambatan pertumbuhan
konsumsi pemerintah dan investasi sementara
konsumsi rumah tangga terakselerasi.
Perlambatan konsumsi pemerintah terkait
dengan normalisasi belanja operasional pasca
Pemilihan Umum 2019 dan Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) sementara
belanja modal pemerintah belum optimal. Di
samping itu, rendahnya realisasi belanja
modal pemerintah juga berdampak kepada
perlambatan laju investasi sementara pihak
swasta cenderung menahan investasi karena
kapasitas yang dimiliki masih mampu
memenuhi permintaan.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga
tumbuh meningkat seiring dengan tingginya
aktivitas konsumsi pada periode libur
lebaran. Hal tersebut juga didukung oleh
terjaganya daya beli masyarakat sejalan
dengan pencairan gaji ke-13, penyaluran
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan
Program Keluarga Harapan (PKH), serta
perbaikan harga komoditas lokal.
Dari permintaan eksternal, ekspor
terkontraksi disumbang oleh penurunan
ekspor antardaerah serta ekspor luar negeri.
Menurunnya ekspor antardaerah sejalan
dengan penurunan produksi pertanian akibat
musim kemarau yang lebih kering dan lebih
panjang. Selain itu, ekspor luar negeri
khususnya crumb rubber terdeselerasi akibat
berlakunya kuota ekspor yang berlaku hingga
Juli 2019 sementara bahan baku terbatas. Di
sisi lain, sejalan dengan kontraksi ekspor,
impor mengalami penurunan dengan tingkat
yang lebih dalam. Penurunan impor terutama
disebabkan oleh kurang optimalnya belanja
modal dalam bentuk bangunan dan non
bangunan milik pemerintah dan swasta.
Sumber: SKDU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.2 Realisasi Kegiatan Dunia Usaha
Berdasarkan Lapangan Usaha (LU),
perlambatan ekonomi bersumber dari
menurunnya kinerja LU pertanian dan
konstruksi sementara industri pengolahan dan
perdagangan tumbuh meningkat. Deselerasi
terkonfirmasi oleh realisasi kegiatan dunia
usaha pada triwulan III 2019 yang mengalami
penurunan (Grafik 1.2). Perlambatan LU
pertanian disebabkan oleh penurunan

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
22
produksi pertanian akibat cuaca yang kurang
kondusif serta serangan hama dan penyakit.
LU konstruksi disebabkan oleh telah
selesainya proses konstruksi beberapa proyek
perumahaan sementara pelaku usaha
cenderung menahan aktivitas pembangunan
akibat penjualan yang terbatas. Rendahnya
realisasi belanja modal pemerintah untuk
pembangunan juga turut mendorong
deselerasi lebih lanjut.
Sementara itu, pertumbuhan LU perdagangan
meningkat siginifikan sejalan dengan
tingginya konsumsi rumah tangga pada
periode libur sekolah. Terjaganya daya beli
masyarakat dan berbagai inovasi yang
dilakukan perusahaan retail menopang
kinerja perdagangan lebih lanjut. Selain itu,
LU industri pengolahan terakselerasi cukup
tinggi didorong oleh perbaikan kinerja
industri makanan dan minuman terutama
industri pengolahan kelapa sawit dan kopi.
Peningkatan tersebut seiring dengan
melimpahnya bahan baku dan tingginya
permintaan.
Memasuki triwulan IV 2019, pertumbuhan
ekonomi diprakirakan membaik dari
triwulan sebelumnya. Akselerasi tersebut
bersumber dari tingginya antusiasme
masyarakat dalam belanja dan berwisata
menjelang Natal dan Tahun Baru. Investasi
juga diprediksi terus menguat menjelang
akhir tahun seiring dengan berlanjutnya
proyek - proyek pembangunan multiyears
serta optimalisasi realisasi belanja modal
pemerintah dan swasta. Sementara itu,
konsumsi pemerintah diprediksi tumbuh
terbatas seiring dengan penurunan pagu
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Provinsi. Namun demikian, kegiatan
Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran
(MICE) dan realisasi belanja modal
diprakirakan akan menahan perlambatan
lebih lanjut. Dari sisi eksternal, ekspor
diprediksi tumbuh meningkat seiring dengan
perbaikan harga komoditas di pasar
internasional. Di satu sisi, impor juga
tumbuh meningkat seiring dengan potensi
perbaikan investasi dan ekspor.
Berdasarkan LU, membaiknya pertumbuhan
ekonomi akan bersumber dari sektor - sektor
utama. Akselerasi LU perdagangan sejalan
dengan tingginya aktivitas belanja yang juga
didukung oleh daya beli masyarakat yang
masih cukup kuat. Pembangunan proyek -
proyek tahun jamak serta peningkatan
realisasi belanja modal pemerintah diprediksi
turut menopang perbaikan kinerja LU
konstruksi. Selanjutnya, kinerja LU Pertanian
berpotensi tumbuh moderat didorong oleh
peningkatan produksi seiring dengan dengan
cuaca yang lebih kondusif untuk panen. Di
samping itu, LU industri pengolahan
berpotensi tumbuh meningkat bersumber dari
optimalisasi kapasitas industri menyambut
potensi kenaikan permintaan domestik di
akhir tahun serta perbaikan harga komoditas
di tingkat global.
Untuk keseluruhan tahun 2019,
pertumbuhan ekonomi diprediksi tumbuh
lebih tinggi dari tahun 2018. Perbaikan
pertumbuhan tersebut terutama bersumber
dari akselerasi konsumsi pemerintah serta
perbaikan net ekspor. Tingginya konsumsi
pemerintah sejalan dengan kenaikan pagu
anggaran belanja pemerintah daerah serta
peningkatan anggaran transfer pusat ke
daerah untuk dana desa dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) Fisik. Lebih lanjut, perbaikan
net ekspor bersumber dari deselerasi impor
yang lebih rendah dari penurunan ekspor.
Impor diprediksi melambat terutama
dipengaruhi oleh deselerasi impor barang
modal seiring dengan tingkat investasi yang
tidak setinggi tahun sebelumnya. Impor
barang konsumsi juga diprakirakan menurun
terkait dengan kenaikan bea masuk untuk
1.147 barang konsumsi. Dari sisi LU,
akselerasi pertumbuhan ekonomi diprediksi
bersumber dari LU perdagangan dan LU
konstruksi. Persiapan Pemilu 2019 serta
aktivitas MICE dari pemerintah dan swasta
diprakirakan mendorong kinerja LU
perdagangan sementara berlanjutnya
pembangunan Proyek Strategis Nasional
(PSN) pemerintah serta pembangunan dari
sektor riil oleh swasta menopang
pertumbuhan LU konstruksi.
Ke depan, masih terdapat beberapa faktor
yang menahan pertumbuhan ekonomi.
Perekonomian negara - negara mitra dagang

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
23
utama seperti Tiongkok, Amerika Serikat,
Kawasan Eropa, Jepang dan India
diprakirakan tumbuh melambat sehingga
akan berdampak terhadap penurunan
permintaan ekspor. Lebih lanjut, prospek
pertumbuhan ekonomi global yang terus
melambat berpotensi menurunkan minat
pelaku usaha dalam investasi untuk
meningkatkan kapasitas usahanya. Selain itu,
risiko ketegangan hubungan dagang Amerika
Serikat-Tiongkok serta kondisi geopolitik
perlu terus dicermati.
1.2 Konsumsi Pemerintah dan
Investasi Belum Cukup Kuat
Pada triwulan III 2019, konsumsi rumah
tangga tumbuh 4,92% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 4,41% (yoy). Akselerasi tersebut
didorong oleh masih tingginya aktivitas
konsumsi pada periode liburan sekolah
terutama untuk berwisata. Lebih lanjut,
alokasi konsumsi untuk biaya pendidikan
juga mengalami peningkatan seiring dengan
masuknya tahun ajaran baru.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.3 Perkembangan Penyaluran Bantuan Sosial
Tingginya konsumsi rumah tangga juga
ditopang oleh terjaganya daya beli
masyarakat seiring dengan pencairan gaji ke-
13 untuk Aparatur Sipil Negara dan tingkat
inflasi yang mereda. Peningkatan penyaluran
BPNT dan PKH pada triwulan berjalan juga
turut menopang terjaganya daya beli
masyarakat (Grafik 1.3). Selain itu,
pendapatan petani kelapa sawit juga
mengalami kenaikan didorong oleh
perbaikan harga di pasar internasional yang
diikuti oleh perbaikan harga kelapa sawit
lokal (Grafik 1.4).
Sumber: Bappebti, diolah
Grafik 1.4 Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sawit Lokal
Memasuki triwulan IV 2019, konsumsi
rumah tangga diprakirakan tumbuh
meningkat dari triwulan sebelumnya.
Akselerasi konsumsi rumah tangga sesuai
dengan pola historisnya pada periode HBKN
Natal dan Tahun Baru. Tingginya antusiasme
berbelanja masyarakat juga didukung oleh
peningkatan disposable income seiring
I II III IV I II III IV I II III IV I II III4.66 5.49 5.28 5.25 4.53 5.14 5.24 5.56 4.73 5.27 5.38 5.30 5.31 5.25 5.11 100.00
4.61 4.85 4.87 5.56 5.63 5.51 4.66 4.73 4.98 6.34 6.15 5.99 4.13 4.41 4.92 50.80
4.00 4.70 3.33 2.96 3.96 3.70 2.76 2.63 7.06 11.10 13.27 13.99 23.85 11.84 3.10 1.03
4.31 4.46 -3.53 -4.83 4.63 4.52 7.40 6.28 6.24 5.01 14.81 10.00 17.55 18.50 11.39 7.66
5.25 5.67 4.42 4.11 4.02 4.73 6.09 8.71 7.83 9.90 11.61 11.48 6.24 6.76 6.26 31.32
-58.03 -45.25 50.27 34.36 13.36 10.14 -44.81 -24.60 -0.43 5.22 83.69 17.18 -9.88 -9.33 2.42 1.54
3.34 3.58 0.01 3.82 1.32 -2.74 15.54 11.08 -0.31 7.10 2.57 2.65 2.90 -3.52 -4.03 39.93
-4.44 -2.69 -3.40 1.49 2.01 -4.92 16.66 12.75 1.40 14.40 12.47 9.81 3.28 -3.56 -4.33 32.28
Arah
Produk Domestik Regional Bruto
Komponen Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi LNPRT
Konsumsi Pemerintah
Komponen2016 2017 *) 2018 **)
Pangsa2019 **)
Investasi
Inventori
Ekspor
Impor

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
24
dengan tingginya penggelontoran bantuan
sosial oleh pemerintah.
Untuk keseluruhan tahun 2019, konsumsi
rumah tangga diprediksi tumbuh lebih
rendah dari tahun sebelumnya. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kenaikan Upah Minimum
Provinsi (UMP) 2019 yang tercatat lebih
rendah dari UMP 2018 serta prospek
pendapatan dari ekspor luar negeri yang
tumbuh melambat. Di samping itu, tekanan
inflasi yang diprakirakan lebih tinggi dari
tahun sebelumnya dinilai memperketat ruang
konsumsi masyarakat.
Konsumsi pemerintah mengalami moderasi
pada triwulan III 2019. Pertumbuhan
konsumsi pemerintah mencapai 11,39%
(yoy), di bawah realisasi triwulan II 2019
yang mencapai 18,50% (yoy). Perlambatan
tersebut terutama didorong oleh realisasi
Belanja Pemerintah Pusat di Daerah serta
komponen belanja pada Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten/Kota dan Provinsi yang masih
rendah. Rendahnya belanja pada triwulan III
sesuai dengan pola musimannya dimana
belanja pemerintah baru akan meningkat di
triwulan IV. Perlambatan konsumsi
pemerintah terkonfirmasi oleh perkembangan
rekening pemda di perbankan yang
cenderung stabil pada triwulan III 2019
(Grafik 1.5).
Sumber: DJPBN, diolah
Grafik 1.5 Perkembangan Rekening Pemda
1 Lihat Laporan Perekonomian Provinsi Sumatera utara Edisi Agustus 2019
Belanja Pemerintah Pusat di Daerah pada
triwulan III 2019 tercatat Rp14,8 triliun, lebih
rendah dari triwulan III 2018 yang sebesar
Rp17,8 triliun. Sementara itu, total belanja
APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi tercatat
Rp28,1 triliun menurun 6,23% dari realisasi
periode yang sama tahun sebelumnya.
Rendahnya belanja pemerintah baik pusat
maupun daerah terutama dipengaruhi oleh
moderasi belanja operasional pasca
pelaksanaan Pemilu 2019 dan HBKN. Di satu
sisi, realisasi belanja modal masih rendah
seiring dengan proses pelelangan yang terus
berlanjut.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah
diprediksi tumbuh terbatas pada triwulan
IV 2019. Hal tersebut sejalan dengan
perubahan Pagu Anggaran Pendapatan APBD
Provinsi menjadi Rp14 triliun, atau menurun
dari Rp15,3 triliun pada total pendapatan
APBD Murni akibat permasalahan Pajak Air
Permukaan1. Penurunan penerimaan pada P-
APBD akan sangat berpengaruh terhadap
rasionalisasi belanja terutama untuk program
- program yang berbentuk fisik. Namun
demikian, optimalisasi realisasi Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) di
Sumatera Utara dan APBD Kabupaten/Kota
pada penghujung tahun diprakirakan dapat
menahan perlambatan lebih lanjut.
Untuk keseluruhan tahun 2019, konsumsi
pemerintah terakselerasi tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya
konsumsi pemerintah sejalan dengan
kenaikan pagu anggaran belanja dan transfer
APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Peningkatan anggaran terjadi APBD Pemprov
terutama terkait dengan kenaikan gaji ASN
dana Bantuan Operasional Sekolah seiring
dengan intensifikasi pemerintah di bidang
pendidikan. Konsumsi pemerintah sudah
tinggi sejak triwulan I 2019 seiring dengan
alokasi transfer utang Dana Bagi Hasil (DBH)
ke Kabupaten/Kota. Untuk APBD
Kabupaten/kota, kenaikan anggaran terutama
bersumber dari belanja barang dan jasa serta

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
25
belanja operasional pendukung infrastruktur
dalam rangka pemerataan pembangunan.
Selain itu, penyelenggaraan Pemilu 2019 juga
turut mendorong akselerasi konsumsi
pemerintah lebih lanjut.
Pertumbuhan investasi pada triwulan III
2019 tercatat 6,26% (yoy), tumbuh lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang
mencapai 6,76% (yoy). Deselerasi investasi
disinyalir dipengaruhi oleh rendahnya
realisasi belanja modal pemerintah daerah.
Selain itu, investasi belanja modal dari pihak
swasta juga terindikasi melambat tercermin
dari perlambatan impor barang modal pada
triwulan berjalan (Grafik 1.6).
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.6 Perkembangan Impor Barang Modal
Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/Kota pada triwulan III 2019
tercatat baru mencapai Rp2,6 triliun atau
24,90% dari total pagu anggaran. Realisasi
tersebut menurun 28,69% dari realisasi pada
periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar Rp3,7 triliun. Masih rendahnya
realisasi disinyalir disebabkan oleh proses
pelelangan yang belum selesai sementara ada
beberapa kegiatan yang gagal pada tahap
pelelangan karena tidak cukupnya waktu
untuk melaksanakan pelelangan ulang.
Berdasarkan hasil liaision, korporasi dari
sektor perdagangan dan penyedia makanan
tidak melakukan investasi baru karena
menilai kapasitas yang dimiliki masih cukup
untuk memenuhi permintaan. Selain itu,
korporasi yang bergerak pada bidang karet
tidak melakukan investasi baru sehubungan
dengan perkembangan harga yang kurang
renumeratif serta semakin sulitnya pasokan
bahan baku. Selain itu, nilai investasi
beberapa korporasi tidak setinggi periode
sebelumnya karena telah melakukan investasi
besar atau pembangunan telah memasuki
tahap akhir. Perlambatan investasi dari swasta
juga terkonfirmasi oleh likert scale investasi
yang mengalami penurunan (Grafik 1.7).
Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.7 Perkembangan Likert Scale Investasi
Namun demikian, pertumbuhan investasi
pada triwulan berjalan dinilai masih cukup
tinggi. Beberapa korporasi terutama yang
bergerak di sektor usaha kelapa sawit masih
melakukan investasi rutin seperti research development serta replanting. Korporasi dari
bidang penyedia akomodasi juga melakukan
maintenance menjelang tingginya permintaan
untuk MICE dan libur akhir tahun. Selain itu,
korporasi yang bergerak pada sektor
perikanan juga masih melakukan investasi
seperti pembangunan ruang pendingin serta
tambahan armada transportasi.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
26
Sumber: BKPM, diolah
Grafik 1.8 Perkembangan PMA dan PMDN
Perlambatan investasi tertangkap juga oleh
perkembangan permodalan baik dari asing
maupun dalam negeri. Pertumbuhan nilai
Penanaman Modal Asing dan Penanaman
Modal Dalam Negeri pada triwulan berjalan
tercatat melambat dari triwulan II 2019
(Grafik 1.8). Di satu sisi, pembiayaan
perbankan melalui kredit produktif tercatat
terakselerasi cukup tinggi (Grafik 1.9).
Sumber: LBU, diolah
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Produktif
Memasuki triwulan IV 2019, investasi
diprakirakan tumbuh meningkat, baik dari
sisi pemerintah maupun swasta. Akselerasi
didorong oleh berlanjutnya berbagai proyek
infrastruktur pemerintah seperti Jalan Tol
Trans Sumatera dan Bendungan Lau Simeme.
Selain itu, pembangunan pembangkit listrik
dengan berbagai sumber energi juga terus
didorong sesuai target mega proyek 35.000
MW yang telah ditetapkan secara nasional.
Pihak korporasi juga terus melakukan
investasi rutin seperti maintenance mesin dan
peralatan produksi yang lebih lanjut
berpotensi mendukung akselerasi komponen
investasi ke depan.
Melihat keseluruhan tahun 2019,
pertumbuhan investasi diprediksi
termoderasi dari tahun sebelumnya.
Korporasi ditengarai disebabkan oleh wait and see terkait dengan Pemilu 2019 serta
kondisi perekonomian global yang melambat.
Beberapa korporasi menilai bahwa kapasitas
yang dimiliki masih cukup dalam memenuhi
permintaan. Selain itu, beberapa proyek
multiyears pemerintah seperti Pelabuhan
Kuala Tanjung dan Jalan Tol Medan -
Kualanamu - Tebing Tinggi telah selesai di
tahun 2018 sehingga nilai investasi tidak
setinggi tahun sebelumnya. Meskipun
demikian, berlanjutnya beberapa PSN seperi
Jalan Tol Trans Sumatera serta Bendungan
Lau Simeme serta berbagai pembangunan
dari sektor riil dalam bentuk pertokoan
ataupun perumahan menahan perlambatan
lebih lanjut.
Ekspor total pada triwulan III 2019 tumbuh
menurun menjadi -4,03% (yoy) dari -
3,52% (yoy). Kontrakasi ekspor total
dipengaruhi oleh penurunan ekspor
antardaerah seiring dengan kinerja LU
Pertanian yang kurang optimal. Di sisi lain,
ekspor luar negeri tumbuh terbatas sejalan
dengan perkembangan ekonomi global yang
masih tertekan.
Ekspor antardaerah terkontraksi sejalan
dengan penurunan produksi pertanian yang
merupakan produk unggulan yang
diperdagangkan ke daerah lain. Musim
kemarau yang lebih kering dan lebih panjang
mengakibatkan lahan pertanian di beberapa
daerah mengalami kekeringan. Selain itu,
serangan hama juga turut menurunkan
produksi pertanian pada triwulan berjalan.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
27
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.10 Perkembangan Ekspor Karet
Untuk ekspor luar negeri, ekspor karet
terdeselerasi sejalan dengan regulasi
pembatasan kuota ekspor karet yang berlaku
hingga Juli 2019 (Grafik 1.10). Lebih lanjut,
penurunan harga karet di pasar internasional
turut menahan kinerja ekspor karet pada
triwulan berjalan. Pelemahan harga disinyalir
karena tingginya jumlah persediaan di
industri ban sementara penjualan industri
otomotif relatif lambat. Selain itu, bahan baku
karet juga terbatas akibat adanya penyakit
tanaman gugur daun serta beralihnya petani
karet menjadi buruh proyek pembangunan
pemerintah.
Pada triwulan IV 2019, ekspor total
Sumatera Utara diprakirakan tumbuh lebih
baik dari triwulan sebelumnya. Akselerasi
ekspor diprediksi terjadi baik untuk ekspor
antardaerah maupun ekspor luar negeri.
Perbaikan kinerja LU Pertanian seiring
dengan cuaca yang lebih kondusif
diprakirakan mendorong peningkatan ekspor
antardaerah. Untuk ekspor luar negeri,
potensi peningkatan diprakirakan bersumber
dari CPO seiring dengan membaiknya
prospek pertumbuhan harga di pasar global
(Grafik 1.11).
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.11 Perkembangan Harga CPO Internasional
Melihat kondisi terkini, ekspor pada
keseluruhan tahun 2019 diprakirakan
tumbuh menurun dari tahun sebelumnya.
Penurunan dari sisi ekspor luar negeri
dipengaruhi oleh lemahnya permintaan
seiring dengan perlambatan ekonomi global
dan penurunan harga komoditas di pasar
internasional. Untuk kelapa sawit, penurunan
tarif bea masuk RPO Malaysia ke India sejak
awal tahun 2019 menahan kinerja ekspor
CPO Sumatera Utara. Di samping itu,
rencana Renewable Energy Direcitive II dan
Indirect Land-Use Change serta black campaign CPO memberikan sentimen negatif
terhadap perkembangan harga komoditas.
Sejalan dengan kinerja ekspor, impor pada
triwulan III 2019 mengalami kontraksi
yang lebih dalam dari triwulan
sebelumnya. Deselerasi impor total
disebabkan oleh penurunan pada impor luar
negeri dan impor antadaerah. Impor luar
negeri tumbuh lebih rendah dari triwulan
sebelumnya terutama bersumber dari
penurunan kebutuhan barang antara dan
barang modal (Grafik 1.12). Sementara itu,
impor antardaerah untuk kegiatan kontruksi
juga tumbuh melambat sejalan dengan
perlambatan investasi.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
28
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.12 Perkembangan Impor Berdasarkan Kelompok Barang
Deselerasi impor barang antara didorong oleh
oleh moderasi kebutuhan bahan baku
penolong sejalan dengan ekspor yang
terbatas. Sejalan dengan perlambatan ekspor
karet, impor bahan kimia sebagai campuran
pengolahan crumb rubber mengalami
penurunan. Di satu sisi, impor barang modal
tumbuh melambat dipengaruhi oleh berbagai
korporasi yang memutuskan untuk tidak
melakukan investasi baru seiring dengan
kapasitas produksi yang masih memadai.
Impor antardaerah terdeselerasi sejalan
dengan perlambatan investasi bangunan.
Berdasarkan hasil liaison, beberapa proyek
pembangunan swasta telah mencapai tahap
akhir sehingga kebutuhan barang konstruksi
tidak setinggi periode - periode sebelumnya.
Hal ini juga terkonfirmasi oleh penjualan
semen di Sumatera Utara yang mengalami
kontraksi (Grafik 1.13).
Sumber: ASI, diolah
Grafik 1.13 Perkembangan Penjualan Semen
Pada triwulan IV 2019, impor total
diprakirakan tumbuh meningkat dari
triwulan sebelumnya sejalan dengan
potensi akselerasi permintaan domestik
dan ekspor luar negeri. Akselerasi impor
luar negeri didorong oleh peningkatan impor
barang antara untuk mendukung kinerja CPO
dan penyerapan B20. Impor barang konsumsi
juga diprediksi mampu tumbuh menguat
seiring dengan tingginya permintaan
domestik menjelang HBKN Natal dan Tahun
Baru.
Untuk keseluruhan tahun 2019, impor total
diprakirakan mengalami penurunan.
Deselerasi impor total bersumber dari
perlambatan konsumsi barang antara sejalan
dengan kinerja ekspor luar negeri yang
kurang optimal di tahun 2019. Impor barang
konsumsi juga mengalami penurunan
dipengaruhi oleh peningkatan PPh Impor
7,5% - 10% dari 1.147 komoditas sejak akhir
tahun 2018 sementara kinerja konsumsi
rumah tangga melambat.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III4.66 5.49 5.28 5.25 4.53 5.14 5.24 5.56 4.73 5.27 5.38 5.30 5.31 5.25 5.11 100.00
3.75 7.20 5.15 2.57 2.22 3.97 7.17 7.93 3.25 5.12 4.98 6.08 6.07 6.03 4.07 24.95
1.71 6.72 8.22 6.12 4.78 4.64 4.52 5.29 4.74 5.52 6.04 5.50 5.47 3.88 4.34 1.31
9.25 2.98 2.93 5.37 3.34 4.11 1.53 0.41 2.52 3.35 4.68 4.06 2.28 0.68 1.20 17.99
3.49 10.98 7.13 -1.30 11.10 7.80 7.97 8.18 4.52 3.21 3.01 -0.25 1.85 4.69 3.58 0.13
3.12 3.07 8.74 7.90 9.18 6.67 4.96 6.04 3.43 3.03 2.02 3.12 3.48 6.54 6.38 0.10
3.47 5.99 5.48 7.37 5.21 5.88 7.36 8.55 6.87 5.95 5.24 3.91 7.42 7.52 7.19 12.80
1.73 4.89 7.04 7.22 7.16 6.43 4.79 5.16 5.66 5.91 6.25 6.58 5.59 6.40 8.00 18.01
3.35 6.17 7.46 7.22 7.79 7.78 6.31 7.56 7.48 6.62 5.62 4.96 5.21 5.18 6.31 4.77
4.25 5.70 7.66 8.50 6.71 7.04 7.72 7.79 7.48 7.70 6.82 8.11 8.72 9.01 9.15 2.43
5.78 6.89 8.60 9.65 9.26 8.73 8.04 8.31 8.20 8.38 7.94 9.18 8.96 9.82 9.85 2.85
7.54 6.17 3.69 -0.57 -0.47 2.50 -1.13 1.07 1.87 0.74 4.31 0.05 0.30 1.59 0.33 2.76
4.55 5.25 6.79 6.92 9.41 8.69 7.01 5.32 5.31 5.09 5.47 5.48 4.79 4.85 4.85 4.21
5.67 5.94 5.95 6.23 6.94 7.02 8.03 7.81 7.75 8.27 6.90 5.58 5.50 5.56 5.63 0.92
2.81 5.05 2.15 2.12 1.21 0.67 3.35 4.73 5.86 6.01 6.15 6.44 8.37 8.42 8.02 3.28
7.39 7.00 2.88 2.71 2.73 2.69 5.93 8.22 8.09 9.79 4.21 3.50 3.93 5.28 5.39 2.02
7.92 5.24 8.55 7.74 6.88 7.35 7.83 8.46 6.61 6.27 5.27 5.50 5.40 5.42 4.40 0.96
6.96 6.30 6.42 6.35 8.33 7.71 7.31 6.93 6.06 6.24 5.80 5.73 5.71 6.14 6.59 0.52
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Arah
Produk Domestik Regional Bruto
Komponen2016 2017 *) 2018 **)
Pangsa2019 **)
Komponen Lapangan Usaha
Jasa Perusahaan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
PBE\ dan Reparasi
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan
Real Estate
Administrasi Pemerintahan
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
29
1.3 Lapangan Usaha Pertanian
dan Konstruksi
Terdeselerasi
Pada triwulan III 2019, kinerja pertanian
tumbuh melambat. LU Pertanian tumbuh
4,07% (yoy), melambat dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 6,03% (yoy).
Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh
penurunan produksi pertanian dan
perkebunan akibat cuaca yang kurang
kondusif. Deselerasi LU terkonfirmasi oleh
penurunan nilai tukar petani dari triwulan
sebelumnya (Grafik 1.14).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Untuk komoditas padi dan jagung, produksi
pada triwulan berjalan terdeselerasi lebih
dalam dari triwulan sebelumnya. Lahan
sawah di berbagai daerah seperti Langkat,
Deli Serdang, Labuhan Batu Utara, dan
Labuhan Batu mengalami kekeringan akibat
musim kemarau. Di satu sisi, sebagian lahan
jagung di Karo, Dairi, Pakpak Bharat, dan
Tapanuli Utara terserang hama ulat grayak
sehingga menurunkan produksi pada triwulan
berjalan.
Untuk tanaman perkebunan khususnya karet,
produksi petani masih terbatas akibat
penyakit psikokum atau gugur daun.
Berdasarkan hasil liaison, serangan hama
pada tahun 2019 mendorong gugur daun
lebih dari dua kali sehingga tingkat produksi
karet mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Selain itu, konversi lahan juga
terus terjadi sejalan dengan harga komoditas
yang masih kurang renumeratif.
Pada triwulan IV 2019, kinerja LU
Pertanian berpotensi tumbuh moderat dari
triwulan sebelumnya. Perbaikan tersebut
diprediksi sejalan dengan cuaca yang lebih
kondusif untuk panen. Pergeseran pola tanam
hortikultura diprakirakan mendorong suplai
aneka cabai. Namun demikian, tingginya
curah hujan pada musim penghujan berisiko
menyebabkan banjir pada lahan pertanian
serta menurunkan intensitas nelayan untuk
melaut.
Pada tahun 2019, LU pertanian diprediksi
tumbuh menguat. Hal tersebut didorong
oleh peningkatan produksi berbagai
komoditas pertanian dan perkebunan di
tengah anomali cuaca musim kemarau yang
lebih panjang. Peningkatan produksi sejalan
dengan banyaknya program intensifikasi yang
dilakukan Pemerintah yang berjalan sesuai
dengan target seperti melalui pemberian alat
pertanian, subsidi pupuk, dan pendampingan
kepada petani.
Pada triwulan III 2019, kinerja industri
pengolahan tumbuh membaik.
Pertumbuhan LU tercatat menjadi 1,20%
(yoy), lebih tinggi dari 0,68% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Akselerasi didorong
oleh perbaikan dari industri makanan dan
minuman, terutama pengolahan kelapa sawit
dan kopi seiring dengan melimpahnya bahan
baku. Perbaikan industri pengolahan
terkonfirmasi oleh peningkatan pembiayaan
dari perbankan pada triwulan berjalan (Grafik
1.15).

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
30
Sumber: LBU, diolah
Grafik 1.15 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan
Industri pengolahan kelapa sawit tumbuh
meningkat seiring dengan tercukupinya
bahan baku. TBS melimpah seiring dengan
berlalunya musim trek yang berlangsung
pada triwulan sebelumnya serta upaya
replanting yang telah dilakukan oleh
beberapa korporasi sejak tahun 2012.
Perbaikan harga komoditas CPO di pasar
internasional disinyalir juga turut mendorong
optimisme pelaku industri sehingga
mengoptimalkan kapasitas lebih lanjut.
Kinerja industri pengolahan kopi mengalami
perbaikan didorong oleh perbaikan produksi
bahan baku serta peningkatan konsumsi kopi
masyarakat. Berdasarkan hasil liaison,
kendala produksi kopi akibat serangan hama
dan jamur tanah yang terjadi tahun 2018
dapat dikendalikan dalam satu tahun terakhir
sehingga bahan baku meningkat. Selain itu,
perbaikan kualitas barang juga turut
mendorong kenaikan permintaan terutama
dari provinsi lain seiring dengan
menjamurnya kedai - kedai kopi.
Pada triwulan IV 2019, kinerja LU industri
pengolahan diprediksi tumbuh meningkat.
Hal tersebut seiring dengan optimalisasi
kapasitas industri menyambut potensi
kenaikan permintaan domestik di akhir tahun
serta perbaikan harga komoditas di tingkat
global. Beberapa program yang dicanangkan
pemerintah untuk mengoptimalkan
penggunaan kelapa sawit di dalam negeri
seperti program Biodiesel 20 dan Biodiesel
30 diprediksi turun mendorong kinerja LU
industri pengolahan.
Untuk keseluruhan tahun 2019, LU
industri pengolahan terdeselerasi seiring
dengan menurunnya permintaan eksternal.
Di tengah kondisi perekonomian global yang
sedang tertekan, sebagian pelaku industri
cenderung menahan ekspansi karena menilai
fasilitas produksi sudah mampu memenuhi
permintaan. Namun demikian, penguatan
permintaan domestik terkait dengan program
B20 yang masih ontrack disinyalir menahan
deselerasi lebih lanjut.
Pada triwulan III 2019, LU konstruksi
tumbuh melambat dari triwulan
sebelumnya. LU tercatat tumbuh 7,19%
(yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 7,52% (yoy). Deselerasi LU
disebabkan oleh selesainya proses konstruksi
beberapa proyek pembangunan perumahan.
Selain itu, penjualan juga cenderung
menurun akibat terbatasnya kuota subsidi
pembiayaan perumahan sehingga perusahaan
menahan aktivitas pembangunan. Di samping
itu, realisasi belanja modal pemerintah untuk
pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan
serta gedung dan bangunan masih sangat
rendah sehingga mendorong deselerasi
kinerja LU lebih lanjut. Perlambatan LU
konstruksi terkonfirmasi oleh perkembangan
kredit konstruksi yang tumbuh melambat
pada triwulan berjalan (Grafik 1.16) serta
penjualan semen yang menurun (Grafik
1.13).
Sumber: LBU, diolah
Grafik 1.16 Perkembangan Kredit Konstruksi

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
31
Memasuki triwulan IV 2019, LU konstruksi
diprediksi tumbuh lebih baik dari triwulan
sebelumnya. Akselerasi tersebut diprakirakan
didorong oleh pembangunan proyek - proyek
pemerintah daerah seiring dengan
peningkatan realisasi belanja modal yang
secara historis mencapai puncaknya pada
akhir tahun. Di samping itu, penggelontoran
dana transfer dari pemerintah pusat berupa
dana desa dan DAK Fisik berpotensi
mendorong LU konstruksi lebih lanjut.
Secara keseluruhan tahun 2019, LU
konstruksi tumbuh lebih tinggi dari tahun
sebelumnya. Meskipun pembangunan
beberapa PSN multiyears telah selesai, masih
terdapat beberapa proyek infrastruktur yang
sedang berjalan diantaranya. Beberapa di
antaranya adalah pengembangan pembangkit
listrik, penguatan aksesibilitas di KSPN Danau
Toba, dan pembangunan Bendungan Lau
Simeme serta sisa ruas Jalan Tol Trans
Sumatera. Akselerasi LU konstruksi turut
ditopang oleh cukup masifnya pembangunan
dari sektor riil, seperti hotel, perkantoran, dan
pertokoan.
Pada triwulan berjalan, LU perdagangan
tumbuh meningkat dari triwulan II 2019.
Pertumbuhan LU perdagangan pada triwulan
III 2019 tercatat 8,00% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan II yang sebesar 6,40%
(yoy). Peningkatan LU perdagangan sejalan
dengan aktivitas konsumsi rumah tangga yang
meningkat pada triwulan berjalan. Tingginya
aktivitas konsumsi masyarakat pada periode
libur sekolah mendorong akselerasi kinerja
LU. Terjaganya daya beli masyarakat dengan
pencairan gaji ke-13, penyaluran BPNT dan
PKH serta perbaikan harga komoditas lokal
juga turut menjaga momentum perbaikan LU
perdagangan. Berdasarkan hasil liasion,
kinerja usaha retail mengalami peningkatan
seiring dengan gencarnya kegiatan promosi
yang dilakukan perusahaan. Perusahaan -
perusahaan retail terus melakukan melakukan
berbagai inovasi dari segi marketing di tengah
tingginya persaingan usaha sejenis sementara
minat masyarakat untuk online shopping
semakin tinggi.
Memasuki triwulan IV 2019, LU
perdagangan diprakirakan tumbuh lebih
baik dari triwulan sebelumnya. Akselerasi
ini sejalan dengan tingginya aktivitas belanja
masyarakat menjelang HBKN Natal dan
tahun baru. Aktivitas pariwisata pada libur
akhir tahun serta banyaknya penyelenggaraan
MICE dari pemerintah dan swasta di
penghujung tahun juga turut mendorong
aktivitas LU lebih lanjut.
Untuk keseluruhan tahun 2019, LU
perdagangan diprakirakan terakselerasi
dari tahun sebelumnya. Persiapan Pemilu
2019 serta aktivitas MICE dari pemerintah
dan swasta diprakirakan mendorong kinerja
LU pada tahun berjalan. Selain itu, kegiatan -
kegiatan pariwisata berskala nasional dan
internasional yang disertai juga dengan
gencarnya promosi turut menopang
pertumbuhan perdagangan.
Pada triwulan berjalan, LU transportasi
tumbuh meningkat dari triwulan II 2019.
Pertumbuhan LU transportasi pada triwulan
III 2019 tercatat 6,31% (yoy), di atas dari
triwulan II 2019 yang sebesar 5,18% (yoy).
Peningkatan LU transportasi sejalan dengan
meningkatan kegiatan pariwisata pada
periode liburan sekolah. Berbagai kegiatan
kegiatan pariwisata yang masuk ke dalam
Calendar of Event Kemenpar jatuh pada
triwulan berjalan seperti Samosir Music
International, Tao Silalahi Art Festival,
Karnaval Pesona Danau Toba dan lainnya.
Perbaikan pertumbuhan LU tercermin oleh
pertumbuhan penumpang pesawat baik
domestik maupun internasional yang mulai
meningkat pada triwulan berjalan
dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik
1.17).

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
32
Sumber: BPS diolah
Grafik 1.17 Perkembangan Penumpang Pesawat Domestik dan Internasional
Selain itu, LU transportasi juga turut ditopang
oleh perbaikan kinerja industri pengolahan.
Kinerja dari usaha pengangkutan darat dan
laut tumbuh membaik seiring dengan cukup
tingginya produksi industri pengolahan
kelapa sawit dan kopi. Hal tersebut juga
tercermin dari perbaikan perkembangan arus
muat barang di pelabuhan pada triwulan
berjalan (Grafik 1.18).
Sumber: BPS diolah
Grafik 1.18 Perkembangan Arus Muat Barang
Memasuki triwulan IV 2019, LU
transportasi diprakirakan tumbuh
meningkat dari triwulan sebelumnya.
Akselerasi ini diprakirakan sejalan dengan
aktivitas MICE dari pemerintah dan swasta
yang secara historis mencapai puncaknya di
akhir tahun. Selain itu, aktivitas berlibur
masyarakat menjelang akhir tahun juga turut
mendorong LU transportasi. Lebih lanjut,
peningkatan produksi pertanian dan industri
pengolahan turut menopang akselerasi LU
lebih lanjut.
Secara keseluruhan tahun 2019, LU
transportasi tumbuh terbatas dibandingkan
tahun sebelumnya. Hal tersebut ditengarai
bersumber dari subkategori pengangkutan
darat akibat penurunan produksi pertanian
pada musim kemarau yang berkepanjangan
yang terjadi di pertengahan tahun. Selain itu,
subkategori angkutan udara juga disinyalir
melambat seiring dengan harga tiket pesawat
yang melonjak tinggi sejak akhir tahun 2018
sementara penurunan Tarif Batas Atas
disinyalir belum signifikan meningkatkan
minat masyarakat menggunakan moda
transportasi tersebut.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
33

KEUANGAN PEMERINTAH
34
KEUANGAN
PEMERINTAH
Sampai dengan triwulan III 2019, realisasi APBD di Provinsi Sumatera mengalami penurunan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja dan transfer APBD mencapai
Rp33,7 triliun atau 53,3% dari pagu anggaran, menurun dibandingkan realisasi triwulan III 2018 yang
mencapai 61,7% atau Rp32,8 triliun. Di sisi lain, realisasi belanja APBN di Sumatera Utara masih
terbatas dibandingkan realisasi periode yang sama pada tahun sebelumnya. Realisasi belanja APBN
pada triwulan III 2019 mencapai Rp46,7 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada
tahun sebelumnya mencapai Rp48,6 triliun.

KEUANGAN PEMERINTAH
35
2.1 Gambaran Umum APBD2
2019
Pagu anggaran pendapatan pada APBD di
Sumatera Utara sejak empat tahun terakhir
terus mengalami peningkatan. Pada tahun
2019, pagu anggaran pendapatan meningkat
10% dibandingkan tahun 2018 menjadi
sebesar Rp61,3 triliun yang didorong oleh
peningkatan pagu anggaran pendapatan asli
daerah sebesar 14% menjadi sebesar Rp13,9
triliun. Adapun pagu anggaran pendapatan
tahun 2019 didominasi oleh pagu anggaran
pendapatan transfer sebesar 69,7%. Kondisi
ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah
di Sumatera Utara masih bergantung kepada
pembiayaan dari Pemerintah Pusat.
Sumber: BPKAD & DJPb Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan APBD di Sumatera Utara (Miliar Rp)
Sejalan dengan peningkatan pagu
anggaran pendapatan, pagu anggaran
belanja dan transfer pada APBD di
Sumatera Utara juga mengalami
peningkatan. Anggaran belanja dan transfer
tercatat meningkat sebesar 7% dibanding
tahun 2018 menjadi sebesar Rp62,5 triliun.
Proporsi belanja terbesar masih didominasi
komponen belanja pegawai sebesar 37%
atau Rp23,3 triliun. Pagu belanja pegawai
mengalami kenaikan 3% dibandingkan tahun
2018. Sementara kelompok pagu anggaran
yang mengalami peningkatan paling tinggi
yaitu belanja barang dan jasa sebesar 16%.
2 Merupakan APBD konsolidasi antara Pemerintah Provinsi dan 33 Pemerintah Kab/kota di Sumatera Utara
2.1.1 Pagu Anggaran Pendapatan
APBD 2019 Meningkat
Seiring dengan pelaksanaan otonomi
daerah yang telah berjalan dengan baik,
maka pagu anggaran pendapatan tahun
2019 juga mengalami peningkatan. Pagu
anggaran pendapatan APBD 2019 tercatat
meningkat sebesar 10%. Dari beberapa tahun
terakhir, peningkatan pagu anggaran paling
tinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu sebesar
20% dibandingkan peningkatan rata-rata 5
tahun terakhir sebesar 8%. Peningkatan pagu
anggaran pendapatan utamanya bersumber
dari Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
sebesar 30,2% dari Rp5,65 triliun menjadi
sebesar Rp7,36 triliun sehingga memberikan
andil pertumbuhan sebesar 3,6%. Kenaikan
komponen Lain-lain Pendapatan Daerah
Yang Sah berasal dari kenaikan komponen
Pendapatan Hibah, yang sebagian besar
merupakan dana pelaksanaan Pilpres dan
Pileg.
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.2 Perkembangan DOF APBD di Sumatera Utara
Sementara pendorong kenaikan pagu
pendapatan berikutnya bersumber dari
pendapatan transfer yang merupakan
kontributor utama pendapatan dengan total
pangsa sebesar 69,7% dari pagu pendapatan.
Pendapatan transfer tumbuh sebesar 5,4%
yang terutama bersumber dari peningkatan

KEUANGAN PEMERINTAH
36
DAU dan DAK yang masing-masing
memberikan andil pertumbuhan sebsar 1,5%.
Sementara itu pagu Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Sumatera Utara tumbuh 14% dari
Rp12,2 triliun menjadi Rp13,9 triliun. Sumber
peningkatan berasal dari kenaikan pagu pajak
daerah sebesar 18% dari Rp8,1 triliun
menjadi Rp9,6 triliun.
Peningkatan target PAD mendorong
meningkatnya Derajat Otonomi Fiskal (DOF)3
Pemerintah Daerah Se-Sumatera Utara (Pagu)
yang mengalami peningkatan dari tahun
2018 sebesar 21,9% menjadi 22,8% pada
pagu tahun 2019.
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.3 Proporsi Anggaran PAD Provinsi Sumatera Utara
2.1.2 Peningkatan Pagu Anggaran
Belanja APBD 2019
Pagu anggaran belanja APBD di Sumatera
Utara tahun 2019 meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya. Pagu anggaran belanja
dan transfer APBD mencapai Rp62,5 triliun,
meningkat 7% (yoy) dari tahun 2018.
Komponen terbesar pagu anggaran belanja
pada APBD masih berasal dari belanja
operasi yang mencapai pangsa 79,51% dari
total anggaran belanja atau sebesar Rp25,4
triliun. Kenaikan tertinggi komponen
anggaran belanja operasi didorong oleh
peningkatan pagu anggaran belanja barang
dan jasa yang tumbuh mencapai 15,9% (yoy)
sehingga memberikan andil 3,7%. Salah satu
3 DOF merupakan skala interval derajat desentralisasi fiscal untuk
menunjukkan kemampuan keuangan daerah yang dihitung berdasarkan perbandingan PAD terhadap Total Pendapatan Daerah (TPD).
sumber peningkatan adalah keperluan
belanja barang terkait dengan pelaksanaan
Pilpres dan Pilkada pada tahun 2019.
Sementara komponen belanja terbesar
berikutnya adalah belanja transfer yang
merupakan bantuan keuangan dan bagi hasil
kepada pemerintah Prov/Kab/Kota dan
Pemdes.
Sementara belanja modal yang memiliki
pangsa 20,16% dari pagu belanja tumbuh
sebesar 1,1% dari Rp10,4 triliun menjadi
Rp10,5 triliun. Sumber pertumbuhan berasal
dari komponen belanja modal aset teap
lainnya yang tumbuh 24,6%, disaat pagu
belanja modal lainnya mengalami kontraksi.
Pagu terbesar belanja modal terdapat pada
komponen belanja modal jalan, irigasi dan
jaringan yang mencapai 8,75% dari total
belanja atau Rp4,5 triliun.
Di sisi belanja transfer, tercatat peningkatan
yang signifikan mencapai 187%. Peningkatan
yang cukup signifikan ini salah satunya
bersumber dari pembayaran utang Dana Bagi
Hasil (DBH) Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara kepada Pemerintah Kabupaten Kota
yang merupakan akumulasi DBH sejak 2014-
2016 dengan total Rp1,48 triliun.
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.4 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara

KEUANGAN PEMERINTAH 37
2.2 Realisasi APBD Triwulan III
2019
2.2.1 Realisasi Pendapatan APBD
Triwulan II 2019 lebih tinggi
dari perkiraan
Realisasi pendapatan APBD pada triwulan
III 2019 lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya. Realisasi pendapatan triwulan
III 2019 mencapai 68,9% dari target atau
sebesar Rp42,2 triliun. Pencapaian ini lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang
mencapai 66,6% atau secara nominal masih
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar Rp37,1 triliun.
Peningkatan realisasi penerimaan terjadi
pada realisasi Pendapatan Transfer.
Realisasi pendapatan transfer tercatat lebih
tinggi yakni mencapai 77,1% pada triwulan
III 2019 dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar 70,6%. Salah
satu pendorong meningkatnya realisasi
pendapatan transfer adalah realisasi Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK). Realisasi DAU pada triwulan
III 2019 tercatat sebesar 82,0%, meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
66,0%. Sementara realisasi DAK juga tercatat
meningkat dari 54,7% pada triwulan III 2018
menjadi 61,3% pada triwulan laporan.
Di sisi lain, realisasi PAD menurun
dibandingkan triwulan III tahun 2018.
Realisasi PAD pada triwulan III 2019 tercatat
58,0%, lebih rendah dari periode yang sama
tahun lalu sebesar 59,9%. Kondisi ini
diperkirakan merupakan dampak kondisi
dunia usaha dan investasi yang masih
terbatas sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi pada triwulan laporan. Salah satu
sumber pendapatan utama yang diharapkan
terealisasi pada PAD tahun 2019 adalah
pajak air permukaan Pemerintah Provinsi dari
salah satu perusahaan BUMN. Namun
demikian, melihat perkembangan terkini yang
sepertinya tidak mungkin terealisasi pada
tahun 2019, Pemerintah Provinsi telah
4 Sumber: BPKAD Prov. Sumatera Utara
melakukan koreksi terhadap target PAD
20194.
Realisasi pendapatan pajak daerah di
Sumatera Utara pada triwulan III 2019 secara
umum masih disumbang oleh pendapatan
Pemerintah Provinsi sebesar Rp6,08 triliun
atau 60,7% dari PAD Pemda Se-Sumatera
Utara. PAD Provinsi Sumatera Utara
utamanya masih ditopang oleh Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB), dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air
Permukaan Umum (APU), pajak Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Beberapa strategi yang diterapkan untuk
meningkatkan pendapatan pajak daerah yaitu
sensus kendaraan bermotor, peningkatan
layanan pembayaran PKB melalui
implementasi e-Samsat, Samsat Masuk
Kampung, serta insentif berupa diskon denda
untuk menarik minat masyarakat membayar
pajak.
Sumber: BPKAD Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.5 Komposisi Realisasi Pendapatan APBD Triwulan III 2019
2.2.2 Realisasi Belanja APBD
Triwulan III 2019 menurun
Realisasi belanja dan transfer Provinsi
Sumatera Utara triwulan III 2019 menurun
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Realisasi belanja dan transfer
Pemda di Sumatera Utara pada triwulan III
2019 mencapai Rp33,3 triliun atau 53,3%
dari pagu anggaran. Realisasi anggaran

KEUANGAN PEMERINTAH
38
belanja menurun dibandingkan realisasi
triwulan III 2018 yang mencapai 61,7% atau
Rp29,9 triliun. Secara umum penurunan
realisasi anggaran bersumber dari penurunan
realisasi belanja dan transfer.
Realisasi belanja mengalami penurunan
dari 60,4% pada triwulan III 2018 menjadi
53,7% pada triwulan laporan. Secara
nominal, realisasi belanja juga menurun dari
Rp29,9 triliun menjadi Rp28,0 triliun.
Penurunan realisasi belanja terjadi pada
belanja operasi dan belanja modal. Mayoritas
realisasi belanja triwulan III 2019 didominasi
oleh belanja operasi (90,5%).
Realisasi belanja operasi mengalami
penurunan dari 67,2% pada tahun
sebelumnya menjadi 61,1% pada triwulan
laporan. Penurunan terutama didorong
penurunan realisasi belanja pegawai dan
belanja barang dan jasa. Realisasi belanja
pegawai pada triwulan III 2019 mencapai
Rp15,5 triliun atau 66,7% dari target,
sementara pada tahun 2018 mencapai
Rp15,1 triliun atau 69,1% dari pagu.
Di sisi lain, rendahnya realisasi belanja
modal relatif turut mendorong realisasi
belanja lebih rendah. Pada triwulan III
2019, realisasi belanja modal sebesar Rp2,6
triliun atau 24,8% dari pagu, menurun
dibandingkan triwulan III 2018 sebesar Rp3,6
triliun atau 35,2% dari pagu. Secara umum
kendala rendahnya penyerapan belanja
modal disebabkan proses pengadaan yang
membutuhkan waktu persiapan administrasi
yang cukup. Selain itu anggaran belanja
modal umumnya baru dapat direalisasikan
jika pelaksanaan proyek telah diselesaikan
hingga batasan tertentu. Faktor-faktor tersebut
menyebabkan realisasi anggaran belanja
modal pada triwulan laporan belum optimal.
Sementara itu, realisasi belanja transfer
juga tercatat menurun dibandingkan
periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Realisasi belanja transfer
triwulan III 2019 mencapai 51,3%, menurun
dibandingkan triwulan III 2018 yang
mencapai 80,1% dari pagu. Namun demikian
secara nominal, realisasi belanja transfer
mengalami peningkatan dari Rp2,8 triliun
pada triwulan III 2018 menjadi Rp5,2 triliun
pada triwulan laporan. Besarnya realisasi
belanja transfer didorong oleh pembayaran
utang Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah
Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten Kota
yang merupakan akumulasi DBH sejak 2014-
2016 dengan total Rp1,48 triliun. Adapun
pembayaran telah dilakukan pada triwulan I
2019.
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi Pendapatan APBD di Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BPKAD & DJPb Provinsi Sumatera Utara
PENDAPATAN 55,840.5 37,196.9 66.6% 61,306.7 42,246.1 68.9%
PENDAPATAN ASLI DAERAH 12,237.9 7,332.1 59.9% 13,952.6 8,087.9 58.0%
Pendapatan Pajak Daerah 8,182.0 5,669.2 69.3% 9,670.0 5,963.1 61.7%
Pendapatan Retribusi Daerah 773.5 311.3 40.2% 739.3 285.4 38.6%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan648.8 443.7 68.4% 956.5 676.1 70.7%
Lain-lain PAD yang Sah 2,633.6 907.9 34.5% 2,586.7 1,163.3 45.0%
PENDAPATAN TRANSFER 40,324.4 28,488.0 70.6% 42,712.8 32,949.6 77.1%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 36,371.3 22,954.2 63.1% 38,137.0 28,486.3 74.7%
- Dana Bagi Hasil Pajak 1,910.6 1,327.9 69.5% 1,909.4 892.3 46.7%
- Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 53.9 88.2 163.6% 83.2 246.5 296.3%
- Dana Alokasi Umum 24,148.0 15,930.8 66.0% 25,055.1 20,552.3 82.0%
- Dana Alokasi Khusus 10,258.9 5,607.3 54.7% 11,089.4 6,795.2 61.3%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 1,573.5 2,809.3 178.5% 1,852.1 1,745.1 94.2%
Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi 2,379.6 1,226.8 51.6% 2,723.6 2,718.2 99.8%
Pendapatan Transfer Pemerintah Daerah Lainnya 0.0 1,497.8 0.0 0.0 0.0%
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 3,278.2 1,376.9 42.0% 4,641.3 1,208.6 26.0%
- Pendapatan Hibah 715.3 477.5 66.8% 1,900.4 223.6 11.8%
- Pendapatan Lainnya 2,562.8 899.4 35.1% 2,740.9 985.0 35.9%
APBD
(miliar Rp)
Realisasi Tw III
(miliar Rp) % Realisasi
APBD
(miliar Rp)
Realisasi Tw III
(miliar Rp) % Realisasi
URAIAN
2018 2019

KEUANGAN PEMERINTAH
39
Tabel 2.2 Pagu dan Realisasi Belanja APBD di Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BPKAD & DJPb Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BPKAD & DJPb Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.6 Realisasi Belanja Operasi APBD Triwulan III 2019
2.3 Peningkatan Pagu Belanja
APBN Provinsi Sumatera
Utara 2019
Sumber: Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.10 Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Belanja
Secara keseluruhan, struktur APBN di
Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2019
mengalami peningkatan. Pada tahun 2019,
pagu belanja dan transfer pemerintah pusat di
Sumatera Utara mengalami peningkatan, baik
dari sisi belanja pemerintah pusat maupun
transfer ke daerah. Peningkatan pagu belanja
APBN tercatat mencapai 21.5% (yoy) dari
sebelumnya Rp25,1 triliun menjadi Rp30,5
triliun.
BELANJA 49,571.86 29,948.82 60.41% 52,273.98 28,082.56 53.72%
BELANJA OPERASI 39,006.48 26,237.96 67.27% 41,565.53 25,416.92 61.15%
-Belanja Pegawai 21,913.37 15,158.73 69.18% 23,236.05 15,512.17 66.76%
-Belanja Barang dan Jasa 12,463.88 5,917.86 47.48% 14,682.81 6,424.57 43.76%
-Belanja Bunga 20.12 1.85 9.20% 22.89 15.60 68.15%
-Belanja Subsidi 4.03 2.26 56.17% 3.26 0.86 26.46%
-Belanja Hibah 4,453.52 3,057.51 68.65% 3,448.41 2,107.46 61.11%
-Belanja Bantuan Sosial 151.56 2,099.75 1385.40% 172.11 1,356.25 787.99%
-Bantuan Keuangan 0.00 0.00 0.00% 0.00 0.00 0.00%
BELANJA MODAL 10,422.90 3,678.72 35.29% 10,535.97 2,623.26 24.90%
-Belanja Modal Tanah 207.67 185.49 89.32% 427.36 189.83 44.42%
-Belanja Modal Peralatan dan Mesin 1,401.44 861.25 61.45% 1,454.03 507.93 34.93%
-Belanja Modal Gedung dan Bangunan 1,968.83 727.59 36.96% 1,954.60 549.76 28.13%
-Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan 5,425.33 1,795.94 33.10% 4,575.42 1,237.40 27.04%
-Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 1,341.63 108.29 8.07% 423.20 138.32 32.68%
-Belanja Modal Konstruksi Dalam Pengerjaan 0.00 0.13 0.00% 0.34 0.00 0.00%
-Aset Lainnya 77.99 0.04 0.05% 1,701.02 0.02 0.00%
BELANJA TAK TERDUGA 142.48 32.13 22.55% 172.48 42.38 24.57%
-Belanja Tak Terduga 142.48 32.13 22.55% 172.48 42.38 24.57%
TRANSFER 3,584.15 2,869.67 80.07% 10,306.15 5,290.36 51.33%
TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 1,617.71 1,492.67 92.27% 3,872.97 2,845.64 73.47%
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 1,966.45 1,377.00 70.02% 6,433.17 2,444.72 38.00%
JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER 53,156.01 32,818.49 61.74% 62,580.13 33,372.91 53.33%
APBD
(miliar Rp)
Realisasi Tw III
(miliar Rp) % Realisasi
APBD
(miliar Rp)
Realisasi Tw III
(miliar Rp) % Realisasi
URAIAN
2018 2019

KEUANGAN PEMERINTAH
40
Di sisi lain, Pemerintah Pusat meningkatkan
anggaran transfer ke daerah melalui DAK
Fisik dan dana desa. Peningkatan transfer ke
daerah diharapkan berdampak optimal
terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif
dan kesejahteraan masyarakat desa. Pagu
DAK Fisik APBN tercatat meningkat 11,6%
(yoy) dari sebelumnya sebesar Rp3,2 triliun
menjadi Rp3,6 triliun. Sementara dana desa
mengalami kenaikan sebesar 14,8% (yoy)
dari Rp3,8 triliun menjadi Rp4,4 triliun.
Sumber: Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.11 Pagu APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi
APBN Provinsi Sumatera Utara ini
dialokasikan pada 47 Dinas/Kementerian/
Lembaga terkait yang terbagi kedalam 11
fungsi. Sejalan dengan target Pemerintah di
bidang pariwisata terkait jumlah kunjungan
wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara,
Pemerintah Pusat meningkatkan alokasi
belanja di bidang Pariwisata dan Budaya.
Peningkatan pagu di bidang Pariwisata dan
Budaya mencapai 162,4% (yoy) dari Rp76,0
triliun pada tahun 2018 menjadi Rp200
triliun pada tahun 2019. Di sisi lain
Pemerintah juga tetap berupaya
memeprtahankan kelestarian lingkungan.
Pada tahun 2019 Pemerintah juga
meningkatkan alokasi belanja APBN untuk
fungsi Lingkungan Hidup dari Rp559 miliar
menjadi Rp814 miliar atau meningkat sebesar
45,5% (yoy).
2.3.1 Realisasi Penerimaan APBN
Provinsi Sumatera Utara
Triwulan III Masih Terbatas
Realisasi penerimaan negara di Provinsi
Sumatera Utara masih lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Realisasi pendapatan APBN
triwulan III 2019 sebesar Rp12,9 triliun,
menurun jika dibandingkan realisasi periode
yang sama pada tahun sebelumnya yang
mencapai Rp14,1 triliun. Penerimaan Pajak
Dalam Negeri masih merupakan sumber
pendapatan triwulan III 2019 dengan
kontribusi sebesar Rp11,0 triliun atau 85,0%
dan total pendapatan negara. Realisasi
penerimaan terbesar kedua adalah
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
sebesar Rp1,3 triliun dan Pajak Perdagangan
Internasional sebesar Rp582 miliar.
Pada penerimaan pajak dalam negeri
triwulan III 2019, PPh 21 memberikan
kontribusi yang paling besar yaitu sebesar
Rp2,54 triliun atau 23,1% dari total
penerimaan pajak dalam negeri di Sumatera
Utara. Kontributor terbesar berikutnya adalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar
Rp2,49 triliun (22,6%). Sementara itu PPh
Final pada triwulan laporan mencatatkan
nilai Rp2,26 triliun (20,5%).
Sumber: Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.12 Pangsa Penerimaan APBN
Jika dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun sebelumnya, penerimaan pajak
dalam negeri di Sumatera Utara triwulan III
2019 menurun sebesar -8,9% dari tahun
2018.

KEUANGAN PEMERINTAH
41
Untuk penerimaan pajak perdagangan
internasional, pendapatan bea masuk
memberikan kontribusi yang paling besar
yaitu sebesar Rp520,4 miliar atau 89,4% dari
total penerimaan pajak perdagangan
internasional. Sedangkan penerimaan bea
keluar hanya memberikan kontribusi sebesar
Rp14,4 miliar atau 2,5% dari total
penerimaan pajak perdagangan internasional.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa kebijakan
pemerintah masih melindungi industri
nasional.
Sumber: DJP Sumut I & II, DJBC melalui Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.13 Realisasi Penerimaan Pajak Negara di Sumatera Utara (APBN)
2.3.2 Peningkatan Realisasi Belanja
APBN pada Triwulan III
Secara umum, realisasi belanja APBN di
Sumatera Utara meningkat dibandingkan
realisasi periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Realisasi belanja APBN pada
triwulan III 2019 mencapai Rp46,7 triliun,
lebih rendah dibandingkan periode yang
sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp48,6
triliun. Berdasarkan sumbernya, belanja
APBN didominasi oleh Transfer ke Daerah
dengan pangsa 68,4%, sementara pos Belanja
Pemerintah Pusat per Wilayah mencapai
31,6%.
Pada pos Belanja Pemerintah Pusat per
Wilayah, realisasi tertinggi bersumber dari
Belanja Pegawai. Pangsa realisasi Belanja
Pegawai sebesar 78,5%, Belanja Barang
(64,2%) dan Belanja Modal (48,6%). Belanja
gaji pokok mencapai 41,9% dari realisasi
Belanja Pegawai, sementara Belanja
Tunjangan mencapai 16,9%.
Sementara itu realisasi Transfer ke Daerah di
triwulan laporan tertinggi pada pos dana
desa. Realisasi dana desa pada triwulan II
2018 telah mencapai 62,8% atau Rp2,7
triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan
yang sama pada tahun sebelumnya mencapai
61,1% sebesar Rp2,3 triliun. Hal ini sejalan
dengan semangat pemerintah untuk
meningkatkan transfer ke daerah dan
kesejahteraan masyarakat, khususnya di
pedesaan. Selanjutnya komponen realisasi
Transfer ke Daerah terbesar pada Dana
Alokasi Umum sebesar Rp20,8 triliun, lebih
tinggi dari periode yang sama pada tahun
sebelumnya sebesar Rp19,9 triliun.
Sumber: Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 2.14 Realisasi Belanja APBN Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Jenis Belanja

KEUANGAN PEMERINTAH
42
Tabel 2.3 Pagu dan Realisasi APBN Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber: Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara
Pagu Pagu
Miliar Rp Miliar Rp % Miliar Rp Miliar Rp %
A. Pendapatan
I. Penerimaan Perpajakan
1. Pajak Dalam Negeri - 12,101 0.0% 612 11,018 1801.8%
2. Pajak Perdagangan Internasional - 747 0.0% 763 582 76.4%
Jumlah Penerimaan Perpajakan - 12,848 0.0% 1,374 11,601 844.1%
II. Penerimaan Negara Bukan Pajak - - 0.0% - - 0.0%
1. Penerimaan Sumber Daya Alam - 0 0.0% - 0 0.0%
2. Pendapatan Bagian Laba Bumn/KN Dipisahkan - - 0.0% - - 0.0%
3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya I 57 0 0.0% - - 0.0%
4. Pendapatan BLU - 462 0.0% - 646 0.0%
5. Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya II 160 829 516.7% - 718 0.0%
Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak - 1,291 0.0% - 1,364 0.0%
Jumlah Pendapatan (A.I + A.II + A.III) - 14,139 0.0% 1,374 12,965 943.4%
B. Belanja
I. Belanja Pemerintah Pusat per Wilayah
1. Belanja Pegawai 8,153 5,960 73.1% 8,319 6,530 78.5%
2. Belanja Barang 9,882 5,316 53.8% 8,597 5,521 64.2%
3. Belanja Modal 11,904 6,557 55.1% 5,548 2,698 48.6%
4. Belanja Subsidi - - 0.0% - - 0.0%
5. Belanja Hibah - - 0.0% - - 0.0%
6. Belanja Bantuan Sosial 18 9 48.1% 26 11 40.2%
7. Belanja Lain-lain - - 0.0% - - 0.0%
Jumlah Belanja Pemerintah Pusat per Wilayah 18,036 17,841 98.9% 22,491 14,759 65.6%
II. Transfer ke Daerah
1. Transfer Dana Perimbangan - - 0.0% - - 0.0%
Dana Transfer Umum - - 0.0% - - 0.0%
b. Transfer Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/SDA - 179 0.0% - 272 0.0%
c. Transfer Dana Alokasi Umum - 19,996 0.0% - 20,814 0.0%
Dana Transfer Khusus - - 0.0% - - 0.0%
a. Transfer Dana Alokasi Khusus Fisik 3,230 1,595 49.4% 3,606 1,092 30.3%
b. Transfer Dana Alokasi Khusus Non Fisik - 5,553 0.0% - 5,917 0.0%
Jumlah Belanja Transfer Dana Perimbangan 3,230 28,320 876.7% 3,606 29,042 805.4%
2. Dana Insentif Daerah - 120 0.0% - 113 0.0%
3. Dana Keistimewaaan DIY - - 0.0% - - 0.0%
4. Dana Otonomi Khusus - - 0.0% - - 0.0%
5. Dana Desa 3,880 2,371 61.1% 4,452 2,794 62.8%
Jumlah Transfer Ke Daerah 7,110 30,811 433.3% 8,058 31,949 396.5%
Jumlah Belanja Negara (B.I + B. II) 25,146 48,652 193.5% 30,549 46,708 152.9%
C. Surplus (Defisit) Anggaran (A - B) - (34,513) 0.0% (29,175) (33,743) 115.7%
Uraian
2018 2019
Realisasi Tw III Realisasi Tw III

KEUANGAN PEMERINTAH
43
BOKS 1 : PROSIKLIKALITAS DAN PERAN FISKAL PADA
PEREKONOMIAN SUMATERA UTARA
Siklus fiskal idealnya bersifat countercyclical terhadap siklus ekonomi. Hal tersebut ditujukan
agar kebijakan fiskal mampu mendorong perekonomian saat memasuki fase kontraksi, maupun
mencegah terjadinya overheating sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi lebih sustainabel.
Namun demikian di Sumatera Utara, siklus fiskal cenderung bersifat prosiklikal dengan
kecenderungan back-loading pada aspek serapan anggaran. Kondisi tersebut patut menjadi
perhatian bersama, karena mengacu kepada model makroekonomi struktural5 Sumatera Utara,
shock positif terhadap fiskal memiliki lag optimum yang relatif singkat dan cukup presisten
dalam jangka panjang, sehingga kebijakan fiskal yang bersifat front-loading akan lebih
menguntungkan dan memberikan dampak optimal pada perekonomian. Di sisi lain, dari
kalkulasi menggunakan data APBD Pemprov dan Pemkab/Kota dengan menggunakan model
VAR6, belanja modal relatif memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap
perekonomian dibandingkan dengan belanja operasional meskipun memiliki lag impact yang
lebih panjang. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah untuk memperbesar porsi
belanja modal sekaligus mempercepat realisasi belanja modalnya agar efeknya terhadap
pertumbuhan ekonomi menjadi lebih optimal.
Berdasarkan data historis, realisasi dana APBD cenderung direalisasikan secara back-loading
(Grafik 1). Kondisi ini tercermin dari pergerakan Giro milik Pemerintah Daerah yang terdapat di
Perbankan, dimana saldo giro cenderung menumpuk dari awal tahun dan baru kembali ke posisi
awal pada akhir tahun (Desember). Jika dibandingkan dengan penyaluran TKDD (Transfer Ke Daerah
dan Dana Desa) dari Pempus kepada Pemda, maka dana yang disalurkan per bulannya kepada
Pemda relatif konstan setiap bulan. Dana tersebut cenderung mengendap di perbankan selama
hampir 3 kuartal dan baru terlihat optimal realisasinya pada periode triwulan ke-4. Hal ini perlu
mendapat perhatian karena dana yang mengendap di perbankan tersebut sejatinya dapat
dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Sementara itu, siklus fiskal di Sumatera Utara juga cenderung bersifat prosiklikal terhadap siklus
perekonomian secara umum. Dengan pendekatan data PDRB, siklus fiskal yang cenderung
prosiklikal tersebut terlihat dari pergerakan yang searah antara pertumbuhan PDRB dan PDRB tanpa
konsumsi pemerintah (Grafik 2), kecuali pada tahun 2016, 2018 dan 2019. Pada satu tahun terakhir
5 Merupakan model struktural Ekonomi Sumut dengan menggunakan Two-Step Error Correction Model.
6 Vector Autoreggresive.
Grafik 1. Perkembangan Rekening Giro Pemda dan Penyaluran TKDD
Sumber : Internal BI, LBU, diolah.
Suplemen 1

KEUANGAN PEMERINTAH
44
kinerja fiskal relatif mampu menjadi salah satu penopang ekonomi Sumatera Utara. Namun
demikian, jika dilihat dalam rentang waktu yang lebih panjang, pertumbuhan PDRB tanpa konsumsi
pemerintah relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan PDRB. Hal tersebut menunjukan perlunya
peningkatan kapasitas fiskal daerah agar tidak membebani pertumbuhan ekonomi.
Dorongan fiskal akan berdampak postif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan lag optimum
yang cukup singkat dan cenderung presisten dalam jangka panjang. Dengan menggunakan
model struktural, diketahui bahwa 1% peningkatan konsumsi pemerintah pada 1 triwulan akan
mendorong peningkatan PDRB sebesar 0,07% dengan lag optimum 1 triwulan (Grafik 3). Selanjutnya
peningkatan konsumsi pemerintah juga berdampak positif pada investasi, serta berpengaruh minimal
terhadap peningkatan inflasi. Dari hasil kalkulasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan
fiskal pemerintah daerah yang bersifat front-loading akan lebih menguntungkan dan mendatangkan
efek lebih optimal pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Lebih lanjut, dorongan belanja modal terhadap perekonomian lebih baik dibandingkan belanja
operasional. Dari kalkulasi impulse response meggunakan model VAR terhadap data pertumbuhan
ekonomi serta data APBD Pemprov dan Pemkab/Kota (Grafik 4 dan 5), belanja modal relatif
memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap perekonomian dibandingkan dengan belanja
operasional meskipun memiliki lag impact yang lebih panjang. Oleh karena itu, penting bagi
pemerintah daerah untuk memperbesar porsi belanja modal sekaligus mempercepat realisasi belanja
modalnya, agar efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi lebih optimal.
7 PDRB Exclude Gov. Expenditure dihitung dengan mengeluarkan angka konsumsi pemerintah dan estimasi belanja modal pemerintah yang masuk dalam komponen PMTB pada PDRB.
Grafik 2. Pertumbuhan PDRB VS PDRB Exclude
Government Expenditure7
Grafik 3. Efek Shock Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dengan Model Struktural (%)
Sumber : BPS, diolah.
Sumber : Model Struktural Ekonomi Sumut, diolah.
Grafik 4. Impulse Response Belanja Operasional Terhadap
PDRB Prov. Sumut (% Stdv)
Grafik 5. Impulse Response Belanja Modal Terhadap
PDRB Prov. Sumut (% Stdv)
Sumber : BPKAD, BPS, diolah.
Sumber : BPKAD, BPS, diolah.
-2
0
2
4
6
8
10
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of GAPBD_NOM_OPR to GPDRB_NOM
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of GAPBD_NOM_MODAL to GPDRB_NOM

KEUANGAN PEMERINTAH
45

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
46
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Melambatnya permintaan domestik tercermin juga dari sisi perkembangan harga. Tekanan
inflasi Sumatera Utara pada triwulan III 2019 mereda menjadi 4,47% (yoy) dari 5,87% (yoy)
pada triwulan sebelumnya sesuai pola historisnya ditopang oleh masuknya periode panen raya
kedua. Menurunnya tingkat inflasi disumbang oleh subkelompok bumbu bumbuan, terutama
cabai merah yang disebabkan meningkatnya pasokan sejalan dengan beberapa daerah sentra
penghasil telah memasuki masa panen.

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
47
3.1 Tekanan Inflasi Triwulan III
2019 Mereda
Inflasi Sumatera Utara triwulan III 2019
lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang didorong oleh
meredanya tekanan inflasi kelompok
Bahan Makanan. Inflasi triwulan III 2019
sebesar 4,47% (yoy), mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya 5,87%
(yoy). Dengan perkembangan ini, laju inflasi
tahunan Sumatera Utara masih berada di atas
inflasi Nasional yang tercatat 3,39% (yoy)
dan Sumatera yang mencapai 3,56% (yoy).
Sementara secara tahun kalender, inflasi
Sumatera Utara mencapai 3,50% (ytd).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara dan Nasional
Penurunan tekanan inflasi tahunan tersebut
terutama disumbangkan oleh kelompok
Bahan Makanan yang memberikan andil
penurunan inflasi tahunan tertinggi dari
3,99% (yoy) pada triwulan II 2019 menjadi
2,51% (yoy) pada triwulan laporan.
Menurunnya inflasi kelompok bahan
makanan terutama disebabkan mulai
meningkatnya pasokan sub kelompok
bumbu-bumbuan, khususnya cabai merah
sejalan dengan masuknya periode panen raya
kedua dari sentra-sentra penghasil cabai
merah di Sumatera Utara. Disamping itu,
petani cabai sudah memulai penanaman
sejak bulan Juni-Juli ketika harga cabai
sedang tinggi8, sehingga saat ini pasokan
cabai merah relatif terjaga.
8 Berdasarkan FGD dengan Asosiasi Pedagang Cabai Merah kota Medan
Laju inflasi bulanan pada triwulan IV 2019
juga mengalami penurunan signifikan dengan
realisasi bulan pada Oktober 2019 mencapai
-0,28% (mtm) sehingga inflasi tahunan pada
bulan Oktober 2019 tercatat 3,21% (ytd).
Penurunan tekanan inflasi pada Oktober
2019 juga masih bersumber dari cabai merah
sejalan dengan peningkatan pasokan dari
sentra-sentra produksi.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.2 Inflasi Bulanan Sumatera Utara
Secara spasial, seluruh kota sampel inflasi di
Sumatera Utara mencatatkan penurunan
inflasi. Penurunan inflasi tahunan tertinggi
dicatatkan oleh kota Pematangsiantar dari
3,99% (yoy) pada triwulan II 2019 menjadi
2,47% (yoy) pada triwulan laporan.
Sementara penurunan terendah terjadi di kota
Padangsidimpuan dari 4,33% (yoy) menjadi
3,01% (yoy). Adapun komoditas utama yang
memberikan andil penurunan inflasi di
seluruh kota sampel inflasi adalah cabai
merah (Tabel 3.1).

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
48
Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Tabel 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
3.2 Kelompok Bahan Makanan
Menjadi Sumber Penurunan
Inflasi
Pada triwulan III, kelompok Bahan
Makanan mencatatkan andil penurunan
tekanan inflasi tertinggi. Ditinjau
berdasarkan kelompoknya, penurunan laju
inflasi tahunan pada triwulan III 2019
dicatatkan oleh kelompok Bahan Makanan,
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
dan kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa
Keuangan. Sementara itu 4 (empat) kelompok
lainnya mencatatkan peningkatan laju inflasi
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kelompok Bahan Makanan mencatatkan
penurunan laju inflasi tahunan terbesar,
dengan inflasi sebesar 10,24% (yoy) pada
triwulan laporan, jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 16,43% (yoy). Dengan
perkembangan tersebut, kelompok Bahan
Makanan juga mencatatkan andil penurunan
inflasi tahunan tertinggi dibandingkan
kelompok komoditas lainnya, dengan
kontribusi inflasi mencapai 2,51% (yoy),
lebih rendah dibandingkan andil inflasi pada
triwulan II 2019 sebesar 3,99% (yoy).
Sementara itu kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau mencatatkan
penurunan laju inflasi pada triwulan III 2019
mencapai 1,62% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 2,66% (yoy). Adapun laju inflasi
kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa
Keuangan pada triwulan laporan sebesar
2,26% (yoy), meningkat dari triwulan
sebelumnya 2,33% (yoy).
Di sisi lain, kelompok komoditas yang
memiliki bobot besar lainnya dalam
keranjang inflasi seperti kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB (23%);
mengalami peningkatan laju inflasi pada
triwulan laporan.
3.2.1 Inflasi Kelompok Bahan
Makanan Menurun Signifikan
Kelompok Bahan Makanan memberikan
andil penurunan inflasi terbesar pada
triwulan III 2019. Kelompok Bahan
Makanan mencatatkan inflasi 10,24% (yoy)
pada triwulan laporan, lebih rendah
dibandingkan realisasi pada triwulan
sebelumnya yang tercatat 16,43% (yoy).
Penurunan laju inflasi tertinggi pada
kelompok ini dicatatkan oleh subkelompok
Bumbu-bumbuan. Dengan bobot yang cukup
besar pada pola konsumsi masyarakat
Sumatera Utara (mencapai 6%), subkelompok
ini memberikan andil penurunan terbesar
pada inflasi Sumatera Utara dengan andil

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
49
mencapai 2,07% (yoy) atau turun 1% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Komoditas strategis yang memiliki bobot
konsumsi yang besar serta volatilitas yang
tinggi terhadap inflasi Sumatera Utara di
triwulan III 2019 adalah Cabai Merah.
Komoditas Cabai Merah pada triwulan III
2019 mencatatkan inflasi 82,10% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencatatkan inflasi 148,91% (yoy).
Penurunan inflasi cabai merah merupakan
dampak dari meningkatnya pasokan
sehubungan dengan masuknya periode panen
raya kedua di sentra-sentra produksi cabai
merah, seperti Kab. Karo, Batubara,
Simalungun dan Tapanuli Utara. Disamping
itu, produksi cabai merah di pulau Jawa juga
sedang dalam tren meningkat, yang
menyebabkan permintaan terhadap produksi
cabai Sumut ke provinsi lain seperti Riau dan
Kepulauan Riau sedikit menurun.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah Grafik 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
3.2.2 Penurunan Laju Inflasi
Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau
Laju inflasi kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok & Tembakau mengalami
penurunan dari triwulan sebelumnya, dari
2,66% (yoy) pada triwulan II 2019 menjadi
1,62% (yoy) pada triwulan laporan. Sehingga
secara keseluruhan kelompok ini
memberikan andil inflasi tahunan sebesar
0,27% (yoy). Kelompok Makanan Jadi
merupakan kelompok dengan bobot terbesar
keempat dalam pola konsumsi masyarakat
Sumatera Utara dengan bobot 16%.
Penurunan laju inflasi tahunan tertinggi
berasal dari subkelompok Makanan Jadi dari
3,30% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 1,55% (yoy) pada triwulan laporan
dengan andil 0,12% (yoy). Selanjutnya
penurunan laju inflasi juga disumbangkan
oleh subkelompok Tembakau & Minuman
Beralkohol dari 2,31% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 1,88% (yoy) dengan
andil 0,10% (yoy). Sementara itu
subkelompok Minuman yang Tidak
Beralkohol di sisi lain mengalami
peningkatan laju inflasi. Inflasi subkelompok
Minuman yang Tidak Beralkohol tercatat
meningkat dari 1,20% (yoy) menjadi 1,34
pada triwulan laporan. Komoditas yang
menjadi kontributor penurunan inflasi pada
kelompok Makanan Jadi adalah Rokok Kretek
Filter, meskipun masih tercatat inflasi.
Tekanan inflasi rokok kretek filter menurun
dari 2,11% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 1,22% (yoy) pada triwulan laporan,
sehingga memberikan andil inflasi sebesar
0,03% (yoy) menurun dari andil triwulan
sebelumnya yang mencapai 0,05% (yoy).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
3.2.3 Inflasi Kelompok Perumahan,
Air, Listrik, Gas dan Bahan
Bakar Meningkat
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar merupakan kelompok yang
menjadi kontributor peningkatan laju
inflasi tahunan Sumatera. Kelompok ini
mengalami peningkatan laju inflasi tahunan
dari 2,27% (yoy) pada triwulan sebelumnya

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
50
menjadi 2,35% (yoy) pada triwulan laporan.
Dengan perkembangan tersebut, kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
memberikan andil inflasi 0,55% (yoy).
Peningkatan laju inflasi kelompok ini
terutama bersumber dari subkelompok Biaya
Tempat Tinggal dan Bahan Bakar,
Penerangan & Air.
Pada triwulan III 2019 subkelompok Biaya
Tempat Tinggal mengalami inflasi 2,76%
(yoy), mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi
mencapai 2,03% (yoy). Sewa Rumah menjadi
sumber utama peningkatan laju inflasi
dengan andil inflasi mencapai 0,16% (yoy)
pada triwulan III 2019.
Sementara itu, subkelompok Bahan Bakar,
Penerangan & Air mengalami peningkatan
laju inflasi meskipun masih tercatat deflasi
secara tahunan dari -0,69% (yoy) menjadi -
0,68% (yoy). Dengan perkembangan tersebut
subkelompok Perlengkapan Rumah Tangga
memberikan andil inflasi tahunan sebesar -
0,04% (yoy). Komoditas pada subkelompok
ini yang memiliki peningkatan andil inflasi
tertinggi adalah Batu Baterai, dari 10,81%
(yoy) menjadi 11,49% (yoy) yang
diperkirakan dipengaruhi oleh kenaikaan
biaya produksi.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Listrik, Air & Gas
3.2.4 Penurunan Laju Inflasi
Kelompok Transpor,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
Inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan
Jasa Keuangan mereda dibandingkan
triwulan sebelumnya. Kelompok ini
merupakan kelompok dengan bobot terbesar
ketiga (18%) dari basket konsumsi masyarakat
Sumatera Utara. Inflasi kelompok ini pada
triwulan III 2019 tercatat 2,26% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
mencapai 2,33% (yoy). Bobot konsumsi
masyarakat Sumatera Utara terhadap aktivitas
transportasi yang relatif besar, turut
mempengaruhi laju inflasi tahunan Sumatera
Utara. Bobot subkelompok Transporasi
sendiri mencapai 13% dari total pola
konsumsi masyarakat Sumatera Utara. Pada
triwulan laporan, subkelompok Transportasi
tercatat mengalami inflasi 2,01% (yoy)
meningkat signifikan dibandingkan triwulan II
2019 sebesar 2,26% (yoy). Dengan realisasi
tersebut, subkelompok ini memberikan andil
inflasi tahunan mencapai 0,27% (yoy), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya 0,31% (yoy)
sehingga menjadi kontributor utama penahan
laju inflasi kelompok Transpor, Komunikasi
dan Jasa Keuangan. Penurunan laju inflasi
pada subkelompok Transpor utamanya
bersumber dari meredanya inflasi Bensin
yang mencatatkan inflasi tahunan sebesar -
0,49% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 0,76% (yoy).
Dengan perkembangan tersebut, komoditas
Bensin memberikan andil inflasi mencapai -
0,01% (yoy), menurun dari andil triwulan
sebelumnya yang mencapai 0,02% (yoy).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
51
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.3 Inflasi Spasial Mereda
Dengan Sumber Inflasi
Yang Seragam
Seluruh kota sampel inflasi yang disurvei
oleh BPS di Sumatera Utara mencatatkan
penurunan inflasi. Penurunan laju inflasi
tertinggi terjadi di kota Pematangsiantar yang
mengalami penurunan dari 3,99% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 2,147% (yoy)
pada triwulan III 2019. Kota berikutnya
dengan penurunan inflasi tertinggi adalah
Medan, yakni dari 6,19% (yoy) menjadi
4,81% (yoy) pada triwulan laporan. Dengan
bobot inflasi terbesar di Sumatera Utara, Kota
Medan memberikan dampak penurunan laju
inflasi Sumatera Utara secara keseluruhan.
Selanjutnya, kota Sibolga dengan penurunan
inflasi dari 5,39% (yoy) menjadi 4,02% (yoy)
pada triwulan III 2019. Adapun kota
Padangsidimpuan mencatatkan penurunan
inflasi terendah dari 4,33% (yoy) pada
triwulan II 2019 menjadi 3,01% (yoy) pada
triwulan III 2019.
Ditinjau dari kelompoknya, secara umum
seluruh kota pantauan inflasi di Sumatera
Utara mengalami penurunan inflasi tertinggi
pada kelompok Bahan Makanan. Inflasi
terendah pada kelompok Bahan Makanan
terjadi pada kota Pematangsiantar dengan
inflasi sebesar 2,06% (yoy).
3.3.1 Kota Medan Sebagai Sumber
Penahan Inflasi Sumatera Utara
Pada kuartal ketiga tahun 2019, Kota
Medan memberikan andil terbesar bagi
penurunan inflasi Provinsi Sumatera Utara.
Inflasi Kota Medan pada triwulan III 2019
tercatat 4,81% (yoy), lebih rendah dari
triwulan sebelumnya sebesar 6,19% (yoy).
Penurunan laju inflasi tertinggi di Kota Medan
bersumber dari kelompok Bahan Makanan.
Meskipun masih tergolong tinggi, Kelompok
Bahan Makanan di Kota Medan mencatatkan
penurunan inflasi dari 18,02% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi sebesar
11,77% (yoy) pada triwulan III 2019. Dengan
begitu, kelompok Bahan Makanan tercatat
memberikan andil inflasi tahunan 2,84%
(yoy). Penurunan laju inflasi kelompok ini
utamanya disebabkan oleh penurunan harga
Cabai Merah, sebagaimana juga terjadi pada
kota pantauan lainnya yang disebabkan oleh
mulai stabilnya pasokan sehubungan dengan
periode panen raya kedua (lihat Subbab 3.2).
Sementara itu, penurunan laju inflasi
terendah di Kota Medan dicatatkan oleh
kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa
Keuangan dengan realisasi inflasi triwulan III
2019 sebesar 2,63% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 2,73% (yoy). Dengan
perkembangan tersebut, kelompok Transpor,
Komunikasi dan Jasa Keuangan menjadi
kelompok dengan penurunan inflasi terbesar
di Kota Medan yakni sebesar -0,49% (yoy).
Penurunan laju inflasi kelompok ini
utamanya didorong oleh penurunan harga
bahan bakar Bensin (lihat Subbab 3.2).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Kota Medan
3.3.2 Penurunan Laju Inflasi
Tertinggi di Kota
Pematangsiantar
Selanjutnya Kota Pematangsiantar sebagai
kota dengan bobot inflasi terbesar kedua
setelah Kota Medan, mencatatkan
penurunan inflasi tertinggi. Pada triwulan III
2019, kota Pematangsiantar mengalami
inflasi sebesar 2,47% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
52
tercatat 3,99% (yoy). Penurunan laju inflasi
tertinggi di Kota Pematangsiantar juga
bersumber dari kelompok Bahan Makanan.
Kelompok ini mencatatkan inflasi mencapai
2,06% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan
periode sebelumnya sebesar 9,31% (yoy).
Berdasarkan kontribusinya, kelompok Bahan
Makanan memberikan andil inflasi tahunan
mencapai 0,59% (yoy). Penurunan laju inflasi
tahunan kelompok ini utamanya juga
disebabkan oleh komoditas cabai merah,
ditengah meningkatnya pasokan.
Sementara itu, penurunan laju inflasi
terendah di Kota Pematangsiantar dicatatkan
oleh kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa
Keuangan. Kelompok ini mencatatkan
realisasi inflasi yang tercatat 0,61% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 0,72% (yoy). Dengan
perkembangan tersebut, kelompok Transpor,
Komunikasi & Jasa Keuangan mencatatkan
andil inflasi tahunan mencapai 0,08% (yoy),
lebih rendah dari periode sebelumnya 0,09%
(yoy). Berdasarkan komoditasnya, penurunan
inflasi kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa
Keuangan bersumber dari penurunan
subkelompok Transpor dengan komoditas
Bensin yang mengalami penurunan terdalam
dari -0,48% (yoy) menjadi -1,25% (yoy).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.8 Disagregasi Inflasi Kota Pematangsiantar
3.3.3 Penurunan Inflasi Kota Sibolga
Sementara itu, Kota Sibolga sebagai kota
dengan bobot inflasi paling kecil juga
mencatatkan penurunan inflasi. Pada
triwulan III 2019, kota Sibolga mengalami
inflasi sebesar 4,02% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 5,39% (yoy). Penurunan laju inflasi
tertinggi di Kota Sibolga bersumber dari
kelompok Bahan Makanan, seragam dengan
kondisi kota pemantauan inflasi lainnya.
Kelompok ini mencatatkan inflasi tahunan
sebesar 8,53% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan II 2019 yang tercatat -
10,63% (yoy). Sehingga kelompok Bahan
Makanan memberikan andil inflasi tahunan
mencapai 2,63% (yoy), lebih rendah dari
andil sebelumnya sebesar 3,34% (yoy).
Seperti kota lainnya, penurunan laju inflasi
tahunan kelompok ini utamanya juga
disebabkan oleh komoditas cabai merah.
Di sisi lain, kelompok komoditas lainnya di
kota Sibolga juga mencatatkan penurunan
laju inflasi kecuali kelompok Perumahan, Air,
Listrik, Gas & Bahan Bakar. Kelompok
tersebut tercatat mengalami peningkatan laju
inflasi sebesar 1,71% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 1,32% (yoy). Dengan perkembangan
tersebut, kelompok Perumahan, Air, Listrik,
Gas & Bahan Bakar mencatatkan andil inflasi
tahunan mencapai 0,31% (yoy).
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.9 Disagregasi Inflasi Kota Sibolga
3.3.4 Penurunan Laju Inflasi Kota
Padangsidimpuan Terendah di
Sumatera Utara
Kota Padangsidimpuan mencatatkan
penurunan laju inflasi terendah
dibandingkan 3 kota lainnya. Pada triwulan
III 2019, kota Padangsidimpuan mengalami
inflasi sebesar 3,01% (yoy), menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
53
tercatat 4,33% (yoy). Penurunan laju inflasi di
kota Padangsidimpuan masih bersumber dari
kelompok Bahan Makanan. Kelompok Bahan
Makanan mencatatkan inflasi tahunan
mencapai 2,59% (yoy), jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
8,71% (yoy). Sehingga kelompok Bahan
Makanan memberikan andil inflasi tahunan
mencapai 0,67% (yoy). Sama halnya dengan
kota lainnya, penurunan laju inflasi tahunan
kelompok ini utamanya didorong oleh inflasi
subkelompok Bumbu-bumbuan.
Sumber: BPS Sumatera Utara, diolah
Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi Kota Padangsidimpuan
Sementara itu di sisi lain, penurunan laju
inflasi tertinggi di Kota Padangsidimpuan
dicatatkan oleh kelompok Perumahan, Listrik,
Air, Gas & Bahan Bakar. Kelompok ini
mencatatkan realisasi inflasi tahunan pada
triwulan laporan sebesar 2,23% (yoy),
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 2,53% (yoy). Dengan
perkembangan tersebut, kelompok ini
mencatatkan andil inflasi tahunan mencapai
0,47% (yoy).
3.4 Tracking Inflasi
3.4.1 Inflasi Oktober Kembali
Mereda
Inflasi Sumatera Utara bulan Oktober 2019
lebih rendah dari bulan sebelumnya.
Secara bulanan, realisasi inflasi Sumatera
Utara pada bulan Oktober sebesar -0,28 %
(mtm). IHK Sumatera Utara pada bulan
Oktober 2019 kembali mengalami deflasi
dari bulan sebelumnya yang tercatat -1,82%
(mtm). Namun, realisasi ini jauh di bawah
rata rata historis inflasi Oktober pada tiga
tahun terakhir (0,86%; mtm) dan inflasi
nasional (0,01%; mtm). Deflasi bersumber
dari berlanjutnya penurunan harga kelompok
bahan makanan dan kelompok perumahan,
air, listrik, gas, dan bahan bakar sementara
peningkatan kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau menahan
penurunan lebih lanjut.
Kelompok bahan makanan mengalami
deflasi sebesar -2,03% (mtm), dengan
tingkat yang lebih rendah dari bulan
sebelumnya yang mencapai -7,15% (mtm).
Deflasi didorong oleh berlanjutnya
penurunan harga aneka cabai seperti cabai
merah, cabai rawit, dan cabai hijau dengan
total andil sebesar -0,52% terhadap inflasi
bulanan. Sementara itu, daging ayam ras
mengalami inflasi dengan andil 0,11%
terhadap inflasi bulanan.
Cabai merah menjadi penyumbang deflasi
utama. Cabai merah kembali mengalami
deflasi sebesar 10,72% (mtm), tetapi
penurunan harga lebih rendah dari bulan
sebelumnya yang mencapai 28,76% (mtm).
Deflasi didorong oleh berlanjutnya panen
raya cabai merah di Karo, Dairi, Simalungun,
dan Aceh. Namun, penurunan tidak sedalam
bulan sebelumnya karena pasokan yang
menurun akibat sebagian tanaman di Brastagi
(Karo) dan Batubara yang rusak karena curah
hujan tinggi. Berdasarkan hasil analisis
BMKG, curah hujan pada bulan Oktober di
dua daerah tersebut diprakirakan menjadi
yang tertinggi dalam tahun 2019.
Berdasarkan pemantauan harga PIHPS, rata
rata harga cabai pada bulan Oktober 2019
mencapai Rp40.950,- per kg menurun 16%
dari rata rata bulan sebelumnya yang
sebesar Rp48.800,- per kg.
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik,
gas, dan bahan bakar menurun. Pada bulan
berjalan, inflasi kelompok tersebut tercatat
menurun dari 0,39% (mtm) menjadi deflasi -
0,10% (mtm). Deflasi terutama bersumber
dari koreksi harga subkelompok biaya tempat
tinggal, khususnya komoditas sewa rumah.
Koreksi harga sewa rumah didorong oleh
normalisasi dari kenaikan harga bulan

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
54
sebelumnya yang memiliki andil 0,08%
(mtm) terhadap inflasi bulan September 2019.
Inflasi kelompok makanan jadi, minuman,
rokok, dan tembakau meningkat. Laju
inflasi kelompok tersebut pada Oktober 2019
tercatat 1,12% (mtm), meningkat dari bulan
sebelumnya sebesar 0,01% (mtm).
Peningkatan laju inflasi disumbang oleh
komoditas berbagai rokok seperti rokok putih,
rokok kretek filter dan rokok kretek dengan
total andil 0,19% (mtm) terhadap inflasi
bulanan. Kenaikan harga tersebut disebabkan
oleh penyesuaian harga jual dari produsen
setelah kenaikan cukai tembakau disahkan
Pemerintah.
3.4.2 Inflasi Triwulan IV 2019
Diperkirakan Menurun
Tekanan inflasi Sumatera Utara pada
triwulan IV 2019 diprakirakan menurun
dari triwulan sebelumnya dan berada di
dalam kisaran sasaran inflasi nasional
3,5% +/- 1% (yoy). Meredanya tekanan
inflasi dipengaruhi oleh berlanjutnya panen
raya cabai merah di beberapa daerah seperti
di Berastagi, Langkat, Deli Serdang, dan
Aceh. Di samping itu, berbagai jenis ikan laut
juga disinyalir mengalami deflasi akibat
penurunan permintan ikan laut karena
banyaknya bangkai babi yang terinfeksi hog cholera dibuang ke laut. Harga ikan-ikanan
diperkirakan terus turun sehingga tekanan
inflasi akhir tahun diperkirakan mereda.
Meski demikian, sumber inflasi diperkirakan
berasal dari kenaikan harga sandang dan
transportasi jelang HBKN Natal dan Tahun
Baru yang akibat permintaan yang meningkat.
Di sisa tahun 2019 ini, berbagai risiko
terhadap inflasi masih harus diwaspadai.
Salah satu risiko utama bersumber dari
komoditas bahan makanan, terutama
komoditas cabai merah. Meski menjadi salah
satu lumbung cabai merah di Sumatera,
pasokan pangan disinyalir belum optimal
untuk memenuhi kebutuhan kota IHK.
Kenaikan harga di daerah lain berpotensi
menyebabkan produksi bahan makanan
mengalir ke luar provinsi terutama pada akhir
tahun yang tingkat permintaannya lebih tinggi
secara historis. Lebih lanjut, terdapat risiko
penyesuaian harga rokok secara gradual
sejalan dengan kenaikan cukai rokok sebesar
23% yang mulai berlaku sejak Januari 2020.
3.5 Program Pengendalian
Inflasi Daerah
Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan bahan pangan strategis, selama triwulan III 2019 TPID Provinsi Sumatera Utara terus melaksanakan berbagai macam koordinasi. Pada tanggal 11 September 2019, 7 Oktober 2019 TPID Sumatera Utara melakukan Rapat Koordinasi bulanan dan pada tanggal 26 November 2019 melakukan Rapat Ketersediaan Bahan Pangan. Secara umum rekomendasi dan butir kesepakatan program/kegiatan pengendalian inflasi adalah sebagai berikut :
Ketersediaan Pasokan
1) TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota berkomitmen untuk menyusun dan memiliki satu database terkait komoditas pangan yang kredibel, reliable, akurat, terkini, dan dapat diakses serta dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat digunakan sebagai acuan neraca pangan daerah. Komitmen tersebut akan diwujudkan dengan payung hukum Peraturan Gubernur Sumatera Utara yang mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
2) Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki Sistem Resi Gudang (SRG) di wilayahnya akan mendorong pengelolaan SRG agar aktif dan beroperasi kembali dengan cara mencari pengelola SRG yang memenuhi persyaratan yang berlaku.
Keterjangkauan Harga
3) Mendorong penerbitan regulasi terkait dana talangan dan SOP untuk pengendalian inflasi di tingkat kabupaten/kota agar dapat dilakukan secara efektif dan tata kelola yang baik, dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan BPKP/BPK RI.
Kelancaran Distribusi

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
55
4) TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota mendorong pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pangan demi terwujudnya Kerjasama Perdagangan Antar Daerah.
5) Mendorong terbentuknya kerjasama perdagangan komoditas antar kabupaten/kota, baik oleh institusi pemerintah maupun pelaku usaha untuk memenuhi kebutuhan daerah terlebih dahulu sebelum melakukan perdagangan komoditas strategis ke luar Provinsi Sumatera Utara.
Komunikasi Yang Efektif
6) Strategi pengendalian inflasi yang penting dan dapat diteladani TPID Se-Sumatera Utara, diantaranya: a. Diskusi dengan stakeholder terkait
pemetaan kebutuhan masyarakat yang paling besar sehingga dapat mengetahui kebutuhan masyarakat;
b. Mencari sumber-sumber produsen yang ada, baik di wilayah sendiri maupun di wilayah lain;
c. Berada di pasar sehingga masyarakat yakin dan percaya bahwa pemerintah ada di pasar melalui operasi pasar maupun pasar murah;
d. Melakukan pengawasan dari sisi distribusi dan tata niaga perdagangan, khususnya komoditas strategis;
e. Mengkomunikasikan ke masyarakat untuk melakukan tata niaga dagang yang baik, yaitu tidak menimbun barang.
7) Seluruh Kabupaten/Kota turut memperhatikan komoditas-komoditas penyumbang inflasi Sumatera Utara, diantaranya cabai merah dan bawang merah sehingga diupayakan untuk fokus melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian inflasi dengan sasaran cabai merah dan bawang merah.

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 56
BOKS 2 : PERAN STABILITAS HARGA BAGI PEMBANGUNAN
DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Terjaganya inflasi yang rendah dan stabil memiliki peranan yang penting dalam perekonomian
daerah dan kesejahteraan masyarakat. Inflasi yang terjaga tersebut dapat menjaga daya beli
masyarakat, meningkatkan kepastian usaha, serta menjaga daya saing daerah. Berdasarkan
perhitungan CAGR9 dari tahun 2012-2018 terhadap pendapatan riil dan tingkat inflasi,
pertumbuhan pendapatan per kapita riil di Sumatera Utara masih lebih rendah dibandingkan
dengan tingkat inflasinya. Hal ini menunjukan bahwa upaya pengendalian inflasi masih perlu
terus dilakukan secara serius agar tingkat pendapatan masyarakat tidak tergerus oleh inflasi
yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, inflasi dan
tingkat kemiskinan juga memiliki tingkat korelasi yang kuat. Perbaikan kondisi inflasi akan
memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pengaruhnya
terhadap daya beli. Lebih lanjut, inflasi ternyata memberi pengaruh yang lebih besar terhadap
peningkatan garis kemiskinan di Desa dibandingkan Kota. Hal ini menunjukan bahwa inflasi
juga memberi pengaruh besar terhadap kesejahteraan petani yang mayoritas hidup di kawasan
pedesaan, dan merupakan produsen bahan pangan yang umumnya menjadi sumber gejolak
harga.
Dengan menggunakan perhitungan CAGR sepanjang tahun 2012-2018, pertumbuhan
pendapatan per kapita riil di Sumatera Utara masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat
inflasinya (Grafik 1). Kondisi tersebut menunjukan bahwa upaya pengendalian inflasi di Sumatera
masih perlu terus dilakukan secara serius, agar tingkat pendapatan masyarakat tidak tergerus oleh
inflasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian,
dibandingkan provinsi lainnya di wilayah Sumatera, gap pendapatan per kapita riil dibandingkan
dengan inflasi di Sumatera Utara masih relatif lebih baik.
Inflasi juga erat kaitannya dengan perkembangan tingkat kemiskinan masyarakat di Sumatera
Utara. Kondisi tersebut ditunjukan oleh korelasi positif yang tinggi (0,71%) antara inflasi dan tingkat
kemiskinan di Sumatera Utara (Grafik 2). Di sisi lain, pengaruh inflasi terhadap garis kemiskinan di
Desa cenderung lebih besar dibandingkan di Kota (Grafik 3). Kondisi tersebut tercermin dari lebih
tingginya koefisien inflasi sebagai faktor yang mempengaruhi garis kemiskinan di Desa dibanding
Kota. Dengan demikian, inflasi memberi pengaruh lebih besar terhadap garis kemiskinan desa yang
membuka peluang lebih besar munculnya masyarakat miskin jika terjadi peningkatan inflasi. Hal ini
menunjukan bahwa inflasi juga memberi pengaruh besar terhadap kesejahteraan petani yang
9 Compound Annual Growth Rate
Grafik 1. Perbandingan CAGR Tingkat Pendapatan Per Kapita (Rill) dengan Perkembangan Inflasi (2012-2018)
Sumber : BPS, diolah.
Suplemen 2

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
57
umumnya hidup di desa.
Petani sebagai produsen bahan makanan dan umumnya berdomisili di desa akan merasakan
dampak inflasi secara umum melalui jalur pengeluaran untuk konsumsi rumah tangganya.
Perkembangan kondisi kesejahteraan petani yang diukur dari angka NTP di Sumatera Utara patut
menjadi perhatian bersama karena relatif lebih rendah dibandingkan Nasional, dalam tren yang
menurun, serta berada di bawah batas sejahtera (Grafik 4). Hal tersebut cukup memprihatinkan
karena terjadi di tengah tren peningkatan indeks harga bahan makanan (terutama pada periode
pertengahan tahun 2019). Kondisi tersebut berarti para petani belum mendapatkan manfaat yang
optimal atas peningkatan harga bahan makanan yang terjadi.
Lebih lanjut, rendahnya NTP di Sumatera Utara disebabkan oleh peningkatan Indeks Bayar (IB)
Petani yang peningkatannya lebih tinggi dari Indeks yg diterima (IT). Tingginya IB terutama
disebabkan oleh peningkatan salah satu indeks pembentuknya yaitu Indeks Konsumsi Rumah Tangga
Petani (IKRT) yang sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi (Grafik 5). Di sisi lain, rendahnya NTP di
Sumatera Utara mayoritas disumbang oleh Petani di Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan
Tanaman Perkebunan Rakyat.
Lebih terkendalinya inflasi akan memberikan dampak positif baik bagi perekonomian secara
umum maupun kesejahteraan masyarakat termasuk petani. Dampak positif bagi petani tidak
hanya melalui jalur konsumsi rumah tangganya, namun yang lebih utama dapat memberikan aspek
positif berupa kepastian keberlangsungan usaha bagi para petani. Volatilitas harga yang berlebihan
terutama pada komoditas bahan makanan akan menyebabkan petani cenderung gamang
menentukan komoditas yang akan diproduksi, sehingga produksi komoditas tidak sustainable. Oleh
karena itu, upaya-upaya pengendalian inflasi khsusnya terkait manajemen dan pengaturan masa
tanam komoditas terlebih hortikultura perlu terus dilakukan secara berkesinambungan.
Grafik 2. Perkembangan Inflasi dan Tingkat Kemiskinan
Prov. Sumut
Grafik 3. Pengaruh Inflasi Terhadap Perkembangan Garis
Kemiskinan Desa & Kota Prov. Sumut
Sumber : BPS, diolah.
Sumber : BPS, diolah.
Grafik 4. Perkembangan Indeks Inflasi Umum, Indeks Inflasi Bahan Makanan dan NTP Prov. Sumut
Grafik 5. Perbandingan IKRT dan Inflasi (IHK)
Prov. Sumut
Sumber : BPS, diolah.
Sumber : BPS, diolah.

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
58

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
59
STABILITAS
KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES
KEUANGAN DAN UMKM
Kondisi stabilitas keuangan Sumatera Utara pada triwulan III 2019 cukup baik yang tercermin dari
peningkatan NIM dan ROA. BOPO juga terpantau menurun menggambarkan efisiensi perbankan yang
membaik pada triwulan berjalan. Rasio intermediasi (LDR) berada di rentang optimal dengan peningkatan
penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit lokasi proyek pada triwulan laporan. Peningkatan
penyaluran kredit masih dimbangi dengan kualitas kredit (NPL) yang masih terjaga, meskipun dalam tren
meningkat tipis. Penurunan indeks penghasilan menunjukkan bahwa terdapat potensi kenaikan risiko
terhadap kinerja rumah tangga di triwulan III 2019. Sementara itu, penyaluran kredit korporasi terpantau
membaik yang mengindikasikan kondisi korporasi yang relatif terjaga.

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
60
Tabel 4.1. Kinerja Perbankan Sumatera Utara
Sumber: Bank Indonesia, diolah
4.1 KINERJA PERBANKAN
SECARA UMUM STABIL
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.1. Perkembangan Intermediasi Perbankan
Kinerja Perbankan pada triwulan III 2019 terpantau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Return on Assets (ROA) perbankan sedikit meningkat meski masih berada di kisaran 2,5%. Net Interest Margin juga bergerak meningkat di kisaran 7.5% pada triwulan III-2019. Peningkatan ROA terutama terjadi karena peningkatan laba (disetahunkan) lebih tinggi, dibandingkan peningkatan rata-rata aset. Peningkatan laba perbankan secara umum diperkirakan disebabkan oleh peningkatan pendapatan operasional yang tumbuh lebih tinggi seiring dengan peningkatan suku bunga
kredit dibandingkan pendapatan operasionalnya.
Grafik 4.2. Rasio BOPO Perbankan
Perbaikan kinerja perbankan juga terkonfirmasi dari membaiknya rasio BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional) tercatat 74,9%, menurun dari 75,2% pada triwulan sebelumnya. Kondisi ini mencerminkan perbankan yang semakin efisien. Peningkatan pendapatan operasional ini diperkirakan disebabkan karena pendapatan operasional bunga yang meningkat, hal ini terkonfirmasi dari rasio NIM pada periode berjalan yang cenderung meningkat (suku bunga lebih tinggi) di kisaran 7,56%.
Kinerja Perbankan Sumatera Utara
Asesmen Risiko Korporasi Asesmen Risiko Rumah Tangga

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
61
Grafik 4.3. Perkembangan Intermediasi Perbankan
Sementara itu fungsi intermediasi
perbankan yang tercermin dari Loan to Deposit LDR10 dalam kisaran optimal yaitu
sebesar 94%. Rasio intermediasi sedikit
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya, disebabkan oleh pertumbuhan
kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan DPK. Meski demikian, risiko
perkreditan yang tercermin dari rasio NPL
cenderung meningkat namun masih dalam
level yang aman dan terjaga di 3,3%.
Perkembangan aset perbankan di Sumatera
Utara pada triwulan III 2019 terpantau
tumbuh meningkat sebesar 2,9% (yoy).
Aset perbankan di Sumatera Utara tercatat
sebesar Rp312 triliun dibandingkan periode
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp308
triliun atau tumbuh 2,9% (yoy), meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya -1,7
(yoy). Lebih lanjut, berdasarkan kelompok
Bank, pada semester III 2019 proporsi
kepemilikan aset di Sumatera Utara
cenderung stabil yaitu sebagian besar dimiliki
oleh Bank Swasta Nasional (42%) disusul
oleh Bank Persero sebesar (40%).
Secara umum penyaluran kredit di
Sumatera Utara lebih banyak didanai oleh
perbankan dari luar provinsi. Hal ini
terkonfirmasi dari nominal penyaluran kredit
lokasi proyek yang lebih besar dari nominal
penyaluran kredit berdasarkan lokasi Bank.
Penyaluran kredit lokasi proyek di Sumatera
Utara tercatat sebesar Rp222 triliun.
Sementara penyaluran kredit berdasarkan
10 LDR merupakan rasio intermediasi yaitu rasio antara Kredit Lokasi Proyek dibagi dengan DPK per lokasi KC di Sumatera Utara
lokasi Bank terpantau sebesar Rp217 triliun.
Lebih lanjut, pada triwulan berjalan, Dana
Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp234
triliun, meningkat dibandingkan periode
sebelumnya, namun pertumbuhannya masih
relatif rendah dibandingkan rata-rata
pertumbuhan DPK dalam tiga tahun terakhir
untuk periode yang sama sebesar 5,91%.
4.2 INTERMEDIASI
PERBANKAN BERADA DI
RENTANG OPTIMAL
4.2.1 Dana Pihak Ketiga Tumbuh
Meningkat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.4. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
Penghimpunan DPK tumbuh meningkat
bersumber dari peningkatan
penghimpunan dana tabungan (pangsa
40%) dan deposito (pangsa 45%). Secara
nominal, DPK pada triwulan laporan tercatat
sebesar Rp234 triliun, dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya Rp225 triliun.
DPK pada triwulan laporan tumbuh 4,1%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya 2,1% (yoy). Kenaikan tersebut
terutama terjadi pada komponen tabungan
dan deposito. Sementara giro terkontraksi
sesuai dengan siklus realisasi belanja
pemerintah yang umumnya optimal
menjelang akhir tahun (lihat bab keuangan
pemerintah). Meski meningkat, pertumbuhan
DPK pada triwulan laporan masih berada

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
62
dibawah rata-rata 5 tahun terakhir triwulan III
(2014 2018) sebesar 8.91% (yoy).
Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Jenis Tabungan
DPK jenis tabungan tumbuh 7,1% yoy,
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya 3,7% (yoy). Kenaikan terutama
bersumber dari pemilik tabungan dengan
nilai 100 - 500 juta. Berdasarkan nilainya,
kenaikan pertumbuhan DPK terutama terjadi
pada pemilik tabungan dengan nilai >Rp1
miliar (pangsa 21%), tumbuh 11,4% (yoy),
meningkat signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya 1,4% (yoy). Secara struktur,
tabungan senilai Rp10-100 juta menempati
urutan kedua terbesar dalam komponen
tabungan.
Grafik 4.6. Pangsa Tabungan Berdasarkan Nilai
Deposito perbankan juga terpantau
tumbuh meningkat menjadi 5,96% (yoy)
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 3,3%
(yoy). Komponen deposito didominasi oleh
deposan dengan nilai deposito >Rp1 M
(pangsa 62%), deposan dengan nilai deposito
>Rp100 500 juta (pangsa 21%), dan
deposan dengan nilai deposito >Rp200 juta-
R1 M (pangsa 11%). Akselerasi deposito
perbankan didorong oleh kelompok deposan
dengan nilai deposito >Rp 1 M yang tumbuh
3,6% (yoy) meningkat signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya -0.4%
(yoy).
Grafik 4.7. Pangsa Deposito Berdasarkan Nilai
Sementara giro Sumatera Utara terkontraksi
semakin dalam dari -4,7% (yoy) pada
triwulan II 2019, menjadi -7,8 (yoy) pada
triwulan III 2019. Penurunan giro terjadi
pada seluruh kelompok baik giro penduduk,
pemerintah, maupun bukan penduduk.
Secara struktur, giro terbesar dimiliki oleh
swasta (63%), pemerintah (36,9%), dan
bukan penduduk (0,1%). Kontraksi
komponen giro terutama didorong oleh
ekspansi korporasi yang tercermin dari
penurunan giro swasta dan realisasi anggaran
pemerintah menjelang akhir tahun.
Grafik 4.8. Pertumbuhan Giro
Berdasarkan golongan nasabah, akselerasi
DPK bersumber dari peningkatan
penghimpunan dari perseorangan
sementara dari pemerintah dan swasta
lainnya tumbuh melambat. DPK yang
bersumber dari perseorangan tumbuh 7,94%
pada triwulan III 2019, meningkat dari 6,49%
(yoy) pada triwulan II 2019. Adapun deposan
miliar Rp

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
63
perseorangan memiliki porsi terbesar, yaitu
73,1% terhadap total DPK triwulan III 2019.
Kemudian, disusul oleh kelompok swasta
lainnya dan pemerintah dengan total pangsa
masing masing sebesar 19,4% dan 7,5%.
Akselerasi DPK Perseorangan pada periode
laporan diperkirakan terkait dengan tambahan
pendapatan (kenaikan gaji ASN dan harga
komoditas CPO) dan strategi untuk bertahan
(coping strategy) dalam menghadapi risiko
perekonomian ke depan.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.9. Proporsi Dana Pihak Ketiga per golongan nasabah
Tabel 4.1. Pengelompokan DPK Berdasarkan Nilai
Ketergantungan perbankan Sumatera Utara
terhadap deposan besar pada triwulan
laporan masih cukup tinggi. Dilihat dari
proporsinya, DPK di Sumatera Utara sebagian
besar dalam bentuk deposito 45%, tabungan
40% dan giro 15%. Sementara itu, dari sisi
golongan pemilik DPK, sebagian besar
merupakan DPK perseorangan 73%,
Korporasi 19% dan Pemerintah sebesar 8%.
Lebih lanjut, apabila melihat pengelompokan
DPK berdasarkan nilai, terlihat bahwa meski
secara jumlah rekening, deposan dengan
kepemilikan dana <10 juta mendominasi
(89,2%), namun proporsi kepemilikan dana
didominasi oleh deposan besar dengan
kepemilikan dana di atas Rp1 miliar tercatat
sebesar Rp114,9triliun atau sebanyak 48,7%
dari total DPK. Struktur tersebut memberikan
gambaran adanya ketergantungan perbankan
Sumatera Utara terhadap deposan besar.
Secara spasial, penghimpunan DPK
terkonsentrasi di Kota/Kabupaten di Pantai
Timur. Delapan Kota/Kabupaten
mendominasi penghimpunan DPK dengan
porsi 90% dengan Kota Medan sebagai
penghimpun terbesar (porsi 67%)
Grafik 4.10. Penghimpunan DPK per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
4.2.2 Kredit Tumbuh Positif
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Berdasarkan Penggunaan
DPKNominal
(Rp M)Rekening
Persentase
Nominal
Persentase
rekening
<10 JT 8,040 123,239,891 3.4% 89.2%
>10 JT - 100 JT 34,318 11,814,278 14.5% 8.6%
>100JT - 500JT 57,674 2,543,140 24.4% 1.8%
>500JT - 1 M 20,992 276,819 8.9% 0.2%
>1 M 114,983 259,440 48.7% 0.2%
Total 236,007 138,133,568 100% 100%

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
64
Grafik 4.12. Perkembangan Kredit Berdasarkan Penggunaan
Kinerja kredit perbankan Sumatera Utara
pada triwulan III 2019 membaik.
Penyaluran kredit di Sumatera Utara pada
triwulan III tercatat sebesar Rp222 triliun,
tumbuh sebesar 4,5% (yoy) meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya 2,8%
(yoy). Ditinjau berdasarkan jenis
penggunaannya, akselerasi kredit disebabkan
oleh pertumbuhan kredit investasi dan modal
kerja. Apabila dilihat lebih dalam, sektor
yang mendorong perbaikan pada kredit
modal kerja adalah sektor industri
pengolahan. Perbaikan sektor industri
pengolahan diperkirakan terkait dengan
kinerja ekspor yang membaik pada periode
berjalan sehingga mendorong peningkatan
kinerja sektor ini.
Sejalan dengan perbaikan kredit modal
kerja, kinerja kredit investasi juga
meningkat signifikan diperkirakan terkait
dengan optimisme dunia usaha yang
membaik. Penyaluran kredit investasi
meningkat signifikan dari 1% (yoy)) menjadi
8% (yoy) mencerminkan optimisme pelaku
usaha yang membaik. Apabila dirinci,
akselerasi pertumbuhan terjadi pada sektor
industri pengolahan yang tumbuh 98% (yoy).
Selain sektor industri pengolahan, sektor
pertanian juga memberikan kontribusi
terhadap kenaikan kredit investasi dengan
pertumbuhan 1,98% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya 1,39%
(yoy). Kinerja kredit modal kerja dan investasi
yang membaik diperkirakan didorong oleh
tren penurunan suku bunga.
Grafik 4.13. Suku Bunga Kredit Grafik 4.14. Suku Bunga Kredit
Kinerja kredit konsumsi terus menurun
sehingga menahan perbaikan kinerja kredit
lebih lanjut. Kredit konsumsi melanjutkan
tren perlambatan pada triwulan III 2019
tercatat tumbuh 6% (yoy) menurun dari
triwulan sebelumnya 8% (yoy). Secara
nominal, kredit konsumsi tercatat sebesar
Rp58 triliun pada triwulan III 2019.
Perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi
terutama disebabkan oleh penurunan
permintaan Kredit Perumahan Rakyat (KPR)
(pangsa 32%) dan kredit multiguna (pangsa
47%). Penurunan permintaan kredit hunian
tipe 22 s.d 70 dan tipe rumah tinggal s.d 21
menjadi sumber penurunan KPR secara
keseluruhan. Pertumbuhan KPR tercatat -15%
(yoy), mengalami kontraksi semakin dalam
dari triwulan sebelumnya -7% (yoy). Realisasi
dibawah dari rata-rata pertumbuhan KPR
selama 3 tahun (2016 2018) sebesar 12,5%
(yoy). Kondisi ini diperkirakan terkait dengan
kecenderungan rumah tangga untuk
mengurangi utangnya yang tercermin dari
Survei Konsumen Bank Indonesia Maret 2019
yang menginformasikan bahwa responden
Rumah Tangga memperkirakan dalam 6
bulan ke depan jumlah pengurangan utang
menurun.
Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Tabel 4.16. Perkembangan KPR
(%,yoy)

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
65
Secara sektoral, penyaluran kredit LU
Industri Pengolahan meningkat signifikan
dan menopang kinerja penyaluran kredit
pada triwulan berjalan. Perbaikan kinerja
kredit terutama terjadi pada sektor industri
pengolahan yang meningkat siginifikan
sebesar 15% (yoy) pada triwulan III 2019
setelah pada triwulan sebelumnya
terkontraksi -21% (yoy). Meski secara
kerseluruhan tahun, harga komoditas CPO
tahun 2019 masih lebih rendah daripada
2018, namun pertumbuhan harganya
membaik pada triwulan III 2019. Perbaikan
tersebut diperkirakan mendorong geliat
industri pengolahan untuk produksi lebih
banyak. Di sisi lain, implementasi program B-
20 dan rencana implementasi program B30
juga diperkirakan mendorong perilaku
optimis pelaku usaha untuk mengakselerasi
kredit industri pengolahannya.
Sementara penyaluran kredit sektor utama
lainnya mengalami perlambatan (kredit
sektor pertanian, kontruksi dan PBE).
Sejalan dengan perlambatan kinerja pertanian
pada PDRB, penyaluran kredit ke sektor
pertanian juga terpantau melambat. Pada
periode berjalan, kredit sektor pertanian
melambat terpantau melambat dari 10% (yoy)
pada triwulan lalu menjadi 8% (yoy). Hal ini
didorong oleh penurunan kinerja kredit ke
subsektor perkebunan kelapa sawit (dari 9%
(yoy) menjadi 5% (yoy) di triwulan III).
Sementara kinerja kredit subsektor
perkebunan karet membaik, sehingga
menahan penurunan kinerja kredit sektor
pertanian lebih lanjut. Produksi tanaman
sawit yang menurun sesuai pola musiman
triwulan III diperkirakan menjadi faktor
penurunan kredit sub sektor perkebunan.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.17. Proporsi Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 4.18. Perkembangan Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi
Lebih lanjut, selaras dengan pertumbuhan
ekonomi dari sisi lapangan usaha
perdagangan yang cenderung menurun pada
triwulan berjalan, penyaluran kredit di sektor
ini juga terpantau melambat. Secara struktur,
penyaluran kredit ke sektor PBE yang
memiliki pangsa 21% dari total kredit,
terpantau terkontraksi -10% (yoy). Penurunan
penyaluran kredit di sektor perdagangan
diduga terjadi adanya moderasi pasca pemilu
dan HBKN Idul Fitri.
Kinerja kredit sektor konstruksi juga terpantau
melambat dari 19% (yoy) menjadi 7% (yoy)
diperkirakan disebabkan oleh mulainya
berakhirnya beberapa proyek pemerintah dan
konstruksi bangunan perumahan. Beberapa
proyek konstruksi pemerintah antara lain ruas
tol trans Sumatera dan jalur kereta api
memasuki masa rampung di akhir tahun
2019. Selesainya proyek strategis tersebut
diperkirakan menjadi faktor perlambatan
kredit konstruksi. Di sisi lain, sejalan dengan
penurunan minat masyarakat akan
Delta
Q2-19 Q3-19 Q2-19 Q3-19 2018 Q3-19 Kontribusi
Rumah Tinggal s.d. Tipe 21 -7% -15% 5% 5% -0.3% -0.7% -0.4%
Rumah Tinggal Tipe 22 s.d. 70 22% 20% 50% 51% 11.2% 10.3% -1.0%
Rumah Tinggal Tipe Diatas 70 5% 6% 34% 34% 1.7% 2.0% 0.3%
Flat atau Apartemen s.d. Tipe 21 63% 39% 0% 0% 0.1% 0.1% 0.0%
Flat atau Apartemen Tipe 22 s.d. 70 38% 23% 1% 1% 0.3% 0.2% -0.1%
Flat atau Apartemen Tipe Diatas 70 40% 36% 1% 1% 0.5% 0.5% -0.1%
Rumah Toko (Ruko) atau Rumah Kantor -10% -10% 9% 8% -0.9% -0.9% 0.0%
Pangsa (%) Kontribusi Growth (%) KPR

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
66
kepemilikan rumah, aktivitas bangun rumah
juga diperkirakan melambat sehingga
mempengaruhi kinerja kredit konstruksi
secara keseluruhan.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.19. Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi Utama
Pertumbuhan kredit yang membaik pada
triwulan III 2019 juga diikuti dengan
kualitas kredit yang terjaga. Kualitas kredit
triwulan III 2019 cenderung meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya namun
realisasinya masih berada pada level yang
terjaga. Peningkatan rasio kredit non perform
terjadi pada kredit modal kerja dan investasi,
sementara NPL konsumsi cenderung
menurun. Berdasarkan lapangan usaha,
penurunan kualitas kredit terutama
disebabkan oleh peningkatan NPL pada
sektor industri pengolahan menjadi sebesar
4,95%. Secara nominal, kredit bermasalah
meningkat sebesar Rp694 miliar (dari Rp1,4
triliun menjadi Rp2,1 triliun pada triwulan
berjalan). Kondisi ini diperkirakan disebabkan
oleh harga komoditas global yang cenderung
berfluktuasi.
Selain itu, kinerja kredit sektor konstruksi
juga perlu mendapat perhatian karena
kualitas kreditnya yang memburuk dan
relatif tinggi. Rasio NPL kredit kepada sektor
konstruksi relatif tinggi dan sedikit meningkat
di triwulan III 2019 menjadi 7,56% (yoy) dari
7,31% (yoy). Kondisi ini umumnya terkait
dengan pembiayaan proyek infrastruktur
bersifat jangka panjang dan pembayaran yang
tertunda.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.20. Grafik Perkembangan Loan at Risk (LaR)
4.2.3 Penyaluran Kredit Masih
Terkonsentrasi di Kota Medan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.21. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kab/Kota
Secara spasial penyaluran kredit lokasi
proyek terkonsentrasi di 8 (delapan)
kota/kabupaten yang mencapai 84% dari
total kredit. Penyaluran kredit di Sumatera
Utara masih terkonsentrasi di kota/kabupaten
(kalau bisa diseragamkan, apakah ingin
kota/kabupaten atau kabupaten/kota) di
pantai timur dengan kota Medan yang
memiliki proporsi penyaluran kredit hingga
56%. Daerah pantai timur Sumatera Utara
cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat yang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah di
kabupaten di pantai barat Sumatera Utara.
6%
7%
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2016 2017 2018 2019
Total Modal Kerja Investasi Konsumsi
triliun Rp

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
67
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.22. Penyaluran kredit UMKM
Proporsi kredit UMKM terhadap total
kredit yang disalurkan di Sumatera Utara
sebesar 27%, relatif tidak berubah sejak
triwulan I 2019. Apabila dilihat dari
komponen kredit yang menyusunnya, secara
umum tidak terdapat perubahan signifikan
dibandingkan periode sebelumnya, yaitu
masih didominasi oleh kredit menengah
sebesar 42%, mikro dan kecil masing-masing
sebesar 30% dan 28%. Berbeda dengan
penyaluran kredit secara umum yang
cenderung melambat, perkembangan
penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat
menjadi 9,6% (yoy) dari 8,4% (yoy). Kondisi
ini menunjukkan bahwa optimisme
penyaluran kredit UMKM masih baik
ditengah pertumbuhan kredit perbankan yang
rendah. Kredit mikro dan kecil berkontribusi
terhadap perbaikan kredit UMKM secara
keseluruhan.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.23. Perkembangan Kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi
Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan
kredit UMKM Sumatera Utara ditopang
oleh peningkatan pertumbuhan LU
pertanian. Secara struktur, penyaluran kredit
UMKM terbesar disalurkan ke sektor PBE
(48%), Pertanian (21%), Industri Pengolahan
(9%) dan Konstruksi (5%). Keempat sektor
tersebut mendominasi dengan porsi 84%
terhadap total kredit UMKM Sumatera Utara.
Kinerja kredit UMKM yang membaik
ditopang oleh peningkatan pertumbuhan
kredit LU pertanian yang tumbuh dari 18%
(yoy) menjadi 22% (yoy). Sejalan dengan hal
tersebut, kredit sektor PBE juga turut
mendorong pertumbuhan kredit UMKM
secara keseluruhan, tercatat tumbuh
meningkat dari 4% (yoy) ke 5% (yoy). Kondisi
ini berbeda dengan penyaluran kredit umum
yang mencatatkan perlambatan penyaluran
kredit ke kedua sektor tersebut (PBE dan
pertanian). Kualitas kredit UMKM terjaga
dibawah threshold 5% didukung oleh kualitas
kredit investasi dan konsumsi. Sama halnya
dengan kredit bank keseluruhan, kualitas
kredit sektor konstruksi perlu mendapat
perhatian.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.24. Perkembangan NPL Kredit UMKM
Bank Indonesia terus mendorong realisasi
penyaluran kredit UMKM. Sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.
14/12/PBI/2012, perbankan diharapkan dapat
mencapai target proporsi kredit UMKM
berdasarkan tahapan tertentu. Bank Indonesia
juga berupaya mendorong peningkatan
kinerja kredit UMKM melalui penerbitan
kebijakan insentif memperlonggar batasan
Loan to Funding Ratio sebagaimana diatur

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
68
dalam PBI No. 17/11/PBI/2015. Sementara
itu, ditingkat regional KPw Bank Indonesia
juga turut mendorong UMKM dengan
melaksanakan program pengembangan
UMKM di masing-masing daerah baik
melalui pembinaan, pendampingan, maupun
klaster.
4.3 KINERJA KORPORASI
KEUANGAN DAN NON
KEUANGAN
4.3.1 Kerentanan Korporasi
Bersumber dari Kinerja
Ekonomi Domestik dan
Pengaruh Eksternal
Secara umum, kinerja korporasi di
Sumatera Utara dipengaruhi faktor-faktor
dari dalam negeri dan luar negeri. Faktor
dari dalam negeri antara lain kondisi
ekonomi nasional dan daerah. Sementara
faktor dari luar negeri antara lain
perkembangan perekonomian global,
perkembangan ekspor serta volume dan
harga komoditas yang diperdagangkan di
dunia. Dari sisi domestik, pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara pada triwulan III
2019 melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
Nasional. Pertumbuhan ekonomi pada
triwulan III 2019 terutama ditopang oleh
konsumsi rumah tangga ditengah
perlambatan investasi.
Sejalan dengan perbaikan ekspor karena
volume dan harga komoditas global yang
membaik di triwulan III, kinerja industri
pengolahan juga membaik. Kondisi ini
diperkirakan mendorong kinerja korporasi
yang bergerak di industri pengolahan juga
turut membaik, salah satunya tercermin dari
realisasi kredit industri pengolahan yang
meningkat signifikan dari -20.7% (yoy)
menjadi 4.7% (yoy) pada triwulan III 2019.
4.3.2 Penyaluran Kredit Korporasi
Membaik Selaras dengan perbaikan komponen
ekspor triwulan III 2019, penyaluran kredit
perbankan ke korporasi (Keuangan dan
Non Keuangan) periode berjalan membaik.
Penyaluran kredit korporasi pada triwulan III
2019, tercatat tumbuh 2,9% (yoy) meningkat
dari triwulan sebelumnya -0,7% (yoy). Secara
nominal kredit korporasi tercatat sebesar
Rp110,9 triliun meningkat dari Rp108,4
triliun pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit korporasi terutama
didorong oleh ekpansi perusahaan pada
kredit modal kerja dan investasi yang tercatat
masing-masing tumbuh 0,3% dan 8%(yoy).
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.25. Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Secara sektoral, kredit kepada korporasi di
Sumatera Utara didominasi oleh sektor
utama yaitu Pertanian (26%), Industri
Pengolahan (35%), PBE (17%) dan
Konstruksi (7 %). Sejalan realisasi PDRB
sektor industri pengolahan, penyaluran kredit
terpantau meningkat pada triwulan III 2019.
Perbaikan penyaluran kredit industri
pengolahan didorong oleh kinerja ekspor
yang meningkat signifikan didukung oleh
perbaikan harga CPO dan volume
perdagangan yang membaik pada periode
berjalan.
Sementara itu, sejalan dengan perlambatan
kinerja sektor pertanian pada PDRB,
kinerja kredit korporasi sektor pertanian
menurun dari 10% (yoy) menjadi 6% (yoy)
pada periode berjalan. Penurunan kinerja
kredit diperkirakan terkait dengan penurunan

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
69
produksi pertanian dan perkebunan akibat
cuaca yang kurang kondusif. Hasil liaison
dan FGD Bank Indonesia mengkonfirmasi
adanya penurunan produksi pertanian seperti
tanaman padi akibat kekeringan musim
kemarau dan produksi perkebunan seperti
tanaman karet akibat adanya serangan
penyakit dan gugur daun. Kondisi ini
diperkirakan juga berdampak pada
permintaan kredit pertanian oleh korporasi.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.26. Perkembangan Kredit Korporasi berdasarkan sektor Ekonomi
4.4 KINERJA RUMAH TANGGA
4.4.1 Kerentanan Rumah Tangga
Bersumber dari Porsi Utang
Optimisme masyarakat terhadap
ketersediaan lapangan pekerjaan
terindikasi menurun pada triwulan III
2019. Hal Berdasarkan hasil survei Bank
Indonesia, Indeks ketersediaan lapangan
pekerjaan menunjukkan penurunan pada
triwulan laporan. Lebih lanjut indeks
penghasilan juga terpantau menurun dan
berada sedikit di atas angka 100. Penurunan
indeks penghasilan menunjukkan bahwa
terdapat potensi kenaikan risiko terhadap
kinerja rumah tangga di triwulan III 2019
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.27. Indeks Keyakinan Konsumen
Berdasarkan pemantauan terhadap perilaku
berutang rumah tangga per September 2019
terdapat moderasi tekanan risiko dari sisi
kredit yang tercermin dari penurunan indeks
cicilan rumah tangga dibandingkan Juni
2019. Peningkatan cicilan terpantau terjadi
pada seluruh lapangan usaha kecuali jasa
keuangan dan konstruksi. Sementara itu pada
September 2019, DSR tertinggi terjadi pada
sektor perdagangan.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.28. Indeks Pengeluaran Rumah Tangga di Sumatera Utara
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
70
4.4.2 Penyaluran Kredit Rumah
Tangga Melambat
Grafik 4.29. Proporsi Kredit Rumah Tangga
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.30. Proporsi Kredit Rumah Tangga
Berbeda dengan kinerja kredit umum yang
meningkat, penyaluran kredit rumah
tangga terpantau melambat pada triwulan
III 2019. Realisasi kredit rumah tangga pada
triwulan III 2019 tercatat sebesar Rp58,2
triliun, melambat dari 15% pada triwulan
sebelumnya menjadi 5% (yoy). Perlambatan
kredit rumah tangga terjadi pada seluruh
komponen, dengan perlambatan terdalam
pada KPR dan kredit kendaraan bermotor
(KKB). Tren perlambatan KKB diperkirakan
dipengaruhi antara lain oleh maraknya
transportasi online sehingga mengurangi
permintaan kendaraan pribadi. Sementara
penurunan permintaan KPR terutama terkait
dengan minat masyarakat untuk menjadikan
perumahan sebagai instrumen investasi
berkurang. Meski demikian, secara umum
kualitas kredit rumah tangga membaik,
tercatat 2,11% menurun dari triwulan
sebelumnya 2,21%.
Grafik 4.31. Perkembangan Penyaluran Kredit Rumah Tangga
Kredit KPR pada periode berjalan terutama
didorong perlambatan pertumbuhan kredit
pada tipe rumah kecil. Realisasi KPR tercatat
melambat dari 25% (yoy) menjadi 10% (yoy)
terutama terjadi pada jenis rumah tipe 22 s.d
70 dan tipe rumah < 21. Secara nominal
realisasi kredit perumahan rakyat pada
periode berjalan tercatat sebesar Rp27,2
triliun, menurun Rp619 miliar dibandingkan
triwulan sebelumnya Rp26,6 triliun.
Perlambatan KPR ini juga terkonfirmasi dari
realisasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP) atau skema subsidi dana
bergulir untuk membiayai pembelian rumah
masyarakat berpenghasilan rendah, yang
mencatatkan penurunan di triwulan III 2019.
Realisasi FLPP pada triwulan III senilai
Rp1,45 triliun lebih rendah dari triwulan
sebelumnya Rp1,68 triliun.
Grafik 4.32. Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perumahan Rakyat
Lebih lanjut dilihat dari kualitas kreditnya,
NPL seluruh komponen kredit rumah tangga
terpantau membaik dan berada dibawah
threshold 5%.

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
71
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.33. NPL Kredit Rumah Tangga di Sumatera Utara

STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
72

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
73
SISTEM PEMBAYARAN
DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
Seiring dengan perlambatan ekonomi pada triwulan III 2019, arus uang kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara mengalami peningkatan net inflow. Dari sisi non tunai, transaksi RTGS tumbuh melambat disinyalir sejalan dengan moderasi investasi dan konsumsi pemerintah. Namun demikian, program - program elektronifikasi untuk bantuan sosial, pemerintah daerah, jalan tol, dan transportasi pariwisata terus berjalan dengan baik dan mendukung inklusi keuangan di Sumatera Utara.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
74
5.1 Sistem Pembayaran Non
Tunai Berjalan Baik
Nilai transaksi Sistem Kliring Nasional bank
Indonesia (SKNBI) pada triwulan III 2019
tercatat Rp38,2 triliun atau meningkat 13%
(qtq) dari triwulan sebelumnya. Sejalan
dengan hal tersebut, volume transaksi SKNBI
pada triwulan III 2019 juga mengalami
peningkatan. Volume transaksi SKNBI pada
triwulan berjalan menjadi 785 ribu transaksi
dari 717 ribu transaksi atau naik 10% dari
triwulan sebelumnya.
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Kliring - Nominal
Secara tahunan, pertumbuhan nominal
transaksi SKNBI pada triwulan III 2019
tercatat -6%(yoy). Kontraksi tersebut tidak
sedalam triwulan sebelumnya yang mencapai
-8% (yoy). Sesuai dengan perbaikan
pertumbuhan nominal transaksi,
pertumbuhan volume transaksi SKNBI pada
triwulan III 2019 tercatat -14% (yoy), lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar
-18% (yoy). Membaiknya pertumbuhan
SKNBI disinyalir mengindikasikan
peningkatan kinerja LU perdagangan seiring
dengan tingginya aktivitas konsumsi rumah
tangga.
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring - Nominal
Nilai transaksi Sistem Real-Time Gross Settlement System (RTGS) pada triwulan III
2019 tercatat Rp229,3 triliun atau meningkat
20% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sejalan
dengan hal tersebut, volume transaksi RTGS
pada triwulan III 2019 juga meningkat.
Volume transaksi RTGS pada triwulan
berjalan menjadi 65 ribu transaksi dari 53
tibu transaksi atau naik 21% dari triwulan
sebelumnya.
Secara tahunan, pertumbuhan nominal
transaksi RTGS pada triwulan III 2019 tercatat
94% (yoy), melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh hingga 128% (yoy).
Meskipun demikian, volume transaksi RTGS
tercatat tumbuh 150% (yoy), meningkat dari
triwulan II 2019 yang tumbuh sebesar 124%
(yoy). Deselerasi pertumbuhan nominal
transaksi RTGS pada triwulan berjalan
disinyalir sejalan dengan investasi yang
tumbuh melambat. Hal tersebut terkait
dengan belanja modal pemerintah masih
belum optimal pada triwulan berjalan. Di
samping itu, sebagian korporasi cenderung
menahan investasi karena kapasitas yang
dimiliki masih mampu memenuhi
permintaan.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
75
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.3 Perkembangan RTGS
Nominal transaksi menggunakan ATM debet
pada triwulan III 2019 tercatat Rp70,35
triliun, masih cukup tinggi meskipun masih di
bawah triwulan II 2019 yang mencapai
Rp71,14 triliun. Selain itu, transaksi
menggunakan kartu kredit pada triwulan III
2019 sebesar Rp2,53 triliun, sedikit lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang
mencapai Rp2,59 triliun. Meskipun demikian,
posisi jumlah kartu ATM, kartu Debet, dan
kartu kredit pada triwulan III 2019 mengalami
peningkatan dari triwulan sebelumnya
mengindikasikan inklusi keuangan yang
semakin baik.
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.4 Perkembangan Transaksi Kartu ATM Debet dan Kartu Kredit
5.2 Elektronifikasi Berjalan
Lancar
Sementara itu, penggunaan uang elektronik
(UE) pada agen Layanan Keuangan Digital
(LKD) terus meningkat. Nominal transaksi UE
pada agen LKD selama triwulan III 2019
mencapai Rp3,04 triliun atau tumbuh 23%
dari triwulan sebelumnya yang sebesar
Rp2,47 triliun. Peningkatan nominal yang
cukup signifikan sejalan dengan perluasan
elektronifikasi bantuan sosial, terutama BPNT
Tahap 2 sejak September 2019. Pada tahap
tersebut, penyaluran BPNT diperluas hingga
ke-11 kabupaten lainnya sehingga seluruh
kabupaten/kota di Sumatera Utara terjangkau
oleh bantuan non tunai.
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.5 Perkembangan Transaksi Kartu ATM Debet dan Kartu Kredit
Total penyerapan BPNT pada triwulan III
2019 tercatat Rp106,22 miliar, meningkat 8%
dari Rp98,106 triliun pada triwulan
sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan
peningkatan jumlah Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) penerima BPNT yang
mengalami peningkatan sejak perluasan
BPNT Tahap 2 pada September 2019. Rata -
rata KPM pada triwulan III 2019 sebanyak
521.809 KPM, meningkat dari rata - rata KPM
pada triwulan sebelumnya yang sebesar
400.581. Di samping itu, rata - rata
penyerapan KPM juga mengalami
peningkatan menjadi 354.341 dari 297.432
pada triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, total
penyerapan PKH pada triwulan III 2019
tercatat Rp412,80 miliar, meningkat 3% dari
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp402,29
miliar. Peningkatan penyerapan BPNT dan
PKH pada triwulan III 2019 sejalan dengan
terus diadakannya sosialisasi terkait perluasan
BPNT dan PKH dan monitoring penyaluran
bantuan sosial.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
76
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.6 Perkembangan BPNT dan PKH
Dalam rangka mendukung perluasan
elektronifikasi bantuan sosial, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara (KPwBI Sumut) turut serta dalam
melaksanakan edukasi penyaluran BPNT dan
PKH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sumatera Utara telah melakukan
edukasi kepada KPM, pendamping, agen
LKD, dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK) di Kota Binjai dan Dairi
pada tanggal 9 dan 11 Juli 2019. Selain itu,
Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara juga
melaksanakan monitoring bantuan sosial
pada tanggal 2 - 4 September 2019 di Kota
Medan, Karo, dan Dairi.
Elektronifikasi transaksi Pemda tercatat
mengalami peningkatan kinerja pada triwulan
III 2019 dengan tingkat implementasi
elektronifikasi yang sudah relatif baik. Tingkat
elektronifikasi penerimaan daerah pada
triwulan III 2019 mencapai 94% dengan
target minimal via ATM/Teller. Di samping
itu, tingkat elektronifikasi belanja pemda
mencapai 97%. Dalam rangka mendukung
perluasan elektronifikasi pemda, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera
Utara melaksanakan beberapa sosialisasi
elektronifikasi Pemda dengan pimpinan
Pemda Dairi dan Karo. Selain itu, KPwBI
Sumut bersama Otoritas Jasa Keuangan
Kantor Regional 5 Sumatera Bagian Utara dan
Bank Sumut telah melakukan High Level Meeting dalam rangka akselerasi
pengembangan produk elektronifikasi Bank
Sumut.
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.7 Pencapaian Program Elektronifikasi Jalan Tol
Selain itu, program elektronifikasi jalan tol
tercatat 98,70%, berada pada level yang
tertinggi sejak non tunai pertama kali
diimplementasikan pada bulan Oktober
2017. Saat ini tercatat 3 ruas jalan tol di
wilayah Sumatera Utara yang telah
menerapkan pembayaran dengan
menggunakan uang elektronik (Jasa Marga
Kualanamu Tol, Belmera, dan Medan-Binjai).
Peningkatan kepatuhan non tunai di jalan tol
terutama didorong oleh peningkatan pada
golongan 1 di Ruas Tol Belmera khususnya
Gerbang Tol Tanjung Morawa dan Amplas.
Untuk terus meningkatkan kualitas
penggunaan uang elektronik, KPw BI Sumut
bekerjasama dengan Badan Usaha Jalan Tol
(BUJT) dan perbankan senantiasa melakukan
koordinasi terutama dalam rangka
mendorong jumlah ketersediaan sarana top up tunai maupun non tunai, melalui
penyediaan sarana mobile top up non tunai
dan fasilitasi peningkatan threshold top up
tunai di merchant. Selain itu, seluruh
stakeholder juga secara aktif melakukan
sosialisasi mengenai kewajiban penggunaan
uang elektronik serta ketersediaan sarana top up di jalan tol.
Ke depan, program elektronifikasi untuk
sektor transportasi juga akan diperluas ke
pembayaran moda transportasi darat
khususnya dalam menunjang amenitas
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Danau Toba. Sesuai dengan hasil Rakorpusda
Mei 2019, KPwBI Sumut terus berkoordinasi
dengan BPODT, Damri, ASDP, BRI, dan
Linkaja dalam rangka pengembangan

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
77
elektronifikasi transportasi di Danau Toba.
Pada 20 November 2019, telah diluncurkan
Toba Smart Card bekerjasama dengan BRI
yang menyediakan 2.300 kartu pada tahap
pertama, Kartu dengan desain gambar
keindahan Danau Toba tersebut dapat
digunakan untuk membayar tiket Damri
untuk seluruh rute di area KSPN Danau Toba
serta untuk berbelanja kawasan pariwisata.
5.3 Sistem Pembayaran Tunai
Sesuai Pola Historis Aliran uang kartal ke Bank Indonesia wilayah
Sumatera Utara pada triwulan III 2019
mengalami peningkatan net inflow. Total
aliran kas masuk (i) uang kartal yang masuk
ke khazanah Bank Indonesia se-Provinsi
Sumatera Utara (termasuk BI Pematangsiantar
dan Sibolga) pada triwulan ini tercatat Rp9,93
triliun. Sementara total aliran kas keluar
(outflow) dari khazanah sebesar Rp7,76
triliun. Dengan demikian, aliran uang kartal
selama triwulan III 2019 tercatat net inflow
sebesar Rp2,16 triliun, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai Rp713,99 miliar. Kenaikan net
inflow juga sejalan dengan perlambatan
ekonomi pada triwulan berjalan. Di samping
itu, pasca HBKN dan Pemilu 2019,
kebutuhan uang kartal disinyalir mengalami
penurunan sehingga net inflow lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya.
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.8 Perkembangan Inflow - Outflow
Dalam menjaga kelancaran sistem
pembayaran di Sumatera Utara, Bank
Indonesia selalu berupaya untuk dapat
memenuhi kebutuhan uang kartal di
masyarakat, baik dalam jumlah nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat
waktu, dan dalam kondisi yang layak edar
(clean money policy). Kegiatan pelayanan
penukaran uang kepada masyarakat dan
perbankan dilakukan melalui layanan kas
dalam kantor, layanan kas keliling, serta
layanan kas titipan. Selama triwulan III 2019,
KPwBI Sumu telah melakukan kas keliling ke
beberapa pasar di Medan dan beberapa
wilayah lain seperti Indrapura, Tebing Tinggi,
Serdang Bedagai, Berastagi, Sidikalang,
Pakpak Bharat, Binjai, dan lainnya. Untuk kas
titipan, tersebar di 8 (delapan) wilayah di
Sumatera Utara yaitu Tebing Tinggi,
Kabanjahe, Pangkalan Brandan, Rantau
Prapat, Kisaran, Gunung Sitoli, Balige dan
Padangsidimpuan. Selama triwulan III 2019,
uang kartal yang masuk (inflow) ke dalam kas
titipan sebesar Rp1,14 triliun sementara uang
kartal yang keluar (outflow) ke luar kas titipan
sebesar Rp2,58 triliun. Selain melakukan
layanan kas, Bank Indonesia juga
mendapatkan temuan uang palsu yang
mencapai 1.677 lembar selama triwulan III
2019, meningkat dari triwulan sebelumnya
yang sebanyak 1.116 lembar.
5.4 Kegiatan Penukaran Valuta
Asing (KUPVA) dan
Penyelenggaraan Transfer
Dana (PTD) Terjaga dengan
Baik
Dalam rangka mencapai dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah serta menjaga
kelangsungan ekonomi nasional,
dibutuhkan dukungan pasar keuangan
termasuk pasar valuta asing domestik yang
sehat. Untuk mewujudkan pasar valuta asing
domestik yang sehat, perlu dilakukan
penyelarasan pengaturan transaksi valuta
asing terhadap Rupiah antara penyelenggara
kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan
bank (KUPVA BB) dengan pihak lain dengan
ketentuan Bank Indonesia.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
78
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.9 Perkembangan Transaksi KUPVA BB
Pada triwulan III 2019, terdapat 53 KUPVA
BB Berizin di Sumatera Utara, sementara
KUPVA BB yang sedang dalam proses
perizinan sebanyak 3. Total transaksi KUPVA
BB pada triwulan berjalan mencapai Rp1,07
triliun, dengan pembelian sebesar Rp536
miliar dan penjualan mencapai Rp539 miliar.
Pertumbuhan total transaksi KUPVA BB pada
triwulan berjalan sebesar 11% (yoy),
melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh 15% (yoy).
Transfer Dana merupakan rangkaian
kegiatan yang dimulai dengan perintah
dari pengirim asal yang bertujuan
memindahkan sejumlah dana kepada
penerima yang disebutkan dalam perintah
transfer dana sampai dengan diterimanya
dana oleh penerima. Dalam rangka
mendukung keamanan dan kelancaran
transaksi transfer dana serta memberikan
kejelasan pengaturan hak dan kewajiban bagi
pihak yang terkait dalam penyelenggaraan
kegiatan transfer dana, Bank Indonesia
mengatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaan antara lain meliputi ketentuan
mengenai tata cara dan proses perizinan,
penyelenggaraan transfer dana, dan
penyampaian laporan oleh penyelenggara.
Badan usaha yang berbadan hukum
Indonesia bukan bank yang melakukan
penyelenggaraan kegiatan transfer dana wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Sumber: BI, diolah
Grafik 5.10 Perkembangan Transaksi KUPVA BB
Pada triwulan III 2019, kegiatan transaksi
dana masuk (incoming) PTD BB tercatat
Rp620,50 miliar, tumbuh 5% (qtq) dari
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp589,22
miliar. Di satu sisi, kegiatan transaksi dana
keluar (outgoing) PTD BB sebesar Rp176,15
miliar, atau tumbuh 53% (qtq) dari triwulan
sebelumnya yang mencapai Rp115,45 miliar.
Dengan demikian, total transaksi PTD BB
sebesar Rp796,65 miliar atau meningkat dari
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp704,67
miliar. Secara tahunan, total transaksi PTD BB
tumbuh sebesar 11% (yoy), melambat dari
triwulan sebelumnya yang tumbuh 15%
(yoy). Perlambatan transaksi PTD tersebut
disinyalir sejalan dengan pola historis pasca
HBKN Idul Fitri.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
79

KETENAGAKERJAAN
80
KETENAGAKERJAAN
Sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang masih tumbuh kuat, kondisi
ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Sumatera Utara juga membaik. Beberapa indikator
mengkonfirmasi perbaikan tersebut antara lain Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang menurun,
tingkat kemiskinan yang menurun diikuti dengan indeks keparahan dan kedalaman yang semakin
mengecil, serta ketimpangan pendapatan yang membaik. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
kualitas pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara relatif baik.

KETENAGAKERJAAN
81
Sejalan dengan masih kuatnya laju
pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
pada triwulan III 2019 (5,11%, yoy),
kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara
membaik. Hal ini sebagaimana tercermin
dari perbaikan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Sumatera Utara pada Agustus
2019. Perbaikan kualitas ketenagakerjaan
juga diikuti dengan serapan tenaga kerja
formal yang tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan tenaga kerja informal.
Secara sektoral, serapan TK yang meningkat
terjadi pada sektor penyediaan akomodasi
mamin dan sektor konstruksi seiring dengan
pertumbuhan sektor pariwisata dan
berjalannya proyek infrastruktur pemerintah.
Sementara porsi serapan tenaga kerja di
sektor pertanian terus mencatatkan
penurunan.
Seiring dengan perbaikan tingkat
pengangguran terbuka dan kenaikan
serapan tenaga kerja pada sektor formal,
tingkat kemiskinan juga mencatat
perbaikan. Tingkat kesejahteraan masyarakat
Sumatera Utara terpantau membaik ditopang
oleh pertumbuhan ekonomi yang masih
tinggi. Data rilis BPS Provinsi Sumatera Utara
menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan
Sumatera Utara pada September 2018
menurun menjadi 8,83% dari 9,22% pada
periode yang sama tahun sebelumnya.
Capaian tersebut terlihat dalam tren menurun
sejak tahun 2012.
Perbaikan juga diikuti dengan penurunan
tingkat ketimpangan yang tercermin dari
gini ratio. Perbaikan ketimpangan terjadi
baik di kota maupun di desa, seiring dengan
perbaikan kondisi tenaga kerja pada tahun
2019.
6.1 Kondisi Ketenagakerjaan
Sumatera membaik
Pada Agustus 2019, jumlah
angkatan kerja menurun
dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Jumlah angkatan kerja
Agustus 2019 menurun dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu
dari 7,1 juta orang menjadi 7 juta orang atau
turun 0,8% (yoy), jauh lebih rendah dari rata-
rata pertumbuhan angkatan kerja selama 5
tahun periode Agustus 2014 2018 sebesar
1,9% (yoy).
l
Grafik 6.1 Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja
Ditengah jumlah penduduk usia produktif
yang terus meningkat, jumlah angkatan
kerja menurun. Berdasarkan sektoral, tiga
lapangan kerja mengalami penurunan
serapan terbesar antara lain Administrasi
Pemerintahan (turun 0.55 poin), Perdagangan
Besar dan Eceran (turun 0.31 poin) serta
Industri Pengolahan (turun 0.31 poin).
Sementara sektor yang mengalami kenaikan
serapan tenaga kerja adalah penyediaan
akomodasi dan mamin, jasa pendidikan dan
sektor konstruksi. Hal ini mengindindikasikan
sektor pariwisata yang bertumbuh serta
berjalannya proyek infrastruktur di Sumatera.
Sementara, serapan pada sektor pertanian
sebagai sektor utama menunjukkan porsi
yang terus menurun dengan pangsa 35%,
menurun sejak tahun 2019. Selain
dikarenakan faktor musiman yaitu serapan di
bulan Februari selalu lebih tinggi karena
adanya panen raya padi (Maret-April), hal ini
diindikasikan terkait dengan fluktuasi harga
komoditas (sawit dan karet) serta optimisme
perbaikan harga kedepan yang menurun.
TPAK 70.2 %
TPT 5.0 %
Dlm ribuan

KETENAGAKERJAAN
82
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja dan TPAK Sumatera Utara
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.3 Proporsi Pekerja Sektoral
Secara umum terlihat tren penurunan
jumlah tenaga kerja di sektor pertanian
sejak tahun 2015. Di Sumatera Utara, hal ini
sejalan dengan indeks Nilai Tukar Petani
(NTP) yang masih berada dibawah 10011,
serta harga komoditas yang berada dalam
dalam tren menurun sejak 2015. Imbal hasil
yang rendah di sektor pertanian tanaman
pangan dan perkebunan yang disebabkan
oleh koreksi harga komoditas (sawit dan
karet) sehingga menyebabkan penduduk
beralih ke lapangan usaha lainnya yang
memberikan pendapatan yang lebih baik.
11
Nilai indeks dibawah 100 merepresentasikan indeks yang diterima petani (It) lebih kecil dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani (Ib)
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.4 NTP Sumatera Utara
Lebih jauh, lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran (PBE) yang menempati
posisi kedua juga mengalami penurunan
serapan tenaga kerja. tenaga kerja 1,1 juta
orang atau 17,7% penduduk bekerja di
Sumatera Utara. Sektor PBE sebagai sektor
andalan penyerap tenaga kerja kedua terbesar
juga mencatat penurunan serapan tenaga
kerja. TK sektor PBE tercatat sebanyak 1,1
juta orang atau menyerap 17.7% penduduk
bekerja sumatera utara. Meski kinerja sektor
PBE mengalami peningkatan dari triwulan III
2018 (6,2%, yoy) menjadi (8,0%, yoy),
namun tidak dapat mendorong serapan TK
lebih tinggi.
Di sisi lain, serapan TK tertinggi ketiga berada
pada sektor industri pengolahan sebanyak
662 ribu orang atau 9,9% penduduk bekerja.
Penurunan serapan tenaga kerja di sektor
industri pengolahan diindikasi sejalan dengan
melambatnya kinerja industri pengolahan
pada triwulan III 2019 dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Stagnasi
pertumbuhan industri pengolahan (lihat bab
PDRB) dan proses mekanisasi di beberapa
area industri disinyalir berdampak pada
penurunan serapan TK pada periode berjalan.

KETENAGAKERJAAN
83
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT
Berdasarkan tingkat pendidikannya,
pasokan tenaga kerja di Sumut masih
didominasi oleh tenaga kerja unskilled. Jumlah pekerja berpendidikan rendah (SMP ke
bawah) mendominasi struktur tenaga kerja
dengan porsi 49%. Rendahnya pendidikan
penduduk usia kerja tersebut juga
menyebabkan serapan tenaga kerja masih
terkonsentrasi pada lapangan kerja informal12
seperti sektor pertanian dan sektor informal
lainnya.
Namun demikian, apabila dilihat porsi TK
berpendidikan SMK mengalami peningkatan
menjadi 15% pada Agustus 2019 dari periode
yang sama tahun sebelumnya 13%. Selain
tenaga kerja tamatan SMK, tenaga kerja
lulusan Diploma dan Universitas juga
meningkat 17 ribu. Kenaikan jumlah tenaga
kerja berpendidikan tinggi ini diharapkan
dapat menjadi faktor pendorong perbaikan
ekonomi Sumut ke depan. Secara rinci,
jumlah tenaga kerja yang berpendidikan SMP
ke bawah tercatat sebanyak 3,2 juta orang
(49%), SMA sebanyak 1,5 juta orang (24%),
SMK sebanyak 972 ribu orang (15%), dan
12
Berdasarkan klasifikasi pekerjaannya, status pekerjaan utama dibagi menjadi dua, yaitu formal dan informal. Pekerja formal merupakan pekerjaan yang mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Sementara, pekerjaan informal terdiri dari buruh, pekerja bebas pertanian, pekerja bebas non pertanian dan pekerja keluarga/tidak dibayar.
Diploma-Universitas sebanyak 859 ribu
orang (13%).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.6 Pangsa Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan
Meski jumlah TPAK mengalami
penurunan, pada Agustus 2019 Tingkat
Pengangguran Terbuka13 terbanyak terlihat
pada angkatan kerja dengan pendidikan
SMK. Rilis data BPS menyebutkan tingkat
pengangguran terbuka (TPT) paling banyak
berpendidikan SMK dan SMA. Sementara
pengangguran berlatarbelakang pendidikan
rendah (SD dan SMP) terus menurun dari
bulan Agustus 2017. Hal ini mencerminkan
banyaknya pasokan TK berjenjang
pendidikan menengah yang belum terserap
industri sementara TK berpendidikan rendah
lebih mudah bekerja dimana saja (unskilled work). Sementara porsi pengangguran
berpendidikan tinggi yang masih tinggi
menunjukkan adanya gap antara pasokan TK
berkualitas dan permintaan tenaga kerja di
wilayah Sumatera Utara, antara lain dapat
dikarenakan 1) Oversupply, pertumbuhan
industri tidak secepat pertumbuhan angkatan
kerja; 2) Kualitas tenaga kerja tidak sesuai
dengan standar industri; dan 3) Semakin
banyak industri yang mengarah pada otomasi
produk.
13 Tingkat pengangguran merupakan persentasi dari
jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Penganggur terbuka terdiri dari Penduduk berusia 15 tahun keatas yang : 1) Tidak memiliki dan mencari pekerjaan; 2)tidak memiliki dan mempersiapkan usaha; 3)tidak memiliki pekerjaan dan mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan; 4) sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja

KETENAGAKERJAAN
84
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.7 TPT Berdasarkan Pendidikan
Indikator lainnya untuk menggambarkan
kondisi ketenagakerjaan adalah pekerja
dengan jam waktu penuh (≥35 jam
seminggu). Jumlah pekerja dengan waktu
penuh bertambah 27 ribu orang atau
meningkat 0.6 persen dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Meski
demikian, tambahan pekerja jam waktu
penuh pada agustus 2019 menurun 3,1
persen poin dibandingkan pertumbuhan
tahun 2018. Penurunan serapan tenaga kerja
penuh yang identik dengan produktivitas
lebih tinggi tersebut diperkirakan sejalan
dengan pertumbuhan industri pengolahan
yang melambat pada triwulan III 2019
(1,2%,yoy) dari triwulan III 2018 (4,7%, yoy)
Tabel 6.1 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Pekerja Penuh/Tidak Penuh)
Sumber: BPS, diolah
Dominasi pekerja dengan jumlah jam kerja
per minggu ≥35 jam sejalan dengan
struktur tenaga kerja menurut lapangan
pekerjaan utamanya. Dimana pada grafik
6.9 menunjukkan pangsa tertinggi terjadi
pada TK dengan lapangan kerja
buruh/karyawan/pegawai (42%). dan
berusaha sendiri (20%). Dikaitkan dengan TK
menurut jumlah jam kerja dan sektor
ekonomi, maka serapan TK jam kerja penuh
diperkirakan terkait sejalan dengan perbaikan
kinerja sektoral Sumatera Utara, terutama
pada sektor konstruksi dan penyediaan
akomodasi mamin yang tumbuh lebih pada
kuat dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (triwulan III 2018)
Grafik 6.8 Kategori TK Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Meski jumlah angkatan kerja menurun,
namun Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) mengalami penurunan. Seiring
dengan perbaikan ekonomi Sumut pada
2019, Tingkat Pengangguran Terbuka Agustus
2019 menurun dibandingkan tahun
sebelumnya (5,56). Jumlah pengangguran di
Sumut sebanyak 383 ribu orang, berkurang
13 ribu dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Realisasi TPT sebesar
5,42% menginterpretasikan adanya 5 orang
penganggur dari 100 orang angkatan kerja di
Sumatera Utara. Sejalan dengan kinerja
nasional, TPT Sumut berada dalam tren
menurun sejak tahun 2015. Meski demikian,
realisasi TPT masih berada diatas nasional
(5,28%) dan memiliki urutan ke-12 dengan
tingkat pengangguran tertinggi dibandingkan
34 provinsi lainnya.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.9 Perkembangan Jumlah Penduduk Bekerja dan TPT
Selisih Growth Growth
Feb Agst Feb Agst Feb Agst Agst '18 - '19 Agst '18 - '19 Agst '17 - '18
1-7 - 438 547 155 623 159 4 2.6% 0
8-34 1,521 1,477 1,822 1,992 1,649 1,914 (78) -3.9% 19.8%
≥35 jam 4,295 4,451 4,455 4,581 4,763 4,608 27 0.6% 3.7%
TOTAL 5,816 6,365 6,823 6,728 7,036 6,681 (47)
2019 Jumlah Jam Kerja
Per Minggu
2017 2018
Ribu orang

KETENAGAKERJAAN 85
6.2 Kesejahteraan
6.2.1 Nilai Tukar Petani
Pada triwulan III 2019, kesejahteraan
petani di Sumatera Utara mengalami
penurunan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Nilai Tukar Petani (NTP)
Sumatera Utara pada triwulan III 2019
menurun dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya, namun masih berada
dibawah batas 100. NTP triwulan laporan
tercatat sebesar 96,95, lebih rendah 0,82
persen poin dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya 97,77. Penurunan NTP
Sumatera Utara terjadi pada sub lapangan
usaha tanaman perkebunan dan tanaman
pangan. Penurunan tersebut juga sejalan
dengan penurunan harga CPO lokal, karet
dan gabah.
Grafik 6.10 Pertumbuhan NTP Sumatera Utara
Harga gabah di tingkat petani maupun di
penggilingan pada triwulan berjalan
tercatat lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Penurunan
harga gabah terjadi baik di tingkat petani
maupun penggilingan. Penurunan terbesar
terjadi di level penggilingan, diindikasi terkait
dengan produksi yang melimpah di Sumut
dan beberapa sentra padi lainnya, sehingga
mendorong harga turun. Sementara
kelompok NTP kelompok tanaman
hortikultura mencatat kenaikan,
diperkirakan terkait dengan masuknya
periode tanam dan tingginya harga komoditi
14 Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis
hortikultura semusim seperti cabai merah dan
cabai rawit (lihat bab inflasi)
Tabel 6.2 Harga Gabah
Sumber: BPS, diolah
Pengeluaran petani lebih besar
dibandingkan yang diterima. Penurunan
NTP Sumatera Utara didorong oleh kenaikan
pengeluaran petani tercermin dalam
pertumbuhan Indeks yang dibayar (Ib) yang
lebih tinggi dibandingkan indeks yang
diterima.
Grafik 6.11 IT dan IB Sumatera Utara
6.2.2 Tingkat Kemiskinan Sumatera
Utara menurun
Perbaikan tingkat pengangguran
berdampak pada tingkat kemiskinan yang
menurun. Angka kemiskinan14 Sumatera
Utara pada Maret 2019 mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu dan memperlihatkan
kecenderungan tren yang menurun sejak 3
tahun terakhir. Jumlah penduduk miskin
mencapai 1,28 juta jiwa atau 8,83% dari total
penduduk di Sumatera Utara. Angka ini
menurun 3% atau sebanyak 42 ribu orang
dibandingkan Maret 2018.
kemiskinan. Pada Maret 2018 garis kemiskinan Sumatera Utara sebesar Rp451.673 per kapita/bulan
TW III'18 TW III'19
Harga GKP Petani 4,754 4,689 -1.4
Harga GKP Penggilingan 4,810 4,753 -1.2
Harga GKG Petani 5,749 5,264 -8.4
Harga GKG Penggilingan 5,803 5,329 -8.2
Harga Gabah Kualitas Rendah Petani 4,604 4,556 -1.0
Harga Gabah Kualitas Rendah Penggilingan 4,664 4,436 -4.9
Harga/KgKeterangan Perubahan (%)
IT IB

KETENAGAKERJAAN
86
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.12 Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara
Perbaikan tingkat kemiskinan terjadi di
pedesaan dan perkotaan. Jumlah penduduk
miskin di daerah perdesaan umumnya selalu
lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Namun
demikian, mulai periode September 2017
jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan
lebih sedikit dibandingkan dengan perkotaan.
Jumlah penduduk miskin di desa menurun
23,8 ribu atau turun 3,8% dibandingkan
Maret 2018. Sementara jumlah penduduk
miskin di kota naik 23,7 ribu dibandingkan
tahun sebelumnya. Penduduk miskin kota
juga menurun 19,1 ribu atau turun 2,8%
dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan
jumlah penduduk miskin di desa
diindikasikan terkait dengan keberhasilan
program Dana Desa yang sedang bergulir
saat ini. Program Dana Desa yang digunakan
untuk pembangunan infrastruktur desa serta
pemberdayaan masyarakat disinyalir
memberikan dampak positif dalam
pengentasan kemiskinan.
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.13 Jumlah Penduduk Miskin di Pedesaan dan Perkotaan
Selain itu, penurunan jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara secara umum
disinyalir didorong oleh beberapa faktor salah
satunya kesuksesan penyaluran beras
sejahtera (rastra) dan Bantuan Pangan Non
Tunai (BPNT) kepada rumah tangga juga turut
berkontribusi pada penurunan jumlah
penduduk miskin di Sumatera Utara.
Komoditi makanan memberikan
sumbangan terbesar terhadap Garis
Kemiskinan baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Komoditi makanan mendominasi
garis kemiskinan di kisaran 70-75%,
sementara komoditi non makanan di kisaran
20-25%. Apabila dilihat lebih dalam, terdapat
5 komoditi utama pada komponen makanan
yang memberikan sumbangan terbesar
terhadap garis kemiskinan, yaitu Beras, Rokok
Kretek Filter, Tongkol/Tuna/Cakalang, Telur
Ayam Ras, dan Gula Pasir yang memberikan
pangsa dominan. Sementara komponen
bukan makanan seperti Perumahan, Bensin,
Listrik, Pendidikan dan Perlengkapan Mandi
memberikan sumbangan terhadap garis
kemiskinan di perkotaan maupun di
pedesaan.
Tabel 6.3 Komoditi Penyumbang Garis Kemiskinan
Sumber : BPS (diolah)
Perbaikan tingkat kemiskinan juga
ditunjukkan dengan Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) yang terus menurun.
Selama Maret 2018 - Maret 2019, Indeks P1
turun dari 1.6 menjadi 1.3. Sejalan dengan
hal tersebut indeks P2 juga menurun dari
0.37 menjadi 0.33. Hal ini mengindikasikan
rata-rata pengeluaran penduduk miskin
cenderung semakin mendekati garis
kemiskinan dan tingkat ketimpangan
Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Pedesaan
Makanan 73.26 Makanan 78.07
Beras 20.84 Beras 31.65
Rokok kretek filter 11.67 Rokok kretek filter 10.00
Tongkol/tuna/cangkalang 4.39 Telur ayam ras 2.97
Telur ayam ras 3.92 Tongkol/tuna/cangkalang 2.93
Daging ayam ras 3.2 Gula pasir 2.72
Gula pasir 2.97 Bawang merah 2.25
Bukan Makanan 26.74 Bukan Makanan 21.93
Perumahan 6.13 Perumahan 4.54
Listrik 3.53 Bensin 2.55
Bensin 3.50 Pendidikan 1.94
Pendidikan 2.23 Listrik 1.81
Angkutan 1.32 Perlengkapan mandi 1.21
Perlengkapan Mandi 1.31 Pakaian jadi anak - anak 1.09

KETENAGAKERJAAN
87
pengeluaran penduduk miskin semakin
menurun.
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.14 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
Apabila dibandingkan dengan provinsi lain
di Sumatera, Provinsi Sumatera Utara
menempati urutan ke-5 provinsi dengan
tingkat kemiskinan tertinggi pada
September 2018 se Sumatera (8,83%).
Adapun persentase jumlah penduduk miskin
paling tinggi adalah Provinsi Aceh sebesar
15,3% dan terendah adalah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung sebesar 4,6%.
Namun demikian, persentase penduduk
miskin Sumatera Utara masih di bawah
nasional yang mencapai 9,6% dan apabila
dibandingkan se-Indonesia, Provinsi
Sumatera Utara berada pada urutan ke-18,
lebih baik dibandingkan dengan Provinsi
Jawa Timur (peringkat ke-19) dan Jawa
Tengah (peringkat ke-20)
6.2.3 Ketimpangan Pendapatan
Sejalan dengan tingkat kemiskinan yang
membaik, kondisi ketimpangan
pendapatan juga membaik. Ketimpangan
pendapatan tercermin melalui rasio gini yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan
melalui pengukuran yang berkisar antara 0
sampai 1. Apabila koefisien gini bernilai 0
berarti terjadi pemerataan sempurna di suatu
daerah, sementara apabila bernilai 1 maka
terjadi ketimpangan sempurna.
Pada Maret 2019 , koefisien Gini Sumatera
Utara tercatat sebesar 0,317 lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya 0,32. Hal ini mengindikasikan
kondisi ketimpangan yang membaik di
Sumatera Utara. Dibandingkan dengan
provinsi lainnya, Sumatera Utara menduduki
peringkat 5 dengan koefisien gini terendah di
Indonesia dan nasional 0,382.
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.15 Perkembangan Koefisien Gini Sumatera Utara
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat
ketimpangan di kawasan perkotaan tercatat
lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Pada
Maret 2019, koefisien gini perkotaan
Sumatera Utara tercatat sebesar 0,34, lebih
tinggi dibandingkan dengan pedesaan yang
mencapai 0,26. Tingkat ketimpangan yang
lebih tinggi di daerah perkotaan sejalan
dengan kondisi nasional, yang diperkirakan
juga terkait dengan pengangguran yang lebih
tinggi di daerah perkotaan.
Berdasarkan distribusi pengeluarannya,
ketimpangan Sumatera Utara berada pada
kategori rendah. Persentase pengeluaran
kelompok 40 persen terbawah sebesar 21,38
menunjukkan ketimpangan rendah (diatas
17%) dan perbaikan dari tahun sebelumnya.
Kondisi ketimpangan yang membaik
diantaranya terjadi karena: 1) Kenaikan rata-
rata pengeluaran perkapita per bulan
kelompok 40% terbawah dan 40% menengah
yang lebih cepat dibandingkan 20% atas; 2)
Di daerah perkotaan, kenaikan pengeluaran
terlihat pada kelompok 40% pendapatan
menengah dan 20% teratas; 3) Sementara di
daerah pedesaan, kenaikan pengeluaran
perkapita yang lebih cepat terlihat hanya
pada 40% kelompok menengah. Untuk
menekan gini ratio, dibutuhkan percepatan
pengeluaran perkapita pada kelompok 40%
terbawah, diantaranya melalui program
pemberdayaan masyarakat melalui Dana
Desa.

KETENAGAKERJAAN
88
Grafik 6.16 Distribusi Pengeluaran Perkotaan
Grafik 6.17 Distribusi Pengeluaran Pedesaan
Ketimpangan distribusi pendapatan masih
sangat terlihat khususnya di daerah
perkotaan. Hal tersebut tercermin dari
distribusi pengeluaran yang tidak merata
dimana sekitar 80% dinikmati oleh
masyarakat berpendapatan menengah dan
kelompok teratas atau sekitar 60% total
penduduk. Sementara masyarakat
berpendapatan rendah atau 40% dari total
penduduk hanya mendapatkan share 20%
pendapatan perkotaan. Hal ini
mengindikasikan masih adanya kendala
pemerataan antara lain 1) perbedaan
konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah.
Sumatera Utara bagian timur memiliki
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan
bagian barat; 2) alokasi investasi yang belum
merata. Pembangunan infrastruktur strategis
seperti jalan tol dan bandara masih
terkonsentrasi di wilayah timur, serta
beberapa pembangunan yang masih dalam
proses belum memberikan dampak yang
siginifikan; 3) tingkat mobilitas faktor
produksi yang rendah seperti tenaga kerja
atau modal yang belum merata menyebabkan
ketimpangan di level regional; serta 4)
ketersediaan infrastruktur yang belum
mengakomodir seluruh daerah hingga
pelosok Sumatera Utara.
Terkait dengan distribusi pendapatan
sebagaimana diulas di atas, perbaikan
aspek pemerataan (equity) dalam distribusi
pendapatan juga perlu diupayakan melalui
pembangunan modal manusia. Salah satu
upaya dalam menekan tingkat ketimpangan
adalah mengupayakan agar penduduk
mendapatkan kemudahan dalam mengakses
kebutuhan dasar untuk mengembangkan
potensinya yang kemudian akan tercermin
dalam Indeks Pembangunan Manusia. IPM
merupakan indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam membangun kualitas
hidup manusia. IPM juga menjelaskan
bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan untuk memperoleh
pendapatan, kesehatan, dan dan pendidikan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Sumatera Utara terus mengalami
peningkatan. IPM Sumatera Utara tahun
2018 mencapai 71,18 meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya 70,57.
Meski demikian, capaian tersebut masih
sedikit berada di bawah angka nasioinal
71,39. Peningkatan IPM tersebut didorong
oleh peningkatan pada 3 aspek esensial, yaitu
aspek umur panjang dan hidup sehat,
pengetahuan dan standar hidup layak. Ketiga
aspek tersebut dijabarkan ke dalam 3 indeks
yaitu Indeks Harapan Hidup Saat Lahir
(UHH), Indeks Harapan Lama Sekolah (HLS)
dan Indeks Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)
serta Indeks Pengeluaran Per Kapita, yang
keseluruhannya menunjukkan peningkatan di
tahun 2018.
Tabel 6.4 IPM Menurut Komponen
Komponen Satuan 2013 2014 2015 2016 2017 2018
1 2 6 7 8 9 10 11
Umur Harapan Hidup saat Lahir
(UHH)
Tahun 67.94 68.04 68.29 68.33 68.37 68.61
Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 12.41 12.61 12.82 13.00 13.1 13.1
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 8.79 8.93 9.03 9.12 9.25 9.3
Pengeluaran per Kapita Rp 000 9,309 9,391 9,563 9,744 10,036 10,391
IPM 68.38 68.87 69.51 70 70.57 71.18
Pertumbuhan IPM % 0.94 0.72 0.93 0.7 0.81 0.9

KETENAGAKERJAAN
89
Dibandingkan provinsi lain di Sumatera, IPM
Provinsi Sumatera Utara tahun 2018
menempati peringkat ke 5 IPM tertinggi
dibawah Kepulauan Riau (74,8), Riau (72,4),
Sumatera Barat (71,7), dan Aceh (71,18).
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 6.18 IPM Sumut dan Nasional
Secara spasial, IPM seluruh kabupaten/kota
menunjukkan peningkatan,
mengindikasikan adanya distribusi dari
pertumbuhan ekonomi terhadap
pembangunan manusia. Dari 33
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, kota
Medan telah menyandang sebagai kota
deng ≥80).
Sementara sebanyak 16 kabupaten/kota
(70≤IPM<80), dan sisanya sebanyak 16
lainnya berstatus sedang.Tahun 2018,
terdapat 2 kabupaten dengan status yang
meningkat dari sedang menjadi tinggi, yaitu
kabupaten Langkat dan Samosir, didorong
oleh perbaikan dimensi standar hidup layak.
Di sisi lain, 2 kabupaten juga meningkat
statusnya dari rendah menjadi sedang, yaitu
Nias Selatan dan Nias Barat. Kemajuan IPM
kedua kabupaten tersebut didorong oleh
perbaikan dimensi pendidikan Selaras dengan
pembangunan yang lebih banyak dilakukan
di Pantai Timur, sehingga tingkat
kesejahteraan dan pembangunan manusia di
Sumatera Utara juga relatif lebih baik di
wilayah Pantai Timur (Grafik 6.19)
Grafik 6.19 IPM 33 Kabupaten/Kota Sumut
68
.87 6
9.5
1 70
.00 7
0.5
7 71
.18
68
.9 69
.55
70
.18
70
.81
71
.39
2014 2015 2016 2017 2018
IPM Sumut IPM Nasional
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

KETENAGAKERJAAN
90

PROSPEK PEREKONOMIAN
91
PROSPEK
PEREKONOMIAN
Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada triwulan I 2020 diprakirakan terdeselerasi sesuai dengan
pola historisnya. Terbatasnya pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh normalisasi permintaan
domestik di awal tahun pasca HBKN Natal dan tahun baru. Sementara itu tekanan inflasi pada awal tahun
2020 diperkirakan meningkat, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Masuknya periode awal
tahun serta masa liburan sekolah diperkirakan akan mendorong aktifitas konsumsi yang mendorong
peningkatan permintaan barang dan jasa.
Secara keseluruhan tahun 2020, momentum perbaikan ekonomi diprakirakan terus berlanjut di tengah
tekanan inflasi yang diprakiran terjaga pada kisaran inflasi nasional. Optimisme tersebut terutama
bersumber dari peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta investasi sementara konsumsi
pemerintah mengalami moderasi. Ekspor disinyalir juga turut meningkat seiring dengan pertumbuhan
ekonomi dunia yang mulai pulih serta harga komoditas yang mengalami perbaikan. Inflasi Sumatera Utara
tahun 2020 diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Kondisi ini terutama didorong oleh inflasi
komoditas AP yang dipengaruhi oleh adanya kenaikan pada tarif dasar listrik, cukai rokok, tarif tol, iuran
BPJS Kesehatan, dan pengurangan subsidi solar.

PROSPEK PEREKONOMIAN 92
7.1 Prospek Pertumbuhan
Ekonomi
7.1.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Triwulan I 2020 Perekonomian Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan I 2020 diprakirakan terdeselerasi
sesuai dengan pola historisnya. Terbatasnya
pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh
normalisasi permintaan domestik di awal tahun
pasca HBKN Natal dan tahun baru.
Perlambatan konsumsi rumah tangga dan
investasi akan berdampak kepada deselerasi
pada LU perdagangan dan konstruksi. Di
samping itu, permintaan eksternal disinyalir
tumbuh positif seiring dengan peningkatan
ekspor luar negeri. Permintaan yang masih kuat
diiringi oleh tercukupinya bahan baku akan
menopang upaya optimalisasi LU industri
pengolahan. Dengan perkembangan ini,
ekonomi Sumatera Utara pada triwulan I 2020
diprakirakan dapat tumbuh pada kisaran 4,7
5,1% (yoy).
7.1.1.1 Komponen Permintaan
Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh
terbatas seiring dengan kembali normalnya
aktivitas belanja masyarakat pasca HBKN Natal
dan Tahun Baru. Namun demikian, daya beli
masyarakat dinilai masih kuat seiring dengan
kenaikan UMP tahun 2020 yang lebih tinggi
dari kenaikan UMP tahun 2019. Selain itu,
perbaikan harga kelapa sawit diharapkan dapat
memperbaiki disposable income masyarakat
Sumatera Utara yang bergantung kepada
komoditas tersebut.
Konsumsi pemerintah diprakirakan mengalami
perlambatan sesuai pola historisnya. Pada awal
tahun, pemerintah daerah masih melakukan
konsolidasi terkait program kerja yang akan
dilakukan ke depan. Selain itu, proses
administrasi untuk pelelangan masih
dipersiapkan di triwulan I 2019 sehingga
realisasi belanja modal masih tertahan.
Rendahnya serapan belanja modal di awal
tahun pada pemerintah daerah juga disinyalir
terjadi pada belanja modal swasta sehingga
turut menahan investasi. Namun demikian,
investasi berpotensi tetap tumbuh positif
didukung oleh berbagai proyek pembangunan
infrastruktur multiyears yang mendukung
kawasan.
Permintaan eksternal disinyalir masih tumbuh
positif seiring dengan perbaikan ekspor luar
negeri sementara ekspor antardaerah
melambat. Kenaikan ekspor luar negeri sejalan
dengan perbaikan harga komoditas di pasar
internasional dan peluang peningkatan
permintaan CPO dari India seiring dengan
penyetaraan bea masuk impor CPO Indonesia
dan Malaysia. Meskipun demikian, ekspor
antardaerah diprakirakan terdeselerasi sejalan
dengan kinerja LU pertanian yang kurang
optimal. Adapun impor disinyalir tumbuh
terbatas sejalan dengan deselerasi permintaan
2020
I II III IV I II III IVP
IP
PDRB 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.0511 5 - 5.4 5 - 5.4 4.7 - 5.1 5 - 5.4
Berdasarkan Pengeluaran
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 0.04 0.04 0.05 5.1 - 5.5 4.5 - 4.9 4.9 - 5.3 5.2 - 5.6
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 0.07 0.11 0.13 0.14 0.11 0.24 0.12 0.03 2.3 - 2.7 9.8 - 10.2 1.1 - 1.5 1.9 - 2.3
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 0.06 0.05 0.15 0.10 0.09 0.18 0.18 0.11 7.7 - 8.1 13.2 - 13.6 6.1 - 6.5 7.2 - 7.6
Pembentukan Modal Tetap Bruto 0.08 0.10 0.12 0.11 0.10 0.06 0.07 0.06 6.7 - 7.1 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 7.5 - 7.9
Ekspor Luar Negeri 0.00- 0.05 0.84 0.17 0.19 0.10- 0.09- 0.02 13.1 - 13.5 -2.2 - -1.8 -1.5 - -1.1 -3.3 - -2.9
Impor Luar Negeri 0.00- 0.07 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04- 0.04- 4.1 - 4.5 -0.4 - 0 2.4 - 2.8 1.7 - 2.1
Net Ekspor Antar Daerah 0.01 0.14 0.12 0.10 0.10 0.03 0.04- 0.04- 6.4 - 6.8 0.2 - 0.6 3.5 - 3.9 3.6 - 4
Berdasarkan Lapangan Usaha
Pertanian 3.25% 5.12% 4.98% 6.08% 4.87% 6.07% 6.03% 4.07% 3.9 - 4.3 4.8 - 5.2 4.3 - 4.7 4.9 - 5.3
Pertambangan dan Penggalian 4.74% 5.52% 6.04% 5.50% 5.46% 5.47% 3.88% 4.34% 3.3 - 3.7 4.1 - 4.5 6.1 - 6.5 6.8 - 7.2
Industri Pengolahan 2.52% 3.35% 4.68% 4.06% 3.66% 2.28% 0.68% 1.20% 1.1 - 1.5 1.2 - 1.6 1.6 - 2 1.7 - 2.1
Pengadaan Listrik, Gas 4.52% 3.21% 3.01% -0.25% 2.58% 1.85% 4.69% 3.58% 4.6 - 5 3.5 - 3.9 5.3 - 5.7 2 - 2.4
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3.43% 3.03% 2.02% 3.12% 2.90% 3.48% 6.54% 6.38% 5.9 - 6.3 5.4 - 5.8 4 - 4.4 1.9 - 2.3
Konstruksi 6.87% 5.95% 5.24% 3.91% 5.45% 7.42% 7.52% 7.19% 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5 6.2 - 6.6 7.2 - 7.6
Perdagangan 5.66% 5.91% 6.25% 6.58% 6.11% 5.59% 6.40% 8.00% 7.9 - 8.3 6.8 - 7.2 6.5 - 6.9 7 - 7.4
Transportasi dan Pergudangan 7.48% 6.62% 5.62% 4.96% 6.14% 5.21% 5.18% 6.31% 6.1 - 6.5 5.6 - 6 4.7 - 5.1 5.6 - 6
Penyedia Akomodasi dan Makan Minum 7.48% 7.70% 6.82% 8.11% 7.53% 8.72% 9.01% 9.15% 9.1 - 9.5 8.8 - 9.2 8.1 - 8.5 7.9 - 8.3
Informasi dan Komunikasi 8.20% 8.38% 7.94% 9.18% 8.43% 8.96% 9.82% 9.85% 8.3 - 8.7 9.1 - 9.5 6.1 - 6.5 2.6 - 3
Jasa Keuangan dan Asuransi 1.87% 0.74% 4.31% 0.05% 1.73% 0.30% 1.59% 0.33% 1.5 - 1.9 0.8 - 1.2 2.7 - 3.1 2.9 - 3.3
Real Estate 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 4.5 - 4.9 4.6 - 5 5.5 - 5.9 5.1 - 5.5
Jasa Perusahaan 0.08 0.08 0.07 0.06 0.07 0.05 0.06 0.06 4.5 - 4.9 5.1 - 5.5 4.4 - 4.8 5 - 5.4
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.08 0.08 0.08 6.4 - 6.8 7.6 - 8 5.6 - 6 5.2 - 5.6
Jasa Pendidikan 0.08 0.10 0.04 0.03 0.06 0.04 0.05 0.05 5.8 - 6.2 5 - 5.4 5.8 - 6.2 5.6 - 6
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.07 0.06 0.05 0.06 0.06 0.05 0.05 0.04 5.2 - 5.6 5 - 5.4 5 - 5.4 5.1 - 5.5
Jasa Lainnya 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 6 - 6.4 6 - 6.4 6.6 - 7 6.5 - 6.9
Inflasi 3.91 3.36 1.64 1.23 1.23 1.05 5.87 4.48 3.8 - 4.2 3.8 - 4.2 4.4 - 4.8 3.7 - 4.1
Suku Bunga 4.25 5.25 5.75 6.00 6.00 6.00 5.25
Sumber: BPS; P) Proyeksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Komponen2018
20182019
2019P
2020P

PROSPEK PEREKONOMIAN 93
domestik terkait dengan kebutuhan impor
barang modal dan barang konsumsi. Potensi
perlambatan ekonomi pada triwulan I 2020
tercermin juga ekspektasi penjualan 6 bulan ke
depan yang mengalami penurunan (Grafik 7.1).
Grafik 7.1 Ekspektasi Penjualan 6 bulan kedepan
7.1.1.2 Komponen Lapangan Usaha
Dari sisi lapangan usaha, kinerja LU pertanian
berpotensi tumbuh positif pada triwulan I 2020
didorong oleh masuknya periode tanaman
hortikultura. Namun demikian, produksi
komoditas - komoditas perkebunan disinyalir
tumbuh terbatas seiring dengan curah hujan
yang sangat rendah, khususnya di daerah
pantai timur yang merupakan sentra produksi
kelapa sawit dan karet. Namun demikian,
ketersediaan bahan baku diprakirakan masih
cukup untuk menopang pertumbuhan industri
pengolahan. Rencana implementasi B-30 akan
mendorong pelaku usaha untuk
mengoptimalisasi produksi industri pengolahan
kelapa sawit. Selain itu, industri pengolahan
makanan dan minuman disinyalir
meningkatkan aktivitas industri khususnya
mengantisipasi peningkatan permintaan
menjelang bulan Ramadhan pada bulan April.
Selanjutnya, LU perdagangan dan konstruksi
pada triwulan I 2020 diprakirakan mengalami
relaksasi di awal tahun. Deselerasi LU
perdagangan sejalan dengan moderasi aktivitas
berbelanja dan berlibur pasca HBKN Natal dan
tahun baru. Di samping itu, penyelenggaraan
MICE dari pemerintah dan swasta juga
menurun seusai dengan pola musimannya.
Untuk LU konstruksi, siklus persiapan
pelelangan proyek - proyek konstruksi
diprakirakan menurunkan pertumbuhan LU.
Namun demikian, LU konstruksi pada triwulan
I 2020 masih ditopang oleh berbagai
pembangunan proyek - proyek tahun jamak.
Tabel 7.1 Proyeksi Harga Komoditas Internasional
Sumber: WEO IMF October 2019, diolah f) Proyeksi
7.1.2 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Keseluruhan Tahun 2020
Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan
ekonomi diprakirakan tumbuh meningkat
pada kisaran 5,1 - 5,5% (yoy). Optimisme
tersebut terutama bersumber dari peningkatan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta
investasi sementara konsumsi pemerintah
mengalami moderasi. Ekspor disinyalir juga
turut meningkat seiring dengan pertumbuhan
ekonomi dunia yang mulai pulih serta harga
komoditas yang mengalami perbaikan. Dari sisi
LU, pertumbuhan ekonomi terutama akan
ditopang oleh akselerasi dari lapangan usaha
lapangan usaha utama.
7.1.2.1 Komponen Permintaan
Akselerasi konsumsi rumah tangga pada tahun
2020 akan didorong oleh perbaikan daya beli
masyarakat. UMP Provinsi tahun 2020 tercatat
Rp2,49 juta, meningkat 8,5% dari tahun
sebelumnya. Peningkatan tersebut juga lebih
tinggi dari peningkatan UMP tahun 2019 yang
sebesar 8,03% (yoy). Besaran peningkatan
upah minimum di beberapa kabupaten/kota
juga sesuai dengan peningkatan UMP Provinsi,
seperti di Kota Medan, Kabupaten Deli
Serdang, dan Kabupaten Simalungun yang
merupakan pusat industri di Sumatera Utara. Di
samping itu, harga komoditas ekspor utama
yaitu minyak kelapa sawit juga disinyalir
mengalami perbaikan di pasar internasional.
Investasi diprakirakan terakselerasi seiring
dengan berlanjutnya berbagai proyek
multiyears yang mendukung konektivitas di
Komoditas 2018 2019-f 2020-f
Minyak; crude oil avg (US$/barrel) 68 62 58
Minyak kelapa sawit; palm oil (US$/mt) 560 507 564
Kopi arabika; coffe arabica (US$/kg) 137 136 154
Kopi robusta coffe robusta (US$/kg) 88 80 86
Karet; rubber (US$/kg) 70 75 72

PROSPEK PEREKONOMIAN 94
Sumatera Utara. Salah satunya adalah
pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi - Kuala
Tanjung - Parapat yang mendorong kelancaran
distribusi antara kawasan metropolitan,
kawasan industri, dan kawasan pariwisata.
Selain itu, Pemerintah juga berkomitmen
membangunan infrastruktur dasar di Danau
Toba sebagai salah satu destinasi wisata
prioritas nasional. Di samping itu, momentum
perbaikan investasi tetap terjaga dengan
masuknya peran swasta yang bergerak di
bidang industri pengolahan di berbagai
kawasan industri.
Di satu sisi, konsumsi pemerintah disinyalir
termoderasi pada tahun 2020. Hal tersebut
sehubungan dengan normalisasi anggaran
pasca Pemilihan Presiden 2019. Di samping
itu, pagu belanja pada R-APBD Provinsi tahun
2020 tercatat Rp12,6 triliun, menurun dari
Rp14,7 triliun pada pagu belanja APBD-P
Provinsi tahun 2019. Dana Transfer Pusat ke
Daerah tahun 2020 juga tercatat Rp43,8 triliun
relatif stabil dibandingkan tahun 2019 dengan
pagu anggaran Rp43,3 triliun.
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: WEO IMF Oktober 2019, diolah proyeksi Bank Indonesia *) proyeksi
Di samping itu, permintaan eksternal
diprakirakan mengalami akselerasi di tahun
2020 seiring dengan perbaikan pertumbuhan
ekonomi global. Perbaikan ekonomi dunia
terutama didorong oleh pertumbuhan ekonomi
negara berkembang yang meningkat sebagai
buah dari berbagai kebijakan akomodatif yang
dilakukan bank sentral dan pemerintah di
tahun 2019. Sejalan dengan hal tersebut,
permintaan akan meningkat sehingga
mendorong akselerasi volume perdagangan
dunia. Hal ini lebih lanjut akan mendorong
peningkatan ekspor luar negeri Sumatera Utara
pada tahun berjalan. Selain itu, harga minyak
kelapa sawit pada pasar internasional sebagai
komoditas ekspor utama diprediksi meningkat
sejalan dengan konsumsi global yang naik
melebihi suplai dunia. Implementasi
penyerapan biodiesel di Indonesia dan
Malaysia disinyalir memberikan dampak
terhadap harga komoditas di pasar. Penerapan
B-30 juga turut mendorong ekspor antardaerah
yang ditopang juga oleh konektivitas yang
semakin baik. Di satu sisi, harga komoditas
utama lain seperti karet dan minyak mentah
diprakirakan menurun.
Sejalan dengan perbaikan ekspor, impor juga
diprakirakan tumbuh meningkat pada tahun
2020. Akselerasi impor dipengaruhi oleh
meningkatnya kebutuhan bahan baku penolong
untuk pencampuran industri pengolahan dan
berlanjutnya berbagai proyek strategis nasional.
7.1.2.2 Komponen Lapangan Usaha
Dari sisi LU, pertanian disinyalir tumbuh
membaik pada tahun 2020. Hal tersebut
didorong oleh peningkatan produksi
perkebunan yang merupakan hasil replanting
sejak tahun 2012. Selain itu, korporasi yang
bergerak di bidang karet turut melakukan
investasi untuk membasmi gugur daun yang
sering mewabah di tahun 2019. Perbaikan
produksi tanaman pangan, hortikulura, dan
perkebunan akan didukung oleh prakiraan
cuaca di tahun 2020 yang lebih kondusif
dibandingkan tahun sebelumnya.
Industri pengolahan diprakirakan tumbuh
meningkat di tahun 2020. Melimpahnya bahan
baku komoditas perkebunan disinyalir
menopang optimalisasi kapasitas industri
pengolahan kelapa sawit, karet, dan kopi. Pada
tahun 2020, peningkatan kapasitas biodiesel di
berbagai daerah disinyalir juga turut
mendorong peningkatan kapasitas industri
pengolahan minyak kelapa sawit. Selain itu,
industri pengolahan perikanan juga disinyalir
terus tumbuh seiring dengan perluasan pasar
dan upaya diversifikasi produk. Meskipun
demikian, industri karet berisiko lebih tertahan
seiring dengan stagnansi industri otomotif di
dunia sementara bahan baku relatif terbatas.
LU perdagangan pada tahun 2020 diprakirakan
tumbuh membaik sejalan dengan perbaikan
2018 2019* 2020*
Pertumbuhan Ekonomi Dunia 3.6 3.0 3.1
Negara Maju 2.2 1.7 1.5
Amerika Serikat 2.9 2.3 2.0
Euro Area 1.8 1.0 1.0
Jepang 0.8 0.6 0.5
Negara Berkembang 4.5 3.9 4.1
Tiongkok 6.6 6.2 6.0
India 7.1 5.9 6.6
Amerika Latin 1.0 0.5 1.8
Volume Perdagangan Dunia 3.4 -0.3 0.2
Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia -2.8 -4.5 -0.9

PROSPEK PEREKONOMIAN 95
daya beli masyarakat. Ekspansi pelaku usaha di
bidang perdagangan berlanjut sejalan dengan
optimisme perekonomian ke depan. Selain itu,
penjualan kendaraan bermotor juga disinyalir
tumbuh positif sejalan dengan pelonggaran LTV
untuk kredit kendaraan bermotor. Atraksi event dan promosi pariwisata terus digalakan dan
diharapkan dapat mendorong aktivitas LU di
tahun 2020. Beberapa event pariwisata
berkelas internasional yang akan dilaksanakan
tahun 2020 diantaranya Samosir Music
International, Toba Caldera World Music 2020,
Festival Danau Toba, dan berbagai event
musik, kultur,dan olahraga lainnya.
LU konstruksi disinyalir tumbuh positif pada
tahun 2020. Hal tersebut sejalan dengan
berlanjutnya berbagai proyek multiyears pemerintah seperti Jalan Tol Trans Sumatera
dan Bendungan Lau Simeme. Selain itu,
aktivitas dari sektor properti juga disinyalir
terus menggeliat seiring dengan pelonggaran
LTV untuk Kredit Properti. Kuota subsidi KPR
dengan Fasilitas Likiuditas Pembiayaan
Perumahan dari Kementerian PUPR yang
ditingkatkan menjadi 110.000 unit pada tahun
2020 disinyalir turut menopang kinerja LU ini.
7.1.3 Risiko Pertumbuhan Ekonomi
Ke depan, berbagai risiko pertumbuhan
ekonomi tetap perlu menjadi perhatian.
Penurunan globalisasi yang dicirikan dengan
kebijakan berbagai negara yang mendahulukan
kepentingan ekonomi dalam negeri serta
berbagai perang dagang yang meluas
diprakirakan terus berlanjut di tahun 2020.
Perkembangan perang dagang antara Amerika
Serikat dan Tiongkok yang cukup fluktuatif dan
belum menemui titik terang dapat memberikan
tekanan dari sisi eksternal. Di samping itu,
implementasi Renewable Energy Directive
(RED) II di Eropa berisiko menimbulkan
sentimen negatif terhadap CPO dan
menurunkan harga jualnya di pasar
internasional. Dari sisi internal, berbagai
kendala investasi seperti masih cukup tingginya
biaya kebutuhan dasar industri dan hambatan
birokrasi perlu segera diatasi untuk dapat terus
menjaga momentum perbaikan investasi.
Di tengah kondisi perekonomian global yang
belum kondusif, bauran kebijakan Bank
Indonesia semakin diperkuat untuk menjaga
stabiltas dan mendorong momentum
pertumbuhan. Enam fokus area kebijakan yang
akan di tempuh pada tahun 2020 yaitu: 1)
kebijakan moneter tetap akomodatif; 2)
kebijakan makroprudensial yang akomodatif
akan ditempuh untuk mendorong pembiayaan
ekonomi. 3) kebijakan sistem pembayaran
difokuskan pada penguatan instrumen dan
infrastruktur publik berbasis digital; 4)
kebijakan Pendalaman Pasar Uang diperkuat
untuk mendukung efektivitas kebijakan
moneter dan makroprudensial yang
akomodatif; 5) kebijakan Pemberdayaan
Ekonomi Syariah dan UMKM terus didorong
agar menjadi sumber pertumbuhan baru
ekonomi Indonesia; dan 6) memperkuat sinergi
dengan fokus pada untuk menjaga stabilitas,
mendorong pertumbuhan ekonomi dan
memperkuat struktur ekonomi, serta
mendukung integrasi ekonomi dan keuangan
digital secara nasional.
7.2 Prospek Inflasi
7.2.1 Prospek Inflasi Triwulan I 2020
Tekanan inflasi pada awal tahun 2020
diperkirakan meningkat, lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya. Masuknya
periode awal tahun serta masa liburan sekolah
diperkirakan akan mendorong aktifitas
konsumsi yang mendorong peningkatan
permintaan barang dan jasa. Terkait hal ini,
tekanan inflasi kelompok Sandang serta
Tranpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
diperkirakan akan meningkat.
Selanjutnya, perayaan Imlek pada triwulan I
2020 juga diperkirakan akan mendorong
peningkatan konsumsi masayarakat, khususnya
bahan makanan dan makanan minuman jadi.
Selain itu, membaiknya daya beli masyarakat
mengikuti outlook harga CPO World Bank juga
diperkirakan turut mendorong aktivitas
konsumsi masyarakat.
Di samping itu, rencana pemerintah untuk
menerapkan kenaikan harga cukai tembakau
yang efektif per 1 Januari 2020 diperkirakan
juga akan memberikan tekanan pada inflasi
komoditas rokok. Selain itu juga terdapat

PROSPEK PEREKONOMIAN 96
penyesuaian tarif listrik untuk golongan rumah
tangga 900VA non subsidi dan kenaikan iuran
BPJS yang akan mendorong inflasi kelompok
barang yang diatur oleh pemerintah.
Di sisi lain, ketersediaan pasokan komoditas
pangan seiring dengan panen raya pada bulan
Februari Maret berpotensi menahan tekanan
inflasi lebih lanjut. Harga komoditas-komoditas
strategis inflasi Sumatera Utara seperti Cabai
Merah pada periode ini diperkirakan masih
terjaga.
7.2.2 Prospek Inflasi Keseluruhan
Tahun 2020
Inflasi Sumatera Utara tahun 2020
diperkirakan lebih tinggi dari tahun 2019.
Kondisi ini terutama didorong oleh inflasi
komoditas AP yang dipengaruhi oleh adanya
kenaikan pada tarif dasar listrik, cukai rokok,
tarif tol, iuran BPJS Kesehatan, dan
pengurangan subsidi solar. Selain itu, inflasi inti
juga menyumbang tekanan inflasi yang berasal
dari tren kenaikan harga emas yang
diperkirakan masih akan terjadi selama tahun
2020. Di sisi lain, inflasi VF diperkirakan lebih
rendah dan menjadi faktor penahan kenaikan
inflasi lebih seiring dengan prediksi cuaca yang
lebih kondusif.
Dalam mengantisipasi risiko inflasi di 2020,
TPID Sumatera Utara akan melakukan
beberapa upaya khusus terkait komoditas
strategis yakni: (1) Peningkatan produksi
tanaman pertanian seperti cabai merah dan
bawang merah, dan (2) Komunikasi yang
intensif untuk pengendalian ekspektasi dan
diversifikasi cabai merah.
7.3 Rekomendasi
Momentum perbaikan ekonomi Sumatera Utara
diperkirakan berpotensi terus menguat. Untuk
mewujudkan hal tersebut, masih diperlukan
upaya peningkatan dan optimasi kinerja
lapangan usaha utama, apalagi di tengah
tingginya risiko dari sisi eksternal. Pemerintah
Daerah memiliki peran besar dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi dari sisi domestik,
sekaligus mengendalikan harga barang sehingga
kenaikannya berada pada level yang wajar dan
kondusif. Beberapa rekomendasi dan langkah
yang dapat diambil, antara lain adalah:
1. Meningkatkan produktivitas usaha pertanian
(termasuk hortikultura, perkebunan, dan
perikanan) melalui program-program yang
bersifat intensifikasi maupun ekstensifikasi
pertanian;
2. Mendorong pembangunan industri dalam
rangka peningkatan nilai tambah, baik
berorientasi domestik maupun ekspor, serta
industri untuk subtitusi impor dalam rangka
mengurangi defisit transaksi berjalan;
3. Mengoptimalkan program-program
peningkatan daya saing daerah (SDM,
infrastruktur, iklim usaha, dll) untuk menarik
investor dalam negeri maupun asing agar
menanam modal ke Sumatera Utara;
4. Meningkatkan ragam dan kualitas atraksi di
pusat-pusat daerah wisata yang sesuai
dengan minat dan preferensi wisatwan;
5. Mendorong penguatan aksesibilitas dan
amenitas pariwisata Sumatera Utara melalui
perbaikan akses jalan ke daerah-daerah
wisata dan peningkatan kebersihan dan
higenitas di area wisata;
6. Meningkatkan alokasi dan monitoring
penggunaan dana desa untuk hal yang
bersifat lebih produktif berlandaskan
kearifan lokal, seperti mewujudkan sentra
usaha baru bagi terwujudnya kedaulatan
pangan; serta
7. Mendorong efisiensi ekonomi dan
kesehatan fiskal melalui optimasi
elektronifikasi pada transaksi Pemerintah
Daerah, sektor transportasi, dan penyaluran
bansos.

PROSPEK PEREKONOMIAN 97

DAFTAR ISTILAH 98
DAFTAR ISTILAH
Administered Price
Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta
transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya
tembakau dan minuman beralkohol.
Base Effect
Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level
variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup
rendah/tinggi.
BEC
Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan
utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut.
Barang Modal (Capital Goods)
Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1
tahun.
Bahan Baku (Raw Material)
Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri.
BI 7 Day Reverse Repo Rate
Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan
dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik.
BI-RTGS
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari
sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Ceteris paribus
Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan.

DAFTAR ISTILAH 99
CPO (Crude Palm Oil)
Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit.
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka
(deposito).
Disposable income
Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak
penghasilan.
Ekspor dan Impor
Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar
daerah.
Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam
rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank
konvensional.
Harga Minyak WTI
Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas
Intermediate atau Texas light sweet.
Indeks Penjualan Barang Konstruksi
Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi.
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat
keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan
persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini.

DAFTAR ISTILAH 100
Inflasi IHK
Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga
konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
masyarakat luas.
Inflasi Inti
Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.
Inflow
Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia.
Kredit
Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit Investasi
Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik
dan pembelian mesin.
Kredit Modal Kerja
Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku
produksi.
Kredit Konsumsi
Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit
Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa
agunan.
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible)
tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank
pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah.
Leading Indicators
Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.

DAFTAR ISTILAH 101
Liaison
Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui
wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha.
Loan to Value (LTV)
Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat
diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan.
Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF)
Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet
terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank
syariah
NTP (Nilai Tukar Petani)
Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.
Outflow
Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia.
Passthrough effect
Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan
berdampak pada harga retail suatu produk.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja
(yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat
kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Quarter on Quarter (qtq)
Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan
sebelumnya.

DAFTAR ISTILAH 102
PDRB Riil
Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk
menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu.
Seasonal event
Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung
terjadi berulang antar tahun.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang
penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank
Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi
pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value
Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta.
SurveI Konsumen
Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui
persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
Survei Penjualan Eceran
Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran
dan dilakukan secara bulanan.
Uang Kartal
Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas
maupun logam.
Volatile Foods
Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan
bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile).
Year on year (yoy)
Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).

DAFTAR ISTILAH 103
Editor
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Divisi Asesmen dan Advisory: Ibrahim
Yura A. Djalins
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Fungsi Asesmen, Ekonomi dan Surveillans: Citra Agustina
Rukmi Gayatri
Muhammad Fajar Andrianto
Shofi Aulia Riza Harahap
Kontributor: Dythia Sendrata
Andree Breitner Makahinda
Tim Data dan SEKDA: Donny H. Pratama
Meita Elshinta Siagian
Dea Lana Asri
Purnama Lubis

DAFTAR ISTILAH 104
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Fungsi Asesmen, Ekonomi dan Surveilans
Telp. 061-4150500
Fax. 061-4534760