Laporan Pendahuluan Nyeri
Click here to load reader
description
Transcript of Laporan Pendahuluan Nyeri
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI
A. DEFINISI
Menurut Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
Menurut Keperawatan, nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapan pun individu mengatakannya.
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Judith M.
Wilkinson 2002).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
B. ETIOLOGI NYERI
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau
cidera
2. Iskemik jaringan,
3. Spasmus Otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak
terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot
yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan
atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama.
4. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tek anan lokal
dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5. post operasi setelah dilakukan pembedahan
Tanda dan gejala
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak
sosial,
Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda
terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis.
Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat
dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
C. FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor)
ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian
tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah
viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki
sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri
dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-
organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada
reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif
terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
D. PATOFISIOLOGI
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia
seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang
dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan di persiapkan
sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypotalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive pada termosensitif sehingga
dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (wahit chayatin,N.mubarak,2007)
Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :. Nosiseptor mencakup
ujung-ujung saraf bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan
mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang
intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim
informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah nyeri
antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, dan
ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera, hipoksia, atau
kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat A delta, nyeri
lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.
Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu
bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri bersinaps
di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat berjalan ke atas atau
ke bawah beberapa segmen di korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan
sel-sel di korda spinalis, informasi mengenai rangsangan nyeri diikirim oleh satu dari dua
jaras ke otak- traktus neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus (Corwin,
2000 : 225).
Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke
otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut berakhir
di reticular activating system dan menyiagakan individu terhadap adanya nyeri, tetapi
sebagian besar berjalan ke thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks
sensorik somatic tempat lokasi nyeri ditentukan dengan pasti (Corwin, 2000 : 225).
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh
serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Serat-
serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang
disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan
melalui daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system limbik.
Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki lokalisasi yang difus dan
berperan menyebabkan distress emosi yang berkaitan dengan nyeri (Corwin, 2000 : 225).
E. SIFAT-SIFAT NYERI
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.
2. Nyeri bersifat subjektif dan individual.
3. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X dan lab darah.
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis,
tingkah laku, dan dari pernyataan klien.
5. Hanya pasien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya.
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya suatu kerusakan jaringan.
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan.
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri yang tidak
optimal.
F. TEORI PENGONTROLAN NYERI (GATE CONTROL THEORY)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls
nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf
pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan
dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan
tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden
dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain
itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari
serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan
lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan
tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan
ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur
saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh
nyeri alami yang berasal dari tubuh.Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian
plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
G. RESPON TEHADAP NYERI
1. Respon Psikologis
respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri
yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda
antara lain :
a. Bahaya atau merusak
b. Komplikasi seperti infeksi
c. Penyakit yang berulang
d. Penyakit baru
e. Penyakit yang fatal
f. Peningkatan ketidakmampuan
g. Kehilangan mobilitas
h. Menjadi tua
i. Sembuh
j. Perlu untuk penyembuhan
k. Hukuman untuk berdosa
l. Tantangan
m. Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
n. Sesuatu yang harus ditoleransi
o. Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
2. Respon fisiologis terhadap nyeri
a. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
1) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
2) Peningkatan heart rate
3) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
4) Peningkatan nilai gula darah
5) Diaphoresis
6) Peningkatan kekuatan otot
7) Dilatasi pupil
8) Penurunan motilitas GI
b. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
1) Muka pucat
2) Otot mengeras
3) Penurunan HR dan BP
4) Nafas cepat dan irreguler
5) Nausea dan vomitus
6) Kelelahan dan keletihan
3. Respon tingkah laku terhadap nyeri
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
a. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
b. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
c. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan
jari & tangan
d. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,
Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas
menghilangkan nyeri)
H. FASE NYERI
Menurut Meinhart dan McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1. Fase antisipasi, terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat
dalam fase ini sangat penting , terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2. Fase sensasi, terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasa nyeri, karena nyeri itu bersifat
subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi
terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengn stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya
orang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya pencegahan nyeri,
sebelum nyeri datang. Keberadaan enkefalin dan endorphin membantu
menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari
stimulus yang sama. Kadar endorphin tiap individu, individu dengan endorphin
tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorphin merasakan
nyeri lebih besar.
3. Fase akibat (aftermath)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol
diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
I. KLASIFIKASI NYERI
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar).
Contoh: Terkena ujung pisau atau tergunting
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh
darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus.
Contoh: Sprain sendi
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, ischemia, regangan
jaringan.
2. Berdasarkan Penyebabnya
a. Fisik
Bisa terjadi karena stimulus.
Contoh: fraktur femur
b. Psycogenik
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/ susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/ psikis dan biasanya tidak disadari.
Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.
3. Berdasarkan lama/ durasi
a. Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh mengalami cedera, atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai
ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cedera
atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini kadang bisa hilang sendiri tanpa
adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya
berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak
terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif
lain. Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan
psikologis.
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri akut Nyeri kronik
1. Lamanya dalam hitungan
menit (lamanya 1 detik
sampai kurang dari 6 bulan).
2. Ditandai dengan peningkatan
BP, nadi, dan respirasi.
3. Respon pasien: fokus pada
nyeri, menyatakan nyeri
dengan menangis atau
mengerang.
4. Tingkah laku menggosok
bagian yang nyeri.
1. Lamanya dalam hitungan bulan
(> 6 bulan).
2. Fungsi fisiologis bersifat normal.
3. Tidak ada keluhan nyeri.
4. Tidak ada aktifitas fisik sebagai
respon terhadap nyeri.
4. Berdasarkan lokasi/ letak
a. Radiating pain
Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (contoh: cardiac
pain).
b. Reffered pain
Nyeri di rasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal dari
jaringan penyebab.
c. Intracable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker maligna).
d. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh: bagian tubuh
yang di amputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injury medulla
spinalis.
J. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami perubahan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri
yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal yang alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
2. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas
kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka meresapon nyeri
(contoh: suatu daerah yang menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat dari
kesalahannya sendiri).
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Teknik relaksasi, guided imagery merupakan teknik untuk mengatasi
nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau dan saat ini
nyeri yang lama timbul kembali, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu
dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya koping maladaptif akan menyulitkan seseorang dalam mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
K. INTENSITAS NYERI
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri
itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasivdengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10: Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul
5) Skala Wajah
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang
ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak
yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk
memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh
nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.
Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan
nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka
direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca
dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat
bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi
perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala
menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan (Potter, 2005).
L. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguam Tidur
2. Posisi Menghindari Nyeri
3. Gerakan Menghindari Nyeri
4. Pucat
5. Perubahan Nafsu Makan
M. KOMPLIKASI
1. Edema Pulmonal
2. Kejang
3. Masalah Mobilisasi
4. Hipertensi
5. Hipovolemik
6. Hipertermia
N. MANAGEMENT NYERI
1. Management Farmakologi, terdiri atas:
a. Analgesik non opioids
Termasuk nonsteroidal anti inflamatory drugs ( NSAIDS ), seperti:
Aspirin, acetaminophen, dan ibuprofen. Menurut American Pain Society, obat-
obatan ini bekerja pada saraf perifer di daerah luka dan menurunkan tingkat/ level
inflamasi.
b. Analgesik opioids
Analgesik opioids termasuk opium derivate, seperti morfin dan kodein.
Obat-obat ini bekerja dengan cara mengubah mood, perhatian, perasaan pasien
menjadi lebih baik, dan lebih nyaman walaupun terdapat nyeri.
c. Analgesik adjuvant.
Analgesik adjuvant adalah terapi pengobatan selain menggunakan
analgesic, tetapi dapat mengurangi tipe-tipe nyeri kronik. Contohnya Diazepam
(Valium) yang dapat menggunakan rasa nyeri pada saat terjadi spasme otot
membantu bisa tidur nyenyak.
2. Management non Farmakologi, terdiri atas:
a. Intervensi fisik
Tujuan dari intervensi fisik adalah:
1) Membuat nyaman.
2) Mengurangi disfungsi fisik.
3) Menormalkan respon fisiologis.
4) Mengurangi ketakutan.
b. Cutaneous Stimulation
Yang termasuk cutaneous stimulation:
1) Pemijatan/massage
2) Kompres panas/dingin
3) Asupressure
4) Contralateral Stimulation
c. Immobilisasi
Biasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat
kontraktur atau terjadi ketidakseimbangan otot. Splint ini harus diubah posisinya
tiap 30 menit untuk mencegah terjadinya penyakit baru seperti dicubitus.
d. TENS
Transcutaneous electrice nerve stimulation (TENS) adalah noninvasive,
teknik control nyeri nonalgesic untuk klien dengan nyeri akut ataupun kronik.
e. Akupuntur
Akupuntur telah diterapkan di China dan mendapat perhatian tinggi dari
Amerika Utara. Biasanya digunakan untuk nyeri akut.
f. Placebo
Placebo adalah salah satu bentuk treatment seperti medikasi atau tindakan
keperawatan ya ng menghasilkan efek pada klien, bahwa tindakan yang dilakukan
atau yang diberikan perawat dapat menyembuhkan penyakit.
g. Distraksi
Contoh dari distraksi adalah pada saat klien dipindahkan dari ruang bedah
mungkin tidak merasakan nyeri saat melihat pertandingan sepak bola di televisi,
tapi nyeri akan dirasakan lagi pada saat pertandingan itu sudah selesai.
h. Hypnosis
Hypnosis digunakan untuk memfokuskan konsentrasi dan meminimalisir
distraksi.
i. Relaksasi
Macam-macam teknik relaksasi : meditasi, yoga, dan latihan relaksasi
progresif. Teknik ini tidak dilakukan pada pasien yang nyeri akut karena
ketidakmampuan berkonsentrasi. Latihan relaksasi progresif mencakup latihan
control nafas, kontraksi, dan relaksasi otot.
O. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
NYAMAN NYERI
1. PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang afektif.
Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang
mempengaruhi nyeri, seperti factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan
sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni
(a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien dan
(b) observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjek. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
- P (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya
nyeri.
- Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
- R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
- S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
- T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
1. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan
situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu
perawat memahami makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia berkoping terhadap
aspek, antara lain :
a. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan
area nyerinya.
b. Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan
terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling
sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10.
Keterangan
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik).
4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskribsikan nyeri, dapat
mengikuti perintah dengan baik).
7-9 : Nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan nyeri, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi, napas panjang dan distraksi.
10 :Nyeri sangat berat (klien sudah tidak bisa berkomunikasi).
c. Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-
tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk
menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh
besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
d. Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya nyeri dan
kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan
nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang dan
kapan nyeri terakhir kali muncul.
e. Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri.
f. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare.
g. Pengaruh aktifitas sehari-hari
Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur,
nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpesonal, hubungan
pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas waktu seggang serta status emosional.
h. Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri.
i. Respon afektif
Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi
atau perasaan gagal pada diri klien.
2. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan indikator nyeri
diantaranya:
a. Ekspresi wajah:
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir bawah
b. Vokalisasi:
1) Menangis
2) Berteriak
c. Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan tubuh
tanpa tujuan yang jelas):
1) Menendang-nendang
2) Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber
dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respons fisiologis:
1) Peningkatan tekanan darah
2) Nadi dan pernapasan
3) Diaforesis
4) Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah
beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan
tidak ada. Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu
respons tersebut merupakan indikator yang buruk untuk nyeri.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
4. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyaman fisik
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
6. Defisit perawatan diri b.d gangguan mobilitas fisik
7. Ansietas b.d krisis situasional
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
A. Nyeri Akut
Tujuan: Setelah dilakukan selama 1x24 jam tindakan diharapkan nyeri berkurang.
Kriteria hasil:
- Nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tenang
- Tanda-tanda vital (TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, R: 16-20 x/menit).
- Klien dapat istirahat dan tidur normal sesuai dengan usianya.
Intervensi Rasional
1. Pantau karakteristik nyeri, catatan
laporan verbal, petunjuk nonverbal
dan respon hemodinamik
2. Ambil gambar lengkap terhadap
nyeri dari pasien termasuk lokasi
dan intensitas lamanya,
kualitas( dangkal atau menyebar)
dan penyebaran
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan
nyeri dengan segera
4. Bantu melakukan teknik relaksasi
misalnya : nafas dalam perlahan
perilaku distraksi
5. Visualisasi dan bimbingan
imajinasi
6. Periksa tanda-tanda vital sebelum
atau sesudah penggunaan obat
narkotik
7. Berikan obat analgesic sesuai
indikasi
1. Variasi penampilan dan perilaku pasien
karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian
2. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan
harus digambarkan oleh pasien. Bantu
pasien untuk menilai nyeri dengan
membandingkan dengan pengalaman
nyeri
3. Penundaan pelaporan nyeri menghambat
peredaran nyeri/memerlukan peningkatan
dosis obat. Selain itu nyeri berat dapat
menyebabkan syok dengan merangsang
system syaraf simpatis, mengakibatkan
kerusakan lanjut dan mengganggu
diagnostic serta hilangnya nyeri
4. Membantu dalam penurunan
persepsi/respon nyeri
5. Memberikan control situasi,
meningkatkan perilaku positif
6. Hipotensi/depresi pernafasan dapat
terjadi sebagai akibat pemberian narkotik
7. Membantu proses penyembuhan pasien
B. Nyeri kronis
Tujuan: Setelah dilakukan selama 2x24 jam tindakan diharapkan nyeri teratasi
sebagian.
Kriteria hasil:
- Skala nyeri dalam rentang 1-3.
- Raut muka tidak menahan nyeri.
- Klien sudah tidak memegangi area yang nyeri.
Intervensi Rasionalisasi
1. Catat karakteristik nyeri
2. Berikan posisi semi fowler
3. Ajarkan teknik relaksasi
4. Kolaborasi pemberian obat
analgesic sesuai dengan
indikasi
1. Mempermudah dalam tindakan
pengobatan kepada klien
2. Membantu memberikan rasa
nyaman kepada klien
menambah pengetahuan pasien
dalam mengurangi rasa nyeri
3. Membantu pasien dalam
mengurangi rasa nyeri
4. EVALUASI
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam
merespon rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya
intensitas nyeri, adanya respon fisiologis yang baik dan pasien mampu melakukan
aktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu dan kondisi pasien
maka diharapakan
a. pasien menunjukan wajah rileks
b.pasien dapat tidur atau beristirahat
c. pasien mengatakan skala nyerinya berkurang
DAFTAR PUSTAKA
A.Potter,dkk.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep proses dan
praktik.jakarta:EGC
Hidayat,A.Aziz Alimul.2008.Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
http://nerseducation.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluan-nyeri.html
http://nurse-edy-poltekkes.blogspot.com/2013/06/laporan-pendahuluan-gangguan-rasa.html
http://tataeine.blogspot.com/2013/06/lp-nyeri.html
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan laporan kasus ini telah disahkan dan disetujui oleh pembimbing lahan
dan pembimbing akademik pada :
Hari/Tanggal :
Bangsal/Ruangan :
Mengetahui,
Pembimbing Lahan, Pembimbing Akademik