Laporan Nilai CL Dan DL

21
LAPORAN PRAKTIKUM HYGIENE PANGAN “UJI DAYA IKAT AIR PADA DAGING” NAMA KELOMPOK B2: CHRISTIN YUNITA L. MERE LAZARUS RAYA BEDA DWI R. F PUTRI ULLY VERONICA T. S. C MANEK FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2015

description

hygigen

Transcript of Laporan Nilai CL Dan DL

LAPORAN PRAKTIKUM HYGIENE PANGAN

“UJI DAYA IKAT AIR PADA DAGING”

NAMA KELOMPOK B2:

CHRISTIN YUNITA L. MERE

LAZARUS RAYA BEDA

DWI R. F PUTRI ULLY

VERONICA T. S. C MANEK

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas suatu produk sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha produk tersebut.

Hal ini juga berlaku pada produk daging. Daging dengan kualitas yang baik akan lebih

digemari oleh konsumen. Kualitas daging salah satunya dapat dilihat dari sifat fisik

daging tersebut. Pengujian sifat fisik daging diantaranya dilakukan dengan pengujian pH

daging, daya mengikat air, susut masak dan keempukan daging.

Daging juga merupakan bahan pangan yang sangat baik bagi pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroorganisme sehingga dapat menurunkan kualitas daging. Daging

mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena kandungan gizi dan kadar airnya

yang tinggi. Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau dan timbulnya lendir

yang terjadi pada daging tersebut. Oleh sebab itu diperlukan uji fisik sebelum daging

dikonsumsi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui daya ikat air pada daging melalui

uji Drip Loss dan Cooking Loss.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Daya Ikat Air

Daya ikat air oleh protein daging atau disebut dengan Water Holding Capacity

(WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang

ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan,

penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara

spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption).

Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat secara kimiawi oleh

protein otot sebesar 4 – 5% sebagai lapisan monomolekuler pertama, kedua air terikat agak

lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%,

dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Ketiga

adalah adalah lapisan molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, besarnya kira-kira

10%. Denaturasi protein tidak akan mempengaruhi perubahan molekul pada air terikat

(lapisan pertama dan kedua), sedang air bebas yang berada diantara molekul akan menurun

pada saat protein daging mengalami denaturasi (Wismer-Pedersen, 1971).

Mekanisme daya ikat air terpusat pada protein dan dan struktur daging yang mengikat

dan menyimpan air terutama pada protein myofibrilar. Ion, pH dan oksidasi berefek langsung

pada kemapuan protein myofibliar, myoofibril dan sel otot untuk menyimpan air. Sedangkan

penurunan pH, ion dan oksidasi berpengaruh pada proteolisis dari rotein cytoskeletal saat

proses postmortem (Huff-Lonergan dan lonergan 2005). FAO (2007) menyatakan bahwa

daya ikat air pada daging sapi dan daging babi tidak berbeda jauh 75,0 ddan 75,1. Sedangkan

dalam Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak (Nurwanto dan Mulyani 2003) menyatakan

bahwa daging babi memeliki daya ikat air lebih rendah dari pada daging sapi yaitu 68-70 dan

70-75.

Faktor-Faktor Penyebab Variasi Daya Ikat Air Oleh Protein Daging

Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya variasi pada daya ikat air oleh

daging diantaranya: faktor pH, faktor perlakuan maturasi, pemasakan atau pemanasan, faktor

biologik seperti jenis otot, jenis ternak, jenis kelamin dan umur ternak. Demikian pula faktor

pakan, transportasi, suhu, kelembaban, penyimpanan dan preservasi, kesehatan, perlakuan

sebelum pemotongan dan lemak intramuskuler. Penurunan daya mengikat air dapat diketahui

dengan adanya eksudasi cairan yang disebut weep pada daging mentah yang belum

dibekukan atau drip pada daging mentah beku yang disegarkan kembali atau kerut pada

daging masak. Dimana eksudasi tersebut berasal dari cairan dan lemak daging (Soeparno,

2005).

1. Pengaruh pH

Bouton dkk (1971) dan Wismer-Pedersen (1971) menyatakan bahwa daya ikat

air oleh protein daging dipengaruhi oleh pH.

Daya Ikat Air (DIA) menurun dari pH tinggi sekitar 7 – 10 sampai pada pH

titik isoelektrik protein-protein daging antara 5,0 – 5,1. Pada pH isoelektrik ini protein

daging tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif)

dan solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih tinggi dari pH isolektrik protein

daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negative

yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan member lebih banyak ruang

untuk molekul air. Pada saat pH lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein

daging akan terjadi kelebihan muatan positif yang mengakibatkan penolakan

miofilamen dan akan memberi ruang yang lebih banyak bagi molekul-molekul air.

Dengan demikian pada saat pH daging diatas atau dibawah titik isolektrik protein-

protein daging maka DIA akan meningkat.

2. Pengaruh Maturasi (aging)

Maturasi akan meningkatkan DIA daging pada berbagai macam pH karena

terjadinya perubahan hubungan air – protein, yaitu peningkatan muatan melalui

absorpsi ion K+ dan pembebasan Ca++, atau melemahnya myofibril karena

perubahan struktur jalur Z dan ban I . Namun, demikian maturasi yang terlalu lama

akan menurunkan DIA dan terjadinya perubahan struktur protein daging.

3. Pengaruh Pemasakan

Pemasakan daging akan mengakibatkan solubilitas protein dan berdampak

terhadap perubahan DIA. Suhu yang tinggi akan meningkatkan denaturasi protein dan

menurunkan DIA. Perubahan besar pada DIA terjadi pada saat suhu pemanasan 60°C

(Hamm dan Deatherage, 1960) dan juga akan menghasilkan kenyataan jus daging

yang lebih kecil dibanding pada suhu 50°C (Bouton dan Harris, 1972).

Pemanasan udara kering juga mempengaruhi DIA. DIA menurun dengan

meningkatnya suhu pemanasan. Penurunan DIA pada pemanasan mencapai suhu

80°C berhubungan dengan berkurangnya grup asidik. Hilangnya grup asidik akan

meningkatkan pH daging, sehingga titik isoelektrik daging berubah dan berada pada

pH yang lebih tinggi (Hamm, 1960).

4. Pengaruh Biologis

a. Daging babi mempunyai DIA yang lebih besar dari daging sapi. Umur tidak

mempunyai pengaruh yang berarti terhadap DIA pada daging babi, tetapi pada

sapi, daging pedet mempunyai DIA yang lebih tinggi daripada daging dari sapi

dewasa. Pengaruh umur ini, sebagian disebabkan karena laju dan besarnya

penurunan pH. Misalnya, pada daging anak sapi dan babi cenderung mempunyai

pH ultimat yang lebih tinggi daripada daging sapi dewasa (Lawrie dkk., 1963).

b. Terdapat perbedaan DIA pada otot yang sama dan diantara otot, ini disebabkan

antara lain karena perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan, sehingga pH

didalam dan diantara otot berbeda. Fungsi atau aktivitas otot yang berbeda juga

mempengaruhi perbedaan DIA, sebagai akibat dari perbedaan jumlah glikogen

yang berperan terhadap tingkat pembentukan asam laktat dan penurunan pH bisa

bervariasi.

c. Lemak intramuskuler juga mempunyai pengaruh terhadap perbedaan DIA. Otot

dengan kandungan lemak intramuskuler tinggi, cenderung memperlihatkan DIA

yang tinggi. Hubungan antara lemak intramuskuler dengan DIA adalah kompleks.

Lemak intramuskuler mungkin melonggarkan mikrostruktur daging, sehingga

membei lebih banyak kesempatan kepada protein daging untuk mengikat air

(Hamm, 1960).

d. Warna daging ditentukan oleh mata, dan merupakan kombinasi dari beberapa

faktor. Ada tiga atribut yang dipertimbangkan dalam penentuan warna

yakni: hue,chroma, dan value. Hue berhubungan dengan warna, misalnya kuning,

hijau, biru, atau merah, dalam kenyataan hue dijelaskan lewat panjang gelombang

dari radiasi cahaya. Chroma (kemurnian, atau kejenuhan) menjelaskan jumlah

atau intenstitas warna fundamental. Value merupakan indikasi

dari reflectancecahaya (ketajaman) dari warna yakni terang atau gelap.

Nilai Susut Masak (Cooking Loss)

Susut masak (cooking loss) mengambarkan jus daging yang merupakan fungsi

temperatur dan lama pemasakan/pemanasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain

nilai pH, panjang sarkometer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi

miofibril, ukuran dan berat sampel, penampang melintang daging, pemanasan, bangsa

terkaait dengan lemak daging, umur dan konsumsi energi dalam pakan.

Pendapat Soeparno (1994), bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi

bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%. Daging bersusut masak rendah

mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan daging bersusut masak besar,

karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Susut masak

merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu

banyaknya air yang terikat didalam dan di antara otot. Daya ikat air (WHC) yang rendah akan

mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. 

Drip Loss

Drip loss berasal dari dua kata yaitu drip yang berarti nutrien yang ikut keluar

bersama cairan dan loss yang berarti kehilangan. Jadi, Drip loss diartikakn sebagai hilangnya

beberapa komponen nutrien daging yang ikut bersama keluarnya cairan daging. Ini biasanya

terjadi setelah daging dibekukan dan diletakkan bukan ditempat yang dingin. Soeparno (2005

daging) menyatakan bahwa Cairan yang keluar dan tidak terserap kembali oleh serabut otot

selama penyegaran inilah yang disebut drip. Ada dua faktor yang mempengaruhi jumlah drip

yaitu :

(1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan

(2) faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging.

Pada laju pembekuan yang sangat cepat, kristal es kecil-kecil terbentuk didalam sel, sehingga

struktur daging tidak mengalami perubahan. Pada laju pertumbuhan yang lambat, kristal es

mulai terjadi diluar serabut otot (ekstraselular), karena tekanan osmotik ekstraselular lebih

kecil daripada didalam otot. Pembentukan kristal es ekstraselular berlangsung terus, sehingga

cairan ekstraselular yang tersisa dan belum membeku akan meningkat kekuatan fisiknya dan

menarik air secara osmotik dari bagian dalam sel otot yang sangat dingin. Denaturasi protein

menyebabkan hilangnya daya ikat protein daging, dan pada saat penyegaran kembali terjadi

kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang menaglami translokasi atau keluar

pada proses pembekuan.

BAB III

METODOLOGI

A. Drip Loss

Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu cawan petri, timbangan digital,

benang, kantong plastik, pisau, papan iris, kulkas, daging babi, tissue.

Metode

Timbang daging seberat 5gr lalu ikat daging dengan menggunakan benang

kemudian masukkan ke dalam plastik. Usahakan daging tidak menyentuh plastik

(daging menggantung). Lalu letakkan dikulkas selama 48 jam.

B. Cooking Loss

Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu cawan petri, timbangan digital,

benang, kantong plastik, pisau, papan iris, pemanas, termometer, daging babi,

tissue.

Metode

Timbang daging seberat 70-100gr lalu masukkan daging ke dalam plastik yang

tahan panas dan hampa udara kemudian plastik diikat. Setelah itu masukkan ke

dalam air panas dengan suhu 700C selama 50 menit. Setelah 50 menit, keluarkan

daging dan letakkan dibawah air mengalir selama 40 menit lalu ditimbang

kembali.

C. Rumus untuk menghitung Drip Loss dan Cooking Loss

DIA=(a−b )

ax100 %

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Daging Babi dari pasar Impres

a. Cooking Loss

DIA ¿(a−b )

ax 100 %

DIA ¿(96,1−66,6 )

96,1x100 %

DIA ¿29,596,1

x100 %

DIA ¿30,69 %

b. Drip Loss

DIA ¿(a−b )

ax 100 %

DIA ¿(5−4,1 )

5x100 %

DIA ¿0,95

x100 %

DIA ¿18%

Daging Babi dari pasar Oebobo

a. Cooking Loss

DIA ¿(a−b )

ax 100 %

DIA ¿(72,2−57,2 )

96,1x100 %

DIA ¿18,375,5

x100 %

DIA ¿24 %

b. Drip Loss

DIA ¿(a−b )

ax 100 %

DIA ¿(5,0−4,5 )

5x100 %

DIA ¿0,55,0

x 100 %

DIA ¿10%

Daging Sapi dari pasar Impres

a. Cooking Loss

DIA ¿(a−b )

ax 100 %

DIA ¿(87,2−71 )

87,2x 100 %

DIA ¿18,57 %

b. Drip Loss

DIA ¿(a−b )

ax 100 %

DIA ¿(5,6−4,9 )

5,6x 100 %

DIA ¿12,5 %

4.2 Pembahasan

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang menjadi sumber protein hewani.

Tingginya tigkat konsumsi daging karena nilai gizi yang terkadung dalam daging

cukup tinggi. Selain itu daging mempunyai protein esensial yang lebih tinggi dari

nabati.

Kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan bahan makanan

terhadap serangan mikroba. Bahan yang mengandung kadar air terlalu banyak akan

lebih rentan terhadap serangan mikroba. Karena air dapat digunakan sebagai media

pertumbuhan mikroorganisme. Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan maka

sebagian kadar air dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu.

Pada praktikum kali ini penghitungan daya ikat air dilakukan dengan metode drip loss

dan cooking loss. Dimana sampel yang digunakan yaitu daging babi yang berasal dari

pasar impres dan pasar oebobo dan daging sapi yang berasal dari pasar impres. Pada

saat praktikum hanya digunakan 3 sampel dari 6 sampel yang seharusnya diuji. Hal

ini karena kondisi frezeer yang penuh sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan

6 sampel.

Pada penghitungan cooking loss, masing-masing sampel daging ditimbang ± 70-100

gram. Setelah itu daging dimasukkan dalam plastik tahan panas dan hampa udara

setelah itu diikat agar tidak ada udara yang masuk kedalam plastik. Kemudian

masukkan sampel daging dalam plastik hampa udara ke air mendidih dengan suhu

berkisar 70ºC yang dikontrol dengan termometer bimetal selama 50 menit. Setelah 50

menit sampel daging tersebut diangkat dan dialirkan dibawah air mengali selama 40

menit setelah itu sampel daging dikeluarkan dari dalam plastik kemudian dilap

dengan tisu. Pada saat melap daging dengan tisu diusahakan agar tidak menekan

daging. Kemudian masing-masing sampel daging tersebut ditimbang kembali untuk

mengetahui berat daging sehingga dapat dihitung dinilai susut masak (cooking loss).

Hasil yang diperoleh masing-masing sampel yaitu pada daging babi yang dijual

dipasar impres mempunyai nilai cooking loss yaitu 30,69% (nilai cooking loss yang

didapat cukup tinggi merupakan kesalahan praktikan karena pada saat pengeluaran

daging dari kantong plastik praktikan memeras daging tersebut sehingga nilai susut

masak yang diukur berubah). Pada daging babi yang dibeli di pasar oebobo

mempunyai nilai cooking loss 24% sedangkan pada daging sapi yang dijual di pasar

impres mempunyai nilai cooking loss 18,57%.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada nilai cooking loss pada masing-masing sampel

daging nilai susut masak yang diperoleh dapat dikatakan termasuk normal sehingga

dapat dikatakan daging tersebut mempunyai kualitas yang bagus. Daging yang

mempunyai nilai susut masak (cooking loss) rendah, memiliki kualitas daging yang

baik karena memungkinkan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah

(Yanti, 2008).

Pada perhitungan drip loss sampel yang digunakan sama dengan sampel cooking loss.

Masing-masing sampel ditimbang ± 5 gram menggunakan timbangan digital. Setelah

itu sampel daging tersebut diikat menggunakan benang dan dimasukkan dalam

plastik. Pada saat memasukkan daging dalam plastik dilakukan dengan hati-hati agar

daging tidak mengenai dinding plastik. Setelah itu daging dimasukan kedalam frezeer

selama 48 jam.

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil pada masing-masing sampel yaitu pada

daging babi yang di jual di pasar impres terjadi penurunan berat daging sebesar 0,9

gram sehingga berat daging menjadi 4,1 gram dengan nilai drip loss sebesar 18%.

Pada sampel daging babi yang dijual di pasar oebobo terjadi penurunan berat daging

sebesar 0,5 gram sehingga berat daging menjadi 4,5 gram dengan nilai drip loss

sebesar 10%. Pada sampel daging sapi yang dijual dipasar impres terjadi penurunan

berat daging sebesar 0,7 gram menjadi 4,9 gram dengan nilai drip loss 12,5%.

Dengan demikian maka dapat dikatakan besarnya drip loss pada daging babi sebesar

0,9 gram (18%) dan 0,5 gram (10%) serta pada daging sapi sebesar 0,7 gram (12,5%).

Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sampel daging yang di uji

mempunyai kualitas yang baik. Pada daging babi yang di jual di pasar impres terjadi

penurunan berat daging sebesar 0,9 gram sehingga berat daging menjadi 4,1 gram

dengan nilai drip loss sebesar 18%. Pada sampel daging babi yang dijual di pasar

oebobo terjadi penurunan berat daging sebesar 0,5 gram sehingga berat daging

menjadi 4,5 gram dengan nilai drip loss sebesar 10%.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapat pada saat praktikum dapat disimpulkan :

Drip loss merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui komponen nutrien

daging yang ikut keluar bersama dengan cairan daging. Metode ini dilakukan

setelah daging dibekukan dan diletakkan bukan ditempat yang dingin.

Cooking loss merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan

kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat didalam dan di antara otot

Daya ikat air untuk metode Drip lose pada sampel daging babi yang dijual di pasar

Impres sebesar 18%, sampel daging babi yang dijual di pasar Oebobo sebesar 10%

dan pada daging sapi yang dijual di pasar Impres sebesar 12,5%.

Daya ikat air untuk metode Cooking lose yaitu sebesar 30,69% untuk sampel

daging babi yang dijual di pasar Impres, 24% untuk sampel daging babi yang

dijual dipasar Oebobo dan 18,57% untuk sampel daging sapi yang dijual di pasar

Impres.

DAFTAR PUSTAKA

Bouton PE, Harris PV, Shorthose WR. 1972. The effects of cooking temperature and time on

some mechanical properties of meat. J. Food Sci. 97: 140-144.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Gajah Mada University

Press, Yogyakarta.

Wismer-Pedersen, J. 1971. The Science of Meat and Meat Products. 2nd Ed. J.F. Price and

B.S. Schweigert, W.H. Frreeman and Co., San Fransisco.

Yanti, H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE

(polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) di pasar Arengka kota Pekanbaru.

Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22-27)

LAMPIRAN

Uji Drip Loss Uji Cooking Loss

Daging di timbang Daging di timbang

Daging di ikat Daging di masukkan ke dalam

plastik yang tahan panas dan kedap

udara

Daging dimasukkan ke dalam plastik

(pastikan daging tidak menyentuh

plastik/daging menggantung)

Daging dimasukkan ke dalam air

panas dengan suhu 700C selama 50

menit

Daging tersebut di letakkan di kulkas selama

48 jam

Letakkan daging dibawah air

mengalir selama 40 menit

Setelah 48 jam daging di keluarkan dan

ditimbang kembali