Laporan Kunlap PT BFPI

36
BAB 1. METODOLOGI 1.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kunjungan Lapang Kunjungan lapang industri dilakukan di PT. Blambangan Foodpacker Indonesia yang berada di Jalan Sampangan No. 1, Dusun Sampangan, Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Kunjungan lapang dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 5 Desember 2015. 1.2 Metode Pengambilan Data Metode pengambilan data dapat dilakukan dengan cara: 1. Wawancara Metode pengambilan data dengan cara wawancara dapat dilakukan diskusi bersama bapak Thamrin selaku perwakilan dari pipinan PT. Blambangan Foodpacker Indonesia, ibu Sri selaku Manajer Produksi dan ibu Desi selaku Manajer QC tentang sistem HACCP di PT. Blambangan Foodpacker Indonesia. Selain itu juga wawancara dapat dilakukan dengan para pekerja atau pekerja dari PT. Blambangan Foodpacker Indonesia tentang proses pengalengan ikan sardine. 2. Observasi

Transcript of Laporan Kunlap PT BFPI

Page 1: Laporan Kunlap PT BFPI

BAB 1. METODOLOGI

1.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kunjungan Lapang

Kunjungan lapang industri dilakukan di PT. Blambangan Foodpacker

Indonesia yang berada di Jalan Sampangan No. 1, Dusun Sampangan, Desa

Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.

Kunjungan lapang dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 5 Desember 2015.

1.2 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dapat dilakukan dengan cara:

1. Wawancara

Metode pengambilan data dengan cara wawancara dapat dilakukan

diskusi bersama bapak Thamrin selaku perwakilan dari pipinan PT.

Blambangan Foodpacker Indonesia, ibu Sri selaku Manajer Produksi

dan ibu Desi selaku Manajer QC tentang sistem HACCP di PT.

Blambangan Foodpacker Indonesia. Selain itu juga wawancara dapat

dilakukan dengan para pekerja atau pekerja dari PT. Blambangan

Foodpacker Indonesia tentang proses pengalengan ikan sardine.

2. Observasi

Metode pengambilan data dengan cara observasi dapat dilakukan dengan

observasi lapang di PT. Blambangan Foodpacker Indonesia. Observasi

lapang dapat dilakukan dengan cara memasuki ruang produksi proses

pengalengan ikan sardine di PT. Blambangan Foodpacker Indonesia.

3. Studi Pustaka

Metode pengambilan data dengan studi pustaka merupakan cara untuk

memperoleh refrensi atau literatur dari jurnal atau internet tentang

sistem HACCP yang dapat dijadikan perbandingan dengan sistem

HACCP yang terdapat pada PT. Blambangan Foodpacker Indonesia.

1.3 Diskusi

1. Pertanyaan 1

Page 2: Laporan Kunlap PT BFPI

Apakah sungai yang berada di sekitar pabrik PT. BFPI keruh

merupakan dampak dari cemaran limbah pabrik? Bagaimana sistem

sanitasi yang diterapkan oleh pabrik dalam hal pembuangan limbah?

Jawaban: tidak, karena selama 5 tahun terakhir pabrik memiliki IPAL

(Instalasi Pembuangan Air Limbah). Namun, pada beberapa hari

terakhir sistem IPAL tersebut masih dalam tahap perbaikan karena

terdapat sedikit kerusakan.

2. Pertanyaan 2

Apakah PT. BFPI telah memiliki sistem ISO 22000? Apabila terdapat

komplain dari konsumen, bagaimana cara PT. BFPI melakukan reject

pada produk yang bermasalah?

Jawaban: hingga saat ini PT. BFPI hanya menggunakan sistem

HACCP, karena produk yang dihasilkan oleh PT. BFPI hanya diekspor

di negara non Eropa. Di negara bagian Eropa menerapkan sistem ISO

22000 pada produk yang diimpor oleh negara lain. Namun PT. BFPI

merencanakan menerapkan sistem ISO 22000. Apabila terdapat

komplain dari konsumen mengenai produk yang bermasalah, PT. BFPI

melakukan penelusuran terlebih dahulu mengenai kasus tersebut.

Setelah itu melakukan pemeriksaan terhadap sampel dengan tanggal

produksi yang sama dengan produk yang dikomplain oleh konsumen.

Apabila sampel yang diperiksa terbukti bermasalah maka dilakukan

recall pada produk dengan tanggal produksi yang sama.

3. Pertanyaan 3

Sistem jaminan mutu apa yang telah diterapkan oleh PT. BFPI?

Pengujian apa saja yang dilakukan di Laboratorium QC (Quality

Control)? Apakah jumlah toilet yang ada di PT. BFPI telah sesuia

dengan jumlah pekerja yang bekerja?

Jawaban: Sistem jaminan mutu yang diterapkan oleh PT. BFPI adalah

melakukan penentuan titik kritis (CCP) dalam proses pengalengan ikan.

CCP yang terdapat pada proses pengalengan ikan sarden ada 3 yaitu

pre-cooking, penutupan kaleng (seaming) dan sterilisasi. Sedangkan

Page 3: Laporan Kunlap PT BFPI

pada pengalengan ikan tuna terdapat 4 CCP yaitu pada penerimaan

bahan, pre-cooking, penutupan kaleng (seaming) dan sterilisasi.

Pengujian yang dilakukan di laboratorium QC adalah uji kimia,

formalin, histamin dan organoleptik. Untuk uji mikrobiologi dilakukan

di laboratorium perikanan Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan Hasil

analisa mikrobiologi tersebut pabrik dapat menentukan apakah bahan

dari suplier diterima atau ditolak (reject). Jumlah toilet yang terdapat di

PT. BFPI telah disesuaikan dengan jumlah pekerja yang bekerja di

pabrik tersebut. PT. BFPI menerapkan 1 toilet digunakan oleh 20 orang

pekerja.

4. Pertanyaan 4

Apakah selama proses produksi pernah terjadi kontaminasi pada produk

sehingga produk tersebut tidak dapat dipasarkan? Jika pernah terjadi,

maka tidakan apa yang dilakukan pada produk tersebut?

Jawaban: selama ini belum pernah terjadi kontaminasi produk, namun

hal tersebut kemungkinan dapat terjadi, maka langkah awal yang

dilkukan adalah melakukan evaluasi pada proses produksi, setelah itu

dilakukan pembuatan berita acara acak yang bertujuan untuk

memusnahkan produk yang bermasalah tersebut dan tindakan yang

terakhir adalah melakukan pemerikasaan terhadap pekerja. Apabila

terdapat pekerja yang terbukti sebagai penyebab kontaminasi, maka

pekerja tersebut tidak dipekerjakan kembali.

5. Pertanyaan 5

Pada lingkungan PT. BFPI terdapat pemukiman warga, apakah PT.

BFPI tidak melakukan penanganan khusus terhadap polusi udara yang

dihasilkan dari proses pengalengan ikan?

Jawaban: warga yang berada di sekitar PT. BFPI adalah nelayan

sehingga polusi udara dari pabrik tidak menjadi masalah yang besar

mengingat PT. BFPI lebih dahulu dari pada pemukiman rakyat yang

berada di daerah tersebut.

6. Pertanyaan 6

Page 4: Laporan Kunlap PT BFPI

Bagaimana proses pengalengan ikan yang terdapat pada PT. BFPI?

Jawaban: Proses pengalengan ikan yang terdapat di PT. BFPI ada 2

yaitu pengalengan ikan sarden dan ikan tuna. Berikut ini adalah tahapan

proses pengalengan ikan sarden secara singkat adalah sebagai berikut:

a. Tahapan pertama adalah penerimaan bahan baku berupa ikan

lemuru yang diperoleh dari lokal maupun non-lokal. Apabila pada

saat penerimaan diketahui bahwa ikan lemuru yang akan

diproduksi tidak memenuhi kriteria spesifikasi maka akan ditolak

(reject). Namun, apabila ikan lemuru memenuhi kriteria spesifikasi

maka akan langsung masuk dalam tahap penimbangan untuk

mengetahui berat ikan lemuru sebelum diolah.

b. Setelah itu dilakukan pengguntingan ikan lemuru untuk

memisahkan bagian kepala,ekor, dan isi perut.

c. Setelah itu dilakukan pencucian yang pertama yang fungsinya

untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada ikan. Kemudian

ikan lemuru dimasukkan kedalam rotary water untuk

membersihkan sisik yang masih menempel pada daging ikan.

d. Lalu dilakukan pencucian ke 2 untuk memastikan bahwa ikan

lemuru bener-benar bersih.

e. Tahapan selanjutnya yaitu melakukan pengisian ikan lemuru

kedalam kaleng,

f. Setelah itu, dilakukan pemasakan pendahuluan dengan car

pengukusan (pre-cooking) dengan menggunakan suhu vakum.

g. Setelah itu, dilakukan penirisan untuk mengurangi kadar air yang

terdapat dalam kaleng.

h. Kemudian dilakukan pengisian saos sesuai dengan permintaan

konsumen.

i. Penutupan kaleng (seaming) menggunakan mesin secara otomatis

sebelum di sterilisasi.

Page 5: Laporan Kunlap PT BFPI

j. Proses sterilisasi dilakukan didalam alat yang disebut retort, suhu

dan waktu yang digunakan untuk proses sterilisasi disesuaikan

dengan jenis dan ukuran kaleng yang digunakan.

k. Setelah di sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan selama

beberapa saat untuk menurunkan suhu kaleng.

l. Proses selanjutnya yaitu pengelapan dan pengeringan kaleng untuk

menghilangkan sisa air yang masih menempel pada permukaan

kaleng.

m. Setelah itu dilakukan pengkodean kaleng untuk mengetahui tanggal

produksi dan tanggal kadaluarsa produk.

n. Kemudian dilakukan inkubasi selama 5-7 hari untuk mengetahui

ada tidaknya produk yang cacat dengan penyemplingan oleh QC

(Quality Control).

Page 6: Laporan Kunlap PT BFPI

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Profil Singkat Perusahaan (Industri)

2.1.1 Sejarah PT. BFPI

Adapun Sejarah dari PT. BFPI adalah sebagai berikut:

1. Pada tahun 1967, nama pabrik pengalengan ikan di daerah Banyuwangi

bernama PT. NAFO

2. Seiring dengan meningkatnya permintaaan konsumen makanan kaleng,

pada tahun 1969, PT. NAFO memperluas usahanya dengan membuka

cabang yang berlokasi di Sampangan, Muncar.

3. Sering dengan meningkatnya pasaran makanan kaleng, pada tanggal 22

Januari 1972 didirikanlah PT. Blambangan Raya, dengan lokasi yang

berjarak sekitar 200 meter dari lokasi PT. NAFO cabang Muncar.

Semua perangkat kegiatan produksi dari PT. NAFO cabang Muncar

dipindahkan ke PT. Blambangan Raya dengan bidang usaha tetap yaitu

industry perdagangan sarden

4. Tahun 1988 PT. Blambangan Raya secara intensif memproduksi tuna

dalam kaleng untuk pasaran Eropa.

5. Pada bulan November tahun 1988 PT. Mansurt yang merupakan induk

dari PT. Blambangan Raya membeli perusahaan tuna di Amerika yaitu

“Van Camp Sea Food” dengan merek produk tuna “Chiken Of The Sea”

dengan demikian sebagian besar (± 98%) produk tuna PT. Blambangan

Raya diproyeksi untuk pasaran di Amerika sehingga Produksi Sardines

dihentikan sejak PT. Blambangan Raya memproduksi tuan secara

intensif. Bahan baku diperoleh dari perairan lokal maupaun

internasional.

6. Produk tuna berlangsung selama 6 tahun terhitung sejak Desember 1986

hingga April 1993, dikarenakan masa kontrak dengan Vab Can Sea

Food telah habis.

7. Pada tanggal 20 April 1993 PT. Blambangan Raya mengakhiri produksi

tuna dan kembali memproduksi sardines.

Page 7: Laporan Kunlap PT BFPI

8. Pada tanggal 23 April 1993 PT. Blambangan Raya mengalami

kevakuman selama 1 tahun. Setelah itu bangkit kembali dengan

memproduksi sareden saja.

9. Pada bulan Juli 2005 PT. Blambangan Raya berganti nama menjadi PT.

Blambangan FoodPacker Indonesia.

10. Pada bulan Juli tahun 2005 hingga sekarang PT. Blambangan

FoodPacker Indonesia yang memproduksi ikan sarden dan makarel yang

meliputi sarden in tomato sauce, sarden in tomatowith chili, mackerel in

tomato sauce dan mackerel in tomato with chili, disamping itu juga telah

berjalan produksi tuna kaleng meliputi tuna in oil dan sambel goring

ikan tuna. Merek sarden dan makarel yang dibuat diantaranya ABC dan

CIP untuk grade 1 dan KIKU, BANDUNG dan SAMPIT grade 2.

Selain itu juga memproduksi tepung ikan untuk pakan ternak dan

minyak ikan.

11. Selain memproduksi produk buatan sendiri, PT. Blambangan

FoodPackers Indonesia juga bekerja sama dengan PT. Heinz yang

memproduksi sarden dan makarel merek ABC. Kerja sama ini

dinamakan maklon. Maklon adalah sebuah istilah yang digunakan oleh

masyarakat industri di Banyuwangi yang berarti menyediakan jasa untuk

menghasilkan produk kepada perusahaan lain. Hingga saat ini kerjasama

tersebut masih berjalan lancar.

2.1.2 Profil tentang PT. BFPI

Gambar 1. Logo PT. BFPI

PT. Blambangan Foodpacker Indonesia merupakan perusahaan yang

bergerak di bidang pengalengan ikan. Produk-produk yang diproduksi oleh PT.

Page 8: Laporan Kunlap PT BFPI

Blambangan Foodpacker Indonesia diantaranya adalah sardines merek ABC,

sardines CIP, sardines Bandung, sardines Kiku, sardines Nafo, sardines Sampi,

tuna sambal goreng, tuna oil, sardines Yoko, kerupik ikan, kerupuk telur Asin,

bakso, sosis, tempura, abon ikan, abon telur asin, tepung ikan dan nugget ikan

tuna dan nugget ayam. Bahan baku utama yang digunakan pada PT. Blambangan

Foodpacker Indonesia adalah ikan lemuru (Sardinella longiceps) dan ikan tuna

(Thunnus). Sedangkan bahan baku pembantu yang dibutuhkan antara lain: kaleng,

pasta tomat, tepung terigu dan bumbubumbu. Adapun visi, missi dan motto dari

PT. BFPI adalah sebagai berikut:

Visi: Menjadi Perusahaan Terdepan Di Bidang Makanan Kaleng

Missi: Mengutamakan Kualitas Dengan Dengan Harga Bersaing Dan

Pengiriman Tepat Waktu

Motto: Kepuasan Pelanggan Adalah Kebanggaan Kami

2.2 Hasil Pengamatan dan Analisa Data

2.2.1 Analisa sistem HACCP pada industri

Menurut Codex Alimentarius Commission (1997), HACCP adalah suatu

sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya

yang signifikan dalam keamanan pangan. Sistem HACCP sangat penting bagi

setiap perusahaan karena menentukan titik kritis (CCP) pada setiap produksi

setiap produk yang dihasilkan. Menurut SNI 01-4852-1998, CCP adalah suatu

langkah dimana pengendalian dapat dilakukan dan mutlak diterapkan untuk

mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan, atau menguranginya

sampai pada tingkat yang dapat diterima. Titik kritis terdapat pada setiap tahapan

proses produksi produk pangan, sehingga bahaya tersebut harus dapat

dikendalikan dan dimusnahkan.

Proses pengalengan ikan yang ada di PT. BFPI terdapat 3 CCP pada proses

pengalengan ikan sarden dan 4 CCP pada pengalengan ikan tuna terdapat 4 CCP.

3 CCP yang ada pada proses pengalengan ikan sarden terdapat pada proses

seaming, sterilisasi dan pre-cooking. Sedangkan yang proses pengolahan

pengalengan ikan tuna terdapat 4 CCP yaitu penerimaan bahan, seaming,

Page 9: Laporan Kunlap PT BFPI

sterilisasi dan pre-cooking. Adapun CCP yang terdapat pada pengalengan ikan

sarden dan ikan tuna adalah sebagai berikut:

1. Penutupan kaleng (Seaming)

Seaming merupakan proses penutupan badan kaleng dengan

menggunakan mesin secara otomatis. Bahaya yang dapat terjadi pada

proses seaming adalah ketika proses penutupan kaleng tidak dilakukan

secara sempurna. Apabila proses seaming tidak dilakukan secara

sempurna, maka akan mengakibatkan kebocoran. Kebocoran tersebut

dapat mengakibatkan ketengikan produk karena adanya reaksi oksidasi

dari udara. Selain itu pengaturan headspace yang tidak sesuai akan

mengakibatkan terjadinya kebocoran sehingga dapat terjadi kontaminasi.

Kontaminasi yang terjadi karena adanya udara luar yang masuk.

2. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses yang bertujuan untuk membunuh mikroba

pathogen dan bakteri pembusuk yang terkandung pada ikan dengan

menggunakan suhu tinggi. Untuk kaleng yang berukuran 155 g

dilakukan sterilisasi selama 80 menit, sedangkan 245 g selama 100

menit dengan tekanan dalam retort 1 atm serta suhu yang sama yaitu

117oC-118oC. Pada proses ini dilakukan inspeksi suhu dan waktu oleh

petugas yang berada di tempat sterilisasi. Apabila suhu dan waktu

sterilisasi tidak dicapai secara sempurna maka akan mempengaruhi mutu

produk yang dihasilkan. Apabila suhu dan waktu sterilisasi kurang dari

batas yang ditentukan maka akan menyebabkan adanya kontaminasi

mikroba. Apabila suhu dan waktu sterilisasi melebihi batas yang

ditentukan, maka akan menyebabkan flavor produk tidak sesuai dengan

standart yang ditentukan. Selain itu juga dapat terjadi overcook pada

produk yang dihasilkan.

3. Pemasakan pendahuluan (pre-cooking)

Pemasakan pendahuluan merupakan proses pengukusan pertama kaleng

yang telah berisi ikan selama 12-15 menit dengan suhu 80oC untuk

kaleng 155 g dan 90oC untuk kaleng 425 g. Proses ini termasuk CCP

Page 10: Laporan Kunlap PT BFPI

karena perlu dilakukan proses inspeksi dan monitoring supaya suhu dan

waktu tetap terkontrol dengan baik dan stabil sehingga tidak

menyebabkan overcook pada produk yang dihasilkan.

4. Penerimaan bahan

Penerimaan bahan baku pada proses pengalengana ikan tuna menjadi

CCP karena pada proses ini terdapat bahaya fisik (plastik, potongan

jaring, kayu, pasir dan sekam) yang berasal dari pemasok (nelayan).

Selain itu juga terdapat bahaya kimia (histamin) serta bahaya

mikrobiologi (mikroba halofilik) yang dapat membahyakan kesehatan

konsumen. Adanya kandungan histamin pada ikan tuna karena

penangana yang salah oleh nelayan. PT. BFPI menetapkan kadar

histamin pada ikan tuna yang akan diproduksi adalah 100 mg/ 100 kg

ikan segar. Apabila kandungan histamin yang terkandung pada iakn tuna

melebihi batas yang ditentunkan oleh PT. BFPI, maka ikan tuna tersebut

akan dikembalikan ke nelayan atau direject.

2.2.2 Penerapan SSOP

SSOP (Sanitation Operationing Procedure) adalah prosedur baku sanitasi

tertulis atau dokumen serupa yang spesifik untuk setiap lokasi tempat makanan

yang diproduksi sehingga harus dimiliki oleh setiap perusahaan (Lukman, 2002).

SSOP yang terdapat di PT. BFPI adalah sebuah prosedur baku tertulis atau

dokumentasi yang terdapat di setiap tempat tahapan produksi. SSOP tersebut

terdiri dari keamanan air, kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan

makanan, pencegahan kontaminasi silang, kebersihan pekerja, pencegahan atau

perlindungan dari adulterasi, pelabelan dan penyimpanan yang tepat,

pengendalian kesehatan pekerja serta pemberantasan hama.

1. Keamanan air

PT. BFPI menggunakan air untuk keperluan mencuci ikan dengan

menggunakan rotary water berasal dari sumber bor. Rotary water yang

digunakan tidak mengandung bahan yang dapat menyebabkan korosi,

karena bahan dari rotary water terbuat dari stainless stell. Sumur bor

Page 11: Laporan Kunlap PT BFPI

yang digunakan sebagai sumber air di PT. BFPI terdapat 4 buah yang

masing-masing dilirkan ke dalam tangki penyimpanan air. Pengujian

kelayakan air dan SSOP dilakukan di LPPMHP setiap 6 bulan sekali.

Penerapan tersebut sesuai dengan pernyataan Triharjono (2013) yang

menyatakan bahwa air yang digunakan harus berasal dari yang aman dan

memiliki sistem jaminan keamanan.

2. Pencegahan kontaminasi silang

Pencegahan kontaminasi silang yang terdapat di PT. BFPI adalah

pencegahan kontaminasi bahan baku dengan bahan tambahan yang

digunakan, pencegahan kontaminasi peralatan, dan pencegahan

kontaminasi pekerja. Pencegahan kontaminasi pekerja yang ada di PT.

BFPI adalah dengan menerapkan peraturan tertulis bahwa pekerja

sebelum memasuki ruang produksi harus memakai sarung tangan,

masker, peutup kepala serta sepatu boot. Selain itu, pekerja sebelum

masuk ruang produksi harus memakai sanitizer berupa etanol dan air

yang sudah dihomogenkan dengan klorin 200 ppm. Pekerja yang berada

di ruang produksi dilarang merokok. Pakaian yang digunakan oleh

pekerja PT. BFPI adalah seragam yang berasal dari pabrik tersebut.

Setiap pekerja yang berada di ruang produksi diharuskan memakai

celemek yang dibawa oleh masing-masing pekerja. Pekerja yang bekerja

di PT. BFPI dilarang memakai make-up yang berlebihan, memiliki kuku

yang panjang, memakai aksesoris atau perhiasan. Setiap pekerja harus

memasukkan rambutnya kedalam penutup kepala seperti tpi guna

menghindari terjadinya kontaminasi mikroba karena adanya rambut

pekerja pada produk yang dihasilkan. Selain itu pencegahan kontaminasi

silang pekerja adalah menyediakan tempat cuci tangan dan tolilet yang

sesuai dengan jumlah pekerja yaitu 1 toliet digunakan oleh karyawan

kurang dari 20 orang. Namun sudut lantai dan sudut langit-langit yang

terdapat di ruang produksi PT. BFPI dideasain tidak tumpul, tetapi lancip

sehingga kemungkinan besar dapt terjadi kontaminasi silang.

3. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet

Page 12: Laporan Kunlap PT BFPI

Tempat pencucian tangan dan toilet yang terdapat di PT. BFPI ada di

setiap ruang tahapan proses pengalengan ikan. Pencuician tangan

dilakukan oleh pekerja sebelum memasuki ruang produksi. Pekerja

mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun supaya dapat

menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat di tangannya sehingga

tidak terjadi kontaminasi pada produk yang akan diproduksi. PT. BFPI

menerapkan SSOP pada fasilitas sanitasi seperti terdapat toilet pada

setiap tahapan proses pengalengan ikan. Menurut standart, 1 tolilet dapat

digunakan oleh 20 karyawan. Hal tersebut sesuia dengan jumlah

penggunaan toilet oleh pekerja yang terdapat di PT. BFPI. Toilet yang

terdapat di PT. BFPI adalah 20 toilet. 15 toilet untu karyawan perempuan

dan 5 toilet untuk karyawan laki-laki.

4. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan

Proses pembersihan alat yang dipakai merupakan proses perlindungan

dari bahan-bahan yang dapat mengakibatkan kontaminasi. Untuk gunting

yang digunakan untuk memotong kepala dan ekor ikan harus dilakukan

pencucian secara berkala dengan menggunakan chlorin. Selain itu proses

pemasukan ikan kedalam kaleng harus dilakukan secara steril supaya

tidak terdapat kontaminasi.

5. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar

a. Pengkodean

Proses pengkodean dilakukan pada tutup kaleng dengan dengan

mencantumkan jenis ikan dan nomer seamer. Berikut ini adalah

contoh pengkodean pada tutup kaleng:

Gambar 2. Contoh pengkodean pada kaleng

Page 13: Laporan Kunlap PT BFPI

Keterangan:

LBKT : lemuru beku

CSSI : lemuru segar

11 : seamer nomer 11

EXP 091215 : kadaluarsa pada tanggal 09 bulan Desember tahun 2015

b. Pelabelan

Produk yang telah diproduksi dan siap untuk dipasarkan harus

dilkukan pelabelan yang sesuai dengan spesifikasi produk dan

permintaan produsen. Selama proses pelabelan, juga harus dilakukan

pengecekan kesempurnaan pelabelan dan keleng yang berkarat.

Apabila terdapat kaleng yang berkarat dan masih bias, maka masih

dapat ditutupi dengan menggunakan tiner liquer.

6. Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan

kontaminasi

Pekerja yang bekerja di PT. BFPI melakukan pemeriksaan kesehatan

setiap 6 bulan sekali untuk mencegah kontaminasi silang oleh

karyawan, pencegahan kontaminasi dari peralatan atau lingkungan

dan pencegahan kontaminasi dari bahan baku dan bahan pembantu

lainnya yang digunakan.

7. Menghilangkan hama pengganggu dari unit pengolahan

Terdapat beberapa point yang tidak dapat diketahui mengenai

penghilangan hama yang terdapat pada PT. BFPI. .Namun menurut

teori diperkuliahan setiap industri memiliki cara untuk

menghilangkan hama atau serangga pengganggu lainnya yang dapat

mengganggu proses produksi serta menyebabkan efek negative bagi

produk yang dihasilkan.

8. Kondisi/Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan

Proses pembersihan alat yang berkontak langsung dengan makanan

dapat dilakukan dengan mencuci alat yang digunakan setiap 6 bulan

sekali. Frekuensi pencucian dari alat dapur tergantung pada jenis alat

yang digunakan. Alat saji dan alat masak dicuci, dibilas  dan

Page 14: Laporan Kunlap PT BFPI

disanitasi setelah digunakan. Permukaan peralatan yang berkontak

langsung dengan makanan, seperti pemanggang atau oven dapat

dibersihkan paling sedikit satu kali sehari.

2.2.3 Sistem ISO

PT. BFPI hanya menggunakan sistem HACCP dan tidak menggunakan

sistem ISO. Hal tersebut terjadi karena produk yang dihasilkan tidak diekspor

hingga ke negara di bagian Eropa karena pada negara di bagian Eropa

menerapkan sistem ISO pada produk yang masuk ke negara tersebut.

Page 15: Laporan Kunlap PT BFPI

Penerimaan bahan baku (ikan lemuru)

Ikan lemuru

Penyiangan dan pencucian 1

Pencucian 2

Pengisian dalam kaleng

Pemasakan pendahuluan

Penirisan

Pengisian saus

Penutupan kaleng

Pencucian kaleng

Sterilisasi

Pendinginan

Pendiaman di dalam gudang selama 24 jam

Pengelapan

Pelabelan

Pengkodean

Inkubasi

Pengepakan

Pemasaran

2.2.4 Diagram alir teknologi pengolahan produk, jenis produk apa saja yang

diproduksi

Page 16: Laporan Kunlap PT BFPI

1. Penerimaan bahan baku (ikan lemuru)

Ikan lemuru yang akan diterima dari nelayan dilakukan penimbangan dan

dilakukan pengujian kesegaran dan kelayakan penggunaan ikan. Pengujian

yang dilakukan meliputi uji fisik dan kimia (Uji formalin, peroksida, kadar

garam) dari ikan lemuru oleh QC PT. BFPI.

2. Penyiangan dan pencucian 1

Penyiangan ini dilakukan dengan cara memotong ikan pada bagian kepala

dan ekor, lalu mengeluarkan isi perut ikan, sehingga didapatkan 65%

bagian ikan yang diproses. Menurut (Moeljanto, 1982) menyatakan bahwa

proses harus teliti supaya tidak ada bagian isi perut yang tertinggal.

penyiangan ikan lemur. Setelah itu dilakukan pencucian menggunakan air

mengalir supaya kotoran, lender dan darah pada ikan dapat hilang.

3. Pencucian 2

Pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan mesin rotary washer.

Alat ini bergerak seperti putaran ulir yang berisi air yang berfungsi

menghilangkan darah, lender, dan kotoran lainnya yang masih menempel

pada ikan sebelum dimasukkan kedalam kaleng.

4. Pengisian dalam kaleng

Ikan yang telah dicuci dua kali, kemudian ditampung dalam keranjang dan

diletakkan di meja pengisian yang dilengkapi pipa air. Ikan tersebut

kemudian dimasukkan dalam kaleng secara manual. Banyaknya ikan

dalam kaleng sesuai dengan ukuran kaleng. Untuk kaleng dengan ukuran

202 x 308 (155 g) sebanyak 3-4 ekor ikan ukuran sedang, sedangkan untuk

kaleng berukuran 301 x 407 (425 g) sebanyak 9-11 ekor ikan ukuran

sedang. Proses ini dilakukan secara manual yang bertujuan untuk

mengecek apakah masih terdapat isi perut dari ikan lemuru tersebut.

Menurut Adawyah (2007), pengisian hendaknya dilakukan secara teratur

dan seragam. Produk diisikan sampai permukaan yang diinginkan dalam

wadah dengan memperhatikan head space. Apabila head space terlalu

besar, maka udara akan terperangkap dalam kaleng sehingga akan

mengakibatkan terjadinya oksidasi dan perubahan warna produk.

Page 17: Laporan Kunlap PT BFPI

5. Pemasakan pendahuluan (pre cooking)

Pemasakan pendahuluan merupakan proses pengukusan pertama kaleng

yang telah berisi ikan menggunakan alat exhaust box selama 12-15 menit

dengan suhu 80oC untuk kaleng 155 g dan 90oC untuk kaleng 425 g.

Pemasakan ini dilakukan menggunakan uap panas yang dipasok dari

boiler.

6. Penirisan

Setelah melalui proses pengukusan pertama, proses selanjutnya adalah

penirisan kaleng yang berisi ikan tang bertujuan menghilangkan air dan

minya hasil pengukusan. Proses penirisan dilakukan selama 20 detik.

7. Pengisian saus

Proses Pengisian saus dilakukan secara otomatis menggunakan mesin

dengan suhu 80oC. Kondisi ini bertujuan supaya ikan yang ada didalam

kaleng tetap dalam kondisi baik. Jenis saus yang ditambahakan tergantung

jenis ikan dan merk produk yang diproduksi. Selama proses pengisian saus

dirangkaikan dengan pembuatan ruang kosong (head space) dengan

derajad kemiringan 120o, sehingga menimbulkan ruang kosong berkisar 2-

3 mm dibawah tinggi kaleng (10%) dari tinggi kaleng dengan tujuan

memberikan ruang tempat pemuaian pada waktu sterilisasi. Volume saus

25-30% dari volume kaleng dengan suhu penghampaan 70-80oC. Suhu

tersebut akan mempengaruhi tekanan pada kaleng pada saat sterilisasi.

8. Penutupan kaleng (Seaming)

Penutupan kaleng dilakukan dengan cara menutup badan kaleng secara

repat sehingga tidak ada gas, udara dan air yang masuk. Mesin penutup

kaleng yang digunakan menggunakan double seaming secara otomatis,

sehingga terjadi proses penutupan dua kali. Pertama membentuk lekukan

kaleng, kemudian membentuk kuncian pada badan kaleng, setelah itu

dirapatkan antara kaleng dengan penutupnya. Hal ini sesuai dengan

pernyataan (Muchtadi, 1995) yang menyatakan bahwa Penutupan wadah

kaleng seringkali disebut dengan istilah “double seaming”. Mesin yang

digunakan untuk membuat penutupan tersebut (double seamer machine)

Page 18: Laporan Kunlap PT BFPI

jenisnya bervariasi dari yang digerakkan dengan tangan sampai yang

otomatis, tetapi pada prinsipnya kerja mesin tersebut sama, yaitu

menjalankan dua operasi dasar. Operasi pertama berfungsi untuk

membentuk atau menggulung bersama ujung pinggir tutup kaleng dan

badan kaleng, sedangkan operasi kedua berfungsi untuk meratakan

gulungan yang dihasilkan oleh operasi pertama

9. Pencucian kaleng

Pencucian kaleng dilakukan dengan menggunakan air yang telah

dihomogenkan menggunakan deterjen atau sabun dengan tujuan

menghilangkan saus, minyak dan pelumas yang menempel pada kaleng.

10. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses yang paling menentukan kualitas produk.

Proses ini didasarkan pada metode pengawetan ikan menggunakan suhu

tinggi yang bertujuan untuk membunuh mikroba pathogen dan bakteri

pembusuk yang terkandung pada ikan. Menurut (Adawyah, 2007), Proses

pemanasan makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat

menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari Clostridium

botulinum. Proses ini menggunakan alat yang bernama retort. Setelah

retort ditutup dan dioperasikan, langkah awal yang dilakukan yaitu

membuka kran steamdank ran venting selama 5 menit yang bertujuan

untuk mengeluarkan udara dalam retort. Setelah termometer menunjukkan

suhu 105oC maka kran safety valve dibuka kemudian ditutup kembali

berulang-ulang selama 5 menit agar kondensat dalam retort habis tanpa

sisa dan tinggal steam murni yang ada dalam retort. Dari proses venting ke

came up time dimulai pada waktu suhu mencapai 105-117oC. serta suhu ini

dipertahakan sampai waktu yang ditentukan. Suhu yang dibutuhkan untuk

sterilisasi adalah 117oC-119oC. Sedangkan menurut (Purnomo, 2009)

menyatakan bahwa proses sterilisasi pengalengan ikan meliputi

pemeriksaan awal dan pemuatan kaleng dalam retort, proses venting,

proses sterilisasi (come up time and processing time), proses pendinginan

(cooling process). Untuk kaleng ukuran 155 g dilakukan sterilisasi selama

Page 19: Laporan Kunlap PT BFPI

80 menit, sedangkan 245 g selama 100 menit dengan tekanan dalam retort

1 atm. Jika sterilisasi selesai, kran venting dibuka dan kran steam ditutup.

Sedangkan menurut (Murniyati dan Sunarman, 2000), Suhu yang biasanya

dipakai biasanya 115oC-120oC, dan waktunya 1-1 ½ jam, tergantung pada

jenis ikan dan ukuran kaleng.

11. Pendinginan

Proses pendinginan dilakukan dengan membukan kran air supaya air dapat

masuk ke dalam retort sampai keranjang dalam retort terpenuhi agar ikan

tidak hangus. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Adawyah, 2007)

yang menyatakan bahwa Apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan

maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak tekstur

dan citarasanya. Tujuan proses ini untuk menurunkan suhu kaleng hingga

mencapai suhu 35-40oC selama 10-15 menit. Selain itu menurut

(Adawyah, 2007) proses pendinginan juga dapat mengakibatkan bakteri

yang masih bertahan hidup akan menyebabkan shock sehingga akan mati.

12. Pendiaman di dalam gudang selama 24 jam

Pendiaman di dalam gudang selama 24 jam dilakukan untuk menurunkan

suhu produk mencapai suhu ruangan.

13. Pengelapan

Pengelapan dilakukan dengan tujuan menghilangkan minyak dan saus

yang menempel pada kemasan sehingga produk tersebut bersih.

14. Inkubasi

Proses inkubasi merupakan proses penahanan sementara barang jadi

sebelum dipasarkan kemasyarakat. Pada tahapan ini dilakukan pengecekan

secara keseluruhan terhadap produk jadi dengan mengambil beberapa

sampel yang mewakili sejumlah produk yang dihasilkan setiap kali

produksi. Setiap sampel dilakukan pengujian dilaboratorium atas mutu

seperti kekentalan saus, kadar garam, keasaman, tekstur ikan, bentuk fisik

produk, dan keberadaan tumbuhnya bakteri di dalam produk. Jika

ditemukan satu atau lebih produk yang mengalami cacat atau kerusakan,

maka produk tersebut di hold dan disortir 100%.

Page 20: Laporan Kunlap PT BFPI

15. Pengkodean

Proses pengkodean merupakan tahapan memberikan kode pada tutup

kaleng. Kode tersebut menunjukkan jenis ikan, nomor seamer dan tanggal

kardaluarsa.

16. Pelabelan

Produk yang telah diberi kode, kemudian diberi label yang sesuai dengan

spesifikasi produk dan permintaan produsen. Menurut (Adawyah, 2007)

Pelabelan bertujuan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan untuk

mengetahui kapan waktu produksi sehingga dapat menentukan masa

kadaluarsa dan dengan pemberian label produk akan dikenal masyarakat.

Selama pelebelan ini dilakukan pula pengecekan kesempurnaan label dan

karat ada kaleng. Apabila terdapat kaleng yang berkarat dan masih bias

ditutupi maka dilakukan pelapisan dengan menggunakan tiner liquer.

17. Pengepakan

Setelah dilakukan pelebelan, kaleng-kaleng dimasukkan ke dalam karton.

Namun sebelumnya dilakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap karton

yang digunakan apakah sesuai dengan tanggal dan kode produksi yang

tertera pada kaleng. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pengepakan yaitu jika ditemukan karton yang memiliki fisik dan kode

yang tertera rusak kurang dari 7,5%, maka produk tersebut boleh

dipasarkan, namun jika lebih dari 7,5% maka produk tersebut di hold dan

disortir 100%.

18. Pemasaran

Produk yang telah diproduksi oleh PT. BFPI dipasarkan secara langsung

kepada pembeli maupun distributor. Produk dipasarkan untuk daerah

lokal, interlokal, serta nasional yaitu Banyuwangi, Sumatera, Jawa, Bali,

Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Untuk

produk khusus yaitu ABC yang merupakan produk maklon penjualan

dilakukan sendiri oleh pihak buyer. Produk yang telah diproduksi juga di

ekspor ke luar negeri seperti negara India, Taiwan dan Vietnam.

Page 21: Laporan Kunlap PT BFPI

Adapun produk yang dihasilkan oleh PT. BFPI dalah sardines merek

ABC, sardines CIP, sardines Bandung, sardines Kiku, sardines Nafo, sardines

Sampi, tuna sambal goreng, tuna oil, sardines Yoko, kerupik ikan, kerupuk telur

Asin, bakso, sosis, tempura, abon ikan, abon telur asin, tepung ikan dan nugget

ikan tuna dan nugget ayam.

Page 22: Laporan Kunlap PT BFPI

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari kunjungan lapang yang telah dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Sistem HACCP yang terdapat pada pengolahan pengalengan ikan sarden

terdapat 3 CCP yaitu pada proses pre-cooking, seaming dan sterilisasi.

Sedangkan pada pengolahan pengalengan ikan tuna terdapat 4 CCP yaitu

pada proses penerimaan bahan baku, pre-cooking, seaming dan sterilisasi.

2. PT. BFPI telah menerapkan sistem HACCP untuk menjamin kemanan

pangan pada produk yang dihasilkan seperti adanya fasilitas sanitasi

pekerja, pengendalian kontaminasi silang dengan pemeriksaan kesehatan

pekerja dan pemakaian atribut lengkap selama proses produksi.

3. PT. BFPI telah menerapkan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air

Limbah) sehingga tidak dapat mencemari lingkungan sekitar dan telah

mengolah limbah yang dihasilkan menjadi tepung ikan.

4. Produk yang dipasarkan oleh PT. BFPI tidak sampai ke negara bagian

Eropa, karena PT. BFPI hanya menerapkan sistem HACCP sedangkan

pada negara di bagian Eropa mensyaratkan produk yang diimpor harus

memiliki ISO 22000.

3.2 Saran

Saran untuk kunjungan lapang ke industri selanjutnya adalah dibagi beberapa

kelompok untuk memasuki setiap ruang pengolahan sehingga tidak menimbulkan

kontaminasi pada proses produksi. Selain itu juga dapat mengetahui penjelasan

yang lebih jelas dari pemandu pabrik mengenai pabrik tersebut.

Page 23: Laporan Kunlap PT BFPI

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Sistem analisa bahaya dan

pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya. SNI 01-

4852-1998. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi

Aksara.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan.

Diterjemahkan Oleh Purnomo H, Adiono. Jakarta: UI Press.

Codex Committee on Food Hygiene. (1997). HACCP System and Guidelines for

its Application, Annexe to CAC/RCP 1-1969, Rev 3 dalam Codex

Alimentarius Commision Food Hygiene Basic Texts, Food and Agriculture

Organisation of the United Nations, Rome: World Health Organisation.

Lukman, D.W. 2002. SSOP (Sanitaiton Standard Operating Procedure), Higeine

Makanan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Moeljanto, R., 1982. Penggaraman dan Pengeringan Ikan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Muchtadi, D. dan J. Elisabeth. 1995. Teknologi Pemanfaatan Minyak Ikan

Sebagai Sumber Omega-3 untuk Kebutuhan Nutrisi dan Kesehatan.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian

dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian.

Murniati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan

Ikan. Yogyakarta: Kanisius.

Triharjono, A., Banun D. P.,Muhammad F. 2013. Evaluasi Prosedur Standar

Sanitasi Kerupuk Amplang di UD Sarina. Jurnal Agrointek Vol.7, No.2: 76-

84.

Page 24: Laporan Kunlap PT BFPI