LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

64
LAPORAN KULIAH KUNJUNGAN LAPANGAN (KKL) INDUSTRI FARMASI DI PT.MEPROFARM Disusun oleh : IKA WIJI LESTARI (24121017) RINI ROHIMAH (241210141) TIFANNY ELFANDARI (24121056) 1

Transcript of LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Page 1: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

LAPORAN KULIAH KUNJUNGAN LAPANGAN (KKL) INDUSTRI FARMASI DI PT.MEPROFARM

Disusun oleh :

IKA WIJI LESTARI (24121017)

RINI ROHIMAH (241210141)

TIFANNY ELFANDARI (24121056)

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG

1

Page 2: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

S1 FARMASI NONREGULER 2015

LEMBAR PENGESAHAN

2

Page 3: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

KATA PENGANTARPuji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Meprofarm Bandung dan menyusun laporan KKL ini dengan baik.

Kuliah Kunjungan Lapangan dilaksanakan di PT. Meprofarm mulai tanggal 6 April 2015 sampai tanggal 10 April 2015. KKL ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi sayarat untuk mengikuti Karya Tulis Ilmiah. KKL ini dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman mengenai aspek industri farmasi dan pemahaman CPOB bagi mahasiswa. Sehingga diharapkan akan menjadi bekal bagi mahasiswa setelah lulus nanti dan dapat berkompetensi di dunia kerja.

Penulis menyadari bahwa berkat kerja sama, bantuan, pengarahan, saran dan

dukungan dari berbagai pihak, pelaksanaan KKL hingga proses penyusunan

laporan ini dapat berjalan dengan baik.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua bantuan yang telah diberikan

kepada penulis. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi almamater dan

mahasiswa .

Bandung,14 April 2015

penulis

3

Page 4: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................1

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................3

BAB I Pendahuluan...................................................................................................4

BAB II Tinjauan Umum...........................................................................................6

2.1 PT. MEPROFARM....................................................................................6

2.2 Sejarah dan Perkembangan PT. MEPROFARM........................................6

2.3 Lokasi PT. MEPROFARM.........................................................................7

2.4 Struktur Organisasi PT. MEPROFARM....................................................8

2.5 Visi dan Misi PT. MEPROFARM..............................................................9

2.5.1 Visi............................................................................................................9

2.5.2 Misi...........................................................................................................9

2.5.3 Nilai Utama Perusahaan............................................................................9

2.6 Produk Utama PT. MEPROFARM............................................................9

BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................11

3.1 Struktur Organisasi Departemen Produksi....................................................11

3.2 Proses Produksi..............................................................................................13

3.2.1 Proses Produksi Betalaktam...........................................................................16

3.2.2 Proses Produksi Liquid dan Semi Solid.........................................................24

3.2.3 Produksi Sediaan Steril...............................................................................32

BAB IV PENUTUP................................................................................................42

LAMPIRAN............................................................................................................43

4

Page 5: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

BAB I Pendahuluan1.Latar Belakang

Sediaan farmasi dapat berupa obat, bahan obat, kosmetika, dan alat kesehatan. Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan fisik atau psikis pada manusia atau hewan, temasuk memperindah tubuh atau bagian tubuh manusia. Produk Obat diproduksi di industri tersendiri yaitu industri farmasi. Menurut Permenkes No.1799 tentang Industri Farmasi, Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi dari industri farmasi antara lain:

a. pembuatan obat dan/atau bahan obat;

b. pendidikan dan pelatihan; dan

c. penelitian dan pengembangan.

Setiap sediaan obat harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan efikasi.

Persyaratan mutu obat serta bahan obat tercantum dalam Farmakope Indonesia. Untuk menjamin keamanan, efikasi dan mutu obat, maka industri farmasi di Indonesia harus menerapkan ketentuan yang tercantum dalam CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). CPOB mencakup beberapa aspek dalam industri farmasi antara lain:

a. Manajemen Mutu

b. Personalia

c. Bangunan dan fasilitas

d. Peralatan

e. Sanitasi dan higienie

f. Produksi

g. Pengawasan mutu

h. Inspeksi diri dan audit

i. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali

produk dan produk kembalian.

j. Dokumentasi

k. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

5

Page 6: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

l. Kualifikasi dan validasi

Untuk dapat memperdalam ilmu dan pengetahuan dalam bidang pembuatan obat dan mengetahui implementasi dari CPOB di Industri Farmasi, maka perlu dilakukan kerja praktek di Industri bagi mahasiswa profesi apoteker, sebagai persiapan dalam menghadapi dunia kerja.

2.Tujuan

Tujuan dilakukannya kegiatan kuliah kunjungan lapangan ( KKL) di industri farmasi adalah untuk menambah wawasan mahasiswa dalam dunia industri obat serta menyamakan teori yang diajarkan di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan.

6

Page 7: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

BAB II Tinjauan Umum

2.1 PT. MEPROFARM PT. Meprofarm terletak di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung. PT. Meprofarm memiliki dua unit fungsional, yaitu MEPRO-1 dan MEPRO-2. MEPRO Unit 1 (MEPRO-1) beroperasi sejak 1995 dengan luas 30.000 m2 dan luas bangunan sekitar 10.000 m2. Meprofarm didirikan pada tahun 1973. Pada awalnya dimulai sebagai industri rumahan yang hanya memiliki 5 orang karyawan dengan beberapa fasilitas industri tradisional. Fasilitas MEPRO-1 memperoleh sertifikat GMP rating A dari badan POM pada tahun 2004, yang hanya diberikan pada 20 industri farmasi dari 200 industri farmasi yang ada saat itu. PT. Meprofarm menerapkan system “Quality and Enviroment Management System” dan telah mendapat sertifikat ISO 9001 dan 14001 sejak tahun 2007.

Pada tahun 2006 dibangun Fasilitas MEPRO UNIT 2 (MEPRO-2) yang terletak dibelakang bangunan MEPRO-1. Dengan luas area sekitar 400 m2, dan luas bangunan sekitar 25.000 m2. Fasilitas MEPRO-2 difokuskan untuk produksi sediaan injeksi, sirup, krim dan suppositoria.

2.2 Sejarah dan Perkembangan PT. MEPROFARM Pada tahun 1973 PT. Meprofarm didirikan dengan hanya beranggotakan 5 karyawan. Pada tahun tersebut, PT. Meprofarm memasarkan 5 produk generik yang dipasarkan secara langsung oleh Wanne Mardiwidyo yaitu pemilik sekaligus pendiri PT. Meprofarm. Pada waktu itu sediaan yang dipasarkan, diproduksi di ITB, bandung. Pada tahun 1975 PT. Meprofarm mulai melaksakan produksi di fasilitas milik PT. Meprofarm, karena terjadi peningkatan penjualan dan keinginan untuk memproduksi produk dengan kualitas tinggi. Pada tahun 1993, dilaksanakan pembangunan fasilitas produksi MEPRO-1 di Jalan Soekarno-Hatta 789, Bandung. MEPRO-1 didesain untuk memenuhi persyaratan GMP yang berlaku di Indonesia saat itu. Dan pada tahun 1995 fasilitas produksi MEPRO-1 selesai dibangun dan beroperasi sebagai fasilitas produksi. Semua kegiatan meliputi produksi, manajemen mutu (QC), R&D, marketing, Finance serta kegiatan administrasi lainnya dikerjakan pada fasilitas MEPRO-1 tersebut. Pada tahun yang sama, fasilitas produksi dilengkapi dengan fasilitas pembuatan produk steril dan non steril untuk antibiotik sepalosforin. Pada tahun 1996 PT. Meprofarm mendapatakan sertifikat GMP untuk produksi sediaan tablet, kapsul keras, sirup, sirup kering dan sediaan krim. Pada tahun 1998 PT. Meprofarm mendapatkan sertifikat GMP untuk produksi serbuk steril sefalosporin, tablet sefalosporin, dan sirup kering sefalosporin. Pada tahun 2006 dimulai proyek pembangunan MEPRO-2. Fasilitas MEPRO-2 dirancang untuk proses produksi sediaan injeksi, sirup, krim dan suppositoria. Pada tahun 2008 PT. Meprofarm memperoleh sertifikat ISO 9001 dan 14001. Fasilitas MEPRO-2 memperoleh

7

Page 8: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

sertifikat cGMP dan memulai operasi untuk produksi sediaan farmasi pada tahun 2011.

2.3 Lokasi PT. MEPROFARM PT. Meprofarm terletak dijalan Soekarno-Hatta no 789,km 11, Gedebage Bandung 40294

8

Page 9: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

2.4 Struktur Organisasi PT. MEPROFARM

Gambar 2.4 Struktur organisasi PT. Meprofarm.

Page 10: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

5

Page 11: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

2.5 Visi dan Misi PT. MEPROFARM

Adapun visi dan misi perusahaan PT. Meprofarm adalah sebagai berikut :

2.5.1 Visi

Untuk menjadi menjadi sebuah perusahaan farmasi yang terkemuka yang memfokuskan diri pada peningkatan berkesinambungan dalam menghasilkan produk-produk bermutu tinggi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan bersamaan itu juga mengoptimalkan nilai-nilai stakeholder dengan cara meminimalkan dampak kepada lingkungan. PT. Meprofarm juga menekankan continuous improvement yaitu selalu meningkatkan dan mengembangkan diri.

2.5.2 Misi

Menyempurnakan/menyelesaikan visi, dengan perusahaan menjalankan:

• Mengikuti standar cGMP.

• Mengembangkan kemampuan sumber daya manusia.

• Melancarkan efisiensi biaya.

• Mendirikan/membangun strategi perusahaan.

• Meningkatkan jumlah pasar.

2.5.3 Nilai Utama Perusahaan

• Memaksimalkan seluruh sumber daya untuk

• Selalu patuh pada pemenuhan persyaratan CPOB untuk

• Menghasilkan produk bermutu tinggi dan

• Bertanggung jawab terhadap seluruh stakeholder

• Sejalan dengan moto perusahaan yaitu "Your Wellness is Our Concern"

2.6 Produk Utama PT. MEPROFARM PT. MEPROFARM memproduksi sediaan tablet, kapsul, sirup, sirup kering, drop, krim, suspensi, suppositoria dan injeksi. Produk produksi PT. MEPROFARM dapat dibagi berdasarkan kegunaan farmakologinya menjadi beberapa kategori yaitu:

• Analgesik dan antipiretik

• Antasida

• Antituberkulosis

• Antiasma

• Antibiotik

Page 12: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

• Antidiare

• Antihistamnin dan antialegi

• Antiemetikum

• Antifungi

• Antihiperlipidemia

• Antispasmodik

• Kortikosteroid

• Obat batuk

• Food supplement

• Hormon

• Transquilizer

• Sediaan dermatologi

• Vitamin dan mineral

Contoh produk PT. MEPROFARM

Page 13: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Struktur Organisasi Departemen Produksi Departemen produksi berdasarkan peraturan tetap PT. Meprofarm terletak di

bawah General Manager Plant and Supply. GM Plant and Supply membawahi

Production Manager 1, Production Manager 2, dan PPIC Manager. Struktur

organisasi bagian produksi di PT Meprofarm dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1. Struktur organisasi departemen produksi.

Manager Produksi 1 dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh tiga asisten

manager. Asisten manager pertama bertanggung jawab menangani produksi

sediaan tablet, kapsul, dan sirup kering. Asisten manager kedua bertanggung

jawab menangani proses stripping, blistering, dan tablet bottling. Sementara,

asisten manager ketiga bertanggung jawab menangani administrasi produksi dan

pengemasan. Untuk Manager Produksi 2, dalam menjalankan tugasnya dibantu

oleh dua asisten manager yang bertanggung jawab terhadap produksi produk

steril dan non steril. Asisten manager steril bertanggung jawab menangani

Page 14: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

sediaan injeksi cair dan injeksi kering. Sementara, asisten manager nonsteril

bertanggung jawab menangani sediaan cair (sirup, suspensi, emulsi), dan

semisolid (salep, krim, gel, suppositoria, dan ovula). Pada masing-masing bagian

tersebut dibantu oleh kepala seksi dan operator

PT.Meprofarm memproduksi berbagai bentuk sediaan farmasi. Bentuk sediaan

yang diproduksi antara lain sediaan solid, semisolid, dan cair. Untuk dapat

memproduksi berbagai bentuk sediaan tersebut, PT. Meprofarm memiliki 2 unit

produksi yaitu Produksi 1 dan Produksi 2. Unit Produksi 1 memproduksi bentuk

sediaan nonsteril yaitu solid (tablet, kapsul, dan sirup kering). Unit Produksi 2

memproduksi bentuk sediaan steril dan nonsteril. Bentuk sediaan nontseril yang

diproduksi adalah sediaan semisolid (salep, krim, suppo dan ovula) dan cair

(sirup, suspensi, dan emulsi). Sementara bentuk sediaan steril yang diproduksi

adalah injeksi cair dalam ampul dan vial, infus, serta injeksi kering sefalosporin.

PT. Meprofarm juga membagi area produksi menjadi 4 area produksi. Area

tersebut adalah area produksi sedian solid non-(beta-sefa), area produksi sediaan

semisolid dan cair (steril dan nonsteril) non-(beta-sefa), area produksi sediaan

solid betalaktam, dan area produksi sediaaan solid sefalosporin (steril/nontseril)

(Gambar 5.2).

Gambar 3.2. Denah unit produksi PT. Meprofarm.

Page 15: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Kegiatan produksi di PT Meprofarm terdiri dari:

a. Produksi Mepro 1

Bentuk sediaan yang diproduksi antara lain: tablet plain, tablet salut (salut

enterik dan salut film), kapsul gelatin keras, kapsul lunak, sirup kering, tablet

betalaktam, injeksi kering sefalosporin, dan tablet sefalosporin.

b. Produksi Mepro 2

Bentuk sediaan yang diproduksi antara lain: injeksi steril, krim, suppo, ovula,

sirup, suspensi, dan larutan per-oral.

3.2 Proses Produksi

Produksi sediaan farmasi merupakan seluruh kegiatan dalam pembuatan obat,

mulai dari penerimaan bahan, dilanjutkan dengan pengolahan, pengemasan dan

pengemasan ulang, penandaan dan penandaan ulang sampai menghasilkan

produk jadi. Produk jadi adalah produk (obat) yang telah melalui seluruh tahap

proses produksi. Proses produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti

prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin

produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi

ketentuan izin pembuatan dan izin edar (CPOB 2012).

Ada berbagai istilah yang digunakan di industri farmasi. Diantaranya adalah

bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi.

Bahan awal adalah semua bahan, baik yang berkhasiat atau tidak berkhasiat, yang

berubah atau tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun

tidak semua bahan tersebut akan tertinggal di dalam produk ruahan. Bahan

pengemas adalah tiap bahan, termasuk bahan cetak, yang digunakan dalam proses

pengemasan obat, tetapi tidak termasuk kemasan luar yang digunakan untuk

transportasi atau keperluan pengiriman ke luar pabrik. Bahan pengemas disebut

primer atau sekunder tergantung tujuan penggunaan apakah bersentuhan

langsung dengan produk atau tidak. Produk antara adalah tiap bahan atau

campuran bahan yang masih memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan

lanjutan untuk menjadi produk ruahan. Produk ruahan adalah bahan yang telah

selesai diolah dan hanya memerlukan pengemasan untuk menghasilkan obat jadi

(CPOB 2012).

Page 16: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Secara garis besar, proses produksi untuk setiap produk yang ada di PT.

Meprofarm dapat dijelaskan sebagai berikut. Aktivitas pertama yang dilakukan

adalah diterbitkannya batch record oleh departemen PPIC sebagai tahap pertama

untuk menyusun perencanaan produk yang akan diproduksi. Batch record atau

disebut dengan Prosedur Pengelolahan Induk (PPI) dibuat oleh pihak R&D dan

telah disetujui oleh berbagai pihak di Meprofarm baik manager produksi,

manager QC, manager pabrik, manager QA, maupun vice president

manufacturing.

Manager produksi akan melakukan penyusunan jadwal produksi sesuai dengan

waktu, kapasitas personil, dan kapasitas mesin. Setelah jadwal produksi disusun,

maka proses produksi dapat dimulai sesuai jadwal produksi. Tahap awal proses

produksi adalah dilakukannya serah terima bahan awal/pengemas dari pihak

gudang dengan pihak produksi. Bahan yang diterima ini harus sudah dinyatakan

lulus memenuhi persyaratan oleh bagian Quality Control (QC). Bahan yang telah

disetujui oleh QC ini diberi label „DILULUSKAN‟ dengan kertas berwarna

hijau. Setelah serah terima bahan, bahan awal/bahan pengemas mengalami

beberapa proses sebelum masuk ke area batch staging. Untuk bahan awal

dilakukan penimbangan oleh pihak produksi di area khusus penimbanagn sesuai

dengan kebutuhan masing-masing bahan yang akan digunakan dalam proses

produksi. Sementara untuk bahan pengemas, ada yang melalui tahap pencucian

atau tanpa pencucian sebelum masuk ke area produksi. Prosedur ini tergantung

jenis bahan pengemas yang diterima. Bahan pengemas jenis kaca akan

dibersihkan terlebih dahulu dengan purified water (PW) untuk sediaan nonsteril

atau dengan water for injection (WFI) untuk sediaan steril kemudian dikeringkan

dengan panas kering. Pemanasan kering tersebut dapat dimanfaatkan baik untuk

proses pengeringan pasca pencucian maupun proses depyrogenasi. Proses

pengeringan kemasan plastik/kaca/botol dilakukan pada suhu 80 untuk botol

plastik dan pada suhu 130°C untuk botol kaca selama 2 jam pada sistem off-line

untuk sediaan nonsteril. Pada sistem in-line, pemanasan kering dilakukan selama

15 menit pada suhu 110°C untuk kemasan kaca. Proses depirogensi dilakukan

pada suhu 260°C selama 1 jam untuk kemasan untuk produk steril seperti ampul

dan vial. Untuk bahan pengemas lain seperti strip, blister, botol plastik, dan tube

umumnya tidak dilakukan proses pencucian karena telah dianggap bersih dari

supplier dan akan digunakan untuk kemasan sediaan solid/semisolid nonsteril.

Page 17: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Setelah proses tersebut, bahan awal/bahan pengemas dapat langsung

digunakan/disimpan dahulu di ruangan batches staging hingga proses produksi

untuk produk tersebut dimulai. Proses produksi selanjutnya adalah proses

pencampuran bahan awal menjadi satu batch. Prosedur pencampuran berbagai

sediaan tersebut berbeda-beda tergantung jenis sediaaan yang akan dibuat.

Setelah proses pencampuran selesai tahap selanjutnya adalah proses pencetakan

untuk tablet atau pengisian untuk sediaan cair, semisolid, dan sirup kering ke

dalam kemasan primer. Bahan yang telah dikemas dengan kemasan primer telah

menjadi produk jadi. Produk ini selanjutnya akan masuk kedalam tahap

pengemasan sekunder dan akan dilakukan proses pemeriksan mutu produk oleh

QC dan review batch record oleh QA. Bila produk telah memenuhi persyaratan

mutu maka produk diberi keterangan release oleh QA dan telah diperbolehkan

untuk dijual ke pasaran. Sebelum dijual, produk akan disimpan di Gudang

Produk Jadi (GPJ) dibawah koordinasi departemen PPIC sesuai kondisi

penyimpanannya. Semua kegiatan proses produksi tersebut mulai dari awal

hingga akhir dilakukan sesuai batch record atau PPI dan semua kegiatan tersebut

harus terdokumentasi dalam batch record atau disebut dengan Prosedur

Pengelolahan Induk (PPI).

Selama proses produksi berlangsung, dilakukan pengawasan dan pemeriksaan

terhadap proses, produk antara, dan produk ruahan yang dinamakan IPC (In

Process Control). IPC dilakukan terhadap batch produksi yang diambil pada

awal, tengah, dan akhir proses oleh petugas khusus IPC. In Process Control

(IPC) merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang dilakukan selama proses

produksi untuk memastikan bahwa spesifikasi/mutu produk selama proses

produksi terjamin dan terpenuhi. Selain itu, tujuan pemeriksaan ini adalah untuk

memantau hasil dan kinerja dari proses produksi. Dengan demikian, jika terjadi

variasi karakteristik/deviasi produk selama proses produksi akan dapat

memudahkan penelusuran penyebabnya dan dapat dilakukan upaya perbaikan

lebih awal sehingga akan mengurangi resiko kegagalan mutu produk.

Page 18: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

3.2.1 Proses Produksi Betalaktam

Proses produksi betalaktam dilakukan pada gedung yang terpisah dengan produksi non

betalaktam untuk menghindari terjadinya pencemaran silang, karena produk betalaktam yaitu

amoxicillin memiliki sensitivitas tinggi. Gedung produksi betalaktam telah dilengkapi dengan

system pengaturan udara (Air Handling System), air shower, dan ruang penyangga (air

lock). Lantai, dinding dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan

pembersihan.

Bentuk sediaan yang diproduksi antara lain: tablet ,kapsul , tablet salut film (co-amoxiclav)

dan sirup kering.

Ruangan di betalaktam terdiri dari ruang grey area dan black area,yang termasuk kedalam

ruang grey area yaitu ruang timbang, staging ,ruang mixing , ruang cetak, ruang coating ,

ruang pengisian dry sirup, ruang pengemasan primer, ruang pengisian kapsul, ruang botol

bersih, ruang penyimpanan alat, ruang cuci alat, ruang IPC, ruang supervisor, ruang antara

orang, ruang antara barang, janitor.sedangkan yang termasuk kedalam black area yaitu

gudang bahan baku, bahan kemas, ruang pengemasan skunder,ruang cuci botol, laboratorium,

toilette,kantin,mushola,locker pria dan wanita.

Kondisi ruangan di Betalaktam selalu diukur secara berkala untuk mengukur pertukaran

udara, suhu udara, kelembaban dan jumlah partikel. Setiap personel yang masuk keruangan

betalaktam diharuskan menggunakan pakaian khusus lengkap dengan aksesorisnya yang

berupa masker, sepatu dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruangan dan saat keluar dari

ruangan diharuskan melewati air shower yang dimaksudkan untuk menghilangkan partikel-

partikel pengotor yang melekat. Setelah selesai melaksanakan kegiatan produksi, setiap

personel diharuskan untuk membersihkan diri dengan mandi.

Ruangan gedung produksi beta-laktam dilengkapi dengan system pengaturan udara (Air

Handling System). Untuk mengukur perbedaan tekanan pada masing-masing ruang digunakan

alat pengukur beda tekanan yaitu magnehelic. Dimana tekanan udara di koridor dibuat lebih

positif dibandingkan dengan ruang unit proses agar partikel-partikel obat dari ruang unit

proses tidak mencemari ruang lain dan koridor. Perbedaan juga terdapat diantara ruang

Page 19: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

produksi dengan ruang antara. Tekanan ruang antara dibuat minimal sama besar dengan

koridor grey area, sedangkan gedung beta laktam, tekanan ruang antara dibuat lebih negatif

dibandingkan ruang produksi agar debu-debu dari ruang produksi tidak keluar tanpa

pengolahan terlebih dulu menggunakan sistem sing bubble airlock. Perbedaan ini tergantung

dari kegiatan produksi diruang produksi. Jika produksi menghasilkan banyak debu, tekanan

ruang produksi dibuat lebih negatif dari koridor.

Secara garis besar, proses produksi untuk setiap produk yang ada di PT. Meprofarm

dapat dijelaskan sebagai berikut. Aktivitas pertama yang dilakukan adalah adanya serah

terima bahan dari pihak gudang dengan pihak produksi. Bahan yang diterima ini harus sudah

dinyatakan lulus memenuhi persyaratan oleh bagian Quality Control (QC). Bahan yang telah

disetujui oleh QC ini diberi label ‘DILULUSKAN’ dengan kertas berwarna hijau. Selain

bahan, dilakukan pula serah terima bahan kemasan. Bahan kemasan inipun juga harus melalui

proses pengujian oleh bagian QC sama halnya pada bahan untuk produk obat. Setelah serah

terima bahan, kemudian dilakukan penimbangan oleh pihak produksi sesuai dengan

kebutuhan masing-masing bahan yang akan digunakan dalam proses produksi. Bahan-bahan

yang sudah ditimbang ini kemudian disimpan di ruang batches staging hingga proses

produksi untuk obat tersebut dimulai.

Untuk proses produksi selanjutnya, masing-masing berbeda untuk tiap

sediaan/produk. Alur ini akan dijelaskan lebih lanjut per masing-masing bentuk sediaan.

Selama proses produksi berlangsung, dilakukan pemeriksaan IPC (In Process Control) bets

produksi yang diambil pada awal, tengah, dan akhir proses oleh petugas khusus IPC. In

Process Control (IPC) merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang dilakukan selama proses

produksi untuk memastikan bahwa proses produksi yang berlangsung tersebut sesuai dengan

prosedur yang seharusnya. Dengan begitu, dapat diperoleh keseragaman bets dan kualitas

produk yang dihasilkan tercapai sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Selain itu,

tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memantau hasil dan kinerja dari proses produksi.

Dengan begitu, jika terjadi variasi karakteristik produk selama proses produksi, dapat

memudahkan penelusuran penyebabnya dan dapat dilakukan upaya perbaikan lebih awal

sehingga akan mengurangi biaya produksi yang besar.

Dalam proses produksi, dikenal adanya istilah produk antara dan produk ruahan.

Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu atau lebih

tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan, sedangkan produk ruahan

merupakan bahan yang telah selesai diolah dan hanya memerlukan satu tahap kegiatan lagi

Page 20: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

untuk menjadi produk yang siap jual (hanya perlu pengemasan sekunder). Produk yang sudah

jadi kemudian dilakukan pengemasan sekunder yang prosedurnya juga sudah ditetapkan

dalam Prosedur Pengemasan Induk (PPI), yaitu dibuat oleh bagian Research and

Development (R&D) dan telah disetujui oleh bagian Pemastian Mutu/Quality Assurance

(QA). Selama proses pengemasan tersebut, petugas IPC juga melakukan pemeriksaan untuk

memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam PPI tersebut. Obat jadi

tersebut dikarantina terlebih dahulu sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu

(QC). Jika diluluskan, maka produk tersebut akan direlease ke pasar. Sebelum

didistribusikan, obat jadi disimpan di dalam gudang obat jadi berdasarkan stabilitasnya dan

disusun berdasarkan jenis sediaan. Selain itu, selama proses distribusi kondisi tranportasi

harus menjamin produk tersebut tetap stabil hingga ke tangan konsumen. Berikut akan

dipaparkan masing-masing tahapan/alur proses produksi dari masing-masing bentuk sediaan.

a.Proses produksi sediaan Tablet

1) Penimbangan

Ruang penimbangan yang berada di gedung betalaktam dirancang dengan kondisi

tekanan udara yang lebih rendah daripada ruang antara dan jalur koridor. Hal ini

dimaksudkan agar bahan-bahan obat yang berupa serbuk-serbuk tidak keluar ruang

penimbangan dan mencemari ruangan lainnya karena udara masuk dari luar ke ruangan

ALUR PROSES PRODUKSI TABLET

PROSES

PENIMBANGAN

MIXING

CETAK

PENYALUTAN

PENGEMASAN

PRIMER(STRIPPING)

PENGEMASAN SKUNDER

HASIL

PRODUK ANTARA

PRODUK RUAHAN

PRODUK OBAT JADI

Page 21: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

timbang. Bahan baku masuk menuju ruang penimbangan dari gudang bahan baku melalui

pass through yang diterima di ruang antara untuk dibersihkan terlebih dahulu sebelum

masuk ke ruang penimbangan.

Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk memastikan bahwa bahan baku tersebut

adalah benar yang tercantum dalam protap produksi, dalam kondisi baik, dan telah

diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu (QC). Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan

nama bahan baku, tanggal kadaluwarsa, pemerian fisik, warna, bau, dan benda asing yang

terdapat pada bahan baku. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan keberadaan label status

bahan “DILULUSKAN” yang berasal dari QC dan kemudian dilakukan pencatatan

nomor analisa bahan pada batch record.

Persyaratan suhu dan kelembaban diruang penimbangan untuk suhu ≤ 27oC dan

kelembaban udara (RH) ≤ 70%.

Untuk bahan baku pottasium clavulanat memiliki penanganan khusus karena

harus di timbang pada ruang penimbangan yang khusus yaitu low RH yang artinya

ruangan telah diatur suhu dan kelambaban udara (RH) sesuai syarat yang di tentukan

yaitu ≤ 23oC dan RH ≤ 30%. Dan pada penimbangan mengguanakan plastik rangkap 4

diberi silika gel. Hal ini dilakukan untuk melindungi bahan dari pengaruh suhu dan

kelembaban.

Masing-masing bahan baku diambil dan ditimbang sesuai dengan urutan yang

tertera pada batch record. Bahan-bahan baku yang telah ditimbang dimasukkan dalam

wadah plastik besar yang diletakkan di atas palet dan kemudian diberi label yang jelas.

Bahan-bahan ini disimpan di ruang staging hingga proses produksi selanjutnya akan

dimulai. Bahan-bahan sisa yang tidak digunakan untuk proses produksi dilakukan proses

rekonsiliasi/dicatat dalam kartu stok bahan baku sehingga dapat diketahui jumlah bahan

yang dipakai maupun tidak terpakai. Bahan yang tidak terpakai akan dikembalikan ke

gudang bahan baku. Hal ini untuk memudahkan pengendalian bagian PPIC terhadap

jumlah bahan baku yang ada.

2).Mixing

Proses mixing dilakukan dengan cara mixing kering.sebelumnya bahan baku di cek

terlebih dahulu jumlah dan kesesuaian no.batch yang akan di mixing dengan yang tertera di

catatan batch. Proses pencampuran bahan menggunakan alat “Triplicity cone mixer”atau

“Drum mixer 300L”dengan kecepatan 14 rpm selama 30 menit. Kemudian masa di timbang

Page 22: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

dan dimasukan ke dalam staging selama menunggu proses selanjutnya.proses mixing berjalan

sesuai dengan prosedur yang tertera pada catatn batch.

3).Pencetakan

Sebelum pencetakan dimulai, dilakukan pengaturan alat untuk memperoleh bobot

dan kekerasan tablet yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Tablet dicetak

dengan cara mengempa massa cetak yang mengandung satu atau beberapa bahan aktif

serta pengisinya menggunakan mesin cetak yang disebut pencetak (press). Mesin

pencetak tablet terdiri dari komponen-komponen dasar sebagai berikut:

a. Hopper sebagai tempat menyimpan, memasukkan granulat yang akan dikempa, dan

mengalirkan massa cetak yang akan dikempa. Berdasarkan jumlah Hopper, mesin

tablet juga dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu Single Hopper (SH) dan

Double Hopper (DH). Umumnya mesin tablet DH digunakan untuk menghasilkan

tablet lapis ganda (double layer) yang memerlukan dua kali pengempaan massa cetak.

Jumlah tablet yang dapat dicetak dalam satu siklus oleh sebuah mesin dapat bervariasi

bergantung pada jumlah station punches dan dies yang terpasang. Mesin tablet yang

digunakan di betalaktam adalah mesin tablet dengan jenis Shing Tse.

b. Die yang menentukan bentuk dan ukuran/diameter tablet. Berdasarkan diameter die

yang digunakan, terdapat dua tipe tooling mesin tablet, yaitu tipe B dan tipe D. Mesin

tipe B memiliki die dengan diameter 1,9 cm sedangkan mesin tipe D memiliki die

dengan diameter 1 inchi (2,54 cm). Mesin tipe D umumnya digunakan untuk tablet-

tablet dengan ukuran besar karena memiliki daya tekan yang lebih besar.

c. Punch digunakan untuk mengempa granulat yang terdapat di dalam die.

d. Jalur cam untuk mengatur gerakan punch

4).Penyalutan

Proses penyalutan di betalaktam menggunakan tipe salut film dengan pelarut

cairan organik untuk menyalut tablet. Tablet yang akan disalut harus mempunyai bentuk

yang cembung agar mudah dalam proses penyalutan. Proses penyalutan merupakan

proses penyemprotan tablet dengan larutan penyalut menggunakan mesin penyalut tablet

(Coating Machine). Mesin ini merupakan mesin penyalut dengan sistem panci berlubang

Page 23: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

yang berputar pada sumbu datarnya di dalam kotak tertutup. Larutan penyalut

disemprotkan menggunakan alat penyemprot otomatis yang disebut Peristaltic Spray

System.

Udara yang digunakan saat penyalutan adalah udara yang telah mengalami

treatment atau perlakuan berupa pendinginan, pemanasan, atau filtrasi sehingga udara

tersebut dapat diatur sesuai kebutuhan. Udara yang telah bercampur dengan bahan

penyalut akan disaring kembali melalui filter atau scrabber (bak air untuk menjebak debu

atau partikel yang ikut terbang bersama udara).

6). Pengemasan Primer

Pengemasan primer adalah proses pengemasan pada produk ruahan pertama.

Pengemasan primer dilakukan menggunakan kemasan yang langsung kontak dengan

produk (obat). Dengan demikian jenis kemasan primer dan proses pengemasan akan

bergantung pada bentuk dan sifat obat. Di PT. Meprofarm, pengemasan primer tablet

terdapat tiga jenis yaitu pengemasan dengan strip,mesin stripping yang digunakan yaitu

jenis Chentai APM-C.

Untuk pengemasan dengan mesin stripping, kemasan dipasang pada mesin. Jenis

bahan strip yaitu poliselonium dan polinium, dimana masing-masing mempunyai

ketebalan yang berbeda-beda. Pada mesin stripping, tablet, kaplet, atau kapsul

dimasukkan dalam Hopper. Produk akan jatuh ke dalam rongga strip kemudian area strip

di sekeliling produk akan dipanaskan pada Heating Sealing Roller sehingga strip

menempel dan tertutup. Selanjutnya pada strip bagian belakang dilakukan coding nomor

batch, tanggal kadaluwarsa, serta harga eceran tertinggi (HET) menggunakan inkjet

printer. Setelah itu strip akan dipotong sesuai dengan jumlah tablet per strip yang telah

diatur. Strip memliki perlindungan lebih kuat terhadap produk sehingga banyak

digunakan untuk produk yang memiliki stabilitas rendah terhadap pengaruh lingkungan

luar.

Setelah pengemasan primer selesai, dilakukan penyortiran hasil stripping dan

melalui pemeriksaaan fisik seluruh produk satu persatu. Pemeriksaan ini meliputi jelas

atau tidaknya penandaan, kerapihan pemotongan, dan kelengkapan isi setiap rongga pada

strip dan blister. Bila terdapat hasil strip atau blister yang tidak memenuhi syarat, produk

akan dipisahkan untuk diproses ulang (kemas ulang).

7).Coding

Page 24: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Sebelum dilakukan pengemasan skunder terlebih dahulu dilakukan proses penandaan

atau pengecapan bahan kemas skunder(Coding). Proses pengecapan bahan kemas skunder

meliputi no.batch ,tanggal pembuatan ,expired date ,dan HET. Pengecapan dilakukan

untuk memisahkan antara satu batch dengan batch lain agar produk yang dikemas sesuai

dengan komposisi bahan atau kandungan zat aktifnya dan menjaga aga produk tidak

tercampur.

8). Pengemasan Sekunder

Pengemasan sekunder (outer box) adalah proses pengemasan lanjutan pada

produk dalam kemasan primer dengan melibatkan bahan kemas lainnya sesuai dengan

yang tercantum dalam batch record. Titik kritis proses pengemasan sekunder yaitu

penyiapan jalur yang bersih dari sisa bahan kemas produk lain. Hal yang perlu

diperhatikan dalam pengemasan sekunder yaitu pemeriksaan kode pada kemasan yang

meliputi kesesuaian nomor batch, tanggal kadaluwarsa, HET telah sesuai dengan batch

record.

Setelah produk dikemas sekunder, dilakukan penimbangan setiap dus untuk

pemeriksaan dan pemberian label dus induk (master box). Label dus induk harus memuat

informasi nama produk, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, nomor urut dus induk, dan

berat bruto dus induk. Pelulusan produk jadi dilakukan oleh Bagian Pengawasan Mutu

(QC). Selain itu, sampel produk juga harus dipisahkan untuk sampel pertinggal dan uji

stabilita oleh QC. Selanjutnya produk dikirimkan ke gudang produk jadi dan dipastikan

bahwa setiap dus induk telah ditandatangani oleh petugas IPC.

8). In Process Control (IPC)

IPC merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan

dilaksanakan selama proses pembuatan produk, termasuk pemeriksaan dan pengujian

terhadap lingkungan dan peralatan. Pengawasan ini dilakukan untuk memantau hasil dan

memvalidasi kinerja proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi

karakteristik produk selama proses berjalan serta memastikan produk yang dihasilkan

memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengujian IPC dilakukan oleh

petugas bagian produksi dan QC.

b. Proses Produksi Sediaan Kapsul

Page 25: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Kegiatan produksi kapsul meliputi kegiatan penimbangan, granulasi, pengeringan,

pengayakan, dan penambahan fase luar. Metode pengisian granul ke dalam kapsul dilakukan

secara otomatis menggunakan mesin pengisi kapsul yaitu Capsule filling machine Bosch

GKF330S untuk pengisian kapsul di gedung produksi utama. Alat ini menggunakan prinsip

tamping system, yaitu dengan pemadatan granul/serbuk sebelum granul/serbuk diisikan ke

dalam kapsul. Kepala dan badan cangkang kapsul dipisahkan, kemudian granul padat

diisikan, cangkang ditutup dan dikencangkan, kemudian kapsul dikeluarkan dari mesin. Titik

kritis pengisian kapsul yaitu bobot granul dalam setiap kapsul. Oleh karena itu, harus

dilakukan pengambilan sampel secara periodik untuk pemeriksaan bobot kapsul supaya

memastikan proses pengisian berjalan dengan baik.

Setelah kapsul selesai diisi dengan granul, kemudian dimasukan dalam mesin

deduster untuk mengeluarkan kapsul yang tidak ada isinya atau kosong, lalu dilakukan

pembersihan permukaan luar kapsul dengan mesin Capsule Polishing Machine untuk

menghilangkan debu dari permukaan luar kapsul dan membuat kapsul lebih mengkilat.

Selanjutnya kapsul siap dikemas dengan strip atau blister.

c. Proses Produksi Sediaan Sirup Kering

Proses prosuksi sirup kering meliputi :

1) Penimbangan

Tahap penimbangan sama seperti pada penimbangan produksi sediaan tablet.

2) Pengeringan bahan pembantu

Untuk produk yang menggunakan zat aktif pottasium clavulanat,dan bahan yang memiliki

kadar air tinggi.

Pengeringan bahan pembantu bertujuan agar bahan pembantu yang digunakan memiliki

kadar air tertentu sesuai dengan spesifikasi kadar air yang tertera pada batch record.

3) Pencampuran bahan

Pencampuran bahan umumnya dilakukan dalam Drum Mixer. Sediaan sirup kering harus

dikemas dalam botol sehingga pengemasan primer untuk sirup kering mencakup

pengisian massa ke dalam botol dan penutupan botol secara otomatis menggunakan mesin

Filling & Capping Jih Cheng JC-PCB.

4) Pengemasan primer

Botol-botol dan cap-nya sebagai bahan kemas harus dibersihkan terlebih dulu dengan

cara pencucian otomatis dalam mesin Rotary bottle washing kemudian dikeringkan

Page 26: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

dalam Doubledoor dryung oven bersuhu 125 C dan didinginkan sampai suhu sekitar 40 oC. Proses pengisian dimulai dengan penempatan botol bersih dalam conveyor, pengisian

massa serbuk ke dalam Hopper mesin Filling, dan pengisian cap ke dalam Hopper mesin

Capping.dan dilakukan penyortiran botol dan tutup untuk memeriksa kesesuaian isi ,tidak

ada botol yang pecah atau retak,serta tutup botol yang sobek.

5) Pengemasan Sekunder

Pemasangan etiket pada botol dilakukan menggunakan mesin di mana etiket yang sudah

berkode dan bahan perekat diposisikan sedemikian rupa agar botol yang berjalan dalam

conveyor dapat langsung ditempel dengan etiket. Setelah itu, botol dimasukkan ke dalam

outerbox dalam dus induk beserta brosur dan sendok takarnya, kemudian dilakukan

penimbangan dan pelabelan setiap dus induk sebelum produk masuk ke gudang produk jadi.

Titik kritis pengemasan sekunder untuk botol sirup kering terletak pada kesiapan jalur

pengemasan agar mencegah mix-up bahan kemas sekunder.

3.2.2 Proses Produksi Liquid dan Semi Solid

a. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup dan Suspensi.

Alur Proses Produksi Sediaan Sirup dan Suspensi

Proses

Bahan Awal

Hasil

Penimbangan

Pencampuran

Pengemasan Primer (pengisian kedalam

botol)

Produk Antara

Pengemasan sekunder Produk Obat Jadi

Produk Ruahan

Page 27: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Sediaan sirup cair dan suspensi diproduksi di pabrik Meprofarm 2 dengan

menggunakan sistem produksi in-line atau off-line. Yang dimaksud dengan

proses in-line adalah proses mixing, transfer massa, filling, hingga pengemasan

sekunder dilakukan dalam satu kesatuan jalur. Sementara, off-line adalah

proses mixing, transfer massa, dan filling tidak satu kesatuan jalur. Proses

produksi secara in-line lebih efektif dan efisien karena selain dapat mengurangi

terjadinya kontaminasi, juga dapat mengurangi jumlah waktu yang dibutuhkan

dalam proses produksi. Proses produksi sediaan sirup cair dan suspensi secara

umum terdiri dari :

1) Penimbangan

Tahap penimbangan sama seperti pada tahap penimbangan produksi sediaan

tablet. Namun, penimbangan bahan awal yang bersifat cair dilakukan di ruang

penimbangan terpisah dari penimbangan bahan awal padatan. Bahan awal cairan

akan ditransfer dari gudang (kelas F, black area) ke area penimbangan (kelas E,

grey area). Untuk penimbangan bahan cairan, tidak dilakukan di bawah LAF,

karena bahan cair tidak menghasilkan partikel di ruang penimbangan, berbeda

dengan material padatan. Setelah penimbangan, bahan akan dimasukan ke dalam

wadah batch staging dan siap untuk diproses lebih lanjut.

2) Pencampuran (mixing)

Bahan awal yang sudah siap untuk diolah akan dikirim dari ruang staging ke

ruang pencampuran (mixing). Alat mixing untuk sediaan suspensi dan sirup

adalah Tetra Pack Mixer.

Alat Tetra Pack Mixer memilki 3 tanki pencampuran yaitu tanki T-01, T-02, dan

T-03. Tanki T-01 memiliki kapasitas hingga 1000 L dan memiliki hight shear

mixer didasar bak. Hight shear mixer ini berfungsi sebagai pemecah massa bulk

menjadi lebih homogen. Oleh sebab itu, alat ini dimanfaatkan untuk proses

pencampuran sediaan suspensi atau emulsi. Tank T-02 memiliki kapasitas hingga

1000 L dan hanya memiliki agitator saja. Oleh sebab itu, tank T-02 digunakan

untuk pencampuran sediaan sirup atau larutan. Sementara, tank T-03 memiliki

Page 28: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

kapasitas 300 L dan hight shear mixer. Maka, tank T-03 digunakan sama seperti

tanki T-01. Namun, tanki T-03 juga biasa digunakan sebagai tanki pencampuran

awal sediaan suspensi/emulsi kemudian ditransfer secara otomatis ke mesin tanki

T-01 untuk menjadi massa bulk.

Alat Tetra Pack Mixer merupakan alat mixing otomatis. Alat ini dapat diatur

secara otomatis. Pengaturan dan pengontrolan yang dapat dilakukan adalah suhu

pencampuran, kecepatan pencampuran, lama pencampuran, penimbangan

material dalam tanki, hingga proses clean in place (CIP). Masing-masing mesin

tanki dapat melakukan CIP selama 1 jam. Proses CIP yang dilakukan oleh mesin

dengan cara bilasan pertama dengan recycle purified water (PW), bilasan kedua

menggunakan Tap Water, dan bilasan ketiga bilasan terakhir menggunakan air

PW. Pada saat bersamaan dangan CIP, mesin tanki lain yang telah bersih dapat

dimanfaatkan untuk pencampuran sediaan lainnya. Oleh sebab itu, alat ini

berjalan lebih produktif, effisien, dan efektif dibandingkan dengan cara manual.

Pencampuran yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama adalah

memasukkan bahan awal ke dalam tanki dengan sistem vakum. Proses

pencampuran menggunakan purified water (PW). Prosedur pencampuran

dilakukan sesuai dengan batch record. Produk-produk yang telah selesai

dicampurkan ada yang bersifat pararel dan non-pararel. Produk pararel adalah

produk yang dapat langsung filling tanpa menunggu pemeriksaan kadar terlebih

dahulu oleh bagian QC, karena pemeriksaan kadar dilakukan bersamaan dengan

proses filling. Sementara, produk nonpararel merupakan produk yang harus

menunggu hasil pemeriksaan kadar dari QC sampai dinyatakan “LULUS” baru

dapat dilakukan proses filling. Bagi produk-produk yang tidak stabil dengan

oksigen maka selama proses mixing dialirkan gas N2.

3) Pengemasan Primer

Botol yang akan digunakan sebagai wadah primer adalah wadah botol kaca atau

botol plastik. Wadah botol kaca dicuci secara otomatis menggunakan mesin

pencuci botol dengan menggunakan air recycle yang selanjutnya botol dibilas

dengan PW dan dikeringkan. Proses pengeringan dapat dilakukan secara in-line

atau off-line. Pengeringan secara inline dilakukan dalam tunnel selama 15 menit

pada suhu 110°C. Sementara, pengeringan secara off-line dilakukan dalam oven

bersuhu 20-150°C selama dua jam. Untuk wadah botol plastik, dikeringkan pada

Page 29: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

suhu 80°C selama dua jam pada sistem off-line. Untuk tutup botol, dibersihkan

dengan cara direndam dalam alkohol dan dikeringkan. Pengisian dan penutupan

botol dilakukan menggunakan mesin Filling Jih Cheng JC -FL6 dan mesin

Filling Jih Cheng JC-FML 12. Pada proses pengisian sediaan suspensi, produk

ruahan harus selalu diaduk untuk menjamin keseragaman dosis dalam produk dan

mencegah terbentuknya endapan. Selain itu, saat pengisian petugas IPC akan

melakukan sampling untuk pemeriksaan volume terpindahkan setiap 30 menit.

Selama proses filling, IPC juga akan mengambil sampel awal, tengah, dan akhir

untuk pengujian kimia dan fisika. Pengujian kimia meliputi pH, mikro, BJ

maupun kadar. Sementara, pengujian fisika meliputi pemerian dan hasil sealing.

Untuk produk-produk yang mudah teroksidasi, selama proses filling dialiri

dengan gas N2. Sesaat sebelum sealing, diberikan aliran N2 ke dalam sediaan. Ini

dilakukan untuk menghiangkan gas O2 dalam sediaan.

Proses fillling dapat dilakukan pada sistem in-line dan off-line. Mesin filling

inline pada line 1 memiliki 12 nozzle. Mesin filling in-line memiliki kapasitas

18.000 botol per hari dan volume filling 10-120 mL. Sementara, mesin filling

offline pada line 3 memiliki 6 nozzle. Mesin line 3 memiliki kapasitas 8000

botol/hari dan volume filling 10- 225ml.

4) Pengemasan Sekunder

Kemasan sekunder produk sirup cair dan suspensi meliputi label, etiket, brosur,

sendok takar, pipet tetes, outterbox, dan dus induk. Pengemasan sekunder

dilakukan di area pengemasan, di luar ruang produksi. Kontrol produk yang

telah diberi kemasan sekunder mencakup pemeriksaan fisik kemasan dan bobot

akhir produk dalam kemasan, kebersihan ruangan, serta kesiapan jalur yang

dilakukan oleh bagian packaging. Selanjutnya produk dikirim ke Gudang Produk

Jadi (GPJ) dengan label “KARANTINA”. Setelah mendapat persetujuan

“DILULUSKAN” dari bagian QC dan review batch record QA, maka produk

dapat dijual ke pasaran.

Page 30: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

b. Alur Proses Produksi Sediaan Semisolid (Krim)

1) Penimbangan

Tahap penimbangan sama seperti penimbangan produk lainnya.

2) Pembuatan Basis Krim

Proses pengolahan dimulai dengan memanaskan tanki fase air dan fase minyak

masing-masing pada suhu 70-80°C.Pembuatan fase minyak menggunakan alat

Axomtic FUS 75 kemudian di pindahkan dengan melewati penyaring khusus

untuk memisahkan pengotor. Apabila suhu sudah mencapai 70–80°C, dilakukan

pencampuran fase minyak dan fase air. Pengadukan fase minyak dan fase air

Alur Proses Produksi Sediaan Krim

Proses

Bahan Awal

Hasil

Penimbangan

Pencampuranfase minyak

Pengemasan Primer

( pengisiankedalamtube) )

Produk Antara

Pengemasan sekunder Produk Obat Jadi

Produk Ruahan

Pencampuran fase air

Pembuatan basis krim

Pencampuran akhir

Page 31: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

harus dilakukan pada kecepatan yang konstan agar terbentuk basis krim yang

baik. Pengadukan ini dilakukan menggunakan alat Under-Vacuum Emulsifying

Mixer Axomatic 100 LT. Selanjutnya suhu tanki diturunkan hingga 45-50°C. Alat

Axomatic 100 LT memiliki turbin dan agitator. Turbin dan agitator berguna untuk

proses homogenisasi. Sesaat setelah basis krim terbentuk, maka turbin dihentikan

untuk mencegah terjadinya pemisahan basis krim. Sementara agitator, berfungsi

untuk menguraikan agregat-agregat besar atau emulsi menjadi agregat yang lebih

halus dan homogen.

3) Pencampuran Akhir

Zat aktif yang telah didispersikan ditambahkan ke dalam basis krim. Kemudian

dilakukan pengadukan dengan mixer selama 30 menit menggunakan alat

UnderVacuum Emulsifying Mixer Axomatic 100 LT. Sampel kemudian diambil

dan dikirim ke bagian IPC dan QC untuk diperiksa pada tiga titik, yaitu atas,

tengah dan bawah. Pemeriksaan yang dilakukan IPC adalah pemeriksaan

konsistensi krim menggunakan alat penetrometer. Sementara QC, akan

memeriksa secara spesifikasi kimia. Penambahan zat pewangi dilakukan pada

suhu 35–40 °C sebab zat pewangi mudah menguap pada suhu tinggi dan dapat

mengganggu penentuan kadar zat aktif yang menggunakan metode High

Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sediaan krim juga dibagi dua

perlakukan yaitu pararel dan nonpararel. Namun, kebanyakan sediaan semisolid

bersifat non-pararel maka harus menunggu proses pelulusan dari pihak QC

sebelum dilakukan proses filling.

4) Pengemasan Primer

Pengemasan primer massa krim ke dalam tube dilakukan otomatis

menggunakan mesin Tube Filling Axomatic Optima 900. Mesin ini memiliki

kecepatan pengisian 25 tube/menit atau 3000 tube/jam.

Keseluruhan proses pengisian terdiri beberapa tahap. Tahap awal adalah

penempatan tube bersih pada Hopper tube. Kemudian tube akan ditegakkan oleh

perangkat mesin. Bibir tube akan diperlebar oleh mesin untuk memudahkan

proses filling. Selanjutnya, dilakukan proses filling dengan cara mendorong krim

ke tube oleh alat dengan daya dorong tertentu. Tube yang telah berisi produk

selanjutnya di-sealing sebanyak tiga kali dan dilakukan pencetakan nomor batch

Page 32: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

dan tanggal kadaluarsa, serta pengeluaran tube dari mesin. Tube yang keluar dari

mesin akan langsung diperiksa bobotnya untuk memisahkan produk krim yang

bobotnya diluar rentang (produk ditolak/reject). Produk juga diperiksa

penampilan fisiknya untuk menghindari kerusakan pada tube. Produk yang

ditolak akan dikeluarkan isinya kemudian dikemas ulang secara manual ke dalam

tube baru.

5) Pengemasan Sekunder

Kemasan sekunder sediaan krim terdiri dari brosur, dus krim, dan dus induk. Dus induk yang telah diisi dengan produk selanjutnya ditimbang dan diberi label. Kebenaran pengemasan diperiksa oleh Kepala Seksi Pengemasan. Sama seperti pengemasan sekunder sediaan lainnya, titik kritis pengemasan krim juga terletak pada kesiapan jalur pengemasan. Jika jalur pengemasan telah siap, baru dilakukan penyiapan bahan kemas sesuai dengan yang dibutuhkan dan tertera pada batch record. Selanjutnya produk jadi diserahkan ke GPJ. Sisa bahan kemas yang memiliki label identitas nomor batch dan Exp date dihancurkan sedangkan sisa brosur dihitung jumlahnya dan dikembalikan ke Gudang Bahan Kemas (GBK).

c. Alur Proses Produksi Sediaan Semisolid ( Suppositoria, dan Ovula).

1) Penimbangan

Alur Proses Produksi Sediaan Suppo atau Ovula

Proses

Bahan Awal

Hasil

Penimbangan

Pencampuran

Pengemasan Primer( pengisian

kedalam rotoplast )

Produk Antara

Coding

Pengemasan sekunder Produk Obat Jadi

Produk Ruahan

Page 33: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Tahap penimbangan sama seperti penimbangan pada produk lainnya.

2) Pencampuran

Proses pengolahan basis dimulai dengan memanaskan tanki basis suppo pada

suhu 40-50°C. Pengadukan basis harus dilakukan pada kecepatan yang konstan

agar terbentuk basis yang baik. Pengadukan ini dilakukan pada alat Under-

Vacuum Emulsifying Mixer Axomatic 100 LT atau wadah stainless untuk

kapasitas kecil dengan menggunakan Mixer Silverson L5T. Zat aktif

ditambahkan dalam basis. Kemudian dilakukan pengadukan dengan mixer selama

1 jam. Setelah selesai pencampuran, maka disimpan dalam area staging hingga

dinyatakan „LULUS‟ oleh QC.

3) Pengemasan Primer

Suppo/ovula dikemas dalam kemasan strip khusus suppo/ovula. Bahan pengemas

tidak perlu dibersihkan sebelumnya karena dibeli dalam keadaan bersih dari

suppiler. Bahan pengemas suppo/ovula dibeli dalam bentuk roller. 1 roll dapat

berisi 1000 kemasan suppo/ovula. Mesin filling suppo/ovula memiliki kapasitas

filling 8000 kemasan/hari.

Tahap awal sebelum proses pengisian adalah melelehkan kembali basis

suppo/ovula dalam mixer pada suhu 40°C. Selama proses filling, suppo/ovula

selalu diaduk secara konstan dan pada suhu tetap. Sebelum proses filling

automatic, dilakukan verifikasi bobot/10 suppo. Ini dilakukan untuk memastikan

bobot yang akan terisi pada kemasan selalu homogen. Kemudian, dilakukan

proses filling. Setelah proses filling, dilakukan proses pendinginan suppo/ovula

pada suhu 5-15°C selama 30 menit tergantung jenis sediaan. Setelah suppo/ovula

membeku, maka dilakukan proses sealing, cutting tiap 5 suppo/ovula, dan sortir.

Produk yang telah dikemas akan diambil sampel awal, tengah, dan akhir oleh

petugas IPC. IPC akan melakukan pemeriksaan uji kebocoran dengan cara

merendam suppo/ovula dalam keadaan vakum. Pengujian ini sama dengan

pengujian kebocoran pada kemasan strip tablet.

4) Pengemasan Sekunder

Page 34: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Kemasan sekunder sediaan krim yaitu brosur, dus krim, dan dus induk. Dus

Induk yang telah diisi dengan produk, ditimbang dan diberi label. Kebenaran

pengemasan diperiksa oleh Kepala Seksi Pengemasan. Sama seperti pengemasan

sekunder sediaan lainnya, titik kritis pengemasan krim juga terletak pada

kesiapan jalur pengemasan. Jika jalur pengemasan telah siap, baru dilakukan

penyiapan bahan kemas sesuai dengan jumlah dan jenis kemasan yang

dibutuhkan, sesuai dengan yang tertera pada batch record. Selanjutnya produk

jadi diserahkan ke GPJ. Sisa bahan kemas dihitung jumlahnya dan dikembalikan

ke GBK. Produk jadi diberi label “KARANTINA”. Setelah mendapat persetujuan

“DILULUSKAN” dari bagian QC dan review batch record oleh QA, maka

produk dapat dijual di pasaran.

3.2.3 Produksi Sediaan Steril

Proses produksi sediaan steril merupakan tugas dari Departemen Produksi

Mepro2. Sediaan steril yang diproduksi meliputi injeksi cair (small volume

parenteral). Dalam proses produksi sediaan steril, PT. Meprofarm melakukan

proses produksi menggunakan dua metode yaitu secara aseptis dan sterilisasi

akhir.

Dalam produksi sediaan steril, harus memperhatikan tiga persyaratan kritis.

Persyaratan tersebut adalah sterilitas, jumlah pirogen, dan jumlah partikulat.

Ketiga parameter ini harus selalu dimonitor dan dikendalikan agar produk steril

memenuhi persyaratan sediaan steril. Menurut CPOB 2012 dinyatakan bahwa

produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan

memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat

bergantung pada ketrampilan, pelatihan dan sikap personil yang terlibat. Ruangan

sediaan steril juga harus dibangun secara baik sejak awal agar kontrol lingkungan

tersebut dapat dikendalikan.

Page 35: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Persyaratan Partikulat Ruangan Steril (Sumber : CPOB 2012)

Ruangan steril dibagi 4 kelas yaitu kelas A, B, C dan D. Kelas A adalah kelas

untuk penanganan kegiatan beresiko tinggi seperti zona pengisian. Pada kelas A

dipasang LAF yang dapat mengalirkan udara laminar dengan kecepatan 0.36-0.54

m/s. LAF dilengkapi HEPA Filter H-14 dengan efisiensi parikulat hingga

99,995%. Kelas B merupakan latar belakang kelas A untuk produksi produk steril

secara aseptis. Kelas C dan D adalah area bersih untuk melakukan tahap proses

pembuatan sediaan steril yang mengandung beresiko rendah ataupun digunakan

untuk menyiapkan bahan-bahan produksi.

Persyaratan Cemaran Mikroba Ruangan Steril (Sumber : CPOB 2012)

a. Teknik Aseptis

Page 36: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Alur pengerjaan sediaan steril dengan teknik aseptis.

Proses produksi sediaan steril dapat dilakukan secara aseptis dan dengan

sterilisasi akhir. Proses aseptis adalah rangkaian tindakan yang dilakukan untuk

menghindari kontaminasi produk oleh mikroba. Produk-produk tersebut juga

tidak dapat disterilisasi akhir dengan panas karena pertimbangan stabilitas zat

aktif.

b. Teknik Sterilisasi Akhir

Alur pengerjaan sediaan steril dengan teknik sterilisasi akhir.

Proses sterilisasi akhir adalah proses sterilisasi dilakukan pada sediaan jadi

dengan cara panas. Berdasarkan kondisi produksi, kegiatan produksi sediaan

steril dapat dilakukan pada kondisi aseptis/sterilisasi akhir, sehingga kondisi

Page 37: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

penyiapan bahan, pencampuran, dan pengisian kedua kondisi tersebut pun

berbeda.

Ruangan berkelas untuk produksi sediaan steril harus terkualifikasi dan

tervalidasi. Kualifikasi ruangan steril dilakukan dalam keadaan non-operasional

selama 14 hari berturut-turut, dan bila memenuhi persyaratan maka ruangan

dianggap terkualifikasi. Selama pengujian akan dilakukan pengamatan cemaran

partikulat. Alat menghitung cemaran parikulat ialah particle counter. Alat ini

akan mengambil sampel udara di ruangan berkelas secara portabel.

Cemaran mikroba juga harus dipantau secara berkala. Pemantauan cemaran

mikroba dilakukan dengan cara meletakkan media pertumbuhan di ruangan

berkelas. Media yang digunakan merupakan media yang memiliki growth factor

yang baik untuk pertumbuhan jamur dan bakteri baik aerob maupun anaerob.

Media diletakkan pada beberapa titik kritis dan didiamkan selama 4 jam

berkontak dengan lingkungan ruangan berkelas dalam keadaan non-operasional

dan operasional. Kemudian media diinkubasi, 7 hari untuk bakteri dan 14 hari

untuk jamur.

Kegiatan rekualifikasi ruangan juga dilakukan secara berkala. Kelas A dilakukan

tiap 6 bulan. Sementara kelas ruangan lain dilakukan rekualifikasi tiap 6 bulan

atau 12 bulan tergantung manajemen resiko yang telah ditetapkan. Selama proses

produksi akan selalu dilakukan monitoring secara periodik untuk memantau

cemaran mikroba dan parikulat.

Proses produksi sediaan steril harus harus divalidasi terlebi dahulu sebelum

digunakan. Salah satu validasi proses produksi sediaan steril adalah dengan

melakukan uji sterilitas proses produksi dengan media fill. Media fill adalah

metode pengujian untuk melihat apakah suatu proses produksi sediaan steril

tersebut berjalan secara steril atau tidak. Cara pengujian dengan media fill adalah

melakukan proses produksi rutin, tetapi bahan-bahan dan produk yang digunakan

diganti dengan dengan media pertumbuhan TSB/TSA. Media akan melalui segala

tahapan sesuai alur proses produksi. Kemudian, media diinkubasi dan diamati

apakah terjadi pertumbuhan mikroba atau tidak. Jika terjadi pertumbuhan, hal

tersebut menunjukkan bahwa proses tidak berjalan steril. Media fill penting

Page 38: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

dilakukan untuk memvalidasi proses produksi sediaan steril terutama untuk

metode aseptis.

Steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme hidup (viable). Sterilitas adalah

konsep ketiadaan mutlak dari mikroorganisme hidup. Sterilisasi adalah inaktivasi

atau pengurangan mikroba hidup sampai batas yang dapat diterima, yang

dilakukan dengan cara yang sesuai (CPOB 2012).

Metode sterilisasi dapat dilakukan dengan cara panas basah, panas kering, gas,

radiasi, dan filtrasi membran. Sterilisasi cara panas basah (autoklaf) adalah proses

sterilisasi dengan panas uap bertekanan pada suhu 121°C selama 15 menit

dengan tekanan 1 atm. Suhu dan waktu tersebut ditetapkan berdasarkan hasil

steriliasi indikator biologis paling stabil terhadap panas yaitu Bacillus

stearothermophylus. Proses sterilisasi umumnya dilakukan selama 30 menit pada

suhu 121°C untuk meyakinkan bahwa seluruh mikroba hidup telah terbunuh

(overkill). Sterilisasi panas kering dilakukan bagi produk tahan panas tetapi tidak

tahan kelembapan. Sterilisasi panas kering dilakukan pada suhu minimum 250°C

selama 1 jam. Sterilisasi gas mengunakan gas etilen osksida. Metode ini terlalu

toksik dan tidak digunakan di PT. Meprofarm. Steriliasi radiasi adalah metode

sterilisasi menggunakan radiasi sinar gamma atau sinar UV. Metode ini

dimanfaatkan apabila produk tidak tahan panas dan lembap. Radiasi gamma

dilkukan di instansi lain yang telah tersertifikasi. Sterilisasi filtrasi membran

adalah metode sterilisasi menggunakan membrane filter 0.45 µm atau 0.22 µm.

Uji sterilitas dapat dilakukan dua cara yaitu inokulasi langsung dan filtrasi

membran. Inokulasi langsung dilakukan dengan cara menumbuhkan sampel

produk pada media pertumbuhan TSB/TSA, kemudian diinkubasi dan diamati.

Metode filtrasi membran dilakukan dengan cara menyaring sampel produk

dengan membrane, kemudian membrane filter ditumbuhkan pada media

pertumbuhan, diinkubasi dan diamati. Untuk sediaan tertentu yang mengandung

zat pengawet atau zat antimikroba, sebelum dilakukan uji sterilitas zat-zat

tersebut harus diinaktivasi terlebih dahulu. Inaktivasi pengawet dilakukan dengan

cara mengencerkan sampel produk yang mengandung pengawet. Sementara,

inaktivasi zat antimikroba dilakukan dengan mengencerkan sampel produk atau

dengan menambahkan inaktivator, misalnya enzim pendegradasi.

Page 39: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Pirogen adalah senyawa berbobot molekul tinggi yang dapat menyebabkan

kenaikan suhu tunuh apabila masuk ke dalam peredaran darah manusia. Sumber

utama pirogen adalah endotoksin. Endotoksin adalah bagian dari membran luar

sel bakteri Gram negatif, yang terdiri dari lipid A, inti polisakarida

(lipopolisakarida) dan rantai antigenik spesifik-O, yang menimbulkan demam

apabila diinjeksikan ke dalam tubuh manusia atau mamalia lain (CPOB 2012).

Uji endotoksin adalah uji yang dilakukan untuk menentukan jumlah atau

kosentrasi endotoksin dalam suatu sediaan.. Uji endotoksin in-vivo dilakukan

dengan menggunakan kelinci sebagai hewan uji (durasi uji: 24±5 jam) Namun,

untuk memastikan apirogenisitas produk tidak dapat dilakukan sebelum

pelulusan/penggunaan produk. Uji endotoksin in vitro dilakukan dengan

menggunakan metode Limulus Amoebocyte Lysate (LAL). Metode pengujian

pirogen paling modern dan sederhana adalah metode uji pirogen secara in-vitro.

Pirogen dapat dihilangkan dengan beberapa metode. Metode pertama ialah

dengan menggunakan membrane filter bermutan (+). Karena endotoksin

bermuatan (-), endotoksin akan terjerap pada filter yang bermuatan postif.

Metode lain yang digunakan di PT. Meprofarm adalah metode panas kering.

Metode ini dilakukan dengan cara memanaskan bahan atau produk pada suhu

260°C selama 1 jam. Metode lainny adalah dengan mencuci wadah gelas atau

alat yang akan digunakan dengan water for injection (WFI) yang telah terjamin

bebas pirogen. Metode tersebut dilakukan pada tahap pencucian kemasan primer

SVP. Metode terakhir adalah dengan cara membeli bahan awal/pengemas bebas

pirogen. Proses-proses diatas disebut proses depyrogenasi.

Partikulat merupakan cemaran berupa benda asing yang ada di udara ruangan

berkelas. Persyaratan jumlah partikulat yang diperbolehkan di ruangan berkelas

(A-D) berbeda untuk kondisi operasional atau nonoperasional. Oleh sebab itu,

ruangan berkelas harus dilakukan kualifikasi dan rekualifikasi secara periodik

untuk memastikan bahwa kondisi ruang produksi memenuhi persyaratan produksi

sediaan steril. Kelas A merupakan ruangan dengan jumlah cemaran parikulat

paling rendah dibandingkan ruangan berkelas lainnya.

Sistem tata udara (HVAC) merupakan bagian penting dalam mengatur cemaran

parikulat di ruangan berkelas. Sistem tata udara harus didesain dan dikualifikasi

Page 40: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

secara baik. Sistem tata udara akan mengambil udara bebas dari lingkungan luar

dan mengalami berbagai proses pengelolahan sebelum akhirnya didistribusikan

ke ruangan berkelas. Udara yang didistribusikan merupakan udara bersih bebas

pengotor. Udara luar akan mengalami berberapa tahapan. Tahap pengolahan

udara bebas menjadi udara bersih dimulai dari plenum sebagai penangkap udara

bebas. Selanjutnya udara melewati pre-filter E4 dengan efisiensi penyaringan

sebesar 30-40%. Kemudian, udara melewati cooling coil yang akan mengatur

kelembapan. Ada juga Eletric filter yang mengatur kelembapan. Kemudian,

udara melewatti blower supply yang akan mendistribusikan udara. Tahap

selanjutnya udara melewati medium filter dengan efisiensi penyaringan sebesar

70-80%. Tahap paling akhir udara melewati HEPA Filter H-13 atau H-14.

Pengujian cemaran partikulat dapat dilakukan dua metode yaitu metode visual

dan nonvisual. Metode visual dilakukan dengan cara mengamati kejernihan

sediaan dengan mata telanjang dengan latar belakang pengamatan yang kontras

dengan sediaan. Metode yang kedua adalah metode nonvisual. Metode ini

dilakukan dengan prinsip hamburan cahaya dan mikroskopis. Metode hamburan

cahaya ialah menghitung jumlah cemaran dengan menggunakan cahaya yang

ditembakkan oleh alat dan akan langsung diperoleh data kuantitatif jumlah

cemaran parikulat dalam sediaan steril. Sementara metode mikroskopis dilakukan

dengan mengamati sediaan di bawah mikroskop dengan meletakan sampel uji

pada plat mikrometer. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan persyaratan yang

ada di kompedial.

c. Alur Proses Produksi Sediaan Injeksi Cair

Page 41: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Alur produksi sediaan injeksi cair di PT. Meprofarm.

Tahap awal proses produksi sediaan steril adalah dengan memeriksa kesiapan

jalur (line clearance) pencucian dan sterilisasi. Jalur pencucian yang diperiksa

meliputi kesiapan jalur pencucian ampul, vial, rubber stopper, alumunium cap

(flip-off), dan baju kerja steril. Bagian lain yang perlu diperiksa meliputi

pengecekan kebersihan lantai dan ruangan steril. Lantai dan ruangan steril

dipastikan telah disanitasi dan disterilisasi sesuai protap sanitasi dan sterilisasi

ruangan steril. Label bersih dari ruangan dan mesin pencucian ditempelkan pada

PPI. Sebelum memulai, harus diperiksa label status kalibrasi/kualifikasi mesin

pencucian. Setelah bangunan dan peralatan diperiksa, selanjutnya dilakukan

pengecekan kesesuaian komponen-komponen yang akan dicuci seperti

kesesuaian spesifikasi ampul/vial, kesesuaian warna dan spesifikasi rubber

stopper, warna, logo, dan spesifikasi flip-off, serta perlengkapan pakaian steril.

Setelah pemeriksaan jalur pencucian selesai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan

kesiapan jalur sterilisasi dan proses sterilisasi. Alat-alat sterilisasi yang diperiksa

meliputi oven sterilizer, autoklaf, dan pass box UV. Tahap awal pemeriksaan

adalah pemeriksaan kebersihan dan label status kebersihan chamber

oven/autoklaf dan bagian dalam pass box UV. Label kebersihan peralatan

tersebut ditempelkan pada PPI. Kemudian, dilakukan pemeriksaan label status

kalibrasi/kualifkasinya. Setelah dipastikan peralatan bersih dan telah

terkualifkasi, maka diperiksa komponen-komponen yang akan disterilisasi.

Page 42: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

Pencucian dan sterilisasi tersebut dilakukan terhadap lantai, ruangan, bahan awal,

bahan pengemas, peralatan yang akan digunakan dalam proses steril, dan pakaian

kerja personil. Semua komponen tersebut harus dalam keadaan bersih dan steril

sebelum digunakan dalam proses produksi steril. Hal ini dilakukan untuk

meminialisir resiko kontaminasi mikroba selama proses produksi. Bahan

pengemas primer (ampul & vial), disterilisasi dan depyrogenasi dengan cara

panas kering pada suhu 260oC selama 1 jam. Komponen lain seperti tutup rubber

stopper, tutup alucap vial, baju steril, dan alat-alat kerja dibungkus dengan

kain/plastik khusus sterilisasi kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu

121oC selama 30 menit. Untuk bahan awal steril dan media pertumbuhan harus

ditutup dan dibungkus dengan plastic kemudian dimasukkan kedalam pass box

UV selama 15 menit sebelum diambil dari dalam ruangan steril. Namun, bagi

peralatan yang tidak dapat dipindahkan (non-portable) maka dilakukan CIP

(Cleaning In Place) dan SIP (Sterilization In Place) di ruang produksi tempat alat

tersebut berada. SIP dapat diakukan dengan metode kimia menggunakan

desinfektan.

Ruangan produksi steril harus disanitasi dan dijaga higienitasnya. Proses sanitasi

dapat dilakukan dengan metode kimia. Proses sanitasi dilakukan dengan

melakukan fogging ruangan dengan menggunakan senyawa desinfektan. Salah

satu desinfektan yang dapat digunakan adalah hidrogen peroksida (H2O2) yang

bersifat korosif. Karena H2O2 bersifat korosif maka ditambahkan asam parasetat

untuk menghidari efek korosif dari H2O2. Prosedur densifeksi dilakukan setiap

minggu dan desinfektan yang digunakan harus secara rutin diganti untuk

mencegah resistensi mikroba terhadap desinfektan. Daftar desinfektan untuk

sanitsai dan protap pembersihan ruangan steril terdapat pada POP-CPOB 2006

dan POP CPOB 2012.

Setelah selesai dilakukan proses pencucian dan sterilisasi komponen-komponen

tersebut, personil akan masuk ke dalam area steril dengan mengikuti protap tata

cara berganti pakaian dan memasuki ruangan steril. Sebelum masuk ke ruangan

steril personil akan melalui berberapa airlock. Pada saat melewati airlock, pesonil

diwajibkan membersihkan diri dan berganti pakaian produksi nonsteril dengan

pakaian produksi steril. Personil yang telah masuk ke ruangan steril selanjutnya

mengambil bahan dan alat yang telah dicuci dan disterilisasi ke dalam area

Page 43: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

produksi steril. Baju steril, tutup rubber stopper, alucap, dan alat-alat kerja

diambil dari autoklaf. Vial dan ampul diambil dari oven. Sementara bahan awal

dan media pertumbuhan diambil dari pass box UV. Bahan awal yang telah

diambil dari pass box UV didensifeksi kembali dengan alkohol 80%. Bahan awal

dan bahan pengemas kemudian dibawa ke ruang pencampuran dan pengisian

dibawah LAF. Untuk media pertumbuhan, hanya boleh dibuka dan diletakan

pada titik kritis ruangan produksi steril.

Bahan awal akan diproses dengan metode sterilisasi akhir, ditimbang dibawah

LAF kelas A latar belakang kelas C. Bagi bahan awal untuk produk yang akan

diproduksi dengan metode aseptis, umumnya sudah berada dalam keadaan steril

ketika dibeli dari supplier dan jumlahnya telah disesuaikan dengan kebutuhan

atau akan ditimbang dengan kondisi aseptis di kelas A latar B. Barang yang telah

ditimbang dicatat dalam PPI dan dilakukan proses rekonsiliasi bahan awal. Bila

berlebih dikembalikan kembali ke pihak GBA.

Pencampuran bahan untuk produk yang akan disterilisasi akhir dilakukan

menggunakan alat mixing yang diletakkan di bawah LAF (kelas A, latar C).

Untuk produk yang diproduksi dengan metode aspetis, pencampuran dilakukan di

kelas A latar B. Bagi produk yang mudah teroksidasi, selama pencampuran

produk harus selalu dialiri dengan gas N2 untuk mengusir oksigen. Air digunakan

untuk produksi produk steril adalah water for injection (WFI).

Proses filling dan sealing produk steril dilakukan secara pararel. Bahan pengemas

primer yang digunakan adalah ampul kaca. Ampul kaca sebelum masuk ke area

steril harus didepyrogenasi terlebih dahulu dengan metode panas kering pada

suhu 260oC selama 60 menit pada sistem off-line. Pada sistem in-line,

depyrogenasi dilakukan pada suhu 300oC selama minimal 8 menit. Kemudian

ampul steriltersebut dapat diambil dan dibawa ke area steril. Proses filling

umumnya dilakukan di kelas A latar B. Bagi produk yang mudah teroksidasi,

selama proses filling produk harus selalu dialiri dengan gas N2 untuk mengusir

oksigen.

Sebelum di filling ke dalam kemasan primer, produk ruahan akhir difiltrasi

terlebih dahulu dengan membrane filtrasi 0,45 μm dan 0,22 μm. Untuk proses

produksi metode aseptis, dilakukan double filter (filtrasi 2 kali) menggunakan

Page 44: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

membrane filter ukuran 0,22 µm. Sementara, untuk proses produksi metode

sterilisasi akhir, filtrasi hanya dilakukan satu kali (single filtration) sebelum

proses filling, menggunakan membrane filter ukuran 0,22 µm atau 0,45 µm. Oleh

IPC, akan dilakukan sampling di awal, tengah dan akhir produksi untuk

menentukan uji kebocoran dan keseragaman bobot sediaan setiap 15 menit. Uji

kebocoran dapat dilakukan 3 metode. Pertama dengan metode vakum. Metode ini

dilakukan dengan cara membalikan wadah dalam autoklaf dalam keadaan vakum.

Kedua dengan cara perendaman produk dalam metilen blue. Tetapi, karena

metilen blue terbukti toksik, maka metode ini sudah tidak dilakukan lagi. Metode

lainnya adalah dengan menggunakan elektroda bertegangan. Caranya melekatkan

elektroda pada ujung-ujung ampul kemudian diberi aliran listrik. Apabila terjadi

kebocoran, maka akan dihasilkan arus dan tegangan yang lebih tinggi dari nilai

normal. Ini disebabkan karena air merupakan penghantar listrik yang baik.

Metode yang terakhir adalah dengan melakukan rekonsiliasi produk jadi dan

bahan pengemas primer.

Kemasan sekunder sediaan injeksi yaitu brosur, dus ampul, dan dus induk. Dus

Induk yang telah diisi dengan produk selanjutnya ditimbang dan diberi label.

Kebenaran pengemasan diperiksa oleh Kepala Seksi Pengemasan. Sama seperti

pengemasan sekunder sediaan lainnya, titik kritis pengemasan injeksi juga

terletak pada kesiapan jalur pengemasan. Jika jalur pengemasan telah siap, baru

dilakukan penyiapan bahan kemas sesuai dengan yang dibutuhkan dan tertera

pada batch record. Selanjutnya produk jadi diserahkan ke GPJ. Sisa bahan kemas

dihitung jumlahnya dan dikembalikan ke gudang bahan pengemas. Produk jadi

diberi label “KARANTINA”. Setelah mendapat persetujuan “DILULUSKAN”

dari bagian QC dan review batch record oleh QA, maka produk dapat dijual ke

pasaran.

BAB IV PENUTUP

Kuliah Kunjungan Lapangan Industri farmasi dilaksanakan di PT. Meprofarm

pada tanggal 6 April 2015 -10 April 2015. Kegiatan KKL dilaksanakan selama 7

hari. Kegiatan KKL di masing-masing departemen meliputi diskusi dan

mengikuti proses yang terjadi di departemen tersebut. KKL hanya di lakukan di

Page 45: LAPORAN KKL PT MEPRO STFB.docx

area produksi betalaktam, injeksi cair,dan area produksi liquid dan semi solid

sesuai dengan divisi dari masing-masing mahasiswa yang bekerja di

PT.Meprofarm.

Kegiatan KKL di area produksi betalaktam meliputi pengawasan selama proses

mulai dari penimbangan bahan baku,penyimpanan bahan, mixing,pencetakan

tablet ,penyalutan tablet,pengisisan sirup kering, pengisian kapsul,pengemasan

primer,pengemasan skunder,dan mereview dokumentasi atau catatan batch record

serta administrasi komputer atau komputerisasi.

Kegiatan KKL yang dilakukan di bagian liquid semi solid meliputi pengawasan

proses mulai dari penimbangan bahan baku, mixing cream, mixing

suppositori,mixing sirup ,pencucian bahan kemas primer,dan pengisian.

Kegiatan KKL di bagian injeksi cair melipiti penawasan proses dari sterilisai,

penimbangan , mixing, penyiapan mediafil, pengisian, dokumentasi dan

administrasi.

Dari kegiatan KKL ini, penulis mendapat banyak pengetahuan dan pengalaman

baru tentang industri, dan memperoleh kesempatan untuk melihat proses dan

kegiatan yang berlangsung di industri farmasi dari dekat. Selain itu juga, penulis

dapat mengetahui dan memahami tugas dan fungsi tenaga farmasi dalam suatu

industri farmasi dengan lebih jelas

LAMPIRAN