Laporan Kkl 5 Sb

62
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Di era globalisasi dan pasar bebas saat ini setiap orang harus benar-benar meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu bersaing dan bertahan di dalam kancah persaingan global (perekonomian), maka diperlukan SDM yang berkompeten, berkualitas, terampil dan memahami serta menguasai dunia kerja sesuai dengan bidangnya (spesialisasi). Sebagai orang yang berkecimpungan di dunia pendidikan tentunya harus memahami dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah kelak dalam dunia kerja. Sebagai mahasiswa generasi muda yang siap terjun dalam dunia kerja harus dapat memahami berbagai persoalan tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, mahasiswa diharapkan mampu menerapkan teori yan telah dipelajari di bangku kuliah dan dapat mengaplikasikan dalam dunia kerja yang sesuai dengan ilmu yang di terima. 1.2 Maksud dan Tujuan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

description

KKL 2014

Transcript of Laporan Kkl 5 Sb

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

Di era globalisasi dan pasar bebas saat ini setiap orang harus benar-benar

meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu bersaing dan

bertahan di dalam kancah persaingan global (perekonomian), maka diperlukan

SDM yang berkompeten, berkualitas, terampil dan memahami serta menguasai

dunia kerja sesuai dengan bidangnya (spesialisasi). Sebagai orang yang

berkecimpungan di dunia pendidikan tentunya harus memahami dan

mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah kelak dalam dunia kerja.

Sebagai mahasiswa generasi muda yang siap terjun dalam dunia kerja harus

dapat memahami berbagai persoalan tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, mahasiswa diharapkan mampu menerapkan

teori yan telah dipelajari di bangku kuliah dan dapat mengaplikasikan dalam dunia

kerja yang sesuai dengan ilmu yang di terima.

1.2 Maksud dan Tujuan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

Dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), ada beberapa

tujuan yang hendak dicapai, diantaranya:

1. Mahasiswa mendapatkan suatu ilmu yang tepat dan aplikatif untuk penerapan

mahasiswa dalam dunia konstruksi sekarang dan yang akan datang.

2. Membantu mahasiswa dalam memahami teori dan konsep yang akan dan

telah diperoleh di lingkungan akademik sesuai dengan program keahlian.

3. Memberi gambaran tentang aplikasi teori teknik sipil dalam dunia kerja.

4. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan mahasiswa dalam

manajemen organisasi dan dunia usaha sebagai calon kontraktor yang

professional dan kompetitif.

2

1.3 Manfaat Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

Manfaat Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) antara lain, yaitu:

1. Peserta Kuliah Kerja Lapangan (KKL) memiliki gambaran tentang dunia

kerja pada saat ini.

2. Peserta Kuliah Kerja Lapangan (KKL) memahami cara mengaplikasikan teori

teknik sipil yang didapatkan di lingkungan akademik dalam dunia kerja.

1.4 Waktu Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

Kunjungan industri Kuliah Kerja Lapangan (KKL) jurusan Teknik Sipil

Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang dilaksanakan pada:

Hari : Senin -Rabu

Tanggal : 01 – 10 September 2014

Objek Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Proyek:

1. Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta.

2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Bandung.

3. Proyek Pembangunan Jembatan Shortcut Yeh Nusa, Bali.

1.5 Peserta Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

Peserta Kunjungan industri Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah

mahasiswa jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang yang

terdiri dari 3 konsentrasi, yaitu:

1. Konsentrasi Bangunan Gedung.

2. Konsentrasi Bangunan Air.

3. Konsentrasi Bangunan Transportasi.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan data dan informasi

dari hasil kunjungan industri di beberapa perusahaan dengan berbagai cara.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi sebagai acuan

penulis untuk menyusun laporan ini sebagai berikut:

3

1. Metode Ceramah

Metode ini digunakan untuk menerangkan masalah objek-objek atau proyek-

proyek yang dikunjungi secara umum sebagai perkenalan dan gambaran dari

kunjungan yang disampaikan langsung oleh pihak perusahaan yang

dikunjungi tersebut.

2. Metode Interview

Metode interview ini adalah wawancara langsung dengan karyawan dari

perusahaan yang dikunjungi. Metode ini dimanfaatkan oleh penulis untuk

mengembangkan data dan informasi yang telah diperoleh dari ceramah

sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan

tempat yang dikunjungi sehingga data dan informasi yang didapatkan

bertambah.

3. Metode Observasi

Dalam metode ini penulis mengadakan peninjauan secara langsung di

lapangan mengenai proyek yang dikunjungi, hal ini untuk mengetahui lebih

jelas tentang keterangan yang didapat sebelumnya yaitu dari hasil ceramah

dan wawancara langsung, sehingga memudahkan penyusun dalam

mengembangkan data dan informasi yang diperoleh menjadi lebih akurat,

4. Metode Dokumentasi

Dengan metode ini penyusun mendapatkan tambahan data dan informasi,

melalui brosur-brosur serta foto atau gambar yang berhubungan dengan

penulisan laporan ini.

1.7 Pembatasan Masalah

Dalam penyusunan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini banyak

lokasi proyek dan kunjungan ke perusahaan-perusahaan konstruksi yang

dilakukan. Dalam laporan ini penulis membahas secara keseluruhan kunjungan

mulai dari kunjungan ke Waduk Ir. H. Juanda Jatiluhur, Purwakarta, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Bandung dan Proyek Pembuatan

Jembatan Shortcut Yeh Nusa,Bali. Hal ini disesuaikan dengan jurusan penulis

4

yaitu Teknik Sipik yang mencakup tiga konsentrasi (Bangunan Gedung, Bangunan

Air dan Bangunan Transportasi).

5

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta II – Jatiluhur

Maksud dan tujuan Perum Jasa Tirta I sebagai pengelola air dan sumber-

sumber air, sesuai PP No.93/1999 tentang Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I

adalah :

1. Maksud didirikannya perusahaan adalah untuk menyelenggarakan

pemanfaatan umum atas air dan sumber-sumber air yang bermutu dan

memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, serta melaksanakan

tugas-tugas tertentu yang diberikan pemerintah dalam pengelolaaan daerah

aliran sungai, yang meliputi antara lain perlindungan, pengembangan dan

penggunaan air sungai dan/atau sumber-sumber air termasuk pemberian

informasi, rekomendasi, penyuluhan dan bimbingan.

2. Tujuan perusahaan adalah turut membangun ekonomi nasional dengan

berperan serta melaksanakan program pembangunan nasional di dalam

bidang pengelolaan air dan sumber-sumber air.

2.1.1 Sejarah Perusahaan

Pengembangan sumber daya air terpadu sungai-sungai di Jawa Barat bagian

Utara menjadi satu kesatuan hidrologis dengan Sungai Citarum sebagai sumber

utama. Bentuk pengelolaan waduk, PLTA dan jaringan pengairan Jatiluhur sejak

dibentuk tahun 1957 sampai dengan sekarang adalah :

1. Proyek Serbaguna Jatiluhur (1957 – 1967)

Pembangunan Proyek Nasional Serbaguna Jatiluhur yang meliputi

Bendungan Utama dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) serta sarana sistem

pengairannya dinyatakan selesai pada tahun 1967.

Proyek Serbaguna Jatiluhur merupakan Tahap I dari Pengembangan Sumber

daya Air di Wilayah Sungai Citarum dengan tujuan utama meningkatkan produksi

bahan pangan Nasional yaitu beras. Untuk mengenang jasa salah satu putra terbaik

6

bangsa indonesia bendungan dan PLTA Jatiluhur diresmikan dengan nama Ir. H.

Djuanda.

2. Perusahaan Negara /PN Jatiluhur (1967 – 1970)

Agar potensi yang timbul dengan selesainya proyek PLTA Jatiluhur dapat

diusahakan secara maksimal maka dibentuk Badan Usaha Negara dengan nama

Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun 1967, tanggal 24 Juli 1967.

3. Perum "Otorita Jatiluhur" (1970 – 1998)

Sebagai Badan Usaha, pada waktu itu PN. Jatiluhur dalam usahanya harus

memupuk keuntungan. Penyediaan air untuk pertanian yang bersifat sosial

diusahakan secara komersial, sehingga pengelolaan sumber daya air menjadi tidak

harmonis dan tujuan utama proyek menjadi tidak tercapai. Agar pemanfaatan dan

pengembangan potensi-potensi yang timbul dilaksanakan secara efektif dan

efesien maka pengurusannya harus didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi yang

dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Dengan dasar tersebut maka

Pemerintah membentuk Perusahaan Umum dengan nama "Otorita Jatiluhur".

Dengan dibentuknya POJ, maka Badan-badan/Proyek-proyek dan Dinas-

dinas yang berada di wilayah pengembangannya dan yang tugas serta

kewajibannya menyangkut tujuan, tugas dan lapangan usaha POJ, dilebur kedalam

POJ. Badan-badan tersebut adalah Proyek Irigasi Jatiluhur (Dep. PU), Proyek

Pengairan Tersier Jatiluhur (Dep. Dagri), PN. Jatiluhur (Dep. Industri), Dinas PU

Jawa Barat-Wilayah Purwakarta (Propinsi Jawa Barat).

4. Perum Jasa Tirta II (1998 – sekarang)

Perum Otorita Jatiluhur dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20

Tahun 1970, kemudian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35

Tahun 1980 dan pada tahun 1990 disesuaikan lagi dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 42.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Perusahaan Umum, maka POJ diubah dan disesuaikan dengan nama Perum Jasa

Tirta II (PJT II) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 1999. Sifat

7

usaha PJT II adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan

sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

2.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

Perum Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk

Perusahaan Umum (Perum) yang bergerak dibidang penyediaan air baku dan

listrik bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan

prinsip pengelolaan perusahaan.

Visi Perusahaan adalah terwujudnya perusahaan yang terkemuka dan

berkualitas dalam pengelolaan air dan sumber air untuk memberikan pelayanan

dalam penyediaan air untuk berbagai kebutuhan dan sumbangan terhadap

ketahanan pangan nasional.

Untuk mewujudkan Visi Perusahaan di tetapkan di Misi, sebagai berikut :

a. Penyediaan air baku untuk air minum, listrik, pertanian, industri, pelabuhan,

penggelontoran dan kebutuhan lainnya.

b. Pembangkitan dan Penyaluran Listrik Tenaga Air

c. Pengembangan kepariwisataan dan pemanfaatan lahan.

d. Mempertahankan ketahanan pangan melalui penyediaan air pertanian dan

pengendalian bahaya banjir dengan upaya pelestarian perlindungan

lingkungan melalui pemberian informasi, rekomendasi, dan penyuluhan.

e. Memaksimalkan laba dan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip bisnis

untuk terjaminnya kelestarian aset negara dan kesinambungan pelayanan

kepada masyarakat.

8

2.1.3 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas

Gambar 2.1 : Struktur Organisasi Perusahaan

Sumber: Keputusan  Direksi Perum Jasa Tirta I : Nomor: KP.015/UM/DU/2011

Tanggal : 20 Januari 2011

1. Dewan Pengawas

Sesuai dengan surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-94/MBU/2004

tanggal 16 September 2004 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Ketua dan

Anggota–Anggota Dewan Pengawas Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta I

adalah sebagai berikut :

1. Ketua : Ir. Budiman Arif

2. Anggota : Ir. Sutjahjono Soejitno

3. Anggota : Ir. Sri Hartati, M.Si

4. Anggota : Ir. Suyono Salamun, Ph.D

5. Anggota : Ir. Iwan Nursyirwan Diar, Dipl. HE

2. Direksi

Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No.

Kep.-265/MBU/2007 tanggal 8 Nopember 2007 tentang Pengangkatan Anggota-

Anggota Direksi Perum Jasa Tirta I adalah sebagai berikut :

9

1. Ir. Tjoek Walujo S, CES sebagai Direktur Utama

2. Ir. Harianto, Dipl. HE sebagai Direktur Perencanaan & Pengembang Teknik

3. Ir. Edhie Subagio, Dipl. HE sebagai Direktur Pengelolaan

4. Ir. Syamsul Bachri, Dipl. Ph sebagai Direktur SDM & Umum

5. Drs. Didih Hernawan, MM sebagai Direktur Keuangan

Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat

kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat

diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.

2.1.4 Ruang Lingkup Usaha

Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta II mencakup 74 sungai dan anak-anak

sungainya yang menjadi satu kesatuan hidrologis di Jawa Barat bagian Utara.

Daerah kerja Perum Jasa Tirta II berada di Wilayah Sungai Citarum dan sebagian

Wilayah Sungai Ciliwung–Cisadane meliputi daerah seluas + 12.000 km2.

Wilayah pelayanan Perum Jasa Tirta II pada 2 (dua) Propinsi, yaitu : Propinsi

Jawa Barat dan DKI Jakarta yang mencakup sebagian Kotamadya Jakarta Timur,

Kotamadya dan Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta,

Kabupaten Subang, sebagian Kabupaten Indramayu, sebagian Kabupaten

Sumedang, Kotamadya dan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, sebagian

Kabupaten Cianjur dan sebagian Kabupaten Bogor.

2.1.5 Data-Data Proyek

Adapun data bangunan waduk jatiluhur adalah sebagai berikut :

a. Data Umum Proyek

Nama Proyek : Bendungan Ir. H. Djuanda

Lokasi proyek : Berjarak ± 100 km tenggara Jakarta dan ± 60 km barat

Laut Bandung

b. Data Teknis Proyek

1. Bendungan Utama

Rockfill with inclined clay core

Tinggi 105 m

10

Panjang 1220 m

Elevasi puncak + 114,5 m

Volume Urugan 9,1 jt m3

2. Menara Pelimpah Utama

Tipe morning glory

Elevasi mercu + 107 m

Panjang pelimpah 151,5 m

Jendela 14 buah

Kapasitas maks 3000 m3/s di TMA +111,6 m

Memiliki 2 buah pintu/katup ‘hollowjet’ berkapasitas 270 m3/s untuk

suplesi irigasi.

3. Waduk

Volume tampungan 2,44 milyar m3 pada TMA + 107 m dengan luas

genangan 8300 ha. Daerah tangkapan keseluruhan seluas 4500 km2

sedangkan luas daerah tangkapan yang langsung ke waduk Ir. H. Djuanda

380 km2 (8%).

4. Bendungan Pelana

Berjumlah 4 buah dengan tipe Homogenous Earth fill dengan penutup

menggunakan batu andesit dan di beberapa tempat menggunakan

chimney Drain. Elevasi puncak bendungan pelana + 114,5 m.

Pasir gombong Barat (panjang 1950 m, tinggi maksimal 19 m)

Pasir gombong Timur (400 m, 15 m)

Ciganea (330 m, 12,5 m )

Ubrug (550 m, 17 m) dilengkapi dengan pelimpah bantu

5. Pelimpah Bantu Ubrug

Lantai pelimpah ± 102 m, pintu 4 buah, lebar 12,4 m, kapasitas

pelimpah 2000 m3/s.

2.2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (PUSLITBANG)

11

2.2.1 Profil Perusahaan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puslitbang Permukiman)

merupakan salah satu dari empat pusat litbang di bawah Badan Penelitian dan

Pengembangan Pekerjaan Umum, yang diarahkan untuk berperan the techno

structure atau scientific backbone dalam merumuskan kebijakan penyelenggaraan

infrastruktur di bidang permukiman.

Sebagai lembaga litbang, Pustlitbang Permukiman diharapkan mampu

menghasilkan teknologi permukiman yang inovatif, aplikatif dan bermanfaat

langsung bagi masyarakat melalui program-program litbang yang lebih diarahkan

pada litbang terapan (80%), sedangkan selebihnya merupakan sains murni (20%).

Sejak berdirinya pada tahun 1953 dengan nama Lembaga Penyelidikan

Masalah Bangunan hingga saat ini, Puslitbang Permukiman telah banyak

menghasilkan produk litbang berupa teknologi tepat guna serta standar, pedoman

dan manual (SPM) bidang permukiman. Dengan produk teknologi terapan yang

memiliki pangsa pasar yang luas, memungkinkan lembaga ini juga berperan

sebagai katalisator penggerak dunia usaha industri konstruksi bidang permukiman

melalui pemanfaatan teknologi hasil litbang.

Untuk terus meningkatkan kemanfaatan sumber daya litbang dalam

menunjang penyelenggaraan infrastruktur permukiman, upaya-upaya peningkatan

terus dilakukan melalui program kegiatan yang dikembangkan dalam 3 (tiga)

kelompok utama, yaitu: Research and Development, Consulting service

dan Education. Dalam hal peningkatan kualitas litbang, upaya dilakukan melalui

pengembangan sumber daya manusia dan fasilitas pada balai-balai teknis dan

bidang-bidang penunjang.

Profil ini disusun untuk memberikan gambaran tentang organisasi, sumber

daya litbang, produk litbang dan jenis layanan yang dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat dalam rangka penyelenggaraan infrastruktur permukiman.

2.2.2 Sejarah Perusahaan

12

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman atau disingkat

PUSLITBANGKIM adalah salah satu dari empat institusi penelitian dan

pengembangan dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian

Pekerjaan Umum. Sejarah PUSLITBANGKIM diawali dari :

1953 - 1975 Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan (LPMB)

1976 - 1984

Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan (DPMB) di

bawah Departemen Pekerjaan Umum

1985 - 1984

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman

(PUSLITBANGKIM) di bawah Badan 

Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum

2000

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Permukiman

(PUSLITBANGKIM) 

di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen

Permukiman dan Pengembangan Wilayah

2001 - 2004

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman

(PUSLITBANGKIM) di bawah Badan 

Penelitian dan Pengembangan Departemen Permukiman dan

Prasarana Wilayah

2005 - sekarang

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman di bawah

Badan Penelitian dan

Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum.

PUSLITBANGKIM telah melakukan berbagai penelitian di bidang

permukiman, pengembangan teknologi bangunan, dan lingkungan permukiman,

standarisasi, pengujian, dan lain-lain. Berbagai produk keluaran

PUSLITBANGKIM telah banyak dimanfaatkan dalam pembangunan baik yang

dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat luas. Untuk meningkatkan

profesionalisme, PUSLITBANGKIM terus menjalin kerjasama dengan berbagai

pihak yang memiliki kepentingan sama seperti perguruan tinggi, organisasi-

organisasi penelitian dan pengembangan lainnya baik swasta maupun pemerintah

yang ada di dalam dan luar negeri.

13

Sebagai lembaga riset, Puslitbangkim juga berfungsi sebagai hubungan antar

jejaring keilmiahan internasional yaitu sebagai Regional Center for Community

Empowerment on Housing and Urban Development (RC-CEHUD) untuk kawasan

Asia Pasifik serta sebagai focal point Unesco - IPRED (International Platform for

Reducing Earthquake Disaster) untuk kawasan Asia Tenggara.

2.2.3 Tugas dan Fungsi

2.2.3.1 Tugas Pokok

Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta penerapan ilmu

pengetahuan dan teknologi di bidang permukiman.

2.2.3.2 Fungsi

1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan strategi penelitian,

pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

penyelidikan dan pengkajian di bidang permukiman.

2. Pelaksanaan penelitian, pengembangan, penerapan, serta pelayanan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta penyelidikan dan pengkajian di bidang

permukiman.

3. Penyiapan, perumusan, dan evaluasi standar, pedoman, dan manual di bidang

permukiman.

4. Pemantulan, evaluasi, dan pelaporan tugas penelitian, pengembangan

dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyelidikan dan

pengkajian di bidang permukiman.

5. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia dan sarana kelitbangan di

bidang permukiman.

6. Pelaksanaan administrasi meliputi ketatausahaan, keuangan, kerumah-

tanggaan, arsip dan dokumentasi, pengelolaan barang milik negara,

kepegawaian, organisasi dan tata laksana, kerja sama, serta komunikasi

dan informasi publik.

14

7. Pemberian dukungan yang di perlukan bagi penyelanggaraan perusahaan,

pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

8. Pelaksanaan tugas lainnya yang di berikan oleh Kepada Badan Litbang.

2.2.4 Visi dan Misi Perusahaan

2.2.4.1 Visi

Menjadi institusi litbang yang terdepan dalam menghasilkan teknologi dan

rumusan kebijakan permukiman yang Bermanfaat, Aplikatif, Inovatif dan

Kompetitif serta berwawasan lingkungan.

2.2.4.2 Misi

1. Menghasilkan teknologi dan rumusan kebijakan permukiman yang

bermanfaat, aplikatif, inovatif dan kompetitif serta berwawasan lingkungan.

2. Menyusun produk-produk Standar, Pedoman dan Manual bidang

Permukiman.

3. Memberikan advis teknis, pendampingan bantuan teknis terhadap rehabilitasi

insfrastruktur akibat bencana alam dan perkuatan laboratorium pengujian

daerah.

4. Memasyarakatkan hasil litbang permukiman.

15

2.2.5 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas

Gambar 2.2.5 Struktur Organisasi PUSLITBANG

1. Bagian Tata Usaha

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentamg Ortala

Departemen Pekerjaan Umum, Bagian tata usaha mempunyai tugas

melaksanakan urusan administrasi perkantoran, keuangan dan

perbendaharaan.

Sub Bagian Tata Usaha, meliputi:

1. Sub Bagian Keuangan.

2. Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.

2. Bidang Sumber Daya Kelitbangan

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Orala Departemen

Pekerjaan Umum, Bidang Pengembangan Keahlian dan Sarana Kelitbangan

melaksanakan perencanaan dan pengembangan keahlian, pengelolaan jabatan

16

fungsional dan sumber daya manusia litbang serta pengembangan sarana

kelitbangan.

Sub Bidang Pengembangan Keahlian dan Sarana Kelitbangan, meliputi:

1. Sub Bidang Pengembangan Keahlian.

2. Sub Bidang Pengembangan Sarana.

3. Bidang Program dan Kerjasama

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 01No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala

Departemen Pekerjaan Umum, Bidang Program dan Kerjasama melakukan

penyusunan rencana strategis dan program tahunan, monitoring dan evaluasi

serta pengembangan kerjasama dan kemitraan hasil litbang bidang

permukiman.

Sub Bidang Program dan Kerjasama, meliputi:

1. Sub Bidang Program dan Evaluasi.

2. Sub Bidang Kerjasama.

4. Bidang Standar dan Diseminasi

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala

Departemen Pekerjaan Umum, Bidang Standar dan Diseminasi melaksanakan

koordinasi perumusan standar, fasilitas dan evaluasi penerapan standar,

melaksanakan diseminasi dan informasi serta pelayanan advis teknis bidang

permukiman.

Sub Bidang Standar dan Diseminasi, meliputi:

1. Sub Bidang Standar

2. Sub Bidang Diseminasi

5. Balai Perumahan dan Lingkungan

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala

Departemen Pekerjaan Umum, Balai Tata Ruang Bangunan dan Kawasan

mempunyai tugas melaksanakan perencanaan teknis, pelaksanaan penelitian

dan pengembangan, penunjangan ilmiah, layanan pengujian laboratorium dan

17

lapangan, serta pemberian saran teknis teknologi tata ruang, bangunan dan

kawasan.

Fasilitas Laboratorium, meliputi:

1. Studio Sistem Informasi Geografi.

2. Studio Masa Ruang.

3. Studio Komputasi.

6. Balai Struktur dan Konstruksi Bangungan

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala

Departemen Pekerjaan Umum, Balai Struktur dan Konstruksi Bangunan

memiliki tugas melaksanakan perencanaan teknis, pelaksanaan penelitian dan

pengembangan, penunjang ilmiah, layanan pengujian laboratorium dan

lapangan serta pemberian saran teknis teknologi struktur dan konstruksi

bangunan.

Fasilitas Laboratorium, meliputi:

1. Laboratorium mekanika tanah.

2. Laboratorium rekayasa gempa.

3. Laboratorium pengujian struktur.

4. Workshop.

7. Balai Tata Bangunan

Tugas Pokok:

Koordinasi advis teknis, pelayanan teknis, dan fasilitasi litbang policy

analysis lingkup tata bangunan (keselamatan, kehandalan, dan kenyamanan).

Fungsi:

1. Pelaksanaan pengembangan.

2. Perekayaan dan difusi teknologi.

3. Pelaksanaan pelayanan teknis meliputi pengujian dan pengkajian.

4. Pelaksanaan alih teknologi.

5. Penyiapan standar, pedoman manual.

6. Penyelenggaraan laboratorium serta sertifikasi.

7. Evaluasi dan pelaporan.

18

Fasilitas:

1. Laboratorium Kenyamanan Bangunan Gedung.

2. Laboratorium Konservasi Energi.

3. Laboratorium Uji perambatan udara.

8. Balai Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman

Tugas Pokok:

Balai Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PermukimanBerdasarkan

Permen PU No 01/PRT/M/2007 tentang Ortala Departemen PU, tugas pokok

Balai Lingkungan Permukiman (BLP) adalah melakukan survei, investigasi,

pengumpulan dan pengolahan data, penyusunan program, penyiapan dan

pemeliharaan laboratorium dan lapangan, penyiapan pelaksanaan teknis serta

pendayagunaan tugas fungsional dan penyusunan laporan.

Fasilitas Laboratorium:

1. Laboratorium Uji Kualitas Air, Kualitas Sampah, dan Kualitas Udara

(terakreditasi oleh Komisi Akreditasi Nasional (KAN) No. LP-299-IDN

tanggal 24 April 2005 sesuai persyaratan ISO/IEC 17025-2005).

Alamat : Jl. Panyawungan Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung, Tel:

022-7798393 Fax: 022-7798392.

2. Laboratorium Uji Mutu Pipa PVC, Pipa PE, PIPA HDPE, dan

Laboratorium Uji Mutu Meter Air (terkreditasi oleh Komisi Akreditasi

Nasional (KAN) No. LP-299-IDN tanggal 24 April 2005 sesuai

persyaratan ISO/IEC 17025-2005).

Alamat : Jl. Turangga No. 7 Bandung, Tel: 022-7304168.

3. Lembaga Inspeksi Instalasi Pengolahan Air (terakreditasi Komisi

akreditasi Nasional (KAN) No. LI-035-IDN, tanggal 1 Agustus 2008,

sesuai dengan persyaratan ISO/IEC 17020-1998, tipe A).

Alamat : Jl. Panyawungan Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung, Tel:

022-7798393 Fax: 022-7798392.

9. Balai Bahan Bangunan

Tugas Pokok:

19

Berdasarkan Permen PU No 555/PRT/M/2005 tentang Ortala Departemen

PU, tugas pokok Balai Bahan Bangunan (BBB) adalah melaksanakan

penelitian, pengkajian dan pengujian di bidang bahan bangunan.

Fasilitas Laboratorium:

1. Laboratorium semen, kapur, dan pozolan.

2. Laboratorium bahan dan agregat.

3. Laboratorium kayu, bamboo dan papan buatan.

4. Peralatan uji lapangan.

10. Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional – Denpasar

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 9/PRT/M/2007 Balai Pengembangan Teknologi

Perumahan Tradisional Denpasar mempunyai tugas melaksanakan

perencanaan teknis, pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penunjangan

ilmiah, layanan pengujian laboratorium dan lapangan, serta pemberian saran

teknis teknologi bidang perumahan tradisional di kawasan Bali, Nusa

Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Fasilitas Laboratorium:

1. Laboratorium rekayasa bahan bangunan lokal.

2. Studio Arsitektur Tradisional.

3. Laboratorium lapangan model bangunan dan kawasan tradisional (Bali,

Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).

4. Warung Informasi Teknologi (Warintek) mobil.

5. Pusat Informasi Standar & Teknologi bidang permukiman di daerah

(Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).

11. Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional - Makassar

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 9/PRT/M/2007 Balai Pengembangan Teknologi

Perumahan Tradisional Makassar mempunyai tugas melaksanakan

perencanaan teknis, pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penunjangan

ilmiah, layanan pengujian laboratorium dan lapangan serta pemberian saran

20

tenis teknologi bidang perumahan tradisional di Sulawesi, Maluku, dan

Papua.

Fasilitas Laboratorium:

1. Laboratorium rekayasa bahan bangunan lokal.

2. Studio Arsitektur Tradisional.

3. Laboratorium lapangan model bangunan dan kawasan tradisional

(Sulawesi, Maluku, dan Papua).

4. Warung Informasi Teknologi (Warintek) mobil.

5. Pusat Informasi Standar & Teknologi bidang permukiman di daerah

(Sulawesi, Maluku, dan Papua).

12. Loka Teknologi Perumahan – Medan

Berdasarkan Permen PU No 13/PRT/M/2007 Loka Teknologi Permukiman

Medan mempunyai tugas melakukan pengujian, percobaan produksi, dan

pengembangan teknologi struktur bangunan, bahan bangunan, lingkungan

permukiman dan sebagai pusat informasi hasil penelitian dan pengembangan

teknologi permukiman di daerah serta melaksanakan urusan tata usaha dan

rumah tangga loka dan urusan pelayanan teknis pengujian.

13. Loka Teknologi Perumahan – Cilacap

Tugas Pokok:

Berdasarkan Permen PU No 13/PRT/M/2007 Loka Teknologi Perumahan

Cilacap mempunyai tugas melakukan pengujian, percobaan produksi, dan

pengembangan teknologi struktur bangunan, bahan bangunan, lingkungan

permukiman dan sebagai pusat informasi hasil penelitian dan pengembangan

teknologi permukiman di daerah serta melaksanakan urusan tata usaha dan

rumah tangga loka dan urusan pelayanan teknis pengujian.

2.2.6 Ruang Lingkup Usaha

Melaksanakan penelitian dan mpengembangan serta penerapan ilmu

pengetahuan dan teknologi di bidang permukiman. Melakukan berbagai penelitian

di bidang permukiman, pemgembangan teknologi bangunan dan lingkungan

permukiman, standarisasi, pengujian dan lain-lain.

21

BAB III

TINJAUAN KHUUS

3.1 Waduk Jatiluhur

3.1.1 Latar Belakang Pembangunan Waduk Jatiluhur

Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta,

Provinsi Jawa Barat (± 9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan Jatiluhur

adalah bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh

pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha.

Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis,

dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3 / tahun dan merupakan

waduk serbaguna pertama di Indonesia.

Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang

187 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun,

dikelola oleh Perum Jasa Tirta II. Selain dari itu Waduk Jatiluhur memiliki fungsi

penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku

air minum, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum

Jasa Trita II. Waduk Jatiluhur dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Bendungan Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta

Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia,

kawasan Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel

22

dan bungalow, bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam

renang dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air,

playground dan fasilitas lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya

mendayung, selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating dan lainnya.

Bendungan Jatiluhur berjarak kurang lebih 100 km arah Tenggara Jakarta,

yang dapat dicapai melalui jalan tol Jakarta Cikampek dan jalan tol Cipularang

(ruas Cikampek – Jatiluhur), dan 60 km arah Barat Laut Bandung, yang dapat

dicapai melalui jalan tol Cipularang (ruas Bandung – Jatiluhur). Dari kota

Purwakarta sekitar 7 km arah barat. Berdasarkan koordinat geografis, posisi tubuh

bendungan Jatiluhur berada pada 6o31’ lintang Selatan dan 107o23’ Bujur Timur.

Kotak merah pada gambar kiri menunjukkan posisi bendungan Jatiluhur pada

peta.

Bendungan Jatiluhur merupakan bendungan terbesar di Indonesia,

membendung aliran Sungai Citarum di Kecamatan Jatiluhur – Kabupaten

Purwakarta–Provinsi Jawa Barat, membentuk waduk dengan genangan seluas ± 83

km2 dan keliling waduk 150 km pada elevasi muka air normal +107 m di atas

permukaan laut (dpl).  Gambar 3.1.1.b adalah denah area Waduk Jatiluhur

sebelum dan sesudah penggenangan. Luas daerah tangkapan bendungan Jatiluhur

adalah 4.500 km2. Sedangkan luas daerah tangkapan yang langsung ke waduk

setelah dibangun bendungan Saguling dan Cirata di hulunya menjadi tinggal 380

km2, yang merupakan 8% dari keseluruhan daerah tangkapan. Daerah tangkapan

(upper Citarum) meliputi wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung

Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten

Purwakarta. Pada awalnya dirancang memiliki kapasitas tampungan 3 milyar m3,

namun saat ini tinggal 2,44 milyar m3 (hasil pengukuran batimetri tahun 2000)

akibat sedimentasi. Namun demikian setelah dibangun Bendungan Saguling dan

Cirata di atasnya, laju sedimentasi semakin menurun. Bendungan Jatiluhur

merupakan bendungan multiguna, dengan fungsi sebagai pembangkit listrik

dengan kapasitas terpasang 187,5 MW, pengendalian banjir di Kabupaten

Karawang dan Bekasi, irigasi untuk 242.000 ha, pasokan air untuk rumah tangga,

industri dan penggelontoran kota, pasokan air untuk budidaya perikanan air payau

23

sepanjang pantai utara Jawa Barat seluas 20.000 ha, dan pariwisata. Bendungan ini

mulai dibangun pada tahun 1957 ditandai dengan  peletakan batu pertama

pembangunan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Tanggal 19 September 1965

merupakan kunjungan terakhir Ir. Soekarno ke Bendungan Jatiluhur, yakni sebelas

hari sebelum pecahnya peristiwa G/30 S PKI. Pada kesempatan tersebut sempat

dilaksanakan Sidang Kabinet Dwikora.

Gambar 3.2 Denah Area Bendungan Ir. H. Djuanda Sebelum Penggenangan

Gambar 3.3 Citra Satelit Waduk Jatiluhur

Peresmian dilakukan oleh Presiden RI Kedua Jenderal Soeharto pada

tanggal 26 Agustus 1967. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan

bendungan Ir. H. Djuanda hingga selesai adalah US$ 230 juta. Biaya ini meliputi

biaya dalam bentuk dolar dan rupiah.

24

Gambar 3.4 Peresmian Konstruksi bendungan Jatiluhur

(Sumber: menyimak bendungan di Indonesia (1910 – 2006) KNI-BB, Yayasan

Kilas Teknologi Konstruksi Indonesia)

Gambar 3.5 Kunjungan terakhir Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno, ke

bendungan Jatiluhur

25

Gambar 3.6 Pegawai dan masyarakat menyambut kedatangan Presiden Pertama

RI, Ir. Soekarno

Gambar 3.7 Peresmian bendungan Jatiluhur

Terlihat dalam gambar, Ibu Tien Soeharto sedang melakukan pengguntingan

pita sebagai tanda diresmikannya bendungan Jatiluhur.

Gambar 3.8 Ir. H. Djuanda

Untuk mengenang jasa Ir. H. Djuanda (nama lengkap Ir. H. R. Djoeanda

Kartawidjaja) dalam memperjuangkan pembiayaan pembangunan bendungan

Jatiluhur, bendungan ini dinamakan secara resmi bendungan Ir. H. Djuanda.

Beliau adalah Perdana Menteri RI terakhir dan memimpin kabinet Karya (1957 –

1959). Ir H Djuanda Kartawidjaja, lulusan Technische Hogeschool (Sekolah

Tinggi Teknik) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB), yang sebelumnya

pernah menjabat menteri di antaranya Menteri Perhubungan, Pengairan,

26

Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beliau bersama-sama dengan Ir.

Sedijatmo dengan gigih memperjuangkan terwujudnya proyek Jatiluhur di

Pemerintah Indonesia dan forum internasional. Pada kunjungan terakhirnya Ir.

Soekarno menyampaikan perintah untuk menyelesaikan pembangunan bendungan

Jatiluhur pada akhir April 1966, namun tidak terlaksana karena pemberontakkan

G/30 S PKI.

Gambar 3.9 Kunjungan Wakil Presiden Drs. Moch. Hatta di bendungan Jatiluhur

tanggal 25 September 1956

3.1.2 Sungai Citarum

Sebagai sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat, mengalir sepanjang

lebih kurang 270 km dari mata air di Gunung Wayang di Kabupaten Bandung,

sampai muaranya di Laut Jawa dengan melalui Kabupaten Bandung, Kabupaten

Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, membagi daerah

administrasi Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi dari Kedung Gede ke

hilir dan berakhir dari Muara Gembong sebagai muara Sungai Citarum ke Laut

Jawa. Sungai Citarum memiliki volume aliran tahunan rata-rata 5,5 milyar m3,

luas DAS 6.600 km2. Memiliki tinggi curah hujan tahunan rata-rata 2.353 mm,

dengan 80% hujan jatuh pada bulan November–Mei.

Sungai Citarum dengan beberapa sungai lainnya di Jawa Barat bagian utara,

yaitu: Ciherang, Cilamaya, Cijengkol, Ciasem, Cigadung, Cipunegara, dan

Cilalanang membentuk suatu wilayah hidrologis yang terintegrasi, dengan satuan

27

hidrologis seluas 1.100.000 ha. Gambar di bawah ini adalah mata air Pangsiraman,

yakni salah satu dari tujuh mata air Sungai Citarum yang berada di Gunung

Wayang–Ciwidey. Nama keenam mata air Sungai Citarum lainnya adalah

Cikahuripan, Cikawedukan, Cisanti, Cikaloberes, Cisadane/Cihaliwung dan

Cikadugalan/Cipaedah. Ketujuh mata air ini berada pada area Situ Cisanti yang

memiliki ketinggian +2.180 m dpl.

Gambar 3.10 Mata Air Pangsiraman

Gambar di bawah ini adalah foto udara Muara Gembong, yakni salah satu

dari tiga muara Sungai Citarum yang berada di Kabupaten Bekasi. Dua muara

lainnya adalah Muara Karawang dan Muara Bungin yang berada di Kabupaten

Karawang.

Gambar 3.11 Muara Gembong

28

Gambar 3.12 Peta DAS Citarum dan interkoneksinya

Pada tahun 1984 dan 1987 beroperasi 2 buah bendungan besar di hulu

bendungan Ir. H. Djuanda, yakni bendungan Saguling dan Bendungan Cirata.

Dengan dibangunnya kedua bendungan tersebut, kapasitas tampungan keseluruhan

menjadi sama dengan aliran tahunan Sungai Citarum.

3.1.3 Gagasan Pembangunan Waduk Jatiluhur

Gagasan pembangunan bendungan di Sungai Citarum sudah dimulai pada

abad ke-19 oleh para ahli pengairan pada waktu itu dengan telah dilakukannya

survey awal antara lain survey topografi dan hidrologi. Bahkan pengukuran debit

Sungai Citarum untuk keperluan bendungan dan irigasi telah di mulai pada tahun

1888.

Gagasan pembangunan tersebut kemudian dikembangkan dan

disempurnakan oleh Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein, seorang ahli pengairan

Belanda pada tahun 1930. Gagasan ini untuk pertama kali dipresentasikan pada

pertemuan tahunan Persatuan Insinyur Kerajaan Belanda (Koninklijk Instituut van

Ingenieurs atau KIVI) tanggal 18 Desember 1948 di Jakarta dengan judul “Een

Federaal Welvaartsplan voor het Westelijk Gedeelte van Java”. Ketika itu, Prof.

Ir. W.J. van Blommestein, Kepala Perencanaan Jawatan Pengairan Belanda, sudah

melakukan survey secara lebih rinci untuk membuat rencana pembangunan tiga

waduk besar di sepanjang aliran sungai Citarum; Saguling (sebelumnya

29

dinamakan Waduk Tarum oleh Prof. Ir. W.J. van Blommestein), Cirata dan

Jatiluhur.

Selanjutnya Prof. W.J. van Blommestein  sampai kepada sebuah gagasan

dimana selain potensi tiga waduk di Sungai Citarum, juga ada potensi

pengembangan antar Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk sungai-sungai di Pulau

Jawa, yang dikenal dalam tulisannya berjudul “A Development Project for the

Island of Java and Madura” pada Agustus 1979. Gagasannya waktu itu adalah

Jatiluhur hanya dikembangkan untuk kepentingan irigasi dan pembangunan kanal

untuk transportasi air dari Anyer sampai Surabaya melewati Solo.

Gagasan Prof. Dr. Ir. W.J. van Blommestein kemudian dikaji ulang oleh Ir.

Van Scravendijk tahun 1955 dengan tulisan berjudul “Integrated Water Resources

Development in Citarum River Basin” (240,000 ha sawah). Gagasan ini kemudian

dilengkapi oleh Ir. Abdullah Angudi tahun 1960 melalui nota pengelolaan

sehingga menjadi rencana induk pengembangan proyek serbaguna Jatiluhur.

Gagasan untuk membangun sebuah bendungan di aliran sungai Citarum

dirintis kembali pada era tahun 1950-an. Ir. Agus Prawiranata sebagai Kepala

Jawatan Irigasi waktu itu mulai memikirkan pengembangan jaringan irigasi untuk

mengantisipasi kecukupan beras dalam negeri. Ketika itu, Indonesia sudah

menjadi negara pengimpor beras terbesar dunia. Namun untuk membangun

bendungan dengan skala besar, ketika itu masih menjadi  bahan tertawaan, karena

Pemerintah RI belum punya uang.

Lalu ide ini dibahas bersama Ir. Sedyatmo, yang ketika itu menjabat sebagai

Kepala Direksi Konstruksi Badan Pembangkit Listrik Negara, Direktorat Jenderal

Ketenagaan, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. Kebetulan waktu

itu PLN punya anggaran dan memang sedang berupaya mencari pengganti sumber

daya listrik yang masih menggunakan minyak, karena memang mahal. Lalu, Ir.

Sediyatmo menugaskan Ir. P.C. Harjosudirdjo (sekarang; Prof. DR. Ir. P.K.

Haryasudirja) ketika itu sebagai Asisten Kepala Direksi Konstruksi PLN, untuk

merancang bendungan Jatiluhur ini.

Sebelum pembangunan bendungan Jatiluhur, bagian utara Provinsi Jawa

Barat telah dibangun beberapa prasarana sumber daya air, seperti Bendung

30

Walahar, Pundong, Salamdarma, Barugbug dan sebagainya. Namun masing-

masing prasarana sumber daya air tersebut belum terintegrasi dan sebagaimana

fungsi bendung, tidak dapat menampung air dimusim hujan sehingga pada musim

hujan selalu banjir dan kekeringan pada musim kemarau. Intensitas tanam (crop

intensity) hanya 1, yakni 1 kali tanam setahun. Kemudian daerah pertanian

tersebut sebagian besar dikuasai para tuan tanah, dan petani sebagian besar adalah

penggarap yang tidak memiliki tanah.

Hal penting yang juga menjadi pertimbangan saat itu, menurut Prof. DR. Ir.

P.K. Haryasudilja, ketika itu sebagai asisten urusan Jatiluhur yang menangani

urusan perencanaan maupun pelaksanaan pembangunannya, adalah pertimbangan

suplai air ke Jakarta. Ketika itu pelabuhan Tanjung Priok tak pernah disinggahi

kapal-kapal asing, karena tidak cukup air untuk perbekalan kapal. Sehingga

kegiatan ekspor-impor dari Tanjung Priok tersendat. Haryasudirja yang membuat

spesifikasi bendungan Jatiluhur, mengaku meniru gaya bendungan terbesar di

dunia, yaitu bendungan Aswan di Mesir. Menggunakan konsultan dari Perancis

yang sudah berpengalaman dalam membangun bendungan besar.

3.1.4 Masa Pembangunan Waduk Jatiluhur

Masa pembangunan proyek Jatiluhur juga unik, sebab sempat mengalami

sembilan kali pergantian kabinet dari Kabinet Karya Tahun 1957 sampai Kabinet

Ampera Tahun 1967.

Menteri-menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga pada masa pembangunan

bendungan Jatiluhur adalah Ir. Pangeran Mohamad Noor, Ir. Sardjono

Dipokusumo, Mayjen D. Suprayogi, dan Dr. Ir. Sutami. Pada tahun 1965 Menteri

PUT dalam kompartemen Pembangunan Mayjen D. Suprayogi membawahi 6

kementerian yaitu: Kementerian Listrik dan Tenaga Ir. Setiadi Reksoprodjo,

Menteri Pengairan Dasar Ir. Petrus Kanisius Hardjosudirdjo, Menteri Binamarga

Mayjen Hartawan Wirjodiprodjo, Menteri Ciptakarya dan Konstruksi David

Cheng, Menteri trans Sumatera Ir. Bratanata dan Menteri Negara diperbantukan

pada Menteri Koordinator Pekerjaan Umum dan Tenaga Ir. Sutami.

31

Hal yang perlu dicatat dari periode pembangunan ini adalah Perancis tidak

pernah menyelesaikan pembangunan bendungan Jatiluhur. Pada tanggal 15

Oktober 1965, yakni 15 hari setelah pecah G 30 S PKI, para tenaga ahli asing

kembali ke negaranya. Pada saat itu sebagian konstruksi menara pelimpah utama

bagian atas belum selesai dan bendungan Pelana Pasirgombong Barat dan Timur

sama sekali belum dibuat. Penyelesaian pekerjaan yang tersisa tersebut

dilaksanakan secara swakelola oleh tenaga ahli dari Indonesia dengan

memanfaatkan peralatan yang ditinggalkan.

Namun demikian pada saat peresmian bendungan Jatiluhur oleh Presiden

Soeharto, pekerjaan masih belum selesai seratus persen. Pelimpah pembantu

(auxiliary) yang berada di tumpuan kiri bendungan Pelana Ubrug belum sesuai

dengan rencana awalnya, yakni penggunaan pintu radial pada kedua jendelanya.

Hal ini disebabkan biaya untuk penyelesaian tidak tersedia lagi.

Agar bendungan Jatiluhur dapat beroperasi sesuai rencana, pada keempat

jendela pelimpah pembantu Ubrug dibuat beton lunak lengkung yang puncaknya

mencapai elevasi +111,6 m, yakni elevasi banjir maksimum. Pelimpah pembantu

Ubrug dioperasikan dengan cara meledakkan beton lunak lengkung. Namun

demikian selama operasi bendungan Jatiluhur, pelimpah pembantu tersebut belum

pernah dioperasikan.

Berikut adalah tenaga ahli/insinyur periode awal pembangunan bendungan

Jatiluhur :

Ir. Patti (tidak sampai selesai)

Ir. Masduki Umar

Ir. Ahmad Musa

Ir. Donardi Senosarto

Ir. Sutopo

Ir. Sudarjo

Ir. Asban Basiran (saat ini masih membantu Direksi PJT II sebagai tenaga

senior di bidang bendungan)

Ir. Samsiar

32

3.1.5 Demografi Daerah Genangan

Genangan yang terjadi akibat pembangunan bendungan Jatiluhur

menenggelamkan 14 Desa dengan penduduk berjumlah 5.002 orang. Penduduk

tersebut kemudian sebagian dipindahkan ke daerah sekitar bendungan dan

sebagian lainnya pindah ke Kabupaten Karawang. Sebagian besar penduduk

waktu itu bekerja sebagai petani.

3.1.6 Produksi Listrik

Produksi listrik pertama dimulai pada tahun 1965 dan disalurkan ke

Bandung melalui Saluran udara tegangan tinggi 150 kV milik PLN. Penyaluran ke

Jakarta baru dilakukan pada tahun 1966. PLTA unit VI baru dipasang oleh PT.

PLN Pikitdro Jabar antara tahun 1979 – 1981 dengan kapasitas 32 MW.

3.1.7 Instrumen Keselamatan Bendungan

Dalam rangka keselamatan bendungan Ir. H. Djuanda, telah dipasang

instrumen yang berfungsi untuk memantau, yaitu :

1. Pergerakan

Pergerakan eksternal menggunakan peralatan topografi, pergerakan internal

menggunakan inclinometer. Pemantuan dilakukan secara bulanan.

2. Tekanan Air Pori

Tekanan air pori menggunakan piezometer dilakukan secara bulanan.

3. Rembesan / Bocoran

Pemantauan rembesan/bocoran menggunakan alat ukur V-notch, gelas ukur

dan stopwatch dilakukan secara harian.

4. Getaran

Pemantauan getaran ini secara khusus dimaksudkan untuk mengukur getaran

akibat gempa. Alat yang digunakan adalah Accelerograph berjumlah 2 buah,

dipuncak dan dibawah bendungan.

5. Klomatologi dan Hidrologi

Pencatatan dan klimatologi dan hidrologi dilakukan secara khusus untuk

operasi waduk, namun data tersebut berguna juga untuk mendapatkan korelasi

33

dengan data instrumen lain terkait dengan keselamatan bendungan. Peralatan

yang dimiliki : AWLR, ARR, dan Evaporasi.

3.2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman

3.2.1 Latar belakang

Kinerja prasarana dan sarana permukiman ditentukan oleh kualitas fisik

bangunan, baik bangunan gedung maupun lingkungan permukiman. Proses

perencanaan yang baik dan konstruksi yang benar, berpengaruh pada kinerja dan

masa pakainya. Disamping faktor pemanfaatan dan pemeliharaan, kriteria dasar

dalam penentuan kualitas bangunan prasarana dan sarana permukiman adalah

ketentuan atau syarat yang harus dipenuhi dalam perencanaan dan pembangunan

seperti yang disyaratkan dalam Standar Pedoman dan Manual (SPM).

Berdasarkan data kebutuhan teknologi permukiman yang dilakukan Pusat

Penelitian dan Pengembangan Permukiman sebagai salah satu lembaga yang

menghasilkan teknologi dan SPM bidang  permukiman telah melakukan advis

teknik ke beberapa daerah dan telah menginventarisir masalah-masalah aktual

yang dihadapi oleh daerah terutama daerah rawan bencana (misalnya : banjir,

gempa dan kebakaran).

Advis teknik adalah suatu kegiatan pemberian informasi teknis dalam

membantu permerintah pusat maupun daerah untuk mengatasi masalah-masalah

teknis dalam bidang perumahan dan permukiman. Untuk itu perlu tindak lanjut

yang mengarah pada upaya yang bersifat mencarikan  alternatif solusi yang

pragmatis melalui pemberian advis teknik berdasarkan SPM serta meningkatkan

kualitas prasarana dan sarana bidang permukiman. Selama ini pelaksanaan advis

teknik berdasarkan pada permasalahan sarana dan prasarana bidang perumahan

dan permukiman  baik di pusat maupun daerah yang kami dapat dari informasi

dan rekomendasi  Departemen Pekerjaan Umum (Badan Litbang dan Hasil

Konreg PU) serta kebutuhan/permintaan dari pemerintah daerah setempat.

Advis teknik dilakukan secara kontinyu dengan asumsi sebagai berikut :

34

1. Masih belum optimalnya kinerja prasarana dan sarana permukiman yang telah

dibangun, yang disebabkan  oleh perencanaan, pembangunan dan

pemeliharaannya belum menerapkan SPM secara benar

2. Teknologi hasil Litbang Bidang Permukiman belum banyak diaplikasikan di

masyarakat.

3. Berdasarkan laporan akhir kegiatan “Aplikasi SPM dalam Pembangunan

Infrastruktur Perumahan dan Permukiman” bahwa 30,6 - 60,5 % responden

menyatakan kurang diterapkannya SPM/SNI disebabkan kekurang jelasan

materi.

3.2.2 Ruang Lingkup Pekerjaan

PUSLITBANG Permukiman ini dibantu oleh beberapa bidang yang

mempunyai tugas dan kegiatan masing-masing yang sesuai dengan bidangnya

masing-masing antara lain sebagai berikut.

A. Bagian tata usaha

Di Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahanada bagian yang

mengurus masalah administrasi perkantoran yaitu bagian tata usaha yang

mempunyai tugas melaksanakan urusan administrasi perkantoran keuangan

dan perbendaharaan. Dimana bagian tata usaha ini mempunyai kegiatan

sebagai berikut:

1. Melaksanakan urusan perbendaharaan, pengelolaan, keuangan dan

pelaksanaan pembiayaan, sertivikasi dan akuntansi termasuk PNPB.

2. Melakukan urusan tata usaha perkantoran, IKMN, pemeliharaan gedung

dan rumah tangga.

B. Bagian program kerja sama

Bidang ini telah banyak kerja sama baik dengan pihak luar negeri,

pemerintah daerah maupun swasta yang mana bidang ini mempunyai tugas

yaitu menyusun rencana strategi dan program tahunan, monitoring dan

evaluasi serta pengembangan kerja sama dan pemeliharaan kemitraan hasil

litbang bidang permukiman. Bidang program kerja sama mempunyai kegiatan

sebagai berikut:

35

1. Penyusunan program kegiatan litbang, kerjasama ilmiah, korporatisasi

dan kemitraan.

2. Penyusunan anggaran kegiatan.

3. Pemantauan pelaksanaan kegiatan.

C. Bidang pengembangan keahlian dan sarana kelitbangan

Bidang pengembangan keahlian dan sarana kelitbangan mempunyai

tugas pokok yaitu melaksanakan perencanaan dan pengembangan keahlian,

pengelolaan jabatan fungsional dan sumber daya manusia litbang serta dan

pengembangan sarana kelitbangan. Bidang pengembangan keahlian dan

sarana kelitbangan juga mempunyai kegiatan sebagai berikut:

1. Melakukan perencanaan program, kebutuhan pendidikan dan pelatihan

jabatan fungsional, fasilitasi HAKI.

2. Monitoring dan evaluasi jabatan fungsional, fasilitasi penambahan angka

kredit.

3. Membantu pengelolaan sumber daya manusia litbang.

4. Melakukan perencanaan, pengembangan sarana litbang, pengurusan

akreditasi laboratorium.

D. Bidang standar dan diseminasi

Mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan koordinasi perumusan

standar, fasilitasi dan evaluasi penerapan standar, melaksanakan diseminasi

dan informasi pelayanan advis teknis bidang permukiman. Kegiatan dibidang

standar dan desiminasi sebagai berikut:

1. Koordinasi perumusan bahan standar dan manual iptek, serta fasilitasi

penerapan dan kaji ulang standar.

2. Pengelolaan dokumentasi dan perpustakaan.

3. Koordinasi pelayanan advis teknis bidang permukiman.

E. Bidang kelompok pejabat fungsional

Memiliki tugas pokok sebagai berikut melakukan kegiatan sesyau

dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, dan juga PUSLITBANG ini terdiri dari beberapa

balai yang membantu didalam pekerjaan permukiman antara lain:

36

1. Balai tata ruang bangunan dan kawasan.

Mempunyai ruang lingkup pelayanan sebagai berikut:

a. Penelitian dan pengembangan tata ruang

b. Pengujian bahan

c. Advis teknis dan tata ruang kawasan

2. Balai struktur dan konstruksi bangunan.

Mempunyai ruang lingkup pelayanan sebagai berikut:

a. Pengujian semua aspek komponen struktur bangunan secara

keseluruhan

b. Perekayasaan konstruksi struktur bangunan

c. Memberikan saran teknis teknologi struktur bangunan

3. Balai sains bangunan.

Mempunyai ruang lingkup pelayanan sebagai berikut:

Melaksanakan penelitian, pengembangan, pengujian, pendataan dan

penyiapan saran teknis bidang proteksi kebakaran, mekanikal dan

elektrikal serta kenyamanan termal, audial dan visual.

4. Balai bahan bangunan.

Mempunyai ruang lingkup pelayanan sebagai berikut:

Melaksanakan penelitian dan pengembangan, pengujian dan penyiapan

saran teknis teknologi bidang bahan bangunan.

3.2.3 Modul pelatihan (desiminasi teknis) bidang permukiman yang ada di

PUSLITBANG

Untuk memperlancar proses kerja dipusat penelitian dan pengembangan

permukiman maka dibuatlah modul pelatihan agar para pekerja tersebut dapat

mengerti apa yang akan mereka kerjakan, dibawah ini adalah proses kerja modul

latihan tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Pasangan bata dan plesteran

2. Teknologi tepat guna bidang air bersih

3. Penyediaan air minum berbasis masyarakat

4. Teknologi tepat guna dan manajemen persampahan

37

5. Pemberdayaan kelembagaan pemerintah dan permukiman didaerah

3.2.4 Produk SPM bidang permukiman yang telah disosialisasikan kedaerah-

daerah.

1. Bahan bangunan

a. Teknologi mutu kayu untuk bangunan.

b. Pemanfaatan limbah sebagai komponen bangunan.

c. Pengembangan semen pozoloan kapu.

d. Pengendalian mutu pekerjaan beton.

e. Teknologi pasangan dinding bata.

f. Pengelolaan bantuan bahan bangunan bergulir.

2. Lingkungan permukiman

a. Teknologi air bersih.

b. Pengelolaan air limbah rumah tangga.

c. Instalasi pengolahan air minum (IPAM) dengan sistem berbasis

masyarakat.

3. Produk litbang bidang PLP

a. Sistem pembuangan limbah untuk daerah pasang surut.

b. Pengolahan air limbah rumah tangga dengan tangki biofilter.

c. Rangka besi wadah sampah.

d. Taman kolam ekologi sanitasi.

e. Mandi cuci kakus prefeb sistem capsul.

f. Sumur resapan air hujan dengan dinding porous.

4. Produk litbang bidang sains bangunan

a. Kompor aman kebakaran dan hemat energi.

b. Alat uji kinerja kepala sprinkler.

c. Modul manajemen wilayah kebakaran.

d. Pedoman penyusunan rencana tindak lanjut darurat kebakaran

5. Produk litbang bidang struktur dan konstruksi bangunan

a. Rumah susun modular F-21.

38

b. Pengembangan metode retrofitting untuk struktur beton bertulang pasca

bencana.

c. Prototipe rumah maisonet.

d. Model rumah panel.

e. Model rumah sangat sederhana dengan bahan murah.

f. Prototipe rumah tahan gempa tipe 45.

g. Sistem struktur pracetak T-Cap.

h. Sistem struktur pracetak C-Plus.

6. Produk litbang tata ruang bangunan dan kawasan

a. Perencanaan dan pengelolaan RSS dan lingkungan.

b. Pelaksanaan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok.

c. Pelestarian arsitektur tradisional.

d. Perencanaan kawasan super blok.

e. Teknologi bangunan RSH sistem RISHA.

3.3 Proyek Pembangunan Jembatan Shortcut Yeh Nusa

3.3.1 Latar belakang

Lakalantas atau kecelakaan lalulintas terjadi tidak saja akibat kelalaian dan

pelanggaran pengguna jalan, serta kondisi kendaraan. Pada sebagian kasus,

Lakalantas juga terjadi diantaranya akibat keadaan vertikal dan horizontal jalan

atau kondisi tikungan, turunan, serta tanjakan jalan cukup tajam. Salah satunya

seperti kondisi dimiliki jalur Gilimanuk-Tabanan atau yang dikenal masyarakat

sebagai ‘Jalur Tengkorak’. Tikungan, turanan serta tanjakan dibeberapa titik jalur

itu diyakini turut menjadi pemicu timbulnya Lakalantas hingga terjadinya

kemacetan arus lalu lintas. Untuk menekan terjadinya lakalantas, jalur Gilimanuk-

Padang Bae melintasi Tabanan dan Badung perlu dibuka jalan atau jalur

perlintasan baru, diantaranya pembangunan short cut seperti yang tengah

direalisasi di tiga titik rawan jalur Gilimanuk-Tabanan itu pada 2013 ini. Salah

satunya short cut yang dalam proses penyelesaian pembangunan di Tukah Yeh

Ho, Tabanan. Proyek pembangunan jembatan baru short cut Yeh Ho merupakan

39

proyek lanjutan. Sebelumnya, PPK 03 Cekik-Bts Kota Negara-Antosari-Tabanan-

Pekutatan, Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Bali, BPJN VIII,

saat itu atau pada 2012 dijabat oleh Benny Marga ST, juga menangani proyek Yeh

Ho dengan fisik pembangunan pondasi jembatan. Proyek ini digarap oleh TKR

dengan nilai proyek sekitar Rp 8 milyar dengan akhir masa kerja hingga 28

Desember 2012. Proyek yang digarap itu molor hingga tanggal 28 Desember 2012

atau hingga masa kontrak berakhir, TKR belum bisa menyelesaikan proyek

tersebut.

Gambar 3.10 Kondisi proyek jembatan Shortcut Yeh Nusa

3.3.2 Pihak-pihak yang terkait

1. Pejabat Pembuat Kontrak (PPK)

2. Satker BPKN wilayah VIII Denpasar – Bali

3. Satuan Kerja Pelaksanaan jalan Nasional Wilayah I provinsi Bali

4. PT. Teguh Karya Raharjo (TKR)

3.3.3 Proses pembangunan

Pembangunan proyek jembatan jalan pintas (short cut) yeh nusa berlokasi di

Desa Sam Sam, Tabanan – Bali. Proyek ini dijadwalkan pekerjaannya selama 240

kalender sejak tanggal 20 Februari 2014 hingga tanggal 15 Oktober 2014 namun

mengalami keterlambatan pekerjaan. Proyek kementerian Pekerjaan Umum

Direktorat Jenderal Bina Marga mempergunakan dana APBN anggaran 2014

sebesar Rp. 22,3 M untuk yeh Lambuk dan Rp. 22,3 M untuk Yeh Nusa. Proyek

40

ini dikerjakan oleh PT. TEGUH KARYA RAHARJO. Tender proyek diikuti oleh

37 perusahaan, pemenangnya PT. TEGUH KARYA RAHARJO (TKR).

Proyek pembangunan mega proyek itu dibagi menjadi 3 (Tiga) tahap yaitu

Pondasi, Tiang dan Badan jalan paling atas.Proyek short cut yeh nusa tahap II

senilai Rp. 23,237 Miliar. Proyek short cut ini kemudian diserah-terimakan

kepada pejabat pembuat kontrak (PPK) dan satker BPJN wilayah VIII denpasar-

bali. Dengan dibangunnya jembatan jalan pintas (short cut) yeh nusa ini tujuannya

bisa mengurangi angka kecelakaan karena kondisi jalan sudah rata. Jarak tempuh

dari 820 m menjadi 272 m dengan mengurangi belokan dan tanjakan terjal.

41

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pelaksanaan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang telah

dilaksanakan pada tanggal 01-10 September 2014 dengan melakukan peninjauan-

peninjauan ke beberapa proyek yang ada di Purwakarta, Bandung dan Bali banyak

sekali memberikan manfaat kepada mahasiswa karena dengan kunjungan tersebut

mahasiswa dapat memperoleh informasi dan pengetahuan yang luas tentang

proyek ataupun pusat-pusat penelitian yang ada di Indonesia. Dari hasil KKL

tersebut penulis mengambil beberapa kesimpulan diantaranya:

1. Bendungan jatiluhur

Bendungan ini pada awalnya merupakan bagian kecil dari aliran sungai

citarum yang sekarang telah menjadi sebuah bendungan yang dapat dimanfaatkan

sebagian besar digunakan sebagai waduk dan pusat listrik tenaga air beserta sarana

sistem pengairannya, dengan adanya bendungan ini maka masyarakat lebih mudah

dalam penyediaan air dalam pengairan area persawahan, penyediaan air minum

dan pengembangan perikanan darat dengan adanya waduk yang memungkinkan

terjaminnya persediaan air dapat mengembangkan usaha perikanan keramba jaring

apung di waduk jatiluhur. Apabila bendungan ini tidak berfungsi maka

pemenuhan akan pengairan didaerah jawa barat dan sekitarnya akan terganggu.

2. Pusat penelitian dan pengembangan permukiman

Dengan adanya lembaga ini, maka dapat membantu memecahkan

permasalahan yang timbul dalam pembangunan sarana tempat tinggal baik itu

rumah, hotel dan yang lainnya, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan metode

maupun cara yang sebelumnya telah dilakukan pengujian terlebih dahulu.

3. Proyek pembangunan jembatan shortcut Yeh Nusa di Bali

Untuk menekan terjadinya lakalantas, jalur Gilimanuk-Padang Bae melintasi

Tabanan dan Badung perlu dibuka jalan atau jalur perlintasan baru, diantaranya

pembangunan short cut seperti yang tengah direalisasi di tiga titik rawan jalur

42

Gilimanuk-Tabanan itu pada 2013 ini. Salah satunya short cut yang dalam proses

penyelesaian pembangunan di Tukah Yeh Ho, Tabanan. Proyek pembangunan

jembatan baru short cut Yeh Ho merupakan proyek lanjutan. Proyek ini digarap

oleh TKR dengan nilai proyek sekitar Rp 8 milyar dengan akhir masa kerja hingga

28 Desember 2012. Proyek yang digarap itu molor hingga tanggal 28 Desember

2012 atau hingga masa kontrak berakhir, TKR belum bisa menyelesaikan proyek

tersebut.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil Kuliah Kerja Lapangan, penulis ingin menyampaikan

beberapa saran yang dapat berguna bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.

Adapun saran yang ingin kami sampaikan antara lain :

1. Sebelum melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan, mahasiswa hendaknya

mencari informasi tentang proyek ataupun perusahaan yang akan di kunjungi

sehingga dapat merencanakan terlebih dahulu apa saja yang perlu

dipersiapkan pada waktu kunjungan.

2. Mahasiswa hendaknya terlebih dahulu diberi pengarahan serta informasi

tentang proyek atau perusahaan yang akan dikunjungi sehingga mahasiswa

mempunyai gambaran sebelumnya tentang proyek atau perusahaan tersebut.

3. Mahasiswa dapat menjaga nama baik almamater pada saat dan telah

melaksanakan kunjungan.

4. Proyek atau perusahaan yang telah dikunjungi hendaknya dapat menjadi

acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dibangku

kuliah.