Laporan Krim

62
I. TUJUAN PRAKTIKUM Mahasiswa dapat mengetahui formula dari krim dan evaluasinya Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan krim berdasarkan formula yang dipilih dan melakukan evaluasi terhadap sediaan yang dibuat II.TEORI DASAR Histamin Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan di dalam sel mast, dan menimbulkan berbagai proses faalan dan patologik. Histamin pada manusia adalah mediator penting untuk reaksi-reaksi alergi yang segera dan reaksi inflamasi, mempunyai peranan penting pada sekresi asam lambung, dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan modulator. (Udin Sjamsudin) Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam reaksi imun lokal, selain itu senyawa ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai neurotransmitter. Jika tubuh terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut. Histamin adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehlirch (1878) dan merupakan produk normal dari

description

farmasi

Transcript of Laporan Krim

Page 1: Laporan Krim

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa dapat mengetahui formula dari krim dan evaluasinya

Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan krim berdasarkan formula

yang dipilih dan melakukan evaluasi terhadap sediaan yang dibuat

II. TEORI DASAR

Histamin

Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan di dalam sel mast, dan

menimbulkan berbagai proses faalan dan patologik. Histamin pada manusia

adalah mediator penting untuk reaksi-reaksi alergi yang segera dan reaksi

inflamasi, mempunyai peranan penting pada sekresi asam lambung, dan berfungsi

sebagai neurotransmitter dan modulator. (Udin Sjamsudin)

Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam reaksi imun lokal,

selain itu senyawa ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di

lambung dan sebagai neurotransmitter. Jika tubuh terpapar patogen, maka tubuh

memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya histamin

maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih

dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi

infeksi di jaringan tersebut. Histamin adalah suatu amin nabati (bioamin) yang

ditemukan oleh dr. Paul Ehlirch (1878) dan merupakan produk normal dari

pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatis. (Tan Hoan Tjai: 2006)

Histamin didapatkan pada banyak jaringan,sehingga dinamakan histamine

(histos= jaringan) memiliki efek fisiologis dan patologis yang kompleks melalui

bebagai subtype reseptor, dan sering kali dilepaskan setempat. Histamine dan

serotonin bersama dengan peptide endogen, prostaglandin dan leukotrien .

histamine dihasilkan oleh bakteri yang terkontaminasi ergot. (Anonim, 2007)

Histamin adalah suatu senyawa nitrogen organik lokal yang terlibat dalam

respon imun serta mengatur fungsi fisiologis dalam usus dan bertindak sebagai

neurotransmitter. Jika tubuh terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin

di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini

akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut.

Histamin berasal dari dekarboksilasi dari asam amino histidin , reaksi

dikatalisis oleh enzim -histidin dekarboksilase L yang merupakan hidrofilik

vasoaktif amina. Setelah dibentuk, histamin disimpan dan di nonaktifkan oleh

Page 2: Laporan Krim

enzim histamin-N-methyltransferase atau oksidase diamina . Dalam SSP, histamin

dilepaskan ke dalam sinaps dan diuraikan oleh histamin-N-methyltransferase.

Bakteri juga mampu menghasilkan dekarboksilase histamin menggunakan

enzim yang berbeda dengan enzim yang ditemukan pada hewan. Bentuk non

infeksi penyakit dari keracunan makanan adalah karena produksi histamin oleh

bakteri dalam makanan basi, terutama ikan.

Penyimpanan Dan Pelepasan Histamin

Histamin dapat dibebaskan dari sel mast oleh beberapa factor:

Rusaknya sel

Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang

dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka.

Senyawa kimia

Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic, sehingga akan

melepaskan histamine dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah

enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.

Reaksi hipersensitivitas

Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin

dan diamin oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor

Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif terhadap histamine

atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih rendah

daripada keadaan normal.

Sebab lain

Proses fisik seperti mekanik, thermal, sinar UV, atau radiasi cukup

untuk merusak sel terutama sel mast yang akan melepaskan histamin.

Mekanisme Kerja Histamin

Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan system daya

tangkis. Kerjanya berlangsung melaui beberapa reseptor. Histamin memiliki

khasiat farmakologi yang hebat, antara lain dapat menyebabkan vasodilatasi yang

kuat dari kapiler-kapiler, serentak dengan konstriksi (penciutan) dari vena-vena

dan arteri-arteri, sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah perifer.

Sehubungan dengan sirkulasi darah yang tidak sempurna ini, maka diuresis

dihalangi. Juga permeabilitas dari kapiler-kapiler menjadi lebih tinggi, artinya

lebih mudah ditembusi, sehingga cairan dan protein-protein plasma dapat

mengalir ke cairan diluar sel dan menyebabkan udema. Disamping ini organ-

Page 3: Laporan Krim

organ yang memiliki otot-otot licin, sebagai kandungan dan saluran lambung usus,

mengalami konstriksi, sehingga menimbulkan rasa nyeri, muntah-muntah, diare.

Begitu pula di paru-paru terjadi konstriksi dari ranting-ranting tenggorok

(bronchioli) dengan akibat nafas menjadi sesak (dyspnoe) atau timbulnya

serangan asma (bronchiale).

Histamin juga mempertinggi sekresi kelenjar-kelenjar, misalnya ludah, asam

dan getah lambung, air mata dan juga adrenalin. Dalam keadaan normal jumlah

histamin dalam darah adalah sedikit sekali, sehingga tidak menimbulkan efek-efek

tersebut diatas. Histamin yang berlebihan diuraikan oleh enzim histaminase

(=diamino-oksidase) yang terdapat pada ginjal, paru-paru, selaput lendir usus, dan

jaringan-jaringan lainnya.

Jenis Lokasi Fungsi

Reseptor

histamine H1

Ditemukan pada otot

polos, endotel , dan sistem

saraf pusat jaringan, di

kulit (epidermis hidup dan

dermis)

Penyebab, bronkokonstriksi , bronchial otot

polos kontraksi, pemisahan sel-sel

endotel (bertanggung jawab untuk gatal-

gatal ), dan nyeri dan gatal-gatal karena

sengatan serangga, reseptor utama yang

terlibat dalam rhinitis alergi gejala

dan mabuk ; peraturan tidur

Reseptor

histamine H2

Terletak di sel parietal dan

sel-sel otot polos

pembuluh darah

Terutama yang terlibat dalam

vasodilatasi. Juga merangsang sekresiasam

lambung

Reseptor

histamine H3

Ditemukan pada sistem

saraf pusat dan tingkat

yang lebih rendah sistem

saraf perifer jaringan

Penurunan neurotransmiter rilis:

histamin, asetilkolin , norepinefrin ,serotoni

n

Reseptor

histamine H4

Ditemukan terutama

dibasofil dan di sumsum

tulang . Hal ini juga

ditemukan

pada timus ,usus

kecil , limpa , dan usus.

Memainkan peran dalam chemotaxis

Page 4: Laporan Krim

(F. Estelle R. Simons, M.D., 2004)

Antihistamin

Antihistaminika adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek

histamin terhadap tubuh dengan jalan mengeblok reseptor histamine

( penghambatan saingan). Pada awalnya hanya di kenal 1 tipe antihistaminikum,

tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor kusus pada tahun 1972, yang disebut

reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor histamine dapat di bagi dalam 2

tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2. (Hoan Tjai, 2006, 815)

Secara umum, antihistaminika juga dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni

antagonis reseptor H1(singkatnya disebut H1 blokers atau antihistaminika )

antagonis reseptor H2(H2 blokers atau zat penghambat asam) . (Hoan Tjai, 2006,

815)

Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah

penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk

menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini

digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor

histamin H1. 

Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang

disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi),

seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin

dalam jumlah signifikan di tubuh.

Menisme Kerja

Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghindarkan

efek atas tubuh dari histamin yang berlebihan, sebagaimana terdapat pada

gangguan-gangguan alergi.

Bila dilihat dari rumus molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin,

yang juga terdapat dalam molekul histamin. Gugusan etilamin ini seringkali

berbentuk suatu rangkaian lurus, tetapi dapat pula merupakan bagian dari suatu

struktur siklik, misalnya antazolin.

Antihistaminika tidak mempunyai kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan

dengan histamin seperti halnya dengan adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi

melakukan kegiatannya melalui persaingan substrat atau ”competitive inhibition”.

Obat-obat inipun tidak menghalang-halangi pembentukan histamin pada reaksi

antigen-antibody, melainkan masuknya histamin kedalam unsur-unsur penerima

Page 5: Laporan Krim

didalam sel (reseptor-reseptor) dirintangi dengan menduduki sendiri tempatnya

itu. Dengan kata lain karena antihistaminik mengikat diri dengan reseptor-reseptor

yang sebelumnya harus menerima histamin, maka zat ini dicegah untuk

melaksanakan kegiatannya yang spesifik terhadap jaringan-jaringan. Dapat

dianggap etilamin lah dari antihistaminika yang bersaing dengan histamin untuk

sel-sel reseptor tersebut. Sebagai inverse agonist, antihistamin H1 beraksi dengan

bergabung bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga

berada pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamine H1 ini bisa

mengurangi permiabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos

saluran cerna serta napas.

Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil

farmakologi yang lebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan

juga bisa menurunkan lipofilisitas, sehingga efek samping pada SSP lebih

minimal. Di samping itu, obat ini juga memiliki kemampuan antilergi tambahan,

yakni sebagai antagonis histamin. Antihistamin generasi baru ini mempengaruhi

pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influks ion kalsium

melintasi sel mast/membaran basofil plasma, atau menghambat pelepasan ion

kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan bekerja

pada leukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek anti-platelet

activating factor.

Penggolongan

Antihistaminika dapat digolongkan menurut struktur kimianya sebagai berikut

: Persenyawaan-persenyawaan aminoalkileter (dalam rumus umum X = O)

difenhidramin dan turunan-turunannya; klorfenoksamin (Systral), karbinoksamin

(Rhinopront), feniltoloksamin dalam Codipront. Persenyawaan-persenyawaan ini

memiliki daya kerja seperti atropin dan bekerja depresif terhadap susunan saraf

pusat. Efek sampingannya: mulut kering, gangguan penglihatan dan perasaan

mengantuk.

Persenyawaan-persenyawaan alkilendiamin (X = N) tripelenamin, antazolin,

klemizol dan mepiramin. Kegiatan depresif dari persenyawaan ini terhadap

susunan saraf pusat hanya lemah. Efek sampingannya: gangguan lambung usus

dan perasaan lesu.

Persenyawaan-persenyawaan alkilamin (X = C) feniramin dan turunan-

turunannya, tripolidin. Didalam kelompok antihistaminika ini terdapat zat-zat

Page 6: Laporan Krim

yang memiliki kegiatan merangsang maupun depresif terhadap susunan saraf

pusat.

Persenyawaan-persenyawaan piperazin : siklizin dan turunan-turunannya,

sinarizin

Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan struktur

kimia, yakni etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin, dan

fenotiazin. Penemuan antihistamin baru yang ternyata kurang bersifat sedatif,

akhirnya menggeser popularitas penggolongan ini. Antihistamin kemudian lebih

dikenal dengan penggolongan baru atas dasar efek sedatif yang ditimbulkan, yakni

generasi pertama, kedua, dan ketiga. (F. Estelle R. Simons, M.D., 2004)

Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi

pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang

lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu

berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP) lebih besar dibanding generasi kedua.

Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan lebih kuat terikat dengan protein

plasma, sehingga mengurangi kemampuannya melintasi otak.

Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa

metabolit (desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine).

Pencarian generasi ketiga ini dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin

yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta efek samping lebih minimal. Faktanya,

fexofenadine memang memiliki risiko aritmia jantung yang lebih rendah

dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga dengan levocetirizine

atau desloratadine, tampak juga lebih baik dibandingkan dengan cetrizine atau

loratadine. (F. Estelle R. Simons, M.D., 2004)

Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamine:

Antagonis Reseptor Histamin H1

Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya

adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine,

quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat

antipsikotik ini), dan prometazina.

Antagonis Reseptor Histamin H2

Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah

meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis

reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi

Page 7: Laporan Krim

sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani

peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya

adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan

lafutidina.

Antagonis Reseptor Histamin H3

Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat

kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati

penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah

ciproxifan, dan clobenpropit.

Antagonis Reseptor Histamin H4

Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai

antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.

(F. Estelle R. Simons, M.D., 2004)

Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah

obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang

awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai

antihistamin.

Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu

mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga

mencegah degranulasinya.

Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan lapisan pelindung yang sempurna terhadap pengaruh luar,

baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia dimana kulit berfungsi sebagai sistem

epitel dalam tubuh untuk menjaga substansi-substansi penting dalam tubuh dan

masuknya substansi-substansi asing ke dalam tubuh. Meskipun kulit relatif

permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit

dapat ditembus oleh senyawa-senyawa obat/bahan yang berbahaya yang dapat

menimbulkan efek terapetik atau efek toksik baik yang bersifat setempat/

sistemik. Secara mikroskopis kulit dari berbagai lapisan yang berbeda-beda dari

luar ke dalam yaitu epidermis, lapisan dermis dan subkutan (Aiache, 1993).

Page 8: Laporan Krim

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,

merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Kulit berfungsi sebagai

thermostat dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan

mikroorganisme, sinar ultraviolet, dan berperan pula mengatur tekanan darah.

Secara anatomi kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya

kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan : epidermis, dermis dan lapisan lemak

dibawah kulit (Lachman, et al., 2008).

Epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung

selmelanosit, langerhans dan merkel. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari

seluruhketebalan kulit. Terjadi regenerasi sel kulit pada epidermis setiap 4-6

minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai

yang terdalam) yaitu:

1. Stratum Korneum, terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan

berganti.

2. Stratum Lusidum, berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal

telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3. Stratum Granulosum, ditandai oleh 3 - 5 lapis sel poligonal gepeng yang

intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan

granulakeratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin.

Page 9: Laporan Krim

4. Stratum Spinosum, terdapat berkas - berkas filamen yang dinamakan

tonofibril, dianggap filamen - filamen tersebut memegang peranan penting untuk

mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada

tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum

dengan lebih banyak tonofibril

5. Stratum Basal (Stratum Germinativum), terdapat aktivitas mitosis yang

hebatdan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.

Stratum basal dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.

Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini

tergantung letak, usiadan faktor lain. Stratum germinativum merupakan satu lapis

sel yang mengandung melanosit (Lachman, et al., 2008).

Golongan Etanolamin

Obat golongan ini memiliki daya kerja seperti atropin (antikolinergik) dan

bekerja serhadap SSP (sedative). Antihistamin golongan ini antara lain :

Difenhidramin : Benadryl Di samping daya antikolinergik dan sedative

yang kuat, antihistamin ini juga bersifat spasmolitik, anti-emetik dan

antivertigo (pusing-pusing). Berguna sebagai obat tambahan pada

Penyakit Parkinson, juga digunakan sebagai obat anti-gatal pada

urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.) Dosis: oral 4 x sehari 25-

50mg, i.v. 10-50mg.

Metildifenhidramin = orfenadrin (Disipal, G.B.) Dengan efek

antikolinergik dan sedative ringan, lebih disukai sebagai obat

tambahan Parkinson dan terhadap gejala-gejala ekstrapiramidal pada

terapi dengan neuroleptika. Dosis: oral 3 x sehari 50mg.

Metildifenhidramin (Neo-Benodin®) Lebih kuat sedikit dari zat

induknya. Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula. Dosis: 3 x

sehari 20-40mg

Dimenhidrinat (Dramamine, Searle) Adalah senyawa klorteofilinat dari

difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk perjalanan dan

muntah-muntah sewaktu hamil. Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m.

50mg

Klorfenoksamin (Systral, Astra) Adalah derivate klor dan metal, yang

antara lain digunakan sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson.

Dosis: oral 2-3 x sehari 20-40mg (klorida), dalam krem 1,5%.

Page 10: Laporan Krim

Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil) Adalah derivat piridil dan klor

yang digunakan pada hay fever. Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat,

bentuk,dll).

Klemastin: Tavegyl (Sandos) Memiliki struktur yang mirip

klorfenoksamin, tetapi dengan substituent siklik (pirolidin). Daya

antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa

menit dan bertahan lebih dari 10 jam. Antara lain mengurangi

permeabilitas dari kapiler dan efektif guna melawan pruritus alergis

(gatal-gatal). Dosis: oral 2 x sehari 1mg a.c. (fumarat), i.m. 2 x 2mg.

(F. Estelle R. Simons, M.D., 2004)

Difenhidramin ( diphenhdramin)

Struktur Difenhidramin

Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses

terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi hipersensitivitas,

antihistamin dan sedatif. Memiliki sinonim Diphenhydramine HCl dan digunakan

untuk mengatasi gejala alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek

mengantuk bagi orang yang sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai

antitusif, anti mual dan anestesi topikal.

Diphenhydramine merupakan amine stabil dan cepat diserap pada pemberian

secara oral, dengan konsentrasi darah puncak terjadi pada 2-4 jam. Di dalam tubuh

dapat terdistribusi meluas dan dapat dengan segera memasuki system pusat saraf,

sehingga dapat menimbulkan efek sedasi dengan onset maksimum 1-3 jam.

Diphenhydramine memiliki waktu kerja/durasi selama 4-7 jam. Obat tersebut

memiliki waktu paruh eliminasi 2-8 jam dan 13,5 jam pada pasien geriatri.

Bioavailabilitas pada pemakaian oral mencapai 40%-60% dan sekitar 78% terikat

Page 11: Laporan Krim

pada protein. Sebagian besar obat ini dimetabolisme dalam hati dan mengalami

first-pass efect, namun beberapa dimetabolisme dalam paru-paru dan system

ginjal, kemudian diekskresikan lewat urin.

Difenhidramin ini memblokir aksi histamin, yaitu suatu zat dalam tubuh yang

menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin menghambat pelepasan histamin (H1)

dan asetilkolin (menghilangkan ingus saat flu). Hal ini memberi efek seperti

peningkatan kontraksi otot polos vaskular, sehingga mengurangi kemerahan,

hipertermia dan edema yang terjadi selama reaksi peradangan. Difenhidramin

menghalangi reseptor H1 pada perifer nociceptors sehingga mengurangi

sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi gatal yang berhubungan dengan reaksi

alergi. Memberikan respon yang menyebabkan efek fisiologis primer atau

sekunder atau kedua-duanya. Efek primer untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan

penekanan susunan saraf pusat (efek sekunder).

Kerja antihistaminika H1 akan meniadakan secara kompetitif kerja histamin

pada reseptor H1, dan tidak mempengaruhi histamin yang ditimbulkan akibat

kerja pada reseptor H2. Reseptor H1 terdapat di saluran pencernaan, pembuluh

darah, dan saluran pernapasan. Difenhidramin bekerja sebagai agen antikolinergik

(memblok jalannya impuls-impuls yang melalui saraf parasimpatik), spasmolitik,

anestetika lokal dan mempunyai efek sedatif terhadap sistem saraf pusat.

Efek samping : pusing, mengantuk, mulut kering

Kontra indikasi : Hipersensitif pada difenhidramin, asma akut dan tidak boleh

untuk neonates.

Macam Difenhidramin :

Diphenhydramine Citrate

Diphenhydramine sitrat diberikan secara oral dengan dosis 76 mg pada

malam hari di persiapan kombinasi untuk perusahaan hipnotis

tindakan.

Diphenhydramine Di(acefyllinate)

Diphenhydramine di (acefyllinate) diberikan sebagai antiemetik untuk

pencegahan dan pengobatan mabuk. Dosis oral biasa adalah 90-135

mg, yang dapat diulang jika perlu dengan interval sedikitnya 6 jam,

sampai maksimum 540 mg sehari.

Diphenhydramine Hydrochloride diberikan dalam dosis oral biasa 25

sampai 50 mg tiga atau empat kali sehari. Dosis untuk anak-anak

Page 12: Laporan Krim

adalah 6,25-25 mg tiga atau empat kali sehari, atau dosis total harian 5

mg / kg dapat diberikan dalam dosis terbagi. Maksimum dosis pada

orang dewasa dan anak-anak adalah sekitar 300 mg per hari. Dosis 20

sampai 50 mg dapat digunakan sebagai hipnosis pada orang dewasa

dan tua anak di atas 12 tahun. Ketika terapi oral tidak layak,

diphenhydramine hidroklorida dapat diberikan melalui suntikan

intramuskular dalam atau dengan konsentrasi injeksi menggunakan

intravena dari 1% atau 5%. Dosis biasa adalah 10 sampai 50 mg,

meskipun dosis 100 mg telah diberikan. Tidak ada lagi dari 400 mg

harus diberikan dalam 24 jam. anak-anak dapat diberikan 5 mg / kg

sehari dalam dosis terbagi untuk maksimum dari 300 mg dalam 24

jam. diphenhydramine hydrochloride diterapkan secara topikal,

biasanya dalam persiapan mengandung 1 sampai 2% meskipun, seperti

dengan antihistamin lain, ada risiko sensitisasi.

Klemastin

Klemastin (Klemastin Fumarat) adalah antihistamin penenang dengan sifat

antimuskarinik dan sedatif moderat. Telah dilaporkan memiliki durasi kerja

sekitar 10 sampai 12 jam. Sekarang digunakan untuk mengurangi gejala-gejala

dari kondisi alergi termasuk urtikaria dan angioedema (p.565), rhinitis (p.565) dan

konjungtivitis (p.564), dan kulit gatal gangguan (p.565). Clemastine diberikan

sebagai fumarat meskipun dosis yang dinyatakan dalam dasar Clemastine fumarat

1,34 mg setara dengan sekitar 1 mg clemastine dasar. Dosis oral biasa adalah 1 mg

dua kali sehari. Sampai 6 mg sehari telah diberikan, terutama untuk urticaria dan

angioedema. Anak-anak berusia 1 sampai 3 tahun dapat diberikan 250 sampai 500

mikrogram dua kali sehari; mereka yang berusia 3 sampai 6 tahun, 500 mikrogram

dua kali sehari; dan mereka yang berusia 6 sampai 12 tahun, 0,5-1 mg dua kali

sehari. Clemastine fumarat dapat diberikan oleh intramuskular atau injeksi

intravena lambat dalam total setara dosis harian 4 mg clemastine untuk reaksi

alergi akut; untuk profilaksis 2 mg diberikan melalui suntikan intravena. Dosis

Page 13: Laporan Krim

untuk anak-anak adalah 25 mikrogram / kg sehari dalam dua Dosis dibagi dengan

injeksi intramuskular. Clemastine fumarat juga telah digunakan secara topikal,

walaupun seperti antihistamin lain, ada risiko dari sensitisasi. (Martindale 36 th

edition, page 573)

Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih

bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim

mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak

atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk

yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam

lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air

(Anonim,2010).

Selain itu, Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental

mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe

krim ada dua yaitu:

1. Krim tipe air - minyak (A/M) contohnya sabun polivalen, span, adeps lanae,

kolesterol dan cera.

2. Krim tipe minyak - air (M/A) contohnya sabun monovalen seperti

triethanolaminum stearat, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat

(Anief, 2005).

Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-

surfaktan anionic, kationik dan nonionik (Anief, 2005).

Keuntungan penggunaan krim adalah umumnya mudah menyebar rata pada

permukaan kulit serta mudah dicuci dengan air (Ansel, 2005). Krim dapat

digunakan pada luka yang basah, karena bahan pembawa minyak di dalam air

cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut. Basis yang

dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang semipermeabel,

setelah air menguap pada tempat yang digunakan. Tetapi emulsi air di dalam

minyak dari sediaan semipadat cenderung membentuk suatu lapisan hidrofobik

pada kulit (Lachman, 2008).

Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan (safonifikasi)

dari suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana

panas yaitu temperatur 700- 800C. (Dirjen POM,1995). Krim merupakan obat

yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar

Page 14: Laporan Krim

adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah

lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka,

obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir dan sebagainya.

( Anief, 1999 ).

Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar yang

digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim yang

diharapkan adalah sebagai berikut :

a. Stabil

b. Lunak

c. Mudah dipakai

d. Dasar krim yang cocok

e. Terdistribusi merata

Fungsi krim adalah:

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit

b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat

berbahaya. (Anief,1999)

Stabilitas krim akan menjadi rusak, jika terganggu oleh sistem campurannya

terutama disebabkan perubahan suhu, perubahan komposisi dan disebabkan juga

oleh penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe

krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim

hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok yang harus dilakukan

dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu

satu bulan. Dalam penandaan sediaan krim, pada etiket harus tertera “Obat Luar”

dan pada penyimpanannya harus dalam wadah tertutup baik atau tube dan

disimpan di tempat sejuk (Depkes RI, 1979).

Beberapa perbedaan mekanisme kerja disebabkan komponen sediaan yang larut

dalam lemak dan larut dalam air.

Salep

Salep dengan bahan dasar hidrokarbon se-perti vaselin, berada lama di atas

permukaankulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karenaitu salep berbahan dasar

hidrokarbon digunakan sebagai penutup. Salep berbahan dasar salep serap (salep

ab-sorpsi) kerjanya terutama untuk memperce-pat penetrasi karena komponen

airnya yang besar. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep larut

Page 15: Laporan Krim

dalam air mampu berpe-netrasi jauh ke hipodermis sehingga banyak dipakai pada

kondisi yang memerlukan pe-netrasi yang dalam.

Krim

Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena

komponen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan

kulit dan mampu menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang

disukai secara kosmetik karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas

permukaan kulit. Krim O/W memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O,

sementara daya emolien W/O lebih be-sar dari O/W. Sediaan krim lebih disukai

karena mudah dibersihkan bila dibandingkan sediaan salep berlemak yang sulit

dibersihkan dan meinggalkan noda pada pakaian.

Pasta

Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih

domi-nan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu tubuh.

Pasta berle-mak saat diaplikasikan di atas lesi mampu me-nyerap lesi yang basah

seperti serum.

Pasta pendingin

Sedikit berbeda dengan pasta, penambahan komponen cairan membuat

sediaan ini lebih mudah berpenetrasi ke dalam lapisan kulit, namun bentuknya

yang lengket menjadikan sediaan ini tidak nyaman digunakan dan telah jarang

dipakai.

Gel

Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak

digunakan pada kondisi yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel analgetik.

Rute difusi jalur transfo-likuler gel juga baik, disebabkan kemampuan gel

membentuk lapisan absorpsi

III. EVALUASI PRODUK REFEREN

NO NAMA DAGANGNAMA

PABRIK

KOMPONEN/

BAHAN AKTIFKEMASAN

1. BANOPHEN ANTI ITCH MajorDiphenydramin HCl

Zinc Acetate28.4 g

Page 16: Laporan Krim

2.BOOTS SKIN ALLERGY

RELIEF

Boots Pharmace

uticalDiphenhydramine HCl 2 % 25 g

3.BENADRYL EXTRA

STRENGTH ITCH STOPPING

BenadrylDiphenydramin HCl

Zinc Acetate28.3 g

4. ABTI ITCH CREAM NeopharmDiphenydramin HCl 2 %

Zinc Acetate 0,1%

5. DIPHENYDRAMINE D Nex MedDiphenydramin HCl 2%

Zinc Acetate 1%28

IV. STUDI PRAFORMULASI BAHAN AKTIF

Tabel 1. Hasil Studi Pustaka Bahan Aktif

No Bahan

Aktif

Efek

Utama

Efek

Samping

Karakteristik

Fisik

Karakteristik

Kimia

1.

Monoethan

olamines

Diphenhydr

amin HClAntihistam

ine

Depresi

CNS efek

bermacam-

macam

mulai dari

sedikit

mengantuk

hingga tidur

lelap,

lemah,

Clark’s

Analisis of

Drug and

Poison :

serbuk

kristalin

putih, sedikit

gelap jika

terkena

cahaya

Clark’s

Analisis of

Drug and

Poison

TL 16601700

Larut 1:1

pada air, 1:2

pada etanol,

1:50 pada

Page 17: Laporan Krim

pusing,

tidak

koordinasi

sakit

kepala,

pelemahan

psikomotor,

efek

antimuskari

nik seperti

mulut

kering,

cairan

pernafasan

mengental,

penglihatan

kabur,

susah

kencing,

konstipasi

(Martindale

, p561)

Ph Eur 6.2

Putih atau

hampir putih,

serbuk

kristalin

USP 31

Putih tidak

berasa,

serbuk

kristalin,

sedikit gelap

pada cahaya

terbuka

FI IV

Serbuk hablur

putih tidak

berbau,

perlahan-

lahan gelap

jika terken

cahaya,

larutan

praktis netral

pada kertas

lakmus biru,

TL 1670-1720

aseton, 1:2

pada

klorofom,

sedikit larut

dalam

benzena dan

eter. pKa 9,0

(250) Log P

Octanol/air=

3,3

Ph Eur 6.2

Sangat larut

dalam air

dan alkohol

5 %, larutan

pH 4,0-6,0

USP 31

Larut 1:1

dalam air,

1:2 dalam

alkohol dan

klorofom,

1:50 dalam

aseton,

sedikit larut

dalam

benzena.

Incompatibil

itas dengan

amphoterici

n B,

Page 18: Laporan Krim

Cefmetazole

sodium,

cefalotin

sodium,

cefatotin

sodium,

beberapa

barbiturat

larut, larutan

alkalis dan

basa kuat

Dilindungi

dari cahaya

FI IV

Mudah larut

dalam air,

etanol,

klorofom:

agak sukar

larut dalam

aseton,

sangat sukar

larut dalam

benzena dan

dalam etr.

2 Clemastine

Fumarate

Antihistam

ine

Depresi

CNS efek

bermacam-

macam

mulai dari

sedikit

Ph. Eur. 6.2

Putih atau

hampir putih,

serbuk

Ph. Eur. 6.2

Sangat

sedikit larut

dalam air,

sedikit larut

Page 19: Laporan Krim

mengantuk

hingga tidur

lelap,

lemah,

pusing,

tidak

koordinasi

sakit

kepala,

pelemahan

psikomotor,

efek

antimuskari

nik seperti

mulut

kering,

cairan

pernafasan

mengental,

penglihatan

kabur,

susah

kencing,

konstipasi

(Martindale

, p561)

kristalin,

USP 31

Tidak

berwarna/puc

at sampai

kuning

lemah, tidak

berasa,

serbuk

kristalin

dalam

alkohol 70

% dan 50 %

metilalkohol

10%

suspensi

dalam air

mempunyai

pH 3,2-4,2

USP 31

Sangat

sedikit larut

dalam air

dan

klorofom,

sedikit larut

dalam metil

alkohol, pH

10%

suspensi

dalam air

antara 3,2-

4,2. Simpan

dalam

tempat suhu

tidak lebih

250.

Lindungi

dari cahaya

Alasan Pemilihan Bahan Aktif :

Page 20: Laporan Krim

Bahan aktif yang dipilih : Difenhidramin HCL

Alasan : Bila dibandingkan dengan turunan etanolamin yang lain,

seperti klemastin fumarat, difenhidramin HCL ini sangat larut dalam air sedangkan

klemastin fumarat sedikit larut dalam air. Sediaan yang kami buat memiliki target

organ di dermis, sehingga butuh obat yang larut di air agar dapat mencapai dermis.

Untuk itu dipilih difenhidramin HCL sebagai zat aktif.

Target organ yang dituju : Dermis

Rute penetrasi: Transepidermal

Obat akan menembus stratum korneum melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang

mengelilingi sel korneosit. Difusi dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari

stratum korneum. Setelah berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus

lapisan epidermis.

Bentuk sediaan yang dipilih adalah : krim (O/W)

Alasan:

1. Sediaan krim lebih disukai karena mudah dibersihkan bila dibandingkan

sediaan salep berlemak yang sulit dibersihkan dan meinggalkan noda pada

pakaian. Sediaan salep juga sulit untuk menuju dermis karena sifatnya yang

berlemak, sehingga salep hanya akan tertahan dibagian permukaan kulit.

2. Bila dibandingkan dengan gel, sediaan gel ini mudah terpenetrasi sampai ke

dalam hypodermis, sedangkan target organ yang diinginkan adalah

epidermis, sehingga bentuk sediaan yang dipilih adalah krim.

3. Dipilih sediaan krim tipe O/W karena krim tipe O/W ini dapat terpenetrasi ke

organ yang dituju (dermis) karena kandungan airnya lebih banyak,

sedangkan krim tipe W/O sulit untuk menembus hingga ke epidermis karena

lebih berminyak. Krim W/O juga kurang disukai karena komponen minyak

yang lama tertinggal di atas permukaan kulit dan sulit untuk dicuci, sehingga

dipilih sediaan bentuk krim tipe O/W.

Dosis dan Perhitungan

Dosis untuk pengunaa topikal: 2% krim 3-4x sehari (Martindale 36th edition hal. 577-

578)

Perhitungan :

1. Difenhidramin HCL

Page 21: Laporan Krim

15 g : x 15 = 0,3 g

100 g: x 100 = 2 g

2. Vaselin Album

15 g : x 15 = 1,47 g

100 g : x 100 = 9,8 g

3. Parafin

15 g : x 15 = 1,47 g

100 g : x 100 = 9,8 g

4. Setil Alkohol

15 g : x 15 = 0,75 g

100 g : x 100 = 5 g

5. Propilenglikol

15 g : x 15 = 2,25 g

100 g : x 100 = 15 g

6. Nipagin

15 g : x 15 = 0,015 g

100 g : x 100 = 0,1 g

Page 22: Laporan Krim

7. Nipasol

15 g : x 15 = 0,045 g

100 g : x 100 = 0,3 g

8. Air

15 g : x 15 = 8,7 g

100 g : x 100 = 58,2 g

V. JENIS DAN CONTOH BAHAN TAMBAHAN DALAM FORMULA

1) Pelarut

a. Purified Water

Fungsi : Pelarut/solven

Pemerian : Air dideskripsikan sebagai air yang diminum. Komposisi kimia dari

air tersebut bervariasi tergantung dari sumbernya. Air wujudnya cairan jernih,

tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau.

Inkompatibilitas : Air dapat bereaksi dengan obat dan bahan lainnya

menyebabkan hidrolisis (dekomposisi akibat adanya air atau kelembaban)

Alasan pemilihan bahan : Air merupakan bahan tambahan yang paling banyak

digunakan dalam sediaan Farmasi.

(Handbook of Pharmaceutical Excipient 5th edition, hal 802)

b. Propilen Glikol

Fungsi : humektan, pelarut Pemerian : jernih, tidak berwarna, kental, cairan yang praktis tidak berbau,

dengan rasa manis, sedikit asan mirip seperti gliserin Inkompatibilitas : inkompatibel dengan agen pengoksidasi seperti KmnO4.

Page 23: Laporan Krim

Kelarutan : larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin, dan air. Larut 1

bagian dalam 6 bagian eter, tidak larut pada miyak mineral dan fixed oil, tapi

akan larut dalam beberapa minyak esensial/

Konsentrasi yang digunakan : 15%

Titik lebur : -59oC

Alasan pemilihan bahan : propilen glikol larut pada berbagai bahan terutama larut

dalam air sehingga saat dicampur tidak akan terjadi pemisahan serta propilen glikol

tahan terhadap panas karena memiliki titik didih yang tinggi. Selain itu propilen

glikol juga dapat melarutkan pengawet yang kita gunakan lebih baik dibanding air.

Sehingga pengawet yang kita gunakan juga akan meningkat kelarutannya di dalam

air karena propilen glikol dapat larut dalam air. Propilen glikol juga dapat

menghaluskan krim sehingga lebih mudah dan nyaman untuk digunakan.

(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition, hal 592-593)

2) Basis

a. Vaselin album

Fungsi : basis

Pemerian : masa lunak, lengket, bening, putih, berflouresensi lemah, jika

dicairkan tidak berbau dan hampir tidak berasa

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P., larut dalam

kloroform P., dalam eter P., dan dalam eter minyak tanah P.

Titik lebur : 38oC – 56oC

Inkompatibilitas : merupakan bahan inert yang tidak dapat banyak bercampur

dengan banyak bahan.

Konsentrasi : 10% - 30%

Alasan penggunaan bahan : bahan yang sering digunakan, selain itu lebih

disukai karena warnanya putih dan tidak berbau sehingga meningkatkan

acceptability.

(Farmakope Indonesia IV, hal 633)

b. Parafin Hard

Fungsi : basis

Pemerian : tidak berbau, tidak berasa, tembus cahaya, tidak berwarna, atau

padatan berwarna putih. Sedikit berminyak saat dipegang dan mungkin akan

Page 24: Laporan Krim

menunjukkan butiran-butiran. Parafin akan terbakar dengan adanya nyala api.

Ketika mencair parafin tidak berflouresensi pada cahaya matahari.

Inkompatibilitas : -

Kelarutan : Larut dalam kloroform, eter, minyak atsiri, dan kebanyakan fixed

oil; sedikit larut dalam etanol; praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%),

dan air. Parafin dapat dicampur dengan sebagian besar lilin jika meleleh dan

didinginkan.

Titik lebur : bisa diberbagai titik.

Alasan pemilihan bahan : parafin sering digunakan untuk sediaan topical di

farmasi. Parafin ini juga bersifat tidak iritan. Selain itu kita memilih parafin

dalam bentuk solid karena tidak mudah teroksidasi seperti parafin cair sehingga

kita tidak perlu menambahkan bahan pengoksidasi lagi.

(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition, hal 474-475)

3) Emulsifying agent

a. Setil alkohol

Fungsi : emulsifying agent

Pemerian : berlilin, kepingan, granul, atau kubus yang berwarna putih.

Memilliki karakteristik bau yang lemah dan rasa yang tawar.

Inkompatibilitas : inkompatible dengan agen pengokidasi yang kuat.

Kelarutan : sangat larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutannya meningkat

dengan meningkatnya temperatur, praktis tidak larut dalam air. Ketika meleleh

larut ke dalam lemak, parafin cair ataupun solid, dan isopropil miristate

Titik lebur : 45oC – 52oC

Konsentrasi : 2% - 5%

Alasan pemilihan bahan : sering digunakan didalam sediaan farmasi. Selain itu

setil alkohol dapat meningkatkan stabilitas, tekstur, dan konsistensi dari krim.

Page 25: Laporan Krim

(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition, hal 155-156)

4) Pengawet

a. Nipagin/metil paraben

Fungsi : pengawet/antimikrobial

Pemerian : kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih. Tidak berasa atau

hampir tidak berasa dan memiliki rasa yang sedikit membakar.

Inkompatibilitas : sifat antimikroba metilparaben akan berkurang dengan adanya

surfaktan nonionik. Namun dengan adanya propilen glikol akan meningkatkan

sifat antimikroba metil paraben dan akan mencegah terjadinya reaksi antara

metil paraben dengan surfaktan nonionik.inkompatibel dengan bahan lain

seperti bentonit, magnesium trisilicate, talk, tragacant, Na alginat, sorbitol,

atropin, dan minyak esensial

Kelarutan : dapat dilihat ditabel dibawah ini :

Titik lebur : 125oC – 128oC

Konsentrasi : 0.02% - 0.3%

Page 26: Laporan Krim

Alasan pemilihan bahan : sering digunakan dalam sediaan farmasi. Selain itu

nipagin dapat memberikan efek pada rentang pH yang luas dan dapat bekerja

sebagai aktivitas antimikroba pada spektrum yang luas.

(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition, hal 441-444)

b. Nipasol/propil paraben

Fungsi : pengawet/antimikroba

Pemerian : serbuk kristal putih tidah berbau dan tidak berasa

Inkompatibilitas : sifat antimikroba metilparaben akan berkurang dengan adanya

surfaktan nonionik. Inkomptibel dengan magnesium aluminium silicate,

magnesium trisilicate, yellow iron oxide, dan ultramarine blue.

Kelarutan : dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Titik lebur : -

Konsentrasi : 0.01% - 0.6%

Page 27: Laporan Krim

Alasan pemilihan bahan : sering digunakan dalam sediaan farmasi. Selain itu

nipagin dapat memberikan efek pada rentang pH yang luas dan dapat bekerja

sebagai aktivitas antimikroba pada spektrum yang luas.

(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition, hal 596-598)

VI. SUSUNAN FORMULA DAN FUNGSI BAHAN

No. Bahan FungsiJumlah

dalam 100 g

Jumlah

dalam 15 g

Jumlah

dalam 50 gkonsentrasi

1.Difenhidramin

HCLBahan aktif 2 g 0.3 g 1 g 2%

2. Vaselin album Basis 9.8 g 1.47 g 4.9 g 9.8%

3. Parafin solid Basis 9.8 g 1.47 g 4.9 g 9.8%

4. Setil alkoholEmulsifying

agent5 g 0.75 g 2.5 g 5%

5. Propilen glikolHumektan,

pelarut15 g 2.25 g 7.5 g 15%

6. Nipagin Pengawet 0.1 g 0.015 g 0.05 g 0.1%

7. Nipasol pengawt 0.3 g 0.045 g 0.15 g 0.3%

8. Purified water Pelarut 58 g 8.7 g 29 g

VII. METODE

Alat :

1. Timbangan

2. Mortar dan stamfer

3. Pinset

4. Peralatan gelas

5. Kertas saring

6. Perangkat alat uji daya lekat

7. Kaca penutup

Page 28: Laporan Krim

8. Cawan porselin

9. Penangas air

Bahan :

9. Difenhidramin HCL

16 g = 0,3 g

101 g = 2 g

10. Vaselin Album

16 g = 1,47 g

101 g = 9,8 g

11. Parafin

15 g = 1,47 g

100 g = 9,8 g

12. Setil Alkohol

16 g = 0,75 g

101 g = 5 g

13. Propilenglikol

16 g = 2,25 g

101 g = 15 g

14. Nipagin

16 g = 0,015 g

101 g = 0,1 g

15. Nipasol

16 g = 0,045 g

101 g = 0,3 g

16. Air

16 g = 8,7 g

100 g = 58,2 g

Prosedur Pembuatan

Menyiapkan alat dan bahan

Menimbang Vaseline album sejumlah 1.47 gram

Page 29: Laporan Krim

Fase Minyak

Fase Air

Menyiapkan mortir panas dengan cara menuangkan air panas ke dalam mortir

Memasukkan ketiga bahan tersebut ke dalam cawan porselen kemudian meleburnya diatas waterbath suhu 80 deg. C

Menimbang propilenglikol sebanyak 2.25g

Menimbang Paraffin sejumlah 1.47 gram

Menimbang Setil alkohol sejumlah 0.75 gram

Melarutkan Propilenglikol dengan 4 mL air panas dalam gelas beker

Menambahkan Diphenhydramine HCl sebanyak 0.3 gram ke dalam air panas yang telah berisi propilenglikol

Setelah Diphenhydramine + Propilen glikol + air panas telah larut -> ditambahkan Nipagin 0.015 gram dan nipasol

sebanyak 0.045 gram. (dalam keadaan panas)

Melarutkan kedua fase tersebut ( Fase Minyak dan Air ) dengan cara : Memasukkan terlebih dahulu fase minyak ke dalam mortir panas -> Memasukkan Fase air ke dalam Fase Minyak sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat -> dilanjutkan hingga kedua fase bercampur dan homogen.

Page 30: Laporan Krim

Evaluasi Sediaan

a. Organoleptis

Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,

tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden ( dengan

kriteria tertentu ) dengan menetapkan kriterianya pengujianya ( macam dan item ),

menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan

keputusan dengan analisa statistik.

b. Evaluasi pH

Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :

200 ml air (ata menyesuaikan) yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian

aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur

dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.

c. Evaluasi daya sebar

Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.

Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya,

dan di beri rentang waktu 1 – 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada

setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar ( dengan waktu tertentu

secara teratur ). Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat–alat seperti sepasang

lempeng kaca bundar (extensometer) dan anak timbang gram. Krim ditimbang ± 0,5

gram diletakkan di tengah kaca bundar, di atas kaca diberi anak timbang sebagai

beban dan dibiarkan 1 menit. Diameter krim yang menyebar (dengan mengambil

panjang rata-rata diameter dari beberapa sisi) diukur kemudian ditambahkan 50 gram,

100 gram, 150 gram, 200 gram sebagai beban tambahan, setiap penambahan beban

didiamkan setelah 1 menit dan dicatat diameter krim yang menyebar seperti

sebelumnya. Cara di atas diulangi untuk setiap formula krim yang diperiksa masing-

masing 3 kali. Pengujian pertama dilakukan pada hari sediaan krim dibuat, kemudian

Krim yang telah terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam wadah

Page 31: Laporan Krim

disimpan selama satu minggu dan diuji lagi daya sebarnya, begitu seterusnya setiap

minggu selama satu bulan.

d. Uji aseptabilitas sediaan.

Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat

suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan,

kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk

masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat

lembut

e. Uji homogenitas krim.

Masing-masing krim yang akan diuji dioleskan pada 3 buah krimas obyek untuk

diamati homogenitasnya. Apabila tidak terdapat butiran-butiran kasar di atas ketiga

krimasobyek tersebut maka krim yang diuji homogen. Pengujian homogenitas ini

dilakukan sebanyak 3 kali. Pengujian pertama dilakukan pada hari sediaan krim

dibuat setelah jadi krim langsung diuji homogenitasnya. Sediaan krim kemudian

disimpan selama satu minggu dan diuji lagi homogenitasnya, begitu seterusnya setiap

minggu selama satu bulan.

f. Uji viskositas krim.

Uji viskositas krim dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Cup and Bob.

Rotor dipasang pada viskotester dengan menguncinya berlawanan arah dengan jarum

jam. Cup diisi sampel krim yang akan diuji setelah itu tempatkan rotor tepat berada

ditengah-tengah cup yang berisi krim, kemudian alat dihidupkan. Rotor mulai

berputar dan jarum penunjuk viskositas secara otomatis akan bergerak menuju ke

kanan, kemudian setelah stabil viskositas dibaca pada skala dari rotor yang

digunakan. Satuan yang digunakan menurut JLS 28809 standar viskositas yang telah

dikalibrasi adalah desipaskalsecond (dPas) setelah selesai pengukuran viskotester

dimatikan. Pengujian viskositas ini diulangi sebanyak tiga kaliuntuk tiap formula.

Pengujian pertama untuk viskositas dilakukan pada hari sediaan krim dibuat. Sediaan

krim kemudian disimpan selama satu minggu dan diuji lagi viskositasnya, begitu

seterusnya setiap minggu selama satu bulan.

g. Uji daya lekat krim.

Page 32: Laporan Krim

Uji ini dilakukan dengan alat tes daya melekat krim. Dua objek glass, stopwatch,

anak timbangan gram dan dilakukan dengan cara melekatkan krim secukupnya di atas

objek glass yang lain di atas krim tersebut kemudian ditekan dengan beban 0,5 kg

selama 5 menit kemudian pasang objek glass pada alat tes setelah itu lepaskan beban

seberat 20 gram dan dicatat waktunya hingga kedua objek tersebut terlepas diulangi

cara di atas pada setiap formula masing-masing 3 kali. Pengujian pertama dilakukan

pada hari sediaan krim dibuat. Sediaan krim kemudian disimpan selama satu minggu

dan diuji lagi daya lekatnya, begitu seterusnya setiap minggu selama satu bulan.

h. Penentuan kadar bahan aktif dalam sediaan krim

Pengujian kadar dari bahan aktif suatu sediaan krim dapat dilakukan dengan

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) atau High Perpormance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu

tekhnis analisis obat yang paling cepat berkembang. Cara ini ideal untuk analisis

beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi karena sederhana dan kepekaannya

tinggi. KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar, jadi senyawa yang tidak tahan

panas dapat ditangani dengan mudah. Peralatan KCKT memiliki kepekaan yang

sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu

yang tidak lama.

VIII. HASIL PENGAMATAN

Uji organoleptis

Warna : putih

Bau : tidak berbau

Bentuk : konsitensi seperti krim

Uji Viskositas : -

Uji pH : -

Uji Daya Sebar : -

IX. PEMBAHASAN

Page 33: Laporan Krim

Pada praktikum kali ini, kami melakukan pembuatan krim antihistamin

menggunakan bahan aktif diphenhidramine HCl. Menurut Farmakope Indonesia Edisi

III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandng air tidak

kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Kualitas dasar krim, yaitu:

1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari

inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam kamar.

2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi

lunak dan homogen.

3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai

dan dihilangkan dari kulit.

4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat

atau cair pada penggunaan (Anief, 1994).

Diphenidramine HCl merupakan antihistamine golongan turunan

monoethanolamine yang punya efek sedative dan antimuskarinik tetapi sedikit

memberikan efek gastrointestinal. Diphenidramine juga digunakan sebagai anti

emetik dalam pengobatan mual muntah, khususnya pada pencegahan dan pengobatan

mabuk(saat pemberian kurang dari 30 menit sebelum perjalanan) dan karena

pengobatan vertigo karena beberapa penyebab. Pemerian dari diphenidramin HCl

adalah serbuk kristalin putih, sedikit gelap jika terkena cahaya TL 16601700Larut 1:1

pada air, 1:2 pada etanol, 1:50 pada aseton, 1:2 pada klorofom, sedikit larut dalam

benzena dan eter. pKa 9,0 (250) Log P Octanol/air= 3,3. Diphenidramine HCl dengan

pemberian topikal dibuat dalam sediaan cream dengan konsentrasi 2 %.

Diphenidramin hidrokloride merupakan antagonis dari reseptor H1 histamin.

Diphenidramine menghambat pelepasan histamin H1 dengan cara meniadakan secara

kompetitif kerja histamin pada reseptor H1 dan tidak mempengaruhi histamin yang

ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2.

Formulasi yang digunakan dalam pembuatan krim diphenhidramin HCl adalah

Diphenidramin HCl Bahan aktif

Vaselin album basis

Paraffin solid basis

Setil alkohol Emulsifying Agent

Propilen glikolhumektan

Nipagin pengawet

Nipasol pengawet

Page 34: Laporan Krim

Air pelarut

Sediaan krim yang dibuat adalah dalam bentuk O/W (minyak dalam air).

Pemilihan sediaan ini dikarenakan sifat fisika kimia dari bahan aktif yaitu

diphenidramine lebih larut dalam air, selain itu, sediaan O/W akan memudahkan

bahan aktif mencapai target reseptor.

Pada formulasi tersebut, basis yang digunakan adalah vaselin album dan parafin

solid, pemilihan ini berdasarkan acceptabilitas dari pemakai. Vaselin album dan

parrafin liquid berwarna putih dan tidak toksik sehingga lebih diterima oleh pemakai.

Pengawet yang digunakan adalah nipagin dan nipasol. Pemilihan ini dikarenakan

nipagin dan nipasol efektif pada pH4-8, dan sediaan krim yang dibuat mempunyai pH

6,2-6,5. Selain itu nipasol termasuk dalam antibakteri berspektrum luas. Penggunaan

kombinasi tersebut dapat meningkatkan keefektifan pada fungsinya sebagai pengawet.

Selanjutnya adalah Propilen glikol. Sebelumnya Propilen glikol adalah propana-1,2-

diol dengan rumus molekul C3H8O2 dan berat molekul 76,10. Propilen glikol berupa

cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik.

Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan

kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak

tanah P dan dengan minyak lemak.

Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan,

humektan, solven, stabilizer untuk vitamin dan kosolven yang dapat bercampur

dengan air. Sebagai pelarut atau kosolven, propilen glikol digunakan dalam

konsentrasi 10-30% larutan aerosol, 10-25% larutan oral, 10-60% larutan parenteral

dan 0-80% larutan topikal. Propilen glikol digunakan secara luas dalam formulasi

sediaan farmasi, industri makanan maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non

toksik. Digunakan untuk pembuatan resin sintetik; sebagai plasticizer; surface-active

agent; antifreeze; pelarut; agen pengemulsi; disinfektan; agen higroskopik; bahan

pendingin dalam sistem pendingin; bahan tambahan pangan; digunakan dalam produk

farmasi; minyak rem. Komponen dalam cellophane. Humektan; skin conditioning;

agen pengontrol viskositas.

Dalam formulasi atau teknologi farmasi, propilen glikol secara luas digunakan

sebagai pelarut, pengekstrak dan pengawet makanan dalam berbagai sediaan farmasi

parenteral dan non parenteral. Propilen glikol merupakan pelarut yang baik dan dapat

melarutkan berbagai macam senyawa, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obat sulfa,

barbiturat, vitamin (A dan D), kebanyakan alkaloid dan berbagai anastetik local.

Page 35: Laporan Krim

Propilen glikol dalam sediaan farmasi berfungsi sebagai humektan, pelarut,

pelicin, dan sebagai penghambat fermentasi dan pertumbuhan jamur, desinfektan, dan

untuk meningkatkan kelarutan (Weller, 1994). Selain itu juga penambahan propilen

glikol pada sediaan topikal juga dapat meningkatkan laju difusi (Agoes dkk, 1983)

Untuk mengetahui laju dan pengaruh zat peningkat penetrasi perlu dilakukan

pengujian pelepasan zat aktif secara in vitro dari sediaan semi solid dapat dilakukan

dengan metode lempeng agar dan metode membran. Kedua metode ini digunakan

untuk membandingkan pelepasan obat dari sediaan semi solid yang bervariasi

(Voight, 1994).

Pada pembuatan krim diphenhydramine HCl ini, Propilenglikol digunakan

sebanyak 15% yang artinya Propilen Glikol tersebut digunakan sebagai pelarut,

sekaligus pengawet dan antimikroba pada sediaan, berkombinasi dengan Nipagin &

Nipasol. Sebagai pelarut, Propilen glikol digunakan untuk melarutkan Nipagin,

Nipasol.

Selanjutnya adalah Setil alkohol. Setil alkohol berupa serpihan lilin berwarna

putih atau granul, memiliki sedikit bau dan rasa yang lemah. Umumnya

digunakan sebagai bahan penyalut, emulsifying agent dan stiffener. Setil alkohol

banyak digunakan pada kosmetik dan sediaan farmasi seperti supositoria, sediaan

padat dengan pelepasan termodifikasi, emulsi, lotion, dan krim. Pada emulsi air

dalam minyak (W/O), setil alkohol digunakan sebagai bahan pengabsorbsi air dan

sebagai emulgator lemah yang dapat mengurangi jumlah penambahan emulgator

lain dalam sediaan. Selain itu setil alkohol juga dilaporkan dapat meningkatkan

konsistensi emulsi W/O (Unvala, 2009).

Pada pembuatan krim Diphenhydramine HCl ini, setil alkohol digunakan sebagai

emulgator. Sehingga memudahkan pencampuran antara fase minyak dan fase air.

Selain itu juga digunakan sebagai pengental agar terbentuk masa krim yang

diinginkan.

Pada pembuatan krim Diphenhydramine HCl ini, sediaan yang diinginkan (krim)

tidak begitu saja terbentuk, diperlukan lebih dari 5 kali pengulangan saat

pembuatannya, hingga didapatkan massa krim yang diinginkan. Sediaan krim yang

tidak sesuai dengan yang diinginkan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal

seperti; suhu antara fase minyak dan fase air yang tidak sama, suhu mortir yang

kurang panas, pengadukan yang kurang kuat dan cepat juga konstan, jumlah air yang

kurang atau terlalu sedikit, hingga sifat dari emulgator yang lemah.

Page 36: Laporan Krim

Saat pembuatan sediaan suhu antara fase minyak dan fase air kurang lebih harus

setara, agar fase minyak dapat tercampur homogen dengan fase air. Ketika fase

minyak dituang kedalam mortir panas kemudian ditambahkan dengan fase air dengan

suhu yang lebih dingin, kemungkinan kedua fase tersebut untuk bercampur adalah

kecil. Karena ketika fase air dengan suhu yang lebih rendah ditambahkan,

menyebabkan suhu dari fase minyak turun dan terpisah dari fase air.

Begitu juga bila mortir yang digunakan tidak panas, mortir tersebut dapat

mempengaruhi suhu dari fase minyak dan fase air. Fase minyak bersuhu tinggi dalam

bentuk cair yang seharusnya dapat bercampur, menjadi tidak dapat bercampur karena

suhu yang berubah.

Kemudian saat pengadukan dari campuran tersebut, setidaknya dilakukan

pengadukan yang cepat dan kuat juga konstan, agar fase minyak dan fase air

tercampur homogen. Pengadukan yang cepat membantu proses pencampuran agar

lebih cepat pula.

Meskipun suhu antara fase minyak dan fase air telah setara, pengadukan juga telah

dilakukan dengan kuat, cepat, dan konstan, namun bila jumlah air yang ditambahkan

terlalu sedikit, menyebabkan sediaan yang diinginkan tidak dapat terbentuk.

Konsistensi dari krim tersebut menjadi tidak sesuai dengan konsistensi krim yang

seharusnya. Bisa jadi krim yang terbentuk terasa seperti salep karena jumlah air yang

kurang atau terlalu sedikit. Sehingga penambahan air pun harus sesuai dengan

perhitungan.

Hal terakhir yang mempengaruhi hasil akhir sediaan adalah emulgator. Emulgator

yang digunakan pada sediaan krim ini adalah Setil alkohol, namun sifat Setil alkohol

sebagai emulgator tersebut termasuk lemah. Sehingga sulit didapatkan konsistensi

krim yang sesuai. Adapun untuk menutupi sifat emulgator yang lemah dari Setil

alkohol tersebut perlu dilakukan penambahan dari emulgator lain untuk membantu

proses emulsifikasi hingga didapatkan konsistensi krim yang tepat. Emulgator yang

dapat ditambahkan sebagai kombinasi yaitu seperti span 80, stearil alkohol, asam

stearat, TEA, dll.

X. KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini dapat diambil kesimpulan yaitu :

Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin.

Page 37: Laporan Krim

Antihistaminika adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek

histamin terhadap tubuh dengan jalan mengeblok reseptor histamine

( penghambatan saingan).

Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamine:

1. Antagonis Reseptor Histamin H1

2. Antagonis Reseptor Histamin H2

3. Antagonis Reseptor Histamin H3

4. Antagonis Reseptor Histamin H4

Difenhidramin menghalangi reseptor H1 pada perifer nociceptors sehingga

mengurangi sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi gatal yang

berhubungan dengan reaksi alergi.

Diphenidramin hidrokloride merupakan antagonis dari reseptor H1 histamin.

Diphenidramine menghambat pelepasan histamin H1 dengan cara meniadakan

secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1 dan tidak mempengaruhi

histamin yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2.

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandng air

tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Kualitas dasar

krim, yaitu:

1. Stabil

2. Lunak

3. Mudah dipakai

4. Terdistribusi merata

Sediaan krim yang dibuat adalah dalam bentuk O/W (minyak dalam air).

Pemilihan sediaan ini dikarenakan sifat fisika kimia dari bahan aktif yaitu

diphenidramine lebih larut dalam air, selain itu, sediaan O/W akan

memudahkan bahan aktif mencapai target reseptor.

Sediaan krim yang tidak sesuai dengan yang diinginkan tersebut dapat

disebabkan oleh beberapa hal seperti; suhu antara fase minyak dan fase air

yang tidak sama, suhu mortir yang kurang panas, pengadukan yang kurang

kuat dan cepat juga konstan, jumlah air yang kurang atau terlalu sedikit,

hingga sifat dari emulgator yang lemah.

Page 38: Laporan Krim

XI. KEMASAN DAN LABEL

Page 39: Laporan Krim

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Anonim. 2010. Tinjauan Pustaka. Available at: http://repository.usu. ac.id/ bitstre

am/123456789/26573/4/Chapter%20II.pdf (Last opened: 18 Oktober 2012)

Ansel C. Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta. UI Press.

Bertra M,Katzung.1997. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC

Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21.

Jakarta: Salemba Medika.

Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:

FKUI

Budi, Imam. 2008. Pemakaian Antihistamin Pada Anak : FK-USU.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Farmakolog dan terapi edisi 5. Balai

Penerbit FKUI. Jakarta.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

F. Estelle R. Simons, M.D.. 2004. Advances in H1-Antihistamines. The new england journal

Of medicine

Lachman,L., Herbert A.L., and Joseph L.K, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri ed. 3,

UI Press, Jakarta

Rengganis, Iris. Yunihastuti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale Thirty-Edition. London-UK: Pharmaceutical Press.

Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia

Page 40: Laporan Krim

Udin Sjamsudin, Hedi RD. 1995. Histamin dan Antihistamin dalam Farmakologi Dan Terapi

edisi 4, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.

Voigt. R,.(1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. Soendani

Noerono. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLID

“FORMULASI KRIM DIPHENHYDRAMINE HCl”

KELOMPOK B3

ANGGOTA :

ALIFIANTI BALINDA P. 122210101067

AULIA ADITYA A. 122210101071

NIDIA RIZQI I. 122210101073

NORA PUTRI N. 122210101075

AFIFAH 122210101077

TGL. PRAKTIKUM : 05 NOVEMBER 2014

DOSEN : BUDIPRATIWI W., S.Farm., M.Sc., Apt.

Page 41: Laporan Krim

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

NOVEMBER, 2014