Laporan Kimia Organik Pembuatan Aspirin
description
Transcript of Laporan Kimia Organik Pembuatan Aspirin
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I
PEMBUATAN ASAM ASETIL SALISILAT (ASPIRIN)
Tanggal: 8 Oktober 2015
Dosen Pembimbing:Lina Elfita, M.Si, Apt
Disusun oleh:
Kelompok 3DSafizah Ummu Harisah (1112102000010)
Fauziah (11141020000069)Laela Wulandari (11141020000070)Nurma Faizah (11141020000077)Sri Sumartini (11141020000079)
Program Studi FarmasiFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015
I. Tujuan Praktikum
Mahasiswa diharapkan mampu untuk membuat aspirin dan memahami
mekanisme reaksi pembuatan aspirin serta mampu menguji kemurnian aspirin
dengan metode KLT.
II. Landasan Teori
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) memiliki Rumus Molekul
C9H8O4 dengan Berat Molekul 180,16 dan pemerian berupa hablur putih,
umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih.,
tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering, di dalam udara lembap
secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Sukar larut
dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform dan eter ,agak
sukar larut dalam eter mutlak (Ditjen POM,1995)
Aspirin merupakan obat dari golongan salisilat yang sering digunakan
sebagai analgesik (pereda rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (pereda
demam), dan anti inflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan
digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan
jantung.
Obat yang dikenal dengan “Aspirin” ini berasal dari jaman Yunani kuno
dan diperkenalkan oleh Bapak Para Dokter se-dunia (Hippocrates).
Hippocrates tidak menyebut Aspirin, melainkan menyebut tumbuhan bernama
willow yang bila batangnya dikeringkan dan dijadikan bubuk, dapat
menghilangkan rasa sakit. Asam asetilsalisilat mengandung tidak kurang dari
99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C9H8O7, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Reaksi yang terjadi dalam sintesis aspirin adalah reaksi anhidrida asetat.
Reaksinya adalah seperti yang di bawah ini:
Pembuatan Aspirin maupun Asam Salisilat dapat diukur kemurniannya,
seberapa besar berhasil membuat aspirin maupun asam salisilat murni tanpa ada
zat-zat pengganggu lainnya. Metode yang digunakan yakni dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Titik Leleh.
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben
inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering
digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan
KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi telah didefinisikan
terutama sebagai suatu proses pemisahan yang digunakan untuk pemisahan
campuran yang pada hakekatnya molekuler. Kromatografi bergantung pada
pembagian-ulang molekul-molekul campuran antara dua fase atau lebih. Tipe-tipe
kromatografi mencakup kromatografi adsorbs, kromatografi partisi cairan, dan
pertukaran ion. Sistem utama yang digunakan dalam kromatografi partisi adalah:
partisi gas, partisi cairan yang menggunakan alas tak bergerak (misalnya
kromatografi kolom), kromatografi kertas dan lapis tipis. Dalam tiap kasus terjadi
distribusi antara fase ‘cair’ yang terserap secara ‘stasioner’ dan zat-alir bergerak
yang kontak secara karib dengan fase cair itu. Dalam kromatografi partisi cairan,
fase cair yang bergerak mengalir melewati fase cair stasioner yang diserapkan
pada suatu pendukung; dalam kromatografi kertas pendukung itu adalah kertas
atau kertas terolah, sedangkan dalam kromatografi lapisan tipis adsorbennya
disalutkan pada lempeng kaca atau lembaran plastic. Hanya akan dibahas aspek-
aspek yang dipilih dari kromatografi partisi pada selulosa dengan rujukan khusus
ke analisis anorganik. Prinsip percobaan adalah adsorbs dan partisi dimana
adsorbs adalah penyerapan pada pemulaan, sedangkan partisi adalah penyebaran
atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut
yang digunakan
Penentuan titik leleh. Titik leleh adalah suhu dimana suatu senyawa mulai
beralih fasa dari padatan menjadi cairan sampai kesemuanya menjadi cair
sempurna. Titik leleh dapat dicari melalui sebuah eksperimen. Bahan yang
diperlukan adalah pipa kapiler dan alat penentu titik leleh.
Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana zat padat berubah
menjadi cairan pada tekanannya satu atmosfer. Titik leleh suatu zat padat tidak
mengalami perubahan yang berarti dengan adanya perubahan tekanan Perbedaan
titik leleh senyawa-senyawa dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah
perbedaan kuatnya ikatan yang dibentuk antar unsur dalam senyawa tersebut.
Semakin kuat ikatan yang dibentuk, semakin besar energi yang diperlukan untuk
memutuskannya. Dengan kata lain, semakin tinggi juga titik lebur unsur tersebut.
Perbedaan titik leleh antara senyawa-senyawa pada golongan yang sama dapat
dijelaskan dengan perbedaan elektronegativitas unsur-unsur pembentuk senyawa
tersebut.
Jika zat padat yang diamati tidak murni, maka akan terjadi penyimpangan
dari titik leleh senyawa murninya. Penyimpangan itu berupa penurunan titik leleh
dan perluasan range titik leleh.
III. Alat dan Bahan
Alat: Bahan :
- Erlenmeyer - Asam salisilat kering
- Penangas air - Anhiidrida asetat
- Plat KLT - Asam sulfat pekat
- Pipa Kapiler - Etanol – air 50 %
- Beaker glass - Alkoholl 95 %
- Lampu UV - Larutan FeCl3
- Kaca Arloji - Kertas saring
IV. Prosdeur Kerja :
Prosedur kerja dilampirkan pada lampiran.
V. Hasil Pengamatan
Persentase aspirin didapat dari perbandingan mol sebagai berikut :
Mol asam salisilat = Mol Aspirin
gramasam salisilatMr asam salisilat
= gramaspirinMr aspirin
2,5 g138g /mol =
xg180g /mol
450 = 138 x
X = 3,261
Kemudian didapat persentase rendemennya yaitu sebagai berikut :
% rendemen = massaaspirin percobaanmassaaspirin teoritis
= 1.2933.261
x 100% = 39.65%
Tabel data percobaan uji kemurnian aspirin:
KLT (Rf) Uji Warna Titik leleh
Asam Salisilat
sampel0.899 Ungu 178ᴼC
Asam salisilat
standar0.887 Ungu 166ᴼC
Asam salisilat - - 166ᴼC
literatur
Aspirin sampel 0.875 Ungu 176ᴼC
Aspirin standar 0.851 Ungu 135ᴼC
Aspirin literatur - - 136ᴼC
Gambar hasil uji warna sampel asam salisilat dan standar asam salisilat dengan FeCl3
Gambar hasil uji warna sampel aspirin dan standar aspirin dengan FeCl3
Gambar hasil uji kemurnian dengan KLT sampel aspirin dengan standar aspirin
dan standar asam salisilat dan sampel asam salisila
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan aspirin dengan
proses esterifikasi yang merupakan prinsip dari pembuatan aspirin. Pada
percobaan pembuatan aspirin, alkohol dan anhidrat asam direaksikan
menghasilkan senyawa ester. Senyawa alkohol yang digunakan adalah
senyawa asam salisilat yang mengandung gugus –OH sebanyak 2,5 gram
direaksikan dengan anhidrat asam asetat sebanyak 4 tetes. Adapun reaksinya
sebagai berikut :
Aspirin dapat disintesis dengan cara mereaksikan asam salisilat dengan
anhidrida asetat. Reaksi dengan anhidrida asetat akan mengubah gugus
hidroksi fenolik dari asam salisilat menjadi asam asetil salisilat atau ester
asetil atau aspirin karena reaksi berkatalis asam dari suatu anhidrida dengan
alcohol atau fenol akan menghasilkan ester.
Selain pencampuran asam salisilat dan anhidrat asam asetat dilakukan juga
penambahan asam sulfat pekat sebanyak 2 tetes yang berfungsi sebagai zat
penghidrasi. Seperti hasil reaksi yang ditunjukkan dari reaksi asam salisilat
dan anhidrida asam asetat adalah asam asetat. Hasil samping ini akan
terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat akan
kembali bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan dengan hasil
samping berupa asam asetat. Reaksi akan berhenti setelah asam salisilat
habis karena adanya asam sulfat pekat ini. Reaksi ini akan berlangsung pada
suhu 50-60°C. Setelah beberapa menit, larutan didinginkan di dalam ice bath
sehingga membentuk endapan kristal putih yang kemudian disaring
menggunakan corong Buchner. Hasil saringan yang didapat masih belum
murni sehingga harus dilarutkan kembali menggunakan etanol-air yang
merupakan pelarut yang baik untuk zat organik, dipanaskan hingga seluruh
kristal terlarut. Setelah semua Kristal melarut, rendam di dalam ice bath
hingga membentuk endapan putih, kemudian saring kristal tersebut dan
lakukan proses pengeringan Kristal di dalam oven. Dari 2,5 gram asam
salisilat, 4 ml anhidrat asam asetat, 2 tetes asam sulfat, dan 40 ml etanol air,
didapatkan 1,4541 gram aspirin sebagai produk akhir yang didapat.
Pada praktikum sebelumnya telah didapatkan asam salisilat dan juga aspirin,
maka pada praktikum kali ini menentukan kemurnian dari masing-masing produk
yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya. Dimana untuk menentukan
kemurnian dari masing-masing produk,dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan menggunakan metode uji warna, KLT (kromatografi Lapis Tipis), dan Titik
leleh.
Uji warna
Hal yang dilakukan pada praktikum yaitu mereaksikan zat
sampel (aspirin dan asam salisilat) dan zat standar (aspirin dan
asam salisilat) dengan larutan FeCl3. Menurut literatur asam
salisilat akan menghasilkan hasil positif berwarna ungu jika
direaksikan dengan FeCl3 dan asam asetil salisilat akan
menghasilkan hasil negatif,tidak bereaksi dengan FeCl3. Dari hasil
percobaan yang dilakukan didapatkan hasil larutan berwarna ungu
ketika asam salisilat sampel ditetesi FeCl3, begitu pula dengan hasil
yang sama pada asam salisilat standar, aspirin sampel dan aspirin
standar. Hal tersebut membuktikan bahwa aspirin sampel dan
aspirin standar masih mengandung kristal asam salisilat dan tidak
murni senyawa aspirin.
Ketidakmurnian tersebut terjadi karena beberapa faktor,
seperti kurangnya H2SO4 yang ditambahkan saat pembuatan asam
salisilat dari metil salisilat, waktu pengeringan yang terlalu lama,
ketidaktelitian praktikan dalam melakukan prosedur kerja dan
faktor-faktor lainnya.
Metode KLT
Untuk menentukan kemurnian dengan metode ini dilakukan
dengan melarutkan sedikit produk asam salisilat dan aspirin yang
didapat dengan menggunakan etanol-air 50%. Kemudian pada plat
KLT yang telah disediakan dan sebelumnya telah di garis bagian
atas dan bawahnya ±0,5cm dengan menggunakan pensil, totolkan
produk aspirin dan asam salisilat yang telah dilarutkan tersebut
dengan menggunakan pipa kapiler pada garis batas sebelah kanan
dan totolkan standar asam saisilat dan juga aspirin yang telah
disediakan pada sisi kiri. Kemudian celupkan plat TLC pada eluent
yang ada di beaker glass sampai batas bawah, tunggu hingga cairan
naik dengan gaya kapilaritas sampai batas atas plat TLC.
Keringkan plat TLC .
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh
kromatografi planar. Fase diamnya (Stationary Phase) berbentuk
lapisan tipis yang melekat pada gelas/kaca, plastik, aluminium.
Sedangkan fase geraknya (Mobile Phase) berupa cairan atau
campuran cairan, biasanya pelarut organik dan kadang-kadang juga
air.
Mekanisme dari pengujian kemurnian menggunakan KLT
dilakukan dengan pemisahan secara adsorpsi. Mekanisme ini
terjadi pada kromatografi dengan fase diam berbentuk padat,
sedangkan fase gerak dapat berbentuk cairan atau gas. Interaksi
antara linarut, fase diam dan fase gerak adalah terjadinya ikatan
hidrogen. Di permukaan silikagel terdapat ujung-ujung gugus OH
(OH bebas). Gugus inilah yang menyebabkan silika gel bersifat
polar. Bila ada senyawa polar (mempunyai gugus OH, C=O atau
adanya atom dengan pasangan elektron bebas) maka akan terjadi
ikatan hidroden antara molekul linarut dengan OH fase diam.
Selain interaksi itu ada juga interaksi terbentuknya ikatan hidrogen
antara molekul fase gerak dengan linarut dan antara malekul fase
gerak dengan fase diam. Jika interaksi fase diam dengan linarut
lebih kuat dibandingkan interaksi yang lain, maka fase diam
tersebut tertahan (teradsorpsi) lebih lama pada fase diam.
Sebaliknya jika interaksi fase gerak dengan molekul linarut lebih
kuat maka linarut tersebut mudah terelusi. Maka terjadi persaingan
mana lebih kuat ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul linarut
dengan fase diam atau linarut dengan fase gerak, karena perbedaan
afinitas dengan fase diam inilah senyawasenyawa dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lain. Perbedaan affinitas molekul-molekul
linarut dengan fase diam inilah dasar mekanisme adsorpsi.
Pada percobaan, disiapkan asam salisilat sampel, asam
salisilat standar, aspirin sampel dan aspirin standar yang telah
dilarutkan dengan pelarut organik yaitu ethanol-air 50%.
Selanjutnya penotolan zat uji pada plat KLT digunakan dengan
pipa kapiler agar ukuran totolan yang dihasilkan optimal. Ukuran
totolan mempengaruhi pergerakan zat uji. Alkohol 95%
dimasukan ke dalam gelas beaker, alkohol 95% merupakan
senyawa polar yang berperan sebagai fase gerak pada pengujian
KLT. Plat KLT yang telah ditandai lalu dimasukan ke dalam gelas
beaker yang berisi alkohol 95% dan gelas beaker ditutup dengan
alumunium foil, hal ini dilakukan agar alkohol 95% tidak
menguap.
Didapatkan hasil jarak tempuh dari standar aspirin, aspirin
sampel, standar asam salisilat dan asam salisilat sampel berturut-
turut 7,15 (gatau satuannya); 7,34 ; 7,45 ; 7,55 dan jarak tempuh
pelarut 8,4. Dari data ini kita dapat menghitung nilai Rf yaitu, hasil
dari jarak yang ditempuh sampel atau standar (spot) dibagi dengan
jarak yang ditempuh fase gerak sampel secara keseluruhan (eluent).
Dengan metode ini mengartikan bahwa aspirin yang didapatkan
(sampel) memenuhi kriteria aspirin standar. Karena perbedaan nilai
Rfnya tidak jauh berbeda.
Titik leleh
Uji dilakukan dengan menggunakan alat melting point
analyzer. Berdasarkan literatur, titik leleh aspirin adalah 1350 - 136°C
sedangkan titik leleh aspirin yang diperoleh adalah 1760C. Nilai ini
sangat berbeda dengan literatur, sehingga hasil yang didapatkan bukan
merupakan aspirin murni. Hal ini disebabkan karena masih adanya zat
pengotor yang mengganggu struktur kisi kristal sehingga titik leleh
yang didapatkan menjadi lebih tinggi dari literatur. Selain itu dapat
juga disebabkan karena kesalahan pada saat pengisian pipa kapiler
pada melting block. Menurut literatur, kristal yang diperlukan untuk
mengisi pipa kapiler adalah sekitar 0,5 cm tinggi pipa kapiler tersebut.
Jadi, kristal yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mempengaruhi titik
leleh suatu zat.
Titik leleh asam salisilat berdasar literatur adalah 159°C,
sedangkan dari hasil percobaan diperoleh titik leleh asam salisilat
1780C. Hal ini juga tidak sesuai, karena dalam percobaan, pengukuran
titik leleh dilakukan dengan kurang teliti. Selain itu juga dapat
disebabkan bahwa yang dihasilkan belum murni sebagai zat asam
salisilat.
VII. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
aspirin dapat didapatkan dengan cara mereaksikan asam
salisilat dengan anhidrad asam asetat dan cara ini disebut
dengan cara esterifikasi karena hasil dari reaksi ini
menghasilkan ester dimana dalam hal ini adalah Aspirin.
Asam salisilat dan aspirin yang dihasilkan tidak murni,
dibuktikan dengan uji warna yang aspirin sampelnya
menghasilkan warna ungu. Selain itu titik lelehnya pun tidak
sesuai dengan literatur baik asprin maupun asam salisilat.
Didapatkan hasil seperti ini karena adanya kesalahan selama
percobaan.
Daftar Pustaka
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,Jakarta.
Anonim. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2015 pukul 08.00.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28835/4/Chapter%20II.pdf
Hahn, Elkeh. 2007. “Applied Thin-Layer Chromatography”: Second edition.
Germany Eckental: Wiley-VCH)