laporan KI

download laporan KI

of 29

Transcript of laporan KI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INDUSTRI

PROSES PRODUKSI DETERGENT POWDER DAN HAND SOAP

Disusun oleh: Nandya Rahmawati 140210090050

KELOMPOK 10

LABORATORIUM KIMIA INDUSTRI JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010

PROSES PRODUKSI DETERGENT POWDER I. TUJUAN 1. Mempelajari dan mempraktekkan proses produksi pembuatan detergent powder. 2. Mampu menghitung kelayakan ekonomi pembuatan detergent HPP, biaya produksi, operasional, keuntungan, BEP, dan PBP. 3. Mampu merancang proses produksi pembuatan detergent skala semi komersial

II. PRINSIP Pembuatan detergent bubuk masif berdasarkan pencampuran kering bahan-bahan pembentuknya.

III.

TEORI Serbuk deterjen pencuci sintetik merupakan produk formulasi campuran zat

kimia yang berfungsi sebagai bahan pencuci pakaian yang digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Air limbah pencucian pakaian mempengaruhi kualitas air limbah domestik dan menyebabkan penambahan beban cemaran lingkungan. Tingginya kadar limbah tersebut dalam badan air dapat terakumulasi, bahkan menjadi toksik dan berbahaya bagi lingkungan. Deterjen tergolong bahan yang digunakan sebagai pencuci. Jadi deterjen sejenis sabun juga. Deterjen dibagi ke dalam dua jenis deterjen yaitu deterjen alam dan deterjen sintetik. Deterjen alam dibuat dari minyak hewan atau minyak sayuranseperti sabun mandi. Deterjen sintetik biasanya dibuat dari hasil minyak bumi. Detergen merupakan sediaan pembersih yang terdiri dari zat aktif permukaan (surfaktan), bahan pengisi, pemutih, pewangi (bahan pembantu), bahan penimbul busa, dan optical brightener (bahan tambahan yang membuat pakaian lebih cemerlang). Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Pada deterjen ini, jenis muatan yang dibawa surfaktan adalah anionik. Kadang ditambahkan surfaktan kationik sebagai bakterisida (pembunuh bakteri). Fungsi surfaktan anionik adalah sebagai zat pembasah yang akan menyusup ke dalam ikatan antara kotoran dan serat kain. Hal ini akan membuat kotoran menggulung, lama kelamaan menjadi besar, kemudian lepas ke dalam air cucian dalam bentuk butiran. Agar butiran ini tidak pecah kembali dan menempel di

kain, perlu ditambahkan jenis surfaktan lain yang akan membungkus butiran tersebut dan membuatnya tolak menolak dengan air, sehingga posisinya mengambang. Ini untuk memudahkannya yang terbuang bersama air dan cucian. Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan adalah yang berasal dari debu atau tanah. Bila kotoran lebih berat seperti noda makanan dan noda darah, perlu ditambahkan enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau lemak. Namun, jika nodanya sudah lama, akan sukar sekali dihilangkan karena antara noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi yang menyatukan noda dengan kain. Selain itu, daya pembersih deterjen juga tergantung pada bahan pengisi. Bahan pengisi ini berfungsi menetralisir kesadahan air atau melunakkan air, mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang dicuci dan mencegah terbentuknya gumpalan dalam air cucian. Tetapi jika air terlalu sadah, seperti yang terdapat di beberapa tempat di Jakarta, maka daya pembersih deterjen apa pun tidak akan optimal.

Bahan kimia yang merupakan bahan deterjen ada yang termasuk keras dan ada pula yang termasuk lunak. Keras-lunaknya deterjen tergandung pada kadar pH (tingkat keasaman atau kebasaan) jenis zat-zat kimia di dalam deterjen, terutama dari bentuk rantai kimia dan jenis gugus fungsi surfaktan. Dari kadar pH deterjen yang sangat basa (9,5-12), diketahui bahwa deterjen memang bersifat korosif. Hal ini dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. Sementara pada susunan rantai kimia surfaktan terdapat formulasi bahwa semakin panjang dan bercabang rantai surfaktan, akan semakin keras deterjen tersebut. Sedangkan dari jenis gugus fungsinya, maka gugus fungsi sulfonat bersifat lebih keras dibandingkan gugus fungsi karboksilat. Surfaktan melakukan fungsi penting lainnya dalam pencucian: memburai (loosening), mengemulsi, dan menghilangkan kotoran pada kain dan selanjutnya di bilas keluar. Surfaktan juga memberikan kebasaan (alkalinity) yang berguna untuk membuang kotoran yang bersifat asam. Surfaktan di klasifikasikan mengikut sifat-sifat ioniknya didalam air: a. Anionik (bermuatan negatif) b. Kationik (bermuatan positif)

c. Non-ionik (tidak bermuatan) d. Amfoterik (bermuatan positif atau negatif)

Beberapa

surfaktan sulit

mengalami

proses

biodegradasi yang dapat

terakumulasi dan menjadi toksik ataupun brebahaya bagi lingkungan. Sementara itu builder seperti fosfat yang terdapat pada deterjen dapat menyebabkan ledakan pertumbuhan tanaman air dan berkurangnya kadar oksigen dalam perairan dan menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan. Bahan-bahan alkalis yang digunakan sebagai pengganti fosfat memiliki potensi menyebabkan iritasi terhadap kesehatan manusia Dampak negatif lingkungan dari air limbah yang mengandung deterjen terkait dengan komposisi bahan kimia didalamnya serta tingkat pemakaian dari deterjen. Oleh karena itu, kontrol terhadap komponen utama dari deterjen yang memiliki potensi menyebabkan polusi lingkungan dengan tujuan pengurangan risiko pada lingkungan penting untuk dilakukan. Syarat utama bahan yang digunakan untuk produk serbuk deterjen ialah kemasan harus terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang. Bila mungkin kemasan produk juga dapat digunakan kembali. Beberapa contoh bahan kemasan plasrik yang dapat didaur ulang : Polyethylen Terephthalate / PET

-

High Density Polyethylene / HDPE Low Density Polyethylene / LDPE Polypropilene / PP Polystyrene / PS.

Ada beberapa bahan yang dilarang dalam deterjen: 1. Bahan karsinogenik, bahan genotoksik, mutagenik, teratogenik, serta ersifat toksik terhadap manusia dan lingkungan, serta yang termasuk dalam klasifikasi Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang dilarang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya, serta bahan yang terdaftar sebagai mutagen atau karsinogen pada manusia dan hewan menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) kelas 1. 2. 3. 4. EDTA (Asam Etilen Diamin Tetra Asetat), NTA (Asam Nitroasetat) Alkyl Phenol Ethoxylates (APEOs). Moskusxylene, Moskusambrete, Moskene, Moskusketone dan bahan pewangi lainnya yang dilarang oleh IFRA (International Fragrence Registration Agency). 5. Trikloroetana, klor atau senyawa organik terklorinasi.

Kriteria deterjen: a. pH Nilai pH deterjen tidak boleh melebihi nilai pH 10,5 diukur sesuai dengan dosis pencucian yang dianjurkan oleh produsen. b. Fosfat Total kandungan fosfat dalam deterjen (diukur sebagai STTP) < 18 g per 100 g produk deterjen (