48280359 Patogenesis Manifestasi Klinis Dan Patofisiologi Rinosinusitis
Laporan Kasus THT-Rinosinusitis Kronis
Transcript of Laporan Kasus THT-Rinosinusitis Kronis
RINOSINUSITIS KRONIS
Muhammad Amir Zakwan (07/25648/KU/12239)
Dokter Muda Periode 2-25 Januari 2013Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP SardjitoYogyakarta
ABSTRAK
Latar Belakang: Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek
dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering seluruh dunia. Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus
paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, salah satunya harus termasuk
sumbatan hidung, obstruksi atau pilek, nyeri pada tekanan wajah, penurunan atau hilangnya
daya penghidu.Tujuan: Memahami penyebab bagi rinosinusitis kronis dan
penatalaksanaannya.Kasus: Dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis pada perempuan usia
30 tahun. Hasil:. Beberapa faktor etiologi dan predisposisi bagi rinosinusitis kronis antara
lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita
hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia
silia seperti pada sindrom kartagener, dan diluar negri adalah penyakit fibrosis kistik.Terapi
konservatif berupa Antibiotik dapat mengatasi rhinosinusitis dan biasanya jika dalam satu
minggu keluhan tak berkurang dapat diganti antibiotik jenis lain. Untuk melegakan saluran
nafas maka diberikan dekongestan, dan untuk mengencerkan dahak agar mudah dikeluarkan
diberikan mukolitik, dan untuk mengurangi pembengkakan diberikan anti inflamasi non
steroid. Kesimpulan: Rinosinusitis merupakan masalah yang penting dan merupakan
permasalahan kesehatan pada masyarakat luas, karena sebagian besar penyakit ini
penatalaksanaannya sering mengalami kegagalan.
Kata Kunci: rinosinusitis kronis,definisi,etiologi,penatalaksanaan
ABSTRACT
Background: Objectives: Rhinosinusitis is a disease that is often found in everyday medical
practice, even considered as one of the most common health problem worldwide.
Rhinosinusitis is defined as inflammation nose and paranasal sinuses characterized by two or
more symptoms, one of which must include nasal obstruction, obstruction or runny nose, pain
in the face of pressure, decrease or loss of smelling. Case: A case of a 30-years-old woman
with chronic rhinosinusitis reported. Result: Several etiologic factors and predisposing to chronic
rhinosinusitis including viral respiratory infection, rhinitis variety especially allergic rhinitis, hormonal
rhinitis in pregnant women, nasal polyps, anatomical abnormalities such as septal deviation or
hypertrophy conchae, obstruction ostio-meatal complex (COM), tonsil infection, dental infections,
immunologic disorders, such as ciliary dyskinesia Kartagener syndrome, and beyond the country is
fibrocystic cyst.Conservative treatment such as antibiotics can overcome rhinosinusitis and usually
within one week if the complaint was not reduced can be replaced other types of antibiotics. To
relieve airway then given a decongestant, and to thin the phlegm so easily removed given mucolytics,
and to reduce swelling given non-steroidal anti-inflammatory.Conclusion Rhinosinusitis is an
important issue and a public health problem, because most of its management of the disease
often fails and can reduced the quality of life of the patient.
Keywords: chronic rhinosinusitis,definition,etiology,treatment
PENDAHULUAN
Rinosinusitis merupakan penyakit
yang sering ditemukan dalam praktek
dokter seharisehari, bahkan dianggap
sebagai salah satu penyebab gangguan
kesehatan tersering seluruh dunia.
Penyebab utamanya adalah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi
virus, alergi dan gangguan anatomi yang
selanjutnya dapat di ikuti infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Yang paling sering terkena
ialah sinus ethmoid dan maksila,
sedangkan sinus frontal lebih jarang dan
sinus sphenoid lebih jarang lagi.Sinus
maksila disebut juga antrum highmore,
letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka
infeksi gigi mudah menyebar
kesinus,disebut sinusitis dentogen.Sinusitis
dapat menjadi berbahaya karena
menyebabkan komplikasi keorbita dan
intrakranial, serta menyebabkan
peningkatan serangan asma yang sulit
diobati.
Rinosinusitis didefinisikan sebagai:
o Inflamasi hidung dan sinus paranasal
yang ditandai dengan adanya dua atau
lebih gejala, salah satunya harus termasuk
sumbatan hidung / obstruksi / kongesti
atau pilek (sekret hidung anterior /
posterior), nyeri / tekanan wajah,
penurunan / hilangnya penghidu
o Salah satu dari temuan endoskopi:
1. Polip dan / atau
2. Sekret mukopurulen dari
meatus medius dan / atau
3. Edema / obstruksi mukosa
dimeatus media
o Gambaran tomografi komputer
memperlihatkan perubahan mukosa
dikompleks osteomeatal dimeatus media
LAPORAN KASUS
Dilaporkan kasus perempuan usia
30 tahun datang ke klinik THT RS
Soeradji Tirtonegoro Klaten pada tanggal
15 Januari 2013 dengan keluhan tidak
dapat menghidu lewat kedua lubang
hidungnya.Riwayat sekarang: sejak 2
bulan yang lalu,pasien merasa daya
pengecapan hidungnya berkurang.
Hidungnya sering tersumbat.Saat ini
batuk(-)pilek(-).Wajahnya terasa tebal(+)
namun tidak nyeri bila ditekan.Kepalanya
juga sering pusing disebelah kiri.Pasien
juga merasa ada hingus mengalir di
tenggorokan sejak 3 bulan terakhir
ini.Riwayat dahulu: asma(-) allergi(-)
Batuk dan pilek yang lama hampir 3 bulan
tapi sudah sembuh.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kondisi umum pasien kompos mentis,
status gizi cukup. Pada pemeriksaan
hidung, hidung luar tidak ditemukan
kelainan namun pasien merasa tebal di
area sinus ethmiod.Pada kavum nasi kanan
dan kiri mukosa oedema dan
hipertrofi.Pada pemeriksaan tenggorokan
terlihat adanya post nasal
drip.Pemeriksaan telinga dalam batas
normal.Tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang yang lain.
Hasil dari anamnisa dan
pemeriksaan fisik pasien didiagnosa
rinosinusitis kronis.Pasien diterapi dengan
antibiotik, dekongestan, analgetic dan
mukolitik.
DISKUSI
Dilaporkan satu kasus rinosinusitis
kronis pada perempuan usia 30 tahun.Pada
kasus ini pasien datang dengan keluhan
tidak dapat meghidu.Pasien mempunyai
riwayat pilek yang lama dan hidungnya
sering tersumbat.Pasien juga merasa
wajahnya tebal terutama dia area sinus
ethmoid.Pasien merasa kepala sebelah kiri
sering pusing.Pasien juga sering merasa
ada hingus mengalir di tenggorokannya.
Pasien tidak pasti sama ada mempunyai
sebarang allergi atau tidak dan belom
pernah dilakukan test allergi.
Keluhan rinosinusitis kronis tidak
khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-
kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala
berupa sakit kepala kronik, post nasal
drip, batuk kronik, gangguan tenggorok,
gangguan telinga akibat sumbatan kronik
muara tuba Eustachius, gangguan ke paru
seperti bronchitis (sino-bronkitis),
bronkiektasis dan yang penting adalah
serrangan asma yang meningkat dan sulit
diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan
dapat menyebabkan gastroenteritis.
Beberapa faktor etiologi dan
predisposisi bagi rinosinusitis kronis
antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis
hormonal pada wanita hamil, polip hidung,
kelainan anatomi seperti deviasi septum
atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks
ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi
gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia
seperti pada sindrom kartagener, dan
diluar negri adalah penyakit fibrosis kistik.
Penyakit ini dapat dibagi menjadi,
ringan, sedang dan berat berdasarkan skor
total visual analoque scale (VAS):
o Ringan = 0-3
o Sedang = 3-7
o Berat = 7-10
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas
hidup pasien.
Lamanya Penyakit
Akut : kurang dari 12 minggu
Kronik : lebih dari 12 minggu
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh
patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar didalam KOM. Mukus
juga mengandung substansi antimikroba
dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Organ-organ yang membentuk
KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi
edema, mukosa yang berdekatan akan
saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya
terjadi tekanan negatif didalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini
bisa dianggap sebagai rinositis non-
bakterialdan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan.Bila
kondisi ini menetap, sekret yang
terkumpul dalam sinus merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya dan
multipikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakterial dan
memerlukan terapi antibiotik.Jika terapi
tidak berhasil (misalnya karena ada faktor
predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi
hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang.Mukosa makin membengkak
dan ini merupakan rantai siklus yang terus
berputar sampai akhirnya perubahan
mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembengkakan polip dan
kista.
Untuk mengetahui adanya kelainan
pada sinus paranasal dilakukan inspeksi
dari luar hidung,palpasi rinoskopi anterior,
rinoskopi posterior, transluminasi,
pemeriksaan radiologik dan sinoskopi.
Pemeriksaan pembantu yang
penting adalah foto polos atau CT scan.
Foto polos posisi Waters, PA dan lateral,
umumnya hanya mampu menilai kondisi
sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan
frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air
fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan gold
standard diagnosis rinosinusitis karena
mampu menilai anatomi hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya.
Namun karena mahal hanya dikerjakan
sebagai penunjang diagnosis rinosinusitis
kronis yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai
panduan operator saat melakukan operasi
sinus.
Antibiotik dan dekongestan
merupakan terapi pilihan pada rinosinusitis
akut bakterial untuk menghilangkan
infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau
memproduksi beta-laktamase maka dapat
diberikan amoksisilin-klavulanat atau
jjenis sefalosporin generasi ke-2. Pada
rinosinusitis antibiotik diberikan selama
10-14 hari meskipun gejala klinik sudah
hilang. Pada rinosinusitis kronik diberikan
antibiotik yang sesuai untuk kuman gram
negative dan anaerob.
Selain dekongestan terapi lain
dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal,
pencucian rongga hidung dengan NaCl
atau pemanasan (diatermi). Antihistamin
tidak rutin diberikan karena sifat
antikolinergiknya dapat menyebabkan
secret lebih kental. Bila ada alergi berat
sebaiknya diberikan antihistamin generasi
ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz
displacement therapy juga merupakan
terapi tambahan yang dapat bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika
pasien menderita kelainan alergi yang
berat.
REFERENSI
1. Soepardi, EA. et al. 2007. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher Edisi Keenam. Jakarta: Gaya
Baru
2. Bailey, B., Johnson, B.,
Otorhinolaryngology-Head and Neck
Surgery
3. http://www.wada-ama.org/
Documents/Science_Medicine/
Medical_info_to_support_TUECs/
WADA_Medical_info_Sinusitis_R
hinosinusitis_V1.0_EN.pdf