Laporan Kasus Pterigium

17
PENDAHULUAN Pterigium adalah penyakit mata umum eksternal yang sering terlihat di daerah tropis juga subtropis disebabkan karena paparan sinar ultraviolet dari matahari. 1 Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang berbentuk segitiga dengan puncak di daerah kornea dengan basisnya terletak pada celah kelopak (fissura palpebra) bagian nasal ataupun temporal dari konjungtiva. 2,3,4 Presentasi terbesar pterigium terdapat pada bagian nasal daripada temporal. 5 Prevalensi pterigium lebih banyak di daerah iklim panas dan kering walaupun tersebar diseluruh dunia, juga tinggi didaerah berdebu dan kering. Daerah yang terletak kurang 37 0 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator merupakan salah satu faktornya juga. Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%. 6 Lingkungan, radiasi matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter merupakan faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya pterigium. Selain itu mereka yang sering terpapar dengan debu, angin, udara yang panas seperti petani, pelaut, buruh 1

description

Lapkas Ilmu Kesehatan Mata

Transcript of Laporan Kasus Pterigium

Page 1: Laporan Kasus Pterigium

PENDAHULUAN

Pterigium adalah penyakit mata umum eksternal yang sering terlihat di

daerah tropis juga subtropis disebabkan karena paparan sinar ultraviolet dari

matahari.1 Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva

yang berbentuk segitiga dengan puncak di daerah kornea dengan basisnya terletak

pada celah kelopak (fissura palpebra) bagian nasal ataupun temporal dari

konjungtiva.2,3,4 Presentasi terbesar pterigium terdapat pada bagian nasal daripada

temporal.5

Prevalensi pterigium lebih banyak di daerah iklim panas dan kering

walaupun tersebar diseluruh dunia, juga tinggi didaerah berdebu dan kering.

Daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator

merupakan salah satu faktornya juga. Insiden pterigium cukup tinggi di

Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.6

Lingkungan, radiasi matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara

dan faktor herediter merupakan faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya

pterigium. Selain itu mereka yang sering terpapar dengan debu, angin, udara yang

panas seperti petani, pelaut, buruh pelabuhan, pekerja bangunan, atau orang yang

sering bekerja di luar ruangan dapat beresiko untuk terkena pterigium.3,4 Insidens

pterigium paling tinggi pada pasien berusia 20-40 tahun, ditemukan lebih banyak

pada pria daripada wanita.7

Etiologi pterigium belum diketahui dengan jelas, namun ada beberapa

teori yang mengatakan bahwa paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah

kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya

merupakan faktor-faktor yang mungkin bisa menyebabkan pterigium. Hal ini

didukung oleh banyaknya kasus pterigium yang ditemui di daerah tropis dan

subtropis dibanding daerah lainnya. 5

Gejala klinik dari pterigium bervariasi mulai dari asimtomatik sampai

timbulnya gejala berupa mata merah, perih, gatal, panas, merasa seperti ada yang

1

Page 2: Laporan Kasus Pterigium

mengganjal pada bola mata, sering keluar air mata dan dapat terjadi gangguan

ketajaman penglihatan atau suatu astigmatisma akibat pterigium yang meluas ke

dalam kornea terlebih pupil.2,4,7,8

Penanganan pterigium dapat berupa konservatif atau operatif. Secara

konservatif dapat dilakukan dengan melindungi mata dari iritasi sinar matahari,

debu dan udara panas dengan kacamata pelindung. Pemberian air mata buatan

juga dapat diberikan bila perlu dan apabila meradang dapat diberikan steroid

topikal. Pembedahan dilakukan apabila terjadi gangguan penglihatan akibat

astigmatisma ireguler, bersifat progresif, menyebabkan gangguan pergerakan bola

mata, mendahului suatu operasi besar dan alasan kosmetik.2,4

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosa pterigium

stadium III okulus dextra sinistra pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik

Mata RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

2

Page 3: Laporan Kasus Pterigium

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : E. B

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pensiunan

Tanggal Pemeriksaan : 29 Oktober 2013

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Kedua mata terasa gatal

Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluhan kedua mata terasa gatal dialami penderita sejak ± 4 bulan yang

lalu dan sifatnya hilang timbul. Rasa gatal ini timbul terutama bila mata penderita

terkena cahaya matahari, debu, atau angin. Penderita juga merasakan seperti ada

sesuatu yang mengganjal ketika menutup mata kanannya. Keluhan ini disertai

dengan rasa nyeri dan mata berair. Penderita sehari-hari banyak beraktivitas diluar

rumah dan jarang sekali memakai kacamata pelindung dalam beraktivitas

sehingga sering terpapar sinar matahari dan debu. Riwayat trauma pada mata

disangkal. Riwayat penyakit mata lainnya disangkal penderita.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Penderita baru kali ini menderita sakit seperti ini. Riwayat Hipertensi sejak

lebih dari 10 tahun yang lalu dan Diabetes Melitus disangkal penderita.

Riwayat Penyakit Keluarga :

3

Page 4: Laporan Kasus Pterigium

Hanya penderita yang sakit seperti ini di keluarga.

PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 160/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu Badan : 36,80 C

Jantung dan paru : Dalam batas normal

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, Hepar/lien tidak

teraba

Ekstremitas : Akral Hangat

Status Psikiatri

Sikap : Kooperatif

Ekspresi Wajah : Wajar

Respons : Baik

Status Neurologis

Motoris : Normal

Sensoris : Normal

Refleks : Normal

PEMERIKSAAN KHUSUS/ STATUS OFTALMOLOGIS

Pemeriksaan Subjektif

4

Page 5: Laporan Kasus Pterigium

Dengan Snellen chart didapatkan visus okulus dekstra : 6/30 dan visus okulus

sinistra 6/30, Penglihatan jauh : add S +3.00.

Pemeriksaan Objektif

Jenis Pemeriksaan OD OS

Segmen Anterior

Palpebra Normal Normal

Konjungtiva

Hiperemis, injeksi

konjungtiva (+),

permukaan bagian

nasal bulbi tidak rata

ditutupi membran

berbentuk segitiga yang

puncaknya melewati

setengah jarak antara

limbus dan pupil tetapi

belum melewati pupil

Hiperemis, injeksi

konjungtiva (+),

permukaan bagian

nasal bulbi tidak rata

ditutupi membran

berbentuk segitiga

yang puncaknya

melewati setengah

jarak antara limbus

dan pupil tetapi belum

melewati pupil

Kornea Jernih Jernih

COA Cukup dalam Cukup dalam

Pupil Bulat Bulat

Iris Normal Normal

Lensa Jernih Jernih

Segmen Posterior

Badan Kaca Jernih, normal Jernih, normal

Refleks Fundus + uniform, + uniform,

Pembuluh Darah

RetinaPerdarahan (-) Perdarahan (-)

Papil Normal Normal

Makula Lutea Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

5

Page 6: Laporan Kasus Pterigium

Tensi Okuli Schiotz 13,0 mmHg 10,0 mmHg

RESUME

Seorang laki-laki, 65 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado dengan keluhan utama kedua mata gatal dan terasa seperti

terganjal sesuatu sejak ± 4 bulan lalu. Keluhan ini disertai dengan nyeri dan mata

berair, serta mata tampak merah.

Status Oftalmologis:

VOD : 6/12 dan VOS : 6/30 add S+3.00

TIOD : 13 mmHg, TIOS : 10 mmHg

Segmen anterior ODS:

Konjungtiva: Hiperemis, injeksi konjungtiva (+), permukaan bagian nasal bulbi

tidak rata ditutupi membran berbentuk segitiga yang puncaknya melewati

setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum melewati pupil, Kornea:

jernih, COA: cukup dalam, iris & pupil: dalam batas normal, lensa: jernih

Segmen posterior ODS :

Dalam batas normal

Diagnosa

Pterigium Stadium III ODS bagian nasal

Penanganan

Tetes mata kortikosteroid.

Direncanakan ekstirpasi Pterigium

Prognosa

Dubia ad bonam.

Preventif

6

Page 7: Laporan Kasus Pterigium

Pasien dianjurkan memakai kacamata atau topi pelindung bila sedang beraktivitas

di luar rumah.

DISKUSI

Diagnosis pterigium pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis didapatkan

keluhan berupa mata gatal dan terasa ada sesuatu yang mengganjal bila menutup

mata, disertai gejala mata merah, perih, keluar air mata yang berlebihan dan

gangguan penglihatan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan

bahwa keluhan subjektif penderita pterigium bervariasi mulai dari tanpa keluhan

sampai timbulnya gejala berupa adanya sesuatu yang mengganjal, mata merah,

perih, gatal, panas, sering keluar air mata dan menurunnya ketajaman penglihatan.

Mata merah, gatal, atau perih dapat terjadi bila terdapat iritasi pada pterigium.

Penglihatan kabur disebabkan oleh karena pterigium yang berada di kornea dapat

mempengaruhi visus sehingga dapat menimbulkan astigmatisma ireguler.2,4,7

Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga

disebabkan oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B)

atau inframerah, disamping debu, angin, dan udara panas.9 Hal inilah yang dapat

menerangkan mengapa pterigium lebih banyak ditemukan di daerah ekuator atau

tropis, termasuk Indonesia. Mereka yang beresiko terkena penyakit ini adalah

mereka yang sering beraktifitas di luar rumah dimana paparan terhadap sinar

matahari langsung dan debu serta angin sangat memungkinkan untuk terjadi.3,4

Dari anamnesa diketahui bahwa penderita sering beraktifitas di luar rumah tanpa

menggunakan kacamata pelindung sehingga matanya sering terkena debu dan juga

sering terpapar sinar matahari yang memberikan resiko timbulnya pterigium.

Pada pemeriksaan visus didapatkan visus OD: 6/12 OS: 6/30, add S +3.00 .

Penurunan ketajaman penglihatan pada okulus dextra sinistra disebabkan oleh

pterigium yang telah meluas sampai ke kornea yang menyebabkan suatu

astigmatisma ireguler. Tetapi pasien belum/tidak pernah memakai kacamata.

Disamping itu hal lain juga yang dapat terjadi pada pasien ini yaitu adanya

7

Page 8: Laporan Kasus Pterigium

gangguan refraksi berupa presbiopi. 2

Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi pada konjungtiva ODS tampak

hiperemis, pada bagian nasal terdapat membran berbentuk segitiga dengan

puncaknya melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum melewati

pupil. Sklera tampak hiperemis di sekitar lipatan konjungtiva bulbi, kornea jernih,

permukaan sebelah nasal tidak rata, ditutupi oleh membran yang berbentuk

segitiga. Hal inilah yang memperkuat penegakan diagnosa pterigium. Pada

kepustakaan pterigium didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan fibrovaskuler

konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk suatu membran

segitiga dengan dasar pada konjungtiva bulbi dan puncak di daerah kornea.2,3 Pada

awalnya pterigium tampak sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh darah

sehingga warnanya merah, yang kemudian menjadi suatu membran tipis dan

berwarna putih. Bagian sentral yang melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki

kornea dan menggantikan epitel, juga membran Bowman dengan jaringan elastis

dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan mendekati pupil, yang dapat

memperparah gangguan penglihatan pada seorang dengan pterigium.4 Pada

pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp didapatkan pada ODS : kornea

jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang

puncaknya melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum melewati

pupil, COA cukup dalam dan lensa jernih. Berdasarkan kepustakaan,

pemeriksaan-pemeriksaan diatas yang mencakup observasi eksternal dan

pemeriksaan dengan instrumen yaitu slit lamp, sudah memenuhi syarat dalam

mendiagnosis suatu pterigium.

Pterigium terbagi atas 4 stadium, yaitu:9,10

Stadium I : puncak pada konjungtiva bulbi.

Stadium II : puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak antara

limbus dan pupil.

Stadium III : puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi

belum melewati pupil.

Stadium IV : puncak sudah melewati pupil.

8

Page 9: Laporan Kasus Pterigium

Pada penderita ini didiagnosa pterigium stadium III okulus dextra sinistra bagian

nasal, karena pterigium berada di bagian nasal dengan puncaknya melewati

setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum melewati pupil.

Pada pasien ini tidak didiagnosa banding dengan penyakit mata lainnya

karena dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis sudah

mendukung penegakan diagnosis pterigium.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterigium meliputi: menurunnya

ketajaman penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang

bersifat kronik pada konjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas

mata menjadi terbatas karena terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus

ekstraokuler.6 Pada pasien ini ditemukan komplikasi berupa menurunnya

ketajaman penglihatan ODS (VOD = 6/12, VOS = 6/30) karena sebelumnya

pasien belum/tidak pernah memakai kacamata dan iritasi yang mengganggu

pasien.

Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi pemberian

kortikosteroid topikal (Dexametazon 3 x 1 tetes per hari) untuk mengurangi atau

menenangkan proses inflamasi jaringan pterigium.7 Selain itu juga direncanakan

pembedahan yaitu dengan ekstirpasi pterigium dengan alasan pterigium sudah

sangat mengganggu pasien dan juga sudah menyebabkan gangguan penglihatan

akibat terjadi astigmatisma ireguler. Berdasarkan kepustakaan suatu pterigium

ditangani dengan pembedahan apabila menyebabkan gangguan visus, bersifat

progresif, menyebabkan gangguan pergerakan bola mata dan bila ada alasan

kosmetik.4 Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan di antaranya adalah :5,6,11,12

Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan

permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi

pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.

Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, dimana

teknik ini dilakukan bila luka pada konjungtiva relatif kecil.

Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk

memungkinkan dilakukannya penempatan flap.

Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi untuk

9

Page 10: Laporan Kasus Pterigium

membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas

eksisi.

Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari

konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian

dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan.

Amniotic membrane transplantation : teknik grafting dengan menggunakan

membrane amnion, yang merupakan lapisan paling dalam dari plasenta yang

mengandung membrane basalis yang tebal dan matriks stromal avaskular. Dalam

dunia oftalmologi, membrane amnion ini digunakan sebagai draft dan dressing

untuk infeksi kornea, sterile melts, dan untuk merekonstruksi permukaan okuler

untuk berbagai macam prosedur.

Prognosa pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan

umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan

kerusakan yang bermakna, karena itu prognosanya adalah baik.7

Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi

pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga diharapkan agar penderita sedapat

mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya pterigium seperti sinar matahari

dan debu serta rajin merawat dan menjaga kebersihan kedua mata. Hal ini sesuai

kepustakaan bahwa untuk mencegah pterigium terutama bagi mereka yang sering

beraktifitas di luar rumah dapat menggunakan kacamata atau topi pelindung untuk

menghindari kontak dengan sinar matahari, debu, udara panas dan angin.2

10

Page 11: Laporan Kasus Pterigium

DAFTAR PUSTAKA

Zaki,A. Emerah,S, Ramzy.M, Labib.M. 2011. Management of Recurrent Pterygia.

Journalof American Science 7(1): 230-234.

Ilyas S. Pterigium. Dalam: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 2003 : 119-20.

Mary P, Coday. Pterygium. Dalam: Digital Journal of Ophtalmology. Available on:

http://www.djo.harvard.edu.

Wijaya N. Kelainan Konjungtiva. Dalam: Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan

keenam. Jakarta. 1989.

Khan N, Ahmad M, Baseer A, Kundi NK. To Compare the Recurrence Rate of

Pterygium Excision with Bare-sclera, Free Conjunctival Auto Graft and Amniotic

Membrane Grafts. Pak J Ophthalmol 2010 26(3) : 138-142.

Leonard PK, Jocelyn C, Donald T. Current Concept and techniques in Pterygium

Treatment. Current Opinion in Ophtalmology 2007, 18: 308-312.

Fisher J. Pterygium. Last update: November 11th, 2011. Available on :

http://www.emedicine.com.

Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium. Available on :

http://www.aao.org/publications/eyenet/201011/upload/Pearls-Nov-Dec-2010.pdf.

Williams W. Corneal and Refractive Surgery. Dalam: Wright K, Head MD, editor.

Textbook Of Ophthalomology. Waverly company. London, 1997: 767-8.

Liesegang TJ, Deutsch AT, Grand GM. Pterygium. Dalam: External Diseases and

Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. The Foundation of

American Academy of Ophthalmology. USA.2001: 339-41, 394.

Kanski J, Bowling B. Clinical Ophtalmology:A Systematic Approach 7 th ed.

Elsevier Saunders 2011; p.163.

Ehlers JP, Shah CP. The Wills Eye Manual:Office and Emergency Room

Diagnosis and Treatment of Eye Disease 5th ed. Lippincott William&Wilkins

2008; p.59-60.

11