LAPORAN KASUS POST OP SC MOW.docx
description
Transcript of LAPORAN KASUS POST OP SC MOW.docx
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. L DENGAN POST OP
SECTIO CAESAREA+MOW DI RUANG BOUGENVILLE RSUD
Dr.ADHIYATMA, MPH SEMARANG
Disusun Oleh :
DANIAR REZA HERMAWAN
13.0142.N
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI-NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN-PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta informasi dimasa sekarang ini, dimana
seseorang dengan mudahnya memperoleh informasi yang
diinginkan termasuk informasi didunia kesehatan yang
membahas tentang tindakan persalinan dengan cara sectio
caesarea, bahkan mungkin dengan berjalannya waktu sectio
caesarea akan menjadi sesuatu yang biasa dalam kelahiran,
dimana sectio caesar dilakukan atas permintaan penderita.
Makin dikenalnya tindakan persalinan dengan cara sectio
caesarea dan bergesernya pandangan masyarakat akan
metode persalinan yang dilakukan menjadikan tindakan
operasi sectio caesarea sebagai suatu fenomena yang baru
dan tidak lagi tabu untuk dibicarakan dan dilakukan di
masyarakat ( Gondo, 2006 ).
Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus
( Wiknjosastro, 2007 ). Sectio caesarea ini diperlukan jika
persalinan normal atau pervaginam tidak mungkin dilakukan,
dengan keadaan abnormalitas pada bayi, ibu yang memiliki
kelainan plasenta, perdarahan hebat dan mencegah kematian
janin, ( Liu, 2008 ). Sectio caesarea adalah suatu persalinan
buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram ( Ilmu Bedah Kebidanan, 2004 ).
Menurut badan kesehatan dunia WHO, wanita yang
meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan dengan
529.000 kematian permenitnya dan presentasi operasi sectio
caesarea lebih dari 10- 15 % pertahunnya. WHO
memperkirakan bahwa rata-rata bedah sectio caesarea ada
diantara 10 – 15 % dari seluruh kelahiran di negara-negara
berkembang ( Dewi, 2007 ).
Angka persalinan dengan cara sectio caesarea di negara
maju meningkat dari 5% menjadi 15%. Peningkatan ini
sebagian disebabkan oleh mode, sebagian karena ketakutan
timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna,
sebagian lagi karena perubahan pola kehamilan, wanita
menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah
anak ( LLewellyn, 2009).
Jumlah persalinan sectio caesarea di Indonesia sendiri,
terutama di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25%
dari total jumlah persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta
jumlahnya lebih tinggi yaitu sekitar 30 – 80% dari total jumlah
persalinan ( Nurasyid, 2009 )
Penelitian yang dilakukan oleh Sarmana ( 2004 ) di rumah
sakit St Elizabet Medan menunjukan bahwa permintaan
persalinan sectio ceasarea paling banyak dilakukan oleh ibu
yang melahirkan untuk pertama kalinya. Faktor yang paling
dominan mendorong ibu bersalin meminta persalinan sectio
caesarea adalah karena rasa sakit pada persalinan sebesar
96,5 %. Alasan ibu untuk melahirkan secara sectio caesarea
adalah : 1) kesehatan lebih terjamin terutama untuk kesehatan
bayi maupun ibu sebesar (53,5 %), 2) karena ingin sekaligus
sterilisasi (35,5 %), 3) Kosmetik sex (25 %) oleh karena ibu
ingin mempertahankan tonus vagina tetap utuh, 4) akibat
trauma persalinan yang lalu (21,5 %) misalnya ; ekstraksi
vakum, 5) rasa sakit pada persalinan alami menjadi sesuatu
yang mengkhawatirkan ibu sehingga ibu lebih memilih sectio
caesarea dari pada persalinan spontan ( Sarmana, 2004 ).
Keluarga berencana merupakan suatu perencanaan tentang waktu yang
tepat untuk memiliki anak. Di dalam keluarga berencana terdapat teknik
kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai upaya untuk
mengatur kehamilan. Jika pasangan yang sudah menikah memiliki kesuburan
baik, 90% pasangan wanita akan hamil dalam satu tahun bila mereka tidak
menggunakan alat kontrasepsi (Gunningham, et al., 1997). Oleh karena itu
untuk pengaturan waktu kehamilan, tidak terlepas dari peran alat kontrasepsi.
Kehamilan tak terencana dapat menyebabkan gangguan mayor di dalam
kehidupan seorang wanita yang berdampak pada kesehatan ibu dan neonatus.
Kontrasepsi mantap pada wanita disebut tubektomi, yaitu tindakan
memotong tuba Fallopii / tuba uterina. Metode kontrasepsi merupakan usaha
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi akibat
kehamilan. setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
terkadang pemilihannya menjadi masalah bagi wanita. kontrasepsi tubektomi
merupakan kontrasepsi jangka panjang (permanen) dan relatif tidak
menimbulkan efek samping, tetapi yang menjadi masalah adalah operasi
pengembalian fekunditas bagi pasangan yang ingin mengubah rencana untuk
menambah anak lagi belum dapat dijamin dan biaya yang diperlukan sangat
mahal. kontrasepsi tubektomi dianjurkan bagi mereka yang sudah mempunyai
anak minimal 2 orang dan usia ibu di atas 35 tahun. hal ini disebabkan karena
kehamilan usia di atas 35 tahun berisiko tinggi dan sangat rentan terhadap
penyakit.
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa
interval haid. Pasca persalinan, tubektomi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam
pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam
maka tubektomi akan dipersulit oleh edema tuba uterina, infeksi dan
kegagalan. Edema tuba uterina akan berkurang setelah hari VII-X pasca
persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih dipersulit oleh adanya
penciutan alat-alat genital dan mudahnya terjadi perdarahan.
B.Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan penulisan laporan kasus ini diharapkan
mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Sectio caesarea+MOW
dengan menerapkan proses keperawatan
2. Tujuan Khusus Perawat
a. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan post
op Sectio caesarea+MOW.
b. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien
dengan post op Sectio caesarea+MOW
c. Untuk mengetahui nursing care plan pada pasien dengan
post op Sectio caesarea+MOW
d. Untuk mengetahui implementasi pada pasien dengan post
op Sectio caesarea+MOW
e. Untuk mengetahui evaluasi pada pasien pasien dengan
post op Sectio caesarea+MOW
3. Tujuan Khusus Klien
Klien dapat mengetahui tentang Sectio caesarea+MOW
dan tindakan keperawatan pada Sectio caesarea+MOW.
C.Manfaat Penulisan
1. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan gambaran bagi perawat mengenai
asuhan keperawatan pada pasien post op Sectio
caesarea+MOW sehingga dapat dijadikan sebagai acuan bagi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang menjalani perawatan dan pengobatan di
rumah sakit
2. Bagi Institusi Pelayanan/Rumah Sakit
Memberikan wacana dalam meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit dengan salah satu caranya yakni
mengembangkan metode pendekatan mental/ psikologis
dan spiritual/ religi terhadap pasien post op Sectio
caesarea+MOW di unit pelayanannya.
3. Bagi Penulis
Mengetahui bentuk-bentuk asuhan yang diperlukan oleh pasien
dengan post op Sectio caesarea+MOW baik dalam bentuk asuhan
keperawatan dalam segi psikis ataupun fisik.
D. Metode dan Teknik Penulisan
Penulis menggunakan studi pustaka dengan cara membaca dan
mencari materi dari berbagai sumber untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah
yang berhubungan dengan pembuatan laporan ini.
E.Sistematika Penulisan
a. BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode dan teknik pengumpulan data, serta sistematika
penulisan.
b. BAB II Tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep dasar yang meliputi
materi yang diperoleh dari berbagai referensi.
c. BAB III Tinjauan kasus yang berisi, pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
d. BAB IV Pembahasan yang terdiri atas pembahasan dari kasus yang ada
dan kesesuaian atau tidak dengan materi yang telah dipaparkan.
e. BAB V Penutup yang terdiri atas simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut
juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
B. Etiologi
1. Indikasi SC, Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section
caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)
2. Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan
sectio adalah :
a. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
b. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
c. Plasenta previa sentralis dan lateralis
d. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
e. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama
letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the
twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.
f. Partus lama
g. Partus tidak maju.
h. Pre-eklamsia dan hipertensi
i. Distosia serviks
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.
D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
b. Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
c. Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
3. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
4. Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
5. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm.
Kelebihan : Mengeluarkan janin lebih memanjang, Tidak
menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik, Sayatan bisa
diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal
karena tidak ada reperitonial yang baik. Untuk persalinan berikutnya lebih
sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya
ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan
kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang
akor sebelum menutup luka rahim.
6. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan : Penjahitan luka lebih mudah.Penutupan luka dengan
reperitonialisasi yang baik. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali
untuk menahan isi uterus ke rongga perineum. Perdarahan kurang.
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan : Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah
sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Keluhan utama pada kandung kemih post
operatif tinggi.
E. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau
ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik
dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru – paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik.
F. Prognosis
Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan
darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari
pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang
baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998)
G. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
I. Penatalaksanaan Medis Post SC
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan. (Manuaba, 1999)
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN DATA
Riwayat Keperawatan
Tanggal pasien datang : 03 Oktober 2013
Jam pasien datang : 13.30 WIB
Tanggal pengkajian : 03 Oktober 2013
Jam pengkajian : 19.00 WIB
Diagnosa medis : Sectio
Caesarea+MOW hari ke 0
A. Biodata
1.Biodata Klien
Nama klien : Ny. L
Umur : 33 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Candi Kalasan, Pasadena Semarang
2.Biodata penanggung jawab
Nama : Tn. R
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Candi Kalasan, Pasadena
Semarang
B.Riwayat kesehatan Umum
1.Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan bahwa ia tidak pernah menderita penyakit DM,
jantung, asma dan hipertensi. Klien mengatakan sudah pernah dua kali
menjalani operasi caesar.
2.Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan selama kehamilan ini selalu
memeriksakan kehamilannya di poli kandungan RS
Tugurejo. Pada saat periksa yang terakhir dokter poli
kandungan menganjurkan klien untuk opname di RS
Tugurejo sebelum muncul kenceng-kenceng karena klien
sudah dua kali menjalani operasi caesar. Klien dirawat di
ruang Bougenville kelas III. Karena klien akan menjalani
operasi caesar yang ketiga maka dokter menyarankan
untuk dilakukan tindakan MOW (steril), klien bersedia
dilakukan SC dan MOW.
3.Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri.
P : nyeri luka jahitan muncul ketika bergerak dan kadang spontan, Q :
seperti teriris, R : abdomen, S : 7 , T : timbul saat bergerak/
berganti posisi
klien tampak meringis sambil mengusap-usap perutnya.
4.Riwayat kesehatan keluarga (Genogram)
Keterangan
Laki-laki
perempuan
meninggal
pasien
tinggal dalam satu rumah
Di dalam keluarga klien tidak terdapat riwayat serotinus, bayi
kembar, bayi bayi besar, anak kedua lahir premature (38minggu) dan
meninggal pada usia 12 bulan karena sakit muntaber.
5.Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi baik alergi debu, makanan
ataupun cuaca. Tidak ditemukan alergi pada obat.
6.Kebiasaan yang mengganggu kesehatan
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan yang dapat
mengganggu kesehatannya.
7.Riwayat sosial
Klien mengatakan hubungan dengan masyarakat
baik, tidak ada masalah dengan masyarakat tempat
tinggalnya.
8.Personal hygiene
Sebelum sakit
selama sakit
Mandi 2x sehari
belum pernah
Gosok gigi 2x sehari belum
pernah
Cuci rambut 2 hari sekali
belum pernah
Potong kuku 1x seminggu
belum pernah
Ganti pakaian sehari sekali
sehari sekali
Masalah/ keluhan: tidak ada keluhan
9.Riwayat keperawatan untuk pola nutrisi-metabolik
(porsi dan jenis)
Klien mengatakan sebelum operasi makan 3x sehari,
porsi sedang, dengan nasi, lauk pauk, sayur, kadang-
kadang buah, dan minum air putih 7-8 gelas/hari. Setelah
operasi klien belum memiliki nafsu makan, makan malam
cuma habis satu sendok. Minum banyak.
Masalah/keluhan: Tidak nafsu makan.
10. Riwayat keperawatan untuk pola eliminasi
Klien mengatakan sebelum sakit BAB lancar setiap
hari, selama hamil ini BAB 2 hari sekali, konsistensi lunak,
tidak ada masalah dalam BAB. Sebelum sakit BAK 4-6 x/
hari, warna kuning jernih. Selama sakit BAK ±1000 cc/hr,
tidak ada masalah/keluhan dan tidak terasa nyeri, warna
kuning jernih. Selama sakit belum pernah BAB.
11. Riwayat keperawatan untuk pola aktivitas
latihan
Saat hamil :
Klien mengatakan pada saat hamil usia 1-7 bulan klien masih
mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri. Namun memasuki usia
kehamilan 8 bulan klien sudah mulai mengurangi aktivitasnya. Klien
dibantu suami dan ibu mertua dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Setelah melahirkan :
Klien mengatakan setelah melahirkan susah beraktivitas, karena
sakit pada daerah jahitannya semakin sakit jika untuk beraktivitas.
Klien tampak lemas
12. Istirahat atau Tidur
Saat hamil
Tidur siang : kadang-kadang, lamanya 1,5 jam. Tidur pukul 13.30-
15.00
Tidur malam : kurang lebih 8 jam, tidur mulai pukul 21.00-05.00
Setelah melahirkan
Tidur siang : Belum tidur siang
Tidur malam : Belum tidur malam.
Masalah/keluhan : tidak ada.
13. Pengetahuan tentang nifas
Klien mengatakan sudah tahu tentang bagaimana melakukan
perawatan setelah melakukan persalinan, termasuk dalam merawat bayi
dan bagaimana dalam memberikan ASI-nya, klien tahu tentang kebutuhan
nutrisi pada ibu nifas.
Klien mengatakan pada persalinan yang pertama dan kedua,
bayinya diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Bulan berikutnya bayinya
diberikan makanan tambahan lain hingga usia 1 tahun. Pada persalinan ini
klien mengatakan juga akan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.
14. Adaptasi psikologis terhadap kelahiran bayi, meliputi :
Letting in, tanda : klien masih mengeluh sakit dan belum
menanyakan bayinya. Klien masih fokus dengan yang dirasakannya
sendiri. Keluarga klien mendukung dan mendampingi klien selama klien
dalam fase pulih dari anestesi dan merasakan nyeri.
15. Riwayat keperawatan untuk nilai/kepercayaan
Klien mengatakan tidak dapat melakukan ibadah sholat lima waktu
seperti biasanya dikarenakan masih dalam masa nifas.
C.Riwayat kebidanan Obstetrik
Status Obstetrik : G 3 P 3 A 0
1.Riwayat menstruasi
Menarche : pada usia 13 tahun
Lama haid : 7 hari
Siklus haid : 28 hari
Jumlah : sehari 2x ganti pembalut
Keluhan : tidak ada
2.Riwayat pernikahan
Status : Menikah
Umur waktu menikah yang pertama kali : 23 tahun
Berapa kali menikah : 1x
Lama menikah dengan suami yang sekarang : 10 tahun.
3.Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
No Umur JK Kondisi
saat ini
Kehamilan Persalinan Nifas
1 9 th Lk Sehat
masih
Usia
kehamilan
Ditolong di
RS dengan
Klien menyusui
bayinya hingga
sekolah
kelas 4 SD
9bulan tidak
ada masalah
dalam
kehamilann
ya
SC, kondisi
bayi saat
lahir
langsung
menangis,
umur 1 tahun.
Mulai diberi
makanan tambahan
pada bayi usia 6
bulan. Tidak ada
masalah dalam
masa nifas klien.
2 1 th Pr meninggal
dunia
Usia
kehamilan
38 minggu
Ditolong di
RS dengan
SC karena
terjadi
pengapuran
plasenta,
Klien menyusui
bayinya hingga
umur 1 tahun.
Mulai diberi
makanan tambahan
pada bayi usia 6
bulan
Klien mengatakan ini adalah kehamilan ketiga, klien
selalu rutin memeriksakan kehamilannya sejak hamil anak
pertama hingga yang ketiga ini ke dokter kandungan. Anak
pertama lahir dengan SC karena panggul sempit, anak
kedua juga lahir dengan SC karena pengapuran plasenta,
dan anak ketiga secara otomatis dilahirkan dengan SC
karena sudah dua kali SC sebelumnya.
4.Riwayat KB
Klien mengatakan sebelumnya menggunakan KB suntik
dengan jangka waktu satu bulan.
5.Riwayat Kehamilan sekarang
Klien mengatakan hari pertama haid terakhir 27 Desember 2012, Hari
perkiraan lahir 03 Oktober 2013. Usia kehamilan saat ini 40 minggu. Klien
selalu mengunjungi ANC tepat waktu.
6. Riwayat persalinan sekarang
Jenis persalinan : SC
Penolong : dr. SpOG dan perawat
Tempat : Ruang IBS RSUD Dr. Adhiyatma, MPH
Proses dan lama persalinan : Klien menjalani SC selama ±30 menit
Masalah persalinan : -
Kondisi bayi : Bayi perempuan, BB 2900 gr, PB : 47 cm,
tidak ada kelainan
D. Pemeriksaan Fisik
1.Parameter umum
Kesadaran : composmentis
Keadaan Umum: agak lemah
TD : 100/70 mmHg
Suhu : 37ºC
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/ menit
2.Pemeriksaan fisik
Kepala
Inspeksi : Rambut berwarna hitam, distribusi rambut rata, rambut
tidak rontok, tidak tampak benjolan/luka di kepala.
Palpasi : Tidak teraba benjolan/luka di kepala
Muka
Inspeksi : Tidak tampak cloasma gravidarum, tidak pucat.
Palpasi : Tidak teraba benjolan/luka, tidak ada nyeri tekan
Mata
Inspeksi : Mata kanan dan kiri simetris, konjungtiva anemis, sklera
putih, tidak tampak lingkar gelap di bawah kelopak mata.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Hidung
Inspeksi : tampak 2 lubang hidung sama besar dan simetris, lubang
hidung tampak bersih.
Palpasi : Kartilago nasalis elastis.
Penciuman : Klien mampu membedakan bau-bauan
Telinga
Inspeksi : lubang telinga bersih tidak ada serumen,
simetris kanan dan kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Pendengaran : masih berfungsi dengan baik
Mulut
Inspeksi : tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, pengembangan dada
sama antara kanan dan kiri
Palpasi : getaran dinding dada sama, konfigurasi
dada 1: 2
Perkusi : terdengar sonor pada paru-paru dan pekak
pada area jantung
Auskultasi : vesikuler pada paru-paru dan bunyi jantung I,
II terdengar reguler
Payudara
Inspeksi : bentuk simetris, nampak hiperpigmentasi
areola, puting payudara agak kecil
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ASI belum keluar
Abdomen
Inspeksi : tampak strie gravidarum, terlihat luka post operasi
tertutup kassa.
Auskultasi : terdengar bising usus kuadran kanan bawah 5 x/mnt,
kanan atas 3 x/mnt, kiri atas 2 x/mnt, kiri bawah 1 x/mnt.
Palpasi : TFU 2 jari dibawah pusat, uterus teraba keras.
Perkusi : tympani
Genitalia dan Anus
Inspeksi : Tampak selang kateter di genetalia, bersih, urine bag
berisi 150 cc, PPV normal.
Ekstremitas atas dan bawah
Atas : Terpasang infuse RL 20 tts/mnt di tangan kiri sejak, teraba
hangat, tangan kanan dan kiri tidak tampak edema, capilary refill 2 detik,
tidak ada keterbatasan gerak sendi.
Bawah : tidak tampak edema, capilary refill 2 detik, tidak ada
varises, ada keterbatasan gerak akibat nyeri.
Kulit
inspeksi : tidak sianosis, tidak kering
palpasi : teraba hangat, turgor kulit baik < 3
detik
E.Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
Leukosit 17.26 10^3/uL (nilai normal 3.6 – 11)
2.Terapi
Per oral:
Cefadroxil
Metilergometrin
Asam mefenamat
Per IV :
Ceftriaxone
Asam traneksamat
Ketorolac
Pekalongan, 03 Oktober
2013
Yang Mengkaji
Daniar Reza Hermawan
II. PENGELOMPOKAN DATA
Data Subyektif
1. Klien mengatakan nyeri
P : nyeri luka jahitan muncul ketika bergerak dan kadang spontan, Q :
seperti teriris, R : abdomen, S : 7 , T : timbul saat bergerak/
berganti posisi
2. Klien mengatakan tidak nafsu makan
3. Klien mengatakan makan malam cuma habis satu sendok
4. Klien mengatakan setelah melahirkan susah beraktivitas, karena sakit pada
daerah jahitannya semakin sakit jika untuk beraktivitas
5. Klien mengatakan setelah melahirkan susah beraktivitas, karena sakit pada
daerah jahitannya semakin sakit jika untuk beraktivitas
Data Obyektif
1. Klien tampak meringis sambil mengusap-usap perutnya
2. Klien tampak lemas
3. Terlihat luka post operasi tertutup kassa
4. Tekanan darah 100/70 mmHg
5. Nadi 88 x/ menit
6. Leukosit 17.26 10^3/uL
III. ANALISA DATA
No Data Fokus Problem Etiologi
.
1. DS :
Klien mengatakan nyeri
P : nyeri luka jahitan muncul
ketika bergerak dan kadang
spontan, Q : seperti teriris, R
: abdomen, S : 7 , T :
timbul saat bergerak/
berganti posisi.
DO :
Klien tampak meringis
sambil mengusap-usap
perutnya
Nyeri Terputusnya
kontinuitas
jaringan
sekunder akibat
pembedahan
(SC)
2.DS:
Klien mengatakan setelah
melahirkan susah beraktivitas,
karena sakit pada daerah
jahitannya semakin sakit jika
untuk beraktivitas.
DO:
Klien tampak lemas
Klien tampak meringis
sambil mengusap-usap
perutnya
Gangguan
mobilitas fisik
Nyeri pada luka
insisi
3. DS:
Klien mengatakan nyeri pada luka
jahitan muncul ketika bergerak
dan kadang spontan
DO:
Risiko infeksi Tindakan
invasif, paparan
lingkungan
patogen
Pada abdomen terlihat
luka post operasi tertutup
kassa, Leukosit 17.26
10^3/uL
4. DS:
Klien mengatakan tidak
nafsu makan
Klien mengatakan makan
malam cuma habis satu
sendok
DO:
Klien tampak lemas
Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Anoreksia
IV. PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan
(SC)
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri pada luka insisi
3. Resiko infeksi b.d tindakan invasif, paparan lingkungan patogen
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
V. INTERVENSI
Tgl/
jam
No.
Dx
Rencana tujuan
dan kriteria hasil
Intervensi Rasional para
f
3
/10/1
3
19.0
0
1 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam,
diharapkan klien dapat
mengontrol nyeri atau
nyeri hilang. Kriteria
hasil :
1. Pantau TTV
2. Berikan posisi
yang nyaman
1. Peningkatan
nyeri dapat
meningkatkan
nilai tanda-
tanda vital.
2. Posisi yang
nyaman dapat
Klien melaporkan
sudah tidak merasakan
nyeri lagi, klien tampak
rileks, tidak tampak
menahan nyeri jika
bergerak, skala 0-3,
TTV dalam rentang
normal.
3. Ajarkan klien
manajemen
nyeri dengan
teknik distraksi
atau relaksasi.
4. Berikan
lingkungan
yang nyaman.
menurunkan
ketegangan
sehingga dapat
mengeluarkan
hormon
endorphine
sebagai anestesi
natural dari
tubuh.
3. Distraksi dapat
mengalihkan
konsentrasi atau
fokus klien
terhadap rasa
sakit.
Sedangkan
relaksasi dapat
menstimulus
tubuh untuk
mengeluarkan
hormon
endorphine.
4. Lingkungan
yang nyaman
dapat
menurunkan
ketegangan
yang dapat
meningkatkan
vasokontriksi
pembuluh
5. Anjurkan klien
untuk
mengurangi
aktivitas yang
berlebihan.
6. Kolaborasi,
berikan obat
analgesik
darah.
5. Aktivitas berat
dapat
meningkatkan
tingkat nyeri.
6. Obat analgesik
dapat
menurunkan
nyeri
3
/10/1
3
19.0
0
2. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2X24 jam di
harapkan pasien dapat
menunjukkan
peningkatan mobilitas
dengan kriteria hasil
klien menunjukkan
dapat mengubah posisi
(duduk, berdiri, miring
kanan, miring kiri)
dapat berjalan sendiri
ke kamar mandi,
menggendong bayi,
menyusui bayi.
1. Bina hubungan
saling percaya
dengan klien
dan keluarga
2. Bantu pasien
latihan gerak
aktif
3. Obsevasi TTV
4. Kolaborasi
dengan
fisioterapi
1. Menciptakan
hubungan saling
percaya antara
pasien dan
perawat.
2. Mempertahanka
n kekuatan otot
dan mobilisasi.
3. Untuk
mengetahui
kondisi pasien
dan mengetahui
perkembangan
pasien serta
menentukan
tindakan
selanjutnya.
4. Memberi terapi
secara tepat,
yang diharapkan
dalam program
latihan.
dapat
mempercepat
proses
penyembuhan
pasien.
3
/10/1
3
19.0
0
3. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan klien tidak
mengalami infeksi,
dengan kriteria hasil :
luka tampak bersih,
kering, tidak bengkak,
tidak ada pus, leukosit
normal.
1. Pantau TTV
2. Lakukan
perawatan luka
pada luka jahit.
3. Pertahankan
prinsip steril
selama proses
perawatan.
4. Anjurkan klien
untuk mencuci
tangan sebelum
dan setelah
melakukan
aktivitas.
5. Kolaborasi,
berikan obat
antibiotik.
1. Infeksi dapat
ditandai dengan
peningkatan
nilai TTV.
2. Perawatan luka
dapat
menurunkan
resiko infeksi.
3. Prinsip steril
dapat
mengurangi
masuknya
bakteri ke
dalam tubuh.
4. Mencuci tangan
dapat
meminimalisir
terkontaminasin
ya bakteri
dengan luka.
5. Obat dapat
mencegah
terjadinya
infeksi
3
/10/1
3
19.0
0
4. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam,
diharapkan klien tidak
mengalami kekurangan
nutrisi/nutrisi
terpenuhi, dengan
kriteria hasil : Nafsu
makan klien kembali
normal, Klien
menghabiskan 1 porsi
makanannya, Berat
badan klien naik
1. Sajikan
makanan dalam
keadaan hangat
2. Beri dukungan
pada klien
untuk makan
3. Sajikan
makanan dalam
bentuk yang
menarik
4. Anjurkan klien
untuk makan
sedikit tapi
sering
1. Meningkatkan
nafsu makan
2. Menambah
semangat klien
untuk mau
makan
3. Menambah
nafsu makan
klien
4. Menghindari
terjadinya mual
muntah
VI. CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/
jam
No.
Dx
Implementasi Respon Klien Para
f
3
/10/1
3
19.00
1-4 Menanyakan keluhan klien
Mengukur tanda-tanda vital
S : klien mengatakan nyeri
P : nyeri luka jahitan muncul
ketika bergerak dan kadang
spontan, Q : seperti
teriris, R : abdomen, S :
7 , T : timbul saat
bergerak/ berganti
posisi.
O: Klien tampak
meringis sambil
mengusap-usap
1
1
3
1
2
4
klien
Mengajarkan dan menganjurkan
klien tentang napas dalam
sebagai mengontrol nyeri
Menganjurkan kepada klien
untuk selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah
beraktivitas
Memberikan posisi yang
nyaman
Menganjurkan klien untuk
belajar menggerak-gerakan kaki
Menanyakan pola makan klien
perutnya
S : klien mengatakan bersedia
diukur ttv
O : TD 100/70 mmHg, N 88
x/mnt, Suhu 37ºC, Rr 20
x/mnt
S : klien mengatakan bersedia
untuk diajarkan nafas dalam
O : Klien dapat mengikuti
arahan, dan dapat
mempraktikan nafas dalam
dengan benar
S : Klien mengatakan bersedia
mengikuti anjuran
O : Klien tampak paham
dengan anjuran
S : klien mengatakan bersedia
diubah posisinya
O : klien dalam posisi tidur
dengan kepala lebih tinggi
S : klien bersedia belajar
menggerak-gerakan kaki
O : klien nampak berusaha
menggerak-gerakan kaki, kaki
sudah dapat bergerak
S : klien mengatakan tidak
nafsu makan, makan hanya 1
sendok
O : makan malam terlihat
masih penuh
4
/10/1
3
14.30
1
1
2
Memberikan posisi nyaman bagi
klien dengan merapikan tempat
tidurnya
Menanyakan keluhan klien
Menanyakan kemampuan gerak
klien
S : klien bersedia dirapikan
tempat tidurnya
O : klien nampak bedrest dan
nyaman
S : klien mengatakan masih
nyeri
P : nyeri luka jahitan muncul
ketika diam lalu akan
bergerak, Q : nyeri terasa
seperti teriris dan seperti di
remas pada daerah perut, R :
nyeri terasa pada luka jahitan
yang terdapat pada abdomen,
S : skala 5, T : timbul saat
bergerak/ berganti
posisi.
O : klien berbicara dengan
tenang
S : klien mengatakan sudah
bisa duduk di bed, tapi masih
sakit kalau untuk berjalan.
O : klien terduduk di bed
16.00
20.00
1
1-4
4
1
3
Menganjurkan klien untuk
melakukan nafas dalam ketika
nyeri
Mengukur tanda-tanda vital
klien
Menanyakan pola makan klien
Memberikan injeksi obat
ketorolac 30mg dan asam
traneksamat 500mg
Memberikan injeksi ceftriaxon
4gr
S : klien mengatakan akan
menggunakan nafas dalam
untuk mengontrol nyeri
O : klien nampak sedang tidak
nyeri
S : klien bersedia untuk
diukur ttv
O : TD 130/90 mmHg, N 80x,
suhu 37’C, Rr 20 x/mnt
S : klien mengatakan sudah
mulai mempunyai selera
makan. Makan siang habis ¾
porsi
O :
S : klien mengatakan bersedia
diinjeksi obat.
O : klien kooperatif
S : klien mengatakan bersedia
diinjeksi obat.
O : klien kooperatif
5
/10/1
2
14.30
1-4 Mengobservasi keadaan
klien, mengukur TTV
S: klien mengatakan
bersedia diukur TTV
O: TD 120/80 mmHg, S
1
4
2
Mengobservasi nyeri klien
Mengobservasi nutrisi
makan klien
Menanyakan kemampuan gerak
klien
37ºc, N 90x/ menit, RR
20x/menit
S: klien mengatakan
nyerinya masih sedikit
terasa
O: skala nyeri 3,
ekspresi nampak rileks
S: Klien mengatakan
sekarang makan habis
1 porsi
O: habis 1 porsi
S : klien mengatakan
sudah bisa berjalan-
jalan disekitar ruangan
O : infus dan DC terlihat
sudah tidak terpasang
6/10/12
09.30 1,2,3,4 Klien pulang
VII. EVALUASI
Nama : Ny.L No. RM : 428193
Umur : 33 tahun DX. Medis : post op SC+MOW
Tgl/ N Evaluasi Keperawatan Paraf
jam o
D
x
3
/10/1
3
19.00
1
2
3
4
S : klien mengatakan nyeri P : nyeri luka jahitan
muncul ketika bergerak dan kadang spontan, Q :
seperti teriris, R : abdomen, S : 7 , T :
timbul saat bergerak/ berganti posisi.
O: Klien tampak meringis sambil mengusap-
usap perutnya
A : masalah nyeri belum teratasi
P : observasi skala nyeri, anjurkan teknik nafas dalam,
kolaborasi pemberian obat untuk nyeri
S : Klien mengatakan susah beraktivitas, karena sakit
pada daerah jahitannya semakin sakit jika untuk
beraktivitas.
O : klien nampak lemas
A : masalah mobilitas fisik belum teratasi
P : anjurkan klien berganti posisi tidur setiap 1 jam
sekali, dan belajar menggerak-gerakkan kakinya
S: klien mengatakan masih nyeri pada luka operasi
O: N 88 x/mnt, Suhu 37ºC, tidak ada tanda-tanda
infeksi, luka masih tertutup kassa, bersih
A : masalah resiko infeksi belum teratasi
P : pertahankan kebersihan luka, pantau tanda-tanda
infeksi, kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik
S : klien mengatakan tidak nafsu makan, makan hanya
1 sendok
4
/10/1
3
14.30
1
2
3
O : makan malam terlihat masih penuh
A : masalah resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
belum teratasi
P : anjurkan klien untuk menghabiskan makannya,
berikan informasi tentang pentingnya gizi untuk proses
kesembuhan,anjurkan klien untuk makan saat makanan
masih hangat,anjurkan untuk makan sedikit-sedikit tapi
sering
S : klien mengatakan masih nyeri tapi sudah berkurang
P : nyeri luka jahitan muncul ketika bergerak, Q :
seperti teriris, R : abdomen, S : 5 , T :
timbul saat bergerak/ berganti posisi.
O: Klien terlihat lebih rileks daripada
kemarin
A : masalah nyeri belum teratasi
P : observasi skala nyeri, anjurkan teknik nafas dalam,
kolaborasi pemberian obat untuk nyeri
S : Klien mengatakan sudah bisa duduk tapi masih
belum kuat untuk berjalan
O : klien nampak terduduk di bed
A : masalah mobilitas fisik belum teratasi
P : anjurkan klien belajar berdiri dan berjalan secara
bertahap
S: klien mengatakan masih nyeri pada luka operasi
sudah berkurang
O: N 80x, suhu 37’C, tidak ada tanda-tanda infeksi,
luka masih tertutup kassa, bersih
5/10/
13
14.45
4
1
2
3
A : masalah resiko infeksi belum teratasi
P : pertahankan kebersihan luka, pantau tanda-tanda
infeksi, kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik
S : klien mengatakan nafsu makan mulai muncul,
makan habis 3/4porsi
O : makan siang terlihat tersisa sedikit
A : masalah resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi sebagian
P : anjurkan klien untuk menghabiskan makannya,
berikan informasi tentang pentingnya gizi untuk proses
kesembuhan, anjurkan klien untuk makan saat
makanan masih hangat
S : klien mengatakan sedikit rasa nyeri P : nyeri luka
jahitan muncul ketika bergerak, Q : senut-senut,
R : abdomen, S : 3 , T : timbul saat
bergerak.
O: Klien terlihat rileks
A : masalah nyeri teratasi sebagian
P : observasi skala nyeri, anjurkan teknik nafas dalam,
kolaborasi pemberian obat untuk nyeri
S : Klien mengatakan sudah bisa berjalan-jalan di
sekitar ruangan
O : klien nampak rileks
A : masalah mobilitas fisik teratasi
P : pertahankan kondisi klien
S: klien mengatakan masih sedikit nyeri pada luka
operasi
O: S 37ºc, N 90x/ menit, tidak ada tanda-tanda
4
infeksi, luka masih tertutup kassa, bersih
A : masalah resiko infeksi belum teratasi
P : pertahankan kebersihan luka, pantau tanda-tanda
infeksi, kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik
S : klien mengatakan nafsu makannya sudah normal
makan habis porsi
O : makan siang terlihat habis
A : masalah resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi
P : pertahankan kondisi klien
BAB IV
PEMBAHASAN
Masa nifas atau puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari,
merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan
yang normal. Pada masa nifas juga terjadi perubahan pada alat reproduksi yaitu
pada serviks dan endometrium. Pada psikologi ibu nifas juga terjadi perubahan
yaitu masa taking in, taking hold, dan letting go. Wanita pasca persalinan harus
cukup istirahat. Delapan jam pasca persalinan, ibu harus tidur terlentang untuk
mencegah perdarahan. Sesudah 8 jam, ibu boleh miring ke kiri atau ke kanan
untuk mencegah trombosis. Ibu dan bayi ditempatkan pada satu kamar. Pada hari
kedua, bila perlu dilakukan latihan senam. Pada hari ketiga umumnya sudah bisa
duduk, pada hari keempat berjalan, dan pada hari kelima dapat dipulangkan.
Makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, cukup protein,
serta banyak buah. Pada klien masuk dalam fase taking in.
Pada kasus di atas, klien bernama Ny.L post op SC+MOW. Klien berumur
33 tahun. P3 A0. Klien memasuki fase nifas dalam kondisi normal tanpa adanya
komplikasi. Masuk ke ruang bougenville pada tanggal 03 Oktober 2013 pukul
13.45 WIB. Klien diterima dalam keadaan sadar, klien dipasang infus RL, dan
dipasang DC di ruang bougenville, klien nampak lemas.
Setelah dilakukan pengkajian keperawatan pada Ny.L didapatkan beberapa
masalah keperawatan, yaitu nyeri yang disebabkan karena ada luka post SC,
gangguan mobilitas fisik karena efek anestesi dan adanya nyeri akibat SC.
Kemudian resiko infeksi yang dikarenakan adanya luka post SC yang dapat
mengancam invasi mikroorganisme melalui luka tersebut. Masalah keperawatan
yang lain yaitu resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang dikarenakan oleh
anoreksia.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari, mulai pada tanggal
03-05 Oktober 2013, masalah keperawatan yang dapat teratasi adalah gangguan
mobilitas fisik dan resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Masalah
keperawatan nyeri baru dapat teratasi sebagian. Masalah resiko infeksi juga belum
dapat teratasi dikarenakan masih ada luka yang kemungkinan resiko infeksi masih
sangat besar dapat terjadi pada Ny.L. Klien dinyatakan boleh pulang pada tanggal
06 oktober 2013 pukul 09.30 WIB. Kondisi klien baik namun masih terkadang
merasa sedikit nyeri.
BAB V
PENUTUP
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga hari, masalah klien
tidak semuanya dapat teratasi. Respon nyeri seseorang berbeda satu sama lain.
Sehingga memungkinkan keluhan nyeri merupakan kondisi subjektif yang tidak
dapat dipastikan seseorang akan berapa lama merasakan nyeri. Sementara resiko
infeksi masih tetap ditegakkan sebagai masalah keperawatan dan belum teratasi
dikarenakan klien masih terdapat luka post SC yang masih memungkinkan invasi
mikroorganisme melalui luka tersebut.