Laporan Kasus peb

22
BAB I PENDAHULUAN Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pad ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari tria proteinuria dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. tersebut tidakmenunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya. 1 Di Indonesia Preeklampsia berat (P!" merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. P! diklasifikasikan kedalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena kehamilan. P! ditanda oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteropla#enta. !anyak yang dapat menyebabkan terjadinya pree#lampsia dan eklampsia. $akt sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain nullipara, kehamilan g kurang dari %& tahun atau lebih dari ' tahun, ri)ayat keturunan, dan obes % *enurut +orld ealth rgani ation (+ ", salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janinadalahpre-eklamsia (P",angka kejadiannya berkisar antara &, 1/-'0, /. Di negara maju angka kejadian pr eklampsia berkisar 2-3/ dan eklampsia &,1-&,3/. 4edangkan angka kematian yang diakibatkan pre-eklampsia dan eklampsia di negara berkembang tinggi. *enurut 4urveiDemografi5esehatan Indonesia (4D5I" 166 7ngka 5ematian Ibu (75I" masih #ukup tinggi, yaitu '6& per 1&&.&&& kelahiran (8 ;I<$,%&&&". Penyebab kematian ibu terbesar ( 0,1/" adalah perdarahan da eklampsia. 5edua sebab itu sebenarnya dapatdi#egah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal #are=7;<" yang memadai, atau pelayanan berkualitas dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. 0 1

description

tugas

Transcript of Laporan Kasus peb

BAB IPENDAHULUAN

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria dan edema, yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya.1Di Indonesia Preeklampsia berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. PEB diklasifikasikan kedalam penyakit hipertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif. Penyebab dari kelainan ini masih kurang dimengerti, namun suatu keadaan patologis yang dapat diterima adalah adanya iskemia uteroplacenta. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya preeclampsia dan eklampsia. Faktor yang sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain nullipara, kehamilan ganda, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat keturunan, dan obesitas.2Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia (PE), angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%.Di negara maju angka kejadian pre- eklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan pre-eklampsia dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi.5Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI & UNICEF,2000). Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai, atau pelayanan berkualitas dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.8

Diagnosis dini dan penanganan adekuat dapat mencegah perkembangan buruk PER kearah PEB atau bahkan eklampsia penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Semua kasus PEB harus dirujuk ke rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas penanganan intensif maternal dan neonatal, untuk mendapatkan terapi definitif dan pengawasan terhadap timbulnya komplikasi-komplikasi.5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiPreeklampsia atau sering juga disebut toksemia gravidarum adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema.1Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih.2

2.2 EtiologiEtiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut penyakit teori namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.4Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.3Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia, yaitu :a. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.b. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.c. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.d. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagaithe diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :5a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan .b. Peran faktor imunologis.c. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-eklampsi/eklampsia.d. Peran faktor genetik /familiale. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.f. Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.g. Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)

2.3. EpidemiologiDi negara-negara sedang berkembang, angka kematian ibu jauh lebih tinggi. Di Afrika sub-Sahara, angka kematian ibu rata-rata 600 per 100.000 kelahiran hidup; di Asia selatan, 500 per 100.000 per kelahiran; di Asia Tenggara dan Amerika Latin 300 per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa negara maju telah menerbitkan hasil penyelidikan konfidensial atas kematian ibu setiap 3 tahun, dengan menganalisa sebab-sebab kematian ibu dan dibuat saran-saran untuk mencegah kematian yang terjadi, ini telah diterbitkan di Inggris sejak 1952 dan di Australia sejak 1965. Pada tahun 1990, diterbitkan sebuah laporan yang menganalisis semua kematian ibu yang terjadi di Amerika Serikat yang terjadi antara tahun 1979 dan 1986. Studi dari ketiga laporan tersebut menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu sama pada ketiga negara tersebut.4,6Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur usia disebabkan berkaitan dengan hal kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil atau persalinan.7Dari beberapa kepustakaan lain frekuensi penderita preeclampsia berkisar 3% - 10 %, hasil penelitian Erwati dkk (1994) di Padang didapatkan kejadian preeklampsia berat 4,32 % dan eklampsia 0,89 % dengan jumlah kematian perinatal 1,08%.5

2.4. KlasifikasiDibagi menjadi 2 jenis preeklampsia, yaitu sebagai berikut :1A. Preeklampsia Ringan1. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.2. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.3. Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.

B. Preeklampsia Berat1. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.2. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam, +3 atau +4 pada pemeriksaan kualitatif.3. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .4. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.5. Terdapat edema paru dan sianosis.

2.5. Tanda dan Gejala Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeclampsia.5Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolic sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.6Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia. Kenaikan berat badan kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia. Tambah berat yang sekonyong-konyong ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian edema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH ( Hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general.1,2,5

Proteinuria timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuria sering ditemukan pada preeklampsia, hal ini disebabkan karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.8Gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter, sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau edema otak, sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung. Gangguan penglihatan menjadi kabur sampai pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop. Gangguan pernafasan sampai sianosis. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran.5

2.6. PatofisiologiPada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin.Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati, renal dan plasenta. Pada otak akan menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan kejang sehingga menimbulkan risiko cedera. Pada darah akan terjadi endotheliosis yang menyebabkan menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru akan terjadi kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya edema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada jantung, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema. Selain itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR (glomerulus filtration rate) dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouria dan anuria. Oligouria atau anuria terjadi karena gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation risiko gawat janin.

Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga terjadi ketidakseimbangan nutrisi. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah.

2.7. Penatalaksanaana. Perawatan aktifPerawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :Ibu Usia kehamilan 37 minggu atau lebih Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala tidak ada perbaikan.Janin Hasil fetal assesment jelek Adanya tanda IUGR (janin terhambat)Laboratorium Adanya HELLP Syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)

Pengobatan medisinalPengobatan medisinal pasien preeklampsia berat adalah Segera masuk rumah sakit. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4). Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM. Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit. Refleks patella positif kuat. Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam)

MgSO4 dihentikan bila : Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung. Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :Hentikan pemberian MgSO4Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menitBerikan oksigen.

Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.Anti hipertensi diberikan bila : Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik