LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

23
LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA PADA SEORANG PENDERITA KOINFEKSI HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS DAN VIRUS HEPATITIS C OLEH: dr. JEMI TUBUNG 1214048211 PEMBIMBING: dr. I WAYAN LOSEN ADYANA, SpPD-KHOM PROGRAM STUDI PENYAKIT DALAM FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2018

Transcript of LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Page 1: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

LAPORAN KASUS

MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA PADA

SEORANG PENDERITA KOINFEKSI HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS

DAN VIRUS HEPATITIS C

OLEH:

dr. JEMI TUBUNG

1214048211

PEMBIMBING:

dr. I WAYAN LOSEN ADYANA, SpPD-KHOM

PROGRAM STUDI PENYAKIT DALAM

FK UNUD/RSUP SANGLAH

DENPASAR

2018

Page 2: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“Masalah diagnosis autoimmune hemolytic anemia pada seorang koinfeksi Human

Immunodeficiency Virus dan Virus Hepatitis C”. Laporan kasus ini merupakan bagian

dari tugas ilmiah Program Studi Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah,

Denpasar.

Terima kasih kami ucapkan kepada dr. I Wayan Losen Adnyana, SpPD-

KHOM yang telah membimbing kami dalam menyusun laporan kasus ini, sehingga

dapat diselesaikan dengan baik. Laporan kasus ini menguraikan tentang masalah

diagnosis autoimmune hemolitic anemia pada pasien dengan koinfeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus hepatitis C.

Kasus ini merupakan kasus yang jarang dijumpai dan kadang tidak

terdiagnosis pada penderita koinfeksi HIV dan virus hepatitis C, sehingga adanya

laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran penulis

dan pembaca mengenai masalah ini.

Kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga

kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan laporan kasus

ini.

Denpasar, 6 Mei 2018

Penulis

Page 3: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ iv

DAFTAR TABEL ................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG .............................................................. 1

BAB II ISI

2.1 Kasus ......................................................................................... 3

2.2 Pembahasan ............................................................................... 7

BAB III PENUTUP

3.1 Ringkasan .................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 18

Page 4: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Foto rontgen dada pasien ............................................................. 5

2. Foto pasien ................................................................................... 6

3. Mekanisme terjadinya AIHA ...................................................... 7

4. Kaskade komplemen ................................................................... 8

5. Mekanisme destruksi eritrosit pada AIHA tipe hangat ............... 10

6. Mekanisme destruksi eritrosit pada AIHA tipe dingin ................ 11

7. Mekanisme autoimun diinduksi virus hepatitis C ....................... 13

8. Algoritma diagnosis AIHA .......................................................... 14

Page 5: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi dan penyebab AIHA .................................................. 9

Page 6: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telah lama diketahui bahwa Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV)

berkaitan dengan beberapa manifestasi kelainan hematologi. Insidens AIHA

(autoimmune hemolytic anemia) pada pasien HIV berkisar 3.06%, sedangkan pada

populasi umum sekitar 1 per 75.000 – 80.000 per tahun.1 Meskipun demikian kasus

AIHA pada penderita yang terinfeksi HIV jarang dilaporkan karena manifestasi klinis

AIHA jarang tampak pada pasien-pasien tersebut, hal ini dapat menjadi fatal karena

pada pasien yang terinfeksi HIV sering telah terjadi kekurangan cadangan sumsum

tulang yang adekuat.2,3

Kelainan hematologi autoimun juga sering ditemukan pada pasien penderita

hepatitis C, beberapa literatur menghubungkan hal ini dengan virus hepatitis C yang

bersifat limfotropik. Sel B yang terinfeksi virus hepatitis C akan memproduksi

autoantibodi, hal ini yang menyebabkan tingginya penanda-penanda autoimun pada

pasien hepatitis C kronis.3 Akhir-akhir ini juga telah banyak dilaporkan kejadian

AIHA lebih tinggi secara signifikan pada pasien hepatitis C kronis dibandingkan

orang yang tidak terinfeksi hepatitis C.3,4

Banyak terjadi koinfeksi virus hepatitis C pada pasien-pasien AIDS, hal ini

akan memperparah disregulasi imunologi yang telah terjadi sebelumnya. Beberapa

laporan menunjukkan autoantibodi terhadap eritrosit dan kasus AIHA lebih tinggi

pada pasien-pasien yang mengalami koinfeksi HIV dan virus hepatitis C, bila

dibandingkan dengan pasien-pasien yang hanya terinfeksi oleh HIV atau virus

hepatitis saja.3

Menurut beberapa peneliti, terdapat dua komplikasi yang dapat terjadi pada

pasien terinfeksi HIV yang menderita AIHA, yaitu komplikasi yang berhubungan

dengan transfusi dan komplikasi karena kondisi hiperkoagulasi. Saat transfusi pasien-

pasien tersebut beresiko mengalami hemolisis masif, hipotensi, syok dan gagal ginjal

sedangkan komplikasi karena kondisi hiperkoaglasi dapat menyebabkan peningkatan

Page 7: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

risiko tromboemboli khususnya saat pasien menjalani transfusi. Meningat komplikasi

yang dapat terjadi maka menjadi penting untuk mengidentifikasi dan meningkatkan

kewaspadaan adanya AIHA sebagai salah satu penyebab anemia pada penderita

terinfeksi HIV dengan koinfeksi virus hepatitis C.2,5

Adanya AIHA memperburuk prognosis dan dapat menjadi fatal bagi penderita

koinfeksi HIV dan hepatitis C, untuk itu kasus ini diangkat untuk meningkatkan

kewaspadaan terhadap kejadian AIHA pada pasien AIDS dengan koinfeksi virus

hepatitis C sebagai salah satu penyebab anemia pada penderita tersebut.

Page 8: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

BAB II

ISI

2.1 Kasus

Seorang pasien laki-laki, 50 tahun dikonsulkan dari bagian Bedah dengan

keluhan nyeri seluruh area perut sejak empat hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri

dirasakan mendadak, makin memberat bila pasien bergerak, awalnya nyeri dirasakan

di area perut kanan bawah kemudian menjalar ke seluruh area perut. Demam

dirasakan dua hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan terus menerus.

Lemas dirasakan pasien satu minggu sebelum nyeri perut, dirasakan perlahan-lahan

makin lama makin berat sehingga pasien tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari.

Pasien juga mulai merasakan sesak napas sejak 5 hari terakhir. Menurut keluarga,

pasien tampak pucat sejak satu minggu terakhir. Pasien belum buang air besar sejak

satu minggu sebelum masuk RS dan belum buang angin sejak 3 hari sebelum masuk

RS.

Tiga hari sebelumnya pasien berobat ke RSUD Badung dengan keluhan yang

sama, kemudian dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi, diberikan injeksi

ceftriakson satu gram intravena tiap 12 jam, injeksi metronidazol 500 mg intravena

tiap delapan jam dan injeksi parasetamol 1 gram intravena tiap delapan jam.

Direncanakan transfusi darah tetapi tidak jadi dilakukan, dikatakan karena adanya

ketidakcocokan darah pasien dengan darah donor. Pasien dirujuk ke bagian Bedah

RSUP Sanglah untuk tatalaksana lebih lanjut dengan diagnosis rujukan peritonitis

generalisata et causa suspect appendiks perforasi, acute kidney injury stage III ec

suspect prerenal, Infeksi B24, anemia sedang, hipoalbuminemia, hiperkalemia dan

hepatitis C.

Sembilan bulan lalu pasien mengalami demam hilang timbul sekitar satu

bulan, diare hilang timbul dan penurunan berat badan 10 kg dalam dua bulan, tidak

ada batuk dan nyeri menelan. Pasien berobat ke RSUD Badung kemudian dinyatakan

HIV positif dan mendapat pengobatan antivirus tiga jenis, pasien tidak tahu nama

obatnya. Pasien mengkonsumsi obat-obatan tersebut selama dua minggu kemudian

Page 9: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

pasien tidak melanjutkan pengobatan lagi, hingga sakit saat ini. Bila mengalami

demam atau sakit kepala di rumah, pasien biasanya mengkonsumsi obat parasetamol.

Pada saat dikonsulkan kesadaran pasien GCS E4 V5 M6, tekanan darah

100/70 mmHg, nadi 98x/menit, frekuensi napas 20 kali per menit dan temperatur

aksila 37,70C. Kedua konjungtiva anemis dan tidak ikterik. Dinding dada simetris saat

statis dan dinamis, suara napas vesikular, tidak ada ronki atau wheezing, sonor pada

perkusi, pemeriksaan jantung dalam batas normal. Pada abdomen tampak distensi, tak

tampak vena kolateral, bising usus positif menurun, nyeri tekan positif pada seluruh

area abdomen. Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, traube space timpani. Ekstremitas

hangat dan tak tampak edema.

Hasil lab pasien saat di RSUD Badung antara lain hemoglobin 8.7 g/dL, MCV

75.3 fL, MCH 25.1 pg, lekosit 7.13 x 103/uL, netrofil 85.9%, eosinofil 0.1%, basofil

0.0%, limfosit 9.5%, monosit 4.5% dan pletelet 449 x 103/uL. Faal hemostasis PT

14.5 (10.8 -14.4), INR 1.4 (0.9 – 1.1), APTT 35 (24 – 36). Kimia darah didapatkan

ureum 185 mg/dL, kreatinin serum 6.7 mg/dL, LDH 1050 U/L, anti HCV positif,

HbsAg negatif. Kesimpulan pemeriksaan Coomb’s test ditemukan adanya

autoimmune antibody (direct coomb’s test: positif) yang coated pada sel darah merah

penderita, tidak ditemukan adanya irregular allo antibody yang bebas di dalam serum

penderita (indirect coombs test: negatif).

Hasil laboratorium awal di RSUP Sanglah didapatkan kadar hemoglobin 8.44

g/dl, MCV 79.96 fL, MCH 26.11 pg, lekosit 16.54 x 103/uL, netrofil 91.3%, limfosit

5.6%, basofil 0.2%, eosinofil 0.2%, dan platelet 223.7 x 103/uL. Kadar Bun 105.2

mg/dL, kreatinin 7.71 mg/dL, natrium 125 mmol/L, kalium 6.0 mmol/L, SGOT 8.1

U/L, SGPT 10.80 U/L, bilirubin total 0.55 mg/dL, bilirubin direk 0.37 mg/dL,

bilirubin indirek 0.18 mg/dL, ALP 49 U/L, total protein 5.2 g/dL, albumin 2.2 g/dL,

globulin 3.0 g/dL, gamma GT 27 U/L, serum iron 46.21 ug/dL, total iron binding

capacity (TIBC) 90.00 ug/dL, dan feritin 1671 ng/mL.

Saat dilakukan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagian besar

eritrosit tampak hipokromik mikrositer, anisopoikilositosis, kesan jumlah lekosit

normal, tak ada sel muda, tak ada granula toksik atau vakuolisasi, kesan jumlah

trombosit normal, tidak ada giant platelet, kesan suatu gambaran anemia hipokromik

mikrositer.

Pasien didiagnosis peritonitis generalisata, acute kidney injury stadium III et

causa prerenal, infeksi HIV stadium IV (WHO) on HAART, putus obat, wasting

Page 10: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

syndrome, oroesofageal candidiasis, AIHA dan anemia ringan hipokrom mikrositer et

causa suspect anemia of chronic disease, hipoalbumin et causa suspect inflamasi

kronis. Saran dilakukan hidrasi dengan NaCl 0.9% loading 500 cc dilanjutkan 20

tetes/menit, hemodialisis cito, transfusi PRC sampai Hb 10 gr/dL dengan premedikasi

metilprednisolon 125 mg intravena, kotrimoksazol 960 mg per oral tiap 24 jam,

fluconazol 200 mg intravena tiap 24 jam, antibiotik sesuai dengan yang telah

diberikan sejawat bedah yaitu injeksi ceftriakson 1 gram intravena tiap 12 jam, injeksi

metronidazol 500 mg intravena tiap 8 jam dan parasetamol 1 gram intravena tiap 8

jam.

Pada

hari ketiga perawatan dilakukan operasi, saat intraoperasi ditemukan appediks

granggrenous kemudian dilakukan appendisektomi. Setelah operasi nyeri perut pasien

membaik dan tidak lagi terjadi demam. Hari ketiga post operasi terjadi nyeri perut lagi

dan demam lagi. Dilakukan relaparatomi, intraoperasi ditemukan abses dan adhesi

ileum grade II, kemudian dilakukan release adhesi dan drainase. Setelah operasi

kedua tidak lagi terjadi nyeri perut dan demam, keadaan umum pasien membaik.

Gambar 1. Rontgen dada pasien

Page 11: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Selama perawatan pasien ditransfusi PRC empat kantong dengan premedikasi

metilprednisolon 125 mg intravena, dalam pemantauan tidak terjadi reaksi transfusi

selama proses transfusi dan setelahnya. Setelah menjalani perawatan selama 16 hari,

kondisi pasien membaik dan diijinkan menjalani rawat jalan.

Pada saat dipulangkan kadar hemoglobin 9.29 mg/dL, MCV 79.53 fL, MCH

25.30 pg, lekosit 7.43 mg/dl, dan trombosit 292.40 x 103/uL. Kadar Bun 30 mg/dL,

kreatinin 0.93 mg/dL, SGOT 22.7 U/L, SGPT 7.70 U/L dan CD4 absolut 179 sel/uL.

2.2 Pembahasan

Walaupun AIHA telah dikenal sejak lebih dari 150 tahun lalu, tetapi hingga

saat ini diagnosis, prognosis dan terapi AIHA tetap menjadi dilema.6 Hal ini terjadi

karena terjadi perbedaan tingkat hemolisis yang signifikan pada setiap kasus AIHA

yang menyebabkan manifestasi klinis yang terjadi sangat heterogen.7

Gambar 2. Foto Pasien

Page 12: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Gambar 3. Mekanisme terjadinya AIHA.8

Autoimmune hemolytic anemia merupakan penyakit autoimun didapat yang

ditandai adanya peningkatan destruksi eritrosit karena adanya autoantibodi anti

eritrosit.6,7

Mekanisme terjadinya AIHA melalui dua mekanisme yaitu melalui

antibodi terhadap antigen pada eritrosit dan reaksi antibodi terhadap molekul tertentu

yang pada akhirnya ikut menghancurkan eritrosit. Sebagian eritrosit dihancurkan

diperantarai antibodi dan sebagian lainnya diperantarai komplemen atau keduanya

seperti pada gambar 3.8

Aktivasi komplemen akan menyebabkan hancurnya membran eritrosit dan

menyebabkan hemolisis seperti pada gambar 4. Komplemen dapat teraktivasi melalui

jalur klasik, jalur lektin dan atau jalur alternatif. Pada jalur klasik, didahului oleh

ikatan C1q pada kompleks antigen-antibodi di permukaan sel, diikuti oleh aktivasi

C1r yang akan mengaktifkan serin protease yang akan memecah C4 dan C2. Reaksi

ini akan menghasilkan formasi C3 convertase yang akan memecah C3 menjadi C3a

dan C3b yang akan terikat pada permukaan sel dan berperan sebagai opsonin. 9

Page 13: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Jalur lektin diawali ikatan lektin dan mannose sedangkan jalur alternatif dipicu

oleh ikatan spontan C3 plasma pada permukaan sel. Seperti jalur klasik, kedua jalur

ini akan memicu produksi C3 convertase yang akan mendeposisi C3b pada

permukaan sel. 10

Komplemen C3b akan mengopsoninasi sel target dan selanjutnya akan

dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial di limpa atau hati, sehingga terjadi

hemolisis ektravaskular. Komplemen C3b dapat juga terikat pada C3 convertase

kemudian membentuk C5 convertase yang akan memicu jalur terminal (litik).

Membran attack complex (MAC) atau disebut juga C5b6789 dapat menginduksi lisis

sel. Pada AIHA, jalur terminal akan memicu hemolisis intravaskular. 9

Tabel 1. Klasifikasi dan penyebab AIHA.7

Tipe hangat

Primer (idiopatik)

Sekunder:

Infeksi, contohnya HIV, hepatitis C

Gambar 4. Kaskade komplemen.9

Page 14: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Kelainan autoimun, contohnya SLE

Kelainan limfoproliferatif

Obat-obatan

Tumor solid (sangat jarang)

Tipe dingin

Cold haemagglutinin disease (CHAD)

Primer (idiopatik)

Sekunder:

Kelainan limfoproliferatif

Infeksi, contohnya virus Epstein-Barr, Mycoplasma pneumonia

Paroxysmal cold hemoglobinuria

Primer (idiopatik)

Sekunder:

Infeksi, misalnya virus Haemophilus influenza, sifilis

Tipe campuran

Autoimmune hemolytic anemia dapat diklasifikasikan seperti pada tabel 1.

Perbedaan temperatur mempengaruhi aktivitas optimal antibodi pada AIHA sehingga

AIHA dibagi atas “cold” dan “warm”. Berdasarkan beberapa laporan diketahui bahwa

infeksi merupakan salah satu faktor yang dapat menginduksi.7

Sekitar 75% kasus AIHA merupakan AIHA tipe hangat, antibodi pada tipe ini

bekerja optimal pada suhu 370C. Imunoglobulin G (IgG) merupakan autoantibodi

yang berperan pada sebagian besar kasus AIHA tipe hangat. Eritrosit yang diselimuti

autoantibodi akan disekuestrasi dan fagositosis oleh makrofag di limpa. Eritrosit yang

diselimuti imunoglobulin dapat juga mengikat C1q yang akan mengaktivasi jalur

klasik komplemen seperti pada gambar 5.11

Autoantibodi pada AIHA tipe dingin mengaglutinasi eritrosit optimal pada

suhu 3 – 4 0C. Aglitinin yang terikat pada imunoglobulin M (IgM) merupakan

aktivator komplemen yang kuat pada AIHA tipe dingin, yang akan mengikat C1q dan

akhirnya mengaktivasi jalur klasik komplemen. Sebagian C3b yang dilingkupi akan

tersekuestrasi makrofag akan dihancurkan di hati seperti pada gambar 6.10

Page 15: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Terdapat beberapa hipotesis yang diajukan untuk menerangkan tingginya

kejadian AIHA pada infeksi HIV, diantaranya terjadi: 1) reaksi silang antara patogen

dan protein tubuh, 2) mimicry (kemiripan struktur) molekular, 3) efek langsung HIV

Gambar 5. Mekanisme destruksi eritrosit pada AIHA tipe hangat.9

Gambar 6. Mekanisme destruksi eritrosit pada AIHA tipe dingin.10

Page 16: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

pada sel hematopoiesis, dan 4) hilangnya toleransi imun.13

Mimicry molekular antara

protein HIV dan antigen eritrosit dapat memicu produksi autoantibodi yang dapat

memicu terjadinya AIHA pada penderita terinfeksi HIV. Disregulasi CD4+ T-cell

karena infeksi virus HIV dapat memicu terjadi defek toleransi terhadap self-antigen,

beberapa penelitian telah dapat membuktikan bahwa penurunan toleransi imun pada

infeksi HIV memainkan peran penting pada proses terjadinya AIHA.14

Manifestasi klinis AIHA yang terjadi bergantung pada tingkat hemolisis,

kemampuan kompensasi sumsum tulang dan adanya penyakit dasar. Berdasarkan

gejala klinis AIHA dapat dibagi atas 1) AIHA ringan didiagnosis hanya berdasarkan

tes DAT (direct antiglobulin test) positif, 2) AIHA sedang ditandai anemia dan

splenomegali, 3) AIHA berat berupa hemolisis fulminan ditandai adanya peningkatan

sferositosis, hiperbilirubinemia, penurunan haptoglobulin dan hemoglobinuria.

Manifestasi klinis AIHA pada infeksi HIV seringkali berupa AIHA ringan. Menurut

beberapa peneliti, pada pasien HIV ditemukan sekitar 34 % DAT positif. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa kadar Hb pada pasien AIDS dengan DAT positif

biasanya lebih rendah dibandingkan dengan pasien AIDS dengan DAT negatif.

Penderita AIDS dengan DAT positif sering ditemukan pada penderita dengan kadar

CD4 kurang dari 200 sel/uL.5

Tipikal antibodi yang ditemukan pada infeksi HIV

dengan AIHA adalah warm antibodi (IgG dan atau C3d). 15

Infeksi virus hepatitis C 80% menjadi kronis yang dapat menyebabkan

komplikasi hepatik dan ekstrahepatik. Lebih dari 75% pasien hepatitis C kronis akan

mengalami komplikasi ekstra hepatik selama perjalanan penyakitnya.16

Saat ini telah

dikenal lebih dari 30 komplikasi ekstra hepatik infeksi virus hepatitis C dan yang

paling banyak berupa penyakit autoimun.17

Manifestasi komplikasi infeksi virus

hepatitis C berupa AIHA sebenarnya jarang dijumpai dibandingkan dengan

komplikasi ekstra hepatik lain.17

Komplikasi ekstra hepatik infeksi virus hepatitis C diperkirakan karena

jaringan ekstra hepatik dapat menjadi reservoir virus tersebut. Komplikasi autoimun

yang terjadi karena virus hepatitis C cenderung (tropisme) menginvasi jaringan

limfoid. Virus hepatitis C mempunyai kemampuan menghindari deteksi sistem imun

sehingga dapat mengakibatkan infeksi kronis dan mengaktivasi fenomena autoimun.18

Diperkirakan virus hepatitis C mempengaruhi sistem imun melalui pengaruhnya pada

subset sel B selektif yang akan menginduksi rusaknya toleransi melalui reaksi sel T

Page 17: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

terhadap apoptosis antigen tubuh seperti pada gambar 7. Konsekuensinya terjadi

peningkatan aktivitas sel T helper-17.19

Sekitar 30% pasien yang terinfeksi HIV, mengalami koinfeksi virus hepatitis

C. Hal ini mungkin disebabkan transmisi HIV dan virus hepatitis C melewati jalur

yang sama.4 Koinfeksi HIV dan virus hepatitis C menyebabkan interaksi kedua virus

tersebut pada sistem imun pasien, berupa disregulasi sistem imun yang telah terjadi

makin parah dan imunodefisiensi karena infeksi HIV dapat mendownregulasi atau

malah menstimulasi terjadinya penyakit autoimun yang disebabkan infeksi virus

hepatitis C.3,4

Anamnesis yang hati-hati dan cermat sangat membantu untuk mendiagnosis

AIHA. Lemas, mudah capek dan sesak napas adalah gejala yang sering dikeluhkan

oleh penderita anemia hemolitik. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah

konjungtiva pucat, sklera berwarna kekuningan, splenomegali dan urin berwarna

merah gelap. Pada kecurigaan AIHA sekunder perlu digali tentang riwayat infeksi,

Gambar 7. Mekanisme autoimun diinduksi oleh virus hepatitis C. 19

Page 18: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

riwayat transfusi, paparan terhadap obat atau vaksinasi dan tanda-tanda penyakit

autoimun. Onset AIHA biasanya akut dan kadang-kadang dapat mengancam nyawa.12

Pasien mulai merasakan lemas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit,

pasien juga merasakan lelah dan sesak napas. Pasien tampak pucat, pada pemeriksaan

fisik tidak ditemukan sklera ikterik dan splenomegali. Pasien menderita infeksi HIV

dan hepatitis C yang bisa dikaitkan dengan tingginya kejadian AIHA pada kedua

penyakit tersebut. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya dan

belum pernah mendapat transfusi darah sebelum sakit ini.

Diagnosis AIHA dibuat berdasarkan hasil laboratorium anemia normositik

atau makrositik, retikulositosis, kadar haptoglobulin serum rendah, peningkatan kadar

lactate dehydrogenase (LDH), peningkatan kadar bilirubin indirek dan direct

Gambar 8. Algoritma diagnosis AIHA.12

Page 19: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

antiglobulin test positif seperti pada gambar 8. Mendasarkan diagnosis berdasarkan

hasil laboratorium seperti diatas dapat menjebak karena pada AIHA sekunder tidak

selalu ditemukan hasil laboratorium yang biasanya ditemukan pada AIHA.12

Pada hemolisis ringan kadar LDH dapat normal atau malah peningkatannya

dapat dipengaruhi oleh sepsis, trauma, gangguan hati dan ginjal. pada dapat juga

terjadi retikulositopenia transien. Kadar haptoglobin normal dapat ditemukan pada

hemolisis yang terjadi pada pasien dengan gangguan hati. Aglutinasi merupakan tanda

yang secara konsisten ditemukan pada AIHA. 2,12

Direct antiglobulin test pertama kali diperkenalkan oleh Robin Coomb dan A.

Mourant pada tahun 1945, hingga saat ini tetap menjadi uji yang esensial untuk

mengidentifikasi hemolisis karena proses imun. DAT positif menandakan adanya

imunoglobulin (IgG, IgM atau IgA) atau komplemen (biasanya C3d) yang terikat

pada membran sel darah merah. Direct antiglobulin test positif saja tidak dapat

mendiagnosis AIHA, karena menurut beberapa penelitian DAT positif ditemukan

pada 1 diantara 10.000 darah yang didonorkan dan 8% dari pasien yang dirawat di

rumah sakit.7

Pada pasien dijumpai anemia sedang hipokrom mikrositer, hal ini mungkin

terjadi karena pasien juga menderita anemia karena penyakit kronis. Tidak terjadinya

retikulositosis pada pasien, dapat disebabkan oleh pengaruh infeksi HIV yang

menyebabkan ketidakmampuan sumsum tulang mengkompensasi anemia yang terjadi.

Tidak terjadi peningkatan bilirubin pada pasien, bisa terjadi bila hemolisis yang

terjadi sifatnya ringan. Peningkatan LDH pada pasien ini bisa merupakan tanda

hemolisis dan atau juga karena infeksi akut serta gangguan ginjal yang dialami pasien.

Pemeriksaan DAT positif pada pasien yang memberikan kecurigaan bahwa pasien

menderita AIHA.

Hingga saat ini, belum ada terapi AIHA yang berbasis bukti yang ada hanya

berupa terapi empiris. Mengatasi penyebab AIHA merupakan modalitas utama pada

terapi AIHA sekunder.12

Highly active antiretroviral therapy (HAART) berperan

penting dalam meningkatkan luaran pasien terinfeksi HIV dengan AIHA. Highly

active antiretroviral therapy menyebabkan restorasi dan peningkatan imunitas yang

diperantarai sel T. Pada pasien yang mengalami AIHA ringan yang hanya berupa tes

DAT positif atau hanya berupa hemolisis minimal, hematokrit stabil umumnya tidak

membutuhkan terapi dan hanya diobservasi jika terjadi perburukan klinis AIHA.1

Page 20: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Glukokortikoid tetap merupakan terapi lini pertama AIHA, terapi ini

merupakan terapi empiris. Mekanisme aksi glukokortikoid pada AIHA berupa supresi

produksi autoantibodi, mereduksi afinitas autoantibodi dan menurunkan destruksi

eritrosit oleh makrofrag di limpa, ini mungkin terjadi melalui penurunan ekspresi

reseptor Fcy.12

Transfusi dilakukan pada pasien AIHA harus selalu berdasarkan status klinis

pasien, penyakit penyerta dan kadar hemoglobin. Transfusi boleh segera dilakukan

pada pasien AIHA dengan anemia berat. Jika anemia mengancam nyawa maka

transfusi tidak boleh ditunda walaupun terdapat kemungkinan ancaman hemolisis.7, 20

Pasien selama perawatan mendapatkan transfusi PRC karena menderita

beberapa penyakit penyerta dan akan menjalani operasi, setelah keadaan umum

membaik direncakan akan dilanjutkan pemberian ARV (anti retroviral) saat kontrol

di poli VCT.

Page 21: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Bab III

PENUTUP

3.1 Ringkasan

Telah dilaporkan kasus AIHA pada seorang penderita koinfeksi HIV dan

hepatitis C. Manifestasi klinis AIHA tidak tampak pada pasien ini seperti kasus AIHA

pada umumnya, hal ini umum terjadi pada kasus AIHA sekunder. Pemeriksaan DAT

positif pada pasien sebagai dasar kecurigaan AIHA pada pasien ini.

Tatalaksana AIHA ringan yang hanya berupa DAT positif saja atau hemolisis

ringan tidak perlu terapi khusus. Keputusan pemberian imunosupresan pada AIHA

dapat dimulai pada AIHA sedang yaitu adanya tanda-tanda hemolisis yang signifikan.

Pemberian transfusi PRC pada pasien AIHA didasarkan atas kondisi klinis, adanya

penyakit komorbid atau ada tidaknya tindakan operasi yang akan dijalani pasien.

Page 22: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

Daftar Pustaka

1. Sherry NL, Wooley IJ, Korman TM. Autoimmune hemolytic anemia: an

unusual presentation of HIV seroconversion disease. AIDS 2010; 24(12): 1968

– 70

2. Virmani S, Bhat R, Rao R, Khanna R, Agarwal L. A rare cause of anemia in

HIV/AIDS. J Clin & Diag Res 2017; 11(8): OD01 – 2

3. Patsiornik Y, Nesa M, Foss S, Bernstein M, Burton J. Impact of Human

Immunodeficiency infection on incidence of Autoimmune Hemolytic Anemia

(AIHA) in Patients with Hepatitis C; Correlation the genotype of Hepatitis C

virus and AIHA. Blood 2008; 112: 4580 – 90

4. Singal AK, Anand BS. Management of hepatitis C virus infection in HIV/HCV

co-infected patients: Clinical review. World J Gastroenterol 2009; 15(30): 3713

– 24

5. Olayemi E, Awodu OA, Bazuaye GN. Autoimmune hemolytic anemia in HIV-

infected patients: a hospital based study. Ann of African Med 2008; 7(2): 72 – 6

6. Leibman HA, Weitz IC. Autoimmune hemolytic anemia. Med Clin N Am 2016;

9(7): 1 – 9

7. Allard S, Hill QA. Autoimmune haemolytic anaemia. ISBT science series 2016;

1: 85 – 92

8. Luzatto L. Hemolytic anemias and anemia due to acute blood loss. In: Kasper

DL, Hauser SL, Jameson JL, Faucy AS, Longo DL, Loscalzo J, eds. Harrison’s

hematology and oncology 3rd

edition. New York: Mc Graw Hill; 2017. Pp 111 –

30

9. Berentsen S. Role of complement in autoimmune hemolytic anemia. Transfus

Med Hemother 2015; 42: 303 – 10

10. Berentsen S, Randen U, Tjonnfjord GE. Cold agglutinin-mediated autoimmune

hemolytic anemia. Hematol Oncol Clin North Am 2015; 29: 455 – 71

11. Chen M, Daha MR, Kallenberg CG. The complement system in systemic

autoimmune disease. J autoimmun 2010; 34: J276 – 86

12. Go RS, Winters JL, Kay NE. How I treat autoimmune hemolytic anemias.

Blood 2017; 116(11): 1 – 30

13. Martinez V, Diemert MC, Braibant M, Potard V, Charuel JL, Barin F,

Costagliola D, Caumes E, Clauvel JP, Autran B, Musset L. Anticardiolipin

Page 23: LAPORAN KASUS MASALAH DIAGNOSIS AUTOIMMUNE …

antibodies in HIV infection are independently associated with antibodies to the

membrane proximal external region of gp41 and with cell-associated HIV DNA

and immune activation. Clin Infect Dis 2009; 48(1): 123 – 32

14. Okoyee AA, Picker LJ. CD4(+) T-cell depletion in HIV infection: mechanism

of immunological failure. Immunol Rev 2013; 254: 54 – 64

15. Iordache L, Launay O, Bouchaud O, Jeantils V, Goujard C, Boue F, Cacoub P,

Hanslik T, Mahr A, Lambotte O, Fain O. Autoimmune diseases in HIV-infected

patients: 52 cases and literature review. Autoimmun Rev 2014; 4(5): 1 – 8

16. Davis GL. Hepatitis C. In: Schiff ER, Sorrel MF, Maddrey WC, eds. Schiff’s

diseases of the liver 10th

edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins;

2011. Pp. 808 – 44

17. Samuel DG, Rees IW. Extrahepatic manifestations of hepatitis C virus (HCV).

Frontline Gastroent 2013; 4: 249 – 54

18. Dufour JF, Pradat P, Riuvard M, Hot A, Dumontet C, Broussolle C, Trepo C,

Seve P. Severe autoimmune cytopenias in treatment-naïve hepatitis C virus

infection: clinical description of 16 cases. European J of Gastroent & Hep 2009;

21(3): 245 – 53

19. Paroli M, Iannucci G, Accapezzato D. Hepatitis C virus infection and

autoimmune diseases. Int J of Gen Med 2012; 5: 903 – 7

20. Yilmaz F, Vural F. Autoimmune hemolytic anemia: Focusing on therapy

according to classification. SOJ Immunol 2017; 5(1): 1 – 6