Daftar Penyakit Autoimmune

24
Daftar Penyakit autoimmune Tubuh manusia memiliki kapasitas untuk melawan segala jenis bahaya eksternal. Demikian pula organ-organ internal kita lakukan mengambil bantuan antibodi untuk menargetkan sel-sel yang tidak diinginkan dan jaringan. penyakit autoimun adalah sama halnya dengan yang tidak diinginkan dan tidak pantas. jenis penyakit tersebut ditemukan di kedua manusia dan hewan Hal ini pasti dianggap berisiko dan mempengaruhi perempuan lebih dari laki-laki. Seharusnya tidak bingung dengan infeksi. Telah cepat terlihat sejak awal abad ke-19. Ada banyak jenis penyakit autoimun yang telah ada sejak cukup lama. Sebuah mengintip sebentar ke dalam mereka akan membantu Anda untuk memahami mereka lebih baik. Penyakit Addison terjadi ketika sekresi steroid berhenti. Kelenjar adrenal tidak melakukan peran mereka karena hypocortisolism. Kebanyakan gejala umum nyeri otot, kehilangan berat badan, berkeringat, pusing muntah, dan perubahan kepribadian. Akut yang menyebar Encephalomyelitis pemicu karena infeksi parasit. demam virus juga mudah diasosiasikan dengan ADE. Gejala-gejala umum termasuk pembengkakan otak, mengantuk, demam dan koma. Kortikosteroid dan obat-obatan seperti Methylprednisolone sangat penting untuk perawatan. Alopecia areata berkaitan dengan rambut rontok. Hilangnya rambut dapat menempel dengan bagian lain dari tubuh. Ankylosing Spondylitis target dan mempengaruhi tulang belakang dan sacroilium. Latihan adalah salah satu solusi untuk mengurangi rasa sakit sebagai pengobatan untuk ini tidak selalu berhasil. Autoimun Hemolytic Anemia adalah suatu situasi di mana sel darah merah diserang dan orang pengalaman sakit dada dan sesak napas. Autoimmune hepatitis mempengaruhi hati dan menyebabkan ruam, sakit kuning, dan infeksi virus lainnya. penyakit autoimun telinga bagian dalam mempengaruhi telinga dan menyebabkan gangguan pendengaran. Pemphigoid bulosa adalah penyakit kulit biasanya yang mempengaruhi kulit, menyebabkan ruam, gusi, ulkus mulut, perdarahan. Obat-obatan termasuk krim kulit. Penyakit seliaka adalah penyakit yang disebabkan di usus kecil. Diare serta kelelahan adalah gejala umum. penyakit lainnya termasuk Chagas Disease, Chrohn's Disease, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, dermatomiositis, Endometriosis, sindrom Goodpasture, penyakit Graves's, Guillain Barre Syndrome, penyakit Hashimoto, Hidradenitis suppurativa, Kawasaki penyakit, Vitiligo, morphea, sistitis interstisial, Lupus Eritematosus, Campuran jaringan ikat penyakit, Multiple sclerosis, Myasthenia Gravis, Narkolepsi, Neuromyotonia, Anemia pernisiosa, pemphigus vulgaris, psoriasis, psoriasis arthritis, polymyositis, skizofrenia, Scleroderma.

Transcript of Daftar Penyakit Autoimmune

Daftar Penyakit autoimmuneTubuh manusia memiliki kapasitas untuk melawan segala jenis bahaya eksternal. Demikian pula organ-organ internal kita lakukan mengambil bantuan antibodi untuk menargetkan sel-sel yang tidak diinginkan dan jaringan. penyakit autoimun adalah sama halnya dengan yang tidak diinginkan dan tidak pantas. jenis penyakit tersebut ditemukan di kedua manusia dan hewanHal ini pasti dianggap berisiko dan mempengaruhi perempuan lebih dari laki-laki. Seharusnya tidak bingung dengan infeksi. Telah cepat terlihat sejak awal abad ke-19. Ada banyak jenis penyakit autoimun yang telah ada sejak cukup lama. Sebuah mengintip sebentar ke dalam mereka akan membantu Anda untuk memahami mereka lebih baik. Penyakit Addison terjadi ketika sekresi steroid berhenti. Kelenjar adrenal tidak melakukan peran mereka karena hypocortisolism. Kebanyakan gejala umum nyeri otot, kehilangan berat badan, berkeringat, pusing muntah, dan perubahan kepribadian. Akut yang menyebar Encephalomyelitis pemicu karena infeksi parasit. demam virus juga mudah diasosiasikan dengan ADE. Gejala-gejala umum termasuk pembengkakan otak, mengantuk, demam dan koma. Kortikosteroid dan obat-obatan seperti Methylprednisolone sangat penting untuk perawatan. Alopecia areata berkaitan dengan rambut rontok. Hilangnya rambut dapat menempel dengan bagian lain dari tubuh. Ankylosing Spondylitis target dan mempengaruhi tulang belakang dan sacroilium. Latihan adalah salah satu solusi untuk mengurangi rasa sakit sebagai pengobatan untuk ini tidak selalu berhasil. Autoimun Hemolytic Anemia adalah suatu situasi di mana sel darah merah diserang dan orang pengalaman sakit dada dan sesak napas. Autoimmune hepatitis mempengaruhi hati dan menyebabkan ruam, sakit kuning, dan infeksi virus lainnya. penyakit autoimun telinga bagian dalam mempengaruhi telinga dan menyebabkan gangguan pendengaran. Pemphigoid bulosa adalah penyakit kulit biasanya yang mempengaruhi kulit, menyebabkan ruam, gusi, ulkus mulut, perdarahan. Obat-obatan termasuk krim kulit. Penyakit seliaka adalah penyakit yang disebabkan di usus kecil. Diare serta kelelahan adalah gejala umum.penyakit lainnya termasuk Chagas Disease, Chrohn's Disease, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, dermatomiositis, Endometriosis, sindrom Goodpasture, penyakit Graves's, Guillain Barre Syndrome, penyakit Hashimoto, Hidradenitis suppurativa, Kawasaki penyakit, Vitiligo, morphea, sistitis interstisial, Lupus Eritematosus, Campuran jaringan ikat penyakit, Multiple sclerosis, Myasthenia Gravis, Narkolepsi, Neuromyotonia, Anemia pernisiosa, pemphigus vulgaris, psoriasis, psoriasis arthritis, polymyositis, skizofrenia, Scleroderma.

Berbagai Penyakit DefisiensiImunPenyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain yang mengganggu sistem imun, dan banyak yang merupakan akibat kelainan genetik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefiensi angka kejadiannya tidak tinggi. Karena itu selalu pertimbangkan kondisi lain yang membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle cell, diabetes, kelainan jantung bawaan, malnutrisi, splenektomi, enteropati, terapi imunosupresif dan keganansan.PenyebabPenyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait padaX-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal .Penyebab defisiensi imunDefek genetikDefek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin)Defek gen tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase padaX-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T)Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (misalcommon variable immunodeficiency)

Obat atau toksinImunosupresan (kortikosteroid, siklosporin)Antikonvulsan (fenitoin)

Penyakit nutrisi dan metabolikMalnutrisi ( misal kwashiorkor)Protein losing enteropathy(misal limfangiektasia intestinal)Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II)Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis)

Kelainan kromosomAnomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)

InfeksiImunodefisiensi transien (pada campak dan varicella )Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital)

(sumber Stiehm dkk, 2005)Klasifikasi PenyakitPada awalnya penamaan imunodefisiensi melekat pada nama penemu, tempat kasus ditemukan, pola imunoglobulin, atau dugaan patomekanisme. Karenanya dapat terjadi ada dua penamaan pada penyakit defisiensi yang sama, dan sering menimbulkan kerancuan. Karenanya International Union of Immunological Societies (IUIS, dahulu WHO Expert Committee) membuat nomenklatur penyakit defisiensi imun primer dan sekunder seperti pada tabel berikut.Nomenklatur penyakit defisiensi imun primer dan sekunder IUIS 2003Kelompok dan PenyakitInheritansiKelompok dan PenyakitInheritansi

A. Defisiensi predominan antibodi1. XL agamaglobulinemia2. AR agamaglobulinemia3. Sindrom hiper IgM4. XL5. Defek AID6. Defek CD407. Defek AR lainnya8. Delesi gen Ig rantai berat9. Mutasi defisiensi rantai 10. Defisiensi selektif kelas IgG11. Defisiensi selektif IgA12. Defisiensi antibodi dengan kadar Igs normal atau meningkat13. Imunodefisiensi variasi umum14. Hipogamaglobulinemia transien pada bayiXLARXLARARARAR?Variabel?Variabel?1. Teleangiektasis-ataksia2. Anomali DiGeorge3. Defisiensi CD4 primer4. Defisiensi CD7 primer5. Defisiensi IL-26. Defisiensi sitokin multipel7. Defisiensi signal transduksiD. Defek fungsi fagosit1. Penyakit granulomatosa kronik2. XL3. ARA. Defisiensi phox p22B. Defisiensi phox P47C. Defisiensi phox P57D. Defek adesi leukosit 1E. Defek adesi leukosit 2F. Defisiensi neutrofil G6PDAR?XLARARARXL

B. Imunodefisiensi kombinasi1. T-B+ SCID2. X-linked (defisiensi c)A. Resesif autosomal (defisiensi Jak3)3. T-B+ SCID4. Defisiensi RAG-1/25. Defisiensi ADA6. Disgenesis retikular7. Defek artemis8. T-B+ SCID9. Sindrom Omenn10. Defisiensi IL-2R11. Defisiensi fosforilase purin nukleosida12. Defisiensi MHC kelas II13. Defisiensi MHC kelas I disebabkan oleh defek TAP-214. Defisiensi CD3 atau CD315. Defisiensi CD8 (defek ZAP-70)XLARARARARARARARARARARARAR1. Defisiensi mieloperoksidase2. Defisiensi granul sekunder3. Sindrom Schwachman4. Neutropenia kongenital berat (Kostmann)5. Neutropenia siklik (defek elastase)6. Defek leukosit mikobakterial Defisiensi IFN-R1 atau R2 Defisiensi IFN-R1 Defisiensi IL-12R1 Defisiensi IL-12p40 Defisiensi STAT1E. Imunodefisiensi terkait kelainanlimfoproliferatif1. Defisiensi Fas2. Defisiensi ligan Fas3. Defisiensi FLICA atau caspase 84. Tidak diketahui (defisiensi caspase 3)ARARAR ARARARARADARARADAD

C. Imunodefisiensi selular lainnya19. Sindrom Wiskott-AldrichXLF. Defisiensi komplemen41. Defisiensi C1qAR

F. Defisiensi komplemen (lanjutan)1. Defisiensi C1r2. Defisiensi C43. Defisiensi C24. Defisiensi C35. Defisiensi C56. Defisiensi C67. Defisiensi C78. Defisiensi C89. Defisiensi C810. Defisiensi C911. Inhibitor C112. Defisiensi faktor I13. Defisiensi faktor H14. Defisiensi faktor D15. Defisiensi properdinG. Imunodefisiensi terkait denganatau sekunder penyakit lainInstabilitas kromosom atau defek perbaikan1. Sindrom Bloom2. Anemia Fanconi3. Sindrom ICF4. Sindrom kerusakan Nijmegen5. Sindrom Seckel6. Pigmentosum XerodermaDefek kromosom1. Sindrom Down2. Sindrom Turner3. Delesi kromosom cincin 18Abnormalitas skeletal1. Short-limbed skeletal dysplasia2. Hipoplasia rambut-kartilagoImunodefisiensi dengan retardasi pertumbuhan umum1. Displasia imuno-oseus Schimke2. Imunodefisiensi tanpa ibu jari3. Sindrom DubowitzARAR AR ARARARARARARXLADAR ARARXL1. Retardasi pertumbuhan, anomali wajah dan imunodefisiensi2. Progeria (Sindrom Hutchinson-Gilford)Imonodefisiensi dengan defek dermatologi1. Albinisme parsial2. Diskeratosis kongenital3. Sindrom Netherton4. Enterohepatika akrodermatitis5. Displasia ektoderma anhidrotik6. Sindrom Papillon-LefevreDefek metabolik herediter1. Defisiensi transkobalamin 22. Asidemia metilmalonik3. Asiduria orotik herediter tipe 14. Defisiensi karboksilase biotin-dependen5. Manosidosis6. Penyakit penyimpanan glikogen, tipe 1b7. Sindrom Chediak-HigashiHiperkatabolisme imunoglobulin1. Hiperkatabolisme familial2. Limfangiektasia intestinalH. Imunodefisiensi lainnya1. Sindrom hiper IgE2. Kandidiasis mukokutaneus kronik3. Kandidiasis mukokutaneus kronik dengan poliendokrinopati (APECED)4. Hiposplenia herediter atau kongenital atau asplenia5. Sindrom Ivemark6. Sindrom IPEX7. Displasia ektodermal (defek NEMO)ARXLXL

AD = autosomal dominan; ADA = adenosine deaminase; AID = activation-induced cytidine deaminase; AR = autosomal recessive, capsace = cysteinyl; aspartate = specific proteinase; FLICE = Fas-associating protein with death domain-like Il-1 converting enzyme; G6PD = glucose 6-phosphate dehydorgenase; ICF = immunodeficiency, centromeric instability, facial anomalies; IFN = interferon; Ig = immunoglobulin; IL = interleukin; IPEX = immune dysregulation, polyendocrinopathy, enteropathy; MHC = major histocompatibility complex; NEMO = IKK-gamma; SCID = severe combined immunodeficiency; TAP-2 = transporter associated with antigen presentation, XL = X-linked(sumber IUIS Scientific Committee, 2003)Klasifikasi defisiensi imun primerDefisiensi imun humoral (sel B)Hipogamaglobulinemia x-linked (hipogamaglobulinemia kongenital)Hipogamaglobulinemia transien (pada bayi)Defisiensi imun tak terklasifikasi, umum, bervariasi (hipogamaglobulinemia didapat) Defisiensi imun dengan hiperIgM Defisiensi IgA selektif Defisiensi imun IgM selektif Defisiensi sub kelas IgG selektif Defisiensi sel B sekunder berhubungan dengan obat, kehilangan protein Penyakit limfoproliferatif x-linked

Defisiensi imun selular (sel T)Aplasia timus kongenital (sindrom DiGeorge)Kandidiasis mukokutaneus kronik (dengan atau tanpa endokrinopati)Defisiensi sel T berhubungan dengan defisiensi purin nukleosid fosforilase Defisiensi sel T berhubungan dengan defek glikoprotein membran Defisiensi sel T berhubungan dengan absen MHC kelas I dan atau kelas II (sindrom limfosit telanjang)

Defisiensi imun gabungan humoral (sel B) dan selular (sel T)Defisiensi imun berat gabungan (autosom resesif, x-linked, sporadik)Defisiensi imun selular dengan gangguan sintesis imunoglobulin (sindrom Nezelof)Defisiensi imun dengan ataksia teleangiektasis Defisiensi imun dengan eksim dengan trombositopenia (sindrom Wiskott-Aldrich) Defisiensi imun dengan timoma Defisiensi imun dengan short-limbed dwarfism Defisiensi imun dengan defisiensi adenosin deaminase Defisiensi imun dengan defisiensi nukleosid fosforilase Defisiensi karboksilase multipel yang tergantung biotin Penyakit graft-versus-host Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS)

Disfungsi fagositPenyakit granulomatosis kronikDefisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenaseDefisiensi mieloperoksidase Sindrom Chediak-Higashi Sindrom Job Defisiensi tuftsin Sindrom leukosit malas Peninggian IgE, defek kemotaksis dan infeksi rekuren

(sumber AJ Amman, 1991)Defisiensi antibodi primerPenyebab defisiensi antibodi primerUsia (tahun)AnakDewasa

< 2Transient hypogammaglobulinaemia of infancyX-linked agammaglobulinaemiaHyper-IgM with immunoglobulin deficiencyDapat terjadi, namun jarangDapat terjadi, namun jarang

3-15Selective antibody deficienciesCommon variable immunodeficiencySelective IgA deficiency

16-50Selective antibody deficienciesCommon variable immunodeficiencySelective IgA deficiency

> 50Antibody deficiencies with thymoma

(sumber Chapel H, 1999)Transient hypogammaglobulinaemia of infancyAntibodi IgG maternal secara aktif ditransfer melalui plasenta ke sirkulasi fetal mulai dari bulan ke-4 gestasional dan mencapai puncaknya saat 2 bulan terakhir. Saat lahir, bayi mempunyai kadar IgG serum yang sama dengan ibu. Katabolisme IgG maternal hanya dikompensasi sebagian oleh IgG yang dibentuk bayi. Periode 3-6 bulan merupakan fase hipogamaglobulinemia fisiologik. Bayi normal tidak terlalu rawan terhadap infeksi karena masih terdapat antibodi yang berfungsi meskipun kadar IgG rendah.Namun kadar IgG akan sangat kurang apabila IgG yang didapat dari ibu sedikit, seperti pada prematuritas. Bayi-bayi yang lahir pada minggu gestasi ke 26-32 mungkin membutuhkan perawatan intensif agar dapat bertahan hidup, di sisi lain perawatan invasif dapat meningkatkan risiko infeksi. Terapi pengganti imunoglobulin dapat bermanfaat pada bayi berat lahir rendah di negara dengan prosedur invasif dan insidens infeksi bakteri cukup tinggi, sampai bayi tersebut mampu memproduksi antibodi protektif sendiri.Hipogamaglobulinemia transien juga dapat terjadi bila bayi lambat dalam memproduksi IgG. Dengan menurunnya kadar IgG serum yang diperoleh dari ibu, bayi lebih rawan mendapat infeksi piogenik rekuren. Pembentukan IgG secara spontan dapat membutuhkan waktu berbulan-bulan. Keadaan ini harus dapat dibedakan dari hipogamaglubulinemia patologik, karena ada perbedaan tatalaksana. Pada sebagian besar bayi, bayi tetap sehat dan tidak memerlukan terapi spesifik, bahkan jika kadar imunoglobulin di bawah ambang normal. Apabila terjadi infeksi berat, dapat diberikan antibiotik profilaksis. Hal ini mungkin dibutuhkan dalam jangka waktu 1-2 tahun sampai sintesis IgG endogen mencukupi.X-linked agammaglobulinaemia (Brutons disease)Anak laki-laki denganX-linked agammaglobulinaemia (XLA)biasanya menunjukkan infeksi piogenik rekuren antara usia 4 bulan sampai 2 tahun, biasanya rawan terhadap infeksi enterovirus yang dapat mengancam nyawa.Pada sebagian besar pasien, sel B matur tidak ada namun jumlah sel T normal atau bahkan meningkat. Tidak ditemukan sel plasma pada sumsum tulang, nodus limfe atau saluran cerna. Diferensiasi sel pre-B menjadi sel B tergantung pada enzim tirosin kinase (dikenal denganBrutons tyrosin kinase, Btk), yang mengalami defisiensi pada pasien XLA (Gambar 28-2). Gen untuk enzim ini terletak pada lengan panjang kromosom X dan ekspresinya hanya terbatas pada perkembangan sel B.Diagnosis berdasarkan pada penemuan kadar semua isotop imunoglobulin serum yang sangat rendah, tidak adanya limfosit B matur di sirkulasi dan mutasi gen Btk. Identifikasi gen dapat berguna dalam mengidentifikasi perempuan karier yang asimtomatik, dan dilakukan saat prenatal. Tatalaksana berupa imunoglobulin pengganti.Hyper-IgM antibody deficiencyBeberapa anak dengan defisiensi antibodi mempunyai kadar IgM serum yang normal atau meningkat. Anak-anak tersebut juga mempunyai risiko tambahan terhadap infeksiPneumocystis carinii, yang secara normal terjadi pada defek sel T. Hal ini menunjukkan defek pada defisiensi antibodi ini tidak hanya terbatas pada defek sel B. Penyakit terkait kromosom X ini disebabkan oleh kegagalan molekul aksesori ligan CD40 pada sel T, yang bereaksi dengan CD40 pada sel B untuk merangsang perubahan IgM menjadi IgG atau IgA pada sel B yang terstimulasi antigen (Gambar 28-2). Tatalaksana berupa imunoglobulin pengganti dan uji genetik untuk perempuan karier.Common variable immunodeficiencyCommon variable immunodeficiency (CVID)merupakan penyakit heterogen yang terjadi dapat pada anak atau dewasa. Banyak pasien tidak terdiagnosis sampai usia dewasa. Sebagian besar pasien CVID mempunyai kadar IgG dan IgA serum yang sangat rendah dengan kadar IgM normal atau sedikit menurun dan jumlah sel B yang normal. Meskipun jarang terjadi, namun CVID merupakan defisiensi antibodi primer simtomatik yang paling umum terjadi. Terapi berupa imunoglobulin pengganti.Selective antibody deficienciesDefisiensi selektif salah satu atau lebih subklas IgG sering tidak terdeteksi karena kontribusi IgG1 terhadap IgG total yang relatif besar (70%) sehingga dapat mempertahankan kadar IgG normal.Aktivitas utama subklas antibodi menentukan jenis infeksi. Antibodi IgG2 mendominasi respons antibodi pada anak lebih tua dan dewasa terhadap antigen polisakarida, seperti pada organisme berkapsul, contohnyaStreptococcus pneumoniaedanHaemophilus influenzae.Oleh karena itu defisiensi IgG2 menyebabkan individu terpajan terhadap infeksi saluran nafas berulang, septikemia pneumokokus atau meningitis. Respons antibodi terhadap antigen protein seperti virus atau toksoid, dikaitkan dengan subklas IgG1 dan IgG3. Pada pasien dengan defisiensi salah satu subklas IgG, peningkatan kadar subklas IgG lain akan mengkompensasi untuk menjaga kadar IgG normal.Anak di bawah 2 tahun tidak berespons terhadap antigen polisakarida dan mempunyai kadar IgG2 yang rendah. Respons antibodi spesifik IgG2 berkembang perlahan dan mencapai kadar puncak seperti dewasa pada usia 4-6 tahun. Oleh karena itu, anak usia muda rawan terkena infeksi oleh organisme berkapsul polisakarida. Defisiensi IgG1 dan IgG3 biasa terjadi bersamaan, menyebabkan resposn imun yang kurang baik terhadap antigen protein dan dikaitkan dengan infeksi rekuren. Defisiensi subklas IgG juga dikaitkan dengan defisiensi IgA dan dikaitkan dengan masalah paru.Selective IgA deficienciesDefek ini merupakan defek primer yang sering ditemukan pada imunitas spesifik. Defek ditandai dengan kadar IgA serum yang sangat rendah atau tidak terdeteksi dengan konsentrasi IgG dan IgM yang normal. Defisiensi IgA selektif menyebabkan individu terpajan pada infeksi bakteri rekuren, penyakit autoimun dan intoleransi makanan (susu). Sekitar 1/5 pasien dengan defisiensi IgA selektif mempunyai antibodi terhadap IgA, sehingga dapat terjadi reaksi simpang setelah tranfusi darah atau plasma.Komplikasi defisiensi antibodiTerdapat berbagai variasi komplikasi pada pasien dengan defisiensi antibodi. Sepsis kronik pada saluran nafas atas dan bawah dapat menyebabkan otitis media kronik, ketulian, sinusitis, bronkiektasis, fibrosis pulmonal dan kor pulmonal. Penyakit gastrointestinal ringan seperti sindrom anemia pernisiosa lebih umun terjadi, namun berbeda dengan anemia pernisiosa klasik. Pada anemia ini tidak terdapat autoantibodi terhadap sel parietal dan faktor intrinsik serta terdapat atrofi gastritis pada seluruh lambung tanpaantral sparing. Diare, tanpa atau dengan malabsorpsi, lebih sering disebabkan oleh infestasiGiardia lamblia, pertumbuhan bakteri berlebihan di usus kecil atau infeksi persisten olehCryptosporidium, Campylobacter,rotavirus atau enterovirus. Fenomena autoimun merupakan kejadian yang umum, sebanyak 15% muncul sebagai anemia hemolitik autoimun dan trombositopenia autoimun. Artropati terjadi pada 12% defisiensi antibodi. Beberapa pasien dapat terkena artritis kronik pada sendi besar dan artritis monoartikular tanpa terdapat faktor reumatoid.Pasien denganX-linked agammaglobulinaemiadan CVID rawan terhadap infeksi kronik echovirus, dan menyebabkan meningoensefalitis persisten. Pasien dengan defisiensi imun yang melibatkan imunitas humoral dan/atau seluler mempunyai risiko 10-200 kali lipat untuk terkena penyakit keganasan.Kombinasi defisiensi primer sel T dan sel BDepresi imunitas sel T biasanya disertai dengan variasi abnormalitas fungsi sel B. Hal ini menunjukkan kerjasama sel T dan B dalam produksi antibodi terhadap sebagian antigen. Defisiensi berat ini biasanya muncul dalam bulan pertama kehidupan (Tabel 28-5). Bayi yang sama sekali gagal dalam fungsi limfosit T dan B akan terkena defisiensi imun kombinasi berat(severe combined immunodeficiency, SCID)(Tabel 28-6).Tanda defisiensi imun kombinasi yang beratTerdapat pada minggu atau bulan pertama kehidupan Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandingkan bakteri Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis) Infeksi respiratorius danoral thrushumum terjadi Terjadifailure to thrivetanpa adanya infeksi Limfopenia ditemui pada hampir semua bayi

(Dikutip dengan modifikasi dari Chapel H, 1999)SCID berdasarkan ada tidaknya sel T dan sel BKondisiDefek fungsiPatogenesisKeturunanKeterangan

T- B+ SCIDX linkedResesif autosomKegagalan CMI dan antibodySel NK abnormalKegagalan CMI dan antibodySel NK abnormalDefisiensi reseptor IL (rantai )Defisiensi sitokin kinaseX linked Resesif autosom40% kasus SCID5% kasus SCID

T- B- SCIDResesif autosomDefisiensi adenosin deaminase (ADA)Disgenesis retikularKegagalan CMI dan antibodiKegagalan CMI dan antibodiKegagalan CMI, antibodi dan fagositTidak ada diferensiasi karena defek RAG1/2Defek struktur koding untuk ADA menyebabkan akumulasi metabolit toksik di limfoblas (T & B)Tidak ada sel stemResesif autosomResesif autosomResesif autosom20% kasus SCID20% kasus SCIDKemungkinan hidup tidak ada

Defisiensi MHC kelas I(bare lymphocyte syndrome)Sel T dan B normal, namun CMI dan antibodi rusakKegagalan ekspresi antigen MHC kelas I karena defek transkripsi TAP-2Resesif autosomJarang

Defisiensi MHC kelas IIKegagalan presentasi antigen ke sel T CD4+Defek transkripsi protein MHC kelas IIResesif autosom< 5% kasus SCID

Defisiensi CD3 Kegagalan aktivasi CD3Defisiensi IL-2Kegagalan aktivasi sel T CD4+Defek transkripsi Defek transduksi signal, seperti defisiensi ZAP-70Gagal produksi sitokinResesif autosom Resesif autosomTidak diketahuiJarang

CMI, cell mediated immunity; IL, interleukin; RAG, recombination activation genes; TAP, transporter associated with antigen processing; ZAP-70, suatu tirosin kinase intraseluler(Dikutip dengan modifikasi dari Chapel H, 1999)Defek primer pada imunitas non-spesifikImunitas humoral spesifik membutuhkan mekanisme efektor non-spesifik untuk kerjanya. Mikroorganisme yang telah diopsonisasi oleh antibodi IgG siap untuk terikat dan difagosit oleh sel fagosit. Lisis bakteri yang tergantung komplemen juga membutuhkan jalur komplemen berfungsi dengan baik, demikian pula pada kompleks antibodi-komplemen.Defek fungsi neutrofilPeran utama neutrofil adalah memfagosit, menghancurkan dan mengolah mikroorganisme yang menginvasi, terutama bakteri dan jamur. Defek pada neutrofil dapat bersifat kuantitatif (neutropenia) atau kualitatif (disfungsi neutrofil), namun manifestasi klinisnya sama.Jumlah neutrofil yang bersirkulasi normalnya melebihi 1,5109/l. Neutropenia ringan biasanya asimtomatik, namun derajat sedang sampai berat dihubungkan dengan peningkatan risiko dan keparahan infeksi (infeksi akan mengancam nyawa bila jumlah neutrofil di bawah 0,5109/l). Neutropenia lebih umum ditemukan dibandingkan disfungsi neutrofil, dan penyebab sekunder neutropenia lebih umum dibandingkan penyebab primernya, namun bentuk primer (kongenital) ini bersifat fatal (Tabel 28-7). Neutropenia sering terjadi akibat efek samping dari kemoterapi untuk penyakit keganasan.Beberapa penyebab neutropeniaa. Penurunan produksi dengan hipoplasia sumsum1. Primera. Neutropenia kronik jinakb. Neutropenia siklikalc. Bentuk kongenital lainnya dan neutropenia familial2. Sekunder Obat sitotoksik Leukemia Anemia aplastik Infeksi Reaksi obat

b. Peningkatan destruksi dengan hiperplasia sumsum1. Hipersplenisme2. Neutropenia imun

(Dikutip dengan modifikasi dari Chapel H, 1999)Fungsi neutrofil dapat dibagi dalam beberapa stadium dan defek kualitatif dapat diklasifikasikan sesuai tahapan fungsi yang terganggu. Pergerakan neutrofil yang menurun dapat timbul tanpa dikaitkan dengan defek fagositosis dan mekanisme penghancuran. Fungsi opsonisasi yang kurang karena defisiensi antibodi berat atau kadar C3 yang rendah dapat meningkatkan kerawanan terhadap infeksi, hal ini diperberat bila neutrofil mempunyai fungsi fagosit yang buruk, baik primer atau sekunder.Apabila mekanisme penghancuran intraseluler gagal, bakteri yang difagosit dapat bertahan dan berproliferasi di dalam lingkungan intraseluler, bebas dari efek antibodi dan antibiotik. Contohnya adalah sindrom penyakit granulomatosa kronik(chronic granulomatous disease, CGD), yang timbul akibat kegagalan produksi radikal oksigen bakterisidal selama prosesrespiratory burstdalam aktivasi fagositosis. Tipe klasik CGD diturunkan sebagai kelainanX-linked recessive, dan biasanya muncul dalam 2 bulan pertama, meskipun diagnosis mungkin baru ditegakkan saat dewasa muda. Komplikasi yang muncul dapat berupa limfadenopati regional, hepatosplenomegali, abses hepar dan osteomielitis. Tatalaksana CGD meliputi antibiotik profilaksis (biasanya kotrimoksazol) dan antifungal bila diperlukan.Defisiensi komplemenAktivitas komplemen yang rusak biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit yang menggunakan komplemen melalui jalur klasik atau alternatif. Contohnya adalah penyakit lupus eritematosus sistemik yang mengkonsumsi jalur klasik kompenen komplemen C1, C4 dan C2 dan mengakibatkan rusaknya kemampuan komplemen untuk melarutkan kompleks imun.Pada manusia, defisiensi komponen komplemen yang diturunkan dikaitkan dengan sindrom klinik. Banyak pasien dengan defisiensi C1, C4 atau C2 mempunyailupus-like syndrome, seperti ruam malar, artralgia, glomerulonefritis, demam atau vaskulitis kronik dan infeksi piogenik rekuren. Antinuklear dan antibodi anti-dsDNA dapat tidak ditemukan. Adanya defisiensi komponen komplenen jalur klasik ini menurunkan kemampuan individu untuk eliminasi kompleks imun.Pasien dengan defisiensi C3 dapat terjadi secara primer atau sekunder, contohnya defisiensi inhibitor C3b, seperti faktor I atau H akan meningkatkan risiko untuk terkena infeksi bakteri rekuren. Individu biasanya terkena infeksi yang mengancam nyawa, seperti pneumonia, septikemia dan meningitis.Terdapat hubungan kuat antara defisiensi C5, C6, C7, C8 atau properdin dengan infeksi neiseria rekuren. Biasanya pasien mempunyai infeksi gonokokus rekuren, terutama septikemia dan artritis, atau meningitis meningokukos rekuren.Defisiensi inhibitor C1 merupakan defisiensi sistem komplemen diturunkan yang paling sering dan penyebab angioedema herediter.Defisiensi imun sekunderPenyebab sekunder defisiensi imun lebih umum dibandingkan penyebab primer. Kadar komponen imun yang rendah menunjukkan produksi yang menurun atau katabolisme (hilangnya komponen imun) yang dipercepat.Hilangnya protein yang sampai menyebabkan hipogamaglobulinemia dan hipoproteinemia terjadi terutama melalui ginjal (sindrom nefrotik) atau melalui saluran cerna (protein-losing enteropathy). Hilangnya imunoglobulin melalui renal setidaknya bersifat selektif parsial, sehingga kadar IgM masih dapat normal meskipun kadar IgG serum dan albumin menurun. Protein juga dapat hilang dari saluran cerna melalui penyakit inflamatorius aktif seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif dan penyakit seliak.Kerusakan sintesis paling nampak pada malnutrisi. Defisiensi protein menyebabkan perubahan yang mendalam pada banyak organ, termasuk sistem imun. Kerusakan produksi antibodi spesifik setelah imunisasi, dan defek pada imunitas seluler, fungsi fagosit dan aktivitas komplemen dihubungkan dengan nutrisi yang buruk, dan membaik setelah suplementasi diet protein dan kalori yang cukup.Pasien dengan penyakit limfoproliferatif sangat rentan terhadap infeksi. Leukemia limfositik kronik yang tidak diobati umumnya berhubungan dengan hipogamaglobulinemia dan infeksi rekuren yang cenderung bertambah berat dengan progresifitas penyakit. Limfoma Non-Hodgkin mungkin berhubungan dengan defek pada imunitas humoral dan seluler. Penyakit Hodgkin biasanya berhubungan dengan kerusakan yang nyata dari imunitas seluler, namun imunoglobulin serum masih normal sampai fase akhir penyakit.Risiko infeksi pasien dengan mieloma multipel 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Frekuensi infeksi oportunistik pada pasien dengan keganasan diseminata menandakan adanya defek imun, meskipun sulit membedakan efek imunosupresif dari penyakit ataupun efek pengobatan. Obat imunosupresif mempengaruhi beberapa aspek fungsi sel, terutama limfosit dan polimorf, namun hipogamaglobulinemia berat jarang terjadi. Pasien dengan obat untuk mencegah penolakan organ transplan juga dapat timbul infeksi oportunsistik meskipun tidak biasa. Bentuk iatrogenik lain dari defisiensi imun sekunder adalah yang berhubungan dengan splenektomi.Infeksi pada pejamu imunokompromaisIndividu yang secara alami atau medikal mengalami imunokompromais rentan terhadap infeksi. Sumber infeksi dapat berasal dari patogen umum yang juga menginvasi pada individu sehat, dan juga dari agen oportunistik. Dua hal penting dalam infeksi pada pejamu imunokompromais adalah sebagian besar infeksi disebabkan oleh patogen umum yang biasanya dapat diidentifikasi dan dikontrol dengan terapi yang tepat. Kedua, kesulitan terjadi karena organisme oportunistik sulit untuk diisolasi dan tidak berespons terhadap obat yang tersedia.Terdapat dua jalur masuk utama bagi organisme oportunistik, yaitu orofaring dan saluran cerna bagian bawah. Paru menjadi tempat tersering dalam infeksi pada pejamu imunokompromais. Manifestasi klinis berupa demam non-spesifik, dispnea dan batuk kering dengan gambaran foto dada infiltrat pulmonal. Namun sarana penunjang seperti sputum dan kultur darah tidak banyak membantu, lebih dipilih bilas bronkoalveolar, biopsi transbronkial dan biopsi paru terbuka. Pentingnya diagnosis dini dan tatalaksana sangat ditekankan mengingat infeksi paru pada pasien imunokompromasi memiliki angka mortalitas lebih dari 50%.MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSISDalam penegakan diagnosis defisiensi imun, penting ditanyakan riwayat kesehatan pasien dan keluarganya, sejak masa kehamilan, persalinan dan morbiditas yang ditemukan sejak lahir secara detail. Riwayat pengobatan yang pernah didapat juga harus dicatat, disertai keterangan efek pengobatannya, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila pernah dirawat, operasi atau transfusi juga dicatat. Riwayat imunisasi dan kejadian efek simpangnya juga dicari.Walaupun penyakit defisiensi imun tidak mudah untuk didiagnosis, secara klinis terdapat berbagai tanda dan gejala yang dapat membimbing kita untuk mengenal penyakit ini (Tabel 28-8). Sesuai dengan gejala dan tanda klinis tersebut maka dapat diarahkan terhadap kemungkinan penyakit defisiensi imun.Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan dengan yang diturunkan, dan 90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk defisiensi antibodi kongenital, infeksi rekuren biasanya terjadi mulai usia 4 bulan sampai 2 tahun, karena IgG ibu yang ditransfer mempunyai proteksi pasif selama 3-4 bulan pertama. Beberapa defisiensi antibodi primer bersifat diturunkan melalui autosom resesif atauX-linked. Defisiensi imunoglobulin sekunder lebih sering terjadi dibandingkan dengan defek primer.Pemeriksaan fisik defisiensi antibodi jarang menunjukkan tanda fisik diagnostik, meskipun dapat menunjukkan infeksi berat sebelumnya, seperti ruptur membran timpani dan bronkiektasis. Tampilan klinis yang umum adalah gagal tumbuh.Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran imunoglobulin serum dapat menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara kasar. Imunoglobulin yang sama sekali tidak ada (agamaglobulinemia) jarang terjadi, bahkan pasien yang sakit berat pun masih mempunyai IgM dan IgG yang dapat dideteksi. Defek sintesis antibodi dapat melibatkan satu isotop imunoglobulin, seperti IgA atau grup isotop, seperti IgA dan IgG. Beberapa individu gagal memproduksi antibodi spesifik setelah imunisasi meskipun kadar imunoglobulin serum normal. Sel B yang bersirkulasi diidentifikasi dengan antibodi monoklonal terhadap antigen sel B. Pada darah normal, sel-sel tersebut sebanyak 5-15% dari populasi limfosit total. Sel B matur yang tidak ada pada individu dengan defisiensi antibodi membedakaninfantile X-linked agammaglobulinaemiadari penyebab lain defisiensi antibodi primer dengan kadar sel B normal atau rendah.Gejala klinis penyakit defisiensi imunGejala yang biasanya dijumpaiInfeksi saluran napas atas berulangInfeksi bakteri yang beratPenyembuhan inkomplit antar episode infeksi, atau respons pengobatan inkomplit

Gejala yang sering dijumpai Gagal tumbuh atau retardasi tumbuh Jarang ditemukan kelenjar atau tonsil yang membesar Infeksi oleh mikroorganisma yang tidak lazim Lesi kulit (rash, ketombe, pioderma, abses nekrotik/noma, alopesia, eksim, teleangiektasi, warts yang hebat) Oral thrush yang tidak menyembuh dengan pengobatan Jari tabuh Diare dan malabsorpsi Mastoiditis dan otitis persisten Pneumonia atau bronkitis berulang Penyakit autoimun Kelainan hematologis (anemia aplastik, anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia)

Gejala yang jarang dijumpai Berat badan turun Demam Periodontitis Limfadenopati Hepatosplenomegali Penyakit virus yang berat Artritis atau artralgia Ensefalitis kronik Meningitis berulang Pioderma gangrenosa Kolangitis sklerosis Hepatitis kronik (virus atau autoimun) Reaksi simpang terhadap vaksinasi Bronkiektasis Infeksi saluran kemih Lepas/puput tali pusat terlambat (> 30 hari) Stomatitis kronik Granuloma Keganasan limfoid

(Dikutip dari Stiehm, 2005)PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting untuk mengetahui penyakit defisiensi imun. Karena banyaknya pemeriksaan yang harus dilakukan (sesuai dengan kelainan klinis dan mekanisme dasarnya) maka pada tahap pertama dapat dilakukan pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu:1. Pemeriksaan darah tepiA. HemoglobinB. Leukosit totalC. Hitung jenis leukosit (persentasi)D. Morfologi limfositE. Hitung trombosit2. Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)3. Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)A. Titer antibodi Tetatus, DifteriB. Titer antibodi H.influenzae4. Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)5. Evaluasi infeksi (Laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang sesuai)Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan lanjutan berdasarkan apa yang kita cari (Tabel 28-9).Pemeriksaan lanjutan pada penyakit defisiensi imunDefisiensi Sel B Uji Tapis: Kadar IgG, IgM dan IgA Titer isoaglutinin Respon antibodi pada vaksin (Tetanus, difteri, H.influenzae) Uji lanjutan: Enumerasi sel-B (CD19 atau CD20) Kadar subklas IgG Kadar IgE dan IgD Titer antibodi natural (Anti Streptolisin-O/ASTO, E.coli Respons antibodi terhadap vaksin tifoid dan pneumokokus Foto faring lateral untuk mencari kelenjar adenoid Riset: Fenotiping sel B lanjut Biopsi kelenjar Respons antibodi terhadap antigen khusus misal phage antigen Ig-survivalin vivo Kadar Ig sekretoris Sintesis Ig in vitro Analisis aktivasi sel Analisis mutasi

Defisiensi sel T Uji tapis: Hitung limfosit total dan morfologinya Hitung sel T dan sub populasi sel T : hitung sel T total, Th dan Ts Uji kulit tipe lambat (CMI) : mumps, kandida, toksoid tetanus, tuberkulin Foto sinar X dada : ukuran timus Uji lanjutan: Enumerasi subset sel T (CD3, CD4, CD8) Respons proliferatif terhadap mitogen, antigen dan sel alogeneik HLA typing Analisis kromosom Riset: Advance flow cytometry Analisis sitokin dan sitokin reseptor Cytotoxic assay(sel NK dan CTL) Enzyme assay (adenosin deaminase, fosforilase nukleoside purin/PNP) Pencitraan timus dab fungsinya Analisis reseptor sel T Riset aktivasi sel T Riset apoptosis Biopsi Analisis mutasi

Defisiensi fagosit Uji tapis: Hitung leukosit total dan hitung jenis Uji NBT (Nitro blue tetrazolium), kemiluminesensi : fungsi metabolik neutrofil Titer IgE Uji lanjutan: Reduksi dihidrorhodamin White cell turn over Morfologi spesial Kemotaksis dan mobilitas random Phagocytosis assay Bactericidal assays

Riset: Adhesion molecule assays(CD11b/CD18, ligan selektin) Oxidative metabolism Enzyme assays(mieloperoksidase, G6PD, NADPH) Analisis mutasi

Defisensi komplemen Uji tapis: Titer C3 dan C4 Aktivitas CH50 Uji lanjutan: Opsonin assays Component assays Activation assays(C3a, C4a, C4d, C5a) Riset: Aktivitas jalur alternatif Penilaian fungsi(faktor kemotaktik,immune adherence)

PENGOBATANSesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan klinisnya maka pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi. Pada dasarnya pengobatan tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa, kebutuhan oksigen, serta melakukan usaha pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan terhadap defisiensi komponen imun, misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit, plasma beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin spesifik. Kebutuhan tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya, sesuai dengan kondisi klinis.Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa memang bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat yang diberikan antara lain adalah faktor tertentu (interferon), antibodi monoklonal, produk mikroba (BCG), produk biologik (timosin), komponen darah atau produk darah, serta bahan sintetik seperti inosipleks dan levamisol.Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab defisiensi imun, terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan infeksi, suplemen gizi, pengobatan keganasan, dan lain-lain). Defisiensi imun primer hanya dapat diobati dengan transplantasi (timus, hati, sumsum tulang) atau rekayasa genetik.Tatalaksana defisiensi antibodiTerapi pengganti imunoglobulin(immunoglobulin replacement therapy)merupakan keharusan pada anak dengan defek produksi antibodi. Preparat dapat berupa intravena atau subkutan. Terapi tergantung pada keparahan hipogamaglobulinemia dan komplikasi. Sebagian besar pasien dengan hipogamaglobulinemia memerlukan 400-600 mg/kg/bulan imunoglobulin untuk mencegah infeksi atau mengurangi komplikasi, khususnya penyakit kronik pada paru dan usus. Imunoglobulin intravena (IVIG) merupakan pilihan terapi, diberikan dengan interval 2-3 minggu. Pemantauan dilakukan terhadap imunoglobulin serum, setelah mencapai kadar yang stabil (setelah 6 bulan), dosis infus dipertahankan di atas batas normal.Tatalaksana defek imunitas selulerTatalaksana pasien dengan defek berat imunitas seluler, termasuk SCID tidak hanya melibatkan terapi antimikrobial namun juga penggunaan profilaksis. Untuk mencegah infeksi maka bayi dirawat di area dengan tekanan udara positif. Pada pasien yang terbukti atau dicurigai defek sel T harus dihindari imunisasi dengan vaksin hidup atau tranfusi darah. Vaksin hidup dapat mengakibatkan infeksi diseminata, sedangkan tranfusi darah dapat menyebabkan penyakitgraft-versus-host.Tandur(graft)sel imunokompeten yang masih hidup merupakan sarana satu-satunya untuk perbaikan respons imun. Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan terapi pada semua bentuk SCID. Terapi gen sedang dikembangkan dan diharapkan dapat mengatasi defek gen.PROGNOSISPrognosis penyakit defisiensi imun untuk jangka pendek dipengaruhi oleh beratnya komplikasi infeksi. Untuk jangka panjang sangat tergantung dari jenis dan penyebab defek sistem imun. Tetapi pada umumnya dapat dikatakan bahwa perjalanan penyakit defisiensi imun primer buruk dan berakhir fatal, seperti juga halnya pada beberapa penyakit defisiensi imun sekunder (AIDS). Diperkirakan sepertiga dari penderita defisiensi imun meninggal pada usia muda karena komplikasi infeksi. Mortalitas penderita defisiensi imun humoral adalah sekitar 29%. Beberapa penderita defisiensi IgA selektif dilaporkan sembuh spontan Sedangkan hampir semua penderita defisiensi imun berat gabungan akan meninggal pada usia dini.Defisiensi imun ringan, terutama yang berhubungan dengan keadaan fisiologik (pertumbuhan, kehamilan), infeksi, dan gangguan gizi dapat diatasi dengan baik bila belum disertai defek imunologik yang menetap.Pembentukan, Macam, Struktur & Cara Kerja AntibodiTubuh dapat dengan cepat merespon infeksi suatu kuman penyakti apabila di dalam tubuh sudah terdapat antibodi untuk jenis antigen tertentu yang berasal dari kuman. Bagaimana antibodi dapat terbentuk dalam tubuh?a. Macam & Pembentukan AntibodiBerdasarkan cara mendapatkan imun atau kekebalan, dikenal dua macam kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan pasif.

1) Kekebalan Antibodi AktifKekebalan aktif terjadi jika seseorang kebal terhadap suatu penyakit setelah diberikan vaksinasi dengan suatu bibit penyakit. Jika kekebalan itu diperoleh setelah orang mengalami sakit karena infeksi suatu kuman penyakit maka disebut kekebalan aktif alami. Sebagai contohnya adalah seseorang yang pernah sakit campak maka seumur hidupnya orang tersebut tidak akan sakit campak lagi.

Vaksin mengandung bibit penyakit yang telah mati atau dinonaktifkan, dimana pada bibit penyakit tersebut masih mempunyai antigen yang kemudian akan direspon oleh sistem imun dengan cara membentuk antibodi.

Sel B dan sel T (sel limfosit) ikut berperan dalam menghasilkan antibodi. Sel B (B limfosit) membentuk sistem imunitas humoral, yaitu imunitas dengan cara membentuk antibodi yang berada di darah dan limfa. Sel B berfungsi secara spesifik mengenali antigen asing serta berperan membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri, seperti Streptococcus, Meningococcus, virus campak, dan Poliomeilitis. Antibodi ini kemudian melekat pada antigen dan melumpuhkannya.

Sel B ini juga mampu membentuk sel pengingat (memory cell). Sel ini berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh dalam jangka panjang. Sebagai contoh jika terdapat antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sel pengingat ini akan segera meningkatkan antibodi dan membentuk sel plasma dalam waktu cepat. Sel plasma adalah sel B yang mampu menghasilkan antibodi dalam darah dan limfa.

Sel T (T limfosit) membentuk sistem imunitas terhadap infeksi bakteri, virus, jamur, sel kanker, serta timbulnya alergi. Sel T ini mengalami pematangan di glandula timus dan bekerja secara fagositosis. Namun T limfosit tidak menghasilkan antibodi. T limfosit secara langsung dapat menyerang sel penghasil antigen. Sel T kadang ikut membantu produksi antibodi oleh sel B.Sel T dan sel B berasal dari sel limfosit yang diproduksi dalam sumsum tulang. Perhatikan Gambar 11.5 Sel limfosit yang melanjutkan pematangan selnya di sumsum tulang akan menjadi sel B.

Baik sel B maupun sel T dilengkapi dengan reseptor antigen di dalam plasma membrannya. Reseptor antigen pada sel B merupakan rangkaian membran molekul antibodi yang spesifik untuk antigen tertentu. Reseptor antigen dari sel T berbeda dari antibodi, namun reseptor sel T mengenali antigennya secara spesifik. Spesifikasi dan banyaknya macam dari sistem imun tergantung reseptor pada setiap sel B dan sel T yang memungkinkan limfosit mengidentifikasi dan merespon antigen.

Saat antigen berikatan dengan reseptor yang spesifik pada permukaan limfosit, limfosit akan aktif untuk berdeferensiasi dan terbagi menaikkan populasi dari sel efektor. Sel ini secara nyata melindungi tubuh dalam respon imun. Dalam sistem humoral, sel B diaktifkan oleh ikatan antigen yang akan meningkatkan sel efektor yang disebut dengan sel plasma. Sel ini mensekresi antibodi untuk membantu mengurangi antigen.

2) Kekebalan Antibodi PasifSetiap antigen memiliki permukaan molekul yang unik dan dapat menstimulasi pembentukan berbagai tipe antibodi. Sistem imun dapat merespon berjuta-juta jenis dari mikroorganisme atau benda asing. Bayi dapat memperoleh kekebalan (antibodi) dari ibunya pada saat masih berada di dalam kandungan. Sehingga bayi tersebut memiliki sistem kekebalan terhadap penyakit seperti kekebalan yang dimiliki ibunya.

Kekebalan pasif setelah lahir yaitu jika bayi terhindar dari penyakit setelah dilakukan suntikan dengan serum yang mengandung antibodi, misanya ATS (Anti Tetanus Serum). Sistem kekebalan tubuh yang diperoleh bayi sebelum lahir belum bisa beroperasi secara penuh, tetapi tubuh masih bergantung pada sistem kekebalan pada ibunya. Imunitas pasif hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja.

b. Struktur AntibodiSetiap molekul antibodi terdiri dari dua rantai polipeptida yang identik, terdiri dari rantai berat dan rantai ringan. Struktur yang identik menyebabkan rantai-rantai polipeptida membentuk bayangan kaca terhadap sesamanya. Empat rantai pada molekul antibodi dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida (-s-s-) membentuk molekul bentuk Y. Dengan membandingkan deretan asam amino dari molekul-molekul antibodi yang berbeda, menunjukkan bahwa spesifikasi anti-gen-antibodi berada pada dua lengan dari Y. Sementara cabang dari Y menentukan peran antibodi dalam respon imun. Struktur antibodi dapat Anda amati pada Gambar 11.6 di samping ini untuk memudahkan dalam membayangkan bentuk antibodi.

c. Cara Kerja AntibodiCara kerja antibodi dalam mengikat antigen ada empat macam. Prinsipnya adalah terjadi pengikatan antigen oleh antibodi, yang selanjutnya antigen yang telah diikat antibodi akan dimakan oleh sel makrofag. Berikut ini adalah cara pengikatan antigen oleh antibodi.

1) NetralisasiAntibodi menonaktifkan antigen dengan cara memblok bagian tertentu antigen. Antibodi juga menetralisasi virus dengan cara mengikat bagian tertentu virus pada sel inang. Dengan terjadinya netralisasi maka efek merugikan dari antigen atau toksik dari patogen dapat dikurangi.

2) PenggumpalanPenggumpalan partikel-partikel antigen dapat dilakukan karena struktur antibodi yang memungkinkan untuk melakukan pengikatan lebih dari satu antigen. Molekul antibodi memiliki sedikitnya dua tempat pengikatan antigen yang dapat bergabung dengan anti-gen-antigen yang berdekatan. Gumpalan atau kumpulan bakteri akan memudahkan sel fagositik (makrofag) untuk menangkap dan memakan bakteri secara cepat.

3) PengendapanPrinsip pengendapan hampir sama dengan penggumpalan, tetapi pada pengendapan antigen yang dituju berupa antigen yang larut. Pengikatan antigen-antigen tersebut membuatnya dapat diendapkan, sehingga sel-sel makrofag mudah dalam menangkapnya.

4) Aktifasi KomplemenAntibodi akan bekerja sama dengan protein komplemen untuk melakukan penyerangan terhadap sel asing. Pengaktifan protein komplemen akan menyebabkan terjadinya luka pada membran sel asing dan dapat terjadi lisis. Perhatikan Gambar 11.7.Sistem imun dapat mengenali antigen yang sebelumnya pernah dimasukkan ke dalam tubuh, disebut memori imunologi. Dikenal respon primer dan respon sekunder dalam sistem imun yang berkaitan dengan memori imun. Berikut ini adalah gambaran respon primer dan sekunder.

Gambar 11.8 menunjukkan bahwa setelah injeksi antigen A yang kedua, respon imun sekunder jauh lebih besar dan lebih cepat daripada respon primer. Dengan demikian respon sekunder sebenarnya lebih penting peranannya dalam sistem imun

Pengaruh Antigen terhadap AbtibodiImunitas didapat dicetuskan oleh antigen. Setiap toksin atau setiap macam organisme hampir selalu mengandung satu atau lebih senyawa kimia spesifik yang membuatnya berbeda dengan seluruh senyawa lainnya. Baha bahan ini disebut antigen (Guyton. et al, 1997).Agar suatu bahan dapat bersifat atigenik biasanya harus mempunyai berat molekul yang besar, 8000 atau lebih. Selanjutnya poses pembentukan sifat antigenik biasanya bergantung pada pengulangan kelompok molekular secara regular, yang disebut epitop (Guyton. Et al, 1997).Bila senyawa dengan berat molekul rendah yang disebut Hapten, mula mula berikatan dengan suatu bahan yang bersifat antigenik, misalnya protein, maka selanjutnya ikatan ini akan menimbulkan suatu respon imun. Biasannya merupakan obat obatan dengan molekul rendah (Guyton. Et al, 1997)Guyton, et al. 1997.Buku ajar fisologi kedokteran edisi 9. EGC:Jakarta. p558