LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

38
SISTEM SARAF NO DAFTAR PENYAKIT Penyakit Pada Tulang Belakang dan Sumsum Tulang Belakang 48. Penyakit Complete spinal transaction Latin : Inggris : Complete spinal transection Definisi Complete Spinal Transection merupakan kerusakan pada spinal atau tulang belakang - kerusakan pada setiap bagian dari sumsum tulang belakang atau saraf pada akhir kanal tulang belakang - sering menyebabkan perubahan permanen dalam kekuatan, sensoris dan fungsi tubuh lainnya di bawah tempat cedera Tanda dan Gejala Klinis Ekstrim nyeri atau tekanan di leher, kepala atau punggung Kesemutan atau hilangnya sensasi di tangan, jari, kaki, tangan atau kaki Parsial atau lengkap kehilangan kontrol atas setiap bagian dari tubuh Kemih atau usus urgensi, inkontinensia, atau retensi Kesulitan dengan keseimbangan dan berjalan Abnormal-band seperti sensasi di dada - nyeri, tekanan Gangguan pernapasan setelah cedera Benjolan di kepala atau tulang belakang

Transcript of LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Page 1: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

SISTEM SARAF

NO DAFTAR PENYAKIT

Penyakit Pada Tulang Belakang dan Sumsum Tulang Belakang

48. Penyakit Complete spinal transaction

Latin :

Inggris : Complete spinal transection

Definisi Complete Spinal Transection merupakan kerusakan pada

spinal atau tulang  belakang - kerusakan pada setiap bagian

dari sumsum tulang belakang atau saraf  pada akhir kanal

tulang belakang - sering menyebabkan perubahan permanen

dalam kekuatan, sensoris dan fungsi tubuh lainnya di bawah

tempat cedera

Tanda dan

Gejala Klinis

Ekstrim nyeri atau tekanan di leher, kepala atau punggung Kesemutan atau hilangnya sensasi di tangan, jari, kaki,

tangan atau kaki Parsial atau lengkap kehilangan kontrol atas setiap bagian

dari tubuh Kemih atau usus urgensi, inkontinensia, atau retensi Kesulitan dengan keseimbangan dan berjalan Abnormal-band seperti sensasi di dada - nyeri, tekanan Gangguan pernapasan setelah cedera Benjolan di kepala atau tulang belakang

Pemeriksaan

Fisik

Pemeriksaan yang dapat digunakan pada penyakit ini adalah : Tes darah rutin Foto X-ray CT-Scan MRI

http://www.scribd.com/doc/190069510/Dede-Yusuf-Fahma-

Razi-Complete-Spinal-Transaction-Neurogenic-Bladder

49. Penyakit Sindrom Kauda Equine

Latin :

Page 2: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Inggris : Cauda Equina Syndrom

Definisi kumpulan gejala yang terjadi ketika diskus terdorong ke kanal

tulang belakang dan menekan seikat akar saraf lumbar dan

sakral. Kerusakan saraf secara permanen dapat terjadi jika

sindrom ini tidak diobati.

Gejala Gejala dari cauda equina sindrom termasuk berikut :

Nyeri punggung bawah yang parah

Nyeri, mati rasa, atau kelemahan pada satu atau kedua kaki

yang menyebabkan Anda tersandung atau mengalami

kesulitan bangun dari kursi.

Kehilangan atau sensasi diubah di kaki, pantat, paha bagian

dalam, punggung kaki, atau kaki yang parah atau semakin

buruk dan buruk. Anda mungkin mengalami kesulitan ini

sebagai perasaan apa pun di bagian tubuh Anda yang akan

duduk di pelana (saddle disebut anestesi).

Gangguan pada kantung kemih dan fungsi usus

Disfungsi seksual yang datang tiba - tiba

ü 

Pemeriksaan

Fisik

Pemeriksaan fisik untuk menilai kekuatan, refleks, sensasi,

stabilitas, keselarasan, dan gerak. Anda juga mungkin perlu

tes darah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan, yang

menggunakan medan magnet dan komputer untuk

menghasilkan gambar tiga dimensi dari tulang belakang.

Myelogram - X-ray dari kanal tulang belakang setelah

injeksi bahan kontras - yang dapat menentukan tekanan

pada saraf tulang belakang atau saraf

computed tomography (CT) scan.

http://www.webmd.com/back-pain/guide/cauda-equina-

syndrome-overview

Page 3: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

50. Penyakit Kantung Kemih Neurogenik

Latin :

Inggris : Neurogenic bladder

DefinisiKandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya fungsi kandung kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian sistem sarafnya.

GejalaGejalanya bervariasi berdasarkan apakah kandung kemih menjadi kurang aktif atau overaktif. Suatu kandung kemih yang kurang aktif biasanya tidak kosong dan meregang sampai menjadi sangat besar. Pembesaran ini biasanya tidak menimbulkan nyeri karena peregangan terjadi secara perlahan dan karena kandung kemih memiliki sedikit saraf atau tidak memiliki saraf lokal.

Pada beberapa kasus, kandung kemih tetap besar tetapi secara terus-menerus menyebabkan kebocoran sejumlah air kemih. Sering terjadi infeksi kandung kemih karena sisa air kemih di dalam kandung kemih memungkinkan pertumbuhan bakteri. Bisa terbentuk batu kandung kemih, terutama pada penderita yang mengalami infeksi kandung kemih menahun yang memerlukan bantuan kateter terus-menerus. Gejala dari infeksi kandung kemih bervariasi, tergantung kepada jumlah saraf yang masih berfungsi.

Suatu kandung kemih yang overaktif bisa melakukan pengisian dan pengosongan tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa disadari. Pada kandung kemih yang kurang aktif dan yang overaktif, tekanan dan arus balik air kemih dari kandung kemih ke ureter bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Pada penderita yang mengalami cedera medula spinalis, kontraksi dan pengenduran kandung kemih tidak terkoordinasi, sehingga tekanan di dalam kandung kemih tetap tinggi dan ginjal tidak dapat mengalirkan air kemih.

Pemeriksaan

FisikKandung kemih yang membesar bisa diketahui pada

Page 4: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

pemeriksaan perut bagian bawah. Urografi intravena, sistografi maupun uretrografi dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan tersebut bisa menunjukkan ukuran ureter dan kandung kemih, batu ginjal, kerusakan ginjal dan fungsi ginjal. Bisa juga dilakukan pemeriksaan USG atau sistoskopi. Dengan memasukkan kateter melalui uretra bisa diketahui jumlah air kemih yang tersisa. Untuk mengukura tekanan di dalam kandung kemih dan uretra bisa dilakukan dengan cara menghubungkan katetera dengan suatu alat pengukur (sistometografi).

www.direktorikuliah.com

51. Penyakit Siringomielia

Latin :

Inggris :

Definisi Siringomielia (berasal dari kata Yunani syrinx , “pipa”) adalah suatu gangguan degeneratif yang kronik progresif dari medulla spinalis dengan gejala klinis adanya amiotrofibrakhialis dan gangguan kehilangan rasa sensoris dengan tipe disosiasi yang disebabkankarena adanya ruangan di bagian sentral medulla spinalis, biasanya di daerah servikal dapatmeluas ke atas ke medulla oblongata dan pons, ke bawah ke arah torakal dan lumbal.

Gejala Kista yang tumbuh di dalam medula spinalis akan menekan medula spinalis dari dalam. Paling sering terjadi di daerah leher, tetapi tidak menutup kemungkinan kista tumbuh di tempat lainnya di sepanjang medula spinalis. Biasanya yang terkena adalah saraf perasa nyeri dan saraf untuk perubahan suhu. Penderita sering mengalami luka bakar atau luka gores karena jari tangannya tidak dapat merasakan nyeri ataupun panas. Kista juga bisa menyebabkan kejang dan kelemahan, yang dimulai di tungkai. Pada akhirnya, otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena bisa mengalami atrofi (penyusutan).

Pemeriksaan

Fisik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil

pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan MRI bisa menunjukkan adanya kista. Jika tidak

dapat dilakukan pemeriksaan MRI, maka dapat dilakukan

pemeriksaan mielogram yang diikuti dengan CT scan.

http://medicastore.com/penyakit/678/

Page 5: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Kista_Medula_Spinalis_&_Otak.html

52.

Penyakit

Mielopati

Latin :

Inggris :

DefinisiSuatu gangguan fungsi atau struktur dari medulla spinalis oleh

adanya lesi komplit atau inkomplit

GejalaLemah/lumpuhnya anggota gerakGangguan buang air kecil dan buang air besarGangguan sensibilitas

Pemeriksaan

Fisik

Parese/plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN atau campuran UMN dan LMN), Hipertensi/anestesi segmental, Gangguan fungsi otonom.

Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif Tidak ditemukan tanda-tanda radang atau penyebabnya

tidak diketahui Pemeriksaan lab Pemeriksaan radiologik (Foto polos vertebra

AP/Lateral/Oblik, Mielografi, CT Mielografi)http://mutiarakatacinta.blogspot.com/2013/03/tentang-penangan-mielopati-dalam-medis.html

53.

Penyakit

Dorsal root syndrome

Latin :

Inggris :Dorsal root syndrome

Definisi

Sebuah kondisi yang ditandai dengan sakit parah tanpa

kehilangan sensoris, disebabkan oleh hiperfleksi atau cedera

hiperekstensi bagian tubuh, diperburuk oleh penyebab cedera

kepala dan / atau dengan adanya perdarahan di sekitar

ganglion dorsal root

Gejala Anestisia selangkang. Gangguan miksi, defikasi dan fungsi genitilia. Kita akan dapat jumpai retensio urinae, yang kemudian

menjadi inkontinesia  paradoksa. Gangguan fungsi genetilia akan menimbulkan

impotensia. Refleks anus yang menjadi negative. Penderita akan mengeluh tentang iskhialgia, yaitu nyeri

Page 6: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

yang menjalar pada suatu kaki. Bila terdapat penderita dengan keluhan nyeri pada satu kaki maka hendaknya kita mengadakan pemeriksaan untuk menentukan apakah nyeri itu adalah suati iskhialgia atau bukan

Pemeriksaan

Fisik

Dorsal root syndrome ini dapat dilakukan pemeriksaan oleh beberapa teknik : MRI , CT Scan, diskografi, dan myelography . MRI scan sangat sensitif dalam mendeteksi dorsal root syndrome , sebagian besar terutama pada pandangan aksial. Dorsal root syndrome tersebut dianalisis dari kanan ke kiri untuk asimetri , lekukan , lokasi , dan kompresi , yang semuanya memiliki implikasi klinikopatologi

http://www.scribd.com/doc/181337556/DORSAL-ROOT-

SYNDROME-docx

54.

Penyakit

Acute medulla compression

Latin :

Inggris :Acute medulla compression

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

55. Penyakit Radicular syndrome

Latin :

Inggris :Radicular syndrome

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

56. Penyakit Hernia nucleus pulposus (HNP)

Latin :

Inggris :

Definisi suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh bagian dari

nucleus pulposus mengalami penonjolan kedalam kanalis

Page 7: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

spinalis

Gejala Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan Achills (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual.

Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk, meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan menghilangkan sakit yang diderita.

Pemeriksaan

Fisik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum, pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Ada adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.

Diagnosa pada hernia intervertebral , kebocoran lumbal dapat ditemukan secepat mungkin. Pada kasus yang lain, pasien menunjukkan perkembangan cepat dengan penanganan konservatif dan ketika tanda-tanda menghilang, tes nya tidak dibutuhkan lagi. Myelografi merupakan penilaian yang baik dalam menentukan suatu lokalisasi yang akurat yang akurat.

1.  Anamnesis

Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana mulai timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.

Page 8: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

2.  Pemeriksaan klinik umum

Inspeksi dapat di mulai saat penderita jalan masuk ke ruang pemeriksaan. Cara berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada sisi sakit di jinjit), duduk (pada sisi yang sehat)

Palpasi, untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya skoliosis, gibus dan deformitas yang lain.

3.  Pemeriksaan neurologik,

Pemeriksaan sensorik Pemeriksaan motorik à dicari apakah ada kelemahan,

atrofi atau fasikulasi otot Pemeriksaan tendon Pemeriksaan yang sering dilakukan

1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard, tes Sicard)

2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)

4.   Pemeriksaan penunjang

       Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari:

1. Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi atau tahap kompresi

2. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP) Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati

3. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus intervetebralis sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit

Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI Untuk membuktikan HNP dan menetukan lokasinya. MRI merupakan standar baku emas untuk HNP.

Diskogarfi

http://agussulastri.wordpress.com/2013/01/23/hernia-nukleus-pulposus/

Page 9: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

NO DAFTAR PENYAKIT

Trauma

57. Penyakit Hematom Epidural

Latin :

Inggris :

Definisi Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak

diantara meningen (membran duramter) dan tulang tengkorak

yang terjadi akibat trauma. Duramater merupakan suatu

jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan medulla

spinalis. Epidural dimaksudkan untuk organ yang berada disisi

luar duramater dan hematoma dimaksudkan sebagai masa dari

darah.

TandadanGe

jalaKlinis

Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa – apa

Tapi kemudian pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan dan bangun bangun dalam kondisi kebingungan

Beberapa penderita epidural hematom mengeluh sakit kepala

Muntah – muntah Kejang – kejang Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa

posterior akan menyebabkan keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang drastis. Penderita akan merasa kebingungan dan berbicara kacau, lalu beberapa saat kemudian menjadi apneu, koma, kemudian meninggal.

Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya peningkatan tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa :

Hipertensi Bradikardi

Page 10: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

bradipneu

kontusio, laserasi atau tulang yang retak dapat diobservasi di area trauma

dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau ipsilateral kearah lesi, adanya gejala – gejala peningkatan tekanan intrakranial, atau herniasi.

Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang menetap, yaitu:

Coma Fixasi dan dilatasi pupil Deserebrasi

ð  Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus dicurigai adanya epidural hematom

Pemeriksaan

Fisik

Adanya gejala neurologist merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat keparahan dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbicara, membuka mata dan respon otot harus dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar) tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering ditanyakan. Apabila pasiennya dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya pupil sangat penting dilakukan.

Pada epidural hematom dan jenis lainnya dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial yang akan segera mempengarungi nervus kranialis ketiga yang mengandung beberapa serabut saraf yang mengendalikan konstriksi pupil. Tekanan yang menghambat nervus ini menyebabkan dilatasi dari pupil yang permanen pada satu atau kedua mata. Hal tersebut merupakan indikasi yang kuat untuk mengetahui apakah pasien telah mengalami hematoma intrakranial atau tidak.

Untuk membedakan antara epidural, subdural dan intracranial hematom dapat dilakukan dengan CT – Scan atau MRI. Dari hasil tersebut, maka seorang dokter ahli bedah dapat menentukan apakah pembengkakannya terjadi pada satu sisi otak yang akan mengakibatkan terjadinya pergeseran garis tengah atau mid line shif dari otak. Apabila pergeserannya lebih dari 5 mm, maka tindakan kraniotomi darurat mesti dilakukan.

Page 11: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Pada pasien dengan epidural spinal hematom, onset gejalanya dapat timbul dengan segera, yaitu berupa nyeri punggung atau leher sesuai dengan lokasi perdarahan yang terjadi. Batuk atau gerakan -gerakan lainnya yang dapat meningkatkan tekanan pada batang tubuh atau vertebra dapat memperberat rasa nyeri. Pada anak, perdarahan lebih sering terjadi pada daerah servikal (leher) dari pada daerah toraks.

Pada saat membuat diagnosa pada spinal epidural hematom, seorang dokter harus memutuskan apakah gejala kompresi spinal tersebut disebabkan oleh hematom atau tumor. CT- Scan atau MRI sangat baik untuk membedakan antara kompresi  pada medulla spinalis yang disebabkan oleh tumor atau suatu hematom

http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/epidural-hematom/58. Penyakit Hematom Subdural

Latin :

Inggris :

Definisi Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam

rongga subdural. Dalam bentuk akut yang hebat,baik darah

maupun cairan serebrospinal memasuki ruang tersebut sebagai

akibat dari laserasi otak atau robeknya arakhnoidea sehingga

menambah penekanan subdural pada jejas langsung di otak.

Gejala 1.Hematoma Subdural Akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik

dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat

dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif

disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi

batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya

menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan

cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya

kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.

2. Hematoma Subdural Subakut

Page 12: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu

lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera.

Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga

disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.

Anamnesis klinis dari penmderita hematoma ini adalah adanya

trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya

diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.

Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-

tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran

mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.Dengan

meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran

hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar

dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara

maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan

intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan

menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi

tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.

3.Hematoma Subdural Kronik

Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu,

bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera

pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang

melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat

dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah

perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh membrane

fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu

menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel

darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini

yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek

Page 13: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah

ukuran dan tekanan hematoma.

Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan

paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh)

dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya

ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan.

Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan

adanya genangan darah.

Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala

bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan

lunak.

Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap

secara spontan.

Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-

gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

• sakit kepala yang menetap

• rasa mengantuk yang hilang-timbul

• linglung

• perubahan ingatan

• kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Pemeriksaan

Fisik

Pada kasus perdarahan yang kecil ( volume 30 cc ataupun

kurang ) dilakukan tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan

ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan darah yang

rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat

mengalami pengapuran.

Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan

adanya gejala- gejala yang progresif, maka jelas diperlukan

tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma.

Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan

Page 14: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway,

breathing dan circulation (ABCs). Tindakan operatif yang

dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill

craniotomy, subdural drain. Dan yang paling banyak diterima

untuk perdarahan sub dural kronik adalah burr hole

craniotomy. Karena dengan tehnik ini menunjukan komplikasi

yang minimal. Reakumulasi dari perdarahan subdural kronik

pasca kraniotomi dianggap sebagai komplikasi yang sudah

diketahui. Jika pada pasien yang sudah berusia lanjut dan

sudah menunjukkan perbaikan klinis, reakumulasi yang terjadi

kembali, tidaklah perlu untuk dilakukan operasi ulang

kembali .Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan

prosedur bedah yang invasif dengan tingkat komplikasi yang

lebih tinggi. Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan

awal dari perdarahan subdural kronik sudah mulai berkurang.

Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang

kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan

pembedahan definitif.

Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan

kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan

kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan

brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar

disebabkan oleh adanya massa extra aksial.

http://yazid88.blogspot.com/2009/04/kasus-2-nn.html

59. Penyakit Trauma Medula Spinalis

Latin :

Inggris :

Definisi Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang( spinal cort / medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain

Page 15: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak

Gejala Trauma ini umumnya mempunyaigejala klinis yang hampir

kebanyakansatu sama lainnya, baik intradural extra-meduler,

extraduller atau intra-duller yaitu sebagai berikut:

1.Gejala-gejala radikular :hipertensi,nyeri akar

2.Gejala penekanan

3.gejala sensorik

4.Peninggian reflek fisiologis dan timbul reflek patologis.

5.Sindrom Bladder-Rectum Incontinensia urin, retensio urin,

konstipasi

6. gangguan saraf simpatis : reflek pilomotor (merinding),

reflk vasomotor (pucat kalau kulit ditusuk), berkeringat.

Read more: http://hanyasekedarblogg.blogspot.com/2013/06/askep-trauma-medulla-spinalis.html#ixzz2pPxN6nl4

Pemeriksaan

Fisik

Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung

data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya

dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3

(Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan

keluhan klien.

1.    Pernapasan.

Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi

blok saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otototot

pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur

simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang

sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam

beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada

daerah servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik

sebagai berikut.

Page 16: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,

peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan

pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks

(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika

otot-otot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada

akibat adanya blok saraf parasimpatis.

Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan

sisi yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada

rongga toraks.

Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak

apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.

Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas

berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering

didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang mengalami

penurunan tingkat kesadaran (koma).

2.    Kardiovaskular

Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera

tulang belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik)

dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan

kardiovaskular klien cedera tulang belakang pada beberapa

keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia,

berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan

ekstremitas dingin atau pucat.

3.   Persyarafan

tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons

terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk

disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan,

tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas

Page 17: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera tulang

belakang biasanya mengalami perubahan status mental.

Pemeriksaan Saraf kranial:

a.     Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang

belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.

b.     Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam

kondisi normal.

c.     Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan

mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.

d.     Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami

paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada

kelainan

e.     Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan

wajah simetris.

      Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi.

g.     Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan

kaku kuduk

h.     Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi

dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.

4.    Pemeriksaan refleks:

      Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan

refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot

hamstring.

b.      Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks

fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks

fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan refleks

patologis.

      Refleks Bullbo Cavemosus positif

Page 18: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

d.      Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada

kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-

netap pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan

sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai

lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang

5.    Perkemihan

Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan

karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan

jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi

akibat menurunnya perfusi pada ginjal.

6.      Pencernaan.

Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-

patkan adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan

hilangnya bising usus serta kembung dan defekasi tidak ada.

Hal ini merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan

berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.

Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan

kurangnya asupan nutrisi.

7.      Muskuloskletal.

Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada

ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai

dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena

Page 19: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

NO DAFTAR PENYAKIT

Trauma

60. Penyakit Reffered pain

Latin :

Inggris :

Definisi

TandadanGe

jalaKlinis

Pemeriksaan

Fisik

61. Penyakit Nyeri neuropatik

Latin : Nerve Pain

Inggris : Neuropathic pain

Definisi Nyeri neuropatik didefinisikan sebagai “nyeri yang timbul

akibat cedera/ lesi yang mengenai sistem somatosensorik”.

http://www.strokebethesda.com/content/view/269/53/

Gejala Sensasi abnormal, baik spontan atau dibangkitkan

Sensasi abnormal tidak menyenangkan, baik spontan atau

dibangkitkan

Berkurangnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik (taktil

maupun thermal)

Meningkatnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik

(taktil maupun thermal)

Berkurangnya respon nyeri pada rangsang sensorik nyeri

Meningkatnya respon nyeri pada rangsang sensorik nyeri

Nyeri muncul pada rangsang sensorik yang seharusnya

tidak menimbulkan nyeri

Pemeriksaan

Fisik

Nyeri yang muncul pada distribusi saraf (misalnya: radicular

atau dermatomal) dan nyeri yang terjadi pasca kerusakan saraf

(misalnya: hemiparaestesia pasca stroke, atau lesi allodinia

pasca herpes) harus dicurigai sebagai nyeri neuropatik. Pada

Page 20: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

beberapa kasus  (misalnya: herpetic neuralgia) tidak terlalu

diperlukan tes penunjang tambahan.12

            Pasien dengan nyeri terbakar dan kesemutan pada salah

satu lengan atau tungkai seringkali perlu menjalani

pemeriksaan neurofisiologi (ENMG/ Electro Neuro-Myo

Grafi)  untuk mengkonfirmasi apakah nyeri berasal dari

radikulopati saraf spinal atau suatu neuropati jebakan

(misalnya: Carpal Tunnel Syndrome).12

                Pasien dengan dysestesia atau hipestesia pada ujung-

ujung ekstremitas (glove and stocking distribution)

menunjukkan suatu kondisi polineuropati. Pada beberapa

kasus penyebabnya jelas (misalnya: diabetes atau uremia),

namun pada beberapa kasus yang lain  perlu dilakukan

pelacakan sistematis untuk penentuan kausa (infeksi,

metabolik, sindroma paraneoplastik, toksik). 12  Esesmen nyeri

harus dilakukan secara berkala pada setiap kunjungan pasien

untuk melihat perkembangan terapi dan pemantauan hasil

pengobatan.12

Page 21: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

NO DAFTAR PENYAKIT

PenyakitNeuromuskulardanNeuropati

62. Penyakit Sindrom Homer

Latin :

Inggris : Horner's Syndrome

Definisi Sindrom Horner adalah kumpulan gejala yang disebabkan

kerusakan pada sistem saraf simpatis

TandadanGe

jalaKlinis

Gejala klinis Sindrom Horner terdiri atas:

Ptosis; merupakan gejala yang paling gampang terlihat. Ptosis diartikan ketidakmampuan untuk mengangkat kelopak mata. Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan M. Mulleri (Superior Tarsal Muscle) yang dipersarafi oleh saraf simpatis.

Miosis; adalah konstriksi pupil. Hal ini terjadi akibat gangguan pada sistem jaras simpatis mengakibatkan kelumpuhan M. Dillatator Pupillae sehingga ketidakmampuan pupil untuk berdilatasi.

Enoftalmus; keadaan ptosis yang membuat kelopak mata jatuh menyebabkan mata terkesan mata lebih masuk kedalam.

Anhidrosis; sebagaimana dijelaskan di atas bahwa neuron simpatis juga berfungsi dalam mempersarafi kelenjar keringat, sehingga gangguan saraf simpatis mengakibatkan tidak keluarnya keringat pada daerah wajah. Jika lesi berada di neuron preganglion maka anhidrosis akan terjadi pada tubuh ipsilateral, namun bila lesi pada neuron postganglion maka anhidrosis terbatas pada daerah dahi saja.

Pemeriksaan Letak lesi penyebab sindroma Horner perlu ditentukan, sebab lesi distal terhadap gangion servikal superior biasanya 98%

Page 22: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Fisik jinak, sedangkan lesi proksimal terhadapnya 50% ganas. Pada arak yang sering terjadi adalahcongenital horner’s syndrome yang sering disebabkan karena trauma lahir, atau adanya nerutoblastoma yang tumbuh pada jaras simpatetik. Pada lesi yang kongenital dapat terjadi dengan heterochromia iris.

 Lesi disetiap neuron jaras simpatis mungkin secara klinis susah dibedakan karena akan menunjukkan gejala yang sama, namun dengan pemeriksaan yang lebih teliti dan pemeriksaan penunjang kita akan dapat membedakan pada tingkatan neuron mana yang terjadi gangguan.

Untuk mendiagnosa dan membedakan letak lesi maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.

Dengan topikal cocaine 4-10%, pada mata normal terjadi dilatasi sedangkan pada Sindrom Horner dilatasi sangat berkurang. Cocaine mebiokir reuptake norepineparine yang dilepaskan oleh neuron simpatik ketiga. Lesi jaras simpatik menyebabkan berkurangnya epinephrine yang dilepaskan oleh neuron sehingga pupil sisi tersebut tidak akan berdilatasi

 Paredrin 1% (Hidoksi amfetamin ) untuk menentukan loaksi lesi. Efek paredrine melepaskan nor-epinephrine dari terminal pre-sinaptik. Pada lesi post ganglioner, saraf terminal mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi papil pada pemberian paredrin, sedangkan pada lesi preganglion, jaras post ganglion masih intak sehingga paredrin mengakibatkan dilatasi pupil.

http://andarpunyacerita.blogspot.com/2012/09/sindrom-

horner.html

63. Penyakit Carpal tunnel syndrome

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

Page 23: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

64. Penyakit Tarsal tunnel syndrome

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

65. Penyakit Neuropati

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

66.

Penyakit

Peroneal palsy

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

67. Penyakit GuillainBarre syndrome

Latin :

Inggris :

Page 24: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

68.

Penyakit

Miastenia gravis

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

69. Penyakit Polimiositis

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

Penyakit Neurofibromatosis (Von RecklingHausen disease)

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

NO DAFTAR PENYAKIT

GangguanNeurobehaviour

71. Penyakit Amnesia pascatrauma

Page 25: LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx

Latin :

Inggris :

Definisi

TandadanGe

jalaKlinis

Pemeriksaan

Fisik

72. Penyakit Afasia

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik

73.

Penyakit Mild Cognitive Impairment (MCI)

Latin :

Inggris :

Definisi

Gejala

Pemeriksaan

Fisik