LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx
Transcript of LAMPIRAN 3 (Daftar Penyakit).docx
SISTEM SARAF
NO DAFTAR PENYAKIT
Penyakit Pada Tulang Belakang dan Sumsum Tulang Belakang
48. Penyakit Complete spinal transaction
Latin :
Inggris : Complete spinal transection
Definisi Complete Spinal Transection merupakan kerusakan pada
spinal atau tulang belakang - kerusakan pada setiap bagian
dari sumsum tulang belakang atau saraf pada akhir kanal
tulang belakang - sering menyebabkan perubahan permanen
dalam kekuatan, sensoris dan fungsi tubuh lainnya di bawah
tempat cedera
Tanda dan
Gejala Klinis
Ekstrim nyeri atau tekanan di leher, kepala atau punggung Kesemutan atau hilangnya sensasi di tangan, jari, kaki,
tangan atau kaki Parsial atau lengkap kehilangan kontrol atas setiap bagian
dari tubuh Kemih atau usus urgensi, inkontinensia, atau retensi Kesulitan dengan keseimbangan dan berjalan Abnormal-band seperti sensasi di dada - nyeri, tekanan Gangguan pernapasan setelah cedera Benjolan di kepala atau tulang belakang
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan yang dapat digunakan pada penyakit ini adalah : Tes darah rutin Foto X-ray CT-Scan MRI
http://www.scribd.com/doc/190069510/Dede-Yusuf-Fahma-
Razi-Complete-Spinal-Transaction-Neurogenic-Bladder
49. Penyakit Sindrom Kauda Equine
Latin :
Inggris : Cauda Equina Syndrom
Definisi kumpulan gejala yang terjadi ketika diskus terdorong ke kanal
tulang belakang dan menekan seikat akar saraf lumbar dan
sakral. Kerusakan saraf secara permanen dapat terjadi jika
sindrom ini tidak diobati.
Gejala Gejala dari cauda equina sindrom termasuk berikut :
Nyeri punggung bawah yang parah
Nyeri, mati rasa, atau kelemahan pada satu atau kedua kaki
yang menyebabkan Anda tersandung atau mengalami
kesulitan bangun dari kursi.
Kehilangan atau sensasi diubah di kaki, pantat, paha bagian
dalam, punggung kaki, atau kaki yang parah atau semakin
buruk dan buruk. Anda mungkin mengalami kesulitan ini
sebagai perasaan apa pun di bagian tubuh Anda yang akan
duduk di pelana (saddle disebut anestesi).
Gangguan pada kantung kemih dan fungsi usus
Disfungsi seksual yang datang tiba - tiba
ü
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik untuk menilai kekuatan, refleks, sensasi,
stabilitas, keselarasan, dan gerak. Anda juga mungkin perlu
tes darah.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan, yang
menggunakan medan magnet dan komputer untuk
menghasilkan gambar tiga dimensi dari tulang belakang.
Myelogram - X-ray dari kanal tulang belakang setelah
injeksi bahan kontras - yang dapat menentukan tekanan
pada saraf tulang belakang atau saraf
computed tomography (CT) scan.
http://www.webmd.com/back-pain/guide/cauda-equina-
syndrome-overview
50. Penyakit Kantung Kemih Neurogenik
Latin :
Inggris : Neurogenic bladder
DefinisiKandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya fungsi kandung kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian sistem sarafnya.
GejalaGejalanya bervariasi berdasarkan apakah kandung kemih menjadi kurang aktif atau overaktif. Suatu kandung kemih yang kurang aktif biasanya tidak kosong dan meregang sampai menjadi sangat besar. Pembesaran ini biasanya tidak menimbulkan nyeri karena peregangan terjadi secara perlahan dan karena kandung kemih memiliki sedikit saraf atau tidak memiliki saraf lokal.
Pada beberapa kasus, kandung kemih tetap besar tetapi secara terus-menerus menyebabkan kebocoran sejumlah air kemih. Sering terjadi infeksi kandung kemih karena sisa air kemih di dalam kandung kemih memungkinkan pertumbuhan bakteri. Bisa terbentuk batu kandung kemih, terutama pada penderita yang mengalami infeksi kandung kemih menahun yang memerlukan bantuan kateter terus-menerus. Gejala dari infeksi kandung kemih bervariasi, tergantung kepada jumlah saraf yang masih berfungsi.
Suatu kandung kemih yang overaktif bisa melakukan pengisian dan pengosongan tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa disadari. Pada kandung kemih yang kurang aktif dan yang overaktif, tekanan dan arus balik air kemih dari kandung kemih ke ureter bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Pada penderita yang mengalami cedera medula spinalis, kontraksi dan pengenduran kandung kemih tidak terkoordinasi, sehingga tekanan di dalam kandung kemih tetap tinggi dan ginjal tidak dapat mengalirkan air kemih.
Pemeriksaan
FisikKandung kemih yang membesar bisa diketahui pada
pemeriksaan perut bagian bawah. Urografi intravena, sistografi maupun uretrografi dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan tersebut bisa menunjukkan ukuran ureter dan kandung kemih, batu ginjal, kerusakan ginjal dan fungsi ginjal. Bisa juga dilakukan pemeriksaan USG atau sistoskopi. Dengan memasukkan kateter melalui uretra bisa diketahui jumlah air kemih yang tersisa. Untuk mengukura tekanan di dalam kandung kemih dan uretra bisa dilakukan dengan cara menghubungkan katetera dengan suatu alat pengukur (sistometografi).
www.direktorikuliah.com
51. Penyakit Siringomielia
Latin :
Inggris :
Definisi Siringomielia (berasal dari kata Yunani syrinx , “pipa”) adalah suatu gangguan degeneratif yang kronik progresif dari medulla spinalis dengan gejala klinis adanya amiotrofibrakhialis dan gangguan kehilangan rasa sensoris dengan tipe disosiasi yang disebabkankarena adanya ruangan di bagian sentral medulla spinalis, biasanya di daerah servikal dapatmeluas ke atas ke medulla oblongata dan pons, ke bawah ke arah torakal dan lumbal.
Gejala Kista yang tumbuh di dalam medula spinalis akan menekan medula spinalis dari dalam. Paling sering terjadi di daerah leher, tetapi tidak menutup kemungkinan kista tumbuh di tempat lainnya di sepanjang medula spinalis. Biasanya yang terkena adalah saraf perasa nyeri dan saraf untuk perubahan suhu. Penderita sering mengalami luka bakar atau luka gores karena jari tangannya tidak dapat merasakan nyeri ataupun panas. Kista juga bisa menyebabkan kejang dan kelemahan, yang dimulai di tungkai. Pada akhirnya, otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena bisa mengalami atrofi (penyusutan).
Pemeriksaan
Fisik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil
pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan MRI bisa menunjukkan adanya kista. Jika tidak
dapat dilakukan pemeriksaan MRI, maka dapat dilakukan
pemeriksaan mielogram yang diikuti dengan CT scan.
http://medicastore.com/penyakit/678/
Kista_Medula_Spinalis_&_Otak.html
52.
Penyakit
Mielopati
Latin :
Inggris :
DefinisiSuatu gangguan fungsi atau struktur dari medulla spinalis oleh
adanya lesi komplit atau inkomplit
GejalaLemah/lumpuhnya anggota gerakGangguan buang air kecil dan buang air besarGangguan sensibilitas
Pemeriksaan
Fisik
Parese/plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN atau campuran UMN dan LMN), Hipertensi/anestesi segmental, Gangguan fungsi otonom.
Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif Tidak ditemukan tanda-tanda radang atau penyebabnya
tidak diketahui Pemeriksaan lab Pemeriksaan radiologik (Foto polos vertebra
AP/Lateral/Oblik, Mielografi, CT Mielografi)http://mutiarakatacinta.blogspot.com/2013/03/tentang-penangan-mielopati-dalam-medis.html
53.
Penyakit
Dorsal root syndrome
Latin :
Inggris :Dorsal root syndrome
Definisi
Sebuah kondisi yang ditandai dengan sakit parah tanpa
kehilangan sensoris, disebabkan oleh hiperfleksi atau cedera
hiperekstensi bagian tubuh, diperburuk oleh penyebab cedera
kepala dan / atau dengan adanya perdarahan di sekitar
ganglion dorsal root
Gejala Anestisia selangkang. Gangguan miksi, defikasi dan fungsi genitilia. Kita akan dapat jumpai retensio urinae, yang kemudian
menjadi inkontinesia paradoksa. Gangguan fungsi genetilia akan menimbulkan
impotensia. Refleks anus yang menjadi negative. Penderita akan mengeluh tentang iskhialgia, yaitu nyeri
yang menjalar pada suatu kaki. Bila terdapat penderita dengan keluhan nyeri pada satu kaki maka hendaknya kita mengadakan pemeriksaan untuk menentukan apakah nyeri itu adalah suati iskhialgia atau bukan
Pemeriksaan
Fisik
Dorsal root syndrome ini dapat dilakukan pemeriksaan oleh beberapa teknik : MRI , CT Scan, diskografi, dan myelography . MRI scan sangat sensitif dalam mendeteksi dorsal root syndrome , sebagian besar terutama pada pandangan aksial. Dorsal root syndrome tersebut dianalisis dari kanan ke kiri untuk asimetri , lekukan , lokasi , dan kompresi , yang semuanya memiliki implikasi klinikopatologi
http://www.scribd.com/doc/181337556/DORSAL-ROOT-
SYNDROME-docx
54.
Penyakit
Acute medulla compression
Latin :
Inggris :Acute medulla compression
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
55. Penyakit Radicular syndrome
Latin :
Inggris :Radicular syndrome
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
56. Penyakit Hernia nucleus pulposus (HNP)
Latin :
Inggris :
Definisi suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh bagian dari
nucleus pulposus mengalami penonjolan kedalam kanalis
spinalis
Gejala Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan Achills (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual.
Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk, meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan menghilangkan sakit yang diderita.
Pemeriksaan
Fisik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum, pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Ada adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
Diagnosa pada hernia intervertebral , kebocoran lumbal dapat ditemukan secepat mungkin. Pada kasus yang lain, pasien menunjukkan perkembangan cepat dengan penanganan konservatif dan ketika tanda-tanda menghilang, tes nya tidak dibutuhkan lagi. Myelografi merupakan penilaian yang baik dalam menentukan suatu lokalisasi yang akurat yang akurat.
1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana mulai timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.
2. Pemeriksaan klinik umum
Inspeksi dapat di mulai saat penderita jalan masuk ke ruang pemeriksaan. Cara berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada sisi sakit di jinjit), duduk (pada sisi yang sehat)
Palpasi, untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya skoliosis, gibus dan deformitas yang lain.
3. Pemeriksaan neurologik,
Pemeriksaan sensorik Pemeriksaan motorik à dicari apakah ada kelemahan,
atrofi atau fasikulasi otot Pemeriksaan tendon Pemeriksaan yang sering dilakukan
1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard, tes Sicard)
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari:
1. Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi atau tahap kompresi
2. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP) Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati
3. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus intervetebralis sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit
Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI Untuk membuktikan HNP dan menetukan lokasinya. MRI merupakan standar baku emas untuk HNP.
Diskogarfi
http://agussulastri.wordpress.com/2013/01/23/hernia-nukleus-pulposus/
NO DAFTAR PENYAKIT
Trauma
57. Penyakit Hematom Epidural
Latin :
Inggris :
Definisi Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak
diantara meningen (membran duramter) dan tulang tengkorak
yang terjadi akibat trauma. Duramater merupakan suatu
jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan medulla
spinalis. Epidural dimaksudkan untuk organ yang berada disisi
luar duramater dan hematoma dimaksudkan sebagai masa dari
darah.
TandadanGe
jalaKlinis
Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa – apa
Tapi kemudian pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan dan bangun bangun dalam kondisi kebingungan
Beberapa penderita epidural hematom mengeluh sakit kepala
Muntah – muntah Kejang – kejang Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa
posterior akan menyebabkan keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang drastis. Penderita akan merasa kebingungan dan berbicara kacau, lalu beberapa saat kemudian menjadi apneu, koma, kemudian meninggal.
Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya peningkatan tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa :
Hipertensi Bradikardi
bradipneu
kontusio, laserasi atau tulang yang retak dapat diobservasi di area trauma
dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau ipsilateral kearah lesi, adanya gejala – gejala peningkatan tekanan intrakranial, atau herniasi.
Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang menetap, yaitu:
Coma Fixasi dan dilatasi pupil Deserebrasi
ð Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus dicurigai adanya epidural hematom
Pemeriksaan
Fisik
Adanya gejala neurologist merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat keparahan dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbicara, membuka mata dan respon otot harus dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar) tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering ditanyakan. Apabila pasiennya dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya pupil sangat penting dilakukan.
Pada epidural hematom dan jenis lainnya dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial yang akan segera mempengarungi nervus kranialis ketiga yang mengandung beberapa serabut saraf yang mengendalikan konstriksi pupil. Tekanan yang menghambat nervus ini menyebabkan dilatasi dari pupil yang permanen pada satu atau kedua mata. Hal tersebut merupakan indikasi yang kuat untuk mengetahui apakah pasien telah mengalami hematoma intrakranial atau tidak.
Untuk membedakan antara epidural, subdural dan intracranial hematom dapat dilakukan dengan CT – Scan atau MRI. Dari hasil tersebut, maka seorang dokter ahli bedah dapat menentukan apakah pembengkakannya terjadi pada satu sisi otak yang akan mengakibatkan terjadinya pergeseran garis tengah atau mid line shif dari otak. Apabila pergeserannya lebih dari 5 mm, maka tindakan kraniotomi darurat mesti dilakukan.
Pada pasien dengan epidural spinal hematom, onset gejalanya dapat timbul dengan segera, yaitu berupa nyeri punggung atau leher sesuai dengan lokasi perdarahan yang terjadi. Batuk atau gerakan -gerakan lainnya yang dapat meningkatkan tekanan pada batang tubuh atau vertebra dapat memperberat rasa nyeri. Pada anak, perdarahan lebih sering terjadi pada daerah servikal (leher) dari pada daerah toraks.
Pada saat membuat diagnosa pada spinal epidural hematom, seorang dokter harus memutuskan apakah gejala kompresi spinal tersebut disebabkan oleh hematom atau tumor. CT- Scan atau MRI sangat baik untuk membedakan antara kompresi pada medulla spinalis yang disebabkan oleh tumor atau suatu hematom
http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/epidural-hematom/58. Penyakit Hematom Subdural
Latin :
Inggris :
Definisi Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam
rongga subdural. Dalam bentuk akut yang hebat,baik darah
maupun cairan serebrospinal memasuki ruang tersebut sebagai
akibat dari laserasi otak atau robeknya arakhnoidea sehingga
menambah penekanan subdural pada jejas langsung di otak.
Gejala 1.Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik
dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat
dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif
disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya
menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan
cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya
kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
2. Hematoma Subdural Subakut
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu
lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera.
Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga
disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.
Anamnesis klinis dari penmderita hematoma ini adalah adanya
trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.
Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-
tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran
mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.Dengan
meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran
hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar
dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara
maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan
intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan
menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi
tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.
3.Hematoma Subdural Kronik
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu,
bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera
pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang
melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat
dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah
perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh membrane
fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu
menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel
darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini
yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek
membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah
ukuran dan tekanan hematoma.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan
paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh)
dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya
ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan.
Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan
adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala
bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan
lunak.
Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap
secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-
gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
• sakit kepala yang menetap
• rasa mengantuk yang hilang-timbul
• linglung
• perubahan ingatan
• kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Pemeriksaan
Fisik
Pada kasus perdarahan yang kecil ( volume 30 cc ataupun
kurang ) dilakukan tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan
ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan darah yang
rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat
mengalami pengapuran.
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan
adanya gejala- gejala yang progresif, maka jelas diperlukan
tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma.
Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan
operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway,
breathing dan circulation (ABCs). Tindakan operatif yang
dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill
craniotomy, subdural drain. Dan yang paling banyak diterima
untuk perdarahan sub dural kronik adalah burr hole
craniotomy. Karena dengan tehnik ini menunjukan komplikasi
yang minimal. Reakumulasi dari perdarahan subdural kronik
pasca kraniotomi dianggap sebagai komplikasi yang sudah
diketahui. Jika pada pasien yang sudah berusia lanjut dan
sudah menunjukkan perbaikan klinis, reakumulasi yang terjadi
kembali, tidaklah perlu untuk dilakukan operasi ulang
kembali .Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan
prosedur bedah yang invasif dengan tingkat komplikasi yang
lebih tinggi. Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan
awal dari perdarahan subdural kronik sudah mulai berkurang.
Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang
kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan
pembedahan definitif.
Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan
kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan
kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan
brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar
disebabkan oleh adanya massa extra aksial.
http://yazid88.blogspot.com/2009/04/kasus-2-nn.html
59. Penyakit Trauma Medula Spinalis
Latin :
Inggris :
Definisi Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang( spinal cort / medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain
itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak
Gejala Trauma ini umumnya mempunyaigejala klinis yang hampir
kebanyakansatu sama lainnya, baik intradural extra-meduler,
extraduller atau intra-duller yaitu sebagai berikut:
1.Gejala-gejala radikular :hipertensi,nyeri akar
2.Gejala penekanan
3.gejala sensorik
4.Peninggian reflek fisiologis dan timbul reflek patologis.
5.Sindrom Bladder-Rectum Incontinensia urin, retensio urin,
konstipasi
6. gangguan saraf simpatis : reflek pilomotor (merinding),
reflk vasomotor (pucat kalau kulit ditusuk), berkeringat.
Read more: http://hanyasekedarblogg.blogspot.com/2013/06/askep-trauma-medulla-spinalis.html#ixzz2pPxN6nl4
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3
(Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan klien.
1. Pernapasan.
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi
blok saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otototot
pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur
simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang
sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam
beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada
daerah servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik
sebagai berikut.
Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika
otot-otot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada
akibat adanya blok saraf parasimpatis.
Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan
sisi yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada
rongga toraks.
Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas
berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering
didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang mengalami
penurunan tingkat kesadaran (koma).
2. Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera
tulang belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan
kardiovaskular klien cedera tulang belakang pada beberapa
keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia,
berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan
ekstremitas dingin atau pucat.
3. Persyarafan
tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons
terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan,
tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera tulang
belakang biasanya mengalami perubahan status mental.
Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang
belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam
kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami
paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada
kelainan
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
4. Pemeriksaan refleks:
Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan
refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan refleks
patologis.
Refleks Bullbo Cavemosus positif
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada
kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-
netap pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan
sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai
lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang
5. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan
jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
6. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-
patkan adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan
hilangnya bising usus serta kembung dan defekasi tidak ada.
Hal ini merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
kurangnya asupan nutrisi.
7. Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada
ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai
dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena
NO DAFTAR PENYAKIT
Trauma
60. Penyakit Reffered pain
Latin :
Inggris :
Definisi
TandadanGe
jalaKlinis
Pemeriksaan
Fisik
61. Penyakit Nyeri neuropatik
Latin : Nerve Pain
Inggris : Neuropathic pain
Definisi Nyeri neuropatik didefinisikan sebagai “nyeri yang timbul
akibat cedera/ lesi yang mengenai sistem somatosensorik”.
http://www.strokebethesda.com/content/view/269/53/
Gejala Sensasi abnormal, baik spontan atau dibangkitkan
Sensasi abnormal tidak menyenangkan, baik spontan atau
dibangkitkan
Berkurangnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik (taktil
maupun thermal)
Meningkatnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik
(taktil maupun thermal)
Berkurangnya respon nyeri pada rangsang sensorik nyeri
Meningkatnya respon nyeri pada rangsang sensorik nyeri
Nyeri muncul pada rangsang sensorik yang seharusnya
tidak menimbulkan nyeri
Pemeriksaan
Fisik
Nyeri yang muncul pada distribusi saraf (misalnya: radicular
atau dermatomal) dan nyeri yang terjadi pasca kerusakan saraf
(misalnya: hemiparaestesia pasca stroke, atau lesi allodinia
pasca herpes) harus dicurigai sebagai nyeri neuropatik. Pada
beberapa kasus (misalnya: herpetic neuralgia) tidak terlalu
diperlukan tes penunjang tambahan.12
Pasien dengan nyeri terbakar dan kesemutan pada salah
satu lengan atau tungkai seringkali perlu menjalani
pemeriksaan neurofisiologi (ENMG/ Electro Neuro-Myo
Grafi) untuk mengkonfirmasi apakah nyeri berasal dari
radikulopati saraf spinal atau suatu neuropati jebakan
(misalnya: Carpal Tunnel Syndrome).12
Pasien dengan dysestesia atau hipestesia pada ujung-
ujung ekstremitas (glove and stocking distribution)
menunjukkan suatu kondisi polineuropati. Pada beberapa
kasus penyebabnya jelas (misalnya: diabetes atau uremia),
namun pada beberapa kasus yang lain perlu dilakukan
pelacakan sistematis untuk penentuan kausa (infeksi,
metabolik, sindroma paraneoplastik, toksik). 12 Esesmen nyeri
harus dilakukan secara berkala pada setiap kunjungan pasien
untuk melihat perkembangan terapi dan pemantauan hasil
pengobatan.12
NO DAFTAR PENYAKIT
PenyakitNeuromuskulardanNeuropati
62. Penyakit Sindrom Homer
Latin :
Inggris : Horner's Syndrome
Definisi Sindrom Horner adalah kumpulan gejala yang disebabkan
kerusakan pada sistem saraf simpatis
TandadanGe
jalaKlinis
Gejala klinis Sindrom Horner terdiri atas:
Ptosis; merupakan gejala yang paling gampang terlihat. Ptosis diartikan ketidakmampuan untuk mengangkat kelopak mata. Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan M. Mulleri (Superior Tarsal Muscle) yang dipersarafi oleh saraf simpatis.
Miosis; adalah konstriksi pupil. Hal ini terjadi akibat gangguan pada sistem jaras simpatis mengakibatkan kelumpuhan M. Dillatator Pupillae sehingga ketidakmampuan pupil untuk berdilatasi.
Enoftalmus; keadaan ptosis yang membuat kelopak mata jatuh menyebabkan mata terkesan mata lebih masuk kedalam.
Anhidrosis; sebagaimana dijelaskan di atas bahwa neuron simpatis juga berfungsi dalam mempersarafi kelenjar keringat, sehingga gangguan saraf simpatis mengakibatkan tidak keluarnya keringat pada daerah wajah. Jika lesi berada di neuron preganglion maka anhidrosis akan terjadi pada tubuh ipsilateral, namun bila lesi pada neuron postganglion maka anhidrosis terbatas pada daerah dahi saja.
Pemeriksaan Letak lesi penyebab sindroma Horner perlu ditentukan, sebab lesi distal terhadap gangion servikal superior biasanya 98%
Fisik jinak, sedangkan lesi proksimal terhadapnya 50% ganas. Pada arak yang sering terjadi adalahcongenital horner’s syndrome yang sering disebabkan karena trauma lahir, atau adanya nerutoblastoma yang tumbuh pada jaras simpatetik. Pada lesi yang kongenital dapat terjadi dengan heterochromia iris.
Lesi disetiap neuron jaras simpatis mungkin secara klinis susah dibedakan karena akan menunjukkan gejala yang sama, namun dengan pemeriksaan yang lebih teliti dan pemeriksaan penunjang kita akan dapat membedakan pada tingkatan neuron mana yang terjadi gangguan.
Untuk mendiagnosa dan membedakan letak lesi maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Dengan topikal cocaine 4-10%, pada mata normal terjadi dilatasi sedangkan pada Sindrom Horner dilatasi sangat berkurang. Cocaine mebiokir reuptake norepineparine yang dilepaskan oleh neuron simpatik ketiga. Lesi jaras simpatik menyebabkan berkurangnya epinephrine yang dilepaskan oleh neuron sehingga pupil sisi tersebut tidak akan berdilatasi
Paredrin 1% (Hidoksi amfetamin ) untuk menentukan loaksi lesi. Efek paredrine melepaskan nor-epinephrine dari terminal pre-sinaptik. Pada lesi post ganglioner, saraf terminal mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi papil pada pemberian paredrin, sedangkan pada lesi preganglion, jaras post ganglion masih intak sehingga paredrin mengakibatkan dilatasi pupil.
http://andarpunyacerita.blogspot.com/2012/09/sindrom-
horner.html
63. Penyakit Carpal tunnel syndrome
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
64. Penyakit Tarsal tunnel syndrome
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
65. Penyakit Neuropati
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
66.
Penyakit
Peroneal palsy
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
67. Penyakit GuillainBarre syndrome
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
68.
Penyakit
Miastenia gravis
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
69. Penyakit Polimiositis
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
Penyakit Neurofibromatosis (Von RecklingHausen disease)
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
NO DAFTAR PENYAKIT
GangguanNeurobehaviour
71. Penyakit Amnesia pascatrauma
Latin :
Inggris :
Definisi
TandadanGe
jalaKlinis
Pemeriksaan
Fisik
72. Penyakit Afasia
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik
73.
Penyakit Mild Cognitive Impairment (MCI)
Latin :
Inggris :
Definisi
Gejala
Pemeriksaan
Fisik