HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH OVERWEIGHT …/Hubungan... · DAFTAR SKEMA ... Perjalanan Penyakit dan...
Transcript of HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH OVERWEIGHT …/Hubungan... · DAFTAR SKEMA ... Perjalanan Penyakit dan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH OVERWEIGHT DENGAN
GAMBARAN FATTY LIVER PADA USG ABDOMEN
DI RSUD DR. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
CHARISMATIKA SYINTIA DEWI
G0009046
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul: Hubungan Indeks Massa Tubuh Overweight dengan
Gambaran Fatty Liver pada USG Abdomen
di RSUD dr. Moewardi.
Charismatika Syintia Dewi, G.0009046, Tahun 2012
Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari Jumat, Tanggal 3 Agustus 2012
Pembimbing Utama Nama : Prof. Dr. Suyono, dr., Sp. Rad (K)
NIP : 19470611 197610 1 001 (...................................) Pembimbing Pendamping Nama : Jarot Subandono, dr., M.Kes NIP: 19680704 199903 2 001 (...................................) Penguji Utama Nama : Dr. Widiastuti, dr., Sp. Rad (K) NIP : 19570308 198603 1 006 (...................................) Anggota Penguji Nama : Ratih Dewi Yudhani, dr NIP : 19840707 200912 2 002 (...................................)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 3 Agustus 2012
Charismatika Syintia Dewi
NIM. G0009046
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
ABSTRAK
Charismatika Syintia Dewi, G0009046, 2012. Hubungan Indeks Massa Tubuh Overweight dengan Gambaran Fatty Liver pada USG Abdomen di RSUD dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang: Meningkatnya Overweight atau kegemukan di dunia merupakan salah satu akibat dari moderenisasi gaya hidup, peningkatan masukan kalori dan terbatasnya aktivitas fisik. Overweight semakin disadari menjadi risiko seseorang untuk mendapat penyakit metabolisme kronis. Fatty liver atau perlemakan hati merupakan kondisi yang juga semakin disadari berkembang menjadi penyakit hati kronis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh overweight dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen di RSUD dr. Moewardi. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanganan yang lebih adekuat serta upaya pencegahan fatty liver sejak dini.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Subjek penelitian adalah pasien yang melakukan USG abdomen di Instalasi Radiologi RSUD dr. Moewardi pada bulan Juni 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara fixed exposure sampling setelah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sampel. Diperoleh data sebanyak 40 sampel, diambil langsung dengan melihat hasil pemeriksaan USG abdomen fokus hati serta dengan perhitungan indeks massa tubuh yang diperoleh dari pengukuran tinggi badan dan berat badan. Sampel kemudian dianalisis dengan uji Chi Square dan uji Odds Ratio menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Window.
Hasil Penelitian: Data hubungan indeks massa tubuh overweight dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen di RSUD dr. Moewardi diuji dengan analisis bivariat uji Chi Square, didapatkan p = 0,011 atau p < 0,05 dimana α = 0,05. Kemudian dilakukan uji Odds Ratio untuk mengetahui kekuatan hubungan sebab akibat dengan OR = 5,571.
Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh overweight dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen (p = 0,011), dimana seorang overweight memiliki risiko mengalami fatty liver 5,571 kali dibanding seorang normal atau underweight.
Kata Kunci: fatty liver, indeks massa tubuh, overweight, ultrasonografi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
ABSTRACT
Charismatika Syintia Dewi, G0009046, 2012. The Relationship between Overweight Body Mass Index and Fatty Liver Picture on USG Abdomen in RSUD dr. Moewardi. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Background: Overweight increasing in the world is one result of the modernization of lifestyles, the increasing caloric intake and limited physical activity. Overweight is more realized to become of a person's risk for metabolism chronic disease. Fatty liver is increasingly recognized condition that also develop into chronic liver disease. This study aims to examine the relationship between overweight body mass index and fatty liver picture on USG Abdomen in RSUD dr. Moewardi. The study is expected to assist in diagnosis and treatment is more adequate and the prevention of fatty liver early on.
Methods: This research is an analytical observational research with cross-sectional approach. Subjects were patients undergoing abdominal ultrasound Radiology Installation in RSUD dr. Moewardi in June 2012. Sampling was done after a fixed exposure sampling were selected based on inclusion and exclusion criteria of the sample. The obtained data were as many as 40 samples, taken immediately to see the results of focused abdominal ultrasound examination of heart and with a body mass index calculation derived from measurements of height and weight. Then samples were analyzed by Chi Square test and Odds Ratio test using the Statistical Product and Service Solution (SPSS ) 17.0 for Windows.
Result: The data link overweight with a body mass index picture of fatty liver on abdominal ultrasound in RSUD dr. Moewardi was tested by Chi Square test bivariate analysis, obtained p = 0,011 or p < 0,05 where α = 0,05. Odds Ratio test was then performed to determine the strength of a causal relationship with OR = 5,571.
Conclusion: There is a significant association between overweight body mass index with images of fatty liver on abdominal ultrasound (p = 0,011), where an overweight have a risk for developing fatty liver 5,571 times that of a normal or underweight.
Keywords: fatty liver, body mass index, overweight, ultrasound
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh Overweight dengan Gambaran Fatty Liver pada USG Abdomen di RSUD dr. Moewardi”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat diatasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Suyono, dr., Sp. Rad (K)., selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan dan nasihat.
4. Jarot Subandono, dr., M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan dan nasihat.
5. Dr. Widiastuti, dr., Sp. Rad (K)., selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan nasihat.
6. Ratih Dewi Yudhani, dr., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan bimbingan dan nasihat.
7. Basoeki Soetardjo, drg., MMR., selaku Direktur RSUD dr. Moewardi serta seluruh Staf dan Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi yang telah membantu pelaksanaan penelitian.
8. Orang tuaku tercinta Ayahanda Ari Widodo, SH dan Ibunda Dra. Sri Yanti, Mas Ahimsa Syafi’i Widhi Athna, SH, Dek Muhamad Ridwan, seluruh keluarga atas doa, pengertian dan semangat mengalir tiada henti.
9. Keluarga besar Bapak Heru atas perhatian dan bantuannya setiap hari. 10. Teman-teman keluarga besar mahasiswa Pendidikan Dokter 2009 terutama
Dympna, Yeni, Chita, Tita, Irene, Dila, kelompok tutorial B6, LPM Erythro, dan CIMSA FK UNS atas dukungan serta senyuman yang berarti.
11. Sahabatku terutama Eski untuk bantuan pemahaman pengolahan data, Fanny, Erny, Vitria, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis pun menyadari bahwa penulisan laporan penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari para pembaca yang budiman. Akhir kata, semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 3 Agustus 2012
Charismatika Syintia Dewi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR SKEMA .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka........................................ .......................................... 5
1. Overweight ............................................................. ......................... 5
a. Definisi ....................................... ................................................ 5
b. Indeks Massa Tubuh ................................................ ................... 5
c. Leptin ....................... .................................................................. 9
2. Hati ....................................................... .......................................... 10
a. Histologi dan Anatomi Hati ....................................................... 10
b. Fisiologi Hati................................................................ .............. 12
3. Fatty Liver ............................................................ .......................... 16
a. Definisi ........................................................................................ 16
b. Gambaran Klinis dan Laboratorium ........................................... 18
c. Patogenesis .................................................................................. 21
d. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ............................................. 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
4. Ultrasonografi .................................................................................. 25
a. Definisi ........................................................................................ 25
b. Cara kerja ................................................................................... 26
c. Persiapan Pasien ......................................................................... 27
d. Teknik Pemeriksaan ................................................................... 28
e. Gambaran Ultrasonografi Hati Normal ....................................... 28
f. Gambaran Ultrasonografi Fatty Liver ......................................... 29
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 31
C. Hipotesis ............................................................................................. 31
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 32
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 32
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 32
C. Subjek Penelitian ................................................................................ 32
D. Teknik Sampling .................................................................................. 33
E. Rancangan Penelitian ........................................................................... 34
F. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 34
G. Definisi Operasional Variabel ............................................................ 35
H. Instrumen Penelitian ........................................................................... 37
I. Cara Kerja ........................................................................................... 38
J. Teknik Analisis Data .......................................................................... 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN................................................................................ 39
BAB V. PEMBAHASAN ....................................................................................... 45
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 54
A. Simpulan ............................................................................................. 54
B. Saran ................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 55
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan disertai dengan
peningkatan perekonomian erat hubungannya dengan perubahan gaya hidup
masyarakat. Pola makan, junk food, kurang olahraga mengakibatkan
tumbuhnya berat badan dan tinggi badan tidak ideal. Kenaikan berat badan
yang berlebihan atau overweight (IMT >23 kg/m2) merupakan salah satu efek
perubahan gaya hidup. Semakin gemuk (banyak lemak), risiko seseorang
untuk mendapat penyakit akan semakin besar (Wargahadibrata, 2010).
Peningkatan signifikan angka kejadian efek kondisi terkait overweight salah
satunya perlemakan hati (David et al., 2009). Perlemakan hati sederhana atau
yang dikenal dengan fatty liver adalah gangguan metabolisme lemak (lipid)
yang ditandai dengan peningkatan akumulasi trigliserid di sel hati (Everhart
dan Bambha, 2010).
Perlemakan hati non alkoholik atau yang lebih sering didengar dengan
istilah Nonalcoholic Fatty liver Disease (NAFLD) merupakan kondisi yang
semakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati kronis lanjut. Pada
populasi di negara industri Amerika, Eropa dan Australia angka kejadian fatty
liver mencapai 30 %. Populasi dengan obesitas di negara maju mendapat 60 %
fatty liver, 20-25 % steatohepatis dan 2-3 % sirosis. Dalam laporan yang sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pun disebutkan bahwa 70% pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami
perlemakan hati, sedangkan pada pasien dislipidemia angkanya sekitar 60 %
(Hasan, 2009).
Penelitian lain melaporkan 10 % dari populasi Asia mengidap fatty
liver (Chitturi et al., 2011). Prevalensi fatty liver di populasi perkotaan
Indonesia mencapai 30% dengan kegemukan sebagai faktor risiko yang paling
berpengaruh (Trihatmowijoyo dan Nusi, 2009). Fatty liver dengan kelebihan
berat badan memiliki hubungan yang kuat dan terlebih lagi dengan akumulasi
lemak viseral. Meski demikian, tidak semua pasien kegemukan mengalami
fatty liver (Das et al., 2010).
Sejalan dengan penelitian tersebut terbukti bahwa meningkatnya
prevalensi kelebihan berat badan atau overweight merupakan faktor risiko
terjadinya fatty liver. Proporsi lemak tubuh salah satunya dapat dinilai dengan
klasifikasi (underweight, normal, overweight) Indeks Massa Tubuh (IMT)
yang didapatkan dari rumus berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi
badan kuadrat dalam meter (Wargahadibrata, 2010).
Abnormalitas tes fungsi hati akibat fatty liver merupakan kelainan
yang jarang ditemukan di masyarakat. Sebagian besar pasien dengan fatty liver
tidak menunjukkan gejala maupun tanda-tanda adanya penyakit hati.
Umumnya pasien dengan fatty liver ditemukan secara kebetulan pada saat
dilakukan pemeriksaan lain, misalnya medical check-up, atau karena
komplikasi sirosis seperti asites, perdarahan varises, atau sudah berkembang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
menjadi hepatoma. USG abdomen merupakan pilihan yang sering dilakukan
untuk menegakkan diagnosis fatty liver (Hasan, 2009).
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui hubungan indeks
massa tubuh overweight dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen di
RSUD dr. Moewardi. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis dan penanganan yang lebih adekuat serta upaya
pencegahan fatty liver sejak dini.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan indeks massa tubuh overweight dengan
gambaran fatty liver pada USG abdomen di RSUD dr. Moewardi?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan indeks massa tubuh overweight dengan
gambaran fatty liver pada USG abdomen di RSUD dr. Moewardi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan terhadap penelitian serupa sebelumnya atau pun memberi
informasi bagi penelitian serupa di lain waktu dan tempat.
2. Manfaat Aplikatif
Manfaat aplikatif yang diharapkan dari penelitian ini adalah
dengan diketahui pengaruh indeks massa tubuh overweight terhadap fatty
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
liver, maka dapat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
penanganan yang lebih adekuat serta upaya pencegahan fatty liver sejak
dini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Overweight
a. Definisi
Kegemukan, kelebihan berat badan atau overweight adalah
kejadian yang biasa dilihat di lingkungan mulai dari Balita hingga
lanjut usia. Diantara yang mengalami kegemukan adalah orang-orang
yang sebelumnya tidak gemuk, namun karena kenaikan berat badan
sering diabaikan, akhirnya terjadilah suatu kenaikan berat badan yang
berlebihan atau dalam istilah medik disebut sebagai obesitas
(Wargahadibrata, 2010). Meningkatnya prevalensi kegemukan
merupakan faktor risiko untuk terjadinya fatty liver. Meski demikian,
tidak semua pasien kegemukan mengalami fatty liver (Das et al.,
2010).
b. Indeks Massa Tubuh
Derajat gangguan kesehatan ditentukan dari tiga faktor: 1)
jumlah lemak, 2) distribusi lemak, dan 3) adanya faktor risiko lainnya.
Berdasarkan tinggi dan berat badan tubuh, dapat diukur Indeks Massa
Tubuh (IMT) yang memperlihatkan status gizi sekaligus komposisi
lemak tubuh. Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
sebagai pengukur pengganti dipakai indeks Quatelet atau Indeks Massa
Tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih atau overweight
pada orang dewasa (Sugondo, 2009).
Indeks massa tubuh merupakan indikator yang paling sering
digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan
lebih dan obesitas pada orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi
digunakan IMT, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi
badan dalam meter kuadrat (m²) (Sugondo, 2009).
Ada dua klasifikasi IMT, yaitu menurut WHO dan untuk orang
ASIA. Hal ini berdasar meta-analisis beberapa kelompok etnik yang
berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama,
menunjukkan Etnik Amerika berkulit hitam memeliki IMT lebih tinggi
1,3 kg/m² dan Etnik Polinesia memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m²
dibanding dengan Etnik Kaukasia. Sebaliknya nilai IMT pada Bangsa
Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand adalah 1,9 4,6 3,2 dan 2,9
kg/m² lebih rendah daripada Etnik Kaukasia (Sugondo, 2009). Jadi
klasifikasi menurut WHO cocok untuk orang-orang Etnik Kaukasia
yang besar-besar, sehingga para ahli kemudian membuat klasifikasi
untuk orang Asia yang ukuran badannya lebih kecil (Wargahadibrata,
2010).
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi Badan² (m²)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT pada Orang Dewasa Menurut WHO
Technical Series, 2004
Classification Body Mass Index (kg/m²)
Principal cut-off
points
Additional cut-off
points
Underweight <18.50 <18.50
Severe thinness <16.00 <16.00
Moderate thinness 16.00 - 16.99 16.00 - 16.99
Mild thinness 17.00 - 18.49 17.00 - 18.49
Normal range 18.50 - 24.99 18.50 - 22.99
23.00 - 24.99
Overweight ≥25.00 ≥25.00
Pre-obese 25.00 - 29.99 25.00 - 27.49
27.50 - 29.99
Obese ≥30.00 ≥30.00
Obese class I 30.00 - 34.99 30.00 - 32.49
32.50 - 34.99
Obese class II 35.00 - 39.99 35.00 - 37.49
37.50 - 39.99
Obese class III ≥40.00 ≥40.00
Source: Adapted from WHO, 1995, WHO, 2000 and WHO 2004.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT untuk ASIA Dewasa Menurut WHO
dalam The Asia Pacific Perspective, 2000
Klasifikasi IMT (kg/m²)
Underweight <18,5
Batas Normal 18,5-22,9
Overweight; >23
At risk 23-24,9
Obese I 25-29,9
Obese II >30
Tabel IMT Asia menunjukkan bahwa seseorang dianggap
mempunyai kelebihan berat badan bila IMT lebih dari 23 kg/m² dan
dikategorikan memiliki obesitas bila memiliki IMT diatas 25 kg/m².
Kejadian obesitas di seluruh dunia meningkat sebagai salah satu akibat
dari modernisasi gaya hidup dengan meningkatnya masukan kalori dan
terbatasnya aktivitas fisik serta urbanisasi yang juga dipengaruhi faktor
lingkungan. Menurut Wargahadibrata (2010) pengukuran IMT tidak
tepat digunakan untuk mengategorikan kelebihan berat badan dan
obesitas pada orang yang massa tubuhnya berat karena otot seperti
pada atlet juga pada ibu hamil dan menyusui.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
c. Leptin
Leptin merupakan hormon turunan adiposit yang memiliki efek
penting dalam mengatur berat badan, metabolisme dan fungsi
reproduksi. Tingkat sirkulasi leptin diketahui meningkat pada orang
yang memiliki kelebihan berat badan, seorang pengonsumsi alkohol,
serta seorang dengan fatty liver (Wang et al., 2009). Leptin merupakan
hormon yang akan memperberat terjadinya penyakit perlemakan hati
non alkohol dengan meningkatkan kejadian resistensi insulin. Peranan
leptin adalah melindungi jaringan selain jaringan adiposa terhadap
perlemakan dan lipotoksisitas selama terjadi kelebihan karbohidrat
(Ding et al., 2005).
Leptin adalah protein kDa 16 hormon yang memainkan peran
penting dalam mengatur energi asupan dan pengeluaran energi,
termasuk nafsu makan dan metabolisme. Leptin pun termasuk salah
satu hormon paling penting turunan adiposa. Gen “Ob(Lep)” (Ob
untuk obesitas, Lep untuk leptin) terletak pada kromosom 7 pada
manusia. Leptin manusia adalah sebuah protein 167 amino yang
diproduksi terutama di adiposit jaringan adiposa putih, dan tingkat
beredar leptin secara langsung proporsional dengan jumlah lemak
dalam tubuh. Selain untuk jaringan adiposa putih, sumber utama
penghasil leptin juga dapat diproduksi oleh jaringan adiposa cokelat
plasenta (syncytiotrophoblast), ovarium, otot rangka, perut (bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
bawah kelenjar fundic), sel epitel kelenjar susu, sumsum tulang,
pituitari dan hati (Newsmedical, 2012).
Hasil sebuah studi menunjukkan bahwa leptin bertanggung
jawab meningkatkan Transforming Growth Factor Beta-1 (TGFβ1)
ekspresi leptin oleh sel kuppfer. Kemudian Signal Transducer and
Activator of Transcription-3 (STAT3) aktif dan produksinya mengikat
unsur-unsur dalam TGFβ1 promoter. Peningkatan TGFβ1 pada sel
kuppfer adalah efek utama pada fibrosis hati terkait dengan tingkat
obesitas dan peningkatan leptin, seperti pada seorang fatty liver (Wang
et al., 2009).
2. Hati
a. Histologi dan Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang
sekitar 2% berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia
dewasa (Guyton dan Hall, 2007). Hati menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar
dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas
dari iga IX kanan keiga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk
cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta
hepatis. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi dua lobus
oleh adanya ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan
yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri (Amirudin, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Gambar 2.1 Anatomi Hati
Hati terdiri atas satuan heksagonal disebut lobulus hati. Di
pusat setiap lobulus, terdapat sebuah vena sentral yang dikelilingi
lempeng-lempeng sel hati, yaitu hepatosit dan sinusoid secara radial
(Eroschenko, 2003). Di tepi luar setiap lobulus terdapat tiga pembuluh:
cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan duktus biliaris. Darah
dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta tersebut mengalir
dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar disebut
sinusoid (Sherwood, 2001).
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi ±
60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitelial sistem
empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang
termasuk di dalam endotelium, sel kupffer dan sel stellata yang
berbentuk seperti bintang (Amirudin, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun
melingkari eferen vena hepatika dan duktus hepatikus. Sinusoid
merupakan saluran darah yang berliku-liku dan melebar, diameter tak
beraturan, dilapisi sel endotel bertingkap tak utuh yang dipisahkan
dengan hepatosit di bawahnya oleh ruang perisinusoidal. Akibatnya,
zat makanan yang mengalir di dalam sinusoid yang berliku-liku,
menembus dinding endotelial berpori dan berkontak langsung dengan
hepatosit (Eroschenko, 2003). Sel lain yang terdapat dalam dinding
sinusoid adalah sel fagositik kupffer yang merupakan bagian penting
retikuloendotelial dan sel stellata yang memiliki aktivitas
miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah
sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan
kerusakan hati (Amirudin, 2009).
b. Fisiologi Hati
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh.
Organ ini penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi garam
empedu, tetapi hati juga melakukan berbagai fungsi lain, menurut
Sherwood (2001) fungsi hati mencakupi hal-hal berikut:
1) Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,
protein) setelah penyerapannya dari saluran pencernaan.
2) Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan
senyawa asing lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3) Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang
penting untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon
tiroid, steroid, dan kolesterol dalam darah.
4) Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5) Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama
dengan ginjal.
6) Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang, berkat
adanya makrofag residen.
7) Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk
penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah
usang.
8) Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh
yang lain.
Hepatosit sebagai sel eksokrin menyintesis dan membebaskan
empedu ke dalam sistem duktus ekskretorius, yaitu kanalikuli biliaris.
Sekresi empedu membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu
primer) dan kolangiosit yang terletak sepanjang duktulus empedu.
Asam-asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalam hepatosit,
diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi dan bersifat larut dalam
air akibat konjugasi dengan glisin, taurin dan sulfat (Amirudin, 2009).
Asam empedu yang terdapat di dalam empedu penting untuk
mengelmusi lemak yang memasuki usus halus dari lambung.
Pengelmusian lemak memudahkan pencernaan lemak oleh lipase
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pankreas. Lemak yang dicerna kemudian diserap oleh sel-sel usus
halus, dibawa ke pembuluh limfatika, berakhir di vena sentralis
menuju jantung dan di pompa ke seluruh tubuh bersama aliran darah
(Eroschenko, 2003).
Hal yang penting diketahui bukanlah kadar kolesterol total
melainkan jumlah kolesterol yang terikat ke berbagai protein pembawa
yang lebih penting berkaitan dengan risiko penyakit. Kolesterol adalah
suatu lipid, zat yang tak terlalu larut dalam darah. Sebagian besar
kolesterol dalam darah terikat ke protein-protein plasma tertentu dalam
bentuk kompleks lipoprotein, yang akan larut dalam darah. Terdapat
tiga lipoprotein utama yang diberi nama berdasarkan kepadatan protein
dibandingkan dengan lipid: 1) lipoprotein berdensitas tinggi {High
Density Lipoprotein (HDL)} yang proteinnya paling banyak dan
kolesterolnya paling sedikit, 2) lipoprotein berdensitas rendah {Low
Density Lipoprotein (LDL)} yang proteinnya lebih sedikit dan
kolesterolnya lebih banyak, dan 3) lipoprotein berdensitas sangat
rendah {Very Low Density Lipoprotein (VLDL)} yang proteinnya
paling sedikit dan lipidnya paling banyak, tetapi lipid yang dibawanya
adalah lemak netral, bukan kolesterol. Kolesterol yang diangkut di
dalam kompleks LDL diberi nama kolesterol jahat, karena kolesterol
diangkut ke sel, termasuk ke sel-sel yang melapisi bagian dalam
dinding pembuluh. Sebaliknya kolesterol yang diangkut dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
kompleks HDL disebut sebagai kolesterol baik karena HDL
mengeluarkan kolesterol dari tubuh (Sherwood, 2001).
Asupan makanan dari lemak dan karbohidrat yang melebihi
kebutuhan tubuh menyebabkan konversi lipid menjadi trigliserol di
hati. Trigliserol dikemas ke dalam VLDL dan dilepaskan ke dalam
sirkulasi untuk dikirim ke berbagai jaringan (terutama otot dan
jaringan adiposa) untuk penyimpanan atau produksi energi melalui
oksidasi (Guyton dan Hall, 2007).
Kira-kira 80% kolesterol yang disintesis di dalam hati diubah
menjadi garam empedu, kemudian disekresikan kembali ke dalam
empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke
semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hati dan
terutama ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya, fosfolipid dan
kolesterol, digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur
intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi
sel. Hampir semua sintesis lemak dalam tubuh dari karbohidrat dan
protein juga terjadi di hati. Setelah lemak disintesis di hati, lemak
ditranspor dalam lipoprotein ke jaringan lemak untuk disimpan
(Guyton dan Hall, 2007).
Salah satu fungsi hati secara spesifik adalah metabolisme
lemak. Untuk memperoleh energi dari lemak netral, lemak pertama-
tama dipecahkan menjadi gliserol dan asam lemak, kemudian asam
lemak dipecah oleh oksidasi beta menjadi radikal asetil berkarbon 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
yang membentuk asetil koenzim A (asetil-KoA). Asetil-KoA dapat
memasuki siklus asam sitrat dan dioksidasi untuk menghasilkan
sejumlah energi yang sangat besar. Oksidasi beta dapat terjadi di
semua sel tubuh, namun terutama dengan cepat dalam sel hati. Hati
sendiri tidak dapat menggunakan semua asetil-KoA yang dibentuk.
Sebaliknya, asetil-KoA diubah melalui kondensasi dua molekul asetil-
KoA menjadi asam asetoasetat, yaitu asam dengan kelarutan tinggi
yang lewat dari sel hati masuk ke cairan ekstrasel dan kemudian
ditranspor ke seluruh tubuh untuk diabsorbsi oleh jaringan lain.
Jaringan ini kemudian mengubah kembali asam asetoasetat menjadi
asetil-KoA dan kemudian mengoksidasinya dengan cara biasa. Jadi,
hati berperan pada sebagian besar metabolisme lemak (Guyton dan
Hall, 2007).
3. Fatty Liver
a. Definisi
Perlemakan hati non alkoholik atau yang lebih sering didengar
dengan istilah Nonalcoholic Fatty liver Disease (NAFLD) merupakan
kondisi yang semakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit
hati kronis lanjut. Dikatakan sebagai perlemakan hati apabila
kandungan lemak di hati yang sebagian besar terdiri atas trigliserid
melebihi 5% dari seluruh berat hati. Karena pengukuran berat hati
sangat sulit dan tidak praktis, diagnosis dibuat berdasarkan analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
spesimen biopsi jaringan hati, yaitu ditemukan minimal 5 – 10 % sel
lemak dari keseluruhan hepatosit (Hasan, 2009).
Histopatologi dari hati yang mengalami perlemakan atau fatty
liver menampakkan hepatosit yang menggembung karena infiltrasi
lemak. Banyaknya lipid yang tertimbun di hati menyebabkan inti sel
hepatosit terdesak ke satu sisi dan sitoplasma sel diduduki oleh satu
vakuola berisi lipid. Secara makroskopis perubahan akibat infiltasi
lemak menyebabkan pembengkakan jaringan dan tampak silinder
berwarna kekuningan akibat kandungan lipid (Wilson, 2006).
Gambar 2.2 Perbandingan Makroskopis dan Mikroskopis
pada Hati Normal dan Fatty Liver
Sebagian ahli mendukung dilakukannya biopsi karena
pemeriksaan histopatologi mampu menyingkirkan etiologi penyakit
hati lain dan mempekirakan prognosis. Namun prognosis yang
umumnya baik, belum tersedianya terapi yang benar-benar efektif, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
risiko serta biaya dari tindakan biopsi itu sendiri menjadi alasan
pertentangan beberapa kelompok tidak perlunya biopsi hati sebagai
pemeriksaan rutin untuk penegakan diagnosis fatty liver (Hasan, 2009).
Mayoritas hasil pemeriksaan fisik pada pasien fatty liver adalah
normal, namun 25-50 % diantaranya teridentifikasi hepatomegali.
Pemeriksaan kadar ALT dalam serum didapatkan dalam level ringan
sampai sedang. Pada 25-50 % pasien didapatkan peningkatan AST,
akan tetapi terkadang juga ditemukan pasien denga kadar enzim yang
normal (Amarapurkar, 2010). Perlu menjadi perhatian beberapa studi
yang melaporkan bahwa konsentrasi AST dan ALT tidak memiliki
korelasi dengan aktivitas histologis, bahkan konsentrasi enzim dapat
tetap normal pada penyakit hati yang sudah lanjut. Ultrasonografi
merupakan pilihan terbaik saat ini sebagai salah satu modalitas
pencitraan untuk mendeteksi perlemakan hati (Hasan, 2009).
b. Gambaran Klinis dan Laboratorium
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan fatty liver menurut
Dabhi, et al. (2008) antara lain: obesitas (69-100%), diabetes melitus
(36-75%), hiperlipidemia (20-81%), dan penyebab yang lain.
Penyebab lain yang menyebabkan fatty liver yaitu: nutrisi parenteral
total jangka panjang, resistensi insulin berat, penurunan berat badan
secara cepat dan signifikan pada individu obese, obat-obatan
(kortikosteroid, methotrexate, tamoxifen, diltiazem, nifedipine,
tetracyclins, perhexilin, synthetic oestrogens, dan lain-lain), tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
operasi (seperti: jejuno-ilium bypass, gastropexy, billiopancreatic
bypass, serta kehilangan usus halus dalam jumlah banyak saat tindakan
operasi), post liver transplantation dan Human Imunodeficiency Virus
(HIV).
Pasien dengan fatty liver sebagian besar tidak menunjukkan
gejala maupun tanda-tanda adanya penyakit hati. Beberapa pasien
melaporkan adanya rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak dan
seperti mengganjal di perut kanan atas. Pada kebanyakan pasien,
hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan fisis yang didapatkan.
Komplikasi sirosis seperti asites, perdarahan varises, atau bahkan
sudah berkembang menjadi hepatoma (Hasan, 2009).
Tiga kategori utama tes fungsi hati (LFTs) menurut Amirudin
(2009), yaitu:
1) Peningkatan enzim aminitransferase, Alanine Transaminase
(ALT/SGPT) dan Aspartat Aminotransferase (AST/SGOT),
biasanya mengarah pada perlukaan hepatoseluler atau inflamasi
2) Keadaan patologis yang mempengaruhi sistem empedu intra dan
ekstrahepatis dapat menyebabkan peningkatan Fosfatase Alkali
(ALP) dan Gamma-Glutamil Transpeptidase (ɣGT)
3) Fungsi sintesis hati, seperti produk albumin, urea dan faktor
pembekuan. Bilirubin dapat meningkat pada hampir semua tipe
patologis hepatobilier. Berikut macam-macam bilirubin:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
a) Bilirubin direct (terkonjugasi) - melewati hati, normalnya
antara 0-0,3 desiliter.
b) Bilirubin indirect (tidak terkonjugasi) - tidak melewati hati,
normalnya antara 0-0,3 desiliter.
c) Bilirubin total - adalah jumlah total bilirubin direct + bilirubin
indirect, normalnya antara 0,3-1,9 desiliter.
Hasil dari tes fungsi hati pada fatty liver menurut Widjaja
(2010) menunjukkan: Rasio Albumin/Globulin (< 1 desiliter) dan
bilirubin biasanya masih normal, AST dan ALT meningkat sekitar 2
sampai 3 kali nilai normal demikian juga ɣGT dan ALP meningkat
sekitar ½ sampai 1 kali dari nilai normal. Kadar trigliserid dan
kolesterol juga terlihat meninggi.
Fatty liver erat hubungannya dengan sindrom metabolik yang
meliputi obesitas, resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia. Risiko
sindrom metabolik patut diwaspadai pada seorang obese yang
memiliki IMT > 25 kg/m² atau lingkar pinggang > 88 cm. Resistensi
insulin dapat diketahui dari konsentrasi insulin puasa > 60 pmol/L atau
konsentrasi glukosa puasa > 6,1 mmol / L. Hipertensi diukur dengan
melihat rata-rata sistolik > 140 mmHg atau rata-rata diastolik > 90
mmHg. Dislipidemia apabila konsentrasi trigliserid puasa > 1,7
mmol/L (150 mg/dL) atau konsentrasi HDL-kolesterol puasa < 1,0
mmol/L. Kelainan fungsi hati didefinisikan sebagai ukuran apa pun di
atas batas atas normal (ALP > 135 U/L, ALT > 50 U/L atau ɣGT > 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
U/L). Penelitian ini menegaskan bahwa kelainan fungsi hati; ALP,
ALT dan ɣGT, secara signifikan berhubungan dengan sindrom
metabolik (Browning et al., 2008).
c. Patogenesis
Dua kondisi yang sering berhubungan dengan fatty liver adalah
obesitas dan diabetes melitus, serta dua abnormalitas metabolik yang
sangat kuat kaitannya dengan penyakit ini adalah peningkatan suplai
asam lemak ke hati serta resistensi insulin (Hasan, 2009). Pada
individu yang sehat, ikatan insulin dengan reseptornya menyebabkan
fosforilasi beberapa substrat, termasuk Insulin Reseptor Substrat (IRS)
-1, -2, -3, dan -4. Stimulasi IRS-1 dan -2 meningkatkan aktivasi jalur
Protein Kinase B (PKB). Pada akhirnya, jalur hasil aktivasi PKB
dalam Translokasi Transporter Glukosa (GLUT) mengangkut vesikel
ke membran plasma, sehingga terjadi peningkatan penyerapan glukosa,
peningkatan lipogenesis, dan penurunan glukoneogenesis. Dalam
keadaan resistensi insulin, semua proses tersebut terganggu, sehingga
terjadi peningkatan Free Fatty Acid (FFA) dari jaringan adiposa
(Dowman et al., 2009).
Kadar FFA yang meningkat sebanding dengan penimbunan
trigliserid yang membentuk lemak makrovesikuler yang mempunyai
vakuola yang besar dalam hepatosit. Peningkatan kadar FFA
menyebabkan penurunan sensitivitas Carnitine Palmitoyl Transferase-1
(CPT-1) terhadap efek inhibisi malonyl-Coenzym A (melonyl-CoA)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dan induksi Uncoupling Protein 2 (UCP-2) dapat menggabungkan
masing – masing efeknya untuk meningkatkan ambilan dan oksidasi
FFA mitokondria. Peningkatan trigliserid hepatosit berkaitan dengan
kenaikan sekresi trigliserid meskipun sekresi Apolipoprotein B (Apo
B) menurun pada perlemakan hati berat yang kemungkinan disebabkan
karena degradasi Apo B yang diperantarai insulin dalam hepatosit
(Adams et al., 2005).
Jaringan adiposa bukan hanya berfungsi sebagai penyimpan
cadangan energi, namun juga berfungsi menyekresi endokrin. Secara
fungsional, adiposa bisa menghasilkan suatu adipocyte cytokine
(adipokin) (Dowman et al., 2009). Adipokin ini menjadi perantara
berbagai komplikasi vaskuler dan metabolik dari lemak. Produk-
produk ini, antara lain asam lemak bebas, TNF-α, interleukin, resistin,
dan leptin mereduksi sensitivitas insulin (Collantes et al., 2004).
Produk adipokin yang paling banyak dijelaskan antara lain leptin dan
adiponektin. Leptin merupakan adipokin yang berasal dari jaringan
adiposit dewasa yang berperan dalam regulasi asupan energi dan
pengeluaran, sistem kekebalan tubuh, dan merupakan penyebab
inflamasi dan fibrogenesis. Kadar leptin yang tinggi banyak didapatkan
pada pasien dengan kelebihan berat badan dan fatty liver (Dowman et
al., 2009). Berbeda dengan leptin, sekresi adiponektin berbanding
terbalik dengan konten lemak tubuh dan berkurang pada pasien fatty
liver. Selain itu adiponektin mempunyai efek anti inflamasi, anti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
fibrotik pada jaringan hati, anti diabetik dan anti lipidemik (Chandran
et al., 2003). Adiponektin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
faktor lingkungan (kelebihan nutrisi dan kurangnya aktivitas fisik yang
adekuat) dan faktor genetik (SNPs [I164T]) (Okamoto et al., 2006).
Proses inflamasi di hati erat hubungannya dengan fatty liver.
Inflamasi pada hati dimediasi oleh aktivasi jalur Ikk-b/NF-kB, proses
ini juga terkait dengan peningkatan mediator inflamasi sitokin, seperti
TNF-a, Interleukin-6 (IL-6), dan Interleukin-1Beta (IL-1β), serta
adanya aktivasi sel kupffer. Jalur Ikk-b/NF-kB juga bisa diaktifkan
secara langsung oleh FFA. Sehingga peningkatan pasokan FFA pada
hati bisa berakibat langsung pada inflamasi hati (Dowman et al., 2009).
Faktor-faktor genetika sebagian dapat turut mempengaruhi,
polimorfisme di dalam gen Apolipoprotein C3 (APOC3) telah
dihubungkan dengan fatty liver pada pria India. Walaupun banyak
polimorfisme lain termasuk gen-gen yang mengontrol penyebaran
adiposa, pengisyaratan insulin, respon adipokine, dan hepatik fibrosis
yang telah dilaporkan, namun penelitian tersebut kurang kuat (Chitturi
et al., 2011).
Hipotesis yang sampai saat ini banyak diterima adalah the two
hit theory yang diajukan oleh Day dan James; Hit pertama terjadi
akibat ada penumpukan lemak di hepatosit yang dapat terjadi karena
berbagai keadaan, seperti disiplidemia, diabetes melitus, dan obesitas.
Seperti diketahui bahwa dalam keadaan normal, asam lemak bebas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi darah arteri dan
portal. Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami metabolisme
lebih lanjut, seperti proses re-esterifikasi menjadi trigliserid atau
digunakan untuk pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan
massa jaringan lemak tubuh, khususnya pada obesitas sentral, akan
meningkatkan pelepasan asam lemak bebas yang kemudian menumpuk
di dalam hepatosit. Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati
akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak. Proses
ini terfokus di mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan
mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut
sebagai hit kedua (Manco et al., 2008; Hasan, 2009).
Pendapat lain menurut Botham dan Mayes (2009) fatty liver
dibagi menjadi dua kategori utama. Tipe pertama berkaitan dengan
peningkatan kadar asam lemak bebas plasma akibat mobilisasi lemak
dari jaringan adiposa atau dari hidrolisis trigliserol lipoprotein oleh
lipoprotein lipase oleh jaringan ekstrahepatik. Pembentukan VLDL
tidak dapat mengimbangi meningkatnya influks dan esterifikasi asam
lemak bebas sehingga terjadi penumpukan trigliserid yang
menyebabkan perlemakan hati. Hal ini terjadi selama kelaparan dan
mengkonsumsi diet tinggi lemak. Tipe kedua perlemakan hati biasanya
disebabkan oleh blok metabolik dalam produksi lipoprotein plasma
sehingga terjadi penimbunan trigliserid. Secara teoritis, lesi dapat
disebabkan oleh; blok pada sintesis apolipoprotein, blok pada sintesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
lipoprotein dari lipid dan apolipoprotein, kegagalan penyediaan
fosfolipid yang ditemukan pada lipoprotein, atau kegagalan
mekanisme sekretorik itu sendiri.
d. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Fatty liver meningkatkan risiko kematian pada gangguan
jantung. Walau perjalanan alamiah penyakit perlemakan hati masih
belum jelas diketahui, tapi tampaknya sangat dipengaruhi oleh derajat
kerusakan jaringan (Hasan, 2009). Beberapa tingkat gambaran
histopatologi sepanjang perjalanan alamiah penyakit perlemakan hati
non alkohol adalah fibrosis, sirosis, karsinoma hepatoseluler, kematian
(Adams et al., 2005; Everhart dan Bambha, 2010).
Perbaikan histologik dapat terjadi khususnya pada pasien
dengan fibrosis minimal. Setelah mengalami penurunan berat badan,
histologi hati bisa membaik antara lain berupa berkurangnya inflamasi,
sampai perbaikan fibrosis. Tentunya hal ini terjadi jika penurunan
dilakukan secara bertahap, karena terbukti bahwa kehilangan berat
badan mendadak justru memicu progresi penyakit bahkan sampai
mengalami gagal hati (Hasan, 2009).
4. Ultrasonografi
a. Definisi
Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic
(pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan organ-organ tubuh, dimana
dapat mempelajari bentuk, ukuran, anatomis, gerakan, serta hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksan ini bersifat non invansif, tidak
menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat,
aman dan tidak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama
sekali tidak memperburuk penyakit penderita. Dalam 20 tahun terakhir
ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesat, sehingga saat ini
USG mempunyai peranan yang penting untuk menentukan kelainan
berbagai organ tubuh (Boer, 2009).
Ultrasonografi menggunakan gelombang suara berfrekuensi
tinggi, yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik pada transduser.
Gelombang tersebut berjalan melewati tubuh, dan dipantulkan kembali
secara bervariasi, tergantung pada jenis jaringan yang terkena
gelombang. Dengan transduser yang sama, selain mengirim suara juga
menerima suara suara yang dipantulkan dan mengubah sinyal menjadi
arus listrik yang kemudian diproses menjadi gambar skala abu-abu.
Citra yang bergerak didapatkan saat transduser digerakkan pada tubuh.
Potongan-potongan dapat diperoleh pada setiap bidang dan kemudian
ditampilkan pada monitor. Tulang dan udara merupakan konduktor
suara yang buruk, sehingga tidak dapat divisualisasikan dengan baik,
sedangkan cairan memiliki kemampuan menghantarkan suara dengan
sangat baik (Patel, 2007).
b. Cara Kerja
Transduser bekerja sebagai pemancar dan sekaligus penerima
gelombang suara. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh generator diubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
menjadi energi akustik oleh transduser, yang dipancarkan dengan arah
tertentu pada bagian tubuh yang akan dipelajari. Sebagian akan
dipantulkan dan sebagian lagi akan merambat terus menembus
jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam eko sesuai dengan
jaringan yang dilaluinya (Boer, 2010).
Pantulan eko yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan
membentur transduser, yang kemudian diubah menjadi pulsa listrik
lalu diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam bentu cahaya pada
layar osiloskop. Dengan demikian bila transduser digerakkan seolah-
olah melakukan irisan-irisan pada bagian tubuh yang diinginkan, dan
gambaran irisan-irisan tersebut akan dapat dilihat pada layar monitor
(Boer, 2010).
c. Persiapan Pasien
Sebenarnya tidak diperlukan persiapan khusus. Walaupun
demikian, pada penderita dengan obstipasi, sebaiknya semalam
sebelumnya diberi laksansia. Untuk pemeriksaan alat-alat di rongga
perut bagian atas, sebaiknya dilakukan dalam keadaan puasa dan pagi
hari dilarang makan dan minum yang dapat menimbulkan gas dalam
perut karena akan mengaburkan gambar organ yang diperiksa. Untuk
pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya 6
jam sebelum pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal.
Untuk pemeriksaan kebidanan dan daerah pelvis, buli-buli harus penuh
(Boer, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
d. Teknik Pemeriksaan
Tiga irisan penting yang sangat berguna bagi penelitian hati
adalah longitudinal, transversal, dan subkostal. Ketiga irisan tersebut
dapat dihasilkan dengan menggunakan transduser linier, sektor,
maupun campuran compound (Iljas, 2010).
Posisi penderita biasanya berbaring atau miring ke kiri (left
lateral/decubitus) sambil menahan nafas pada inspirasi dalam. Jarak
tiap-tiap irisan umumnya sekitar 1-2 cm sampai seluruh jaringan ikat
terlihat. Vena kava inferior maupun ligamentum falsiform dapat
dipakai sebagai patokan dalam memeriksa masing-masing lobus kanan
dan lobus kiri (Iljas, 2010).
e. Gambaran Ultrasonografi Hati Normal
Ultrasonografi hati merupakan suatu modalitas pencitraan
untuk penyakit hati fokal atau difus, menentukan staging tumor primer,
mendeteksi deposit sekunder, pemeriksaan penujang untuk kalkulus
dan joundice, dan sebagai bantuan pada biopsi hati atau prosedur
intervensional (Patel, 2007). Adapun gambaran USG hati normal
menurut Mohammad Iljas (2010) antara lain:
1) Permukaan rata, batas belakang lobus kanan yaitu diafragma
merupakan garis tebal yang mempunyai densitas eko tinggi,
2) Ujung lobus kanan dan kiri hati biasanya lancip,
3) Parenkim hati terlihat sebagai jaringan dengan struktur eko
homogen dengan sonodensitas menengah artinya lebih tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
daripada parenkim limpa namun lebih rendah daripada parenkim
pankreas,
4) Vena hepatika sebagai pembuluh anekoik yang naik ke perifer
makin kecil,
5) Vena porta sebagai pembuluh anekoik dengan dinding tebal,
Gambar 2.3 USG Hati Normal
f. Gambaran Ultrasonografi Fatty Liver
Pada ultrasonografi fatty liver, infiltrasi lemak di hati akan
menghasilkan peningkatan difus ekogenisitas ( hiperekoik, bright liver,
area berwarna hitam) bila dibandingkan dengan ginjal. Sensitivitas
USG 89% dan spesivitasnya 93% dalam mendeteksi steatosis. Teknik
pencitraan USG diyakini memiliki sensitivitas yang baik untuk
mendeteksi perlemakan hati dengan deposisi lemak dihati lebih dari
30% (Dabhi et al., 2008; Hasan, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 2.4 USG Fatty Liver
Gambaran ultrasonografi abdomen fokus hati pada kasus fatty
liver menampakkan peninggian densitas eko kasar yang heterogen serta
terlihat hepatomegali, tepi hati terlihat tumpul, terlihat penebalan
permukaan hati yang ireguler. Gambaran pembuluh darah di hati tidak
dapat dibedakan dari jaringan hati yang ada di sekitarnya (Goh, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
B. Kerangka Pemikiran
Skema 2.1 Kerangka Konsep
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian adalah ada hubungan antara indeks massa
tubuh overweight dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen di RSUD
dr. Moewardi.
Kadar adiponektin ↓ Kadar leptin ↑
FFA di hati ↑
↑ esterifikasi lemak
VLDL tidak bisa mengimbangi ↑
influks & esterifikasi pada diet tinggi lemak
IMT overweight
inflamasi
hepatosit
Mitokondria rusak
yang diteliti
tidak diteliti
mempengaruhi fatty liver
USG abdomen
Aktivasi jalur
Ikk-b/NF-kB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan secara cross-sectional, variabel bebas dan variabel terikat
diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2008).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian Radiologi Ultrasonografi RSUD dr.
Moewardi.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Subjek penelitian ini adalah pasien yang melakukan USG abdomen di
Instalasi Radiologi RSUD dr. Moewardi pada bulan Juni 2012.
2. Sampel
Kriteria sampel:
a. Inklusi:
1) Pasien yang akan melakukan pemeriksaan USG abdomen oleh
salah satu dokter radiologi dengan keluhan dyspepsia
2) Pasien yang telah diperiksa USG abdomen dan didiagnosis
menderita fatty liver dan tidak fatty liver
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
b. Eksklusi
Semua pasien yang melakukan pemeriksaan radiologi USG abdomen
selain fokus hati
Penelitian ini merupakan penelitian bivariat yang melibatkan sebuah
variabel dependen dan sebuah variabel independen. Sehingga, pada penelitian
ini, digunakan sampel menurut patokan umum, yang disebut “rule of thumb”.
Menurut teori ini, setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara
statistik dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek
penelitian (Murti, 2010). Pada penelitian hubungan indeks massa tubuh
overweight dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen di RSUD dr.
Moewardi ini, peneliti menggunakan sampel sebesar 40 pasien.
D. Teknik Sampling
Sampel yang diambil sebagai subjek penelitian adalah pasien rujukan
dari poli rawat jalan dan rawat inap di RSUD dr. Moewardi yang memenuhi
kriteria inklusi di atas. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah fixed exposure sampling, sampel dipilih dengan non-random. Teknik
fixed exposure sampling yakni merupakan teknik pencuplikan sampel yang
dimulai dengan memilih sampel berdasarkan status paparan subjek, yaitu
terpapar atau tak terpapar oleh faktor exposure. Dalam studi epidemiologi
yang dimaksud exposure adalah variabel bebas dalam suatu penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
E. Rancangan Penelitian
Skema 3.1 Rancangan Penelitian
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Indeks Massa Tubuh (IMT)
2. Variabel terikat : gambaran fatty liver pada USG abdomen
3. Variabel luar
a. Terkendali :
1) Cara mengukur berat badan dan tinggi badan untuk
mengklasifikasikan IMT
2) Teknik pemeriksaan USG
USG abdomen
Analisis data (Chi Square Test)
IMT
fatty liver + fatty liver -
overweight non overweight
populasi
USG abdomen
fatty liver + fatty liver -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
b. Tak terkendali :
Faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi fatty liver
G. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional atau definisi istilah memaparkan batasan atau
pengertian istilah-istilah yang terkait dengan konsep pokok permasalahan
yang diteliti (Muslich, 2010), yaitu hubungan antara indeks massa tubuh
overweight dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen.
1. Variabel bebas: Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) diukur dengan menghitung berat badan
dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m²).
Hasilnya akan diklasifikasi dengan tabel klasifikasi IMT untuk ASIA
Dewasa menurut WHO 2000, berikut ini:
Klasifikasi IMT (kg/m²)
Underweight <18,5
Batas Normal 18,5-22,9
Overweight; >23
At risk 23-24,9
Obese I 25-29,9
Obese II >30
Alat : Timbangan, Meteran dan Tabel klasifikasi IMT
Skala pengukuran : Kategorikal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Variabel terikat: gambaran fatty liver pada USG abdomen
Pada ultrasonografi, infiltrasi lemak di hati akan menghasilkan
peningkatan difus ekogenisitas (hiperekoik, bright liver, area berwarna
hitam) bila dibandingkan dengan ginjal (Dabhi et al., 2008; Hasan, 2009).
Pada ultrasonografi fatty liver terlihat hepatomegali, tepi hati terlihat
tumpul, terlihat penebalan permukaan hati yang ireguler. Gambaran
pembuluh darah di hati terutama vena hepatik tidak dapat dibedakan dari
jaringan hati yang ada di sekitarnya (Goh, 2003).
Alat : Satu unit peralatan USG
Skala pengukuran : Kategorikal
3. Variabel luar terkendali:
a. Cara mengukur berat badan dan tinggi badan untuk mengklasifikasi
IMT
Indeks Massa Tubuh (IMT) didapatkan dari rumus berat badan dalam
kilogram dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Berat badan
(satuan kilogram) diukur dengan timbangan yang sudah distandarisasi
tingkat ketelitian 100 gram. Penimbangan dilakukan dengan melepas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
beban tambahan seperti tas maupun alas kaki. Tinggi badan (satuan
meter) diukur dengan meteran kapasitas maksimum 200 cm dengan
tingkat ketelitian 0,1 cm. Pengukuran dilakukan dengan posisi tegak,
muka menghadap lurus ke depan tanpa memakai alas kaki. Saat
membaca hasil pada alat pengukuran peneliti harus teliti.
b. Teknik pemeriksaan USG
Tiga irisan penting yang sangat berguna bagi penelitian hati adalah
longitudinal, transversal, dan subkostal. Ketiga irisan tersebut dapat
dihasilkan dengan menggunakan transduser linier, sektor, maupun
campuran compound. Posisi penderita biasanya berbaring atau miring
ke kiri (left lateral/decubitus) sambil menahan nafas pada inspirasi
dalam. Jarak tiap-tiap irisan umumnya sekitar 1-2 cm sampai seluruh
jaringan ikat terlihat. Vena kava inferior maupun ligamentum falsiform
dapat dipakai sebagai patokan dalam memeriksa masing-masing lobus
kanan dan lobus kiri (Iljas, 2010).
H. Instrumen Penelitian
1. Alat:
a. Timbangan berat badan
b. Meteran tinggi badan
c. Tabel klasifikasi IMT
d. Unit peralatan USG
2. Bahan:
a. Identitas pasien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
b. Hasil pemeriksaan berat badan daan tinggi badan
c. Hasil pemeriksaan USG abdomen
I. Cara Kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Mencatat identitas pasien
3. Melakukan pengukuran tinggi dan berat badan pasien
4. Menghitung indeks massa tubuh dari hasil pengukuran tinggi dan berat
badan dengan rumus IMT
5. Mengklasifikasikan hasil perhitungan sesuai tabel klasifikasi IMT Asia
6. Melakukan pemeriksaan USG abdomen fokus hati pada pasien overweight
maupun non overweight
7. Mengolah data hasil USG abdomen fokus hati dan indeks massa tubuh
yang telah diperoleh
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan uji Chi Square. Metode ini merupakan metode yang sesuai
untuk menggambarkan hubungan antara kedua variabel kategorikal tak
berpasangan. Uji Odds Ratio untuk mengetahui kekuatan hubungan sebab
akibat pada kelompok (Riwidikdo, 2009). Uji tersebut menggunakan
Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 39
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian hubungan indeks massa tubuh overweight dengan gambaran
fatty liver pada USG abdomen di RSUD dr. Moewardi telah dilakukan pada bulan
Juni 2012 di Bagian Ultrasonografi Radiologi. Sampel diambil secara fixed
exposure sampling, yakni sampel diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi.
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 pasien
dengan keluhan dyspepsia yang melakukan pemeriksaan ultrasonografi fokus
hepar dengan gambaran fatty liver maupun non fatty liver. Sampel yang
didapatkan peneliti merupakan data primer. Data primer adalah data yang
langsung diperoleh pada pasien yang melakukan pemeriksaan USG abdomen
fokus hati serta hasil perhitungan indeks massa tubuh dari pengukuran tinggi
badan dan berat badan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Menurut Interval Usia
Usia (tahun) Jumlah Persentase
16 – 25 2 5
26 – 35 1 2,5
36 – 45 7 17,5
46 – 55 11 27,5
56 – 65 12 30
66 – 75 7 17,5
Jumlah 40 100
Gambar 4.1 Grafik Distribusi Sampel Menurut Interval Usia
Rerata 52,6 median 53,5 modus pada usia 56-65 tahun dengan standar deviasi
1,301. Uji distribusi One-Sample Kolmogorov-Smirnov menggunakan Statistical
0
2
4
6
8
10
12
14
Usia
16-25
26-35
36-45
46-55
56-65
66-75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows menunjukkan bahwa data
yang diperoleh dalam bentuk distribusi normal.
Selain distribusi sampel menurut usia, data pada kasus fatty liver terdiri
dari 14 (35 %) perempuan dan 6 (15 %) laki-laki, pada kontrol non fatty liver
terdiri dari 8 (20 %) perempuan dan 12 (30 %) laki-laki.
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
Diagnosis
Fatty Liver Non Fatty Liver
Jenis Kelamin Perempuan 14 (35 %) 8 (20 %)
Laki-laki 6 (15 %) 12 (30 %)
Jumlah 20 20
Gambar 4.2 Grafik Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Fatty Liver Non Fatty Liver
Perempuan
Laki-laki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tabel 4. 2 dan gambar 4.2 menunjukkan angka kejadian fatty liver didominasi
oleh perempuan.
Gambaran hasil ultrasonografi fatty liver menampakan peninggian densitas
eko kasar yang heterogen serta terlihat hepatomegali, tepi hati terlihat tumpul,
terlihat penebalan permukaan hati yang ireguler. Gambaran pembuluh darah di
hati tidak dapat dibedakan dari jaringan hati yang ada di sekitarnya (Goh, 2003;
Dabhi et al., 2008). Sedangkan indeks massa tubuh diperoleh dengan menghitung
berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m²),
dimana overweight dinyatakan dengan IMT > 23 kg/m² (Sugondo, 2009;
Wargahadibrata, 2010).
Dari 40 sampel penelitian hubungan indeks massa tubuh overweight
dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen, 20 pasien merupakan sampel
kasus fatty liver dimana 15 (37,5 %) overweight dan 5 (12,5 %) non overwight.
Pada 20 sampel lain merupakan kasus kontrol non fatty liver dimana terdapat 7
(17,5 %) overweight dan 13 (32,5 %) non overweight. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis bivariat, uji Chi Square
menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0,011 atau p < 0,05 dimana α =
0,05). Artinya ada hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh
overweight dengan gambaran fatty liver pada USG abdomen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 4.3 Hasil Analisis Indeks Massa Tubuh Overweight dengan
Gambaran Ultrasonografi Fatty Liver dengan Uji Chi Square
dan Odds Ratio
Diagnosis p OR
Fatty liver Non Fatty Liver
Indeks
Massa
Tubuh
Overweight 15 (37,5 %) 7 (17,5 %) 0,011 5,571
Non Overweight 5 (12,5 %) 13(32,5 %)
Jumlah 20 20
Gambar 4.3 Grafik Distribusi Sampel Menurut Klasifikasi IMT
Uji Odds Ratio dilakukan untuk mengetahui kekuatan hubungan sebab
akibat pada kelompok (Riwidikdo, 2009). Hasil uji Odds Ratio antara overweight
terhadap fatty liver bernilai 5,571 yang artinya seorang overweight memiliki risiko
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Fatty Liver Non Fatty Liver
Overweight
Non Overweight
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
untuk mengalami fatty liver 5,571 kali lebih besar dibanding seorang normal atau
underweight.
Data lain yang diperoleh pada sampel non overweight yang mengalami
fatty liver terdiri dari 4 normal dan 1 underweight. Sedangkan pada seorang non
overweight yang mengalami non fatty liver terdiri dari 9 normal dan 4
underweight. Kriteria indeks massa tubuh batas normal yaitu antara 18,5 sampai
22,9 kg/m2 dan underweight kurang dari 18,5 kg/m2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 45
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian berjudul hubungan indeks massa tubuh overweight dengan
gambaran fatty liver pada USG abdomen di RSUD dr. Moewardi telah
berlangsung selama bulan Juni 2012. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
penelitian, hasil perhitungan statistik, dan dari teori penelitian terdahulu, maka
dapat dibahas sebagai berikut:
Sampel penelitian yang berjumlah 40 orang menunjukkan bahwa distribusi
sampel menurut interval usia, kelompok usia 56-65 tahun menempati persentase
tertinggi. Hal ini ditunjukkan pada tabel 4.1 dan gambar 4.1. Perincian rentang
usia yaitu: 16 – 25 tahun 5 %; usia 26 – 35 tahun 2,5%; usia 36 – 45 tahun
17,5%; usia 46 – 55 tahun 27,5%; usia 56 – 65 tahun 30%; dan usia 66 -75 tahun
17,5 %. Fatty liver merupakan penyakit yang berjalan kronis. Menurut
Amarapurkar (2010) fatty liver banyak dialami pada usia 40-60 tahun, menurut
Dabhi (2008) seorang berusia lebih dari 50 tahun paling banyak mengalami fatty
liver, dan menurut Zhang (2010) angka kejadian fatty liver tinggi pada orang
setengah baya dan lanjut usia.
Tabel 4.2 menunjukkan distribusi sampel menurut jenis kelamin, dimana
pada kasus fatty liver terdiri dari 14 (35 %) perempuan dan 6 (15 %) laki-laki,
pada kontrol non fatty liver terdiri dari 8 (20 %) perempuan dan 12 (30 %) laki-
laki. Data tersebut juga digambarkan pada gambar 4.2. Hal tersebut menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
angka kejadian fatty liver banyak dialami oleh perempuan. Hasil sebuah studi
melaporkan jenis kelamin yang dominan berbeda-beda dalam berbagai penelitian,
namun umumnya menunjukkan adanya predileksi perempuan (Hasan, 2009).
Kaitan antara kedua kondisi, yaitu usia lanjut dan jenis kelamin
perempuan yang tinggi pada kondisi fatty liver mengarah pada hormonal
inbalance. Seperti yang diketahui sistem endokrin menurun sesuai bertambahnya
usia. Seorang perempuan usia lanjut mengalami menopause atau hormon estrogen
minimum. Namun tak hanya estrogen, growth hormone dan testosterone pun
menurun dengan klinisnya terlihat massa otot, kekuatan otot, massa tulang,
imunitas seluler berkurang sedangkan massa lemak meningkat. Penurunan fungsi
tersebut terjadi akibat kelenjar endokrin mengalami kerusakan bersifat age -
related cell loss, perubahan karena usia pada reseptor hormon, kerusakan
permeabilitas sel dan sebagainya menyebabkan perubahan inti sel terhadap
kompleks, hormon – reseptor. Sebagaimana terjadinya resistensi insulin pada usia
lanjut (Djokomoeljanto, 2011).
Pada resistensi insulin terjadi peningkatan Free Fatty Acid (FFA) dari
jaringan adiposa (Dowman et al., 2009). Kadar FFA yang meningkat sebanding
dengan penimbunan trigliserid yang membentuk lemak makrovesikuler yang
mempunyai vakuola yang besar dalam hepatosit atau fatty liver. Jaringan adiposa
tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan cadangan energi, namun juga berfungsi
menyekresi endokrin. Secara fungsional, adiposa bisa menghasilkan suatu
adipocyte cytokine (adipokin) (Dowman et al., 2009). Adipokin ini menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
perantara berbagai komplikasi vaskuler dan metabolik dari lemak (Collantes et
al., 2004).
Penelitian hubungan indeks massa tubuh overweight dengan gambaran
fatty liver pada ultrasonografi abdomen menggunakan sampel sebanyak 40 pasien.
Sesuai tabel 4.3 sampel pada kasus fatty liver sebanyak 20 pasien dimana 15 (37,5
%) overweight dan 5 (12,5 %) non overwight. Pada 20 sampel lain yang
merupakan kasus kontrol non fatty liver terdapat 7 (17,5 %) overweight dan 13
(32,5 %) non overweight. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis bivariat uji Chi Square, menunjukkan hubungan yang
signifikan (p = 0,011 atau p < 0,05 dimana α = 0,05). Artinya indeks massa tubuh
overweight dengan gambaran fatty liver pada ultrasonografi abdomen memiliki
hubungan yang bermakna.
Angka kejadian kelebihan berat badan di seluruh dunia yang meningkat
merupakan salah satu akibat dari modernisasi gaya hidup dengan meningkatnya
masukan kalori dan terbatasnya aktivitas fisik serta urbanisasi yang juga
dipengaruhi faktor lingkungan. Indeks massa tubuh merupakan indikator yang
paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan
lebih dan obesitas pada orang dewasa. IMT yaitu berat badan dalam kilogram (kg)
dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m²) (Sugondo, 2009). Pada tabel IMT
Asia menunjukkan bahwa seseorang dianggap mempunyai kelebihan berat badan
bila IMT lebih dari 23 kg/m². Namun menurut Wargahadibrata (2010) pengukuran
IMT tidak tepat digunakan untuk mengategorikan kelebihan berat badan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
obesitas pada orang yang massa tubuhnya berat karena otot, seperti pada atlet
juga pada ibu hamil dan menyusui.
Bersamaan dengan modernisasi gaya hidup yang meningkat, perlemakan
hati, suatu penyakit yang berkaitan erat dengan makan dan minum juga
menghantui semakin banyak orang, ditambah kelompok yang mengidap penyakit
perlemakan hati sudah tidak terbatas pada orang dewasa. Kesulitan yang dihadapi
adalah timbulnya penyakit ini tidak disadari oleh penderita. Mayoritas hasil
pemeriksaan fisik pada pasien fatty liver adalah normal, namun 25-50%
diantaranya teridentifikasi hepatomegali. Fatty Liver ditegakkan apabila
kandungan lemak di hati yang sebagian besar terdiri atas trigliserid melebihi 5%
dari seluruh berat hati. Karena pengukuran berat hati sangat sulit dan tidak praktis,
diagnosis dibuat berdasarkan analisis spesimen biopsi jaringan hati, yaitu
ditemukan minimal 5 – 10% sel lemak dari keseluruhan hepatosit. Prognosis yang
umumnya baik, belum tersedianya terapi yang benar-benar efektif, dan risiko serta
biaya dari tindakan biopsi itu sendiri menjadi alasan pertentangan beberapa
kelompok tidak perlunya biopsi hati sebagai pemeriksaan rutin untuk penegakan
diagnosis fatty liver (Hasan, 2009).
Ultrasonografi hati merupakan suatu modalitas pencitraan untuk penyakit
hati fokal atau difus, menentukan staging tumor primer, mendeteksi deposit
sekunder, pemeriksaan penunjang untuk kalkulus dan jaundice, dan sebagai
bantuan pada biopsi hati atau prosedur intervensional (Patel, 2007). Teknik
pencitraan USG diyakini memiliki sensitivitas yang baik untuk mendeteksi
perlemakan hati dengan deposisi lemak di hati lebih dari 30%. Ultrasonografi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
abdomen merupakan pilihan yang sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis
fatty liver (Hasan, 2009). Pemeriksaan ini bersifat non invansif, tidak
menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan
tidak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak
memperburuk penyakit penderita (Boer, 2009).
Data hubungan indeks massa tubuh overweight dengan gambaran fatty
liver pada ultrasonografi abdomen selanjutnya dianalisis dengan uji Odds Ratio
untuk mencari faktor risiko hubungan sebab akibat pada kelompok (Riwidikdo,
2009). Sesuai analisis yang digambarkan pada tabel 4.3, hasil uji tersebut bernilai
5,571. Artinya seorang overweight memiliki risiko mengalami fatty liver 5,571
kali lebih besar dibandingkan orang normal ataupun underweight. Hal tersebut
digambarkan pada gambar 4.3 grafik distribusi sampel menurut klasifikasi indeks
massa tubuh. Adapun data yang diperoleh pada sampel non overweight yang
mengalami fatty liver yaitu terdiri dari 4 normal dan 1 underweight.
Angka prevalensi fatty liver di populasi perkotaan Indonesia mencapai
30% dengan kegemukan sebagai faktor risiko yang paling berpengaruh
(Trihatmowijoyo dan Nusi, 2009). Fatty liver dengan kelebihan berat badan
memiliki hubungan yang kuat dan terlebih lagi dengan akumulasi lemak viseral.
Fatty liver erat hubungannya dengan sindrom metabolik yang meliputi obesitas,
resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia. Risiko sindrom metabolik patut
diwaspadai pada seorang overweight yang memiliki IMT>23 kg/m². Meski
demikian, tidak semua pasien kegemukan mengalami fatty liver (Das et al.,
2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Day dan James menjelaskan patogenesis dari fatty liver dengan Two Hit
Theory. Hit pertama terjadi akibat ada penumpukan lemak di hepatosit yang dapat
terjadi karena berbagai keadaan, seperti disiplidemia, diabetes mellitus, dan
obesitas. Seperti diketahui bahwa dalam keadaan normal, asam lemak bebas
dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi darah arteri dan portal. Di dalam
hati, asam lemak bebas akan mengalami metabolisme lebih lanjut, seperti proses
re-esterifikasi menjadi trigliserid atau digunakan untuk pembentukan lemak
lainnya. Adanya peningkatan massa jaringan lemak tubuh, khususnya pada
obesitas sentral, akan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas yang kemudian
menumpuk di dalam hepatosit (Manco et al., 2008; Hasan, 2009).
Hit kedua adalah akibat bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati
menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak, meningkatkan kerja
hepatosit sehingga terjadilah inflamasi. Proses inflamasi di hati erat hubungannya
dengan fatty liver. Inflamasi pada hati dimediasi oleh aktivasi jalur Ikk-b/NF-kB,
proses ini juga terkait dengan peningkatan mediator inflamasi sitokin, seperti
TNF-a, Interleukin-6 (IL-6), dan Interleukin-1Beta (IL-1β), serta adanya aktivasi
sel kupffer. Jalur Ikk-b/NF-kB juga bisa diaktifkan secara langsung oleh FFA.
Sehingga peningkatan pasokan FFA pada hati bisa berakibat langsung pada
inflamasi hati (Dowman et al., 2009). Proses ini terfokus di mitokondria sel hati
sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri.
Inilah yang disebut sebagai hit kedua (Manco et al., 2008; Hasan, 2009).
Collantes et al. (2004) menjelaskan selain kedua hit tersebut, ada hit ketiga
yang diperankan oleh leptin. Leptin merupakan hormon turunan adiposit yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
memiliki efek penting dalam mengatur berat badan, metabolisme dan fungsi
reproduksi. Tingkat sirkulasi leptin diketahui meningkat pada orang yang
memiliki kelebihan berat badan, seorang pengonsumsi alkohol, serta seorang
dengan fatty liver (Wang et al., 2009). Leptin merupakan hormon yang akan
memperberat terjadinya penyakit perlemakan hati non alkohol dengan
meningkatkan kejadian resistensi insulin. Leptin bertanggung jawab
meningkatkan Transforming Growth Factor Beta-1 (TGFβ1) ekspresi leptin oleh
sel kuppfer. Kemudian Signal Transducer and Activator of Transcription-3
(STAT3) aktif dan produksinya mengikat unsur-unsur dalam TGFβ1 promoter.
Peningkatan TGFβ1 pada sel kuppfer adalah efek utama pada fibrosis hati terkait
dengan tingkat obesitas dan peningkatan leptin, seperti pada seorang fatty liver
(Collantes et al., 2004; Wang et al., 2009).
Namun, dari data pada kasus fatty liver ditemukan 4 sampel berindeks
massa tubuh normal dan 1 sampel underweight. Tidak semua yang mengalami
fatty liver adalah seorang overweight. Selain karena pengaruh dari luar tubuh
seperti asupan makanan, aktivitas fisik, fatty liver diyakini juga disebabkan karena
gangguan metabolisme lemak di hati sendiri karena kerusakan organ hati dini.
Menurut Dabhi, et al. (2008) penyebab fatty liver antara lain: obesitas (69-100%),
diabetes melitus (36-75%), hiperlipidemia (20-81%), dan penyebab yang lain.
Penyebab lain yang menyebabkan fatty liver antara lain: penurunan berat badan
secara cepat dan signifikan pada individu obese, obat-obatan (kortikosteroid,
methotrexate, tamoxifen, diltiazem, nifedipine, tetrasiklin, perhexilin, esterogen
sintetik, dan lain-lain), tindakan operasi (seperti: jejuno-ilium bypass, gastropexy,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
billiopancreatic bypass, serta kehilangan usus halus dalam jumlah banyak saat
tindakan operasi), post liver transplantation dan Human Imunodeficiency Virus
(HIV). Beberapa gen orang tua yang memiliki riwayat penyakit liver pun dapat
menurun pada anak yang dibawa sejak lahir (Chitturi et al., 2011).
Fatty liver dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam dan luar tubuh.
Faktor di luar tubuh antara lain pengaruh gaya hidup seperti pola makan yang
meningkat namun tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang rutin. Sedangkan
faktor dari dalam tubuh antara lain pengaruh gen “Ob(Lep)”. Machmud (2000)
menjelaskan faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi pada kejadian fatty liver
seperti usia dan jenis kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
hiperlipidemia, kegemukan, diabetes melitus, diet lemak tinggi, aktifitas dan
olahraga. Menurut Patel dan Tushar (2001) faktor risiko yang memiliki hubungan
dengan perlemakan hati adalah: umur, hiperlipidemia, diabetes melitus dan
kegemukan, sedangkan jenis kelamin, pola konsumsi makan, aktivitas fisik dan
olah raga tidak berpengaruh langsung dengan kejadian fatty liver. Faktor yang
paling dominan dan berisiko paling tinggi pada kejadian perlemakan hati adalah
kegemukan sekaligus faktor bagi penyakit lain dan risiko penyakit kronis
meningkat pada seorang yang mengalami kegemukan.
Uraian yang telah dijelaskan pada penelitian mengenai hubungan indeks
massa tubuh overweight terhadap gambaran fatty liver pada ultrasonografi
abdomen di RSUD dr. Moewardi memiliki hubungan yang bermakna. Beberapa
teori mendukung hal tersebut sekaligus menunjukkan overweight merupakan
faktor risiko utama penyebab fatty liver. Seorang overweight mempunyai risiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
mengalami fatty liver 5,571 kali lebih besar dibanding seorang normal atau
underweight.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 54
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh
overweight dengan gambaran fatty liver pada ultrasonografi abdomen dengan
nilai p= 0,011. Seorang dengan indeks massa tubuh overweight akan memiliki
risiko mengalami fatty liver 5,571 kali lebih besar dibanding seorang normal
atau underweight.
B. Saran
Kelebihan berat badan, kegemukan atau overweight merupakan risiko
utama penyakit metabolisme kronis. Masalah kegemukan merupakan masalah
perilaku yang mempengaruhi kesehatan. Ketidakseimbangan asupan energi
yang meningkat sementara aktivitas fisik yang kurang patut diwaspadai
mengakibatkan fatty liver. Faktor risiko dari fatty liver yang dapat
dimodifikasi seperti hiperlipidemia, kegemukan, diabetes melitus, diet lemak
tinggi, aktifitas dan olahraga. Untuk itu keseimbangan aktivitas, olahraga rutin
dan pola makan yang sehat perlu dilakukan, sehingga input dan output kalori
rasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
DAFTAR PUSTAKA
Adams LA, Angulo P, Lindor KD (2005). Nonalcoholic fatty liver disease. CMAJ; 7: 899-905
Amarapurkar D (2010). NAFLD current concepts. International Journal of
Hepatology: 45-49 Amirudin R (2009). Fisiologi dan biokimia hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 627-633
Arief MTQ (2008). Pengantar metodologi penelitian untuk ilmu kesehatan.
Surakarta: UNS Press, pp: 53-76 Boer A (2010). Ultrasonografi; Pendahuluan. Dalam: Rasad, Sjahriar. Radiologi
diagnostik edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp: 453-457 Botham KM, Mayes PA (2009). Pengangkutan & penyimpanan lipid. Dalam:
Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper. Jakarta: EGC, pp: 225-238
Browning LM, Krebs JD, Siervo M, Hall RM, Finer N, Allison ME, Jebb SA
(2008). Inflamation is associated with liver function markers, independent of other metabolic risk factors in overweight women. British journal of Diabetes & Vascular Disease Volume 8, Issue 2: 73-76
Chandran M, Philips SA, Ciaraldi T, Henry RR (2003). Adiponectin: more than
just another fat cell hormone?. Diabetes care; 26 : 2442–2450 Chitturi S, Wong VWS, Farrel G (2011). Nonalcoholic fatty liver in Asia: firmly
entrenched and rapidly gaining ground. Journal of Gastroenterology and Hepatology 26: 163-172
Collantes R, Ong JP, Younossi ZM (2004). Nonalcoholic fatty liver disease and
the epidemic of obesity. Cleve Clin J Med; 71: 657-664 Dabhi AS, Brahmbhatt KJ, Pandya TP, Thorat PB, Shah MC (2008). Non-
Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Journal Indian Academi of Clinical Medicine, 9(1): 36-41
Das K, Das K, Mukherjee PS, Ghosh A, Ghosh S, Mridha AR, Dhibas A et al.
(2010). Nonobese population in a developing country has a high
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
prevalence of nonalcoholic fatty liver and significant liver disease. Hepatology Volume 51, Issue 5: 1593-1602
David K, Kowdly KV, Unalp A, Fasiha K, Brunt EM, Schwimmer JB, and the
NASH CRN Research Group (2009). Quality of life in adult with nonalcoholic fatty liver disease: Baseline data from the nonalcoholic steatohepatitis clinical research network. Hepatology valume 49, Issue 6: 1904-1912
Ding X, Saxena NK, Lin S, Srinivasan S, Anania FA. The roles of leptin and
adiponectin: A novel paradigm in adipocytokine regulation of liver fibrosis and stellate cell biology. American Journal of Pathology, Vol.166, No. 6, June 2005: 1655-1669
Djokomoeltjanto, R (2011). Endokrinologi pada usia lanjut. Dalam: Martono HH,
Pranarka K (eds). Buku ajar Boedhi-Darmojo geriatric (ilmu kesehatan usia lanjut) edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, pp: 407-431
Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN (2010). Pathogenesis of non-alcoholic
fatty liver disease. Q J Med; 103: 71-83
Eroschenko VP (2003). Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional.
Jakarta: EGC, pp: 214-229 Everhart JE, Bambha KM (2010). Fatty liver: Think globally. Hepatology Volume
51, Issue 5: 1491-1493 Goh KL (2003). Undertstanding and diagnosing fatty liver. Article of Radiology
Malaysia, University Malaya Medical Center, Kuala Lumpur. www.radiologymalaysia.org/Content/2006/Public/TopicOfTheMonth/200206/index.html - diakses Februari 2012.
Guyton AC, Hall JE (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta:
EGC, pp: 902-908 Hasan I (2009). Perlemakan hati non alkoholik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 695-701
Iljas M (2010). Ultrasonografi hati. Dalam: Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik
edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp: 467-479 Ilyas G, Budyatmoko B (2010). Perkembangan mutakhir pencitraan diagnostik
(Diagnostic imaging). Dalam: Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp: 11-14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Machmud R (2000). Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan untuk
Penyakit Perlemakan Hati Melalui Penanganan Kegemukan. Majalah Kedokteran Andalas no 2 vol. 24. Juli-Desember 2000
Manco M, Bottazzo G, DeVito R, Marcellini M, Mingrone G, Nobili V (2008).
Nonalcoholic fatty liver disease in children. Journal of the American College of Nutrition, Vol. 27, No. 6: 667–676
Murti B (2010). Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan
kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, pp: 119
Muslich M (2010). Bagaimana menulis skripsi?. Jakarta: PT Bumi Aksara, pp :
24-67 Newsmedical (2012) Key what is leptin. www.news-medical.net/health/What-Is-
Leptin-(indonesian).aspx – diakses Maret 2012 Okamoto Y, Kihara S, Funahashi T, Matsuzawa Y and Libby P (2006).
Adiponectin: a key adipocytokine in metabolic syndrome. Science; 110: 267-278
Patel PR (2007). Lecture notes radiologi edisi kedua. Jakarta: Erlangga, pp: 135-
157 Patel T (2001). Fatty Liver. eMedicine journal, August 31, vol 2, number 8 Perseghin G, Bonfanti R, Magni S, Lattuda G, De Cobelli F, Canu T, Esposito A
et al. (2006). Insulin resistence and whole body energy homeostasis in obese adolescents with fatty liver disease. J Physiol Endocrinol Metab 2006 May 9; 1-31
Riwidikdo H (2009). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press, pp:
102-124 Sherwood L (2001). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC, pp: 565-
570 Sugondo S (2009). Obesitas. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 1973-1983
Trihatmowijoyo BM, Nusi AI (2009). Key fatty liver dan transplantasi liver.
www.scribd.com/doc/38683046/final-FT-1 - diakses Februari 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Wang J, Leclercq I, Brymora JM, Xu N, Ramezani-Moghadam M, London RM, Brigstock Dm et al. (2009). Kuppfer cells mediate leptin-induce liver fibrosis. Gastroenterology August 137 (2): 713-723
Wargahadibrata AF (2010). Kelebihan berat badan & berat badan berlebih.
Jakarta: Familiamedika WHO (2004). Key body mass index (BMI) classification.
apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html – diakses Januari 2012.
Widjaja S (2010). Key gangguan faal (fungsi) hati yang sering ditanyakan oleh
penderita.www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=106 - diakses Februari 2012.
Wilson LM (2006). Cedera dan kematian selular. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, E/6, Vol.1. Jakarta: EGC, pp: 42-55
Zhang (2010). Key pengontrolan ilmiah penyakit perlemakan hati.
http://indonesian.cri.cn/381/2009/06/28/1s98435.htm - diakses Juli 2012.