laporan kasus KET

33
LAPORAN KASUS KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU OLEH : Arie Susilawati H1A 004 001 PEMBIMBING : dr. Gede Made Punarbawa, Sp.OG Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya Di Lab/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUP Mataram 1

description

laporan kasus KET membahas tentang KET (definisi, epidemiologi, etiologi, gejala klinis, penatalaksanaan dan lain-lain)

Transcript of laporan kasus KET

Page 1: laporan kasus KET

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

OLEH :

Arie Susilawati

H1A 004 001

PEMBIMBING :

dr. Gede Made Punarbawa, Sp.OG

Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya

Di Lab/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUP Mataram

2010

1

Page 2: laporan kasus KET

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri (1). Kehamilan ektopik dapat

mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan

ektopik terganggu (2).

Kehamilan ektopik saat ini adalah penyebab utama kematian terkait kehamilan pada

trimester pertama di Amerika Serikat, terhitung 9% dari semua kematian terkait kehamilan.

Sejak tahun 1970, frekuensi kehamilan ektopik meningkat 6 kali lipat, dan sekarang terjadi

pada 2% dari seluruh kehamilan.(3) Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada

tahun 1992 dilaporkan kehamilan ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan.(4)

Dari penelitian yang dilakukan Budiono Wibowo di RSUP Cipto Mangunkusumo

(RSUPCM) Jakarta pada tahun 1987 dilaporkan 153 kehamilan ektopik terganggu dalam 4007

persalinan, atau 1 dalam 26 persalinan. Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu

tertinggi pada kelompok umur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi

kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0% sampai 14.6%.(1) Kasus

kehamilan ektopik terganggu di RSUP dr. M. Djamil padang selama 3 tahun (tahun 1992-

1994) ditemukan 62 kasus dari 10.612 kehamilan.(5)

Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di

ampula dan isthmus (6). Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus.

Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang

panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi

dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas,

kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi (5)

Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari

implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut

dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan

kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu

jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.(5)

2

Page 3: laporan kasus KET

Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 46 tahun dengan diagnosa kehamilan

ektopik terganggu, yang selanjutnya ditatalaksana untuk laparotomi. Selanjutnya akan dibahas

apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan ini sudah tepat dan sesuai dengan literatur

3

Page 4: laporan kasus KET

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kehamilan ektopik berasal dari kata Yunani ektopos, yang berarti tidak pada

tempatnya, dan mengacu pada implantasi telur yang subur di lokasi di luar rongga rahim. (3)

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan

tumbuh diluar endometrium kavum uteri (1). Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan

ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada

dinding tuba.

2.2. Epidemiologi

Tingkat tertinggi kehamilan ektopik terjadi pada wanita usia 35-44 tahun, 3 sampai 4

kali lipat meningkatan risiko terjadinya kehamilan ektopik dibandingkan dengan wanita usia

15-24 tahun. Salah satu teori yang diajukan bahwa myoelectrical yang terlibat pada kegiatan

di tuba, bertanggung jawab untuk motilitas tuba. Penuaan dapat mengakibatkan hilangnya

progresif kegiatan myoelectrical sepanjang tabung tuba.(3)

Penelitian Cunningham Di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan etopik

terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena

prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi

kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1-14,6%.(4)

Penyakit radang panggul. Penyebab paling umum adalah infeksi yang disebabkan oleh

Chlamydia trachomatis. PID juga dapat jugaa disebabkan oleh organisme lain, seperti

Neisseria gonorrhoeae, yang meningkatkan risiko kehamilan ektopik. Sejarah salpingitis

meningkatkan risiko kehamilan ektopik 4 kali lipat.(3)

Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi

perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga

menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba.(5)

Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap

persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi

untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah

persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relatif

4

Page 5: laporan kasus KET

meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak

mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.(5)

Merokok telah terbukti menjadi faktor risiko untuk perkembangan kehamilan ektopik.

Penelitian telah menunjukkan peningkatan risiko berkisar 1,6-3,5 kali dibandingkan yang

bukan perokok. Mekanisme ini mencakup satu atau lebih hal berikut: tertunda ovulasi,

perubahan motilitas tuba dan rahim.(3)

Riwayat KET. Setelah satu kehamilan ektopik, seorang pasien beresiko 7 sampai 13

kali lipat peningkatan kemungkinan kehamilan ektopik lain. Secara keseluruhan, pasien

dengan kehamilan ektopik sebelumnya memiliki kemungkinan 50-80% mengalami kehamilan

intrauterine berikutnya, dan kemungkinan 10-25% kehamilan tuba berikutnya.(3)

2.3 Etiologi

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap risiko terjadinya kehamilan ektopik.

Secara teori, segala sesuatu yang menghambat migrasi embrio ke rongga endometrium dapat

mempengaruhi terjadinya kehamilan ektopik.(3)

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya

tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur dibagian ampula tuba, dan

dalam perjalalan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih dituba,

atau nidasinya di tuba dipermudah.(5)

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut(5) :

1. Faktor dalam lumen tuba

a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba

menyempit atau membentuk kantong buntu

b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering

disertai gangguan fungsi silia endosalping

c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen

tuba menyempit

2. Faktor pada dinding tuba

a. Endometrium tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba

b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubaedapat menahan telur yang

dibuahi di tempat itu.

3. Faktor di luar dinding tuba

a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat

perjalanan telur

5

Page 6: laporan kasus KET

b. Tumor yang menekan dinding tuba dapt menyempitkan lumen tuba

4. Faktor lain :

a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau

sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus,

pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantsi prematur

b. Fertilisasi in vitro

2.3. Patogenesis

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum

uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara

kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur

selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan

direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah

tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang

menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba

malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk

kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin

selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba

dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.(5)

Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi

dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi

desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut

fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik,

lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, atau

kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian

kehamilan ektopik.(5)

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan

secara utuh atau berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan

yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan

desidua yang degeneratif.(5)

Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba

bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh

seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6

sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin

6

Page 7: laporan kasus KET

janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi

adalah(5)

a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi

kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh

apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.

b. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan dinding pembuluh darah oleh vili korialis

pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut

bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau

seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh,

mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam tuba dan kemudian didorong oleh darah

kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi

telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis,

sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koialis kearah peritoneum biasanya terjadi

pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampularis lebih

luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhanhasil konsepsi dibandingkan dengan

bagian ismus dengan lumen sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan terus

berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta.

Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan

(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah

ini akan berkumpul dalam kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

c. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi

pada kehamilan muda. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis

ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan, atau

karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi

perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit kadang-kadanga banyak, sampai

menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah maka terjadi pula

perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir kedalam rongga perut melalui ostium

tuba abdominale.

7

Page 8: laporan kasus KET

2.4. Klasifikasi

Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya

mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain(1,4):

1. Tuba Fallopii

a) Pars-interstisialis

b) Isthmus

c) Ampula

d) Infundibulum

e) Fimbrae

2. Uterus

a) Kanalis servikalis

b) Divertikulum

c) Kornu

d) Tanduk rudimenter

3. Ovarium

4. Intraligamenter

5. Abdominal

a) Primer

b) Sekunder

6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

Cunningham dalam bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik terganggu

paling banyak terjadi di tuba (90-95%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%).

Pada daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%), servikal

(0,5%).(4)

2.5. Gejala klinis

Trias klinis klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri abdomen, amenore, dan

perdarahan pervaginam abnormal. Tapi hanya sekitar 50% pasien yang memberikan ketiga

keluhan klasik tersebut.(3)

Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan

banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,

sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan

ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang

terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.

8

Page 9: laporan kasus KET

Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba

nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan

yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok. Biasanya pada abortus tuba

nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula tersapat pasa satu

sisi, setelah darah masuk kedalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau

seluruh perut bawah.

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik

terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena

pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uteru biasanya tidak banyak dan berwarna

cokelat tua. Perdarahan berarti gangguan pembentukkan human chorionic gonadotropin. Jika

plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.

Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya

amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita

tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha

usaha menggerakkan servik uteri menimbulkan rasa nyeri, demikian pula kavum douglas

menonjol dan nyeri pada perabaan. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu

tumor di samping uterus dengan berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel

retrouterina dapat diraba sebagai tumor dikavum douglas.

Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala

perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut smapai gejala-

gejala yang samar, sehingga sukar membuat dianosis.

2.6. Diagnosis

Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan

diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan

ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis.(1)

Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara

lain dengan melihat(1,3,4,6,7):

1. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis kehamilan ektopik lainnya,

faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Riwayat terlambat haid,

gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam,

9

Page 10: laporan kasus KET

ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada

banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.

2. Pemeriksaan fisik

Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. Adanya

tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya

tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri

lepas dinding abdomen.

3. Pemeriksaan ginekologis

Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uterus kanan dan kiri.

4. Pemeriksaan penunjang

1. HCG-β

Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)

merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat

membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.

2. Kuldosintesis

Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna

hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.

3. Dilatasi dan Kuretase

Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang cukup

lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.

4. Laparaskopi

Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-hasil

penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan.

Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.

5. Ultrasonografi

Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya

tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,

kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah

kavum Douglas berisi cairan.

6. Tes Oksitosin

Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya

kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat

diraba suatu tumor.

7. Foto Rontgen

10

Page 11: laporan kasus KET

Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada foto

lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.

8. Histerosalpingografi

Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin

diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu

sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance

Imagine).

2.7. Diagnosis banding

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah(5):

1. Infeksi pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah

mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada

pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu

rektal dan ketiak melebihi 0,5 0C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada

kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.

2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit

Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah

amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan

subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke

arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat

diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak

menimbulkan rasa nyeri.

3. Tumor/ Kista ovarium

Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya

tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan

ektopik terganggu.

4. Appendisitis

Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri seperti

yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah pada

apendisitis terletak pada titik McBurney.

11

Page 12: laporan kasus KET

2.8. Penatalaksanaan

Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa

penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan

operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di

rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan

kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat

menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi

ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat

kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika

penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi

supaya tuba berfungsi.(5)

Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum

uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin

dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan

umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin

dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.(5)

Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan

dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan

sistektomi ataupun oovorektomi.(4) Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di

servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada

nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi

konservatif.(5)

2.9. Komplikasi

Komplikasi dari kehamilan ektopik dapat sekunder karena kesalahan diagnosis,

keterlambatan diagnosis, atau pengobatan yang salah. Kegagalan dalam diagnosis kehamilan

ektopik yang lebih awal dapat mengakibatkan tuba atau rahim pecah, tergantung pada lokasi

kehamilan, yang dapat menyebabkan perdarahan, shock, disseminated intravascular

koagulopati (DIC), dan kematian. Kehamilan ektopik adalah penyebab utama kematian ibu

pada trimester pertama, terhitung 9-13% dari semua kehamilan kematian terkait. Di Amerika

Serikat, sekitar 30-40 perempuan meninggal setiap tahun dari kehamilan ektopik. Komplikasi

lain yang dapat terjadi yaitu : infeksi, dan kerusakan pada sekitar organ-organ, seperti usus,

kandung kemih, dan ureter.(3)

2.10. Prognosis

12

Page 13: laporan kasus KET

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan

dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik

terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril

(tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat

juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.(5)

Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.

Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril.

Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik

berulang.(1)

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini

dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826

kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka

kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari

120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan

ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita

yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka

kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan

berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.(1,8)

BAB III

13

Page 14: laporan kasus KET

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Nyonya “Kartini”

Umur : 36 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Sasak

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Nama Suami : Tuan “A”

Suku/Bangsa : Sasak

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Swasta

Status : Nikah ~ 17 tahun

Alamat : Gerung

MRS : 22 Februari 2010 pukul 10.00 WITA

MR : 120386

II. ANAMNESIS :

Keluhan Utama : Nyeri perut bagian bawah

Penderita datang ke Poli kandungan RSU Mataram (22/02/2010) dengan keluhan nyeri

perut bagian bawah sejak 7 hari yang lalu. Nyeri perut hilang timbul, tiba-tiba dan nyeri tidak

dipengaruhi oleh perubahan posisi. Penderita juga mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak

7 hari yang lalu, darah berwarna kehitaman, tidak terdapat gumpalan atau gelenbung-

gelembung, sedikit, dalam satu hari hanya menghabiskan 1-2 pembalut. Pasien mengaku telat

haid satu bulan lebih dan telah melakukan tes kehamilan dengan hasil positif. Pasien juga

mengeluhkan mual muntah, pusing, riwayat pingsan (+) satu kali.

Tidak didapatkan gangguaan Buang air besar dan Buang air kecil.

Riwayat menstruasi :

- menarche : umur 14 tahun.

- siklus : teratur 30 hari sekali.

- banyaknya : normal (2-3 pembalut/ hari)

14

Page 15: laporan kasus KET

- lamanya : 7 hari

Riwayat Perkawinan : suami ke I, menikah 1x selama 17 tahun

Riwayat Kehamilan :

1. Aterm, spontan, rumah, Dukun, laki-laki, 16 thn.

2. Aterm, spontan, rumah, Dukun, laki-laki, 14 thn.

3. Aterm, spontan, rumah, Dukun, laki-laki, 11 thn.

4. Aterm, spontan, rumah, Dukun, Perempuan, 8 thn.

5. Aterm, spontan, rumah, Dukun, Perempuan, 4 thn.

Riwayat Kontrasepsi: Penderita pernah menggunakan kontrasepsi jenis suntik 3 bln.

RPD: Pasien tidak pernah memiliki riwayat terkena penyakit berat. Riwayat DM (-), asma (-),

hipertensi (-), kelainan jantung (-), penyakit paru (-).

RPK: tidak ada

Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan.

III. PEMERIKSAAN FISIK (22/02/2010)

Status Generalis

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : E4V5M6

BB : 41 kg

TB : 150 cm

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

T rectal : 36,7 0C

Mata : anemis +/+, ikterus -/-

Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat

Thorax : Cor : S1 S2 tunggal, Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Whez -/-

Abdomen : distensi (+), BU (+), sifting dulnes (+)

Ekstremitas : hangat (+), edema (-/-)

Status Ginekologis

15

Page 16: laporan kasus KET

Abdomen : TFU : tidak teraba

Nyeri tekan (+)

Inspekulo : Fluksus (+), P (-), livide (+).

- VT : P (-), nyeri goyang portio (+),

CU AF --- sesuai UK ~ 6-8 minggu.

Cavum douglass menonjol.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium : DL, HbsAg, BT, CT,

22/02/2010

Hb : 5,6 g%,

Leukosit : 11.200 /mm3,

Hct : 20,5 %

Trombosit : 336.000 /mm3

HbsAg : (-)

22/02/2010

USG oleh dr. Gede Made Punarbawa, SpOG

Uterus AF (endometrium tegas) ukuran 6 x 3 cm.

Tampak cairan bebas di kavum douglas dan cavum peritoneum

Kesan : KET

V. DIAGNOSIS

KET

VI. PENATALAKSANAAN

Cek Laboratorium : Darah Lengkap (DL), HbSAg,

Rencana untuk dilakukan laparotomi

Pro transfusi

Operasi tanggal 23-02-2010 (jam 11.15 wita)

S : (-)

16

Page 17: laporan kasus KET

O : KU : Baik

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 90x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,3 0C

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak : Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

A : KET

P :

1. Operator : dr. H. Rusdy, SpOG

2. Temuan Operasi : membuka peritoneum rongga peritoneum didapatakan darah

dan stolsel sebanyak 100 cc. Kehamilan terjadi pada tuba fallopi sinistra bagian

ampularis

3. Tindakan Operasi : Diputuskan untuk melakukan salpingektomi

4. Terapi post operasi :

a. Ampicillin inj 3 x 1 g iv

b. Kaltrofen supp 3 x 1 supp

VII. Follow Up

23/02/2010 (13.30)

S : (-)

O : KU : Baik

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 92x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,6 0C

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak : Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo vesikuler +/=, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Luka operasi baik, Perdarahan (-)

Ekstremitas : Akral hangat +

A : 2 jam post operasi

17

Page 18: laporan kasus KET

P : - observasi vital sign

24/02/2010

S : (-)

O : KU : Baik

Tensi : 110/60 mmHg

Nadi : 90x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,5 0C

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak : Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo vesikuler +/=, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Luka operasi baik, Perdarahan (-)

Ekstremitas : Akral hangat +

Laboratorium :

Hb : 9,3 g%,

Leukosit : 17.700 /mm3,

Hct : 24,3 %

Trombosit : 303.000 /mm3

A : Post operasi hari ke 1

P : - observasi vital sign

- Ampiclin 3 x 1 tab

- Asam mefenamat 3 x 1 tab

25/02/2010

S : Luka operasi terasa nyeri

O : KU : Baik

Tensi : 120/70 mmHg

Nadi : 86x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,3 0C

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

18

Page 19: laporan kasus KET

Thorak : Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Luka operasi masih basah, tanda radang (-), Perdarahan (-)

A : Post operasi hari ke II

P : - Ampiclin 3 x 1 tab

- Asam mefenamat 3 x 1 tab

26/02/2010

S : Luka operasi terasa nyeri

O : KU : Baik

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 83x/menit

Nafas : 24x/menit

Suhu : 36,5 0C

Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak : Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Luka operasi masih basah, tanda radang (-), Perdarahan (-)

A : Post operasi hari ke III

P : - Memulangkan pasien

- KIE pasien untuk datang kontrol ke poli seminggu lagi dan bila ada keluhan

19

Page 20: laporan kasus KET

BAB IV

PEMBAHASAN

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri (1). Sedangkan yang disebut

sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami

abortus ruptur pada dinding tuba.

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita 37 tahun dengan

diagnosa kehamilan ektopik terganggu. Sampai saat ini banyak kasus kehamilan ektopik yang

belum diketahui penyebab terjadinya. Secara teori, segala sesuatu yang menghambat migrasi

embrio ke rongga endometrium dapat mempengaruhi terjadinya kehamilan ektopik Faktor

predisposisi pada pasien tersebut kemungkinan karena umur pasien 37 tahun dimana tingkat

tertinggi kehamilan ektopik terjadi pada wanita usia 35-44 tahun, 3 sampai 4 kali lipat

meningkatan risiko terjadinya kehamilan ektopik dibandingkan dengan wanita usia 15-24

tahun. Hal tersebut diperkirakan hubungan penuaan yang mempengaruhi motilitas tuba.(3)

Diagnosa kehamilan ektopik ditegakan berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala-gejalanya antara lain terdapat riwayat

terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per

vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada

banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.

Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan status vital yang baik, yang berarti

hemodinamik pasien masih baik. Pada palpasi abdomen fundus uteri tidak teraba. Pada

pemeriksaan inspekulo fluksus karena perdarahan. Selain itu tidak didapatkan pembukaan

Dari pemeriksaan dalam juga ditemukan hal serupa, besar serta konsistensi corpus uteri sesuai

UK 6-8 minggu. Cavum douglas yang menonjol.

Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan gambaran uterus AF

(endometrium tegas) ukuran 6 x 3 cm, Tampak cairan bebas di kavum douglas dan cavum

peritoneum.

Dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien tersebut adalah kehamilan ektopik

terganggu melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan. Pada anamnesis yang menunjang diagnosis kehamilan ektopik adalah wanita

dengan usia reproduktif dan amenorea didapatkan keluahan nyeri perut bagian bawah yang

hebat, dan didapatkan perdarahan pervaginam. Dari inspekulo dan VT didapatkan penonjolan

20

Page 21: laporan kasus KET

kavum douglas Pencitraan dengan USG semakin memperkuat diagnosis kehamilan ektopik

terganggu.

Penatalaksanaan pasien ini direncanakan laparatomi cito dan tindakan Salpingektomi

21

Page 22: laporan kasus KET

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu

Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005;

250-8.

2. Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005; 198-10.

3. Sepilian, V.P., 2009. Ectopic Pregnancy. Available from

http:/www.emedicinehealth.com. (Accessed : February 25, 2010).

4. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri

William (William’s Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2005; 599-26.

5. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 323-37

6. Moechtar R. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamialan Ektopik). Dalam: Sinopsis

Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku

kedokteran EGC. 1998; 226-37

7. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271

8. Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Hal.226-235.

22