LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

40
BAB I STATUS PASIEN I.1 Identitas Pasien Nama : An. R Umur : 3 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Alamat : Mustuko kali tengah no 292 Agama : Islam Tanggal Periksa : 23 Maret 2015 I.2 Anamnesis Keluhan Utama: Pasien mengeluh lepuh-lepuh dan terasa gatal di kaki dan tangan sejak 10 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik kulit RSUD Dr. ADHYATMA, MPH dengan keluhan lepuh-lepuh gatal di kaki dan tangan kurang lebih sejak 10 hari yang lalu. Keluhan gatal ini dirasakan terus menerus. Awalnya muncul kemerahan dan bintik-bintik kecil karena gatal dan digaruk kemudian menjadi bertambah lebar disekitarnya. Sejak sepuluh hari SMRS, Ibu pasien mengatakan bahwa awalnya muncul bintik kemerahan seperti di gigit nyamuk pada kaki kanan lalu pasien sering menggaruk- garuk kulitnya karena gatal terutama pada kaki sebelah kanan lalu muncul bintik sebesar jarum pentul yang

description

Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api.

Transcript of LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Page 1: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

BAB I

STATUS PASIEN

I.1 Identitas Pasien

Nama : An. R

Umur : 3 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Mustuko kali tengah no 292

Agama : Islam

Tanggal Periksa : 23 Maret 2015

I.2 Anamnesis

Keluhan Utama: Pasien mengeluh lepuh-lepuh dan terasa gatal di kaki dan

tangan sejak 10 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik kulit RSUD Dr. ADHYATMA, MPH dengan

keluhan lepuh-lepuh gatal di kaki dan tangan kurang lebih sejak 10 hari yang

lalu. Keluhan gatal ini dirasakan terus menerus. Awalnya muncul kemerahan dan

bintik-bintik kecil karena gatal dan digaruk kemudian menjadi bertambah lebar

disekitarnya.

Sejak sepuluh hari SMRS, Ibu pasien mengatakan bahwa awalnya muncul

bintik kemerahan seperti di gigit nyamuk pada kaki kanan lalu pasien sering

menggaruk-garuk kulitnya karena gatal terutama pada kaki sebelah kanan lalu

muncul bintik sebesar jarum pentul yang berisi cairan, kemudian menyebar ke

kaki kiri dan tangan. Bula-bula kemerahan berisi cairan tersebut sebagian ada

yang pecah dan membentuk keropeng. Ibu pasien tidak mengeluhkan adanya

demam pada pasien. Semenjak bula-bula ini muncul, pasien menjadi lebih rewel

dari biasanya dan mengeluhkan gatal. Menurut keterangan ibu pasien, anaknya

sering bermain di pasir.

Lima hari SMRS, ibu pasien mengatakan lepuh-lepuh dan bula kemerahan

ini semakin bertambah banyak di sekitar tangan, kemudian Ibu pasien membawa

pasien berobat ke Puskesmas dan diberikan obat minum dan salep (Ibu pasien

Page 2: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

tidak tahu nama obat). Namun setelah diberikan obat, keluhan pasien tidak

berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa : Disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa : Disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : Disangkal

Riwayat Kebiasaan

Pasien biasa mandi 2x sehari, menggunakan sabun mandi dan mengganti

pakaian luar dan dalam 2x sehari. Pasien menggunakan handuk pribadi. Menurut

keterangan ibu pasien, anaknya sering bermain di pasir bersama teman temannya.

I.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : Komposmentis

Tanda-tanda Vital

Suhu: 36,5 0 C

Nadi: 88 x/menit

RR: 26 x/menit

TD: Tidak di lakukan

BB : 15 Kg

TB : 100 Cm

Kepala: normocephal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : pernafasan cupping hidung (-)

Mulut : bibir sianosis (-)

Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thoraks

Page 3: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Inspeksi: normothoraks, gerakan simetris, retraksi (-)

Palpasi: (-)

Perkusi: sonor

Auskultasi: Pulmo: VBS kanan = kiri, rhonki -/-, Wheezing -/-

Cor: BJ I-II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi: kontur datar

Auskultasi: bising usus (+)

Perkusi: timpani diseluruh lapang abdomen

Palpasi: (-)

Ekstermitas : akral hangat, edema (-)

Status Dermatologis

Lokasi : Tangan, kaki kanan dan kiri.

UKK : Pustul, vesikel-bula, makula hiperpigmentasi, eritema, tampak

krusta dan ekskoriasi, plakat, erosi.

Page 4: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin
Page 5: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

I.4 Resume

Seorang penderita anak laki – laki berusia 3 tahun, beragama Islam, tinggal

bersama ayah dan ibunya. Pasien datang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUD Dr. ADHYATMA, MPH tanggal 23 Maret 2010 pukul 10.30 WIB dengan

keluhan utama Pasien mengeluh lepuh-lepuh dan terasa sangat gatal di kaki dan

tangan sejak 10 hari SMRS (alloanamnesis dengan Ibu pasien). Pada anamnesis

didapatkan sejak 10 hari SMRS, pada kaki kanan pasien timbul Pustul, vesikel-bula,

makula hiperpigmentasi, eritema, tampak krusta dan ekskoriasi, plakat, erosi,

higiene pasien kurang.

Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada

pemeriksaan dermatologis didapatkan pada tangan, kaki kanan dan kiri berupa:

Pustul, vesikel-bula, makula hiperpigmentasi, eritema, tampak krusta dan

ekskoriasi, plakat, erosi. Tidak tampak tepi yang aktif, sebagian kering dan sebagian

basah.

I.5 Diagnosis Banding

1. Dermatitis seboroik dengan infeksi sekunder

2. Pemfigus Vulgaris

3. Dermatofitosis

4. Varisela

I.6 Usulan Pemeriksaan

Pemeriksaan mikrobiologis : Kultur dan tes sensitivitas

I.7 Diagnosis Kerja

Impetigo vesikobulosa dan impetigo krustosa

1.8 Penatalaksanaan

1. Umum

a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara

pengobatannya.

b. Menerangkan pada Ibu pasien untuk mencegah pasien menggaruk

karena dapat menyebabkan luka.

Page 6: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

c. Anjuran kepada Ibu pasien agar menjaga kebersihan pasien, untuk

mencuci tangan dan kaki.

d. Menerangkan kepada Ibu pasien bahwa obat minum yang diberikan 4x

1 sendok teh sehari harus dihabiskan.

e. Menerangkan kepada Ibu pasien untuk datang kembali (kontrol) stelah

5-7 hari.

2. Sistemik

Amoksisilin+ Asam klavulanat Dosis 2x 250-500 mg/hari (25

mg/kgBB) selama 10 hari.

1.9 Prognosis

Quo ad Vitam : Ad Bonam

Quo ad Functionam : Ad Bonam

Quo ad Sanationam : Ad Bonam

Page 7: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit

yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan

terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api.

Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering dijumpai di bagian

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa

yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh

Streptokokus β hemolitikus. Dasar infeksinya adalah kurangnya hygiene dan

terganggunya fungsi kulit. (Wahid, 2008)

Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang

terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain

setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau

tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat

tinggal yang padat penduduk. Faktor predisposisi antara lain kontak langsung

dengan pasien impetigo, kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau

pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab,

kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit, pasien dengan dermatitis.

Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah

digunakan untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa

nampak pada daerah permukaan kulit. Impetigo mengenai kulit bagian atas

( epidermis superfisial).dengan dua macam gambaran klinis, impetigo krustosa

( tnpa gelembung, cairan dengan krusta, keropeng, koreng) dan impetigo bulosa

( dengan gelembung berisi cairan). Impetigo krustosa disebut juga impetigo

Page 8: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

kontagiosa, impetigo vulgaris, dan impetigo Tillbury Fox, sedangkan impetigo

bulosa disebut juga impetigo vesiko-bulosa. (Wahid, 2008)

II.2 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 – 10 % dari anak-anak yang datang ke

klinik kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan

perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang

terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang

berusia kurang dari 2 tahun.

Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering.

Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio

yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Inggris kejadian impetigo pada anak

sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun.

(Wahid, 2008)

Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti

Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak

insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering

terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.

Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya impetigo

krustosa seperti:

Hunian padat

Higiene buruk

Hewan peliharaan

II.3 ETIOLOGI

Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus beta-

hemolyticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi

keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman

Page 9: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

ditemukan bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta.

Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian

menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal

dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi

kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian. (Adhi Djuanda, 2006)

Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan

Streptococcus B hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering karena

Staphylococcus aureus. Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan

oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-

hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan 50-60%

kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-45%

kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus

pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo

krustosa adalah Streptococcus pyogenes. Staphylococcus aureus banyak terdapat

pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya penyakit

impetigo krustosa.

Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang

terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain

setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau

tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat

tinggal yang padat penduduk. Faktor predisposisi antara lain kontak langsung

dengan pasien impetigo, kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau

pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab,

kegiatan atau olahraga dengan kontak langsung antar kulit, pasien dengan

dermatitis. (Wahid, 2008)

II.4 KLASIFIKASI

Page 10: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Impetigo diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu:

1. Impetigo krustosa

2. Impetigo bulosa

Gambar 1 . impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak

Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal

sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan

pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang

biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua

minggu.

Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi

sekunder:

Infeksi Primer

Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar

dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi

lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang

hidung) atau ekstremitas setelah trauma.

Infeksi sekunder

Page 11: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya

(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris,

SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster,

pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka

goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur

Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan

pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan

suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu

infeksi impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri. Impetigo krustosa

sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke

orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada

anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor,

anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa

sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-

anak yang telah terinfeksi. (Adhi Djuanda, 2006)

II.5 Patofisiologi

Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor

dari trauma (misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma

membuka protein-protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan

membentuk infeksi di kulit. Pada epidermis muncul neutrofilik vesikopustules. Pada

bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrat yang hebat yakni netrofil dan limfosit.

Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini. Eksotoksin Streptococcus pyrogenic

diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik merah, dan diduga berperan pada

saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-kira 30% dari populasi

bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar dari hidung

ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14

hari kemudian. (Adhi DJuanda, 2006)

Page 12: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Gambar 2. Staphyloccoccal scalded-skin syndrome

Impetigo adalah infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus

grup A dan/atau Streptococcus aureus. Organisme tersebut masuk melalui kulit yang

terluka melalui transmisi kontak langsung. Setelah infeksi, lesi yang baru mungkin

terlihat pada pasien tanpa adanya kerusakan pada kulit. Seringnya lesi ini

menunjukkan beberapa kerusakan fisik yang tidak terlihat (mikrolesi) pada saat

dilakukan pemeriksaan. Impetigo memiliki lebih dari satu bentuk. Beberapa penulis

menerangkan perbedaan bentuk impetigo dari strain Staphylococcus yang

menyerang dan aktivitas eksotoksin yang dihasilkan. Streptococcus masuk melalui

kulit yang terluka dan melalui transmisi kontak langsung, setelah infeksi, lesi yang

baru mungkin terlihat pada pasien tanpa adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi

mulai dari makula eritema yang berukuran 2 – 4 mm. Secara cepat berubah menjadi

vesikel atau pustula. Vesikel dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika

digaruk maka akan meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus

berlangsung sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk,

Page 13: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

warnanya kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka

disebut impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan tampak

kulit yang erosif. Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala

utama berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang,

terkadang tampak hipopion. Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan

membesar menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif

tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah

menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan

terjadi pada bula disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap,

bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti menggantung. (Wahid, 2008)

II.6 MANIFESTASI KLINIS

Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada

bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas.

Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm

yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian

vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat

seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-

colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering

konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat

disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan

lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar. (Adhi DJuanda,

2006)

Page 14: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Gambar 3. Gambaran khas furunkel atau bisul stafilokkokus

Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa

minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam

2-3 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada

iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus

(ektima).

Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa

pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam.

Membran mukosa jarang terlibat.

Gejala klinis impetigo dimulai dari munculnya kelainan kulit berupa eritema

dan vesikel yang cepat menyebar dan memecah dalam waktu 24 jam. Lesi yang

pecah akan mengeluarkan sekret/cairan berwarna kuning encer. Lesi ini paling

sering ditemukan di daerah kaki, tangan, wajah dan leher. Pada umumnya tidak

dijumpai demam. Pada awalnya, kemungkinan akan dijumpai; ruam merah yang

Page 15: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

lembut, kulit mengeras/krusta (Honey-colored crusts), gatal, luka yang sulit

menyembuh. Pada impetigo bullosa, mungkin akan dijumpai gejala; demam, diare,

dan kelemahan umum.

1. Impetigo Krustosa

Keluhan utama adalah rasa gatal. Lesi awal berupa makula eritematosa

berukuran 1 – 2 mm, segera berubah menjadi vesikel dan bula. Karena

dinding vesikel tipis, mudah pecah dan mengeluarkan sekret seropurulen

kuning kecoklatan, selanjutnya mengering membentuk krusta yang berlapis-

lapis. Krusta mudah dilepaskan, dibawah krusta terdapat daerah erosif yang

mengeluarkan sekret, sehingga krusta kembali menebal.

Pemeriksaan Kulit:

Lokalisasi: daerah yang terpapar, terutama wajah (sekitar hidung dan

mulut), tangan, leher dan ekstremitas.

Efloresensi: makula eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular,

sirsinar, vesikel dan bula lentikular difus, pustula miliar sampai

lentikular; krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.

Page 16: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Gambar 4. Impetigo: lesi eritematosa anular dengan krusta kuning-madu;

sebelumnya mungkin terdapat lepuh

2. Impetigo Bulosa

Lepuh tiba-tiba muncul pada kulit sehat, bervariasi mulai dari miliar hingga

lentikular, biasanya dapat bertahan 2 – 3 hari. Berdinding tebal dan terdapat

hipopion. Bila pecah menimbulkan krusta yang berwarna coklat datar dan

tipis.

Pemeriksaan kulit:

Lokalisasi: ketiak, dada, punggung, dan ekstremitas atas atau bawah.

Efloresensi: tampak bula dengan dinding tepal dan tipis, miliar hingga

lentikular, kulit sekitarnya tidak menunjukkan peradangan, terkadang-

kadang tampak hipopion.

Page 17: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Gambar 5. Impetigo bula superfisial

Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada,

punggung. Sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa.

Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Impetigo dapat timbul

sendiri (primer) atau komplikasi dari kelainan (sekunder) baik penyakit

kulit( gigitan serangga, varicella, infeksi herpes simpleks, dermatitis atopi) atau

penyakit sistemik yang menurunkan kekebalan tubuh. (Wahid Djuanda, 2006)

Gambaran khas dari impetigo bulosa seperti:

Vesikel ( gelembung berisi cairan dengan diameter < 0,5 cm) yang timbul

sampai bulla (gelembung berisi cairan dengan diameter >0,5 cm) kurang dari

1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada

awlnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi vesikel berisi

cairan yang jernih yang berubah menjadi warna keruh.

Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh

Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya, maka kelainan itu dapat

menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.

Lesi dapat lokal atau tersebar, sering kali di wajah atau tempat lain, seperti

tempat yag lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.

Page 18: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Atap dari bula pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada

pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika

disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah.

Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.

Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare.

Jarang sekali disertai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang

Gambaran khas pada Impetigo krustosa:

Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan

padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.

Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna

keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan

keropeng/koreng berwarna kuning madu dan lengket yang berukuran <2cm

dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya.

Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau

mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis atopi) dan

dapat menyebar dengan cepat.

Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka

( tangan dan kaki).

Kelenjar getah bening dapat menbesar dan dapat nyeri

Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)

Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan

diri sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga mengenai

tempat lain). Lalu dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu

tanpa jaringan parut.

Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat

ditemukan pada orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda

glomerulonefritis (radang pada ginjal) akibat reaksi tubuh terhadap infeksi

oleh kuman Streptokokus penyebab impetigo

Tidak ada tanda gejala radang tenggorokan.

Page 19: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

II.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium.

Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau

pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang

kurang berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-

pemeriksaan sebagai berikut:

Pewarnaan gram

Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan

kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.

Kultur cairan

Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya

Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan

Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat

berdiri sendiri.

Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi :

Pemeriksaan Lain:

Titer anti-streptolysin-O ( ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif

lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.

Streptozyme. Adalah positif untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini

jarang dilakukan.

Laboratorium rutin

Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada

50% kasus pasien dengan impetigo.

Pemeriksaan imunologis

Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan

peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.

Page 20: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Pemeriksaan mikrobiologis

Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari

bulla dapat dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa

memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau keduanya. Tes sensitivitas

antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistar. S. aureus (MRSA)

serta membantu dalam pemberian antibiotic yang sesuai. Pewarnaan gram

pada eksudat memberikan hasil gram positif.

Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan

daerah yang hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup

untuk isolasi kuman, manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-

tellurite direkomendasikan jika lesi juga terkontaminasi oleh organism lain.

Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes paling penting dalam

mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar, S. pyogenes membentuk

koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya. Streptococcus dapat

dibedakan dari Staphylokokkus dengan tes katalase. Streptococcus

memberikan hasil yang negative. (Wahid Djuanda, 2006)

II.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:

a. Dermatitis Atopik

Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik

dan kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.

b. Dermatitis Kontak

Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.

Page 21: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

c. Herpes Simpleks

Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta.

Umumnya terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.

d. Varisela

Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding

tipis dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan

ekstremitas) yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).

e. Kandidiasis

Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah

selaput lendir atau daerah lipatan.

f. Diskoid lupus eritematous

Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.

g. Ektima

Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa

minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis.

h. Gigitan serangga

Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.

i. Skabies

Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal

pada malam hari.

II.9 PENCEGAHAN

Kebersihan sederhana dan perhatian terhadap kecil dapat mencegah

timbulnya impetigo. Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala

infeksi/peradangan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS) perlu

mencari perawatan medik dan jika perlu dimulai dengan pemberian antibiotik

Page 22: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

secepat mungkin untuk mencegah menyebarnya infeksi ini ke orang lain. Penderita

impetigo harus diisolasi, dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan orang lain

minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik. Pemakaian barang-barang

atau alat pribadi seperti handuk, pakaian, sarung bantal dan seprai harus

dipisahkan dengan orang-orang sehat. Pada umumnya akhir periode penularan

adalah setelah dua hari permulaan pengobatan, jika impetigo tidak menyembuh

dalam satu minggu, maka harus dievaluasi. (Wahid Djuanda, 2006)

II.10 PROGNOSIS

Umumnya baik

Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan terapi lebih dini dan baik,

akan memiliki kesempatan untuyk sembuh tanpa bekas luka atau komplikasi

Insidens infeksi umum dan meningitis lebih tinggi pada neonates

Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh sempurna dalam 7 – 10 hari

Terapi antibiotik tidak dapat mencegah atau menghentikan glomerulonephritis

Pada lesi yang tidak sembuh dalam 7 – 10 hari setelah diterapi, perlu

dilakukan kultur

II.11 KOMPLIKASI

1. Ektima

Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke

epidermis menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan

yang ditandai dengan adanya ulkus dan krusta tebal.

2. Selulitis dan Erisepelas

Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya

selulitis dan erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan

peradangan akut kulit yang mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat

Page 23: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

longgar) yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan kulit disertai

malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan

kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan

tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal.

3. Glomerulonefritis Post Streptococcal

Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya

disebabkan oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu

glomerulonefritis akut (2%-5%). Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-

anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada bukti yang menyatakan

glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh Staphylococcus.

Insiden glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu, tergantung

dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan

penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe Streptococcus strain 49, 55,

57,dan 60 serta strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya nefritis setelah

pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini

terdiri dari hematuria makroskopik atau mikroskopik, edema yang diawali

dari regio wajah, dan hipertensi.

4. Rheumatic Fever

Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi

streptokokus yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi

tersebut dapat mempengaruhi otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.

5. Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit

ini biasa terjadi pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang

menekan sistem imunitas.

6. Infeksi Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA)

MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap

sejumlah antibiotik. MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang

Page 24: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

sangat sulit diobati. Infeksi kulit dapat dimulai dengan sebuah eritem, papul,

atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga dapat menyebabkan

pneumonia dan bakterimia.

7. Osteomielitis

Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal

dari bagian tubuh yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.

8. Meningitis

Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi

otak dan medula spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang

dapat mempengaruhi kehidupan dan menghasilkan komplikasi permanen

seperti koma, syok, dan kematian. (Wahid Djuanda, 2006)

II.12 PENATALAKSANAAN

A. Umum

Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.

Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang

terkena untuk mencegah infeksi.

Mengurangi kontak dekat dengan penderita

Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan

dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:

Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air

mengalir serta membalut lesi.

Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak

menggunakan peralatan harian bersama-sama.

Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah

itu mencuci tangan sampai bersih.

Page 25: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat

lesi.

Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.

B. Khusus

Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan

kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan

kekambuhan.

1. Terapi Sistemik

Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat

lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.

a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)

Golongan Penicilin (bakterisid)

Amoksisilin+ Asam klavulanat

Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)

Sefaleksin

Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.3

Kloksasilin

Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.

b. Pilihan Kedua

Golongan Makrolida (bakteriostatik)

Eritromisin

Dosis 30-50mg/kgBB/hari.

Page 26: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

Azitromisin

Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk

hari ke-2 sampai hari ke-4.

2.Terapi Topikal

Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada

wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat

sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan

aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3

kali sehari selama 7-10 hari.

Mupirocin

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari

Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu

menghambat sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-

tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif

seperti Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap

mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang

disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.

Asam Fusidat

Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium

coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis

protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram

positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin topikal.

Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari

Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat

sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan

membran lipid pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif

Page 27: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif

untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti impetigo.

Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan

dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil

transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug

Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada

remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan

aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat

seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.

(Wahid Djuanda, 2006)

Page 28: LAPORAN KASUS Impetigo Krustobulosa Erwin

DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI. 2006.

Wahid, Dian Ibnu. Impetigo: Terapi dan Penggunaan Antibiotika Topikal

Berdasarkan Evidence Based Medicine, 2008.

Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. Impetigo. Textbook of Dermatology.

Edisi ke-3, Vol 2, 1979.

Freedberg , Irwin M. (Editor), Arthur Z. Eisen (Editor), Klauss Wolff (Editor), K.

Frank Austen (Editor), Lowell A. Goldsmith (Editor), Stephen Katz (Editor).

Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine (Two Vol. Set). 6th edition

(May 23, 2003): By McGraw-Hill Professional.

Sander Koning, Lisette W.A. van suijlekom-Smit, Jan L Nouwen, Cees M Verduin,

Roos M.D Bernsen, Arnold P Oranie, Siep Thomas, and Johannes C van der

Wouden. Fusidic acid cream in the treatment of impetigo in general practice:

double blind randomised placebo controlled trial. Available at :

http://www.bmj.com/content/324/7331/203.full