laporan kasus impetigo krustosa
description
Transcript of laporan kasus impetigo krustosa
REFLEKSI KASUS
IMPETIGO KRUSTOSA
Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSD dr. Soebandi Jember
Oleh:
Yuyun Mawaddatur Rohmah
082011101034
Pembimbing:
dr. Gunawan Hostiadi, Sp.KK
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSD dr. SOEBANDI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira
15% dari berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung
pada lokasi tubuh. Bakteri, jamur dan virus, dapat menyebabkan banyak penyakit
kulit. Manifestasi morfologik penyakit-penyakit infeksi bakteri pada kulit sangat
bervariasi. Infeksi pada kulit oleh bakteri piogenik biasanya berasal dari luar
tubuh. Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Pioderma juga
merupakan infeksi purulen pada kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus dan
Streptococcus atau keduanya. Pioderma memiliki banyak bentuk diantaranya
impetigo, folikulitis, furunkel, eritrasma, erysipelas, selulitis, abses, dan lain-lain.
Bakteri yang menyerang epidermis dapat menyebabkan impetigo. Dinamakan
impetigo menurut bahsa Perancis dan Latin yang berarti “erupsi keropeng yang
menyerang”. Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi
piogenik oleh bakteri Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-
anak walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan impetigo tergolong
tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu yang terinfeksi dapat
menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi
seringkali menyebar dengan cepat di sekolah, tempat penitipan anak atau pada
tempat dengan hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang padat penduduk
1.2 DEFINISI
Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan kulit yang terutama disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pyogenes, yang dikenal dengan Streptococcus beta
hemolyticus grup A. Kadang-kadang disebabkan oleh bakteri lain seperti
Staphylococcus aureus pada isolasi lesi impetigo
Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah
digunakan untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa
nampak pada daerah permukaan kulit.
Impetigo mengenai kulit bagian atas ( epidermis superfisial).dengan dua macam
gambaran klinis, impetigo krustosa ( tnpa gelembung, cairan dengan krusta,
keropeng, koreng) dan impetigo bulosa ( dengan gelembung berisi cairan).
Impetigo krustosa disebut juga impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, dan
impetigo Tillbury Fox, sedangkan impetigo bulosa disebut juga impetigo vesiko-
bulosa, dan cacar monyet
1.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 – 10 % dari anak-anak yang datang ke
klinik kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang
berusia kurang dari 2 tahun.
Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif
sering. Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan
rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Inggris kejadian impetigo
pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia
5-15 tahun
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab,
seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan,
dengan puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah
paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan. Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya
impetigo krustosa seperti:
- hunian padat
- higiene buruk
- hewan peliharaan
keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga,
herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.
1.4 ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan
Streptococcus B hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering karena
Staphylococcus aureus. Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-
hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan 50-
60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-
45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus
pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo
krustosa adalah Streptococcus pyogenes. Staphylococcus aureus banyak terdapat
pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya
penyakit impetigo krustosa
KLASIFIKASI
Impetigo diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu:
1. Impetigo krustosa
2. Impetigo bulosa
Gambar . impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal
sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung
dengan pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut
berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu
sampai dua minggu.
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder.
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman
menyebar dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian
berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit
wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis
vulgaris, SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela,
herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan
serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada
semua umur
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan
pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan
suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu
infeksi impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri. Impetigo krustosa
sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke
orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada
anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor,
anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa
sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-
anak yang telah terinfeksi.
HISTOPATOLOGI
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas.
Terdapat vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa
leukosit dan sel epidermis. Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai
dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus
Gram positif.
MANIFESTASI KLINIS
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya
pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan
ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran
kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul
berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi
kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi
biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit
dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.
Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa
pembentukan jaringan scar.
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu
beberapa minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi
spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat
parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis
membentuk ulkus (ektima).
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien
tanpa pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai
demam. Membran mukosa jarang terlibat.
1.5PATOFISIOLOGI
Impetigo adalah infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus
grup A dan/atau Streptococcus aureus. Organisme tersebut masuk melalui kulit
yang terluka melalui transmisi kontak langsung. Setelah infeksi, lesi yang baru
mungkin terlihat pada pasien tanpa adanya kerusakan pada kulit. Seringnya lesi
ini menunjukkan beberapa kerusakan fisik yang tidak terlihat (mikrolesi) pada
saat dilakukan pemeriksaan. Impetigo memiliki lebih dari satu bentuk. Beberapa
penulis menerangkan perbedaan bentuk impetigo dari strain Staphylococcus yang
menyerang dan aktivitas eksotoksin yang dihasilkan.
Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan melalui transmisi kontak
langsung, setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa
adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula eritema yang
berukuran 2 – 4 mm. Secara cepat berubah menjadi vesikel atau pustula. Vesikel
dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika digaruk maka akan
meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus berlangsung
sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk, warnanya
kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka disebut
impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan tampak kulit
yangerosif. Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama
berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang
tampak hipopion.Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar
menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif tebal
dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah
menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan
terjadi pada bula disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap,
bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti menggantung.
1.6GEJALAKLINIS
Gejala klinis impetigo dimulai dari munculnya kelainan kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat menyebar dan memecah dalam waktu 24 jam. Lesi yang pecah
akan mengeluarkan sekret/cairan berwarna kuning encer. Lesi ini paling sering
ditemukan di daerah kaki, tangan, wajah dan leher. Pada umumnya tidak dijumpai
demam. Pada awalnya, kemungkinan akan dijumpai; ruam merah yang lembut,
kulit mengeras/krusta (Honey-colored crusts), gatal, luka yang sulit menyembuh.
Pada impetigo bullosa, mungkin akan dijumpai gejala; demam, diare, dan
kelemahan umum.
1. Impetigo Kontagiosa
Keluhan utama adalah rasa gatal. Lesi awal berupa makula eritematosa berukuran
1 – 2 mm, segera berubah menjadi vesikel dan bula. Karena dinding vesikel tipis,
mudah pecah dan mengeluarkan sekret seropurulen kuning kecoklatan,
selanjutnya mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah
dilepaskan, dibawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret,
sehingga krusta kembali menebal.
Pemeriksaan Kulit:
Lokalisasi: daerah yang terpapar, terutama wajah (sekitar hidung dan mulut),
tangan, leher dan ekstremitas.
Efloresensi: makula eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular, sirsinar,
vesikel dan bula lentikular difus, pustula miliar sampai lentikular; krusta kuning
kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.
2. Impetigo Bulosa
Lepuh tiba-tiba muncul pada kulit sehat, bervariasi mulai dari miliar hingga
lentikular, biasanya dapat bertahan 2 – 3 hari. Berdinding tebal dan terdapat
hipopion. Bila pecah menimbulkan krusta yang berwarna coklat datar dan tipis.
Pemeriksaan kulit:
Lokalisasi: ketiak, dada, punggung, dan ekstremitas atas atau bawah.
Efloresensi: tampak bula dengan dinding tepal dan tipis, miliar hingga
lentikular, kulit sekitarnya tidak menunjukkan peradangan, terkadang-kadang
tampak hipopion.
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.
Sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan
kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion.
Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dari kelainan (sekunder)
baik penyakit kulit( gigitan serangga, varicella, infeksi herpes simpleks, dermatitis
atopi) atau penyakit sistemik yang menurunkan kekebalan tubuh
Gambaran khas dari impetigo bulosa seperti:
• Vesikel ( gelembung berisi cairan dengan diameter < 0,5 cm) yang timbul
sampai bulla ( gelembung berisi cairan dengan diameter >0,5 cm) kurang dari 1
cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada
awlnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi vesikel berisi
cairan yang jernih yang berubah menjadi warna keruh.
• Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh
• Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya, maka kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.
• Lesi dapat lokal atau tersebar, sering kali di wajah atau tempat lain, seperti
tempat yag lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.
• Atap dari bula pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya.
Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah.
• Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
• Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare.
Jarang sekali disertai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang
Impetigo krustosa
Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul
(penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
Lesi papul segera menjadi menjadi vesikel atau pustul (papula yang
berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi
papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang
berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan
disekelilingnya.
Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya
atau mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis
atopi) dan dapat menyebar dengan cepat.
Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka
( tangan dan kaki).
Kelenjar getah bening dapat menbesar dan dapat nyeri
Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)
Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena
tindakan diri sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga
mengenai tempat lain). Lalu dapat sembuh dengan sendirinya dalam
beberapa minggu tanpa jaringan parut.
Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat
ditemukan pada orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda
glomerulonefritis (radang pada ginjal) akibat reaksi tubuh terhadap infeksi
oleh kuman Streptokokus penyebab impetigo
Tidak ada tanda gejala radang tenggorokan
1.7 DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK
Tipe dan lokasi lesi:
Sering terjadi pada wajah (sekitar mulut dan hidung) atau dekat rentan
trauma.
Makula merah atau papul sebagai lesi awal.
Lesi dengan bula yang ruptur dan tepi dengan krusta.
Lesi dengan krusta berwarna seperti madu.
Vesikel atau bula.
Pustula.
Basah, dangkal, dan ulserasi eritematous.
Lesi satelit.
Limphadenopaty regional. (umumnya pada impetigo kontagiosa dan
jarang pada impetigo bulosa).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau
pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus
yang kurang berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
Pewarnaan gram. Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya
neutropil dengan kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau
kelompok.
Kultur cairan. Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan
adanya Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus
pyogenes dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau
kadang-kadang dapat berdiri sendiri.
Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi.
2. Pemeriksaan Lain:
Titer anti-streptolysin-O ( ASO), mungkin akan menunjukkan hasil
positif lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Streptozyme. Adalah positif untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini
jarang dilakukan.
Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium rutin
Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada
50% kasus pasien dengan impetigo.
- Pemeriksaan imunologis
Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan
peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.
- Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari
bulla dapat dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa
memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau keduanya. Tes sensitivitas
antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistar. S. aureus
(MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang sesuai.
Pewarnaan gram pada eksudat memberikan hasil gram positif.
Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan
daerah yang hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah
cukup untuk isolasi kuman, manitol salt agar atau medium Baierd-Parker
egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga terkontaminasi oleh
organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes paling
penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar, S.
pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis
disekelilingnya. Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylokokkus
dengan tes katalase. Streptococcus memberikan hasil yang negative.
1.8 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:
a. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik
dan kulit kering abnormal dapat disertai likenifikasi.
b. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.
c. Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta.
Umumnya terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.
d. Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel
dinding tipis dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke
wajah dan ekstremitas) yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi
berbagai stadium).
e. Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di
daerah selaput lendir atau daerah lipatan.
f. Diskoid lupus eritematous
Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.
g. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa
minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis.
h. Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.
i. Skabies
Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari,
gatal pada malam hari.
Diagnosis banding lainnya dari impetigo bulosa :
Eritema multiforme bulosa : vesikel atau bulla yang timbul dari plak
(penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm,
pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor)
Lupus eritematosa bullosa : lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat
gatal, seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan
Pemfigus bulosa : vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh,
dengan plak urtikaria
Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang
pecah menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit
Gigitan serangga : bulla dengan papul pruritus (gatal) berkelompok di
daerah yang terkena gigitan
Pemfigus vulgaris : bulla yang tidak gatal, ukuran bervariasi dari 1 sampai
beberapa sentimeter, muncul bertahap dan menjadi menyeluruh, lecet
muncul seminggu sebelum penyembuhan dengan hiperpigmentasi (warna
kulit yang lebih gelap dari sebelumnya), tidak ada jaringan parut
Sindrom steven-johnson : vesikulobulosa (lesi gelembung mulai dari
vesikel sampai bulla) yang melibatkan kulit, mulut, mata dan genitalia;
sariawan yang dalam degan krusta akibat perdarahan adalah gambaran
khas.
Luka bakar : terdapat riwayat luka bakar derajat dua
Toxic epidermal necrolysis : seperti sindrom steven-johnson yang diikuti
pengelupasan kulit badian atas (epidermis) secara menyeluruh.
Varisela : vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar
ke tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi
terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.
1.9PENCEGAHAN
Kebersihan sederhana dan perhatian terhadap kecil dapat mencegah timbulnya
impetigo. Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala
infeksi/peradangan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS) perlu
mencari perawatan medik dan jika perlu dimulai dengan pemberian antibiotik
secepat mungkin untuk mencegah menyebarnya infeksi ini ke orang lain.
Penderita impetigo harus diisolasi, dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan
orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik. Pemakaian barang-
barang atau alat pribadi seperti handuk, pakaian, sarung bantal dan seprai harus
dipisahkan dengan orang-orang sehat. Pada umumnya akhir periode penularan
adalah setelah dua hari permulaan pengobatan, jika impetigo tidak menyembuh
dalam satu minggu, maka harus dievaluasi.
PROGNOSIS
Umumnya baik
Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan terapi lebih dini dan baik,
akan memiliki kesempatan untuyk sembuh tanpa bekas luka atau komplikasi
Insidens infeksi umum dan meningitis lebih tinggi pada neonatus
Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh sempurna dalam 7 – 10 hari
Terapi antibiotik tidak dapat mencegah atau menghentikan glomerulonefritis
Pada lesi yang tidak sembuh dalam 7 – 10 hari setelah diterapi, perlu dilakukan
kultur
KOMPLIKASI
1. Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke
epidermis menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan
kutan yang ditandai dengan adanya ulkus dan krusta tebal.
2. Selulitis dan Erisepelas
Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya
selulitis dan erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan
peradangan akut kulit yang mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat
longgar) yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan kulit disertai
malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas merupakan
peradangan kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai
dengan eritema dan tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai
gejala prodromal.
3. Glomerulonefritis Post Streptococcal
Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya
disebabkan oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu
glomerulonefritis akut (2%-5%). Penyakit ini lebih sering terjadi pada
anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada bukti yang menyatakan
glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh
Staphylococcus. Insiden glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap
individu, tergantung dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik.
Faktor yang berperan penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe
Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60 serta strain M-tipe 2. Periode laten
berkembangnya nefritis setelah pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari.
Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri dari hematuria makroskopik atau
mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan hipertensi.
4. Rheumatic Fever.
Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi
streptokokus yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi
tersebut dapat mempengaruhi otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.
5. Pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun.
Penyakit ini biasa terjadi pada perokok dan seseorang yang menggunakan
obat yang menekan sistem imunitas.
6. Infeksi Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA).
MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap
sejumlah antibiotik. MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit
yang sangat sulit diobati. Infeksi kulit dapat dimulai dengan sebuah eritem,
papul, atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga dapat
menyebabkan pneumonia dan bakterimia.
7. Osteomielitis
Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya
berasal dari bagian tubuh yang lain yang berpindah ke tulang melalui
darah.
8. Meningitis
Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi
otak dan medula spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius
yang dapat mempengaruhi kehidupan dan menghasilkan komplikasi
permanen seperti koma, syok, dan kematian.
Penatalaksanaan
PENATALAKSANAAN
A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit
yang terkena untuk mencegah infeksi.
Mengurangi kontak dekat dengan penderita
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan
dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan
air mengalir serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan
setelah itu mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang
memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk
memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah
penularan infeksi dan kekambuhan.
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila
terdapat lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.
a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)
Golongan Penicilin (bakterisid)
o Amoksisilin+ Asam klavulanat
Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.
Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10
hari.3
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari
untuk hari ke-2 sampai hari ke-4.
2.Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada
wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini
dapat sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak
melakukan aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal
diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
o Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal
dari Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu
menghambat sintesis protein (asam amino) dengan mengikat
isoleusil-tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus
Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian besar
Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk
pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan
Streptococcus pyogenes.
o Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium
coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat
sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan
kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin
topikal.
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari
Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat
defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga aktif
melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi
bakteri superfisial kulit seperti impetigo.
o Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan
berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat
dengan peptidil transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima
oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada tahun 2007
sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan
dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten
terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat,
mupirosin, azitromisin.
BAB 2 LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 16 bulan
Alamat : Rejosari Tembokrejo Gumukmas, Jember
Autoanamnesis
- Keluhan Utama : bintik – bntik merah dan berisi air pada daerah punggung
dan leher
- Riwayat penyakit sekarang :
Timbul bintik-bintik merah dan membentuk gelembung gelembung
yang berisi air kurang lebih sejak sepuluh hari yang lalu, sebelumnya
pasien mengeluh badannya panas kurang lebih 3 hari, panas dirasakan
terus menerus lalu timbul bintik-bintik awalnya timbul pada daerah leher
kemudian menyebar hingga ke punggung juga pada ketiak. Bintil-bintil itu
berisi air yang kemudian pecah dan berwarna merah pada tepinya timbul
keropeng.
- Riwayat penyakit dahulu : -
- Riwayat penyakit keluarga : -
- Riwayat pengobatan :
Belum pernah berobat
- Riwayat alergi :
Pasien tidak pernah alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan.
Pemeriksaan fisik
- Status Generalis :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Kepala/leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
- Status Lokalis :
R. colli, thoracalis anterior et posterior,
Ditemukan efloresensi berupa papul-papul eritematous, vesikel tersebar di atas
kulit yang eritematous. Tampak juga vesikel telah pecah serta krusta berwarna
kuning kecoklatan yang tepinya meluas. Krusta dilepas tampak erosi dibawahnya.
Gambar. Foto regio thoracalis anterior Pasien
Resume
Timbul bintik-bintik merah dan membentuk gelembung gelembung yang berisi air
kurang lebih sejak sepuluh hari yang lalu, sebelumnya pasien mengeluh badannya
panas kurang lebih 3 hari, panas dirasakan terus menerus lalu timbul bintik-bintik
awalnya timbul pada daerah leher kemudian menyebar hingga ke punggung juga
pada ketiak. Bintil-bintil itu berisi air yang kemudian pecah dan berwarna merah
pada tepinta timbul keropeng. Pada Regio. colli, thoracalis anterior et posterior,
ditemukan efloresensi berupa papul-papul eritematous, vesikel tersebar di atas
kulit yang eritematous. Tampak juga vesikel telah pecah serta krusta yang tepinya
meluas. Tidak ditemukan nodula maupun kista. Selain itu tampak hiperpigmentasi
pasca peradangan Sebelumya pasien belum pernah berobat kemanapun dan pada
keluarga pasien juga tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Pasien tidak
mempunyai alergi obat-obatan ataupun makanan.
Diagnosis banding
- Impetigo bulosa
- Varisela
- Dermatitis atopik
Diagnosis kerja
Impetigo Krustosa
Penatalaksanaan
1. Antibiotik : Pirotap cs 2x oles
2. Edukasi :
a. Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit
b. Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan
air mengalir serta membalut lesi.
c. Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
d. Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan
setelah itu mencuci tangan sampai bersih.
e. Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang
memperberat lesi.
f. Kontrol kembali setelah 1 minggu
Prognosis
Bonam
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelaamin Edisi kelima). Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.
Sukanto, martodihardjo, dan Zulkarnain. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III. RSU dr. Soetomo:
Surabaya.
Wolff, Goldsmith, Katz, David. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine Seventh Edition. The Mc graw Hill Companies: New York.
Murtiastutik, Dewi; et al. 2011. Penyakit Kulit dan kelamin Edisi 2. Surabaya.
DEP/SMF Kesehatan Kulit dan kelamin FK UNAIR RSUD dr.
SOETOMO
Lewis, Lisa. 20120. Impetigo: Treatment & Medication. Virginia. Dept of
Pediatrics, Professor of Pediatrics, Virginia Commonwealth University