Laporan Kasus Impetigo Latifa

31
BAB I PENDAHULUAN Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus. 1,2 Dasar infeksinya adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit. 4 Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau 1

description

laporan

Transcript of Laporan Kasus Impetigo Latifa

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus.1,2 Dasar infeksinya adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.4Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama.Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau miskin.3Tempat predileksi tersering pada wajah terutama sekitar mulut dan hidung, pada ketiak, dada serta punggung. Gambaran klinisnya berupa vesikel, bula atau pustul yang apabila pecah membentuk krusta tebal kekuningan seperti madu atau berupa koleret di pinggirnya.3Terapi umumnya berupa medikamentosa dan non medikamentosa dengan prinsip tetap menjaga higiene tubuh penderita agar tidak mudah terinfeksi penyakit kulit. Prognosis umumnya baik. Impetigo umumnya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu apabila diobati secara teratur. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna the. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul. Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening.3Dalam makalah ini dilaporkan kasus seorang anak berusia 7 tahun yang menderita penyakit impetigo krustosa dan vesikobulosa. Diharapkan makalah ini dapat membantu dokter umum dalam menegakkan diagnosis, mengobati penyakit ini dengan baik dan mengedukasi pasien dengan benar sehingga penyakit ini tidak menyebabkan komplikasi lain yang serius.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi

Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus. Dasar infeksinya adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.1,3B.Sinonim

Impetigo bulosa umumnya dikenal sebagai cacar monyet. Sedangkan impetigo non bulosa dikenal sebagai impetigo krustosa/kontagiosa/Tillbury Fox/vulgaris.3C.EtiologiOrganisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus beta-hemolyticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman ditemukan bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.4Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk. Faktor predisposisi antara lain kontak langsung dengan pasien impetigo, kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab, kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit, pasien dengan dermatitis.4D.PatofisiologiPada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari trauma (misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma membuka protein-protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit. Pada epidermis muncul neutrofilik vesikopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrat yang hebat yakni netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini. Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-kira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian.4E.Gejala Klinis dan Diagnosis1.Impetigo KrustosaTempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi. Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi.3,52.Impetigo BulosaTempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.3,5Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsi jarang dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.2,3F.Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari impetigo antara lain adalah ektima, dermatitis atopi, dermatofitosis, pemfigus vulgaris, dermatitis seboroik dengan infeksi sekunder, varisela.2,3G.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada kasus impetigo dapat dilakukan baik secara medikamentosa (antibiotik topikal maupun sistemik) maupun non-medikamentosa dengan prinsip menjaga higiene tubuh agar tidak mudak terinfeksi penyakit kulit.2,3BAB IIILAPORAN KASUS IMPETIGO KRUSTOSA

I.IDENTITAS PASIENNama

: An. N UJenis Kelamin

: PerempuanUmur

: 3 tahun 4 bulanAgama

: Islam

Pendidikan

: -Alamat

: jl. F no.32 kel.kelapa dua kebon jeruk

Tanggal berobat: 22 April 2015

IDENTITAS ORANGTUA- AyahNama

: Tn. CAgama

: IslamPendidikan

: SMAPekerjaan

: GuruPenghasilan: Tidak tetap

- Ibu

Nama

: Ny. MAgama

: IslamPendidikan

: SMAPekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Penghasilan: -

Hubungan dengan orang tua: Pasien merupakan anak kandung.II.RIWAYAT HIDUP

a.Susunan Keluarga

Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.b.Riwayat Perumahan dan LingkunganBerada di lingkungan perumahan dengan sanitasi, hygiene dan ventilasi yang kurang baik.

c.Riwayat Sosio-Ekonomi

Ayah os bekerja menjadi guru dengan penghasilan yang kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penghasilan hanya bersumber dari ayah, sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga.

Kesan: Keadaan ekonomi keluarga pasien kurang baik.d. Riwayat Kebiasaan

Pasien biasanya mandi teratur 2x sehari, pagi dan sore hari dengan menggunakan sabun mandi. Namun setelah keluhan ini muncul, pasien lebih jarang dimandikan, hanya diseka dengan kain lap basah 1x sehari. Pasien juga mengganti pakaiannya 2x sehari setelah mandi dan menggunakan handuk sendiri. Apabila pasien berkeringat, ibu pasien jarang mengelap keringat pasien dan mengganti pakaian pasien.

Selain itu juga pasien jarang mencuci tangannya, sering tidur di lantai namun pasien jarang bermain dengan teman-temannya. Teman-teman di rumah tidak ada yang mempunyai gejala penyakit seperti pasien. III. RIWAYAT PENYAKIT

Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada tanggal 22 April 2015 pukul 13.30 WIB di poliklinik kulit dan kelamin RS. Moh.Ridwan Meuraksa.A. Keluhan Utama

Beruntus beruntus kemerahan di bibir, perut, tangan dan kaki yang kelilingi dengan luka yang sudah mengering di sekitarnya.B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh beruntus-beruntus kemerahan di bibir, perut, tangan dan kaki sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut disertai dengan rasa gatal yang semakin lama semakin gatal terutama terasa pada saat malam hari. Keluhan pertama kali muncul pada daerah tangan, kaki kemudian muncul pula di perut dan di daerah bibir dan sekelilingnya.

Awalnya pasien hanya merasa tangan dan kakinya gatal-gatal. Karena tidak tahan, pasien terus menerus menggaruk bagian tubuhnya yang gatal hingga tanpa pasien sadari daerah-daerah yang digaruk menjadi koyak, berair dan lama-kelamaan menjadi koreng. Daerah yang gatal juga bertambah ke perut dan ke daerah wajah terutama bibir dan sekelilingnya.

Riwayat demam diakui orang tua pasien ada saat luka-luka mulai timbul. Riwayat digigit serangga disangkal oleh pasien. Riwayat bersin bersin pada pagi hari, bengek, ataupun kaligata pada pasien maupun keluarga disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat obatan juga disangkal. Pasien sebelumnya sudah berobat ke dokter umum satu kali, namun tidak ada perubahan yang dialami pasien. Orang tua pasien tidak tahu nama obat yang telah diberikan oleh dokter.C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami gejala penyakit seperti ini sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ditemukan gejala penyakit yang sama dalam keluarga pasien.PEMERIKSAAN FISIK

1. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum: Baik, tampak sakit sedang.

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

:

Tekanan Darah: tidak dilakukan

Nadi

: 105 x/menit

Suhu

: 37 0CPernapasan

: Tidak dapat dievaluasi (pasien tidak kooperatif)Berat badan

: 22 kg

Tinggi Badan

: 85 cm

Status Gizi

: Cukup

Kepala

Bentuk

: Normocephali, tampak UKK pada pada perbatasan antara kulit kepala

dan wajah daerah frontal, dan dahi.

Mata

: Conjunctiva pucat (-/-), Sklera kuning (-/-)

Hidung: Septum deviasi (-), sekret (-), tampak UKK pada kulit hidung.

Mulut

: Bibir kering (-), karies dentis (-), faring hiperemis (-), tampak UKK pada

daerah sekitar mulit dan dagu.

Telinga: Tanda radang (-), sekret (-)

Leher: deviasi (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-),

tampak UKK pada leher.Thorax

: Inspeksi: Bentuk normal, gerak nafas simetris.

Palpasi

: Tidak dilakukan

Perkusi: Tidak dilakukan

Auskultasi:

Jantung: S1S2 reguler,murmur (-), gallop (-)

Paru : SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen: Datar, supel.Ekstremitas: Oedem (-), Tremor (-).2. STATUS DERMATOLOGIKUS

Distribusi :Generalisata

Lokasi:Bibir dan daerah perioral, perut, tangan dan kaki

Karakteristik:Multipel sebagian diskret dan konfluens, bentuk sebagian teratur dan sebagian lain tidak teratur, lesi berbatas tegas dan menimbul, sebagian kering dan sebagian basah, ukuran terkecil 0,3x0,3x0,3 cm dan ukuran terbesar 1,5x1,5x1 cm.

Efloresensi:Makula plaque eritem dan hiperpigmentasi disertai krusta-krusta merah kehitaman.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan pewarnaan Gram untuk mengetahui adanya bakteri kokus Gram positif (Staphylococcus atau Streptococcus). Namun pada pasien ini pemeriksaan ini tidak dilakukan.RESUME

Pasien mengeluh beruntus-beruntus kemerahan di bibir, perut, tangan dan kaki sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut disertai dengan rasa gatal yang semakin lama semakin gatal terutama terasa pada saat malam hari. Keluhan pertama kali muncul pada daerah tangan, kaki kemudian muncul pula di perut dan di daerah bibir dan sekelilingnya.

Awalnya pasien hanya merasa gatal-gatal pada ujung-ujung tangan dan kakinya. Karena tidak tahan, pasien terus menerus menggaruk bagian tubuhnya yang gatal hingga tanpa pasien sadari daerah-daerah yang digaruk menjadi koyak, berair dan lama-kelamaan menjadi koreng. Daerah yang gatal juga bertambah ke perut dan ke daerah wajah terutama bibir dan sekelilingnya.

Riwayat demam diakui orang tua pasien ada saat luka-luka mulai timbul. Pasien sebelumnya sudah berobat ke dokter umum satu kali, namun tidak ada perubahan yang dialami pasien. Orang tua pasien tidak tahu nama obat yang telah diberikan oleh dokter.DIAGNOSIS KERJA

Impetigo KrustosaDIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis seboroik dengan infeksi sekunder2. Pemfigus Vulgaris3. Ektima4. Dermatofitosis

5. Varisela

USULAN PEMERIKSAANPemeriksaan mikrobiologis : Kultur dan tes sensitivitasPENATALAKSANAAN1. UMUM

1. Edukasi tentang penyakit skabies dan penularannya2. Edukasi pasien mengenai higienitas pribadi3. Edukasi orang tua pasien mengenai higienitas umum : Pakaian di rendam dalam air panas

Menjemur kasur, bantal dan guling

Sering mencuci dan mengganti sprei tempat tidur

4. Edukasi tentang cara pemakaian obat2. KHUSUS

a. Topikal

Antibiotika topikal : Bactroban ointment, dioleskan 2x sehari.b. Sistemik

Antibiotik : Augmentin sirup diminum 4x 1 sendok teh/hari

PROGNOSIS

Quo ad Vitam

: ad bonam

Quo ad fungtionam: ad bonam

Quo ad sanationam: ad bonamBAB IVANALISA KASUS

Impetigo merupakan penyakit infeksi menular pada kulit yang sering dijumpai di bagian Penyakit Kulit dan Kelamin. Dapat mengenai semua umur, namun umumnya menyerang anak-anak usia 2-5 tahun.1,2 Penyakit ini bukanlah penyakit yang serius dan umunya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu apabila diobati secara teratur.3Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsi jarang dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.2,3Pada anamnesis pasien ini ditemukan rasa gatal dan timbulnya vesikel atau bula yang awalnya muncul di daerah hidung dan sekitar mulut kemudian meluas ke daerah dahi, leher dan dada bagian atas. Apabila berkeringatnya pasien jarang mengelap atau mengganti pakaian serta jarang mencuci tangannya, sehingga membuat higienitas pasien menurun.Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis sesuai dengan tinjauan pustaka dari impetigo krustosa. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan pada wajah, leher dahi bagian atas tampak pustul, vesikel-bula, eritema, tampak krusta dan ekskoriasi, lesi multiple diskret sebagian konfluens, bentuk bulat, tidak teratur, ukuran miliar sampai numuler diameter 0,2 2 cm, batas tidak tegas, menimbul dari permukaan kulit, tidak tampak tepi yang aktif, sebagian terlihat kering dan sebagian basah. Diagnosis banding pada kasus ini antara lain adalah :

1. Dermatitis seboroik dengan infeksi sekunder, karena memiliki beberapa kesamaan antara lain keluhan gatal, dengan gambaran lesi eritema dan krusta yang tebal. Namun pada dermatitis seboroik ditemukan gambaran klinis yang khas yaitu skuama yang berminyak dan kekuningan serta berlokasi di tempat-tempat seboroik, sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan skuama berminyak dan kekuningan, sehingga dermatitis seboroik sebagai diagnosis banding dapat disingkirkan.5 2. Pemfigus vulgaris, karena memiliki kesamaan bentuk lesi yaitu berupa bula yang mudah pecah diikuti dengan pembentukan krusta. Penyakit ini merupakan kasus yang jarang terjadi pada anak-anak dan merupakan penyakit autoimun, umumnya keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur dan generalisata, lesi awal dimulai dari kulit kepala yang berambut atau rongga mulut, dapat menyerang semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dan terdapat tanda Nikolski positif. Sedangkan pada pasien ini ditemukan keadaan umumnya cukup baik, lesinya terasa sangat gatal dan umumnya regional, disebabkan oleh stafilokokus aureus atau streptokokus, dan tidak terdapat tanda Nikolski sehingga pemfigus vulgaris sebagai diagnosis banding dapat disingkirkan. 3. Penyebab penyakit ini sama dengan penyebab penyakit ektima, gambaran klinisnya (apabila bula sudah pecah) juga mirip yaitu berupa krusta tebal berwarna kuning. Namun diagnosa banding ektima dapat disingkirkan karena lesi ektima dapat mengenai anak dan dewasa, tempat predileksi di tungkai bawah, dan dasarnya adalah ulkus. 4. Pada varisela jika vesikel pecah juga membentuk krusta namun umumnya vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang awalnya berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas. 5. Pada dermatofitosis juga terdapat gambaran vesikel namun umumnya disertai lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi, terutama berlokasi di kaki.2,3Untuk menegakkan diagnosis impetigo krustosa adalah dengan pewarnaan Gram untuk melihat adanya bakteri kokus Gram positif (Staphylococcus atau Streptococcus). Adapun untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus impetigo adalah dengan biakan atau kultur dari eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bula. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. aureus, S. Pyogenes atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotik dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistan S. aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotik yang sesuai. Namun pada pasien ini tidak dilakukan, hanya berdasar anamnesis teliti serta pemeriksaan dermatologi yang sangat mendukung ke arah penyakit impetigo krustosa.3,6Tujuan dari pengobatan antara lain meredakan rasa nyeri dan memperbaiki penampilan kosmetik dari lesi, mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut dalam diri pasien dan orang lain, dan mencegah kekambuhan. Sasaran terapinya yaitu infeksi bakteri streptokokus atau stafilokokus.9 Perawatan idealnya harus efektif, tidak mahal, dan memiliki efek samping terbatas. Antibiotik topikal memiliki kelebihan yaitu hanya diberikan jika dibutuhkan, yang mana meminimalisir efek samping sistemik. Akan tetapi, beberapa antibiotik topikal bisa menyebabkan sensitisasi kulit pada orang-orang yang rentan.7Penatalaksanaan pada kasus impetigo dapat dilakukan baik secara medikamentosa maupun non-medikamentosa sebagai berikut:2,31. Terapi non medikamentosa Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk mencegah penyebaran lokal Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo krustosa.32. Terapi medikamentosaa. Terapi topikalPengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik.1). Antiseptik

Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan menggunakan Methicillin ResistantStaphylococcus aureus(MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30, 60, 90, dan 120 adalah sebanyak 0 koloni.Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2% mampu untuk mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksiStaphylococcus aureus.2). Antibiotik Topikal MupirocinMupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Fusidic AcidTahun 2001 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang dibandingkan dengan plasebo (dikombinasi dengan sampo iodine-povidone) pada praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo dan didapatkan hasil bahwa penggunaan fusidic asid jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan plasebo.8 RatapamulinPada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui olehFood and Drug Administration(FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri.Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan 82% dengan infeksiStaphylococcus aureus. Pada pasien-pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo.4 DicloxacillinPenggunaan dicloxacillin merupakanfirstlineuntuk pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin.b. Terapi sistemik

1) Penisilin dan turunannya1,4a.Penicillin G procaine injeksiDosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari

Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari

b.Ampicillin

Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari

Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac

c.Amoksicillin

Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari

Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac

d.Cloxacillin (untukStaphylococcusyang kebal penicillin)

Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac

Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac

e.Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)

Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac

Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac

2) Eritromisin (bila alergi penisilin)1,2,4Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc

Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc

3) Klindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)4Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari

Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehariPada pasien ini obat yang dipilih untuk kausa penyakit adalah sirup augmentin yang mengandung kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat. Kombinasi kedua obat tersebut diharapkan dapat melawan resistensi bakteri terhadap antibiotik betalaktam. Indikasinya untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh beta-laktamase turunan Stafilokokus aureus. Sedangkan untuk obat topikal diberikan bactroban ointment yang mengandung mupirocin karena dapat menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Indikasinya untuk infeksi kulit primer akut, misalnya impetigo, folikulitis, furunkulosis.9 Obat tersebut dioles 3x/hari selama 10 hari.Penatalaksanaan non-medikamentosa ialah dengan memberikan edukasi kepada pasien sebagaimana yang telah disampaikan dalam penatalaksanaan umum di depan. Sehingga diharapkan dapat membantu pasien dalam proses terapi dan usaha preventif secara individu.

BAB VPENUTUP

Telah dilaporkan kasus impetigo pada anak usia 3 tahun 4 bulan. Ditegakkan diagnosa melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik berdasarkan gejala klinis yang terlihat. Pada pasien ini obat yang dipilih untuk kausa penyakit adalah Augmentin syrup yang mengandung kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat. Untuk obat topikal diberikan bactroban ointment yang mengandung mupirocin karena dapat menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Penatalaksanaan non-medikamentosa ialah dengan memberikan edukasi kepada pasien sebagaimana yang telah disampaikan dalam penatalaksanaan umum di depan. Sehingga diharapkan dapat membantu pasien dalam proses terapi dan usaha preventif secara individu.

BAB VIDAFTAR PUSTAKA

1.Penyakit Kulit. Available at : http://mirzataqiem.blogspot.com/2009/10/penyakit-kulit.html2.Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI. 2006.

3.Wahid, Dian Ibnu. Impetigo: Terapi dan Penggunaan Antibiotika Topikal Berdasarkan Evidence Based Medicine. 18 Mei 2008. Diakses di http://diyoyen.blog.friendster.com/ 2009/05/impetigo-terapi-dan-penggunaan-antibiotik-topikal-berdasarkan-evidence-based-medicine/4.Makalah impetigo. Availble at : http://www.darwaners.co.cc/2010/08/makalah-impetigo.html5.Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. Impetigo. Textbook of Dermatology. Edisi ke-3, Vol 2, Hal 338-341. 1979.6.Freedberg , Irwin M. (Editor), Arthur Z. Eisen (Editor), Klauss Wolff (Editor), K. Frank Austen (Editor), Lowell A. Goldsmith (Editor), Stephen Katz (Editor). Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine (Two Vol. Set). 6th edition (May 23, 2003): By McGraw-Hill Professional.

7.Diagnosa dan Pengobatan Impetigo. Available at : http://www.topreference.co.tv/2010/04/diagnosa-dan-pengobatan-impetigo.html8.Sander Koning, Lisette W.A. van suijlekom-Smit, Jan L Nouwen, Cees M Verduin, Roos M.D Bernsen, Arnold P Oranie, Siep Thomas, and Johannes C van der Wouden. Fusidic acid cream in the treatment of impetigo in general practice: double blind randomised placebo controlled trial. Available at : http://www.bmj.com/content/324/7331/203.full9.Penatalaksanaan Terapi PenyakitImpetigo. Available at : http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/penatalaksanaan-terapi-penyakit-impetigo/PAGE 21