Case Impetogo Krustosa

32
LAPORAN KASUS IMPETIGO KRUSTOSA DisusunOleh: Hidanti Karlina 1102008115 Pembimbing : Letkol CKM dr. Dian A.R.D, M.Biomed Sp.KK dr. Chasanah G.J., M.Biomed Sp.KK

description

laporan kasus 2 kepaniteraan kulit rs ridwan

Transcript of Case Impetogo Krustosa

LAPORAN KASUS

IMPETIGO KRUSTOSA

DisusunOleh:

Hidanti Karlina

1102008115

Pembimbing :

Letkol CKM dr. Dian A.R.D, M.Biomed Sp.KK

dr. Chasanah G.J., M.Biomed Sp.KK

KEPANITERAAN ILMU KULIT-KELAMIN

RS TK. II M. RIDWAN MEURAKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

JAKARTA

2013

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. N.I.P

Usia : 5 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Cimanggis, Depok

Pekerjaan : Pelajar

Suku : Sunda

Tanggal pemeriksaan : 06 Desember 2013

II. ALLOANAMNESA

Keluhan utama : keropeng di bibir berwarna kuning seperti madu sejak 4 hari

yang lalu.

Keluhan tambahan : -

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS TK II Moh. Ridwan

Meuraksa dengan keluhan bibir keropeng berwarna kuning seperti madu sejak 4 hari

yang lalu.

± 1 minggu yang lalu, pasien menderita batuk-pilek disertai dengan demam.

Keesokan harinya, pada daerah bibir pasien terdapat bintil, sebesar jarum pentul,

berisi cairan berwarna bening. Kemudian bintil tersebut pecah, dari bintil yang pecah

keluar darah. Oleh ibu, pasien dibawa ke klinik 24 jam. Oleh dokter, pasien diberikan

paracetamol sirup 3 x 1 sdm dan amoxan sirup 3 x 1 sdm.

± 5 hari yang lalu, disekitar lubang hidung pasien muncul keropeng. Apabila

dikelupas keropeng akan mengeluarkan darah. Hal ini juga terjadi pada bibir pasien.

Oleh karena itu, ibu melarang pasien untuk mengelupas bagian hidung dan bibirnya.

Lama-kelamaan keropeng di bibir semakin menebal, sedang keropeng dibagian

hidung mulai menghilang. Keropeng dibibir berwarna kuning seperti madu. Oleh ibu,

bibir pasien sempat diberi madu, namun tidak ada perbaikan.

Pasien cukup rajin menggosok gigi. Gosok gigi biasa dilakukannya sendiri,

sebanyak 2 kali sehari. Walau begitu, pasien sangat suka memakan cokelat dan

lolipop. Pasien jarang membersihkan mulutnya setelah memakan kedua makanan

tersebut. Pasien juga tidak suka memakan sayur dan buah. Pasien tidak pernah

mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Ibu menyangkal ditemukan keluhan

seperti ini pada tungkai bawah pasien. Ibu pasien juga menyangkal ditemukan borok

pada tubuh pasien. Ibu pasien menyangkal pasien pernah terjatuh hingga bagian mulut

pasien berdarah. Anggota keluarga lain tidak ada yang menderita penyakit seperti

pasien. Riwayat alergi makanan disangkal oleh ibu. Riwayat alergi obat disangkal

oleh ibu. Riwayat tersengat serangga disangkal oleh ibu.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat menderita penyakit seperti ini sebelumnya disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat tersengat serangga disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat bersin-bersin pagi hari disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit kulit yang sama disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat bersin-bersin pagi hari disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Berat Badan : 20 kg

Tinggi Badan : 116 cm

IMT : BB/(TBxTB)

20/(1,16x1,16) = 14,81 (BB kurang)

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : -

Nadi : 72x/menit

Pernapasan : 22x/menit

Suhu : 37,3 °C

KEPALA : Normocephal

MATA

o Konjungtiva anemis : -/-

o Sklera ikterik : -/-

LEHER : Pembesaran kelenjar limfe (-)

THORAX

o Inspeksi : Simetris hemitoraks kanan dan kiri.

o Palpasi : Simetris hemitoraks kanan dan kiri

o Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

o Auskultasi

Cor : BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-

ABDOMEN

o Inspeksi : Simetris datar

o Auskultasi : Normal

o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

o Perkusi : Timpani

EKSTREMITAS

o Akral : hangat

o Edema : -

Status Dermatologis

B A

a/r oralis terdapat (A) vesikel eritematosa, berukuran milier, sirkumkripta,

soliter. Tampak pula krusta (B) tebal berwarna kuning seperti madu yang menutupi

seluruh permukaan bibir, yang semakin menebal pada bagian pinggir.

RESUME

Anak berusia 5 tahun, datang dengan keluhan bibir keropeng sejak 4 hari yang

lalu. Awalnya, terdapat vesikel, berukuran milier. Vesikel tersebut pecah, kemudian

mengeluarkan darah. Setelah itu, terbentuk krusta pada bagian bibir. Kemudian bibir

dioleskan madu. Lama-kelamaan krusta semakin menebal, berwarna kuning seperti

madu.

Krusta juga pernah terbentuk di bagian lubang hidung. Namun segera

membaik. Sebelumnya anak pernah berobat ke dokter dan diberikan paracetamol sirup

3 x 1 sdm serta amoxan sirup 3 x 1 sdm.

Krusta pada daerah tungkai disangkal. Terdapat ulkus pada anggota tubuh

yang lain disangkal.

Riwayat batuk-pilek (+). Kebiasaan memakan makanan manis (+). Higiene

buruk disangkal. Riwayat alergi obat, makanan, serta tersengat serangga disangkal.

Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan :

a/r oralis terdapat vesikel eritematosa, berukuran milier, sirkumkripta, soliter.

Tampak pula krusta tebal berwarna kuning seperti madu yang menutupi seluruh

permukaan bibir, yang semakin menebal pada bagian pinggir.

IV. DIAGNOSIS BANDING

Ektima

V. DIAGNOSIS KERJA

Impetigo krustosa

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN

Darah rutin (leukosit)

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :

Sistemik : Paracetamol syr 3 x 2 sdt (K/P)

Cefadroxil syr 2 x 2 sdt (selama 5 hari)

Topikal : Kloramfenikol 2% salep 3x/hari (oles tipis-tipis)

Edukasi :

o Hindari mengopek lesi, agar tidak terjadi infeksi sekunder.

o Jagalah kebersihan mulut terutama bagian bibir, karena apabila tidak, dapat

menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri.

o Hindari makanan manis karena dapat meningkatkan perkembangbiakan

bakteri.

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 DEFINISI

Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan kulit yang terutama disebabkan oleh bakteri

Streptococcus pyogenes, yang dikenal dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A.

Kadang-kadang disebabkan oleh bakteri lain seperti Staphylococcus aureus pada isolasi lesi

impetigo

Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah digunakan untuk

menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa nampak pada daerah

permukaan kulit.

Impetigo mengenai kulit bagian atas ( epidermis superfisial).dengan dua macam gambaran

klinis, impetigo krustosa ( tnpa gelembung, cairan dengan krusta, keropeng, koreng) dan

impetigo bulosa ( dengan gelembung berisi cairan). Impetigo krustosa disebut juga impetigo

kontagiosa, impetigo vulgaris, dan impetigo Tillbury Fox, sedangkan impetigo bulosa disebut

juga impetigo vesiko-bulosa, dan cacar monyet

1.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 – 10 % dari anak-anak yang datang ke klinik kulit

menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama.

Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang terbanyak (kira-kira 90%) adalah

impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun.

Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering.

Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama

antara laki-laki dan perempuan. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun

sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun

Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti

Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak insiden di

akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia

dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Disamping itu, ada beberapa faktor

yang dapat mendukung terjadinya impetigo krustosa seperti:

- hunian padat

- higiene buruk

- hewan peliharaan

keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga, herpes

simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.

1.4 ETIOLOGI

Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan

Streptococcus B hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering karena

Staphylococcus aureus. Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh

Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-hemolitikus

(Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan 50-60% kasus impetigo

krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-45% kasus merupakan

kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus pyogenes. Namun di negara

berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo krustosa adalah Streptococcus

pyogenes. Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring, hidung, aksila dan perineal

merupakan tempat berkembangnya penyakit impetigo krustosa

KLASIFIKASI

Impetigo diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu:

1. Impetigo krustosa

2. Impetigo bulosa

Gambar . impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak

Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal

of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan

seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan

menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.

Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.

Infeksi Primer

Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari

hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada

kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau

ekstremitas setelah trauma.

Infeksi sekunder

Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi)

seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma

gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi

jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat

terjadi pada semua umur

Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada

epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang

mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa.

Keluhan biasanya gatal dan nyeri. Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan

cepat melalui kontak langsung dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim

panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan,

kuku tangan yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada

dewasa sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-anak

yang telah terinfeksi.

HISTOPATOLOGI

Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat

vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel

epidermis. Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi pembuluh

darah, edema, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Seringkali terjadi spongiosis yang

mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram positif.

MANIFESTASI KLINIS

Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian

tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo

Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan

cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau

pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi

krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm.

Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan

banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada

akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.

Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa

minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3

minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas

dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).

Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa

pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran

mukosa jarang terlibat.

1.5PATOFISIOLOGI

Impetigo adalah infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A

dan/atau Streptococcus aureus. Organisme tersebut masuk melalui kulit yang terluka melalui

transmisi kontak langsung. Setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa

adanya kerusakan pada kulit. Seringnya lesi ini menunjukkan beberapa kerusakan fisik yang

tidak terlihat (mikrolesi) pada saat dilakukan pemeriksaan. Impetigo memiliki lebih dari satu

bentuk. Beberapa penulis menerangkan perbedaan bentuk impetigo dari strain

Staphylococcus yang menyerang dan aktivitas eksotoksin yang dihasilkan.

Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan melalui transmisi kontak langsung,

setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa adanya kerusakan pada

kulit. Bentuk lesi mulai dari makula eritema yang berukuran 2 – 4 mm. Secara cepat berubah

menjadi vesikel atau pustula. Vesikel dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika

digaruk maka akan meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus

berlangsung sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk, warnanya

kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka disebut impetigo

krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan tampak kulit yangerosif. Impetigo

bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa lepuh-lepuh berisi cairan

kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak hipopion.Mula-mula berupa vesikel,

lama kelamaan akan membesar menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena

dindingnya relatif tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan

akan berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan

terjadi pada bula disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang mengendap, bila

letaknya di punggung, maka akan tampak seperti menggantung.

1.6GEJALAKLINIS

Gejala klinis impetigo dimulai dari munculnya kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang

cepat menyebar dan memecah dalam waktu 24 jam. Lesi yang pecah akan mengeluarkan

sekret/cairan berwarna kuning encer. Lesi ini paling sering ditemukan di daerah kaki, tangan,

wajah dan leher. Pada umumnya tidak dijumpai demam. Pada awalnya, kemungkinan akan

dijumpai; ruam merah yang lembut, kulit mengeras/krusta (Honey-colored crusts), gatal, luka

yang sulit menyembuh. Pada impetigo bullosa, mungkin akan dijumpai gejala; demam, diare,

dan kelemahan umum.

1. Impetigo Kontagiosa

Keluhan utama adalah rasa gatal. Lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1 – 2 mm,

segera berubah menjadi vesikel dan bula. Karena dinding vesikel tipis, mudah pecah dan

mengeluarkan sekret seropurulen kuning kecoklatan, selanjutnya mengering membentuk

krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, dibawah krusta terdapat daerah erosif

yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta kembali menebal.

Pemeriksaan Kulit:

Lokalisasi: daerah yang terpapar, terutama wajah (sekitar hidung dan mulut), tangan, leher

dan ekstremitas.

Efloresensi: makula eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular, sirsinar, vesikel dan

bula lentikular difus, pustula miliar sampai lentikular; krusta kuning kecoklatan, berlapis-

lapis, mudah diangkat.

2. Impetigo Bulosa

Lepuh tiba-tiba muncul pada kulit sehat, bervariasi mulai dari miliar hingga lentikular,

biasanya dapat bertahan 2 – 3 hari. Berdinding tebal dan terdapat hipopion. Bila pecah

menimbulkan krusta yang berwarna coklat datar dan tipis.

Pemeriksaan kulit:

Lokalisasi: ketiak, dada, punggung, dan ekstremitas atas atau bawah.

Efloresensi: tampak bula dengan dinding tepal dan tipis, miliar hingga lentikular, kulit

sekitarnya tidak menunjukkan peradangan, terkadang-kadang tampak hipopion.

Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung. Sering

bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema,

bula, dan bula hipopion.

Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dari kelainan (sekunder) baik

penyakit kulit( gigitan serangga, varicella, infeksi herpes simpleks, dermatitis atopi) atau

penyakit sistemik yang menurunkan kekebalan tubuh

Gambaran khas dari impetigo bulosa seperti:

• Vesikel ( gelembung berisi cairan dengan diameter < 0,5 cm) yang timbul sampai bulla

( gelembung berisi cairan dengan diameter >0,5 cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh,

dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awlnya vesikel berisi cairan yang jernih

yang berubah menjadi vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi warna keruh.

• Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh

• Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya, maka kelainan itu dapat menyertai

dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.

• Lesi dapat lokal atau tersebar, sering kali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yag

lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.

• Atap dari bula pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta

“varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar

yang merah dan basah.

• Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.

• Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali

disertai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang

Impetigo krustosa

Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat

dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.

Lesi papul segera menjadi menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna

keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan

keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan

kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya.

Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau

mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis atopi) dan dapat

menyebar dengan cepat.

Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka ( tangan dan

kaki).

Kelenjar getah bening dapat menbesar dan dapat nyeri

Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)

Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan diri

sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga mengenai tempat lain).

Lalu dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu tanpa jaringan parut.

Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat ditemukan pada

orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda glomerulonefritis (radang pada ginjal)

akibat reaksi tubuh terhadap infeksi oleh kuman Streptokokus penyebab impetigo

Tidak ada tanda gejala radang tenggorokan

1.7 DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN FISIK

Tipe dan lokasi lesi:

Sering terjadi pada wajah (sekitar mulut dan hidung) atau dekat rentan trauma.

Makula merah atau papul sebagai lesi awal.

Lesi dengan bula yang ruptur dan tepi dengan krusta.

Lesi dengan krusta berwarna seperti madu.

Vesikel atau bula.

Pustula.

Basah, dangkal, dan ulserasi eritematous.

Lesi satelit.

Limphadenopaty regional. (umumnya pada impetigo kontagiosa dan jarang pada

impetigo bulosa).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium.

Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada suatu

daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang berespons

terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:

Pewarnaan gram. Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil

dengan kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.

Kultur cairan. Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya

Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan

Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri

sendiri.

Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi.

2. Pemeriksaan Lain:

Titer anti-streptolysin-O ( ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif lemah

untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.

Streptozyme. Adalah positif untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang

dilakukan.

Pemeriksaan penunjang

- Laboratorium rutin

Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus

pasien dengan impetigo.

- Pemeriksaan imunologis

Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan

kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.

- Pemeriksaan mikrobiologis

Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat

dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S.

aureus atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi

metisilin resistar. S. aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang

sesuai. Pewarnaan gram pada eksudat memberikan hasil gram positif.

Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang

hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman,

manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan

jika lesi juga terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi

plasma adalah tes paling penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood

agar, S. pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya.

Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylokokkus dengan tes katalase.

Streptococcus memberikan hasil yang negative.

1.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:

a. Dermatitis Atopik

Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit

kering abnormal dapat disertai likenifikasi.

b. Dermatitis Kontak

Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan.

c. Herpes Simpleks

Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya

terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati.

d. Varisela

Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis

dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas)

yang kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).

e. Kandidiasis

Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah selaput

lendir atau daerah lipatan.

f. Diskoid lupus eritematous

Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.

g. Ektima

Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu

dan sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis.

h. Gigitan serangga

Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.

i. Skabies

Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada

malam hari.

Diagnosis banding lainnya dari impetigo bulosa :

Eritema multiforme bulosa : vesikel atau bulla yang timbul dari plak (penonjolan

datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari alat

gerak (daerah ekstensor)

Lupus eritematosa bullosa : lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat gatal,

seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan

Pemfigus bulosa : vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh, dengan plak

urtikaria

Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi

lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit

Gigitan serangga : bulla dengan papul pruritus (gatal) berkelompok di daerah yang

terkena gigitan

Pemfigus vulgaris : bulla yang tidak gatal, ukuran bervariasi dari 1 sampai beberapa

sentimeter, muncul bertahap dan menjadi menyeluruh, lecet muncul seminggu

sebelum penyembuhan dengan hiperpigmentasi (warna kulit yang lebih gelap dari

sebelumnya), tidak ada jaringan parut

Sindrom steven-johnson : vesikulobulosa (lesi gelembung mulai dari vesikel sampai

bulla) yang melibatkan kulit, mulut, mata dan genitalia; sariawan yang dalam degan

krusta akibat perdarahan adalah gambaran khas.

Luka bakar : terdapat riwayat luka bakar derajat dua

Toxic epidermal necrolysis : seperti sindrom steven-johnson yang diikuti

pengelupasan kulit badian atas (epidermis) secara menyeluruh.

Varisela :  vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan

kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa

tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.

1.9PENCEGAHAN

Kebersihan sederhana dan perhatian terhadap kecil dapat mencegah timbulnya impetigo.

Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala infeksi/peradangan Streptococcus

beta hemolyticus grup A (GABHS) perlu mencari perawatan medik dan jika perlu dimulai

dengan pemberian antibiotik secepat mungkin untuk mencegah menyebarnya infeksi ini ke

orang lain. Penderita impetigo harus diisolasi, dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan

orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik. Pemakaian barang-barang

atau alat pribadi seperti handuk, pakaian, sarung bantal dan seprai harus dipisahkan dengan

orang-orang sehat. Pada umumnya akhir periode penularan adalah setelah dua hari permulaan

pengobatan, jika impetigo tidak menyembuh dalam satu minggu, maka harus dievaluasi.

PROGNOSIS

Umumnya baik

Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan terapi lebih dini dan baik, akan

memiliki kesempatan untuyk sembuh tanpa bekas luka atau komplikasi

Insidens infeksi umum dan meningitis lebih tinggi pada neonatus

Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh sempurna dalam 7 – 10 hari

Terapi antibiotik tidak dapat mencegah atau menghentikan glomerulonefritis

Pada lesi yang tidak sembuh dalam 7 – 10 hari setelah diterapi, perlu dilakukan kultur

KOMPLIKASI

1. Ektima

Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis

menjadi ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai

dengan adanya ulkus dan krusta tebal.

2. Selulitis dan Erisepelas

Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan

erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang

mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema

setempat, ketegangan kulit disertai malaise, menggigil dan demam. Sedangkan

erisepelas merupakan peradangan kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial

ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai

gejala prodromal.

3. Glomerulonefritis Post Streptococcal

Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh

Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2%-5%).

Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada

bukti yang menyatakan glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh

Staphylococcus. Insiden glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu,

tergantung dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan

penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60

serta strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya nefritis setelah pioderma

streptococcal sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri dari hematuria

makroskopik atau mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan hipertensi.

4. Rheumatic Fever.

Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi streptokokus

yang tidak diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi tersebut dapat

mempengaruhi otak, kulit, jantung,dan sendi tulang.

5. Pneumonia.

Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini biasa

terjadi pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan sistem

imunitas.

6. Infeksi Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA).

MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap sejumlah

antibiotik. MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit

diobati. Infeksi kulit dapat dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang

mengeluarkan pus. MRSA juga dapat menyebabkan pneumonia dan bakterimia.

7. Osteomielitis

Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal dari

bagian tubuh yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.

8. Meningitis

Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi otak dan

medula spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat

mempengaruhi kehidupan dan menghasilkan komplikasi permanen seperti koma,

syok, dan kematian.

Penatalaksanaan

PENATALAKSANAAN

A. Umum

Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.

Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena

untuk mencegah infeksi.

Mengurangi kontak dekat dengan penderita

Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat

melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:

- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air

mengalir serta membalut lesi.

- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak

menggunakan peralatan harian bersama-sama.

- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu

mencuci tangan sampai bersih.

- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.

- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.

B. Khusus

Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan

kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan

kekambuhan.

1. Terapi Sistemik

Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang

luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.

a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)

Golongan Penicilin (bakterisid)

o Amoksisilin+ Asam klavulanat

Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)

o Sefaleksin

Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.3

o Kloksasilin

Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.

b. Pilihan Kedua

Golongan Makrolida (bakteriostatik)

o Eritromisin

Dosis 30-50mg/kgBB/hari.

o Azitromisin

Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari

ke-2 sampai hari ke-4.

2.Terapi Topikal

Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan

penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis

terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau

tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.

o Mupirocin

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari

Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat

sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase

sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus

dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk

pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus

pyogenes.

o Asam Fusidat

Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.

Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau

krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama

efektif dengan mupirocin topikal.

o Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain

Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis

dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid

pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus

dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri

superfisial kulit seperti impetigo.

o Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.