Laporan Kasus I - Polip Nasal

download Laporan Kasus I - Polip Nasal

of 23

Transcript of Laporan Kasus I - Polip Nasal

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    1/23

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar BelakangPolip nasi merupakan massa udematous yang lunak berwarna putih atau keabu-

    abuan yang terdapat di dalam rongga hidung dan berasal dari pembengkakan mukosa

    hidung atau sinus. Prevalensi yang pasti dari polip nasi belum ada datanya, oleh karena

    studi epidemiologi yang dilakukan dan hasilnya bergantung pada populasi studi serta

    metodenya.

    Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti. Sampai saat

    ini, polip nasi masih banyakmenimbulkan perbedaan pendapat. Dengan patogenesis dan

    etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka sangatlah penting untuk dapat mengenali

    gejala dan tanda polip nasi untuk mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat.

    B. TujuanDengan pembuatan laporan kasus ini, dokter muda berharap dapat:

    1. Mengetahui dan memahami dasar klinis penyakit polip nasi.2. Mampu menganalisa kasus, penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat

    untuk penyakit polip nasi.

    3. Menambah keilmuan dokter muda tentang penyakit di bidang THT.4. Penulisan laporan kasus ini dapat dijadikan sumber informasi ilmiah yang dapat

    dipergunakan oleh sejawat lainnya.

    5. Penulisan laporan kasus ini dapat dijadikan informasi yang komunikatif kepadapembacanya.

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    2/23

    2

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    A. Identitas PasienNama : Ny. A S

    Jenis kelamin : Perempuan

    Umur : 42 tahun

    Alamat : Mekar galih, Ciranjang

    No. RM : 543462

    Tanggal berobat : 22 Oktober 2012

    B. Anamnesis1. Keluhan utama: Hidung kanan sakit sejak 2 minggu SMRS2. Keluhan tambahan :

    Sakit kepala, batuk pilek, sulit bernafas, keluar cairan dari hidung, bersin, bicara

    sengau, mata kanan berair.

    3. Riwayat penyakit sekarang:Pasien merasakan hidung sakit sejak 2 minggu SMRS. Sakit biasanya timbul saat

    malam menjelang tidur. Sakit disertai rasa pusing pada kepala yang dirasakan terus

    menerus terutama pada bagian atas mata. Pasien juga mengeluhkan terdapat batuk dan

    pilek. Pasien mengaku sering keluar cairan dari hidung yang berwarna putih kental,

    kadang berwarna kehijauan. Jika cairang yang keluar melalui hidung banyak, pasien juga

    merasakan hidung mampet dan sulit bernafas. Pasien mengaku sering bersin terutama

    bila sedang menyapu dan terkena debu. Pasien sering kali berbicara dengan nada sengau.Tidak terdapat demam, mualm muntah, nyeri pada telinga, nyeri menelan. Mata kanan

    pasien sering berair.

    4. Riwayat penyakit dahulu:Pasien pernah menderita keluhan yang sama sejak 15 tahun yang lalu. Pasien sering

    mengeluhkan sakit flu. Riwayat hipertensi (+)

    5. Riwayat penyakit keluarga:Keluhan yang sama di keluarga disangkal, diabetes mellitus (-).

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    3/23

    3

    6. Riwayat alergi:Pasien memiliki riwayat alergi terhadap debu. Alergi terhadap makanan (-), obat (-).

    7. Riwayat pengobatan:Pasien biasa mengkonsumsi obat warung apabila sakit dan baru berobat ke dokter bila

    sakit tak kunjung membaik.

    C. Pemeriksaan FisikKeadaan umum : tampak sakit ringan

    Kesadaran : composmentis

    Tanda VitalTekanan darah : 170/100 mmHg

    Penafasan : 20 x/ menit

    Nadi : 86 x/menit

    Suhu : 36.7C

    Status Generalis

    1. Kepala : normocephalsimetris2. Mata : konjungtiva anemis (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-),sklera ikterik

    (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, pergerakan mata kesegala arah baik

    3. Telinga : lihat status lokalis4. Hidung : lihat status lokalis5. Mulut : lihat status lokalis6. Tenggorok : lihat status lokalis7. Leher : lihat status lokalis8. Thorax

    a. Inspeksi : normochestsimetris, retraksi dinding dada (-)b. Palpasi : tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernapasc. Perkusi : sonor pada semua lapang parud. Auskultasi : suara napas vesikuler(+/+), ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

    9. Jantunga. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

    b. Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    4/23

    4

    c. Perkusi : batas jantung relatif dalam batas normald. Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, bising jantung (-)

    10. Abdomena. Inspeksi : ruam makulopapular (-), perut cembung

    b. Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-),splenomegali (-)c. Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomend. Auskultasi : bising usus (+) normal

    11. Ekstremitasa. Superior : akral hangat, ruam makulopapular (-/-), udem (-/-), RCT < 2 detik

    b. Inferior : akral hangat, ruam makulopapular (-/-), udem (-/-), RCT < 2 detik.

    D. Status lokalis THT1. Telinga

    Tabel 1. Pemeriksaan telinga

    AD AS

    Normotia, helix sign (-),

    tragus sign (-)

    AurikulaNormotia, helix sign (-), tragus

    sign (-)

    Preaurikula appendege (-)

    tanda radang(-), pus(-), nyeri

    tekan(-), fistula(-)

    PreaurikulaPreaurikula appendege (-)

    tanda radang(-), pus(-), nyeri

    tekan(-), fistula(-)

    Tenang, udem(-), fistel(-),

    sikatriks(-), nyeri tekan(-)Retroaurikula

    Tenang, udem(-), fistel(-),

    sikatriks(-), nyeri tekan(-)

    Hiperemis(-), udem(-),

    sekret(-), serumen (-),

    massa(-)

    MAE

    Hiperemis(-), udem(-),

    serumen(-), sekret(-),

    mukopurulen, massa(-)

    Intak (+), refleks cahaya (+),

    hiperemis (-)

    Membran timpaniIntak (+), refleks cahaya (+),

    hiperemis (-)

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    5/23

    5

    + Uji Rinne +

    Tidak ada lateralisasi Uji Weber Tidak ada lateralisasi

    Sama dengan pemeriksa Uji Schwabach Sama dengan pemeriksa

    Interpretasi : Telinga dalam batas normal

    2. HidungTabel 2. Pemeriksaan hidung

    Dextra Rhinoskopi anterior Sinistra

    Tenang Mukosa Tenang

    (+)

    Massa

    (-)

    - Sekret -

    Hipertrofi Konka inferior Eutrofi

    Deviasi (-) Septum Deviasi (-)

    () Passase udara (+)

    a. Sinus paranasal1) Inspeksi : pembengkakan pada wajah (-), bagian bawah mata (-), daerah

    diatas mata (-)

    2) Palpasi : nyeri tekan kedua pipi (-), atas orbita (+), medius kontur (-)b. Tes penciuman: Kopi

    1) Kanan : 8 cm2) Kiri : 18 cm3) Kesan : hiposmia dextra

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    6/23

    6

    3. TenggorokTabel 3. Pemeriksaan orofaring

    Dextra Pemeriksaan Orofaring Sinistra

    Mulut

    Tenang Mukosa mulut Tenang

    Bersih, basah Lidah Bersih, basah

    Tenang Palatum molle Tenang

    Karies (-) Gigi geligi Karies (-)

    Simetris Uvula Simetris

    Tonsil

    Tenang Mukosa Tenang

    TII

    Besar

    TII

    tidak melebar Kripta tidak melebar

    - Detritus -

    - Perlengketan -

    Faring

    Tenang Mukosa Tenang

    - Granula -

    - Post nasal drip -

    Tabel 4. Pemeriksaan Nasofaring

    Naofaring (Rhinoskopi posterior)

    Konka superior Tidak dilakukan

    Torus tubarius Tidak dilakukan

    FossaRossenmuller Tidak dilakukan

    Plika salfingofaringeal Tidak dilakukan

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    7/23

    7

    Tabel 5. Pemeriksaan Laringofaring

    Laringofaring (Laringoskopi indirect)

    Epiglotis Tidak dilakukan

    Plika ariepiglotika Tidak dilakukan

    Plika ventrikularis Tidak dilakukan

    Plika vokalis Tidak dilakukan

    Rima glotis Tidak dilakukan

    4. Pemeriksaan MaksilofasialTabel 6. Pemeriksaan Maksilofasial

    Dextra Nervus Sinistra

    Hiposmia

    I. OlfaktoriusPenciuman Normosmia

    Visus normal

    (+)

    II. Optikus Daya penglihatan Refleks pupil

    Visus normal

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    III. Okulomotorius Membuka kelopak mata Gerakan bola mata ke superior Gerakan bola mata ke inferior Gerakan bola mata ke medial Gerakan bola mata ke

    laterosuperior

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    IV. TroklearisGerakan bola mata ke lateroinferior (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    V. Trigeminal Tes sensoris

    Cabang oftalmikus (V1) Cabang maksila (V2) Cabang mandibula (V3)

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    VI. AbdusenGerakan bola mata ke lateral (+)

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    8/23

    8

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    VII. Fasial Mengangkat alis Kerutan dahi

    Menunjukkan gigi Daya kecap lidah 2/3 anterior

    (+)

    (+)

    (+)

    (+)

    Lihat status lokalis

    telinga

    VIII.AkustikusTes garpu tala Lihat status lokalis

    telinga

    (+)

    (+)

    IX. Glossofaringeal Refleks muntah

    Daya kecap lidah 2/3 anterior

    (+)

    (+)

    (+)

    (-)

    (+)

    X. Vagus Refleks muntah dan menelan Deviasi uvula Pergerakan palatum

    (+)

    (-)

    (+)

    (+)

    (+)

    XI. Assesorius Memalingkan kepala Kekuatan bahu

    (+)

    (+)

    (-)

    (-)

    XII. Hipoglossus Tremor lidah Deviasi lidah

    (-)

    (-)

    5. LeherTabel 7. Pemeriksaan Leher

    Dextra Pemeriksaan Sinistra

    Pembesaran (-) Thyroid Pembesaran (-)

    Pembesaran (-) Kelenjar submental Pembesaran (-)

    Pembesaran (-) Kelenjar submandibula Pembesaran (-)

    Pembesaran (-) Kelenjar jugularis superior Pembesaran (-)

    Pembesaran (-) Kelenjar jugularis mediaPembesaran (-)

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    9/23

    9

    Pembesaran (-) Kelenjar jugularis inferior Pembesaran (-)

    Pembesaran (-) Kelenjar suprasternal Pembesaran (-)

    Pembesaran (-) Kelenjar supraklavikularis

    Pembesaran (-)

    E. ResumeWanita 42 tahun datang dengan keluhan benjolan at regio etmoidalis dextra sejak 2

    minggu yang lalu. Flu, hidung tersumbat, bicara sengau, mata berair, alergi terhadap debu.

    Terdapat massa pada rhinos sinistra arah jam 11 sampai jam 4, nyeri, tidak mudah berdarah.

    Hipertrofi konka dextra, penurunanpassase udara dextra, nyeri tekan sinus paranasal daerah

    orbita, hiposmia dextra.

    F. Diagnosis Banding1. Polip nasal dextra + Hipertensi2. Angiofibroma nasofaring + Hipertensi3. Rinitis Alergi

    G. Diagnosa KerjaPolip nasal dextra + Hipertensi

    H. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin (Hb, Hematokrit, Trombosit, Leukosit)2.Naso-endoskopi3. Pemeriksaan rontgen (Water position, Caldwell dan lateral)4. Pemeriksaan CT Scan

    I. Penatalaksanaan1. Non-medikamentosa

    a. Edukasi kepada pasien bahwa benjolan dapat diterapi dengan tindakan operatif,namun tidak dapat dilakukan bila pasien sedang hamil.

    b. Menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan lunak dan bergizi.

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    10/23

    10

    2. Medikamentosaa. Hemaviton tablet 1 dd 1 tab

    b. Ampicillin tablet 3 dd 500 mgc. Asam mafenamat 3 dd 500mg

    3. OperatifPolipektomi

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    11/23

    11

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi Hidung1. Hidung luar

    Gambar 1. Hidung luar

    Hidung luar tampak seperti piramid dan melekat pada tulang wajah. Bagian atas

    sempit dan berhubungan dengan dahi disebut radiks nasi. Dari sini ke bawah terbentang

    dorsum nasi dan berakhir sebagai ujung yang disebut apeks nasi.

    Di bagian depan terdapat lubang disebut nares. Nares di sebelah medial dibatasi

    oleh sekat yang disebut collumella sedang di sebelah lateral dibatasi oleh alae nasi. Tepi

    bebas alae nasi disebut margo nasi.

    Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

    jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

    menyempitkan lubang hidung. Di sebelah superior diperkuat oleh tulang-tulang : os.

    nasalis, prosesus frontalis os. maksila dan prosesus nasalis os frontal.

    Di bagian bawah terdapat kerangka tulang rawan yang disebut cartilagines nasi

    yang terdiri dari :

    a) sepasang cartilago nasi lateralis superiorb) sepasang cartilago alaris mayor

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    12/23

    12

    c) sepasang cartilago alaris minoresd) cartilago septi nasi

    2. Kavitas nasi

    Gambar 2. Cavum nasi

    Struktur ini dimulai dari nares (lubang hidung) di sebelah anterior sampai koana di

    sebelah posterior. Rongga hidung terbagi dua, kanan dan kiri olehseptum nasi. Rongga

    hidung mempunyai atap, lantai, dinding lateral dan dinding media.

    Atap : Dibentuk oleh cartilagines nasi dan tulang-tulang : os nasale, os frontale

    lamina cribosa, os eithmoidale dan corpus os sphenoidale.

    Dasar : Dibentuk oleh processus palatinus os maxillae dan lamina horizontalis os

    palatum

    Dinding medial atau septum nasi : Dari anterior ke posterior terdiri atas cartilage septi

    nasi, lamina perpendicularis os eithmoidale dan vomer

    Dinding lateral : Dibentuk oleh os nasale, os maxilla, os lacrimale, os eithmoidale,

    concha nasalis inferiordan os spheinoid. Dinding lateral ini tidak rata, ditandai tonjolan-

    tonjolan conchae nasalis dan meatus nasi yang terletak di bawah tiap conchae . Conchaenasales tersebut adalah :

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    13/23

    13

    - conchae nasalis suprema ( kadang ada kadang tidak)- conchae nasalis superior- conchae nasalis media- conchae nasalis inferior

    Dalam cavum nasi terdapat meatus nasi, yaitu :

    - meatus nasi superior, di sini terdapat ostia cellulae eithmoidales posterior- meatus nasi medius, terdapat lubang-lubang muara dari sinus maxilaris, sinus

    frontalis, cellulae ethmoidais anterior.

    - meatus nasi inferor, terdapat muara ductus nasolacrimalis.

    3. Vaskularisasi hidung

    Gambar 3. Vaskularisasi hidung

    a) A. sphenopalatina cabangA. maxillaris internab) A. eithmoidalis anterior cabang A. opthalmica mendarahi sepertiga depan dinding

    lateral dan sepertiga depanseptum nasi

    c) A. eithmoidalis posterior, mendarahi bagian superiord) cabang-cabangA. facialise) A. Palatina descendens cabangA maxillaries interna.

    Pada bagian anteriorseptum nasi terdapat anastomosis antara R. septi nasi A. labialis

    superiorcabangA. facialis dengan rami septales posterior A. Sphenopalatina cabangA. maxillaris

    interna, juga kadang-kadang diikuti R. septalis anterior A.eithmoidalis anteriordan cabang dari

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    14/23

    14

    A. palatina major. Anastomosis ini terletak superfisial. Daerah tempat anastomosis ini disebut

    daerah Kiesselbach.

    Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke V.opthalmica yang berhubungan

    dengan sinus kavernosus..Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktorpredisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.

    4. Inervasi hidungBagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensorik dari

    n.ethmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasociliaris, yang berasal dari

    n.opthalmicus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensorik dari

    n.maxillaris melalui ganglionsphenopalatina.

    Ganglion sphenopalatina, selain mendapat persarafan sensorik, juga memberikan

    persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-

    serabut sensorik dari n.maxillaris, serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor

    dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion tersebut terletak di

    belakang dan sedikit di atas ujung posteriorconcha media.

    Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus

    olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius

    di sepertiga atas hidung.

    B. Fisiologi hidungRongga hidung dilapisi oleh yang secara secara histologik dan funsional dibagi atas

    mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian

    besar rongga hidung dan permukaanya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia dan

    diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkea aliran udara, mukosanya

    lebih kental dan kadang terjadi metaplasia menjadi epitel skuamosa. Dalam keadaan

    normal, mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir

    (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan

    sel goblet. Palut lendir di rongga hidung akan didorong ke arah nasofaring oleh silia

    dengan gerakan teratur. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung

    pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    15/23

    15

    Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa rongga hidung di

    daerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga hidung, hanya lebih tipis dan

    pembuluh darahnya juga lebih sedikit. Sel-sel goblet dan kelenjar juga lebih sedikit dan

    terutama ditemukan di dekat ostium.

    Sekresi mukosa nasal merupakan campuran dari komponen-komponen : sekresi

    kelenjar mukosa dan sel goblet, transudasi dan eksudasi dari kapiler di dalam mukosa dan

    debris dari leukosit dan sel epitel

    Fungsi hidung adalah untuk :

    1. Sebagai jalan nafasPada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka

    media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini

    berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan

    kemudian mengikuti jalan yang sam seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan

    aliran udara memecah, sebagian akan melaui nares anterior dan sebagian lain kembali ke

    belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

    2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara

    yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur

    kelembaban udara dan mengatur suhu.

    Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir (mucous

    blanket). Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini

    sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebelumnya.

    Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah

    epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung

    secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37oC.

    3. Sebagai penyaring dan pelindungFungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri

    dandilakukan oleh : rambut (vibriae) pada vestibulum nasi, silia, serta palut lendir (mucous

    blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar

    akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    16/23

    16

    gerakan silia. Faktor lain ialah enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri,

    yang disebut lysozyme.

    4. Indra penghiduHidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada

    atap rongga hidung, konka superiordan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat

    dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas

    dengan kuat.

    5. Resonansi suaraResonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

    Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar

    suara sengau (rinolalia).

    6. Proses berbicaraHidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir

    dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal rongga mulut tertutup dan hidung

    terbuka,palatum mole turun untuk aliran darah.

    7. Refleks nasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

    kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan sekresi

    kelenjar liur, lambung dan pankreas.

    C. Polip Nasi1. Definisi

    Polip nasi adalah suatu pseudotumor bersifat edematosa yang merupakan penonjolan

    keluar dari mukosa hidung atau sinus paranasalis, massa lunak, bertangkai, bulat,

    berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat di dalam rongga hidung.

    Sering kali berasal dari sinus dimana menonjol dari meatus ke rongga hidung.

    Berdasarkan hasil pengamatan, polip nasi terletak di dinding lateral cavum nasi terutama

    daerah meatus media. Paling banyak di sel-sel eithmoidalis. Dapat juga berasal dari

    mukosa di daerah antrum, yang keluar dari ostium sinus dan meluas ke belakang di daerah

    koana posterior (polip antrokoanal).

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    17/23

    17

    2. EtiologiEtiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Penyakit ini masih banyak

    menimbulkan perbedaan pendapat, terutama mengenai etiologi dan patogenesisnya.

    Terjadinya polip nasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal : umur, alergi, infeksi dan

    inflamasi dominasi eosinofil.Deviasi septum juga dicurigai sebagai salah satu faktor yang

    mempermudah terjadinya polip nasi. Penyebab lainnya diduga karena adanya intoleransi

    aspirin, perubahan polisakarida dan ketidakseimbangan vasomotor.

    3. PatogenesisEpitel mukosa hidung secara terus menerus terekspos lingkungan luar melalui udara

    yang diinspirasi yang berpotensial menyebabkan kerusakan epitel dan infeksi.

    Polip nasi terjadi karena adanya peradangan kronis pada membran mukosa hidung

    dan sinus yang disebabkan oleh kerusakan epitel akibat paparan iritan, virus atau bakteri.

    Banyak faktor yang berperan dalam pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel

    terlibat dalam patogenesis polip. Sel epitel dapat mengalami aktivasi dalam respon

    terhadap alergen, polutan maupun agen infeksius. Sel akan mengeluarkan berbagai faktor

    yang berperan dalam respon inflamasi dan pemulihannya, antara lain neuropeptide-degrading enzym, endothelin, nitric oxide, asam arakidonat, sitokin inflamasi yang

    mempengaruhi sel inflamasi. Faktor-faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan

    permeabilitas pembuluh darah, adhesi leukosit, sekresi mukus, stimulasi fibroblas dan

    kolagen.

    Beberapa faktor inflamasi telah dapat diisolasi dan dibuktikan dihasilkan pada polip

    nasi. Faktor-faktor tersebut meliputi endothelial vascular cell adhesion molecule

    (VCAM)-1, nitric oxide synthese, granulocyte-macrophage colonystimulating factor

    (GM-CSF), eosinophil survival enhancing activity (ESEA), cys-leukotrienes (Cys-LT) dan

    sitokin lainnya.

    Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif yang kemungkinan berperan juga

    dalam terjadinya polip. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan selular yang pada

    akhirnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan.Tubuh menghasilkan endogenous

    oxidants sebagai respon dari bocornya elektron dari rantai transport elektron, sel fagosit

    dan sistem endogenous enzyme (MAO, P450, dsb)

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    18/23

    18

    Epitel polip nasi terdapat hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang

    kemungkinan besar berperan dalam menimbulkan obstruksi nasal dan rinorrhea. Sintesis

    mukus dan hiperplasia sel globet diduga terjadi karena peranan epidermal growth factors

    (EGF).

    Adanya proses peradangan kronis menyebabkan hiperplasia membran mukosa

    rongga hidung, adanya cairan serous di celah-celah jaringan, tertimbun dan menimbulkan

    edema, kemudian karena pengaruh gaya gravitasi. Akumulasi cairan edema ini

    menyebabkan prolaps mukosa. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya tangkai polip,

    kemudian terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.

    Strukturstroma polip nasi dapat mempunyai vasodilatasi pembuluh darah sedikit

    atau banyak, variasi kepadatan tipe sel yang berbeda, seperti eosinofil, neutrofil, sel mast,

    plasma sel dan lain-lain.

    Eksudasi plasma mikrovaskular berperan dalam perkembangan kronik edem pada

    polip nasi.

    Gambaran histopatologi dari polip nasi bervariasi dari jaringan yang edem dengan

    sedikit kelenjar sampai peningkatan kelenjar. Eosinofil dapat muncul, menandakan

    komponen alergi. Hal ini menunjukkan adanya proses dinamis yang nyata pada polip

    nasal yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti aliran udara, faktor lain yang dapat

    mempengarui epitel polip dan proses regenerasinya, perbedaan epitel dan ketebalannya,

    ukuranpolip, infeksi dan alergi.

    Beberapa buku menyebutkan alergi sebagai penyebab utama polip nasi. Hal ini

    dibuktikan dengan adanya penimbunan eosinofil dalam jumlah besar dari jaringan polip

    atau dalam sekret hidung. Polip hidung yang disebabkan oleh alergi seringkali dialami

    penderita asma dan rinitis alergi.

    Infeksi virus dan bakteri juga dikatakan sebagai salah satu penyebab dari polip nasi.

    Pada polip nasi yang disebabkan oleh infeksi ditemukan infiltrasi sel-sel neutrofil,

    sedangkan sel eosinofil tidak ditemukan.

    Menurut Ogawa dari hasil penelitiannya pada penderita polip hidung disertai deviasi

    septum, polip lebih sering didapatkan pada rongga hidung dengan septum yang cekung.

    Deviasi septum hidung akan menyebabkan aliran udara pada bagian rongga hidung dengan

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    19/23

    19

    septum yang cekung, akan lebih cepat dari bagian cembung di rongga hidung sisi lain.

    Percepatan ini terjadi pada rongga hidung bagian atas dan menimbulkan tekanan negatif.

    Tekanan negatif ini merupakan rangsangan bagi mukosa hidung sehingga meradang dan

    terjadi edema.

    Pada intoleransi aspirin, terjadinya polip nasi disebabkan karena inhibisi

    cyclooxygenase enzyme. Inhibisi tersebut menyebabkan pelepasan mediator radang, yaitu

    cysteinyl leucotrienes.

    4. Gejala dan tandaTimbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan cepat setelah

    infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama.dimana dirasakan semakin hari

    semakin berat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh, sengau,

    sakit kepala. Pada sumbatan yang hebat didapatkan gejala hiposmia atau anosmia, rasa

    lendir di tenggorok.

    Pada pemeriksaan rhinoskopi anteriortampak adanya massa lunak, bertangkai, tidak

    nyeri jika ditekan, tidak mudah berdarah dan pada pemakaian vasokontriktor (kapas

    efedrin 1%) tidak mengecil. Pada pemeriksaan rhinoskopiposteriorbila ukurannya besar

    akan tampak massa berwarna putih keabu-abuan mengkilat yang terlihat mengggantung di

    nasofaring.

    5. Pemeriksaan penunjangDapat dilakukan pemeriksaan Endoskopi nasal dan sinus untuk memastikan adanya

    polip nasal maupun sinus dan untuk menentukan letak polip nasal tersebut. Dapat pula

    dilakukan pemeriksaan CT-scan, tes alergi, kultur tetapi hal ini dilakukan atas indikasi.

    Gambar dari suatu polip nasi yang tampak dengan endoskopi.

    Gambar 4. Endoskopi nasal

    http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/ent/images/Large/801Right_nasal_polyposis.jpg&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/ent/images/Large/803Right_nasal_polyposis3.jpg&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/ent/images/Large/801Right_nasal_polyposis.jpg&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/ent/images/Large/803Right_nasal_polyposis3.jpg&template=izoom2
  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    20/23

    20

    6. Diagnosis bandingDiagnosis banding dari polip nasi adalah :

    a. Angiofibroma Nasofaring JuvenilEtiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini

    mempunyai tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga hidung.

    Dari anamnesis diperoleh adanya keluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis

    berulang yang masif. Terjadi obstruksi hidung sehingga timbul rhinorhea kronis yang

    diikuti gangguan penciuman. Oklusi pada tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian

    atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia menandakan adanya perluasan tumor ke

    intrakranial.

    Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa tumor

    yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda,

    diliputi oleh selaput lendir keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak

    jarang ditemukan ulcerasi. Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan

    terlihat gambaran klasik disebut sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan

    prosesus Pterigoideus ke belakang.

    Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor dan

    destruksi tulang sekitarnya. Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan

    memperlihatkan vaskularisasi tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena

    merupakan kontra indikasi karena bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring

    Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja laki-laki.

    b. Keganasan pada hidungEtiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia seperti nikel, debu

    kayu, formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling sering terjadi pada laki-laki. Gejala

    klinis berupa obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis, diplopia, proptosis, gangguan

    visus, penonjolan pada palatum, nyeri pada pipi, sakit kepala hebat dan dapat disertai

    likuorhea. Pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya pendesakan dari massa

    tumor. Pemeriksaan PA didapatkan 85% tumor termasuk sel squamous berkeratin.

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    21/23

    21

    7. PenatalaksanaanPrinsip pengelolaan polip adalah dengan operatif dan non operatif. Pengelolaan

    polip nasi seharusnya berdasarkan faktor penyebabnya, tetapi sayangnya penyebab polip

    nasi belum diketahui secara pasti. Karena penyebab yang mendasari terjadinya polip nasi

    adalah reaksi alergi, pengelolaanya adalah mengatasi reaksi alergi yang terjadi. Polip yang

    masih kecil dapat diobati dengan konservatif.

    a. Terapi Konservatif1)Kortikosteroid sistemik

    Merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip nasal.

    Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dapat

    diberikan secara aman sebanyak 3-4 kali setahun, terutama untuk pasien yang

    tidak dapat dilakukan operasi.

    2)Kortikosteroid sprayDapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif tidak efektif unutk polip yang

    masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan ukuran polip dan

    sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk mencegah kekambuhan

    3)Leukotrin inhibitor.Menghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-lipoxygenase yang

    akan menghasilkan leukotrin yang merupakan mediator inflamasi.

    b. Terapi operatifTerapi operasi dilakukan pada kasus polip yang berulang atau polip yang

    sangat besar, sehingga tidak dapat diobati dengan terpi konservatif. Tindakan

    operasi yang dapat dilakukan meliputi :

    1) Polipektomi intranasal2) Antrostomi intranasal3) Ethmoidektomi intranasal4) Ethmoidektomi ekstranasal5) Caldwell-Luc (CWL)6) Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    22/23

    22

    BAB IV

    KESIMPULAN

    1. Polip nasi adalah suatu pseudotumor yang merupakan penonjolan dari mukosa hidungatau sinus paranasalis yang terdorong karena adanya gaya berat.

    2. Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Diduga karena adanya reaksi alergi,infeksi, deviasi septum hidung, intoleransi aspirin, perubahan polisakarida, dan

    ketidakseimbangan vasomotor.

    3. Diagnosis polip nasi berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpenunjang.

    4. Pengelolaan penderita polip nasi dengan cara operatif (polipektomi) atau dengan nonoperatif (kortikosteroid).

    5. Diagnosis dan penanganan yang tepat sangat diperlukan agar penderita tidak jatuh kedalam penyulit yang lebih berat.

  • 7/29/2019 Laporan Kasus I - Polip Nasal

    23/23

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga HidungTenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000

    2. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan danKelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000

    3. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 114. Penerbit MediaAesculapius FK-UI 2000

    4. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit TelingaHidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 1989

    5. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea &Febiger 14th edition. Philadelphia 1991

    6. http://emedicine.medscape.com/article/994274-overview

    http://emedicine.medscape.com/article/994274-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/994274-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/994274-overview