Presus Fraktur Nasal

25
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn DAN Umur : 22 tahun No. RM : 525805 Pekerjaan : Pegawai Swasta Alamat : Panulisan 01/01 Dayeuh Luhur Cilacap Tanggal periksa : 31 Mei 2011 II. ANAMNESIS Autoanamnesa dari pasien pada tanggal 1 Juni 2011. A. Keluhan Utama: Post KLL, memar pada hidung, hidung berdarah, kelainan bentuk pada hidung, luka di daerah antara hidung dengan mulut. B. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien konsulan dari dr SpB dengan keterangan, hematom nasal, deformitas nasal dengan epistaksis. Pasien mengatakan, pasien kecelakaan di depan Taman Pintar, tabrakan antar sepeda motor. Riwayat hilang kesadaran disangkal, pasien mengeluhkan nyeri didaerah sekitar hidung, dan bawah hidung, perdarahan dirasakan keluar dari kedua lubang hidung, banyak, pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan penghidu. 1

Transcript of Presus Fraktur Nasal

Page 1: Presus Fraktur Nasal

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn DAN

Umur : 22 tahun

No. RM : 525805

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Panulisan 01/01 Dayeuh Luhur Cilacap

Tanggal periksa : 31 Mei 2011

II. ANAMNESIS

Autoanamnesa dari pasien pada tanggal 1 Juni 2011.

A. Keluhan Utama:

Post KLL, memar pada hidung, hidung berdarah, kelainan bentuk pada hidung,

luka di daerah antara hidung dengan mulut.

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien konsulan dari dr SpB dengan keterangan, hematom nasal,

deformitas nasal dengan epistaksis. Pasien mengatakan, pasien kecelakaan di

depan Taman Pintar, tabrakan antar sepeda motor. Riwayat hilang kesadaran

disangkal, pasien mengeluhkan nyeri didaerah sekitar hidung, dan bawah hidung,

perdarahan dirasakan keluar dari kedua lubang hidung, banyak, pasien tidak

mengeluhkan adanya gangguan penghidu.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien belum pernah mengalami penyakit serupa.

Riwayat trauma kepala diterima.

D. Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.

E. Anamnesis Sistem

- Sistem serebrospinal : tidak panas, pusing, tidak mual

- Sistem respiratorius : tidak sesak nafas, batuk (-)

- Sistem kardiovaskuler : tidak berdebar-debar

1

Page 2: Presus Fraktur Nasal

- Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

- Sistem anogenital : tidak ada keluhan

- Sistem muskuloskeletal : tidak ada hambatan dalam bergerak

- Sistem integumentum : suhu raba hangat, terdapat luka robek di bawah

hidung, nyeri

III. PEMERIKSAAN

Keadaan Umum : baik,

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign :

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Suhu : 37,2 0C

Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Respirasi Rate : 24 x/menit, reguler, thorako abdominal

Status Lokalis

Terdapat vulnus excoriatum di angulus nasolabialis, sudah diberi antiseptik.

Terdapat hematom di regio nasal.

Terdapat deformitas ke arah regio nasal sinistra.

1. Telinga

Inspeksi, Palpasi, PerkusiAD/AS :hematom (-/-), edema (-/-), otore (-/-), CAE

(+/+), nyeri tragus (-/-), nyeri mastoid (-/-), nyeri retro auriculer (-/-), fistel (-/-), nll. Tidak teraba.

OtoskopiAD/AS :CAE hiperemis (-/-), nyeri (-/-), otore (-/-),

cerumen (+/+) sedikit, membrana timpani utuh, mukosa tidak hiperemis.

Fungsional (Test Pendengaran : Garpu Tala)- Rinne : tidak dilakukan- Webber : tidak dilakukan- Swabach : tidak dilakukan

2

Page 3: Presus Fraktur Nasal

2. Hidung dan Paranasal

Inspeksi, Palpasi, PerkusiDeviasi nasal (-), massa (-), obstruksi nasal (-), rhinorrea (-), darah (+), nyeri tekan (+)SPN : edema nasal (+), NT pipi/kelopak bawah (-),

NT pangkal hidung(+)/kelopak atas (-) .

Rhinoskopi AnteriorSeptum letak sentral, deformitas os nasal (+).ND/NS :Mukosa hiperemis (-/-), mukosa pucat (-/-),

edema concha (-/-), massa (-/-), vimbrissae (+/+), discharge (+/+).

Rhinskopi PosteriorTidak dilakukan

-3. Tenggorokan dan Laring (Leher)

Inspeksi, PalpasiTrakhea letak sentral, gld. Thyroid tak teraba, nll. tak teraba, massa (-), NT (-), retraksi (-).Cavum oris : Karies (-), gigi tanggal (-) ,mukosa

mulut dalam batas normal, papil lidah dalam batas normal, lidah mobile, protrusi asimetris lidah (-), uvula sentral, massa (-)

Faring :mukosa tidak hiperemis, edema (-), massa (-)

Tonsil : tidak hiperemis, tidak membesar, abses peritonsiler (-)

Arcus palatoglossus : tidak hiperemis, protrusi asimetris (-), massa (-)

Arcus palatopharingeus : tidak hieperemis, protrusi asimetris (-), massa (-)

Laringoskopi IndirekTidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (26 Mei 2010)

AL : 8,0 x 103

Hb : 15,9 g/dl

PTT : 15,3

3

Page 4: Presus Fraktur Nasal

APTT : 36,3

Gol.Da: A

HbsAg : (-)

Radiologis

Struktur tulang baik

Tampak Fraktur dan deformitas os nasal tengah lateral sinistra

V. KESIMPULAN

Seorang laki-laki 22 tahun, perdarahan dari hidung post KLL, nyeri daerah

hidung, tidak ada gangguan penghidu, telinga dalam batas normal, hidung terdapat

perdarahan, vulnus eksoriatum di angulus nasolabialis, tenggorokan dalam batas

normal, laboratorium dalam batas normal, radiologi menunjukkan fraktur dan

deformitas os nasal.

VI. DIAGNOSIS

Epistaksis dan deformitas os nasal et causa fraktur nasal

VII. TERAPI

a. Kausatif :

o Pasang Tampon Hidung

b. Simtomatik :

o Analgetik : injeksi Ketorolac 1 amp/12 jam

o Antibiotik : injeksi Ceftriaxon 1 gr/12 jam

VIII. PROGNOSIS

Que ad vitam : dubia ad bonam

Que ad sanam : dubia ad bonam

Que ad fungsionam : dubia ad bonam

4

Page 5: Presus Fraktur Nasal

FRAKTUR NASAL

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya.

Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah. Sedangkan jika

disebabkan oleh trauma kecepatan tinggi biasanya berhubungan dengan fraktur wajah

biasanya Le Fort tipe 1 dan 2. Selain itu, injury nasal juga berhubungan dengan cedera

leher atau kepala.

Penyebab trauma nasal ada 4 yaitu:

1. Mendapat serangan misal dipukul.

2. injury karena olah raga

3. kecelakaan (personal accident).

4. kecelakaan lalu lintas.

Dari 4 penyebab diatas, yang paling sering karena mendapat serangan misalnya

dipukul dan kebanyakan pada remaja. Jenis olah raga yang dapat menyebabkan cedera

hidung misalnya sepak bola, khususnya ketika dua pemain berebut bola diatas kepala;

olah raga yang menggunakan raket misalnya ketika squash, raket dapat mengayun ke

belakang atau depan dan dapat memukul hidung atau karate; serta petinju. Trauma nasal

yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi menyebabkan fraktur wajah.

Trauma wajah disebabkan oleh 5 hal tergantung dari kecepatan dan kekerasan

pukulan, yaitu :

1. Bukan fraktur, disebabkan pukulan yang tidak keras.

2. Fraktur kelas 1

3. Fraktur kelas 2

4. Fraktur kelas 3

5. fraktur Le Fort tipe 2 dan 3.

Komplikasi Trauma Nasal

1. Deviasi

Deviasi dapat terjadi pada septum nasal, tulang nasal atau keduanya. Tindakan

yang dilakukan pada deviasi septum biasanya dengan septoplasty. Selain itu seiring

5

Page 6: Presus Fraktur Nasal

dengan perkembangan bedah plastic untuk komestika, maka dapat dilakukan

rhinoplasty. Rhinoplasty adalah operasi plastic pada hidung. Ada 2 macam :

a. Augmentasi rhinoplasty : penambahan pada hidung. Yang harus diperhatikan

tidak boleh menambahkan injeksi silicon. Yang boleh digunakan adalah bahan

dari luar, misalnya silicon padat maupun bahan dari dalam tubuh sendiri misal

tulang rawan, flap kulit/dermatograft.

b. Reduksi rhinoplasty : pengurangan pada hidung.

2. Bleeding

Terjadi bleeding karena lacerasi mucosal sebaiknya dihentikan 24 jam dengan

nasal packing atau jika persisten dan banyak dilakukan dengan membuka arteri

sphenopalatine atau arteri ethmoidal anterior. Tempat terjadinya bleeding seharusnya

diidentifikasi dan jika dari sphenopalatine maka eksplorasi septal dikeluarkan dan

ketika arteri dibebaskan dari segmen fraktur biasanya dihentikan dengan packing

(balutan). Jika arteri ethmoidal masih terjadi bleeding setelah fraktur ethmoidal maka

dilakukan ‘clip’ dengan ethmoid eksternal yang sesuai.

3. Saddling

Biasanya terjadi pada fraktur kelas 3 dan hasilnya adalah kegagalan untuk

meng’extract’ tulang nasal dari bawah tulang frontal atau terjadi malunion tulang nasal

yang disebabkan fraktur laybirith ethmoidal.

4. Kebocoran cairan serebrospinal

Ini jarang terjadi dan disebabkan fraktur ‘cribriform plate’, fraktur dinding

posterior sinus frontal, atau jika fragmen tulang menginsersi ke dalam area dural tear

(air mata) maka akan terjadi kebocoran. Tindakan yang dilakukan dengan craniotomy

frontal. Perlu diperhatikan juga bahwa kebocoran bisa terjadi karena komplikasi dari

meningitis sehingga perlu diobservasi kondisi pasien post trauma dan periode

discharge. Penanganan dengan antibiotic prophylactic perlu dilakukan. Kebocoran

kulit cukup diobservasi selama 4 sampai 6 minggu dan biasanya terjadi penutupan

spontan. Jangan lupa untuk melakukan konsultasi dengan ahli bedah saraf.

5. Komplikasi orbital

Tindakan dacryocystorrhinostomy dilakukan untuk mengatasi masalah.

6

Page 7: Presus Fraktur Nasal

Diagnosis

1). ANAMNESA

Mengerti akan mekanisme trauma dapat membantu tenaga medis dalam

menghadapi pasien dengan trauma. Akan sangat berguna dengan mengetahui objek

yang melukai, dari arah mana datangnya, dan seberapa kekuatannya hingga mengenai

hidung.

Pasien akan mengatakan tentang kapan dia mendapatkan trauma dan apakah

terdapat perdarahan yang menyertainya. Informasi yang dibutuhkan lainnya adalah

mengenai riwayat pembedahan, trauma dan penilaian objektif mengenai tampilan dan

fungsi dasar hidung sebelumnya. Yang terakhir, perlu didapatkan informasi apakah

pasien mengkonsumsi alcohol sebelum trauma. Hal ini berpengaruh pada pemilihan

obat analgetik yang akan digunakan, kemungkinan terjadinya trauma kembali, dan

untuk penilaian status mental yang berhubungan dengan kemungkinan trauma kepala.

2). PEMERIKSAAN FISIK

Ketika menilai pasien dengan cedera akut pada hidung, pemeriksa jangan

mengesampingkan kemungkinan adanya trauma serius. Hal ini penting jika pasien

mendapatkan trauma pada pertengahan wajahnya, kerena dapat menyebabkan cedera

vertebra servikal, dan para medis harus mengenakan alat penyangga untuk

mengamankannya hingga cedera vertebra servikal telah tersingkirkan. Selama

penilaian awal, pemeriksa harus memastikan bahwa pasien mempunyai pernafasan

yang adekuat.

Cedera hidung dapat disertai dengan trauma kepala dan leher yang lain

misalnya kemungkinan terjadi fraktur mandibula. Serta tak menutup kemungkinan

fraktur pada semua sruktur tulang pada wajah, seperti area orbita, zygomatikus, gigi,

sehingga perlu dilakukan inspeksi yang teliti dan palpasi dengan hati-hati. Seluruh

laserasi pada wajah, pembengkakan, dan deformitas harus dicatat, dan mata harus

dinilai apakah simetris dan pergerakannya baik. Jika dicurigai fraktur mandibula atau

wajah, perlu dilakukan pemeriksaan radiology, bisa dilakukan CT scan jika ada

indikasi.

Sebuah deformitas pada hidung biasanya ditemukan pada kejadian fraktur

nasal. Akan tetapi, epistaksis tanpa deformitas nasal kemungkinan juga ditemukan

7

Page 8: Presus Fraktur Nasal

pada beberapa kasus fraktur nasal. Edema dan ekimosis pada struktur hidung dan

periorbital dapat terlihat pada pemeriksaan beberapa jam setelah cedera.

Palpasi struktur nasal dilakukan untuk memeriksa adanya krepitasi, indensitas

atau tulang nasal yang irregular. Jika ditemukan cairan cerebrospinal (SCF) berupa

rhinorrehea yang bening, subcutaneous emphysema, perubahan status mental,

maloklusi yang baru, atau pergerakan batas-batas ekstraokular harua segera dirujuk

ke subspesialis.

Pengetahuan tentang bentuk dan penampakan hidung pasien sebelum terjadi

cedera, bertujuan untuk menentukan derajat kepahan cedera hidung. Akan lebih baik

jika dapat menemukan foto pasien ketika sebelumnya. Jika foto tidak didapatkan,

foto pasien dalam kartu identitas juga dapat digunakan.

Pemeriksaan eksternal dan internal akan sulit jika cedera nasal disertai

dengan ekimosis, edema dan perdarahan, terlebih jika dilakukan setelah lebih dari 3

jam setelah terjadi cedera. Jika kasusnya adalah pasien dengan fraktur nasal akut

tanpa komplikasi, cukup diberikan resep analgetik dan memulangkan pasien dengan

instruksi untuk istirahat, kompres es, dan meminimalkan pergerakan kepala. Karena

tidak ada acuan klinik untuk dilakukan reduksi fraktur segera. Dilakukan evaluasi

dan penatalaksanaan akan lebih aman setelah bengkak berkurang, biasanya antara 3

sampai 4 hari. Reduksi dilakukan antara 5 hingga 10 hari setelah cedera, dan

sebelum tulang nasal mulai difiksasi. Akan tetapi, sebelum itu dilakukan penanganan

hematom pada septum. Hal ini dapat tampak pada satu atau kedua sisi dari septum

nasal. (Gambar 2). Gagal dalam mengidentifikasi dan mengatasi hematom pada

septum dapat menyebabkan timbulnya infeksi sehingga kartilago septal hilang dan

akhirnya terbentuk deformitas pelana. Hematom septal harus dicurigai jika didapati

nyeri dan pembengkakan yang menetap. Splint silastic dapat digunakan untuk

mencegah reakumulasi darah pada tempat hematom.

Pada pemeriksaan internal, dibutuhkan lampu, suction, anesthesia dan

vasokonstriktor spray hidung. Speculum hidung dan lampu kepala akan memperjelas

visualisasi. Pada inspeksi internal akan terlihat seberapa besar jendalan darah, yang

akan dikeluarkan irigasi saline hangat, suction, dan aplikator dengan kapas.

8

Page 9: Presus Fraktur Nasal

Anesthesia dan vasokonstriktor yang adekuat perlu diberikan sebelum

dilakukan pemeriksaan internal lengkap. Suatu pilihan yang tepat jika menggunakan

agen topical seperti spray atau injeksi local. Cocaine dalam solution 5-10%,

merupakan single terapi yang mengandung analgesia sekaligus vasokonstriktor.

Alternatif lain yang termasuk anesthesia topical intranasal adalah spay lidocaine

(Xylocaine), bupivacaine (Marcaine), dan pontocaine (Opticaine). Topikal

vasokonstriktor seperti oxymetazoline (Afrin) dan phenylephrine hydrochloride

(Neo-Synephrine) merupakan pengontrol perdarahan mengurangi edema intranasal.

Beberapa sumber menyebutkan percampuran 1 banding 1 antara decongestant topical

oxymetazoline atau phenylephrine dan 4 % lidocaine topical (liquid) adalah sama

efektifnya dengan cocaine.

Selama pemeriksaan internal, pemeriksa harus menilai patensi dari jalan

napas dan mencari asal epistaksis ataupun deformitas septum. Kemudian laserasi

mukosa perlu dicatat untuk memperkirakan adanya fraktur.

3). PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Ketika ada kecurigaan fraktur nasal dengan tanpa komplikasi, perencanaan

radiografi perlu dibuat. Radiografi tidak dapat mengidentifikasikan adanya desrupsi

kartilago, dan akan sulit untuk menginterpretasikan garis sutura normal pada fraktur

nondisplased. Maka dari itu, ketika ditemukan adanya rhinorrhea cairan

serebrospinal, adanya gerakan ekstraokuler yang abnormal, terjadi maloklusi,

pencitraan CT-scan diindikasikan untuk menilai fraktur mandibula dan wajah.

Penatalaksanaan

a). Pertolongan di pelayanaan primer

Pertolongan pertama dimulai dari mengevaluasi cedera, mengetahui cerita yang

akurat dari situasi dimana kecelakaan terjadi, dan memastikan bagaimana keadaan dan

fungsi wajah dan hidung sebelum terjadi kecelakaan. Luka yang serius harus

mendapatkan penanganan, inspeksi dan palpasi nasal dilakukan untuk menilai

kelancaran jalan napas, laserasi mukosa, deformitas septum. Lakukan penilaian dari

hidung dan struktur sekitarnya, meliputi mata, mandibula dan vertebra spinal haruslah

lengkap. Temukan jika terdapat fraktur pada wajah ataupun mandibula. Pasien dengan

9

Page 10: Presus Fraktur Nasal

septal hematom, rhinore cairan cerebrospinal, maloklusi, atau defek pergerakan

ekstraokular harus segera dirujuk ke subspesialis. Penanganan di layanan primer

meliputi evaluasi nyeri dan manajemen infeksi serta debridemen minimal. Jika tidak

ada indikasi untuk merujuk, evaluasi keadaan pasien 3-5 hari setelah kecelakaan.

Setelah memastikan jalan napas baik, ventilasi adekuat,dan secara umum pasien

telah stabil, dapat dilakukan penatalaksaan atas fraktur nasal itu sendiri.

Penatalaksanaan dimulai dengan manajemen cedera jaringan lunak eksternal. Jika

terdapat luka terbuka dan ada kontaminasi benda asing, lakukan irigasi. Lakukan

debridemen jika diperlukan. Akan tetapi, debridemen jangan sampai berlebihan karena

jaringan juga akan diperlukan untuk menutup kartilago yang terbuka.

Adanya epistaksis biasanya sembuh spontan tapi jika kambuh kembali perlu

dikauter, tampon nasal atau ligasi pembuluh darah. Perdarahan anterior karena laserasi

arteri etmoid anterior, cabang dari arteri optalmikus (sistem karotis interna).

Perdarahan dari posterior dari arteri etmoid posterior atau dari arteri sfenopalatina

cabang nasal lateral, dan mungkin perlu ligasi arteri maksila interna untuk

menghentikannya. Jika menggunakan tampon nasal, tidak perlu terlalu banyak, karena

dapat mempengaruhi suplai darah pada septum yang mengalami trauma sehingga

menyebabkan nekrosis.

Lakukan penanganan septal hematom. Septal hematom adalah adanya jendalan

darah yang mengisi ruang antara kartilago dan perikondrium. Jika tidak ditangani,

akan memudahkan terjadinya infeksi. Adanya nekrosis pada lapisan kartilago, dapat

mengakibatkan deformitas pemanen. Ketika ditemukan adanya septal hematom, harus

dilakukan aspirasi ataupun incisi dengan local anesthesia (Gambar 4). Untuk

mencegah reakumulasi darah, drain steril dapat ditempatkan disana. Akan tetapi,

penggunaan drain ini masih diperdebatkan. Selanjutnya, penataksanaan petugas medis

harus dikonsulkan dengan seorang otolaryngologist atau ahli bedah plastic jika

memungkinkan.

Ahli medis melakukan pemeriksaan eksternal dan internal (endoskopi, jika

mungkin) terakhir, sebelum mengantar pasien kepada manipulasi dan reduksi fraktur

nasal. Pemeriksaan ini untuk meneliti apakah terdapat epistaksis atau hematom

signifikan yang masih tersembunyi.

10

Page 11: Presus Fraktur Nasal

Status tetanus pada semua pasien harus diselidiki dan dimanajemen, antibiotic

profilaksis dapat diberikan jika terdapat indikasi, seperti adanya kontaminasi rumput

pada fraktur terbuka. Atau juga untuk pasien yang mempunyai penyakit kelemahan

kronis, immuno-compromised dan dengan hematom septal.

Reduksi pada fraktur nasal akut di pelayaan kesehartan primer hanya dikerjakan

untuk reduksi tertutup pada fraktur unilateral ringan. Sedangkan untuk reduksi terbuka

dilakukan dalam kamar operasi. Para medis yang akan melakukan reduksi baik

tertutup maupun terbuka harus mengalami prosedur pelatihan sebelumnya. Di samping

itu, karena pentingnya fungsi dan hasil kosmetik dari reduksi fraktur nasal, merujuk

kepada otolaryngologist atau ahli bedah plastic tidak lebih dari 3-5 hari.

b). Tatalaksana operasi

1.Persiapan :

Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang

akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan

permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi (Informed consent).

Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi. Beberapa

instrument sederhana digunakan disini yaitu: elevator Boies atau Ballenger, forcep

Asch dan Walsham.

Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi. Antibiotika profilaksis,

Cefazolin atau kombinasi Clindamycin dan Garamycin, dosis menyesuaikan untuk

profilaksis.

2. Teknik Operasi

1. REDUKSI TERTUTUP

Prinsip reduksi tertutup adalah untuk menyatukan kartilago dan struktur tulang

pada tempat yang semestinya untuk mengurangi ketidaknyamanan serta

memaksimalkan patensi jalan napas. Teknik reduksi tertutup adalah singkat dan

optimal. Pemberian anxiolitik dan analgetik sebagai premedikasi juga dapat

dipertimbangkan.

11

Page 12: Presus Fraktur Nasal

Pembiusan dengan anestesi umum. Posisi pasien terlentang, dikerjakan di

kamar operasi dengan anestesi general atau lokal. Disinfeksi lapangan operasi

dengan larutan hibitan-alkohol 70% 1:1000.

Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril. Jarak antara tepi rongga

hidung ke sudut nasofrontal diukur, kemudian instrumen dimasukkan sampai batas

kurang 1 cm dari pengukuran tadi.

Fragmen yang depresi diangkat dengan elevator dalam arah berlawanan dari

tenaga yang menyebabkan fraktur, biasanya kearah antero-lateral. Reposisi fraktur

nasal dan fraktur dapat dilakukan dengan forsep Walsham. Jangan terlalu ditekan

(dibawah tulang hidung yang tebal dekat sutura nasofrontal) karena daerah ini

jarang terjadi fraktur, lagipula bisa menyebabkan robekan mukosa dan perdarahan.

Reduksi disempurnakan dengan melakukan ‘molding’ fragmen sisa dengan

menggunakan jari. Pada kasus fraktur dislokasi piramid bilateral, reduksi septum

nasal yang tidak adekuat menyebabkan reposisi hidung luar tidak memuaskan.

Stabilisasi septum dengan splints Silastic, pasang tampon pada tiap lubang

hidung dengan sofratul. Splints dengan menggunakan gips kupu-kupu. Tampon

dilepas pada hari ke 3 paska reposisi.

Meskipun kebanyakan fraktur nasal dan septal dapat direduksi secara tertutup,

beberapa hasilnya tidak optimal, disini penting merencanakan reduksi terbuka.

2. REDUKSI TERBUKA

Tahapan operasi:

Penderita dalam anestesi umum dengan pipa orotrakheal, posisi telentang

dengan kepala sedikit ekstensi .desinfeksi lapangan operasi dengan larutan Hibitane

dalam alkohol 70% 1: 1000, seluruh wajah terlihat .

Persempit lapangan operasi dengan menggunakan kain steril. Insisi pada kulit

ada beberapa pilihan, melalui bekas laserasi yang sudah terjadi, insisi “H”, insisi

bilateral Z, Vertikal midline, insisi bentuk “W”. Insisi diperdalam sampai perios dan

perdarahan yang terjadi dirawat. Perios diinsisi, dengan rasparatorium kecil fragmen

tulang dibebaskan.

Dilakukan pengeboran fragmen tulang dengan mata bor diameter 1 mm, tiap

pengeboran lindungi dengan rasparatorium dan disemprot dengan aquadest steril.

12

Page 13: Presus Fraktur Nasal

Lakukan reposisi dan fiksasi antara kedua fragmen tulang dengan menggunakan

kawat 03 atau 05, sesuaikan dengan kondisi fragmen tulang. Pada fraktur komunitif

dapat dipertimbangkan penggunaaan bone graft.

Luka diirigasi dengan larutan garam faali. Luka operasi dijahit lapis demi

lapis, perios, lemak subkutan dijahit dengan vicryl atau dexon 03, kulit dijahit

dengan dermalon 05.

3. Perawatan Paska bedah

Infus Ringer Laktat / Dekstrose 5 % 1 : 4 dilanjutkan selama 1 hari.

Antibitika profilaksis diteruskan setiap 8 jam , sampai 3 kali pemberian.

Analgetika diberikan kalau perlu.

Penderita sadar betul boleh minum sedikit-sedikit.

Bila 8 jam kemudian tidak apa apa boleh makan bubur ( lanjutkan 1 minggu ).

Perhatikan posisi tidur , jangan sampai daerah operasi tertekan.

Rawat luka pada hari ke 2 – 3 , angkat jahitan hari ke-7.

Follow-Up

Tampon hidung dilepas hari 3-4

Splint septum dilepas hari 10

Gips kupu-kupu dilepas minggu ke-3

Kontrol tiap bulan selama 3 bulan

Prognosa

Komplikasi lanjut

Komplikasi ini berupa obstruksi jalan nafas, fibrosis/kontraktur, deformitas

sekunder, synechiae, hidung pelana dan perforasi septal. Penatalaksanaan terbaik dari

komplikasi ini adalah dengan mencegah terjadinya komplikasi itu sendiri.

Mortalitas

Fraktur nasal saja tanpa perdarahan hebat dan aspirasi tidak mengakibatkan

kematian.

13

Page 14: Presus Fraktur Nasal

DAFTAR PUSTAKA

1. Coulson, C. and R de C Coulson. (Juli 2006). Management of nasal injuries by UK

accident and emergency consultants: a questionnaire survey. Diakses dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2579544/?tool=pmcentrez

2. Kucik, Corry J., Timothy Clenney, and James Phelan. (1 Oktober 2004). Management

of Acute Nasal Fractures. Diakses dari:

http://www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html

3. Anonim. Nose Fracture. Diakses dari:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000061.htm

4. Anonim. (14 Desember 2008). Reposisi Fraktur Nasal. Diakses dari:

http:// bedahumum.wordpress.com

5. Anonim. (03 January 2010) Askep Fraktur Nasal. Diakses dari:

http://feeds.wordpress.com/1.0/gocomments/hidayat2.wordpress.com/110/

14

Page 15: Presus Fraktur Nasal

PRESENTASI KASUSEPISTAKSIS DAN DEFORMITAS OS NASAL ET CAUSA

FRAKTUR NASALDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Ujian

Program Pendidikan Profesi Kedokteran di Bagian Ilmu Kesehatan THT

Diajukan kepada :dr.H. Adnan Abdullah, Sp.THT

Disusun oleh:Rr Wiwara Awisarita

20050310095

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RS PKU YOGYAKARTA

15

Page 16: Presus Fraktur Nasal

2011

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Presentasi Kasus dengan judul:

EPISTAKSIS ET CAUSA FRAKTUR NASAL

Pada tanggal Juni 2010

Tempat RSUD Setjonegoro Wonosobo

Dosen Pembimbing dan Penguji,

(Preseptor : dr.Noer Ali Udin, Sp.THT )

16