Case Polip Nasal Dextra

44
BAB I TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Hidung Gambar 1. Anatomi Hidung A. Hidung Luar Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah : 1. Pangkal hidung (bridge) 2. Dorsum nasi 3. Puncak hidung 4. Ala nasi 5. Kolumela

Transcript of Case Polip Nasal Dextra

Page 1: Case Polip Nasal Dextra

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Hidung

Gambar 1. Anatomi Hidung

A. Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan

ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja

Page 2: Case Polip Nasal Dextra

otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus

melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut

dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

- Superior : os frontal, os nasal, os maksila

- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayorb dan

kartilago alaris minor

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel.

Perdarahan :

1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika,

cabang dari a. Karotis interna).

2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna,

cabang dari A. Karotis interna)

3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan :

1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

B. Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang

membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan

sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum

nasi :

Posterior : berhubungan dengan nasofaring

Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

sfenoidale dan sebagian os vomer

Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,

bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian

atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra

dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh

kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum

Page 3: Case Polip Nasal Dextra

yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa

= kolumna = kolumela.

Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid,

konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.

Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan belakang

konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid.

Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.

Perdarahan :

Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang

merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A.

Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama – sama

arteri.

Persarafan :

1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.

Etmoidalis anterior

2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum

masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi

N. Sfenopalatinus.

C. Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar

rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia

dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya

lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan

normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous

blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan

gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring.

Page 4: Case Polip Nasal Dextra

Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk

mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia

akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.

Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang,

sekret kental dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian

atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified

columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang,

sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

D. Sinus Paranasal

  Polip nasi sering dihubungkan dengan sinusitis. Sinus paranasal ada empat buah yaitu

sinus maksila, sinus etmoid, sinus frontal, dan sinus sphenoid.

1. Sinus maksila terdapat dilateral hidung, dasar sinus maksila adalah processus alveolaris

gigi, atap sinus maksila berhubungan dengan dasar orbita. Pstium sinus maksila

berhubungan dengan meatus media.

2. Sinus etmoid seperti sarang tawon (honeycomb). Dibagi menjadi dua bagian anterior dan

posterior. Terletak antara dinding lateral hidung dan dinding medial orbita (lamina

papirasea). Atap sinus etmoid berhubungan dengan sinus frontal dan fossa kranii anterior.

Di inferolateral sinus etmoid berhubungan dengan sinus maksila. Sinus etmoid posterior

berhubungan dengan sinus sphenoid.

3. Sinus frontal terletak pada tulang frontal. Dinding posterior sinus frontal membentuk

dinding anrerir fosa kranii. Di inferior sinus ini berbatasan dengan orbita dan sinus

etmoid. Drainase sinus ini melalui duktus nasofrontal langsung ke hidung atau melalui

infundibulum etmoid.

4. Sinus sphenoid terletak di garis tengah. Dibagi dua oleh septum. Di superior berbatasan

dengan hipofisa, lobus frontal dan sinus kavernosus. Di posterior terletak pons cerebri

dan arteri basilaris, di inferior terletak nasofaring. Arteri karotis terletak di lateral sinus

ini.

Page 5: Case Polip Nasal Dextra

Gambar 2 : Anatomi sinus

Definisi Polip Nasi

Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai,

berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening

karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi

merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan

sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2 :

1. Polip eusinofilik

Polip jenis ini biasanya disebabkan proses hipersensitivitas atau alergi.

2. Polip neutrofilik

Polip jenis ini biasanya disebabkan oleh proses inflamasi non-alergi.

Epidemiologi

Polip nasi sudah di kenal sejak 4000 tahun yang lalu, melalui pengetahuan dari prasasti

yang ditemukan pada makam raja-raja Mesir. Polip nasi digambarkan sebagai buah anggur yang

turun melalui hidung ( grapes coming down from the nose) .Istilah polip berasal dari kata Yunani

Page 6: Case Polip Nasal Dextra

poly-pous yang berarti berkaki banyak. Pada awal perkernbangannya polip nasi sering

dihubungkan dengan neoplasma, baru pada tahun 1882 Zuckerkandl menyatakan bahwa polip

nasi merupakan suatu proses inflamasi (Abdul Qadar Punagi). Polip nasi ditemukan 1-4 % dari

populasi, 36 % penderita dengan intoleransi aspirin, 20% pada penderita fibrosis kistik, 7% pada

penderita asma. Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma non alergi (13%)

dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan pada usia dewasa, hanya

kurang lebih 0.1% ditemukan pada anak-anak, lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding

dengan wanita dengan rasio 2:1 atau 3:1 dan dapat ditemukan pada seluruh kelompok ras dan

kelas ekonomi.

Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi dihubungkan dengan

turunnya kualitas hidup seseorang. Polip multipel yang jinak biasanya timbul setelah usia 20

tahun dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun. Polip nasi jarang ditemukan pada anak usia

dibawah 10 tahun.

 

Etiologi dan Faktor Resiko

Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai etiologi polip nasi, terdapat sejumlah

hipotesis mengenai asal dari polip nasi eosinofilik dan neutrofilik yang berkisar dari predisposisi

genetik, variasi anatomi, infeksi kronis, alergi inhalan, alergi makanan, sampai

ketidakseimbangan vasomotor. Namun saat ini yang banyak digunakan, yaitu : teori infeksi dan

teori inflamasi.

Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip,

yaitu :

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.

2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.

3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit

akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap

oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip.

Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit di

Page 7: Case Polip Nasal Dextra

kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun demikian polip juga dapat timbul

dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilaterak dan multipel.

Selaim dari fenomena Bernouli terdapat beberapa hipotesa lainnya.

1. Perubahan Polisakarida

di postulatkan pada 1971 oleh Jackson dan Arihood.

2. Infeksi

3. Infeksi berulang pada sinus predisposisi pada mukosa menjadi perubahan polipoid.

4. Alergi

alergi telah di implikasikan sebagai penyebab, sejak sekresi hidung mengandung

eosinofil dan pasien mempunyai gejala alergi, sering dikaitkan dengan asma dan

atopi.

5. Teori vasomotor

Gangguan keseimbangan otonomik di duga mungkin sebagai penyebab pada individu

non atopi.

Juga di kaitkan dengan mediator inflamasi, faktor anatomi lokal, dan tumor. Predisposisi

genetik diketahui sebagai penyebab polipoid pada fibrosis kistik.

Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : .

1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

Patofisologi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada

mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti

tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali

ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan

mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh

gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil)

dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang

Page 8: Case Polip Nasal Dextra

dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari

kistik fibrosis.

Banyak faktor yang mempengaruhi pementukan polip nasi. Kerusakan epitel merupakan

patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. Sel

melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam reson inflamasi dan perbaikan. Epitel polip

menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang berperan dalam obstruksi hidung

dan rinorea.

Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan

yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang

disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama dan berulang. Penyebab

tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi

lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Kemudian stroma akan

terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid Mukosa akan

menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama

polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Bila proses ini berlanjut,

mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian tururn kedalam rongga hidung sambil

membentuk tangkai yang akan turun ke kavum nasi kebanyakan terjadi di daerah meatus

medius. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami

oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi

perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen

terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa

menyebabkan obstruksi di meatus media.

Gejala Klinis

Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang meningkat,

hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit kepala

dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila.

Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan

gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.

Page 9: Case Polip Nasal Dextra

Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang

dapat berubah dengann perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien

mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium

sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran udara tidak

terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam hal ini dapat timbul perasaan

penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap

tadi cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada

hidung.

Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak

menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip yang terletak

posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip

yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan gejala dan

menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau rekuren.

Diagnosis

Anamnesa

Pada anamnesa kasus polip, keluahan utama biasanya ialah:

1. Hidung tersumbat dari yang ringan sampai berat. Sumbatan ini menetap, tidak

hilang dan semakin lama semakin berat.

2. Rinore mulai dari yang jernih sampai purulen

3. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar

membuang ingus.

4. Hiposmia atau anosmia

Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah

frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin di dapati post nasal drip dan rinore purulen.

Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut, halitosis, nyeri muka, suara

nasal (bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas

hidup.

Selain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin

dan alergi obat serta makanan.

Page 10: Case Polip Nasal Dextra

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar. Dapat dijumpai

pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-sel etmoid.

2. Rinoskopi Anterior

Memperlihatkan massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius yang

mudah digerakkan. Deformitas septum membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit.

Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan

dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan

larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah

akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat diobservasi berasal dari

daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum

3. Rinoskopi Posterior

Kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal

dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya

rinosinusitis.1,6,9,10.

4. Nasoendoskopi

Adanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus baru. Polip

stadium awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan

pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai

polip yang berasal dari ostium assesorius sinus maksila.

 Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal ( posisi waters, lateral, Caldwell dan AP) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi

sebenarnya kurang bermanfaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan

positif palsu atau negative palsu dan tidak dapat memberikan informasi mengenai

keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal.

Pemeriksaan tomografi computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan

Page 11: Case Polip Nasal Dextra

di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau

sumbatan pada kompleks osteomeatal. Terutama pada kasus polip yang gagal diobati

dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan

tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai

potongan koronal, sedangkan polip yang rekuren juga dipeerlikan potongan aksial.

6. Tes alergi

Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan

atau riwayat alergi pada keluarganya.

7. Laboratorium

Untuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada sunisitis alergi ditemukan

eosinofil pada swab hidung, sedang pada non alergi ditemukannya neutrofil yang

menandakan adanya sinusitis kronis.

Stadium Polip Nasal

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997) :

Stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius

Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius tapi belum memenuhi rongga hidung

Stadium 3 : polip yang masif

Diagnosis Banding

Polip didiagnosisbandingkan dengan konka polipoid, yang ciri – cirinya sebagai berikut :

Tidak bertangkai

Sukar digerakkan

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Mudah berdarah

Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas

adrenalin).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka

polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati – hati pemberiannya

Page 12: Case Polip Nasal Dextra

pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik,

maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit

jantung lainnya.

Penatalaksanaan

Karena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi, maka

penatalaksanaan medis ditujukan untuk mpengobatan yang tidak spesifik. Pada terapi

medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat diberikan secara sistemik

ataupun intranasal.

Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam waktu yang singkat,

dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan kontraindikasi. Kortikosteroid oral

adalah pengbatan paling efektif untuk pengobatan jangka pendek dari polip nasi, dan

kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam mengurangi inflamasi polip.

Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray steroid, yang

dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang kecil, tetapi secara relatif tidak

efektis untuk polip yang masif. Steroid intranasal paling efektif pada periode post operatif untuk

mencegah atau megurangi relaps.

Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip yang

dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin oral untuk

mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Bila telah terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya

sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik.

Pengobatan Medis polip nasal sebagai berikut :

Steroid oral dan topikal di berikan pada pengobatan pertama pada nasal polip.

Antihistamin, dekongestan dan sodium cromolyn memberikan sedikit keuntungan.

Imunoterapi mungkin dapat      berguna untuk pengobatan rhinitis alergi, tapi bila di

gunakan sendirian, ak dapat berguna pada polip yang telah ada, pemberian antibiotik bila

terjadi superimposed infeksi bakteri.

Kortikosteroid  adalah pengobatan pilihan, baik secara topikal maupun sistemik. Injeksi

langsung pada polip menunjukkan berkurangnya pertumbuhan polip dan berkurangnya

gejala pada hidung dibandingkan dengan pengobatan intranasal. Injeksi steroid intrapolip

ini merupakan pengobatan alternatif yang aman pada pasien tertentu tapi masih

Page 13: Case Polip Nasal Dextra

dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Tapi tindakan ini kemudian tidak dibenarkan oleh

Food and Drug Administration karena dilaporkan terdapat 3 pasien dengan kehilangan

penglihatan unilateral setelah injeksi intranasal langsung dengan kenalog. Keamanan

mungkin tergantung pada ukuran spesifik partikel. Berat molekuler yang besar seperti

Aristocort lebih aman dan sepertinya sedikit yang di pindahkan ke area intrakranial.

Hindari injeksi      langsung ke dalam pembuluh darah.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi

medikamentosa.Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid

intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai

polip atau gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan maka

diberikan juga kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal

mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam

keadaan demikian langsung diberikan kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat ini

belum ada ketentuan yang baku, pemberian masih secara empirik misalnya diberikan

Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama

seminggu. Menurut van Camp dan Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk

polip dapat diberikan prednisolon dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam beberapa

dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari, kemudian dilakukan tapering off 5 mg per hari.

Menurut Naclerio. pemberian kortikosteroid tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun.

Pemberian suntikan kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat

bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli. Kalau ada tanda-tanda infeksi

harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis

sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.

Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya eosinofilia, jadi pasien

dengan polip dan rhinitis alergi atau asma seharusnya respon dengan pengobatam ini.

Pasien dengan polip yang sedikit eosinofil mungkin tidak respon terhadap steroids.

Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena efek sampingnya

yang merugikan (seperti gangguan pertumbuhan, Diabetes Melitus, hipertensi, gangguan

psikis, gangguan pencernaan, katarak, glukoma, osteoporosis)

Banyak penulis menganjurkan pemberian steroid topikal untuk polip nasal, sebagai

pengobatan primer atau pengobatan lanjutan mengikuti pemberian per oral, atau bedah.

Page 14: Case Polip Nasal Dextra

Banyak steroid nasal (seperti ; flucitason, beclomethasone, budesonide) efektik untuk

menurunkan gejala subjektif, dan meningkatkan  aliran udara di hidung ketika dipastikan

secara objektif. Beberapa penelitian mengindikasikan mempunyai onset yang lebih cepat

dan mungkin  sedikit lebih baik dari beclomethasone.

Pemberian topikal kortikosteroid di beriakan secara umum karena lebih sedikit efek yang

merugikan dibandingkan pemberian sistemik karena bioavaibilitasnya yang terbatas.

Pemberian jangka panjang khususnya dosis tinggi dan kombinasi dengan kortikosteroid

inhalasi, terdapat resiko penekanan hipotalamus-pituari-adrenal aksis, pembentuakan

katarak, gangguan pertumbuhan, perdarahan hidung, dan pada jarang kasus terjadi

perforasi  septum. 

Inhibitor Leukotrien : Leukotrien dibentuk selama pemecahan asam arachidonat oleh

enzim 5-lipoxigenase. Mereka merupakan mediator inflamasi yang berperan dalam

patogenesis asma, rhinitis alergi, dan polip nasal. Hasilnya mereka menjadi target

modulasi terapi. Penelitian baru-baru ini mengenai penghambatan sintesis leukotrien

menunjukkan peningkatkan aliran udara dalam hidung dan pengecilan polip nasal yang

dibuktikan dengan endoskopi dan studi imaging. Penggunaan inhibitor leukotrien ini

menunjukkan hasil maksimal pada penderita dengan rhinitis alergi konkomitan dan polip

nasal eosinofilik.

Obat-obatan lain : obat-obatan lain yang mungkin digunakan dalam pengobatan polip

nasal adalah antibiotic makrolid, terapi diuretic topical, dan asam asetilsalisilat-lisin

intranasal.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat

masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Pembedahan dilakukan jika Polip menghalangi

saluran pernafasan, menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus, atau

berhubungan dengan tumor.

Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya

sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang

menangani. Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare)

kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang

tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi

Page 15: Case Polip Nasal Dextra

ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah

bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi

saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap. Alat mutakhir untuk membantu operasi

polipektomi endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat

menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan

trauma yang minimal.

Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan

senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati rongga hidung.

Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada

kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah sinus endoskopik (Endoscopic

Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya membuang polip tapi juga

membuka celah di meatus media, yang merupakan tempat asal polip yang tersering sehingga

akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Surgical micro debridement merupakan

prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi

perdarahan dengan visualisasi yang lebih baik.

Page 16: Case Polip Nasal Dextra

KeluhanSumbatan hidung dengan 1/> gejala

Curiga keganasanPermukaan berbenjol, mudah berdarah

Massa polip hidungTentukan stadium

Biopsy tatalaksana sesuai

Stad 2&3Terapi bedah

Stad I & 2Terapi medik

Jika mungkin : biopsy untuk tentukan tipe polip dan lakukan polipektomi reduksi

Semua stadium tipenetrofilik terapi medik

Semua stadium tipenetrofilik terapi bedah

Keterangan menentukan stadiumPolip dalam MM (NE)Polip keluar dari MMPolip memenuhi rongga hidung

Persiapan pra bedah

Terapi medik :steroid topical dan ataupolipektomi medikamentosa dengan cara :deksametason 12 m (3 Hr) 8 mg (3 Hr)4 mgt (3 Hr)Methylprednisolon 64 mg 10 mg (10 Hr)Prednisone 1 mg/ kgbb (10 Hr)

Terapi bedah Tidak ada perbaikan

Perbaikanmengecil

Perbaikanhilang

Tindak lanjut dengan steroid topicalPemeriksaan berkala sebaiknya dengan NE

sembuh

Polip rekuren :Cari faktor alergiSteroid topicalSteroid oral tidak lebih 3-4x/ tahunKaustikOperasi ulang

Penatalaksanaan Polip Hidung dan sinus para nasal

Bagan 1: Penatalaksanaan Polip NasalSumber : Perhati-KL, Guideline Penyakit THT-KL di Indonesia

Page 17: Case Polip Nasal Dextra

Prognosis

Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut. Rekurensi

dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel. Polip tunggal yang besar seperti

polip antral-koanal jarang terjadi relaps.

Page 18: Case Polip Nasal Dextra

DAFTAR PUSTAKA

1. Zulfadli. 2007. Polip Nasi. Diakses dari www.solaraid.com. Diakses pada tanggal

20 Juni 2008

2. Punagi, Abdul Qadar. 2005. Peranan Sitokin Pada Polip Nasi dalam Jurnal Media

Nusantara Volume 26 No.4 Oktober- Desember 2005. Hal 263-267.

3. Nizar, Nuty W, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Hidung dan Telinga editor : Eliaty AS, Nurbaiti, edisi ke 6 tahun 2007. Hal 118-

122.

4. Snell, Richard S, Kepala dan Leher dalam Anatomi Klinik alih bahasa dr . Jan

Tamboyang. EGC 1997

5. Nizar, Nuty W, Endang Mangunkusumo. Polip Hidung. Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Hidung dan Telinga editor : Eliaty AS, Nurbaiti, edisi ke 6 tahun 2007. Hal 123-

125

6. McClay, Jhon E MD. Nasal Polyps, di akses dari : www.emedicine.com . Diakses

tanggal 20 Juni 2008.

7. Polip hidung, 2004. Diakses dari www.medicastore.com Diakses tanggal 20 Juni

2008

8. Blumenthal MN. Kelainan alergi pada pasien THT. Dalam: Adam, Boies, Higler.

BOIES. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC, 1997. Hal 196-8.

9. Bechara, Y Ghorayeb. Nasal polyps. Diakses dari www.otolaryngology

Houston.htm. Diakses tanggal 20 Juni 2008.

10. Polip Nasal. Diakses dari www.arquivosdeorl.org.br Diakses tanggal 21Juni 2008.

11. Valerie J Lund. Diagnosis and Treatment of Nasal Polyps. Diakses dari

www.otolayngology houston Htm. Diakses tanggal 20 Juni 2008.

12. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Guideline Penyakit THT-KL

di Indonesia. 2007. Hal 58

Page 19: Case Polip Nasal Dextra

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y

Umur : 23 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Lubuk Basung

Suku Bangsa : Minang

ANAMNESIS

Seorang pasien wanita berumur 22 tahun datang ke RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi pada

tanggal 29 Desember 2009 dengan :

Keluhan Utama : Hidung kanan terasa tersumbat sejak 4 bulan yang lalu.

Keluhan tambahan : Tidak ada.

Riwayat penyakit sekarang :

- Hidung kanan terasa tersumbat sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya hidung kanan tersumbat

hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu. Kemudian menjadi menetap.

- Tampak benjolan di hidung kanan. Awalnya pasien tidak menyadari adanya benjolan.

Kemudian selama 4 bulan terakhir ini pasien merasakan adanya benjolan yang semakin

lama semakin membesar.

- Gangguan penciuman mulai berkurang sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan ini terjadi

perlahan-lahan, makin lama makin susah mencium bau-bauan.

- Riwayat bersin-bersin pada pagi hari, mata berair, mata merah di pagi hari disangkal.

- Riwayat alergi makanan, serbuk sari bunga , obat-obatan tidak ada.

Page 20: Case Polip Nasal Dextra

- Riwayat alergi debu ada.

- Tidur ngorok sejak 1 tahun yang lalu.

- Pasien sulit bernafas melalui hidung kanan sejak 4 bulan yang lalu.

- Riwayat pernah keluar cairan berwarna kuning encer sejak 6 bulan yang lalu, cairan tidak

berbau, dan tidak berdarah.

- Riwayat sakit kepala ada, kadang-kadang dan hebat.

- Riwayat gigi berlubang ada.

- Riwayat terasa cairan turun ke tenggorok ada.

- Riwayat demam, nyeri menelan disangkal.

- Riwayat nyeri pada wajah saat sujud ada.

- Pasien belum pernah mengobati penyakit ini sebelumnya.

Riwayat penyakit dahulu :

Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga :

- Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.

- Tidak ada riwayat asma pada keluarga

- Tidak ada riwayat atopi pada keluarga

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan :

- Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

- Pasien mempunyai kebiasaan bersih-bersih rumah

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis cooperative

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Frekuensi nadi : 81 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Page 21: Case Polip Nasal Dextra

Suhu : 37,5 0C

Pemeriksaan Sistemik

Kepala : tidak ada kelainan .

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB.

Paru

Inspeksi : simetris kiri, kanan statis dan dinamis.

Palpasi : fremitus kiri = kanan.

Perkusi : sonor kiri = kanan.

Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-.

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat .

Palpasi : iktus teraba 2 jari medial LMCS RIC V, kuat angkat.

Perkusi : batas jantung normal.

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (–).

Abdomen

Inspeksi :tak tampak membuncit.

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : tympani.

Auskultasi : bising usus + normal .

Extremitas : edem -/-.

Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Daun telinga

Kel kongenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Page 22: Case Polip Nasal Dextra

Dinding liang

telinga

Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)

Sempit

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Sekret/serumen

Ada / Tidak Tidak ada Tidak ada

Bau Tidak ada Tidak ada

Warna Tidak ada Tidak ada

Jumlah Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Membran timpani

Utuh

Warna Putih mengkilat Putih mengkilat

Reflek cahaya (+) arah jam 5 (+) arah jam 7

Bulging Tidak ada Tidak ada

Retraksi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

Perforasi

Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Kwadran Tidak ada Tidak ada

pinggir Tidak ada Tidak ada

Gambar

Mastoid

Tanda radang Tidak ada Tidak ada

Fistel Tidak ada Tidak ada

Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Tes garpu tala

Rinne (+) (+)

Schwabach Sama dengan

pemeriksa

Sama dengan

pemeriksa

Page 23: Case Polip Nasal Dextra

Weber Tidak ada lateralisasi

Kesimpulan Normal Normal

Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra

Hidung luar

Deformitas Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kelainan kongenital

Trauma

Radang

Massa

Sinus paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Vestibulum Vibrise Ada Ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Cavum nasi

Cukup lapang (N) - +

Sempit + -

Lapang - -

Sekret

Lokasi Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Jumlah Tidak ada Tidak ada

Bau Tidak ada Tidak ada

Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi

Warna Merah muda Merah muda

Page 24: Case Polip Nasal Dextra

Permukaan Rata Rata

Edema Tidak ada Tidak ada

Konka media Ukuran Tidak bisa dinilai Eutrofi

Warna Tidak bisa dinilai Merah muda

Permukaan Tidak bisa dinilai Rata

Edema Tidak bisa dinilai Tidak ada

Septum

Cukup

lurus/deviasi

Cukup lurus Cukup lurus

Permukaan Rata, licin Rata, licin

Warna Merah muda Merah muda

Spina Tidak ada Tidak ada

Krista Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Massa

Lokasi Meatus medius Tidak ada

Bentuk Bulat lonjong Tidak ada

Ukuran Tidak bisa dinilai Tidak ada

Permukaan Licin Tidak ada

Warna Putih keabu-abuan Tidak ada

Konsistensi Lunak, tidak

rapuh, tidak

mudah berdarah

Tidak ada

Mudah digoyang (+) Tidak ada

Pengaruh

vasokonstriktor

Tidak ada Tidak ada

Gambar

Rinoskopi Posterior : sukar dinilai

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Page 25: Case Polip Nasal Dextra

Koana

Cukup lapang (N)

Sempit

Lapang

- -

Mukosa

Warna - -

Edem - -

Jaringan granulasi - -

Konka inferior

Ukuran - -

Warna - -

Permukaan - -

Edem - -

Adenoid Ada/tidak - -

Muara tuba

eustachius

Tertutup sekret - -

Edem mukosa - -

Massa

Lokasi - -

Ukuran - -

Bentuk - -

Permukaan - -

Post Nasal Drip Ada/tidak - -

Jenis - -

Gambar

Orofaring dan mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Palatum mole +

Arkus Faring

Simetris/tidak Simetris Simetris

Warna Merah muda Merah muda

Edema Tidak ada Tidak ada

Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada

Page 26: Case Polip Nasal Dextra

Dinding faring Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Tonsil

Ukuran T3 T2

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan - -

Muara kripti Melebar Melebar

Detritus Ada Ada

Eksudat Tidak ada Tidak ada

Perlengketan

dengan pilarTidak ada Tidak ada

Peritonsil

Warna Merah muda Merah muda

Edema Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Tumor

Lokasi Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

Gigi Karies/Radiks M1 atas M1 atas

Kesan Karies

Lidah

Warna Merah muda Merah muda

Bentuk Normal Normal

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Gambar

Laringiskopi Indirek : sukar dinilai

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Bentuk - -

Page 27: Case Polip Nasal Dextra

Epiglotis Warna - -

Edema - -

Pinggir rata/tidak - -

Massa - -

Ariteniod

Warna - -

Edema - -

Massa - -

Gerakan - -

Ventrikular band

Warna - -

Edema - -

Massa - -

Plica vokalis

Warna - -

Gerakan - -

Pingir medial - -

Massa - -

Subglotis/trakea Massa - -

Sekret - -

Sinus piriformis Massa - -

Sekret - -

Valekula Massa - -

Sekret ( jenisnya ) - -

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher : tidak ada pembesaran KGB

Inspeksi : Tidak terlihat adanya pembesaran kelenjar getah bening.

Palpasi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar getah bening.

Page 28: Case Polip Nasal Dextra

RESUME

(DASAR DIAGNOSIS)

Anamnesis :

- Hidung kanan terasa tersumbat sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya hidung kanan tersumbat

hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu. Kemudian menjadi menetap.

- Tampak benjolan di hidung kanan. Awalnya pasien tidak menyadari adanya benjolan.

Kemudian selama 4 bulan terakhir ini pasien merasakan adanya benjolan yang semakin

lama semakin membesar.

- Riwayat alergi debu ada.

- Riwayat sakit kepala ada, kadang-kadang dan hebat.

- Riwayat gigi berlubang ada.

- Riwayat terasa cairan turun ke tenggorok ada.

- Riwayat demam, nyeri menelan disangkal.

- Riwayat nyeri pada wajah saat sujud ada.

Pemeriksaan Fisik :

Rhinoskopi Anterior :

Tampak massa di meatus medius, bentuk bulat lonjong, permukaan licin, warna putih

keabu-abuan, konsistensi lunak, tidak rapuh, tidak mudah berdarah, mudah digoyang.

Orofaring dan Mulut :

Tonsl : T3-T2, warna merah muda, muara kripti melebar, detritus (+)

Gigi : karies pada M1 atas dextra dan sinistra

Diagnosis Kerja : Polip Nasal Dextra Stadium 3

Diagnosis Tambahan :

- Susp. Sinusitis Maxillaris

- Susp. Tonsilitis Kronis

- Karies Dentis

Page 29: Case Polip Nasal Dextra

Diagnosis Banding :

- Papiloma inverted

- Konkha hipertrofi

Pemeriksaan Anjuran :

- Nasoendoskopi,

- Rontgen foto polos sinus paranasal,

- Prick test,

- Pemeriksaan eosinofil,

- Biopsi massa polip

Terapi :

Kalnex 3x1

Asam mefenamat 3x1

Gentamisin 2x1

Terapi anjuran : Ekstraksi polip nasi (polipektomi) + FESS

Prognosis :

Quo ad sanam : bonam

Quo ad vitam : bonam

Follow up

30 Desember 2009

S/ Hidung tersumbat (+),Gangguan penciuman (+)

O/ Status Generalis:

KU: sedang , kesadaran : CMC, TD: 110 /70, Nd: 82, Nfs: 18, T: afebris

Status THT:

Telinga : dbn

Page 30: Case Polip Nasal Dextra

Hidung : Tampak massa di meatus medius, bentuk bulat lonjong, permukaan licin,

warna putih keabu-abuan, konsistensi lunak, tidak rapuh, tidak mudah

berdarah, mudah digoyang.

Tenggorok : T3-T2, warna merah muda, muara kripti melebar, detritus (+)

karies pada M1 atas dextra dan sinistra

A/ Polip Nasi Dextra Stadium 3

P/ Ekstraksi (polipektomi)

31 Desember 2009

S/ Hidung tersumbat (-),Gangguan penciuman (-), perdarahan (-)

O/ Status Generalis:

KU: sedang , kesadaaan : CMC, TD: 120 /80, Nd: 84, Nfs: 20, T: afebris

Status THT:

Telinga : dbn

Hidung : tampon (+), massa (-), darah (-)

Tenggorok : T3-T2, warna merah muda, muara kripti melebar, detritus (+)

karies pada M1 atas dextra dan sinistra

A/ Post ekstraksi polip nasi dextra (polipektomi).

P/ Gentamisin 2x1

01 Januari 2010

S/ Hidung tersumbat (-), Gangguan penciuman (+), Perdarahan (-)

O/ Status Generalis:

KU: sedang , kesadaaan : CMC, TD: 120 /80, Nd: 79, Nfs: 19, T: afebris

Status THT:

Telinga : dbn

Hidung : tampon (-), massa (-), darah (-)

Tenggorok : T3-T2, warna merah muda, muara kripti melebar, detritus (+)

karies pada M1 atas dextra dan sinistra

A/ Post ekstraksi polip nasi dextra (polipektomi).

P/ Gentamisin 2x1

Page 31: Case Polip Nasal Dextra

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan, 22 tahun dengan diagnosis Polip Nasi

Dextra Stadium 3. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

anamnesis terdapat hidung kanan terasa tersumbat sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya hidung

kanan tersumbat hilang timbul sejak 5 tahun yang lalu. Kemudian menjadi menetap. Tampak

benjolan di hidung kanan. Dari pemeriksaan rhinoskopi anteriorior tampak massa di meatus

medius, bentuk bulat lonjong, permukaan licin, warna putih keabu-abuan, konsistensi lunak,

tidak rapuh, tidak mudah berdarah, mudah digoyang. Penatalaksanaannya adalah dengan

ekstraksi polip nasi dextra.