Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

27
LAPORAN KASUS DERMATITIS KONTAK IRITAN ET CAUSA SABUN CUCI PIRING Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin RSUD Sunan Kalijaga Demak Disusun oleh : Diyah Herawati (01.207.5471) Pembimbing : dr. Wahyu Hidayat, Sp. KK

Transcript of Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

Page 1: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK IRITAN ET CAUSA SABUN CUCI PIRING

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepanitraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin

RSUD Sunan Kalijaga Demak

Disusun oleh :

Diyah Herawati (01.207.5471)

Pembimbing :

dr. Wahyu Hidayat, Sp. KK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2013

Page 2: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 60 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

No.RM : 023983

Tgl Periksa : 11 Februari 2013

Alamat : Cabean RT 08/RW 04, Demak

ANAMNESA

Keluhan Utama :

Muncul bercak merah dan kulit mengelupas di kedua tangan hingga lengan,

kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan kedua tungkai atas.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan muncul bercak merah dan kulit mengelupas di

kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan kedua

tungkai atas. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Bercak merah dan kulit

mengelupas tersebut terasa gatal dan panas. Keluhan bertambah luas sejak pertama

kali muncul. Pasien mengatakan keluhan muncul setelah ia sering mencuci piring

menggunakan sabun sunlight. Pertama kali muncul berupa plenting-plenting merah

berair yang terasa gatal dan panas di kedua telapak tangan serta punggung tangan, dan

jika pecah mengeluarkan cairan bening. Pasien mengatakan sering menggaruk kedua

tangannya tersebut. Lama-kelamaan plenting-plenting merah berair tersebut menjadi

bercak-bercak merah disertai kulit mengelupas dan menyebar hingga ke kedua lengan,

kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan kedua tungkai atas. Selama 1 minggu

ini hanya diberi obat yang dibeli di apotek (pasien lupa nama obatnya). Bila pasien

minum obat, gatal terasa berkurang. Namun bila terkena air atau setelah mencuci

piring, rasa gatal dan panas muncul kembali. Selain terasa gatal dan panas, tidak ada

keluhan lain yang menyertai.

Page 3: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini selama ± 8 bulan. Keluhan

dirasakan hilang timbul. Bila obat yang dikonsumsi habis, maka keluhan muncul

kembali. Sebelumnya pasien selalu menggunakan sabun mandi lifeboy atau lux, serta

menggunakan deterjen rinso. Setelah diobati oleh dokter spesialis dan disarankan

tidak menggunakan jenis detergen yang biasa dipakai serta mengganti sabun

mandinya dengan sabun mandi bayi, keluhan lama-kelamaan mereda. Riwayat alergi

makanan ataupun obat disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat bersin-bersin

pagi hari disangkal. Riwayat mata sering terasa gatal dan berair disangkal. Riwayat

biduran disangkal.

Riwayat Pengobatan :

Selama 1 minggu ini hanya diberi obat yang dibeli di apotek (namun pasien lupa

nama obatnya). Sebelum keluhan muncul, pasien mengatakan tidak mengkonsumsi

obat-obatan.

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan :

Tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan umum : tidak tampak sakit

Kesadaran : komposmentis, kooperatif

Status gizi : baik

Pemeriksaan thorak : tidak dilakukan

Pemeriksaan abdomen : tidak dilakukan

Status Dermatologik :

Lokasi : kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan

kedua tungkai atas

UKK : plakat eritem, papul eritem multipel, skuama, erosi, makula hiperpigmentasi batas

tak tegas, central healing (-), tepi aktif (-), fenomena tetesan lilin (-), fenomena

Auspitz (-), fenomena Kobner (-)

Page 4: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

DIAGNOSIS BANDING

Dermatitis kontak iritan e.c. sabun cuci piring

Dermatitis kontak alergik e.c. sabun cuci piring

Dermatitis atopik

Tinea manus et korporis et kruris

Psoriasis vulgaris

DIAGNOSA KERJA

Dermatitis kontak iritan e.c. sabun cuci piring

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes tempel (patch test) untuk menentukan substansi penyebab

Kadar IgE serum dermatitis atopi : IgE meningkat

Tes alergi prick test dermatitis atopi : hasil (+)

Pemeriksaan KOH 10 % tinea : hifa bersepta dan artrospora

Pemeriksaan histopatologi psoriasis : papilomatosis, abses Munro, akantosis,

spongioform pustula Kogoj, rete ridges memanjang dan menebal

PENATALAKSANAAN

Non-Medikamentosa

Menggunakan alat pelindung (sarung tangan) saat kontak dengan bahan iritan.

Mencegah atau menghindari bahan yang mengiritasi (sabun mandi, deterjen dan sabun

cuci piring).

Mandi menggunakan sabun bayi.

Menggunakan pelembab kulit atau emolien untuk mengatasi kulit kering.

Jangan menggaruk luka karena bisa menjadi tempat infeksi baru dan dapat meninggalkan

bekas garukan yang permanen.

Kontrol bila obat habis.

Page 5: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

Medikamentosa

Antibiotik : Cefixim Tab, ʃ 2 dd I, No. X

Kortikosteroid : Metilprednisolon Tab 16 mg, ʃ 2 dd 1, No.X

Antihistamin : Loratadine 10 mg Tab, ʃ 2 dd 1, No.X

Topikal : Klobetasol propionate 0,05% cream, ʃ u.e ( siang dan malam )

Betamethasone diproprionat 0,05% - Gentamycin cream, ʃ u.e (pagi dan

sore)

PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad kosmetikam : dubia ad bonam

RINGKASAN

Telah diperiksa seorang wanita usia 60 tahun dengan diagnosis dermatitis

kontak iritan e.c. sabun cuci piring. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pada pasien ini didapatkan keluhan sejak 1 minggu muncul bercak

merah dan kulit mengelupas di kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut,

kedua selakangan dan kedua tungkai atas. Terasa gatal dan panas. Keluhan muncul

setelah ia sering mencuci piring menggunakan sabun sunlight. Bila terkena air atau

setelah mencuci piring, rasa gatal dan panas muncul kembali. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan :

Lokasi : kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua selakangan dan

kedua tungkai atas.

UKK : plakat eritem, papul eritem multipel, skuama, erosi, makula hiperpigmentasi

batas tak tegas, central healing (-), tepi aktif (-), fenomena tetesan lilin (-),

fenomena Auspitz (-), fenomena Kobner (-).

Pada pasien ini diberikan terapi cefixim tab ʃ 2 dd I selama 5 hari, metil prednisolon

tab 16mg ʃ 2 dd 1 selama 5 hari, loratadine 10 mg tab ʃ 2 dd 1 selama 5 hari,

klobetasol propionate 0,05% cream, ʃ u.e (siang dan malam), betamethasone

diproprionat 0,05% - Gentamycin cream, ʃ u.e (pagi dan sore). Prognosis pada pasien

ini baik, tergantung kepatuhan pasien karena mengingat penyakit tersebut disebabkan

oleh bahan iritan yang biasa digunakannya.

Page 6: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

BAB II

DERMATITIS KONTAK IRITAN

I. DEFINISI

Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit

oleh bahan dari luar yang bersifa iritan.

II. EPIDEMIOLOGI

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan

umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit

didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit

untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak

datang berobat dengan kelainan ringan.

III. ETIOLOGI

Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan

lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.

Faktor Eksogen

Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan

sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa

mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat

kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi,

ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan

dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan

sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor

mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkungan yang rendah dan

suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih

rentan pada bahan iritan.

Page 7: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

Faktor Endogen

a. Faktor genetik

Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan

radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk

membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik.

Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan

ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk

setiap bahan iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin

mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan

sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.

b. Jenis Kelamin

Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan. Dari hubungan

antara jenis kelamin dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan

iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan

jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.

c. Umur

Anak-anak dibawah 8 tahun lebih mudah menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia

dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada

kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Data

pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang

kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak

kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda. Reaksi terhadap

beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon

inflamasi dan TEWL (Transepidermal Water Loss), dimana menunjukkan penurunan

potensial penetrasi perkutaneus.

d. Suku

Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi

berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit

diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-

satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada

kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada

kulit putih.

Page 8: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

e. Lokasi kulit

Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit

wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis

kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.

f. Riwayat Atopi

Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada

tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan

kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya

fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan. Pada pasien dengan

dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh

bahan iritan.

IV. PATOGENESIS

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui

kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak

iritan, yaitu:

1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan

2. Jejas pada membran sel

3. Denaturasi keratin epidermis

4. Efek sitotoksik langsung

Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI.

Page 9: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat

didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang,

khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan

kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit

menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis

factor- α (TNF- α). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh

kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga

tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan,

yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II

dan intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.

Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis

kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari

spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak

dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan

yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan

pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit

setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi

yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah

kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.

V. GAMBARAN KLINIS

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala

akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang

mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan penyebab tersebut

dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas

kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Pada beberapa individu,

Page 10: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya

manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum

perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat

membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis. Secara klasik, pembentukan dermatitis

akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang

– hal ini dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak

biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti

dengan resolusi lengkap. Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat

bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran

eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)

Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga

8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan

dermatitis kontak iritan akut. Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh

serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya

berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)

Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah

(seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih

sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari,

Gambar 2 : DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.

Page 11: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor

yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak

iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan

lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus

berlangsung.

Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan

kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian

dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari

(pulpitis). DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih

banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh

(contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun,

penata rambut).

4. Reaksi Iritan

Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa

skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari

tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan

basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi

DKI kumulatif.

Gambar 3 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen

Page 12: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)

Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti panas

atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau

lebih lama. Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan

vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous

Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit,

kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara

histologi. Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa

tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan

jumlah surfaktan yang tinggi. Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum

korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).

7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat,

rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di

daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling

sering menyebabkan penyakit ini.

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)

Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan

yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah,

dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang

terkena gesekan DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali

terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak

gatal. Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran dan

ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.

Gambar 4 : Reaksi Iritan.

Page 13: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform

Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah

pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa

kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat

berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien

dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik.

10. Dermatitis Asteatotik

Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa

menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama

ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.

Gambar 6: DKI Akneiform. Dikutip dari kepustakaan

Gambar 7: DKI Asteatotik.

Gambar 5 : DKI Gesekan.

Page 14: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan

pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya

lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis

timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan

dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih

memastikan diagnosis DKI.

A. Anamnesis

Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada

anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung

penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah :

- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus

- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI

lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida

(biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24

jam setelah pajanan.

- Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI

kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu

bahan iritan yang merusak kulit.

- Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat

pruritus yang terjadi.

B. Pemeriksaan Fisik

Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut:

- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel

- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh

- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit

- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

Page 15: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

C. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam

kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat

memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada

spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika

terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya

merupakan hasil dari efek berbagai iritans.

1. Patch Test

Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan dermatitis

kontak. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat

memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu

tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48

jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan

kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan

ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan patch

tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.

2. Kultur Bakteri

Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.

3. Pemeriksaan KOH

Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur

superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi.

4. Pemeriksaan IgE

Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya riwayat atopi.

VII. DIAGNOSA BANDING

1. Dermatitis Kontak Iritan

2. Dermatitis Kontak Alergi

Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi

secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen

oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada

Page 16: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

daerah yang terkena pajanan. Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen

yang telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 – 80%.

3. Dermatitis Atopi

Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang

umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh

karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk

mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.

4. Tinea Manus et Kruris et Korporis

Merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum

korneun pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur

dermatofitosis. Penderita bisa merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas

macam-macam effloresensi kulit. Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda

peradangan) daripada bagian tengah.

4. Psoriasis

merupakan sebuah penyakit kulit inflamasi kronis yang memiliki hubungan kuat

dengan faktor genetik. Kelainan kulit berupa bercak-bercak eritem yang meeninggi

(plak) dengan skuama di atasnya. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih

seperti mika. Ukuran lesi bervariasi dari lentikular, numular, atau plakat, dapat

berkonfluensi. Terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Predileksi pada

skalp, perbatasan daerah tersebut dengan wajah, ekstremitas bagian ekstensor

terutama siku dan lutut, serta daerah lumbosakral.

VIII.PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan

dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip

pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti

penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan

iritan dengan bahan lain.

Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis

kontak iritan adalah sebagai berikut :

Page 17: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

A. Pengobatan sistemik

1. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan hanya digunakan dalam waktu

singkat

- Prednison

Dewasa : 5-10 mg /dosis, 2-3 kali/24 jam

Anak : 1 mg/kgBB/hari

- Deksametasojn

Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam

Anak : 0,1 mg/kgBB/hari

- Triamsinolon

Dewasa : 4-8 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam

Anak : 1 mg/kgBB/hari

2. Antihistamin

- CTM

Dewasa : 3-4 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam

Anak : 0,09 mg/kgBB/dosis, 3 kali/24 jam

- Difenhidramin

Dewasa : 10-20 mg/dosis im 1-2 kali/24 jam

Anak : 0,5 mg/kgBB/dosis, 1-2 kali/24 jam

- Loratadin

Dewasa : 1 tablet/hari

B. Pengobatan topikal

- Bentuk akut dan eksudatif : kompres larutan NaCl 0,9%

- Bentuk kronik dan kering : krim hidrokortison 1% atau diflukortolon valerat

0,1% atau krim betametason valerat 0,005-0,1%

IX. PROGNOSIS

Page 18: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak

dapat disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang

penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.

X. KESIMPULAN

Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit oleh bahan dari luar yang bersifa iritan. Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Etiologi dermatitis kontak iritan adalah multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan. Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan dermatitis kontak. Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna.

Page 19: Laporan Kasus DKI_Diyah Herawati

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbitan FK UI. Jakarta.

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN. 2007. Atlas Penyakit Kulit dan

Kelamin. Airlangga University Press. Surabaya.

Siregar, dr.Sp.KK. 2007. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Ed.2. EGC. Jakarta.