Laporan Kasus Bronkiolitis Dwi Akbarini

download Laporan Kasus Bronkiolitis Dwi Akbarini

of 34

Transcript of Laporan Kasus Bronkiolitis Dwi Akbarini

30

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian balita di Indonesia. Tergolong ke dalam ISPA adalah Bronkiolitis yang secara anatomik merupakan salah satu ISPA bawah.1,2 Bronkiolitis diartikan sebagai penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil (bronkioli). Sering terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dengan insiden tertinggi umur 2-8 bulan1. Respiratory Syncytial Virus merupakan agen penyebab pada 50 90 % kasus, sisanya oleh virus para influenza, mikoplasma, adenovirus dan virus lainnya. Infeksi primer oleh bakteri penyebab belum dilaporkan.1-4 Perbandingan insiden antara laki-laki dan wanita sekitar 1,5 : 1. Lebih sering mengenai kelompok sosial ekonomi rendah, keadaan tempat tinggal yang penuh sesak dan lingkungan perokok. Penularannya dapat melalui droplets, kontak dengan benda yang telah terkontaminasi seperti pakaian, perabot atau infeksi nosokomial.5Walaupun gejala bronkiolitis dapat menghilang dalam waktu 1 3 hari, pada beberapa kasus dapat lebih berat, bahkan dapat menyebabkan kematian. Mortalitasnya kurang dari 1 %, biasanya meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi, atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnu dan kurang makan - minum. Disamping itu dapat pula memberikan dampak jangka panjang berupa batuk berulang, mengi, hiperreaktivitas bronkus sampai beberapa tahun, bronkiolitis obliterasi, dan sindrom paru hiperlusen unilateral (Swyer-James Syndrome).6Berikut ini laporan kasus mengenai bronkiolitis dengan gizi baik pada seorang anak lai-laki berumur 8 bulan yang dirawat bangsal anak RSUD Palembang BARI dari tanggal 17 September 2012.

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis dan mengelola penderita dengan bronkiolitis, sekaligus mencoba membandingkan tindakan yang diberikan berdasarkan kepustakaan yang ada, sehingga dapat mengarah kepada penatalaksanaan yang lebih tepat dan rasional.

C. MANFAAT

Laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa kedokteran untuk belajar mendiagnosis dan mengelola penderita bronkiolitis akut.

25

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi BronkiolitisBronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan bagian bawah dengan karakteristik klinis berupa batuk, takipnea, wheezing, dan / atau rhonki. Bronkiolitis adalah sebuah kelainan saluran penafasan bagian bawah yang biasanya menyerang anak-anak kecil dan disebabkan oleh infeksi virus-virus musiman seperti RSV. Walaupun kata bronkiolitis berarti inflamasi bronkioles, hal ini jarang ditemukan secara langsung, tapi diduga pada anak kecil dengan distres pernafasan yang memiliki tanda-tanda infeksi virus.4Di United Kingdom, kata ini digunakan secara lebih spesifik. Penulis penelitian dari Universitas Nottingham mengambil definisi konsensus dari penyakit virus musiman dengan karakteristik demam, nasal discharge, dan batuk kering dan berbunyi menciut. Pada pemeriksaan ada crackles inspirasi halus dan / atau wheezing ekspirasi nyaring. Di Amerika Utara, bronkiolitis biasanya digunakan secara lebih luas, tapi berhubungan dengan penemuan spesifik berupa wheezing.4Pedoman APP (American Academy of Pediatrics) mendefinisikan bronkiolitis sebagai sebuah kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda klinis termasuk prodromal virus pernafasan atas, diikuti peningkatan wheezing dan usaha bernafas dari anak-anak kurang dari 2 tahun. Perbedaan ini penting, karena wheezing berulang pada anak-anak yang lebih besar sering dicetuskan oleh virus-virus yang khas untuk saluran pernafasan bagian atas, seperti rhinovirus.5

2.2 EtilogiBronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 6090% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma.1RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein ) yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari.1Sejumlah virus dikenal sebagai penyebab bronkiolitis telah secara nyata diperluas dengan keberadaan tes diagnosis yang sensitif dengan menggunakan teknik molekular tambahan. RSV tetap menjadi penyebab 50 % 80 % kasus. Penyebab lain termasuk virus parainfluenza, terutama parainfluenza tipe 3, influenza, dan human metapneumovirus (HMPV). HMPV ditaksir menyebabkan 3 % 19 % kasus bronkiolitis. Kebanyakan anak-anak terinfeksi selama epidemik luas musim dingin tahunan.5Teknik diagnosis molekular juga telah mengungkapkan bahwa anak-anak kecil dengan bronkiolitis dan penyakit-penyakit respirasi akut lainnya sering diinfeksi oleh lebih dari satu virus. Jumlah coinfeksi ini sekitar 10 % 30 % pada sampel anak-anak yang dirawat di rumah sakit, kebanyakan oleh RSV dan salah satu dari HMPV atau rhinovirus.5

2.3 EpidemiologiRSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk (2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.5Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.52.4 PatofisiologiVirus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus .2 Gambar 1. Respon inflamasi selular pada infeksi virus saluran nafas 2(Sumber : The Internet Journal of Pediatricsnand Neonatology 2)

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekspresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas.5Karena tahanan/resistensi terhadap aliran udara di dalam saluran besarnya berbanding terbalik dengan radius/jari-jari pangkat empat, maka penebalan yang sedikit sekalipun pada dinding bronkhiolus bayi dapat sangat mempengaruhi aliran udara. Tahanan pada saluran udara kecil bertambah selama fase inspirasi dan fase ekspirasi, namun karena selama ekspirasi radius jalan nafas menjadi lebih kecil, maka hasilnya adalah obstruksi pernafasan katup bola yang menimbulkan perangkap udara awal dan overinflasi. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi ketika obstruksi menjadi total dan udara yang terperangkap di absorbsi.1Proses patologis mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Perfusi ventilasi yang tidak sepadan menimbulkan hipoksemia, yang terjadi pada awal perjalanannya. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terkena berat. Makin tinggi frekuensi pernafasan makin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnea biasanya tidak terjadi sampai pernafasan melebihi 60 kali/menit; selanjutnya proporsi hiperkapnea ini bertambah menjadi takipnea.1

Gambar 2. Pembengkakan bronkioli pada bronkiolitis 6

Anak yang lebih besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.5 Penurunan ventilasi dari bagian paru-paru menyebabkan ventilasi / perfusi mismatching, mengakibatkan hipoksia. Selama fase ekspirasi respirasi, dinamis lebih lanjut penyempitan saluran udara menghasilkan penurunan aliran udara yang tidak proporsional dan menyaring udara yang dihasilkan. Kerja pernapasan meningkat karena volume paru-paru meningkat akhir-ekspirasi dan penurunan kepatuhan paru-paru. Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung setelah 2 minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.7Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk. 1Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi hubungan terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh puluh sampai delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV .5 2.5 Manifestasi KlinisMula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. 1,3,6 Terjadi distress nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen