Laporan Kasus Blok Elektif 2014

23
Pengaruh Religiusitas Terhadap Perilaku Penyalahgunaan NAPZA Mutia Rizki ABSTRAK Objektif : Untuk mengetahui pengaruh religiusitas atau kehidupan beragama seseorang dengan perilaku penyalahgunaan NAPZA. Desain Studi : Laporan kasus berdasarkan pengalaman residen yang sedang dalam fase rehabilitasi setelah mengkonsumsi narkotika selama 13 tahun. Metode : Hasil wawancara langsung dengan salah satu residen yang sedang menjalani proses rehabilitasi di RSKO Cibubur serta berdasarkan beberapa studi literatur. Diskusi : Berdasarkan hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI Tahun 2011 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 3,7 - 4,7 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10 - 59 tahun). Terjadinya konflik batin yang terjadi antara ajaran agama dan norma masyarakat dengan keinginan individu yang mendalam sehingga secara psikologis menimbulkan kecemasan dan ketegangan dalam dirinya. Seiring dengan perubahan tersebut maka akan menimbulkan banyak masalah salah satunya adalah perilaku yang beresiko termasuk penyalahgunaan NAPZA. Kesimpulan : Berdasarkan dimensi – dimensi religiusitas yang dimiliki oleh seorang individu, ditemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara religiusitas dengan perilaku penyalahgunaan NAPZA. Kata Kunci : Religiusitas, Perilaku Narkoba 1

description

laporan kasus

Transcript of Laporan Kasus Blok Elektif 2014

Page 1: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

Pengaruh Religiusitas Terhadap Perilaku Penyalahgunaan NAPZA

Mutia Rizki

ABSTRAK

Objektif : Untuk mengetahui pengaruh religiusitas atau kehidupan beragama seseorang dengan perilaku penyalahgunaan NAPZA.Desain Studi : Laporan kasus berdasarkan pengalaman residen yang sedang dalam fase rehabilitasi setelah mengkonsumsi narkotika selama 13 tahun.Metode : Hasil wawancara langsung dengan salah satu residen yang sedang menjalani proses rehabilitasi di RSKO Cibubur serta berdasarkan beberapa studi literatur.Diskusi : Berdasarkan hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI Tahun 2011 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 3,7 - 4,7 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10 - 59 tahun). Terjadinya konflik batin yang terjadi antara ajaran agama dan norma masyarakat dengan keinginan individu yang mendalam sehingga secara psikologis menimbulkan kecemasan dan ketegangan dalam dirinya. Seiring dengan perubahan tersebut maka akan menimbulkan banyak masalah salah satunya adalah perilaku yang beresiko termasuk penyalahgunaan NAPZA.Kesimpulan : Berdasarkan dimensi – dimensi religiusitas yang dimiliki oleh seorang individu, ditemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara religiusitas dengan perilaku penyalahgunaan NAPZA.

Kata Kunci : Religiusitas, Perilaku Narkoba

1

Page 2: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

Effect of Religiosity on Drug Abuse Behaviour

Mutia Rizki

ABSTRACT

Objective: To determine the effect of religiosity or religious life of a person with a drug abuse behavior.Study Design: Case report based on the experience of residents who are in the rehabilitation phase after taking the drugs for 13 years.Methods : The results of a live interview with one resident who is undergoing a rehabilitation process in RSKO Cibubur and based on some literature.Discussion : Based on the results of BNN in collaboration with UI Puslitkes of 2011 on the National Survey of Drug Abuse Developments in Indonesia, known that the prevalence of drug abuse in Indonesia has reached 2.2%, or about 3.7 to 4.7 million people of the total population (aged 10-59 years). Inner conflicts that occur between religious teachings and norms of society with the individual's desire so profound psychological cause anxiety and tension in it self. With these changes, it will cause a lot of problems which is a risk behaviors, including drug abuse.Conclusion : Based on the dimension of religiosity on individual life, the study found a positive and significant relationship between religiosity and drug abuse behavior.

Keywords : Religiosity, Drug Abuse

2

Page 3: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

PENDAHULUAN

Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya yang telah populer beredar dimasyarakat perkotaan maupun di pedesaan, dari berbagai lapisan usia, dan dari berbagai kalangan ekonomi. Selain Narkoba, istilah lain yang diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah NAPZA yaitu singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko yang oleh masyarakat disebut berbahaya yaitu kecanduan (adiksi). Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial sehingga menimbulkan perubahan tertentu pada aktivitas mental dan perilaku. Oleh Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-Undang untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika (BNN, 2012)

Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas wilayah dan negara serta telah menjadi masalah global yang mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Dampak yang ditimbulkan sebagai akibat peredaran gelap penyalahgunaan narkoba terbukti sangat merugikan yang dapat ditinjau dari segala aspek seperti medis, sosial, hukum, ekonomi serta keamanan.Bahkan bila tidak ada pencegahan yang efektif dan berkelanjutan dapat mengakibatkan bangsa kehilangan generasinya (Indrawati, 2008).

Berdasarkan estimasi dari United Nation On Drugs and Crime (UNODC) tahun 2008, bahwa 1% penduduk Indonesia telah menyalahgunakan narkoba. Sementara data dari United Nation Drugs Kontrol Programme (UNDCP), kurang lebih 220 juta orang di seluruh dunia telah menggunakan jenis barang berbahaya ini, dari jumlah orang tersebut 1,5% atau sekitar 3,2 juta orang berada di Indonesia.

Penyebab timbulnya perilaku penyalahgunaan narkoba dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal salah satunya adalah tingkat religiusitas. Saat ini banyak pemberitaan baik di media cetak maupun elektronik yang menggambarkan memudarnya nilai-nilai ajaran agama pada diri seseorang. Kasus yang sering terjadi biasanya selalu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama, misalnya kasus pemerkosaan, pembunuhan, pencurian, korupsi, dan berbagai macam hal yang menyinggung pelanggaran nilai-nilai ajaran agama yang ada. Dan salah satu masalah yang timbul yang sampai saat ini masih belum dapat teratasi dan sangat jelas telah melanggar ajaran agama adalah penyalahgunaan NAPZA (Hafidz, 2012)

3

Page 4: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

DESKRIPSI KASUS

Mr. E berusia 32 tahun, berbadan tinggi, berkulit putih dengan perawakan yang tidak terlalu gemuk adalah salah satu residen yang kini menjalani hari-harinya dalam tahap rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur. Mr. E beragama Katolik, pendidikan terakhir SMA namun sempat menjadi mahasiswa di Universitas Tarumanegara selama 3 bulan, berstatus menikah, memiliki 2 orang anak dan memiliki pekerjaan sebagai pedagang. Orangtua Mr. E adalah pedagang yang menjadi agen mainan anak – anak dan kembang api di Manado. Ia sebagai anak pertama dari 3 bersaudara. Selama hidupnya Mr. E sering pulang pergi Manado – Jakarta dan akhirnya memiliki rumah pribadi dan tinggal di daerah Tanjung Duren, Jakarta.

Mr. E pertama kali mengkonsumsi narkoba saat masih berumur 15 tahun. Ia mengaku bahwa ia mendapatkan barang haram tersebut dari saudaranya sendiri. Ia pun tidak menolak pemberian tersebut dan malah asyik mengkonsumi narkoba itu bersama saudaranya. Sampai saat ini ia mengaku sudah mencoba segala jenis NAPZA. Selama bertahun – tahun ia mendapatkan barang tersebut atas pemberian dari orang lain sampai pada akhirnya hasil dari berdagang yang ia dapatkan digunakan untuk membeli narkoba demi memenuhi kesenangan dirinya. Ia mengaku bahwa ia mengkonsumi narkoba tersebut di rumahnya secara diam – diam. Ia tidak suka dan malas ke diskotik karena menurutnya di dalam diskotik banyak polisi yang mengincar. Namun dirumah, jika aksinya dilihat atau tertangkap basah oleh orang tuanya maka ia akan dihukum dan dikurung. Keluar rumah pun harus didampingi. Walaupun begitu tetap saja hal tersebut selalu diulangi lagi sampai pada akhirnya orang tua Mr. E membawanya ke Jakarta.

Di Jakarta, ia hanya merasakan bangku universitas selama 3 bulan. Setelah itu secara diam – diam dan berbohong kepada orang tua, ia menanggalkan statusnya sebagai mahasiswa karena kecanduan oleh narkoba tersebut. Selama itu pula ia terus mengkonsumi narkobanya sampai persediaan habis. Dalam 1 hari ia mampu mengkonsumsi narkoba sebanyak 4 – 5 kali. Jika ia tidak mengkonsuminya ia merasakan sakit kepala dan rasa murung yang membuat hari – harinya tidak menyenangkan. Ia merasa harus mengkonsumsi narkoba ini hanya untuk membuat dirinya merasa senang.

Mr. E mengaku bahwa selama ia menjadi seorang pecandu, ia sudah merasakan dinginnya penjara sebanyak 2 kali. Yang pertama ia dihukum penjara di Nusa Kambangan dan yang terakhir sekitar 2 tahun yang lalu dihukum penjara di Rutan Salemba. Namun, walaupun sudah 2 kali masuk bui, Mr. E tidak pernah kapok dan masih ingin terus mengkonsumsi sampai terakhir kami wawancara (11/11/2014) . Selama ia dipenjara pun ia masih mendapatkan akses narkoba tersebut dan tidak pernah takut kepada polisi.

Mr. E pernah berhenti mengkonsumsi obat – obat terlarang tersebut selama 2 tahun karena ia menikah dan akhirnya memiliki 2 orang anak. Dalam masa pernikahannya ia menderita Hepatitis C. Selama pengobatan ia diberikan terapi interferon untuk mengatasi Hepatitis C yang dideritanya. Namun menurut pengakuan Mr. E efek samping dari terapi interferon tersebut membuat ia merasakan sakit kepala, cemas, depresi dan gelisah. Oleh karena itu ia mengkonsumsi Suboxone dan Subutex yang diminum dengan cara sublingual untuk mengurangi efek dari rasa sakit dan kecemasan maupun kegelisahannya. Sampai pada akhirnya ia tidak bisa lepas dari Subutex dan Suboxone dan sangat ketergantungan dan kecanduan kedua obat tersebut.

4

Page 5: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

Mr. E masuk kedalam rehabilitasi di RSKO ini karena diantar oleh adiknya dan bukan karena kemauannya sendiri. Saat kami mewawancarai Mr. E terlihat bahwa ia tidak bisa fokus. Matanya bergerak kemana – mana dan sering sekali tidak mendengar apa yang kami ucapkan. Banyak hal yang masih ditutupi dan terlihat adanya ketidaksinambungan antara kami dengan jawaban – jawaban yang dilontarkan oleh Mr. E. Terlihat sedikit gerak gerik yang seperti memancarkan kebingungan dan rasa sakit. Setelah kami mengkonfirmasi dengan Staff RSKO setempat, Mr. E saat ini sedang dalam fase putus obat selama 2 bulan terakhir.

Dalam pengakuannya Mr. E bukan seseorang yang taat beragama. Ia jarang pergi ke gereja atau sekedar membaca Al-Kitab untuk beribadah. Ia lebih senang menyendiri dan mengkonsumsi obat – obatan terlarang untuk menyenangkan dirinya sendiri. Lingkungan keluarganya pun tidak pernah mendorongnya untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan atau menyuruhnya pergi ke Gereja untuk beribadah. Karena menurutnya orang tua Mr. E memiliki kesibukan tersendiri dan menganggap bahwa Mr. E sudah dewasa dan menentukan sendiri pilihannya. Ia pun merasa kurang mendapatkan perhatian. Selama dalam masa rehabilitasi pun Mr. E hanya mengikuti siraman rohani pada hari Jumat dengan membaca al-kitab namun tidak memberikan pemahaman, keyakinan dan efek jera bagi Mr. E. Setelah selesai menjalani rehab ini pun ia masih ingin mengkonsumsi narkoba tersebut.

5

Page 6: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

DISKUSI

Religiusitas

Ada beberapa istilah untuk menyebutkan agama, antara lain religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin), dan dien (Arab). Kata religion (Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti mengikat (Kahmad, 2002). Ini mengandung makna bahwa dalam religi atau agama pada umumnya memiliki aturan –aturan dan kewajiban – kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemiliknya dan semua itu berfungsi untuk mengikat seseorang atau sekelompok orang dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Mangunwijaya membedakan antara istilah religi atau agama dengan religiusitas. Jika agama menunjuk pada aspek – aspek formal yang berkaitan dengan aturan dan kewajiban, maka religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh seseorang dalam hati. Berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa religiusitas menunjuk pada tingkat keterikatan individu terhadap agamanya (Wahyuni, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa individu telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya (Mangunwijaya, 1982).

Pembagian dimensi religiusitas menurut Glock & Stark (Wahyuni, 2003) terdiri dari lima dimensi yaitu :a. Dimensi keyakinan (the ideological dimension), tingkatan sejauh mana seseorang menerima

dan mengakui hal-hal yang dogmatic dalam agamanya, misalnya keyakinan adanya sifat – sifat Tuhan, adanya malaikat, surge, para Nabi, dan sebagainya.

b. Dimensi peribadatan atau praktek agama (the ritualistic dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang menunaikan kewajiban – kewajiban ritual dalam agamanya, misalnya menunaikan shalat, zakat, puasa , haji dan sebagainya bagi umat muslim atau pergi ke Gereja, beribadah dan mempelajari al-kitab serta hal – hal baik lainnya bagi umat Kristiani.

c. Dimensi feeling atau penghayatan (the experiencal dimension) yaitu perasaan keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seperti merasa dekat dengan Tuhan, tentram saat berdoa, tersentuh mendengar ayat kitab suci, merasa takut berbuat dosa, merasa senang doanya dikabulkan, dan sebagainya.

d. Dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimension) yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui dan memahami ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab suci, hadist, pengetahun tentang fiqh dan sebagainya.

e. Dimensi effect atau pengalaman (the consequential dimension) yaitu sejauh mana implikasi ajaran agama mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan social, misalnya mendarmakan harta untuk keagamaan dan social, menjenguk orang sakit, mempererat silaturahmi, dan sebagainya.

Menurut Subandi (Wahyuni, 2003) Pendapat itu sesuai dengan lima aspek dalam pelaksanaan ajaran agama islam tentang aspek – aspek religiusitas yaitu aspek Iman sejajar dengan aspek belief, aspek Islam sejajar dengan religious practice, aspek Ihsan sejajar dengan religious feeling, aspek Ilmu sejajar dengan religious knowledge, dan aspek Amal sejajar dengan religious effect. Dapat dikatakan bahwa seserang dikatakan religious jika orang mampu melaksanakan dimensi – dimensi religiusitas tersebut dalam perilaku dan kehidupannya.

6

Page 7: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

Agama adalah unsur terpenting dalam diri seseorang. Apabila keyakinan beragama telah menjadi bagian integral dalam kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan, dan perasaannya. Dibandingkan dengan anak – anak keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam mengenai Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan beragama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya (Desmita, 2008).

Pendapat ini diperkuat oleh Seifert dan Hoffnung, menurutnya meskipun pada awal masa kanak – kanak ia telah diajarkan agama oleh orangtua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Remaja memiliki sikap kritis terhadap lingkungan yang sejalan dengan perkembangan intelektual yang dialaminya. Bila persoalan tersebut gagal diselesaikan, maka para remaja cenderung untuk memilih jalan sendiri. Dalam situasi bingung dan konflik batin menyebabkan remaja berada di persimpangan jalan. Dalam situasi yang semacam ini, maka peluang munculnya perilaku menyimpang terbuka lebar (Bahr ; John, 2008)

Faktor – faktor yang mempengaruhi religiusitas

Religiusitas atau keagamaan seseorang ditentukan dari banyak hal, di antaranya pendidikan keluarga, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilakukan pada waktu kita kecil atau pada masa kanak-kanak. Seorang remaja yang pada masa kecilnya mendapat pengalaman-pengalaman agama dari kedua orang tuanya, lingkungan sosial dan teman-teman yang taat menjalani perintah agama serta mendapat pendidikan agama baik di rumah maupun di sekolah, sangat berbeda dengan anak yang tidak pernah mendapatkan pendidikan agama di masa kecilnya, maka pada dewasanya ia tidak akan merasakan betapa pentingnya agama dalam hidupnya. Orang yang mendapatkan pendidikan agama baik di rumah mapun di sekolah dan masyarakat, maka orang tersebut mempunyai kecenderungan hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, dan takut melanggar larangan-larangan agama (Syahridlo, 2004).

Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi jiwa agama atau religiusitas seseorang menurut Thoules (Thoules,2000) , yaitu:

a. Faktor sosialFaktor sosial yang mempengaruhi religiusitas seseorang seperti pendidikan dan pengajaran orang tua ataupun tradisi sosial dan budaya yang berkembang dilingkungan orang yang bersangkutan.

b. Faktor alami, moral dan afektifFaktor ini seperti konflik, pengalaman emosional, kekecewaan terhadap sesuatu yang melibatkan perasaan mendalam, tuntutan-tuntutan moral, baik setuju ataupun menolak moral tersebut

c. Faktor kebutuhan

7

Page 8: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

Seseorang beragama, karena orang tersebut membutuhkan agama sebagai sandaran, lepas dari rasa bersalah, rasa aman, cinta kasih dan lain-lain dan tempat mengadu jika dalam kesedihan.

d. Faktor intelektualFaktor ini berhubungan dengan proses pemikiran verbal, terutama dalam pembentukan keyakinan-keyakinan terhadap agama. Faktor ini sangat penting, karena akan mengembangkan sikap agama yang positif.

Perilaku penyalahgunaan NAPZA

Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya yang telah populer beredar dimasyarakat perkotaan maupun di pedesaan, dari berbagai lapisan usia, dan dari berbagai kalangan ekonomi. Selain Narkoba, istilah lain yang diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah NAPZA yaitu singkatan dari Narkotika, Pasikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko yang oleh masyarakat disebut berbahaya yaitu kecanduan (adiksi). Berdasarkan hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Puslitkes UI Tahun 2011 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 3,7 - 4,7 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10 - 59 tahun) (BNN, 2012)

Narkoba adalah zat yang menawarkan kenikmatan namun dibalik itu diam – diam bisa membunuh si pemakainya. Kalaulah selamat dari kematian efeknya bisa menimbulkan gangguan fungsi organ tubuh. Narkotika adalah bahan – bahan yang terutama memiliki dampak kerja pembiusan atau dapat menurunkan kesadaran, juga menimbulkan gejala - gejala fisik dan psikis jika dipakai tidak menurut ketentuan atau disalahgunakan (non medical purpose). Nyatanya zat – zat ini seringkali disalahgunakan sehingga menimbulkan efek ketagihan (addiction) dan bahkan ketergantungan (dependence) (Weiss, 2008)

Hadjam dan Fuhrmann mengemukakan bahwa proses keterlibatan seseorang dalam penyalahgunaan narkoba melalui beberapa tahap, yaitu :

a. Kecenderungan untuk berkenalan denga narkoba ialah menunjuk pada besarnya minat individu terhadap informasi tentang penyalahgunaan narkoba.

b. Kecenderungan untuk coba – coba, ialah menunjuk pada besarnya minat individu mencoba untuk pertama kali setelah memperoleh informasi baik karena dorongan curiousity atau desakan dari lingkungan.

c. Kecenderungan untuk menggunakan narkoba secara iseng yaitu besarnya minat individu menggunakan narkoba secara berkala khususnya pada peristiwa khusus seperti pada saat pesta dan berkumpul dengan teman-teman atau orang – orang di lingkungannya.

d. Kecenderungan menggunakan narkoba secara tetap dan teratur tanpa adanya ketergantungan ialah besarnya minat individu menggunakan narkoba secara tetap dan teratur.

e. Kecenderungan menggunakan narkoba secara tetap karena ketergantungan baik fisik maupun psikis.

8

Page 9: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

f. Kecenderungan untuk menghentikan penggunaan narkoba dengan kegiatan terapi, ialah besarnya minat individu untuk menghentikan perilaku penyalahgunaan narkoba.

Intensi atau kecenderungan merupakan indikasi besarnya usaha individu dalam merencanakan dan mencoba melakukan suatu perilaku. Terbentuknya perilaku ditentukan oleh intensitas tindakan seseorang (Wahyuni, 2003)

Hubungan religiusitas dan perilaku penyalahgunaan NAPZA

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tingkat religiusitas seseorang akan mempengaruhi tindakan dan atau perilaku seseorang dalam hidupnya. Dalam hal ini terkait dengan tingkat religiusitas, bahwa semakin rendah tingkat religiusitas seseorang maka akan semakin tinggi peluang dilakukannya perilaku – perilaku beresiko dan menyimpang salah satunya adalah penyalahgunaan NAPZA (Wallace, et al., 2003)

Pada beberapa penelitian sebelumnya banyak yang memberikan hasil bahwa tingkat religiusitas tidak mempengaruhi perilaku yang beresiko. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hirschi dan Stark (1969) bahwa terdapat hubungan yang palsu anatara tingkat religiusitas dengan perilaku kenakalan atau perilaku yang beresiko setelah memasukkan gender sebagai variable control (Allen ; Celia, 2010)

Namun pada penelitian yang baru beberapa tahun terakhir, menurut Koenig dkk, (Michael L et al., 2008) terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan tingkat perilaku kesehatan yang baik di Amerika Serikat. Di dalam hasil penilitiannya ia mengatakan bahwa sebagian besar studi telah menemukan bahwa dimensi religiusitas tersebut seperti kehadiran kebaktian, arti-penting agama, doa, keyakinan agama, dan keikutsertaan dalam kelompok-kelompok agama menentukan perilaku yang terkait dengan penyalahgunaan NAPZA dan alcohol dimana seseorang individu yang memenuhi dimensi – dimensi dari religiusitas ternyata tidak memiliki perilaku yang menyimpang seperti menjadi pecandu NAPZA dan alcohol. Pendapat tersebut telah didokumentasikan dalam beberapa studi kasus. Orang yang beragama atau memiliki tingkat religiusitas yang tinggi atau baik memiliki umur atau hidup yang lebih lama dan memiliki tingkat stress yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah (Sowell et all., 2000).

Dalam beberapa tahun terakhir banyak studi yang menjelaskan bahwa pengaruh dari religiusitas memiliki hubungan yang negatif pada orang – orang yang menyalahgunakan obat atau NAPZA yang ternyata jarang mengikuti atau menghadiri kegiatan – kegiatan agama seperti beribadah di tempat suci. Jika dibandingkan dengan faktor predisposisi lainnya yang memicu perilaku penyalahgunaan NAPZA, tingkat religiusitas memiliki nilai yang lebih berarti dibandingkan dengan faktor keinginan, kepercayaan diri dan faktor sosial walaupun tetap tidak lebih tinggi dari faktor kehidupan lingkungan keluarga (Bahr ; John, 2008)

Berdasarkan studi – studi literatur diatas dan melihat dari kasus yang dialami oleh Mr. E, ia berada dalam lingkungan keluarga yang paham agama namun tidak taat maka lingkungan keluarga Mr. E memiliki dimensi keyakinan. Kedua, Mr. E mengakui agamanya adalah Katolik

9

Page 10: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

maka ia memenuhi dimensi keyakinan. Namun ia jarang beribadah atau pergi ke gereja dan cenderung tidak perduli maka ia tidak memenuhi dimensi peribadatan. Ketiga, ia hanya formalitas mengikuti kegiataan keagamaan yang diadakan oleh RSKO setiap hari jumat hanya 1x dalam seminggu berupa membaca Al-Kitab. Namun Mr. E tidak memahami dan mengamalkannya maka Mr. E tidak memenuhi dimensi feeling dan dimensi pengetahuan agama. Setelah semua hal yang terjadi pada Mr.E termasuk merasakaan sakit karena gejala putus obat yang dialaminya, Mr. E tidak jera dan masih ingin menggunakan narkoba maka ia tidak memenuhi dimensi effect. Hal ini sangat sesuai dengan studi literature yang sudah ada sebelumnya bahwa Mr. E tidak memenuhi dimensi – dimensi dari religiusitas sehingga hal tersebut menjadi faktor yang menyebabkan ia berperilaku menyimpang.

Sikap orang tua Mr. E pun yang terlihat tidak tegas karena walaupun Mr. E dihukum kurungan dirumah namun nyatanya hal tersebut berkali kali terjadi dan hukuman itu saja yang terus diulang oleh orang tuanya. Bahkan yang menghasut Mr. E pertama kali mengkonsumsi narkoba adalah saudaranya sendiri dimana saudara dalam 1 keluarga seharusnya saling mengingatkan dan mampu beribadah bersama – sama. Ditambah lagi dengan usia yang masih begitu belia Mr. E sudah terjerumus dalam perilaku yang sangat beresiko yang akhirnya membawa ia selama 15 tahun lamanya dalam dunia gelap narkoba.

Sebenarnya kegiatan – kegiatan agama dapat menjauhkan seseorang dari perilaku – perilaku yang menyimpang termasuk penyalahgunaan narkoba sendiri. Karena dengan mengikuti kegiatan agama individu menjadi lebih aktif dan melekat pada komunitas agamanya dan karena dalam kegiatan keagamaan diberikan pelajaran mengenai larangan – larangan dan sanksi yang diberikan kepada individu yang melakukan penyalahgunaan narkoba sehingga bagi mereka yang jarang mengikuti kegiatan keagamaan cenderung lebih sering melakukan perilaku – perilaku yang buruk dibandingkan dengan individu yang aktif dalam kegiatan keagamaan. Kedua, dengan mengikuti kegiatan keagamaan maka tidak ada waktu bagi individu tersebut untuk mencoba – coba atau bereksperimen dengan narkoba. Ketiga, komitmen dalam organisasi atau kelompok kegiatan keagamaan membuat pandangan bahwa mengkonsumsi narkoba merupakan hal yang kurang menarik. Keempat, sistem kepercayaan yang dibangun dalam kebanyakan kelompok keagamaan menentang perbuatan penyalahgunaan narkoba dan ajaran mereka mampu menguatkan individu untuk menentang perilaku beresiko tersebut. Singkatnya, kelompok – kelompok kegiatan keagamaan cenderung melibatkan individu dalam kegiatan yang konvensional dan jaringan sosial yang tidak menyetujui penggunaan NAPZA (Stephen J. & John P., 2008).

Dalam ajaran agama Islam sudah sepatutnya dan sudah merupakan kewajibannya bagi seluruh umat alam semesta untuk terus patuh dan taat terhadap perintah – perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Manusia yang juga merupakan bagian dari keluarga alam semesta tidak boleh melanggar keataan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah Swt. Manusia semuanya harus seiring sejalan dengan seluruh entitas di alam semesta dalam ketaatan kepada Allah Swt dan ketaatan kepada Allah Swt tidak akan terealisir tanpa ketaatan kepada Rasulullah Saw; karena itulah Allah Swt berfirman, 

ظ�ا ف�ي ح� م ف� مي ح� ح ح� ح�ا م� ح� م� ح�� ح�ا ح� ى� �� ح ح� ح� �م �ح �ح � ح! �� ح �� ح" ح#ا ح�� م$ ح% ح� ح& س�� (� ح �� ف( ف* س+ �م �ح

10

Page 11: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (Qs. An-Nisa : 80)

Dari ayat Al-Quran tersebut kita dapat melihat bahwa jika kita sebagai manusia tidak taat kepada Allah maka Allah tidak akan menjadikan Rasullullah SAW sebagai makhluk Allah yang memelihara manusia. Itu berarti Allah tidak akan melindungi umatnya yang mangkir dari kewajibannya dan membiarkan umatnya tersebut masuk kedalam kehidupan syaiton yang sesat dan semakin membuka lebar peluang melakukan perilaku – perilaku yang menyimpang dan akan semakin dekat dengan neraka.

Di dalam ajaran agama islam pun telah dipaparkan dengan jelas mengenai hukum narkoba. Para ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).

Dalil-dalil yang mendukung haramnya narkoba:

Pertama: Allah Ta’ala berfirman,ح, ف- ح.ا ح/ م� � س ف� مي ح� ح س0 ر) ح2 س+ �ح ف3 ح.ا ري ح�* �� س س� ح� س�4 ف2 س+ �ح

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157). Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna khobits adalah yang memberikan efek negatif.

Kedua: Allah Ta’ala berfirman,ف5 ح6 س� م� 7� ح �� ح�� ف�8 م س6 ف$+ م+ ح�ا ف9 س%�� م� س� ح;ا �ح

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).ظ�ا ف�ي ح� م س6 ف9 ح> ح=ا ح! �� ح �� ح�> ف�8 م س6 ح< س� م? ح�� س��� س7 م% ح� ح;ا �ح

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa: 29).

Ketiga: Dari Ummu Salamah, ia berkata, - ر) - ر7 ح� �س �ح ر) ف6 م< �س ر4 س= �م ح � � � ! ي � ! � � � � � ص ف! �� ح � � س& � س� ح� � ح� ح?

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if). Jika khomr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba.

Keempat: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, , ظ$� ف� حBا ح �� ح ح� Cح ف� ح?ا �ي Eس ح�<ا ح2 ح7 ح+ Eف ف$ ح+ �ي س! ح�� س< ح� س! ح< م� ح? ح4 ح7 ح% ح� ح��ا س� ح�<� ح2 ح� �م �ح �ح ظ$� ح9 ح� ح�ا �ي ظ$� �� ح ح/ �س ظ$� ف� حBا ح�ا ف�ي ح�Gى ح) ح7 ح+ ح �� ح ح� Cح ف� ح?ا �ي ح� س� ح� س! ح< م� ح? ح4 ح7 ح% ح� ر4 ح. Cح �م �ف ح�Gى ح) ح� �م �ح

, ظ$� ح9 ح�� ح�ا مي ف� ظ$� �� ح ح/ �س ظ$� ف� حBا ح �� ح ح� Cح ف� ح?ا مي ف� ف! ف� م* ح9 �ي س�ا Cح� ح� ح7 ح+ Eف ف$ ح+ ف�ي س! س� ح$ م+ ف$ ح2 ح� Hر ح$ م+ ف$ ح2 ف9 س! ح< م� ح? ح4 ح7 Iح �م �ح � ظ$� ح9 ح�� ح�ا �ي ظ$� �� ح ح/ �س“Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam) neraka itu, kekal selama lamanya. Barangsiapa yang sengaja menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap

11

Page 12: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

ditangannya dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya” (HR Bukhari no. 5778 dan Muslim no. 109).

Hadits ini menunjukkan akan ancaman yang amat keras bagi orang yang menyebabkan dirinya sendiri binasa. Mengkonsumsi narkoba tentu menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada kebinasaan karena narkoba hampir sama halnya dengan racun. Sehingga hadits ini pun bisa menjadi dalil haramnya narkoba.

Penulis yakin bahwa tidak satu agama pun yang akan mengizinkan umatnya terjerumus dalam perilaku penyimpangan penggunaan narkoba. Seperti yang terdapat dalam ajaran agama yang dianut oleh Mr. E. Bahwa dalam ajaran agama Kristiani menurut pandangan Al-Kitab, Tuhan melalui firman-Nya sangat murka terhadap masalah narkoba. Agama Kristen Katolik dan Protestan juga memandang narkoba sebagai barang haram, sebab memang dalam narkoba itu terdapat unsur-unsur yang dapat merusak organ saraf.

Firman Tuhan yang menyatakan pandangan terhadap narkoba :

Pertama : Korintus 10:31Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.

Kedua : Korintus 6:19Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait h Roh Kudus 1 yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, –dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?

Ketiga : Efesus 5:18Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu (kata bahasa Yunani untuk “hawa nafsu” berarti “hidup yang disia-siakan, tidak bermoral; tidak bersusila, berfoya-foya”).

Keempat : Efesus: 5:11Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu.

Kelima : Matius: 16:24Yesus berkata kepada murid-murid-Nya : “Setiap yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikuti Aku,”

Menyimak ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa umat Kristiani dilarang melakukan perbuatan-perbuatan yang destruktif (merusak), termasuk yang di dalamnya adalah penyalahgunaan narkoba. Sebaliknya sebagai umat Kristiani, hendaknya mengikuti jejak Yesus. Adapun syarat untuk dapat selalu mengikuti jejak Yesus ini adalah keharusan menyangkal setiap ajakan hawa nafsu, salah satunya menyalahgunakan narkoba (Erlina, 2013)

12

Page 13: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

Ada juga firman-firman yang menyatakan bahwa kesulitan untuk meninggalkan narkoba adalah hidup dalam salib yang harus dipanggul setiap hari. Orang sudah kecanduan narkoba, akan terasa sangat berat untuk meninggalkannya. Dengan atau tanpa disadari, si pecandu narkoba telah meninggalkan kayu salibnya dan berjalan bersebrangan dengan Yesus. Karena telah sesat, maka para pecandu narkoba itu akan ditegur dan diingatkan Allah, sebagaimana dinyatakan dalam firman berikut : Menurut Agama Islam, penggunaan narkoba sangat diharamkan. Mengapa? itu karena narkoba memiliki mudharat (daya rusak) yang sangat besar ketimbang manfaat yang didapatkan (Erlina, 2013)

13

Page 14: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

KESIMPULAN

Agama adalah satu hal yang paling penting dan sangat principal di dalam kehidupan seorang manusia. Tanpa adanya ikatan agama yang kuat baik dari dalam diri individu tersebut maupun berasal dari lingkungan individu itu, seseorang mampu kehilangan akal sehatnya dan kemudian terjerumus dalam dunia yang gelap yang membuka peluang sangat lebar terhadap perilaku – perilaku menyimpang seperti penyalahgunaan NAPZA. Dibutuhkan tingkat religiusitas yang tinggi dan kuat agar individu mampu melindungi diri dari perilaku yang beresiko. Dengan mengikuti kegiatan keagamaan seseorang mampu berada di jalan yang lurus yang Tuhan ridhoi dan dapat menghindarkan diri dari perilaku penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan kasus yang dialami oleh klien kami dan ditunjang dengan studi literatur yang terkait bahwa tidak dipenuhinya dimensi – dimensi religiustas maka terbuka lebarlah peluang penyimpangan – penyimpangan perilaku seperti penyalahgunaan NAPZA.

14

Page 15: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

ACKNOWLEDGEMENT

Penulis ingin berterima kasih kepada DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun selaku koordinator penyusun blok elektif FK Yarsi 2014; dr. Hj. RW. Susilowati, Mkes selaku koordinator pelaksana blok elektif FK Yarsi 2014; dr. Nasruddin Noor, SpKJ selaku dosen pengampu bidang kepeminatan ketergantungan obat blok elektif FK Yarsi 2014; dr. Dini Widianti, MKK selaku dosen pembimbing penulis; Ibu Lika selalu koordinator lapangan bidang pendidikan dan pelatihan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat lebih memahami dan meninjau kasus – kasus ketergantungan obat. Dan teman – teman penulis kelompok bidang kepeminatan ketergantungan obat yang telah bekerjasama dengan baik demi suksesnya blok elektif ini.

15

Page 16: Laporan Kasus Blok Elektif 2014

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Thomas M & Celia C. Lo. (2010). Religiosity, Spirituality and Substance Abuse. Journal

of Drug Isuess. Vol. 40. P: 433 - 459

Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya. (2006). Jakarta: Maghfirah Pustaka

Bahr, Stephen J & John P. Hoffman. (2008). Religiosity, Peers, Adolescent Drug Use. Journal of Drug Isuess. Vol. 0022-0426/08/03. P: 743-770

BNN. (2012).Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia Tahun 2011. diakses November 2014; http://bnn.go.id

Erlina, Sasgita. (2012). Narkoba dalam Pandangan Setiap Agama. diakses November 2014; sasgitaerlina.blogspot.com

Hafidz, Muhammad Sadam. (2012). Hubungan Antara Religiusitas dan Self Control di Kalangan Remaja.

Ismail, Wahyuni. (2010). Korelasi Antara Religiusitas Dan Aplikasi Konseling Dengan Perilaku Penyalahgunaan Narkoba Siswa SMA Negeri di Makassar. Lentera Pendidikan. Vol. 13 No.2 . P: 121 – 133

Thoules, R.H. (2000). Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Press Wallace, John M et.al. (2003). Religion, Race, and Abstinence From Drug Use Among

American Adolescents. Occasional Paper. No.58 . P: 3 – 4

Weiss, Michael L , Dale D. Chitwood & Jesus Sanches. (2008). Religiosity, Drug Use, HIV-Related Risk Behaviours Among Heroin Injections. Journal of Drug Isuess. Vol. 0022 0426/08/03. P: 883 – 910

16