Laporan farmakognosi
-
Upload
rmaulidaniar -
Category
Documents
-
view
618 -
download
6
description
Transcript of Laporan farmakognosi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat asli Indonesia adalah obat-obat yang diperoleh langsung dari bahan-
bahan alam yang terdapat di Indonesia, diolah secara sederhana atas dasar
pengalaman dan penggunaannya dalam pengobatan tradisional (Dalil ini sesuai
dengan ketetapan yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Farmasi tahun
1963 pasal 2 ayat c). Obat asli Indonesia hendaknya dipergunakan sebagai
penyempurna usaha pengobatan dan mencakupi kebutuhan rakyat dalam logistik
kesehatan. Penelitian (obat-obat asli Indonesia) terhadap hasil karya nenek moyang
kita (babad, lontar, tambo) dalam hubungannya dengan latar belakang perkembangan
ilmu pengobatan dan kebudayaan pada masa itu.
Penggunaan obat–obatan tradisional yang berasal dari alam untuk
mengobati berbagai macam penyakit bukan merupakan hal baru lagi dalam
keseharian masyarakat di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah
pedalaman. Indonesia, yang sejak dulu terkenal dengan keterlimpahan sumber daya
hayati dan biodiversitasnya, menyediakan berbagai macam sumber daya berupa
tanaman obat tradisional dengan jumlah yang melimpah dan beragam jenisnya di
masing – masing daerah. Pengolahan obat tradisional pun masih sangat sederhana
terutama di daerah yang dekat dengan area hutan. Sehingga pada laporan ini akan
dibahas mengenai salah satu tanaman yang dianggap oleh masyarakat daerah
setempat berkhasiat sebagai obat asma yaitu Cakar Ayam.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini secara umum adalah melakukan pemeriksaan
farmakognostik dan mendapatkan datanya serta melakukan identifikasi kimia Cakar
Ayam asal Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kota Kandangan
Kalimantan Selatan.
1
1.3 Maksud Percobaan
Manfaat dari percobaan ini ialah dapat mengetahui morfologi, anatomi, dan
organoleptik dari tanaman Cakar Ayam serta untuk mengetahui senyawa kimia yang
terkandung pada tanaman Cakar Ayam.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi tanaman Cakar Ayam adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Pteridophyta
Class : Lycopodiinae
Ordo : Selaginellales
Family : Selaginellaceae
Genus : Selaginella
Spesies : Selaginella Tamariscina
(Hutapea, 1994)
2.1.2 Morfologi Tanaman
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Morfologi tanaman berdasarkan literatur adalah tumbuhan ini termasuk
divisi Pteridophyta yaitu paku-pakuan. Batang berbentuk bulat, liat, percabangan
3
menggarpu atau membentuk kipas tanpa pertumbuhan sekunder dan berwarna hijau.
Daun berupa tunggal, berhadapan, bersusun berbaris sepanjang batang bentuk jarum
dengan panjang 1-2 mm dan berwarna hijau. Tumbuhan ini mempunyai sporangium
yang tereduksi, terdapat di ketiak daun, berwarna putih kehijauan sedangkan
serabutnya muncul dari batang seperti akar lekat dan berwarna coklat. Rumput Kipas
mempunyai habitus terna, merayap, sedikit tegak. Batang bulat, liat, bercabang-
cabang menggarpu, tanpa pertumbuhan sekunder dan putih kecoklatan. Daun
tunggal, tersusun dalam garis sepanjang batang, berhadapan, panjang 1-2 mm, halus
dan hijau. Spora berupa sporangium tereduksi diketiak daun dan berwarna putih.
Akar serabut, muncul dari batang yang berdaun dan berwarna coklat kehitaman
(Hutapea, 1994).
2.1.3 Kandungan Kimia
Tanaman Selaginella Tamariscina dilaporkan mengandung saponin dan
glikosida (tanaman inventaris obat indonesia). Ekstrak butanolik Selaginella
Tamariscina dilaporkan mengandung 3β kolesterol, lutein dan empat komponen
flavonoid yaitu Amentoflavone, Cryptomerin B, Isocryptomerin dan Hinokifalvon
(Shin, 1994). Selaginella Tamariscina juga dilaporkan mengandung flavonoid 2′,8″
biapigenin (Rhan-Woo, 2006) dan (7S, 8R)-7, 8-dihydro-7-(4-hydroxy-3,5-
dimethoxyphenyl)-8-hydroxymethyl-[1'-( 7'-hydroxyethyl)-5' methoxyl] benzofuran-
4-O-beta-D-glucopyranoside (tamariscinoside C), D-mannitol, tyrosine, asam sikimat
(Zheng, 2004).
4
2.1.4 Kegunaan
Tanaman ini berkhasiat untuk menghilangkan panas dan lembab,
melancarkan aliran darah, antitoksik, antineoplasma, penghenti pendarahan
(hemostatis) dan menghilangkan bengkak. Selain itu Selaginella doederleinii Hieron.
juga berkhasiat untuk mengatasi batuk, infeksi saluran nafas, radang paru, hepatitis,
diare, keputihan, tulang patah, pendarahan dan kanker (Dalimarta, 1999).
2.1.5 Nama Daerah
Tanaman S. doederleinii Hieron. di Indonesia mempunyai beberapa nama
daerah, yaitu Rumput solo, Cemara kipas Gunung (Dalimartha, 1999).
2.2 Reaksi Indentifikasi kimia
2.2.1 Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin
Lignin merupakan bahan penguat yang terdapat bersama-sama dengan
selulosa di dalam dinding sel tumbuhan. Secara kimia, lignin sebenarnya merupakan
polimer yang terdiri atas beberapa jenis satuan fenilpropana yang berlainan. Semua
lignin mengandung satuan jenis koniferil alkohol (Anonim4, 2008).
Lignin adalah polimer yang terdiri dari unit fenilpropana. Penyelidikan
lignin didasarkan pada isolasi ligninnya. Selanjutnya diidentifikasi produk reaksi
dengan tehnik kromatografi dan spekstroskopi. Fenilpropana adalah unit dasar dari
lignin sudah diketahui sejak lama, tetapi sulit diterima bahwa ada gugus aromatik.
Adanya gugus aromatik dibuktikan oleh Lange pada tahun 1954 dengan spektroskopi
ultraviolet (Anonim4, 2008).
5
Lignin dapat diidentifikasi dengan cara: dibasahi lisan atau serbuk dengan
larutan floroglusin P, memeriksa dalam asam klorida P. Mengamati pada Mikroskop
Elektrik, dinding sel yang berlignin akan berwarna merah (Anonim1, 1979).
2.2.2 Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron
Pati atau amilum merupakan karbohidrat yang kompleks yang tidak larut
dalam air berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan
utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (hasil
fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat yaitu
amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa
menyebabkan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa
memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi
(4).
Gambar 3. Struktur pati ().
G
Gambar 3. Struktur Pati
Pada bahan yang diperiksa di atas kaca objek, tambahkan iodium 0,1 I2 N
sebanyak 3 tetes. Jika mengandung pati maka akan tampak hasil berwarna biru dan
aleuron akan berwarna kuning coklat sampai coklat. Pemeriksaan warna dilakukan
dibawah mikroskop (1) (Anonim2, 1989).
6
2.2.3 Reaksi Identifikasi Terhadap Lendir
Bahan kering atau serbuk yang diperiksa di atas kaca objek, ditambahkan
beberapa tetes larutan merah ruthenium P, ditutup dengan kaca penutup, dibiarkan
selama 15 menit, lendir dan pektin berwarna merah intensif. Pembedaan yang jelas
dapat dilihat pada saat sebelum diperiksa bahan dicuci lebih dahulu dengan larutan
timbal (II) asetat P 9,5% (Anonim2, 1989).
2.2.4 Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol
Bahan atau serbuk yang diletakkan di atas kaca objek, ditambahkan larutan
vanillin P 10% b/v dalam etanol (90%) P, kemudian dalam asam klorida P, bagian
yang mengandung turunan katekol berwarna merah intensif (Anonim2, 1989).
2.2.5 Reaksi Identifikasi Terhadap Polifenol
Fenol digunakan sebagai antiseptikum karena mempunyai sifat
mengkoagulasikan protein. Fenol juga dapat mengikis jaringan sebanyak 5 % melalui
keaktifan fisiologisnya, dan dapat mengakibatkan kulit melepuh. Fenol dapat
diidentifikasi dengan menggunakan metode sebagai berikut:
1. Hasil mikrosublimasi, dilakukan dengan menambahkan larutan fosfomolibdat
asam sulfat P, terjadi warna biru.
2. Hasil mikrosublimasi, dilakukan dengan menambahkan larutan asam diazon
benzensulfonat P, terjadi warna jingga sampai merah (Robinson, 1995).
2.2.6 Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat
Serbuk ditambahkan dengan pereaksi fehling dan benedict, kemudian
dipanaskan. Bila terbentuk endapan merah bata maka menunjukkan karbohidrat
positif (Anonim2, 1989).
7
2.2.7 Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid
Semua jenis alkaloid mengandung nitrogen yang sering kali terdapat dalam
cincin heterosiklik. Sebagian besar alkaloid bersifat basa. Berbagai perkiraan
menyatakan bahwa persentase jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid terletak
dalam rentang 15-30% (Robinson, 1995).
Metode untuk identifikasi alkaloid adalah dengan sebanyak dua gram
serbuk bahan dilembabkan dalam amnonia 25%, lalu digerus dalam mortir, kemudian
ditambah 20 ml kloroform dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan difiltrat
yang digunakan untuk percobaan (larutan A). Larutan A diteteskan pada kertas saring
dan kemudian diberi pereaksi dragendorff. Warna jingga yang timbul pada kertas
saring menunjukkan alkaloid positif (Anonim1, 1979).
2.2.8 Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin
Sebanyak masing-masing lima ml larutan filtrat dimasukkan ke dalam dua
tabung reaksi. Tabung pertama ditambah dengan larutan besi klorida 1% akan
menunjukkan warna biru kehitaman bila bahan mengandung tanin. Tabung kedua
ditambah dengan larutan glatin akan menunjukkan warna coklat kekuningan bila
bahan mengandung tanin. Perbedaan tanin kahekat dan tanin galat dapat dilihat, saat
larutan filtrat ditambah dengan pereaksi Steasny L formaldehid 3%-asam klorida
(2:1) dan dipanaskan dalam panas air 90oC. Terbentuknya filtrat dipisahkan dan
dijenuhkan dengan natrium asetat. Pada penambahan larutan besi (III) klorida 1%
akan terbentuk warna biru tinta atau hitam menunjukkan adanya tanin galat
(Anonim1, 1979).
8
Tanin adalah suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi fenolik
polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu
sifat yang dikenal sebagai astringensi (Robinson, 1995).
Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang
membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-
karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan
4-6 atau 6-8. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin karena bila
direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung terputus
dan dibebaskanlah monomer antosianidin (Robinson, 1995).
2.2.9 Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrokinon
Larutan ekstrak sebanyak 2 ml dipanaskan dengan 5 ml H2SO4 selama 1
menit. Setelah dingin dikocok dengan 10 ml bensen. Warna kuning pada lapisan
bensen menunjukkan adanya senyawa antrakuinon. Identifikasi dapat diperjelas
dengan menambahkan larutan natrium hidroksida 2 N, akan terjadi warna merah
pada lapisan air (Anonim2, 1989).
2.2.10 Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin
Asal kata saponin berasal dari sifatnya yang menyerupai sabun (bahasa latin
sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang
menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering
menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin
sangat beracun untuk ikan. Beberapa saponin juga bekerja sebagai antimikroba
(Robinson, 1995).
9
Identifikasi saponin dengan menggunakan sebanyak 10 mL larutan filtrat
dalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 detik, kemudian didihkan selama 10
menit (Anonim1, 1979).
10
BAB III
METODE PENGERJAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
1. Ayakan
2. Blender
3. Botol air mineral
4. Bunsen
5. Cutter
6. Corong gelas
7. Kaca objek
8. Kantong plastik
9. Kapas
10. Kardus
11. Karton
12. Kertas label
13. Kertas koran
14. Kertas saring
15. Korek api
16. Lakban
17. Lampu spiritus
11
18. Mikroskop elektrik
19. Parang
20. Plastik sampul
21. Plester
22. Penjepit kayu
23. Pipet tetes
24. Pisau silet
25. Polybag
26. Pot kecil
27. Sasak
28. Tabung reaksi
29. Tali rafia
3.1.2. Bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
1. Akuades
2. Floroglusin
3. Herbarium basah dari daun cakar ayam.
4. Irisan melintang akar, batang, dan daun dari cakar ayam dan Serbuk dari daun
cakar ayam.
5. Larutan HCl 0,5 N; 2%.
6. Larutan I2 0,1%
7. Larutan KOH 1%
8. Larutan FeCl3 1 N
12
9. Larutan H2SO4 10%
10. Larutan NaCl
11. Larutan Mayer
12. Larutan α-naftol
13. Larutan Metilen blue
14. Metanol
3.2. Cara Kerja
3.2.1 Pengambilan Bahan
Sebelum dilakukan pengambilan bahan, dibuat sasak dari bambu yang
berukuran 50x50 cm terlebih dahulu lalu diikat dengan kawat per bambu tersebut.
Setelah sasak siap, maka dilakukan pengambilan tanaman ke dalam hutan. Tanaman
yang akan diambil ditentukan dan hanya bagian yang dianggap berkhasiat. Dari
tanaman cakar ayam akan dibuat herbarium basah dan kering, sehingga pengambilan
tanaman dilakukan dengan mengambil tanaman utuh dari akar dengan hati-hati.
3.2.2 Pengolahan Bahan
Pengolahan bahan yang pertama kali dilakukan yaitu simplisia dicuci agar
bersih dari kotoran. Kemudian dipotong-potong kecil. Karena simplisia yang
digunakan berupa daun maka pengeringannya dengan cara diangin-anginkan. Setelah
simplisia kering, dilakukan pemisahan dari partikel asing seperti kotoran. Kemudian
haksel yang telah diperoleh sebagian dihaluskan sehingga diperoleh serbuk dalam
bentuk halus. Kemudian haksel dan serbuk dimasukkan ke dalam pot terpisah. Untuk
tanaman yang masih dalam bentuk utuh, dibuat menjadi herbarium kering yaitu
13
dengan cara ditempelkan pada kertas karton, dan diberi etiket. Selanjutnya dibuat
herbarium basah.
Pada pengolahan herbarium basah, tanaman cakar ayam (mulai dari akar,
batang dan daun) dimasukkan ke dalam botol air mineral berukuran 1,5 liter yang
berisi formalin 10%. Diusahakan agar seluruh bagian tanaman yang dimasukkan
tersebut terendam sempurna dalam formalin. Setelah itu, botol tersebut ditutup rapat
dengan plester agar tanaman terisolasi sempurna. Sedangkan pada pengolahan
herbarium kering, disiapkan perwakilan bagian-bagian tanaman cakar ayam untuk
diolesi formalin. Kemudian, bagian-bagian tanaman tersebut diletakkan dan ditempel
di atas kertas koran. Setelah itu, tanaman yang telah ditempel di atas kertas koran
tersebut dilapisi lagi dengan kertas koran lalu disasak menggunakan sasak bambu
yang telah disiapkan sebelumnya.
Pengolahan berikutnya adalah pengolahan simplisia. Pada pengolahan
simplisia ini, dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut:
1. Pengumpulan bahan: bagian tanaman cakar ayam yang akan dibuat simplisia
dikumpulkan. Bagian tanaman yang dikumpulkan berupa daun.
2. Sortasi basah: bagian tanaman yang akan dibuat simplisia dipisahkan dari zat-zat
pengotor dan bagian lain yang tidak diperlukan.
3. Pencucian: proses ini dilakukan untuk membersihkan bagian tanaman dari sisa-
sisa tanah dan kotoran yang melekat.
4. Pembersihan: proses ini dilakukan untuk memeriksa kembali kebersihan bagian
tanaman yang akan dibuat simplisia.
14
5. Perubahan bentuk: proses ini dilakukan dengan memotong bagian tanaman yang
akan dibuat simplisia. Pemotongan ini, atau disebut perajangan, dilakukan
dengan menyesuaikan tekstur dari bagian tanaman. Pada tanaman cakar ayam,
yang digunakan adalah daun, jadi daun tersebut dipotong-potong kecil.
6. Pengeringan: bagian tanaman yang telah dirajang dikeringkan dengan cara yang
sesuai. Bagian daun tanaman cakar ayam dikeringkan dengan cara di angin-
anginkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari.
7. Sortasi kering: proses ini dilakukan untuk memastikan bagian tanaman yang telah
selesai dijemur benar-benar terbebas dari zat pengotor.
8. Pengepakan dan penyimpanan: bagian tanaman yang telah menjadi simplisia
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang memenuhi syarat
penyimpanan. Simplisia tersebut kemudian dapat diolah sesuai keinginan, seperti
dibuat serbuk atau tetap dalam bentuk haksel. Pembuatan simplisia menjadi
serbuk ialah dengan cara memblender atau menumbuk simplisia tersebut,
kemudian mengayaknya hingga didapatkan serbuk yang benar-benar halus.
Sedangkan untuk haksel, tinggal diambil rajangan dari tanaman cakar ayam yang
sudah diolah sebelumnya.
3.2.3 Pemeriksaan Farmakognostik
3.2.3.1 Pemeriksaan Morfologi Tanaman
Pemeriksaan morfologi tanaman cakar ayam dengan cara dilihat langsung
pada herbarium tanaman. Kemudian diamati bentuk dan susunan dari akar, batang,
dan daun.
15
3.2.3.2 Pemeriksaan Anatomi Tanaman
Pemeriksaan anatomi tanaman cakar ayam dengan cara dibuat irisan
melintang dari akar, batang, dan daun. Kemudian diletakkan pada kaca objek, dan
diamati pada mikroskop elektrik.
3.2.3.3 Pemeriksaan Organoleptik Tanaman
Pemeriksaan Organoleptik tanaman cakar ayam dengan cara dilihat secara
langsung warnanya, dicium baunya, dan dicicipi rasanya dari bagian-bagian
tanaman tersebut serta karakteristiknya.
3.2.4 Pemeriksaan Reaksi Identifikasi Kimia
3.2.4.1 Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin
Reaksi identifikasi terhadap lignin dilakukan dengan cara serbuk diletakkan
pada objek glass dibasahi floroglusin, ditambah HCl 2 tetes, diamati pada mikroskop.
Akan terlihat dinding sel warna merah apabila terdapat lignin.
3.2.4.2 Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron
Reaksi identifikasi terhadap Pati dan aleuron dilakukan dengan cara serbuk
diletakkan pada objek glass ditambah larutan I2 0,1%. Diamati pada mikroskop,
terlihat pati berwarna biru dan aleuron berwarna kuning coklat sampai coklat.
3.2.4.3 Reaksi Identifikasi Terhadap Lendir
Reaksi identifikasi terhadap lendir dilakukan dengan cara serbuk ditambah
methanol dan metilen blue, warnanya akan menjadi merah jika mengandung lendir.
16
3.2.4.4 Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol
Reaksi identifikasi terhadap katekol dilakukan dengan dua cara. Pertama,
serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah FeCl3 menghasilkan
warna hijau jika mengandung katekol. Kedua, Serbuk dimasukkan kedalam tabung
reaksi kemudian ditambah aniline 10% dalam etanol 90%, disaring. Filtratnya
ditambah HCl menghasilkan warna merah intensif jika mengandung katekol.
3.2.4.5 Reaksi Identifikasi Terhadap Polifenol
Reaksi identifikasi terhadap polifenol dilakukan dengan dua cara. Pertama,
serbuk (1 gram) dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah H2O 1 ml,
dipanaskan, disaring, didinginkan ditambahkan FeCl3 menghasilkan warna hijau biru
jika mengandung polifenol. Kedua, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dengan ditambah H2SO4 10% ditambah formalin 10%, menghasilkan cincin merah
berwarna coklat ungu jika positif mengandung polifenol.
3.2.4.6 Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat
Reaksi identifikasi terhadap karbohidrat dilakukan dengan tiga cara.
Pertama, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah α-naftol
ditambah H2SO4 10%, menghasilkan cincin berwarna ungu. Kedua, serbuk
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah leff menghasilkan endapan
berwarna merah. Ketiga, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah
reagent Molisch, menghasilkan cincin warna ungu apabila mengandung karbohidrat.
17
3.2.4.7 Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid
Reaksi identifikasi terhadap alkaloid dilakukan dengan tiga cara. Pertama,
serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah NaOH, disaring, filtratnya
diambil kemudian ditambahkan Mayer, menghasilkan endapan. Kedua, serbuk
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah HCl 0,5 N, ditambah Mayer,
menghasilkan endapan putih. Ketiga, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambah HCl dan Bouchardat, menghasilkan endapan coklat jika positif
mengandung alkaloid.
3.2.4.8 Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin
Reaksi identifikasi terhadap tanin dilakukan dengan tiga cara. Pertama,
serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambah H2O kemudian dipanaskan lalu
disaring, diambil filtratnya kemudian ditambahkan NaCl atau HCl 2%, menghasilkan
endapan. Kedua, serbuk ditambah FeCl3 1 N, menghasilkan warna biru hitam.
Ketiga, serbuk ditambah H2SO4, menghasilkan endapan coklat kekuningan apabila
positif mengandung tanin.
3.2.4.9 Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrokinon
Reaksi identifikasi terhadap dioksiantrokinon dilakukan dengan tiga cara.
Cara pertama, serbuk ditambah KOH 10%, menghasilkan larutan berwarna merah.
Cara yang kedua, serbuk ditambahkan KOH 10% dan etanol, menghasilkan larutan
berwarna merah apabila positif mengandung dioksiantrokinon.
18
3.2.4.10 Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin
Reaksi identifikasi terhadap saponin dilakukan dengan cara serbuk pada
tabung reaksi ditambah H2O kemudian kocok kuat-kuat selama 30 detik, akan
menghasilkan buih setinggi ± 3 cm dari permukaan cairan apabila mengandung
saponin.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pemeriksaan Morfologi Tanaman
Pada pemeriksaan morfologi dari Daun Cakar Ayam, didapatkan batang
berbentuk bulat, liat, percabangan menggarpu atau membentuk kipas tanpa
pertumbuhan sekunder dan berwarna hijau. Daun berupa tunggal, berhadapan,
bersusun berbaris sepanjang batang bentuk jarum dengan panjang 1-2 mm dan
berwarna hijau. Tumbuhan ini mempunyai sporangium yang tereduksi, terdapat di
ketiak daun, berwarna putih kehijauan sedangkan serabutnya muncul dari batang
seperti akar lekat dan berwarna coklat. Rumput Kipas mempunyai habitus terna,
merayap, sedikit tegak. Batang bulat, liat, bercabang-cabang menggarpu, tanpa
pertumbuhan sekunder dan putih kecoklatan. Daun tunggal, tersusun dalam garis
sepanjang batang, berhadapan, panjang 1-2 mm, halus dan hijau. Spora berupa
sporangium tereduksi diketiak daun dan berwarna putih. Akar serabut, muncul dari
batang yang berdaun dan berwarna coklat kehitaman (Hutapea, 1994).
4.1.2 Pemeriksaan Anatomi Tanaman
Irisan melintang dan membujur pada daun Cakar Ayam dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
1
2
G
Gambar 4.1 Gambar Irisan Membujur Daun Cakar Ayam Keterangan :
1. Epidermis
2. Stomata
Gambar 4.2 Gambar Irisan Melintang Daun Cakar Ayam
Keterangan :
1. Epidermis
2. Stomata
Irisan melintang dan membujur pada batang Cakar Ayam terlihat jelas dan
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
1
2
22
20
Gambar Gambar 4.3 Gambar Irisan Membujur Batang Cakar Ayam
Keterangan :
1. Xilem
2. Floem
Gambar 4.4 Gambar Irisan Melintang Batang Cakar Ayam
Keterangan :
1. Xilem
2. Floem
4.1.3 Pemeriksaan Organoleptik Tanaman
4.1.3.1 Uji Bau
Pemeriksaan organoleptis dari tanaman Cakar Ayam tidak terdapat bau
yang menandakan ciri tanaman.
4.1.3.2 Uji Rasa
Pemeriksaan organoleptis dari tanaman Cakar Ayam, untuk uji rasa, pada
daun, akar dan batang, mula-mula saat dikunyah terasa hambar, lama kelamaan
menjadi manis.
4.1.3.3 Uji Warna
1
2
Pemeriksaan organoleptis dari tanaman Cakar Ayam, untuk uji warna,
warna daun hijau, batang coklat kehijau-hijauan dan akar berwarna coklat muda.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis tanaman Cakar Ayam
Uji Hasil Pengamatan
WarnaDaun Cakar Ayam memiliki warna hijau dengan batang berwarna
coklat kehijauan dan akar berwarna coklat muda.
BauPada pengujian organoleptik terutama uji bau tidak terdapat bau yang
khas.
RasaUntuk pengujian rasa batang dan akar Cakar Ayam memiliki rasa
hambar.untuk rasa daun rasanya agak manis.
4.1.4 Reaksi Identifikasi Kimia
4.1.4.1 Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin
Serbuk daun Cakar ayam dibasahi floroglusin ditambah HCl sebanyak 2
tetes diatas objek glass kemudian diamati menghasilkan banyak dinding sel berwarna
hijau. Hasilnya adalah negatif, hal ini menunjukkan bahwa tanaman ini tidak
mengandung lignin.
4.1.4.2 Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron
Serbuk daun Cakar Ayam ditambah I2 0,1 N kemudian diamati secara
mikroskopis, ditemukan warna hijau sehingga kesimpulannya tanaman cakar ayam
tidak mengandung pati dan mengandung aleuron.
Gambar 4.4.1
4.1.4.3 Reaksi Identifikasi Terhadap Lendir
Serbuk daun Cakar Ayam ditambah metanol lalu ditambah metilen blue,
menghasilkan larutan berwarna hijau. Berarti hasil negatif, seharusnya apabila
mengandung lendir pada larutan tersebut akan menghasilkan warna merah.
Gambar 4.4.2
4.1.4.4 Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol
Serbuk daun Cakar Ayam ditambah vanilin 10 % dan HCl menghasilkan
larutan berwarna hijau. Berarti hasil tersebut negatif karena bila mengandung katekol
akan menghasulkan larutan berwarna merah intensif.
Gambar 4.4.3
4.1.4.5 Reaksi Identifikasi Terhadap Polifenol
Serbuk daun Cakar Ayam ditambah H2O lalu dipanaskan kemudian
disaring, setelah dingin lalu tambahkan FeCl3 menghasilkan larutan hijau, hasil
positif. Berarti tanaman Cakar Ayam mengandung polifenol.
Gambar 4.4.4
4.1.4.6 Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat
Serbuk daun Cakar Ayam ditambah Fehling A dan Fehling B, kemudian
ditambah reagen Benedict, setelah itu dipanaskan. Bila terbentuk endapan merah
bata, maka memberikan hasil positif. Tetapi pada Cakar Ayam tidak terbentuk
endapan sehingga Cakar Ayam tidak mengandung karbohidrat.
Gambar 4.4.5
4.1.4.7 Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid
Serbuk daun Cakar Ayam ditambah HCl 0,5 N ditambah Mayer tidak
menghasilkan endapan putih, berarti cakar ayam tidak mengandung alkaloid. Pada
percobaan yang kedua, serbuk daun ditambah HCl 0,5 N dan Dragendorf akan
menghasilkan endapan jingga. Tetapi Cakar Ayam tidak menghasilkan endapan
jingga, berarti Cakar Ayam tidak mengandung alkaloid.
Gambar 4.4.6.1 Gambar 4.4.6.2
4.1.4.8 Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin
Serbuk daun Cakar Ayam ditambah dengan H2O lalu dipanaskan kemudian
saring, ambil filtrat nya ditambah NaCl atau HCl 80 % tidak terdapat endapan, hasil
negatif. Serbuk ditambahkan FeCl3 menghasilkan larutan hijau, hasil negatif. Apabila
mengandung tanin larutan berwarna biru hitam. Serbuk ditambah H2SO4 kemudian
menghasilkan endapan coklat kekuningan, berarti Cakar Ayam mengandung tanin.
Serbuk ditambah Besi (III) amonium sulfat menghasilkan warna hijau, hasil negatif.
Apabila mengandung tanin akan berwarna hijau biru atau biru.
Gambar 4.4.7.1 Gambar 4.4.7.2
Gambar 4.4.7.3 Gambar 4.4.7.4
4.1.4.9 Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrokinon
Serbuk daun Cakar Ayam ditambah KOH 10 % menghasilkan larutan
warna hijau, hasil negatif. Seharusnya apabila positif mengandung dioksiantrokinon
maka larutan berwarna merah.
4.1.4.10 Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin
Serbuk Daun Cakar Ayam ditambah H2O dalam tabung reaksi lalu tutup
dan kocok kuat-kuat selama 30 menit, kemudian biarkan tabung dalam posisi tegak
ternyata menghasilkan buih, sehingga disimpulkan hasil positif terhadap saponin.
Gambar 4.4.8
Tabel 4.2 Hasil Identifikasi tanaman Cakar Ayam
No Uji Reaksi Hasil Keterangan Kesimpulan
1 Lignin Sampel + florglusin + (-) dinding sel Tidak
R
HCl 2 tetes, mikroskop →
dinding sel warna merahwarna hijau
mengandung
lignin
2Pati dan
Aleuron
Sampel + I2 1 N →
kuning kecoklatan
(aleuron), biru (pati)(-) Warna hijau
Tidak
mengandung
pati dan
aleuron
3 LendirS + Methanol + Metilen
Blue → larutan merah(-) warna hijau
tidak
mengandung
lendir
4 KatekolSampel + FeCl3 → larutan
hijau(-) warna hijau
Tidak
mengandung
katekol
5 Polifenol
S + H2O Panaskan saring,
dinginkan + FeCl3 →
larutan hijau
(+) warna hijauterdapat
polifenol
6Karbo-
hidrat
S + α-naftol + H2SO4 10
% → cincin ungu(-)
Tidak
terbentuk
cincin ungu,
Tidak
mengandung
karbohidrat
7 Alkaloid
S + HCl 0,5 N + pereaksi
Mayer → endapan putih (-)
Warna ungu
tidak ada
endapan
tidak
mengandung
alkaloid
8 Tanin
a. S + H2O Panaskan saring,
filtrat + HCl 0,5 N →
endapan
b. S + FeCl3 1 N → biru
kehitaman
(-)
(-)
kuning, tak
ada endapan
warna coklat
tidak
mengandung
tanin
tidak
mengandung
tanin
c. S + H2SO4 → endapan
coklat kekuningan (-) warna keruh
tidak
mengandung
tanin
9Dioksiantr
akinonS + KOH 10 % → merah
(-)warna hijau
Tidak
mengandung
dioksiantraki
non
10 Saponin
sampel + H2O,
kocok → buih bertahan
lama
(+) ada buihmengandung
saponin
4.2 Pembahasan
Pada praktikum Farmakognosi I ini, dilakukan pengambilan sampel di
daerah Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kota Kandangan
Kalimantan Selatan. Sampel tanaman yang akan diamati adalah Daun Cakar Ayam
yang penamaan masih berasal dari daerah tersebut. Untuk klasifikasi tanaman,
morfologi tanaman, kandungan kimia, kegunaan dan nama daerah dari tanaman ini
sudah bisa ditemukan literatur yang memberikan penjelasan secara lengkap mengenai
tanaman Daun Cakar Ayam ini.
Tahapan pertama pada praktikum kali ini yaitu melakukan pengambilan
sampel tanaman. Caranya yaitu dengan pemetikan secara langsung dari tanaman
tersebut. Kemudian membuat herbariumnya. Dalam pengambilan tanaman, maka
dilakukan pengambilan berlebih pada bagian tanaman yang akan diteliti kandungan
kimianya. Untuk cara pengambilan tanaman dilakukan secara hati-hati dengan
mengambil bagian yang berkhasiat saja untuk dibuat serbuk dan haksel. Sedangkan
untuk pembuatan herbarium kering dan basah diambil tanaman yang agak kecil dan
dicabut dari akar dengan tidak merusak bagian tanaman yang lain. Hal ini bertujuan
untuk tidak merusak ekosistem dari tanaman daerah tersebut dan menjaga kelestarian
dari tanaman tersebut. Tahapan selanjutnya yaitu pengujian laboratorium. Pengujian
pertama adalah pemeriksaan farmakognostik yang meliputi morfologi, anatomi, dan
organoleptik tanaman.
Dari pemeriksaan didapatkan morfologi tanaman, diketahui bahwa bentuk
batang berbentuk bulat, liat, percabangan menggarpu atau membentuk kipas tanpa
pertumbuhan sekunder dan berwarna hijau. Daun berupa tunggal, berhadapan,
bersusun berbaris sepanjang batang bentuk jarum dengan panjang 1-2 mm dan
berwarna hijau. Akar serabut, muncul dari batang yang berdaun dan berwarna coklat
kehitaman. Hal ini merupakan bagian dari karakteristik tanaman Cakar Ayam.
Pada pemeriksaan anatomi tanaman Cakar Ayam, pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan Mikroskop Elektrik. Pemeriksaan anatomi dilakukan pada
irisan melintang dan membujur akar, batang, dan daun. Pada anatomi daun, bagian
daun yang terlihat adalah, epidermis, endodermis, jaringan tiang dan stomata. Pada
bagian batang, bagian yang terlihat adalah epidermis, jaringan tiang, floem serta
xilem, sedangkan pada akar, bagian yang terlihat adalah epidermis, xilem dan floem,
dan sitoplasma. Saat dilakukan pengamatan bagian-bagian tanaman Cakar Ayam
melalui Mikroskop Elektrik, hanya beberapa bagian anatomi tumbuhan saja yang
dapat dilihat. Hal ini mungkin disebabkan karena pengolahan preparat yang belum
30
sempurna serta alat yang kurang tepat untuk pemeriksaan yang lebih lengkap dan
tepat.
Pemeriksaan organoleptis dari Daun Cakar Ayam tidak terdapat bau yang
menandakan ciri tanaman. Pada uji rasa, pada mula-mula saat dikunyah terasa
hambar, lama kelamaan menjadi manis. Pada uji warna, warna daun hijau, batang
coklat kehijau-hijauan dan akar berwarna coklat muda.
Pada identifikasi kimia dari Daun Cakar Ayam, hasil positif ditunjukkan
pada uji tanin dengan adanya endapan coklat kekuningan, polifenol dengan adanya
larutan berwarna hijau dan uji saponin dengan adanya busa putih pada tanaman saat
dikocok dengan penambahan air. Hasil negatif ditunjukkan pada uji lignin dengan
adanya dinding sel berwarna hijau yang seharusnya berwarna merah. Uji terhadap
pati dan aleuron, yang membentuk larutan berwarna hijau yang seharusnya berwarna
biru atau kuning kecoklatan. Uji lendir dengan tidak menghasilkan larutan berwarna
merah, uji katekol dengan tidak menghasilkan larutan berwarna merah intensif, uji
karbohidrat dengan tidak menghasilkan endapan merah bata, uji alkaloid dengan
tidak menghasilkan endapan putih dan endapan jingga dan uji dioksiantrakinon
dengan adanya larutan berwarna hijau yang seharusnya larutan berwarna merah.
Uji tanin, pada saat dilakukan penambahan air dengan dipanaskan dan
filtrat ditambahkan HCl, tidak terbentuk endapan, pada saat serbuk ditambahkan
FeCl3 terbentuk larutan hijau dan dengan besi (III) amonium sulfat terbentuk larutan
hijau yang seharusnya berwarna hijau biru ataupun biru. Sedangkan untuk uji steroid
tidak dilakukan untuk pengujian kandungan kimia tanaman ini. Sehingga pada
tanaman Daun Cakar Ayam, positif mengandung tanin, polifenol dan saponin.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pengujian yang dilakukan terhadap Cakar Ayam
(Selaginella Doederleinii) dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Pemeriksaan Farmakognostik dilakukan pemeriksaan dari segi morfologi,
anatomi dan organoleptik tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii).
2. Bagian dari tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii) yang digunakan
sebagai obat adalah daun, daun Cakar Ayam berwarna hijau dan rasanya
hambar.
32
3. Pemeriksaan morfologi dari tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii)
yaitu tanaman berdaun tunggal, berhadapan, bersusun berbaris sepanjang batang
bentuk jarum dengan panjang 1-2 mm dan berwarna hijau. Bentuk Akar serabut,
muncul dari batang yang berdaun dan berwarna coklat kehitaman. Batang
berbentuk liat dan bulat.
4. Tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii) mengandung senyawa kimia
yaitu tanin, polifenol dan saponin.
5. Tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii) berkhasiat sebagai obat asma.
5.2 Saran
Agar menyediakan keluasaan pada praktikan untuk memeriksakan sampel di
laboratorium serta waktu pengambilan sampel lebih lama lagi, untuk mendapatkan
jenis tanaman yang lebih bervariasi lagi.