Laporan farmakognosi

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat asli Indonesia adalah obat-obat yang diperoleh langsung dari bahan-bahan alam yang terdapat di Indonesia, diolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan penggunaannya dalam pengobatan tradisional (Dalil ini sesuai dengan ketetapan yang tercantum dalam Undang- Undang tentang Farmasi tahun 1963 pasal 2 ayat c). Obat asli Indonesia hendaknya dipergunakan sebagai penyempurna usaha pengobatan dan mencakupi kebutuhan rakyat dalam logistik kesehatan. Penelitian (obat-obat asli Indonesia) terhadap hasil karya nenek moyang kita (babad, lontar, tambo) dalam hubungannya dengan latar belakang perkembangan ilmu pengobatan dan kebudayaan pada masa itu. Penggunaan obat–obatan tradisional yang berasal dari alam untuk mengobati berbagai macam penyakit bukan merupakan hal baru lagi dalam keseharian masyarakat di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman. Indonesia, yang sejak dulu terkenal dengan keterlimpahan sumber daya hayati dan biodiversitasnya, menyediakan berbagai macam sumber daya berupa tanaman obat tradisional dengan jumlah yang melimpah dan beragam jenisnya di masing – masing daerah.

description

Laporan Farmakognosi

Transcript of Laporan farmakognosi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat asli Indonesia adalah obat-obat yang diperoleh langsung dari bahan-

bahan alam yang terdapat di Indonesia, diolah secara sederhana atas dasar

pengalaman dan penggunaannya dalam pengobatan tradisional (Dalil ini sesuai

dengan ketetapan yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Farmasi tahun

1963 pasal 2 ayat c). Obat asli Indonesia hendaknya dipergunakan sebagai

penyempurna usaha pengobatan dan mencakupi kebutuhan rakyat dalam logistik

kesehatan. Penelitian (obat-obat asli Indonesia) terhadap hasil karya nenek moyang

kita (babad, lontar, tambo) dalam hubungannya dengan latar belakang perkembangan

ilmu pengobatan dan kebudayaan pada masa itu.

Penggunaan obat–obatan tradisional yang berasal dari alam untuk

mengobati berbagai macam penyakit bukan merupakan hal baru lagi dalam

keseharian masyarakat di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah

pedalaman. Indonesia, yang sejak dulu terkenal dengan keterlimpahan sumber daya

hayati dan biodiversitasnya, menyediakan berbagai macam sumber daya berupa

tanaman obat tradisional dengan jumlah yang melimpah dan beragam jenisnya di

masing – masing daerah. Pengolahan obat tradisional pun masih sangat sederhana

terutama di daerah yang dekat dengan area hutan. Sehingga pada laporan ini akan

dibahas mengenai salah satu tanaman yang dianggap oleh masyarakat daerah

setempat berkhasiat sebagai obat asma yaitu Cakar Ayam.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini secara umum adalah melakukan pemeriksaan

farmakognostik dan mendapatkan datanya serta melakukan identifikasi kimia Cakar

Ayam asal Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kota Kandangan

Kalimantan Selatan.

1

1.3 Maksud Percobaan

Manfaat dari percobaan ini ialah dapat mengetahui morfologi, anatomi, dan

organoleptik dari tanaman Cakar Ayam serta untuk mengetahui senyawa kimia yang

terkandung pada tanaman Cakar Ayam.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tanaman Cakar Ayam adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Pteridophyta

Class : Lycopodiinae

Ordo : Selaginellales

Family : Selaginellaceae

Genus : Selaginella

Spesies : Selaginella Tamariscina

(Hutapea, 1994)

2.1.2 Morfologi Tanaman

Gambar 2.1 Gambar 2.2

Morfologi tanaman berdasarkan literatur adalah tumbuhan ini termasuk

divisi Pteridophyta yaitu paku-pakuan. Batang berbentuk bulat, liat, percabangan

3

menggarpu atau membentuk kipas tanpa pertumbuhan sekunder dan berwarna hijau.

Daun berupa tunggal, berhadapan, bersusun berbaris sepanjang batang bentuk jarum

dengan panjang 1-2 mm dan berwarna hijau. Tumbuhan ini mempunyai sporangium

yang tereduksi, terdapat di ketiak daun, berwarna putih kehijauan sedangkan

serabutnya muncul dari batang seperti akar lekat dan berwarna coklat. Rumput Kipas

mempunyai habitus terna, merayap, sedikit tegak. Batang bulat, liat, bercabang-

cabang menggarpu, tanpa pertumbuhan sekunder dan putih kecoklatan. Daun

tunggal, tersusun dalam garis sepanjang batang, berhadapan, panjang 1-2 mm, halus

dan hijau. Spora berupa sporangium tereduksi diketiak daun dan berwarna putih.

Akar serabut, muncul dari batang yang berdaun dan berwarna coklat kehitaman

(Hutapea, 1994).

2.1.3 Kandungan Kimia

Tanaman Selaginella Tamariscina dilaporkan mengandung saponin dan

glikosida (tanaman inventaris obat indonesia). Ekstrak butanolik Selaginella

Tamariscina dilaporkan mengandung 3β kolesterol, lutein dan empat komponen

flavonoid yaitu Amentoflavone, Cryptomerin B, Isocryptomerin dan Hinokifalvon

(Shin, 1994). Selaginella Tamariscina juga dilaporkan mengandung flavonoid 2′,8″

biapigenin (Rhan-Woo, 2006) dan (7S, 8R)-7, 8-dihydro-7-(4-hydroxy-3,5-

dimethoxyphenyl)-8-hydroxymethyl-[1'-( 7'-hydroxyethyl)-5' methoxyl] benzofuran-

4-O-beta-D-glucopyranoside (tamariscinoside C), D-mannitol, tyrosine, asam sikimat

(Zheng, 2004).

4

2.1.4 Kegunaan

Tanaman ini berkhasiat untuk menghilangkan panas dan lembab,

melancarkan aliran darah, antitoksik, antineoplasma, penghenti pendarahan

(hemostatis) dan menghilangkan bengkak. Selain itu Selaginella doederleinii Hieron.

juga berkhasiat untuk mengatasi batuk, infeksi saluran nafas, radang paru, hepatitis,

diare, keputihan, tulang patah, pendarahan dan kanker (Dalimarta, 1999).

2.1.5 Nama Daerah

Tanaman S. doederleinii Hieron. di Indonesia mempunyai beberapa nama

daerah, yaitu Rumput solo, Cemara kipas Gunung (Dalimartha, 1999).

2.2 Reaksi Indentifikasi kimia

2.2.1 Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin

Lignin merupakan bahan penguat yang terdapat bersama-sama dengan

selulosa di dalam dinding sel tumbuhan. Secara kimia, lignin sebenarnya merupakan

polimer yang terdiri atas beberapa jenis satuan fenilpropana yang berlainan. Semua

lignin mengandung satuan jenis koniferil alkohol (Anonim4, 2008).

Lignin adalah polimer yang terdiri dari unit fenilpropana. Penyelidikan

lignin didasarkan pada isolasi ligninnya. Selanjutnya diidentifikasi produk reaksi

dengan tehnik kromatografi dan spekstroskopi. Fenilpropana adalah unit dasar dari

lignin sudah diketahui sejak lama, tetapi sulit diterima bahwa ada gugus aromatik.

Adanya gugus aromatik dibuktikan oleh Lange pada tahun 1954 dengan spektroskopi

ultraviolet (Anonim4, 2008).

5

Lignin dapat diidentifikasi dengan cara: dibasahi lisan atau serbuk dengan

larutan floroglusin P, memeriksa dalam asam klorida P. Mengamati pada Mikroskop

Elektrik, dinding sel yang berlignin akan berwarna merah (Anonim1, 1979).

2.2.2 Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron

Pati atau amilum merupakan karbohidrat yang kompleks yang tidak larut

dalam air berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan

utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (hasil

fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat yaitu

amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa

menyebabkan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa

memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi

(4).

Gambar 3. Struktur pati ().

G

Gambar 3. Struktur Pati

Pada bahan yang diperiksa di atas kaca objek, tambahkan iodium 0,1 I2 N

sebanyak 3 tetes. Jika mengandung pati maka akan tampak hasil berwarna biru dan

aleuron akan berwarna kuning coklat sampai coklat. Pemeriksaan warna dilakukan

dibawah mikroskop (1) (Anonim2, 1989).

6

2.2.3 Reaksi Identifikasi Terhadap Lendir

Bahan kering atau serbuk yang diperiksa di atas kaca objek, ditambahkan

beberapa tetes larutan merah ruthenium P, ditutup dengan kaca penutup, dibiarkan

selama 15 menit, lendir dan pektin berwarna merah intensif. Pembedaan yang jelas

dapat dilihat pada saat sebelum diperiksa bahan dicuci lebih dahulu dengan larutan

timbal (II) asetat P 9,5% (Anonim2, 1989).

2.2.4 Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol

Bahan atau serbuk yang diletakkan di atas kaca objek, ditambahkan larutan

vanillin P 10% b/v dalam etanol (90%) P, kemudian dalam asam klorida P, bagian

yang mengandung turunan katekol berwarna merah intensif (Anonim2, 1989).

2.2.5 Reaksi Identifikasi Terhadap Polifenol

Fenol digunakan sebagai antiseptikum karena mempunyai sifat

mengkoagulasikan protein. Fenol juga dapat mengikis jaringan sebanyak 5 % melalui

keaktifan fisiologisnya, dan dapat mengakibatkan kulit melepuh. Fenol dapat

diidentifikasi dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Hasil mikrosublimasi, dilakukan dengan menambahkan larutan fosfomolibdat

asam sulfat P, terjadi warna biru.

2. Hasil mikrosublimasi, dilakukan dengan menambahkan larutan asam diazon

benzensulfonat P, terjadi warna jingga sampai merah (Robinson, 1995).

2.2.6 Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat

Serbuk ditambahkan dengan pereaksi fehling dan benedict, kemudian

dipanaskan. Bila terbentuk endapan merah bata maka menunjukkan karbohidrat

positif (Anonim2, 1989).

7

2.2.7 Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid

Semua jenis alkaloid mengandung nitrogen yang sering kali terdapat dalam

cincin heterosiklik. Sebagian besar alkaloid bersifat basa. Berbagai perkiraan

menyatakan bahwa persentase jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid terletak

dalam rentang 15-30% (Robinson, 1995).

Metode untuk identifikasi alkaloid adalah dengan sebanyak dua gram

serbuk bahan dilembabkan dalam amnonia 25%, lalu digerus dalam mortir, kemudian

ditambah 20 ml kloroform dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan difiltrat

yang digunakan untuk percobaan (larutan A). Larutan A diteteskan pada kertas saring

dan kemudian diberi pereaksi dragendorff. Warna jingga yang timbul pada kertas

saring menunjukkan alkaloid positif (Anonim1, 1979).

2.2.8 Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin

Sebanyak masing-masing lima ml larutan filtrat dimasukkan ke dalam dua

tabung reaksi. Tabung pertama ditambah dengan larutan besi klorida 1% akan

menunjukkan warna biru kehitaman bila bahan mengandung tanin. Tabung kedua

ditambah dengan larutan glatin akan menunjukkan warna coklat kekuningan bila

bahan mengandung tanin. Perbedaan tanin kahekat dan tanin galat dapat dilihat, saat

larutan filtrat ditambah dengan pereaksi Steasny L formaldehid 3%-asam klorida

(2:1) dan dipanaskan dalam panas air 90oC. Terbentuknya filtrat dipisahkan dan

dijenuhkan dengan natrium asetat. Pada penambahan larutan besi (III) klorida 1%

akan terbentuk warna biru tinta atau hitam menunjukkan adanya tanin galat

(Anonim1, 1979).

8

Tanin adalah suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi fenolik

polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu

sifat yang dikenal sebagai astringensi (Robinson, 1995).

Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap

terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang

membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-

karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan

4-6 atau 6-8. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin karena bila

direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung terputus

dan dibebaskanlah monomer antosianidin (Robinson, 1995).

2.2.9 Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrokinon

Larutan ekstrak sebanyak 2 ml dipanaskan dengan 5 ml H2SO4 selama 1

menit. Setelah dingin dikocok dengan 10 ml bensen. Warna kuning pada lapisan

bensen menunjukkan adanya senyawa antrakuinon. Identifikasi dapat diperjelas

dengan menambahkan larutan natrium hidroksida 2 N, akan terjadi warna merah

pada lapisan air (Anonim2, 1989).

2.2.10 Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin

Asal kata saponin berasal dari sifatnya yang menyerupai sabun (bahasa latin

sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang

menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering

menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin

sangat beracun untuk ikan. Beberapa saponin juga bekerja sebagai antimikroba

(Robinson, 1995).

9

Identifikasi saponin dengan menggunakan sebanyak 10 mL larutan filtrat

dalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 detik, kemudian didihkan selama 10

menit (Anonim1, 1979).

10

BAB III

METODE PENGERJAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :

1. Ayakan

2. Blender

3. Botol air mineral

4. Bunsen

5. Cutter

6. Corong gelas

7. Kaca objek

8. Kantong plastik

9. Kapas

10. Kardus

11. Karton

12. Kertas label

13. Kertas koran

14. Kertas saring

15. Korek api

16. Lakban

17. Lampu spiritus

11

18. Mikroskop elektrik

19. Parang

20. Plastik sampul

21. Plester

22. Penjepit kayu

23. Pipet tetes

24. Pisau silet

25. Polybag

26. Pot kecil

27. Sasak

28. Tabung reaksi

29. Tali rafia

3.1.2. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :

1. Akuades

2. Floroglusin

3. Herbarium basah dari daun cakar ayam.

4. Irisan melintang akar, batang, dan daun dari cakar ayam dan Serbuk dari daun

cakar ayam.

5. Larutan HCl 0,5 N; 2%.

6. Larutan I2 0,1%

7. Larutan KOH 1%

8. Larutan FeCl3 1 N

12

9. Larutan H2SO4 10%

10. Larutan NaCl

11. Larutan Mayer

12. Larutan α-naftol

13. Larutan Metilen blue

14. Metanol

3.2. Cara Kerja

3.2.1 Pengambilan Bahan

Sebelum dilakukan pengambilan bahan, dibuat sasak dari bambu yang

berukuran 50x50 cm terlebih dahulu lalu diikat dengan kawat per bambu tersebut.

Setelah sasak siap, maka dilakukan pengambilan tanaman ke dalam hutan. Tanaman

yang akan diambil ditentukan dan hanya bagian yang dianggap berkhasiat. Dari

tanaman cakar ayam akan dibuat herbarium basah dan kering, sehingga pengambilan

tanaman dilakukan dengan mengambil tanaman utuh dari akar dengan hati-hati.

3.2.2 Pengolahan Bahan

Pengolahan bahan yang pertama kali dilakukan yaitu simplisia dicuci agar

bersih dari kotoran. Kemudian dipotong-potong kecil. Karena simplisia yang

digunakan berupa daun maka pengeringannya dengan cara diangin-anginkan. Setelah

simplisia kering, dilakukan pemisahan dari partikel asing seperti kotoran. Kemudian

haksel yang telah diperoleh sebagian dihaluskan sehingga diperoleh serbuk dalam

bentuk halus. Kemudian haksel dan serbuk dimasukkan ke dalam pot terpisah. Untuk

tanaman yang masih dalam bentuk utuh, dibuat menjadi herbarium kering yaitu

13

dengan cara ditempelkan pada kertas karton, dan diberi etiket. Selanjutnya dibuat

herbarium basah.

Pada pengolahan herbarium basah, tanaman cakar ayam (mulai dari akar,

batang dan daun) dimasukkan ke dalam botol air mineral berukuran 1,5 liter yang

berisi formalin 10%. Diusahakan agar seluruh bagian tanaman yang dimasukkan

tersebut terendam sempurna dalam formalin. Setelah itu, botol tersebut ditutup rapat

dengan plester agar tanaman terisolasi sempurna. Sedangkan pada pengolahan

herbarium kering, disiapkan perwakilan bagian-bagian tanaman cakar ayam untuk

diolesi formalin. Kemudian, bagian-bagian tanaman tersebut diletakkan dan ditempel

di atas kertas koran. Setelah itu, tanaman yang telah ditempel di atas kertas koran

tersebut dilapisi lagi dengan kertas koran lalu disasak menggunakan sasak bambu

yang telah disiapkan sebelumnya.

Pengolahan berikutnya adalah pengolahan simplisia. Pada pengolahan

simplisia ini, dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut:

1. Pengumpulan bahan: bagian tanaman cakar ayam yang akan dibuat simplisia

dikumpulkan. Bagian tanaman yang dikumpulkan berupa daun.

2. Sortasi basah: bagian tanaman yang akan dibuat simplisia dipisahkan dari zat-zat

pengotor dan bagian lain yang tidak diperlukan.

3. Pencucian: proses ini dilakukan untuk membersihkan bagian tanaman dari sisa-

sisa tanah dan kotoran yang melekat.

4. Pembersihan: proses ini dilakukan untuk memeriksa kembali kebersihan bagian

tanaman yang akan dibuat simplisia.

14

5. Perubahan bentuk: proses ini dilakukan dengan memotong bagian tanaman yang

akan dibuat simplisia. Pemotongan ini, atau disebut perajangan, dilakukan

dengan menyesuaikan tekstur dari bagian tanaman. Pada tanaman cakar ayam,

yang digunakan adalah daun, jadi daun tersebut dipotong-potong kecil.

6. Pengeringan: bagian tanaman yang telah dirajang dikeringkan dengan cara yang

sesuai. Bagian daun tanaman cakar ayam dikeringkan dengan cara di angin-

anginkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari.

7. Sortasi kering: proses ini dilakukan untuk memastikan bagian tanaman yang telah

selesai dijemur benar-benar terbebas dari zat pengotor.

8. Pengepakan dan penyimpanan: bagian tanaman yang telah menjadi simplisia

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang memenuhi syarat

penyimpanan. Simplisia tersebut kemudian dapat diolah sesuai keinginan, seperti

dibuat serbuk atau tetap dalam bentuk haksel. Pembuatan simplisia menjadi

serbuk ialah dengan cara memblender atau menumbuk simplisia tersebut,

kemudian mengayaknya hingga didapatkan serbuk yang benar-benar halus.

Sedangkan untuk haksel, tinggal diambil rajangan dari tanaman cakar ayam yang

sudah diolah sebelumnya.

3.2.3 Pemeriksaan Farmakognostik

3.2.3.1 Pemeriksaan Morfologi Tanaman

Pemeriksaan morfologi tanaman cakar ayam dengan cara dilihat langsung

pada herbarium tanaman. Kemudian diamati bentuk dan susunan dari akar, batang,

dan daun.

15

3.2.3.2 Pemeriksaan Anatomi Tanaman

Pemeriksaan anatomi tanaman cakar ayam dengan cara dibuat irisan

melintang dari akar, batang, dan daun. Kemudian diletakkan pada kaca objek, dan

diamati pada mikroskop elektrik.

3.2.3.3 Pemeriksaan Organoleptik Tanaman

Pemeriksaan Organoleptik tanaman cakar ayam dengan cara dilihat secara

langsung warnanya, dicium baunya, dan dicicipi rasanya dari bagian-bagian

tanaman tersebut serta karakteristiknya.

3.2.4 Pemeriksaan Reaksi Identifikasi Kimia

3.2.4.1 Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin

Reaksi identifikasi terhadap lignin dilakukan dengan cara serbuk diletakkan

pada objek glass dibasahi floroglusin, ditambah HCl 2 tetes, diamati pada mikroskop.

Akan terlihat dinding sel warna merah apabila terdapat lignin.

3.2.4.2 Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron

Reaksi identifikasi terhadap Pati dan aleuron dilakukan dengan cara serbuk

diletakkan pada objek glass ditambah larutan I2 0,1%. Diamati pada mikroskop,

terlihat pati berwarna biru dan aleuron berwarna kuning coklat sampai coklat.

3.2.4.3 Reaksi Identifikasi Terhadap Lendir

Reaksi identifikasi terhadap lendir dilakukan dengan cara serbuk ditambah

methanol dan metilen blue, warnanya akan menjadi merah jika mengandung lendir.

16

3.2.4.4 Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol

Reaksi identifikasi terhadap katekol dilakukan dengan dua cara. Pertama,

serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah FeCl3 menghasilkan

warna hijau jika mengandung katekol. Kedua, Serbuk dimasukkan kedalam tabung

reaksi kemudian ditambah aniline 10% dalam etanol 90%, disaring. Filtratnya

ditambah HCl menghasilkan warna merah intensif jika mengandung katekol.

3.2.4.5 Reaksi Identifikasi Terhadap Polifenol

Reaksi identifikasi terhadap polifenol dilakukan dengan dua cara. Pertama,

serbuk (1 gram) dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah H2O 1 ml,

dipanaskan, disaring, didinginkan ditambahkan FeCl3 menghasilkan warna hijau biru

jika mengandung polifenol. Kedua, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi

dengan ditambah H2SO4 10% ditambah formalin 10%, menghasilkan cincin merah

berwarna coklat ungu jika positif mengandung polifenol.

3.2.4.6 Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat

Reaksi identifikasi terhadap karbohidrat dilakukan dengan tiga cara.

Pertama, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah α-naftol

ditambah H2SO4 10%, menghasilkan cincin berwarna ungu. Kedua, serbuk

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah leff menghasilkan endapan

berwarna merah. Ketiga, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah

reagent Molisch, menghasilkan cincin warna ungu apabila mengandung karbohidrat.

17

3.2.4.7 Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid

Reaksi identifikasi terhadap alkaloid dilakukan dengan tiga cara. Pertama,

serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah NaOH, disaring, filtratnya

diambil kemudian ditambahkan Mayer, menghasilkan endapan. Kedua, serbuk

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah HCl 0,5 N, ditambah Mayer,

menghasilkan endapan putih. Ketiga, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambah HCl dan Bouchardat, menghasilkan endapan coklat jika positif

mengandung alkaloid.

3.2.4.8 Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin

Reaksi identifikasi terhadap tanin dilakukan dengan tiga cara. Pertama,

serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambah H2O kemudian dipanaskan lalu

disaring, diambil filtratnya kemudian ditambahkan NaCl atau HCl 2%, menghasilkan

endapan. Kedua, serbuk ditambah FeCl3 1 N, menghasilkan warna biru hitam.

Ketiga, serbuk ditambah H2SO4, menghasilkan endapan coklat kekuningan apabila

positif mengandung tanin.

3.2.4.9 Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrokinon

Reaksi identifikasi terhadap dioksiantrokinon dilakukan dengan tiga cara.

Cara pertama, serbuk ditambah KOH 10%, menghasilkan larutan berwarna merah.

Cara yang kedua, serbuk ditambahkan KOH 10% dan etanol, menghasilkan larutan

berwarna merah apabila positif mengandung dioksiantrokinon.

18

3.2.4.10 Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin

Reaksi identifikasi terhadap saponin dilakukan dengan cara serbuk pada

tabung reaksi ditambah H2O kemudian kocok kuat-kuat selama 30 detik, akan

menghasilkan buih setinggi ± 3 cm dari permukaan cairan apabila mengandung

saponin.

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pemeriksaan Morfologi Tanaman

Pada pemeriksaan morfologi dari Daun Cakar Ayam, didapatkan batang

berbentuk bulat, liat, percabangan menggarpu atau membentuk kipas tanpa

pertumbuhan sekunder dan berwarna hijau. Daun berupa tunggal, berhadapan,

bersusun berbaris sepanjang batang bentuk jarum dengan panjang 1-2 mm dan

berwarna hijau. Tumbuhan ini mempunyai sporangium yang tereduksi, terdapat di

ketiak daun, berwarna putih kehijauan sedangkan serabutnya muncul dari batang

seperti akar lekat dan berwarna coklat. Rumput Kipas mempunyai habitus terna,

merayap, sedikit tegak. Batang bulat, liat, bercabang-cabang menggarpu, tanpa

pertumbuhan sekunder dan putih kecoklatan. Daun tunggal, tersusun dalam garis

sepanjang batang, berhadapan, panjang 1-2 mm, halus dan hijau. Spora berupa

sporangium tereduksi diketiak daun dan berwarna putih. Akar serabut, muncul dari

batang yang berdaun dan berwarna coklat kehitaman (Hutapea, 1994).

4.1.2 Pemeriksaan Anatomi Tanaman

Irisan melintang dan membujur pada daun Cakar Ayam dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

1

2

G

Gambar 4.1 Gambar Irisan Membujur Daun Cakar Ayam Keterangan :

1. Epidermis

2. Stomata

Gambar 4.2 Gambar Irisan Melintang Daun Cakar Ayam

Keterangan :

1. Epidermis

2. Stomata

Irisan melintang dan membujur pada batang Cakar Ayam terlihat jelas dan

dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

1

2

22

20

Gambar Gambar 4.3 Gambar Irisan Membujur Batang Cakar Ayam

Keterangan :

1. Xilem

2. Floem

Gambar 4.4 Gambar Irisan Melintang Batang Cakar Ayam

Keterangan :

1. Xilem

2. Floem

4.1.3 Pemeriksaan Organoleptik Tanaman

4.1.3.1 Uji Bau

Pemeriksaan organoleptis dari tanaman Cakar Ayam tidak terdapat bau

yang menandakan ciri tanaman.

4.1.3.2 Uji Rasa

Pemeriksaan organoleptis dari tanaman Cakar Ayam, untuk uji rasa, pada

daun, akar dan batang, mula-mula saat dikunyah terasa hambar, lama kelamaan

menjadi manis.

4.1.3.3 Uji Warna

1

2

Pemeriksaan organoleptis dari tanaman Cakar Ayam, untuk uji warna,

warna daun hijau, batang coklat kehijau-hijauan dan akar berwarna coklat muda.

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis tanaman Cakar Ayam

Uji Hasil Pengamatan

WarnaDaun Cakar Ayam memiliki warna hijau dengan batang berwarna

coklat kehijauan dan akar berwarna coklat muda.

BauPada pengujian organoleptik terutama uji bau tidak terdapat bau yang

khas.

RasaUntuk pengujian rasa batang dan akar Cakar Ayam memiliki rasa

hambar.untuk rasa daun rasanya agak manis.

4.1.4 Reaksi Identifikasi Kimia

4.1.4.1 Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin

Serbuk daun Cakar ayam dibasahi floroglusin ditambah HCl sebanyak 2

tetes diatas objek glass kemudian diamati menghasilkan banyak dinding sel berwarna

hijau. Hasilnya adalah negatif, hal ini menunjukkan bahwa tanaman ini tidak

mengandung lignin.

4.1.4.2 Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron

Serbuk daun Cakar Ayam ditambah I2 0,1 N kemudian diamati secara

mikroskopis, ditemukan warna hijau sehingga kesimpulannya tanaman cakar ayam

tidak mengandung pati dan mengandung aleuron.

Gambar 4.4.1

4.1.4.3 Reaksi Identifikasi Terhadap Lendir

Serbuk daun Cakar Ayam ditambah metanol lalu ditambah metilen blue,

menghasilkan larutan berwarna hijau. Berarti hasil negatif, seharusnya apabila

mengandung lendir pada larutan tersebut akan menghasilkan warna merah.

Gambar 4.4.2

4.1.4.4 Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol

Serbuk daun Cakar Ayam ditambah vanilin 10 % dan HCl menghasilkan

larutan berwarna hijau. Berarti hasil tersebut negatif karena bila mengandung katekol

akan menghasulkan larutan berwarna merah intensif.

Gambar 4.4.3

4.1.4.5 Reaksi Identifikasi Terhadap Polifenol

Serbuk daun Cakar Ayam ditambah H2O lalu dipanaskan kemudian

disaring, setelah dingin lalu tambahkan FeCl3 menghasilkan larutan hijau, hasil

positif. Berarti tanaman Cakar Ayam mengandung polifenol.

Gambar 4.4.4

4.1.4.6 Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat

Serbuk daun Cakar Ayam ditambah Fehling A dan Fehling B, kemudian

ditambah reagen Benedict, setelah itu dipanaskan. Bila terbentuk endapan merah

bata, maka memberikan hasil positif. Tetapi pada Cakar Ayam tidak terbentuk

endapan sehingga Cakar Ayam tidak mengandung karbohidrat.

Gambar 4.4.5

4.1.4.7 Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid

Serbuk daun Cakar Ayam ditambah HCl 0,5 N ditambah Mayer tidak

menghasilkan endapan putih, berarti cakar ayam tidak mengandung alkaloid. Pada

percobaan yang kedua, serbuk daun ditambah HCl 0,5 N dan Dragendorf akan

menghasilkan endapan jingga. Tetapi Cakar Ayam tidak menghasilkan endapan

jingga, berarti Cakar Ayam tidak mengandung alkaloid.

Gambar 4.4.6.1 Gambar 4.4.6.2

4.1.4.8 Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin

Serbuk daun Cakar Ayam ditambah dengan H2O lalu dipanaskan kemudian

saring, ambil filtrat nya ditambah NaCl atau HCl 80 % tidak terdapat endapan, hasil

negatif. Serbuk ditambahkan FeCl3 menghasilkan larutan hijau, hasil negatif. Apabila

mengandung tanin larutan berwarna biru hitam. Serbuk ditambah H2SO4 kemudian

menghasilkan endapan coklat kekuningan, berarti Cakar Ayam mengandung tanin.

Serbuk ditambah Besi (III) amonium sulfat menghasilkan warna hijau, hasil negatif.

Apabila mengandung tanin akan berwarna hijau biru atau biru.

Gambar 4.4.7.1 Gambar 4.4.7.2

Gambar 4.4.7.3 Gambar 4.4.7.4

4.1.4.9 Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrokinon

Serbuk daun Cakar Ayam ditambah KOH 10 % menghasilkan larutan

warna hijau, hasil negatif. Seharusnya apabila positif mengandung dioksiantrokinon

maka larutan berwarna merah.

4.1.4.10 Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin

Serbuk Daun Cakar Ayam ditambah H2O dalam tabung reaksi lalu tutup

dan kocok kuat-kuat selama 30 menit, kemudian biarkan tabung dalam posisi tegak

ternyata menghasilkan buih, sehingga disimpulkan hasil positif terhadap saponin.

Gambar 4.4.8

Tabel 4.2 Hasil Identifikasi tanaman Cakar Ayam

No Uji Reaksi Hasil Keterangan Kesimpulan

1 Lignin Sampel + florglusin + (-) dinding sel Tidak

R

HCl 2 tetes, mikroskop →

dinding sel warna merahwarna hijau

mengandung

lignin

2Pati dan

Aleuron

Sampel + I2 1 N →

kuning kecoklatan

(aleuron), biru (pati)(-) Warna hijau

Tidak

mengandung

pati dan

aleuron

3 LendirS + Methanol + Metilen

Blue → larutan merah(-) warna hijau

tidak

mengandung

lendir

4 KatekolSampel + FeCl3 → larutan

hijau(-) warna hijau

Tidak

mengandung

katekol

5 Polifenol

S + H2O Panaskan saring,

dinginkan + FeCl3 →

larutan hijau

(+) warna hijauterdapat

polifenol

6Karbo-

hidrat

S + α-naftol + H2SO4 10

% → cincin ungu(-)

Tidak

terbentuk

cincin ungu,

Tidak

mengandung

karbohidrat

7 Alkaloid

S + HCl 0,5 N + pereaksi

Mayer → endapan putih (-)

Warna ungu

tidak ada

endapan

tidak

mengandung

alkaloid

8 Tanin

a. S + H2O Panaskan saring,

filtrat + HCl 0,5 N →

endapan

b. S + FeCl3 1 N → biru

kehitaman

(-)

(-)

kuning, tak

ada endapan

warna coklat

tidak

mengandung

tanin

tidak

mengandung

tanin

c. S + H2SO4 → endapan

coklat kekuningan (-) warna keruh

tidak

mengandung

tanin

9Dioksiantr

akinonS + KOH 10 % → merah

(-)warna hijau

Tidak

mengandung

dioksiantraki

non

10 Saponin

sampel + H2O,

kocok → buih bertahan

lama

(+) ada buihmengandung

saponin

4.2 Pembahasan

Pada praktikum Farmakognosi I ini, dilakukan pengambilan sampel di

daerah Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kota Kandangan

Kalimantan Selatan. Sampel tanaman yang akan diamati adalah Daun Cakar Ayam

yang penamaan masih berasal dari daerah tersebut. Untuk klasifikasi tanaman,

morfologi tanaman, kandungan kimia, kegunaan dan nama daerah dari tanaman ini

sudah bisa ditemukan literatur yang memberikan penjelasan secara lengkap mengenai

tanaman Daun Cakar Ayam ini.

Tahapan pertama pada praktikum kali ini yaitu melakukan pengambilan

sampel tanaman. Caranya yaitu dengan pemetikan secara langsung dari tanaman

tersebut. Kemudian membuat herbariumnya. Dalam pengambilan tanaman, maka

dilakukan pengambilan berlebih pada bagian tanaman yang akan diteliti kandungan

kimianya. Untuk cara pengambilan tanaman dilakukan secara hati-hati dengan

mengambil bagian yang berkhasiat saja untuk dibuat serbuk dan haksel. Sedangkan

untuk pembuatan herbarium kering dan basah diambil tanaman yang agak kecil dan

dicabut dari akar dengan tidak merusak bagian tanaman yang lain. Hal ini bertujuan

untuk tidak merusak ekosistem dari tanaman daerah tersebut dan menjaga kelestarian

dari tanaman tersebut. Tahapan selanjutnya yaitu pengujian laboratorium. Pengujian

pertama adalah pemeriksaan farmakognostik yang meliputi morfologi, anatomi, dan

organoleptik tanaman.

Dari pemeriksaan didapatkan morfologi tanaman, diketahui bahwa bentuk

batang berbentuk bulat, liat, percabangan menggarpu atau membentuk kipas tanpa

pertumbuhan sekunder dan berwarna hijau. Daun berupa tunggal, berhadapan,

bersusun berbaris sepanjang batang bentuk jarum dengan panjang 1-2 mm dan

berwarna hijau. Akar serabut, muncul dari batang yang berdaun dan berwarna coklat

kehitaman. Hal ini merupakan bagian dari karakteristik tanaman Cakar Ayam.

Pada pemeriksaan anatomi tanaman Cakar Ayam, pemeriksaan dilakukan

dengan menggunakan Mikroskop Elektrik. Pemeriksaan anatomi dilakukan pada

irisan melintang dan membujur akar, batang, dan daun. Pada anatomi daun, bagian

daun yang terlihat adalah, epidermis, endodermis, jaringan tiang dan stomata. Pada

bagian batang, bagian yang terlihat adalah epidermis, jaringan tiang, floem serta

xilem, sedangkan pada akar, bagian yang terlihat adalah epidermis, xilem dan floem,

dan sitoplasma. Saat dilakukan pengamatan bagian-bagian tanaman Cakar Ayam

melalui Mikroskop Elektrik, hanya beberapa bagian anatomi tumbuhan saja yang

dapat dilihat. Hal ini mungkin disebabkan karena pengolahan preparat yang belum

30

sempurna serta alat yang kurang tepat untuk pemeriksaan yang lebih lengkap dan

tepat.

Pemeriksaan organoleptis dari Daun Cakar Ayam tidak terdapat bau yang

menandakan ciri tanaman. Pada uji rasa, pada mula-mula saat dikunyah terasa

hambar, lama kelamaan menjadi manis. Pada uji warna, warna daun hijau, batang

coklat kehijau-hijauan dan akar berwarna coklat muda.

Pada identifikasi kimia dari Daun Cakar Ayam, hasil positif ditunjukkan

pada uji tanin dengan adanya endapan coklat kekuningan, polifenol dengan adanya

larutan berwarna hijau dan uji saponin dengan adanya busa putih pada tanaman saat

dikocok dengan penambahan air. Hasil negatif ditunjukkan pada uji lignin dengan

adanya dinding sel berwarna hijau yang seharusnya berwarna merah. Uji terhadap

pati dan aleuron, yang membentuk larutan berwarna hijau yang seharusnya berwarna

biru atau kuning kecoklatan. Uji lendir dengan tidak menghasilkan larutan berwarna

merah, uji katekol dengan tidak menghasilkan larutan berwarna merah intensif, uji

karbohidrat dengan tidak menghasilkan endapan merah bata, uji alkaloid dengan

tidak menghasilkan endapan putih dan endapan jingga dan uji dioksiantrakinon

dengan adanya larutan berwarna hijau yang seharusnya larutan berwarna merah.

Uji tanin, pada saat dilakukan penambahan air dengan dipanaskan dan

filtrat ditambahkan HCl, tidak terbentuk endapan, pada saat serbuk ditambahkan

FeCl3 terbentuk larutan hijau dan dengan besi (III) amonium sulfat terbentuk larutan

hijau yang seharusnya berwarna hijau biru ataupun biru. Sedangkan untuk uji steroid

tidak dilakukan untuk pengujian kandungan kimia tanaman ini. Sehingga pada

tanaman Daun Cakar Ayam, positif mengandung tanin, polifenol dan saponin.

31

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pengujian yang dilakukan terhadap Cakar Ayam

(Selaginella Doederleinii) dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Pemeriksaan Farmakognostik dilakukan pemeriksaan dari segi morfologi,

anatomi dan organoleptik tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii).

2. Bagian dari tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii) yang digunakan

sebagai obat adalah daun, daun Cakar Ayam berwarna hijau dan rasanya

hambar.

32

3. Pemeriksaan morfologi dari tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii)

yaitu tanaman berdaun tunggal, berhadapan, bersusun berbaris sepanjang batang

bentuk jarum dengan panjang 1-2 mm dan berwarna hijau. Bentuk Akar serabut,

muncul dari batang yang berdaun dan berwarna coklat kehitaman. Batang

berbentuk liat dan bulat.

4. Tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii) mengandung senyawa kimia

yaitu tanin, polifenol dan saponin.

5. Tanaman Cakar Ayam (Selaginella Doederleinii) berkhasiat sebagai obat asma.

5.2 Saran

Agar menyediakan keluasaan pada praktikan untuk memeriksakan sampel di

laboratorium serta waktu pengambilan sampel lebih lama lagi, untuk mendapatkan

jenis tanaman yang lebih bervariasi lagi.