Laporan Case Fixed

64
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Jantung Rematik adalah cacat jantung akibat karditis rematik (WHO, 2001). Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantun sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari demam rematik yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung (Afif, 2008). Demam remtik atau penyakit jantung rematik eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2015). Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat

description

PJR

Transcript of Laporan Case Fixed

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Rematik adalah cacat jantung akibat karditis rematik (WHO, 2001). Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantun sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari demam rematik yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung (Afif, 2008). Demam remtik atau penyakit jantung rematik eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2015). Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi di negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per 100.000 di China. Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar 7,6 per 100.000 penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens PJR sebesar 1,94,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah (WHO, 2001). Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut. Terdapat kesan terdapatnya overdiagnosis demam reumatik, sehingga diharapkan dengan kriteria diagnosis yang tepat, pengertian dan kemampuan untuk mengenal penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal yang sangat penting dalam menurunkan insidens penyakit ini. Hal inilah yang mendasari penulis untuk membahas penyakit jantung rematik ini. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Jantung Rematik

Penyakit Jantung Rematik adalah cacat jantung akibat karditis rematik (WHO, 2001). Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari demam rematik yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung (Afif, 2008). Demam remtik atau penyakit jantung rematik eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2015).

2.2 Epidemiologi

Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per 100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi di negara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per 100.000 di China. Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar 7,6 per 100.000 penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens PJR sebesar 1,94,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah (WHO, 2001).

2.3 Etiologi

Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptokokus Beta Hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus Beta Hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis DR dan PJR. Hubungan kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A sebagai penyebab DR terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis yang membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A, terutama serotipe M1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 (Afif. 2008). Beberapa faktor predisposisi lain yang berperan pada penyakit ini adalah keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan etnik tertentu, faktor genetik HLA (human leucocyte antigen), daerah iklim sedang, daerah tropis bercuaca lembab dan perubahan suhu yang mendadak (Park M.K., 1996).

2.4 Patologi

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptokokus secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut (1) Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi pada faring, (2) antigen Streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun, (3) antibodi akan bereaksi dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik sama seperti Streptokokus (dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Stollerman, 2005).

Gambar 2.1 Patofisiologi penyakit jantung rematik

Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut sebagai pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling utama. Saat ini, diketahui bahwa komponen katup yang mungkin sama atau lebih penting dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium. Pada miokarditis rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan dan kadar troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral mengalami kerusakan (dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae) (Park. 2008; Kliegman, Behrman, Jenson. 2007).

Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup trikuspid dan pulmonalis. Badan Aschoff yang ditemukan pada otot jantung atrium merupakan salah satu tanda khas pada demam rematik. Badan Aschoff terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan pembengkakan, serat kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan penyambung, yang saat ini dianggap sebagai sel miokardium yang mengalami nekrosis (Park. 2008).

Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral menutup pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan (Stollerman, 2005; Park. 2008).

Pola Kelainan Katup

1. Insufisiensi mitral

Insufisiensi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural yang biasanya meliputi kehilangan beberapa komponen katup dan pemendekan serta penebalan korda tendineae. Selama demam rematik akut dengan karditis berat, gagal jantung disebabkan oleh kombinasi dari insufisiensi mitral yang berpasangan dengan peradangan pada perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Oleh karena tingginya volume pengisian dan proses peradangan, ventrikel kiri mengalami pembesaran. Atrium kiri berdilatasi saat darah yang mengalami regurgitasi ke dalam atrium. Peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan kongesti pulmonalis dan gejala gagal jantung kiri (Kliegman, Behrman, Jenson. 2007; Price and Wilson, 2005).

Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu, bahkan pada pasien dengan insufisensi mitral yang keadaannya berat pada saat onset. Lebih dari separuh pasien dengan insufisiensi mitral akut tidak lagi mempunyai murmur mitral setelah 1 tahun. Pada pasien dengan insufisiensi mitral kronik yang berat, tekanan arteri pulmonalis meningkat, ventrikel kanan dan atrium membesar, dan berkembang menjadi gagal jantung kanan. Insufisiensi mitral berat dapat berakibat gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif, onset dari fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif (Kliegman, Behrman, Jenson. 2007; Markum, 2002).2. Stenosis Mitral

Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan adanya fibrosis pada cincin mitral, adhesi komisura, dan kontraktur dari katup, korda dan muskulus papilaris. Stenosis mitral yang signifikan menyebabkan peningkatan tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrium kiri, hipertensi vena pulmonalis, peningkatan rersistensi vaskuler di paru, serta hipertensi pulmonal. Terjadi dilatasi serta hipertrofi atrium dan ventrikel kanan yang kemudian diikuti gagal jantung kanan (Kliegman, Behrman, Jenson. 2007).

3. Insufisiensi Aorta

Pada insufisiensi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup aorta menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah menyebabkan volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Kombinasi insufisiensi mitral dengan insufisiensi aorta lebih sering terjadi daripada insufisiensi aorta saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan tekanan diastolik semakin rendah. Pada insufisiensi aorta berat, jantung membesar dengan apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan dengan bunyi jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe ejeksi sistolik sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume (Kliegman, Behrman, Jenson. 2007).

4. Kelainan Katup Trikuspid

Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut. Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan. Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik yang meningkat selama inspirasi (Kliegman, Behrman, Jenson. 2007; Price and Wilson, 2005).

5. Kelainan Katup Pulmonal

Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan merupakan temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham Steell hampir sama dengan insufisiensi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak ditemukan. Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi serta Doppler (Kliegman, Behrman, Jenson. 2007).

2.5 Manifestasi Klinis

Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) dua gejala mayor dan satu gejala minor, (2) dua gejala minor dan satu gejala mayor (3) dua gejala minor dengan bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A. (Stoller, 2005; Kliegman, Behrman, Jenson. 2007).

Tabel 2.1. Gejala Mayor dan Minor menurut kriteria Jones

Gejala Mayor Karditis Poliartritis

Khorea

Eritema marginatum

Nodul subkutan

Gejala MinorTemuan klinis : Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik

Arthralgia

Demam

Temuan laboratorium:

Peningkatan reaktan fase akut ( laju pengendapan eritrosit, protein C-reaktif)

Pemanjangan interval PR

Bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus grup A Kultur tenggorok atau pemeriksaan antigen streptokokus hasilnya (+) Peningkatan titer antibodi streptokokus

2.5.1 Kriteria Mayor 1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat (Stollerman, 2005).2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti Streptokokus lainnya yang tinggi (Stollerman, 2005).

3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea Sydenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul (Stollerman, 2005; Park, 2008).

4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat (Stollerman, 2005).

Gambar 2.2 Eritema marginatum5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis (Stollerman, 2005; Park, 2008).

Gambar 2.3 Nodul Subkutan

Gambar 2.4 Manifestasi klinis demam rematik akut2.5.2 Kriteria Minor 1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah diidapat seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis (Stollerman, 2005; Park, 2008).

2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor (Stollerman, 2005).

3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna (Stollerman, 2005). 4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut dapat dipertanyakan (Stollerman, 2005; Kliegmn, Behrman, Jenson, 2007).

5. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik (Stollerman, 2005; Park, 2008).

6. Bukti yang mendukung Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi Streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.5 Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut (Stollerman, 2005). 2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO (berdasarkan revisi kriteri Jones) (WHO, 2004).

Tabel 2.2 Kriteria WHO untuk diagnosis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik

Kategori Diagnostik Kriteria

Demam rematik serangan pertama Dua mayor atau satu mayor dan dua minor ditambah dengan bukti infeksi streptococcus group A sebelumnya

Demam rematik serangan rekuren tanpa PJR Dua mayor atau satu mayor dan dua minor ditambah dengan bukti bukti infeksi streptococcus group A sebelumnya

Demam rematik serangan rekuren dengn PJRDua minor ditambah dengan bukti bukti infeksi streptococcus group A sebelumnya

Korea Sydenham Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau bukti infeksi streptococcus group A

PJR (Stenosis mitral murni atau kombinasi dengan insufisiensi mitral dan/atau gangguan katup aorta)Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk mendiagnosis sebagai PJR

2.7 Tatalaksana

1. Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup APengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Cara pemusnahan streptococcus dari tonsil dan faring sama dengan cara untuk pengobatan faringitis streptococcus yakni pemberian penisilin benzatin intramuskular dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600.000-900 000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral, 400.000 unit (250 mg) diberikan empat kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif. Eritromisin, 50 mg/kg BB sehari dibagi dalam 4 dosis yang sama dengan maximum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisilin. Obat lain seperti sefalosporin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus. Penisilin benzatin yang berdaya lama lebih disukai dokter karena reliabilitasnya serta efektifitasnya untuk profilaksis infeksi streptokokus (Kliegman, Behrman, Jenson, 2007). 2. Obat analgesik dan anti-inflamasiPengobatan anti-radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respons yang cepat dari artritis terhadap salisital dapat membantu diagnosis. Pasien dengan artritis yang pasti harus diobati dengan aspirin dalam dosis total 100 mg/kgBB/ hari, maximum 6 g per hari dosis terbagi selama 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/ hari selama 2-6 minggu berikutnya. Kadang diperlukan dosis yang lebih besar. Harus diingatkan kemungkinan keracunan salisilat, yang ditandai dengan tinitus dan hiperpne (Pusponegoro, 2004; Park, 2008).

Pada pasien karditis, terutama jika ada kardiomegali atau gagal jantung aspirin seringkali tidak cukup untuk mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardia, kecuali dengan dosis toksik atau mendekati toksik. Pasien ini harus ditangani dengan steroid; prednison adalah steroid terpilih, mulai dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi, maximum 80 mg per hari. Pada kasus yang sangat akut dan parah, terapi harus dimulai dengan metilprednisolon intravena (10-40 mg), diikuti dengan prednison oral. Sesudah 2-3 minggu prednison dapat dikurangi terhadap dengan pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin dengan dosis 75 mg/kgBB/hari harus ditambahkan dan dilanjutkan selama 6 minggu setelah prednison dihentikan. Terapi tumpang tindih ini dapat mengurangi insidens rebound klinis pascaterapi, yaitu munculnya kembali manifestasi klinis segera sesudah terapi dihentikan, atau sementara prednison diturunkan, tanpa infeksi streptokokus baru. Steroid dianjurkan untuk pasien dengan karditis karena kesan klinis bahwa pasien berespons lebih baik, demikian pula gagal jantung pun berespons lebih cepat daripada dengan salisilat (WHO, 2001; Kliegman, Behrman, Jenson, 207). 3. DietBentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung, diet disesuaikan dengan diet untuk gagal jantung yaitu cairan dan garam sebaiknya dibatasi (Pusponegoro, 2004).

4. Tirah Baring dan mobilisasiSemua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah sakit. Pasien harus diperiksa tiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk mulai pengobatan dini bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu lama dan tingkat tirah baring bervariasi. Hal penting adalah bahwa tata laksana harus disesuaikan dengan manifestasi penyakit, sedang pembatasan aktivitas fisis yang lama harus dihindari Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur. Untuk artritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu, sedangkan untuk karditis berat dengan gagal jantung dapat sampai 6 bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap (Stollerman, 2005). Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita karditis tanpa gejala sisa atau penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katup tanpa kardiomegali, setelah sembuh tidak perlu pembatasan aktivitas. Penderita dengan demam kardiomegali menetap perlu dibatasi aktivitasnya dan tidak diperkenankan melakukan olahraga yang bersifat kompetisi fisis (Kliegmn, Behrman, Jenson, 2007).Tabel 2.3 Pedoman istirahat dan mobilisasi penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akutHanya ArtritisKarditis ringan Karditis sedang Karditis berat

Tirah baring1-2 minggu3-4 minggu4-6 mingguSelama masih terdapat gagal jantung kongestif

Mobilisasi bertahap 1-2 minggu3-4 minggu4-6 minggu3 bulan

5. Pengobatan lain5.1 Pengobatan KarditisPengobatan karditis reumatik ini tetap paling kontroversial, terutama dalam hal pemilihan pasien untuk diobati dengan aspirin atau harus dengan steroid. Meski banyak dokter secara rutin menggunakan steroid untuk semua pasien dengan kelainan jantung, penelitian tidak menunjukkan bahwa steroid lebih bermanfaat daripada salisilat pada pasien karditis ringan atau sedang. Rekomendasi untuk menggunakan steroid pada pasien pankarditis berasal dari kesan klinis bahwa terapi ini dapat menyelamatkan pasien (WHO 2001).

Digitalis diberikan pada pasien dengan karditis yang berat dan dengan gagal jantung; digoksin lebih disukai dipakai pada anak. Dosis digitalisasi total adalah 0,04 sampai 0,06 mg/kg, dengan dosis maximum 1,5 mg. Dosis rumatnya adalah antara sepertiga samapai seperlima dosis digitalisasi total, diberikan dua kali sehari. Karena beberapa pasien miokarditis sensitif terhadap digitalis, maka dianjurkan pemberian digitalisasi lambat. Penggunaan obat jantung alternatif atau tambahan dipertimbangkan bila pasien tidak berespons terhadap digitalis (WHO. 2001; Afif. 2008).

Tirah baring dianjurkan selama masa kariditis akut. Hindarkan pemulihan aktivitas yang cepat pada pasien yang sedang menyembuh dari karditis berat. Sebaliknya, kita harus mencegah praktek kuno yang mengharuskan tirah baring untuk waktu yang lama sesudah karditis stabil dan gagal jantung mereda, karena takut memburuk atau kumatnya karditis. Meskipun telah ada pedoman tirah baring, namun dalam pelaksanaannya harus disesuaikan kasus demi kasus (Pusponegoro, 2004).

5.2 Pengobatan Korea Sydenham Pasien korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat ini sangat bervariasi. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15-30 mg tiap 6 sampai 8 jam. Haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5 mg), kemudian dinaikkan sampai 2 mg tiap 8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada kasus yang sangat berat, dapat diberi steroid (Pusponegoro, 2004).

6. Pencegahan Sekunder Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association dan WHO tertera pada tabel 2.4. Pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan adalah cara yang paling dapat dipercaya. Pada keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien dengan resiko tinggi, suntikan diberikan setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, pasien yang lebih tua lebih suka cara ini karena dapat dengan mudah teratur melakukanya satu kali setiap 3 atau 4 minggu, dibanding dengan tablet penisilin oral yang harus setiap hari. Preparat sulfa yang tidak efektif untuk pencegahan primer (terapi faringitis), terbukti lebih efektif daripada penisilin oral untuk pencegahan sekunder. Sulfadiazin juga jauh lebih murah daripada eritromisin (WHO,2001).

Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada pelbagai faktor, termasuk waktu serangan atau serangan ulang, umur pasien, dan keadaan lingkungan. Makin muda saat serangan makin besar kemungkinan kumat; setelah pubertas kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar kumat terjadi dalam 5 tahun pertama sesudah serangan terakhir. Pasien dengan karditis lebih mungkin kumat daripada pasien tanpa karditis (Park, 2008). Dengan mengingat faktor-faktor tersebut, maka lama pencegahan sekunder disesuaikan secara individual; beberapa prinsip umum dapat dikemukakan. Pasien tanpa karditis pada serangan sebelumnya diberikan profilaksis minimum 5 tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai umur 18 tahun. Pasien dengan keterlibatan jantung dilakukan pencegahan setidaknya sampai umur 25 tahun, dan dapat lebih lama jika lingkungan atau faktor risiko lain mendukungnya. Evaluasi pengobatan setiap 5 tahun. Risiko terjadi kekambuhan paling tinggi dalam 5 tahun pertama (WHO. 2001; Pusponegoro, 2004). Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil; akan tetapi sebaiknya tidak dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin. Remaja biasanya mempunyai masalah khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga perlu upaya khusus mengingat resiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien penyakit jantung reumatik kronik, pencegahan sekunder untuk masa yang lama, bahkan seumur hidup kadang diperlukan, terutama pada kasus yang berat (Stollerman. 2005). Tabel 2.4 Jadwal yang dianjurkan untuk pengobatan dan untuk pencegahan infeksi streptokokusPengobatan faringitis(pencegahan primer)Pencegahan infeksi(pencegahan sekunder)

1. Penisilin benzatin G IM

a. 600.000-900.000 unit untuk pasien < 30 kg

b. 1.2 juta unit pasien > 30 kg

2. Penisilin V oral:

250 mg, 3 atau 4 kali sehari selama 10 hari3. Eritromisin:

40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-4 kali dosis sehari (dosis maximum 1 g/hari) selama 10 hari

1. Penisilin benzatin G IM

a. 600 000-900 000 unit untuk pasien < 30 kg setiap 3-4 minggu

b. 1.2 jutaunit pasien > 30 kg setiap 3-4 minggu2. Penisilin V oral:

250 mg, dua kali sehari

3. Eritromisin:

250 mg, dua kali sehari4. Sulfadiazin:

0,5 g untuk pasien < 30 kg sekali sehari

1 g untuk pasien > 30 kg sekali sehari

2.8 Prognosis Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang sudah jarang terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di negara berkembang (1-10%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga mempengaruhi kemungkinan berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah serangan demam reumatik aku. Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang menjadi penyakit valvular yaitu sebesar 60-70% dibandingkan dengan setelah penisilin yaitu hanya sebesar 9-39% (Kliegman, Behrman, Jenson, 2007). Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam reumatik akut hingga mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan angka penyembuhan yang tinggi penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara teratur. Informasi ini harus disampaikan kepada pasien, bahwa profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik, bahkan pada pasien dengan penyakit jantung yang berat (WHO, 2001).

BAB III

STATUS PEDIATRIKUS

I. Identifikasi

Nama

: Putri Binti M. Dewi

Umur

: 13 tahun 4 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Nama Ayah : M. Dewi

Nma Ibu : Nurbaiti

Bangsa : WNI

Alamat : Jl. H Faqih Usman Lr. Murni No. 11 RT 09 RW 02 Kel. Ulu Kec. Seberang Ulu 1. Palembang

Dikirim oleh : IGDMRS tanggal : 13 05 2015

II. Anamnesis

Tanggal : 19 Juni 2015

Diberikan oleh : Putri dan ibunya (autoanamnesis dan alloanamnesis)

A. Riwayat Penyakit Sekarang

1. Keluhan Utama : Sesak nafas

2. Keluhan Tambahan : batuk, pilek, dan demam3. Riwayat Perjalanan Penyakit :

1 bulan SMRS, pasien mengeluh demam disertai batuk dan pilek. Demam tidak terlalu tinggi. Pasien juga mengeluh nyeri di persendian terutama di tangan dan kaki, nyeri berpindah dan hilang timbul, bengkak dan kemerahan di sendi tangan dan kaki (-), gerakan tangan yang tidak disadari (-), riwayat jatuh/trauma disangkal, benjolan di kulit (-), ruam di kulit (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan biasa, BAK dan BAB normal. Pasien hanya minum Paracetamol dan obat batuk yang dibeli di apotik, keluhan berkurang.

1 minggu SMRS, pasien merasakan sesak nafas jika melakukan aktifitas berat dan hilang saat pasien beristirahat, sesak tidak dipengaruhi perubahan posisi, sesak tidak dipengaruhi cuaca dan debu, Pasien juga kembali mengeluh nyeri di persendian terutama di tangan dan kaki, nyeri berpindah dan hilang timbul, bengkak dan kemerahan di sendi tangan dan kaki (-), gerakan tangan yang tidak disadari (-), riwayat jatuh/trauma disangkal, benjolan di kulit (-), ruam di kulit (-), batuk (-), demam (-), mual (-), muntah (-), BAB hitam (-), BAK biasa. Pasien belum berobat ke dokter.

1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak semakin bertambah sering. Sesak bertambah berat ketika pasien melakukan attivitas berat dan ketika pasien berbaring, sesak berkurang ketika pasien duduk dan beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, dan debu. Demam (-), batuk (-), dan pilek (-). Mual (-), muntah (-), nyeri sendi berpindah (+), ruam kemerahan (-), benjolan di kulit (-), BAB dan BAK biasa. Pasien lalu dibawa berobat ke RSMH Palembang dan dirawat.B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit

1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa Kehamilan : cukup bulan

Partus

: pervaginam (spontan)

Tempat

: bidan praktekDitolong oleh : bidan

Tanggal

: 19 Februari 2002

BB

: -

TB

: -Lingkar kepala : -2. Riwayat Makanan

ASI

: 0 2 tahun

Bubur

: 6 1 tahun

Nasi biasa

: 1 tahun sampai sekarang

Daging

: +

Tempe

: +

Tahu

: +

Sayuran

: +

Buah

: +

3. Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASARUlangan

Umur Umur Umur Umur

BCG

DPT 1DPT 2DPT 3

Hep. B 1Hep. B 2Hep. B 3

Hib 1-Hib 2-Hib 3-

Polio 1Polio 2Polio 3

Campak Polio 4-

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

4. Riwayat Keluarga

Riwayat dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat keluarga dengan penyakit demam rematik disangkal

Riwayat keluarga dengan penyakit jantung rematik disangkal

5. Riwayat Perkembangan

Tengkurap: 3 bulan

Merangkak : 6 bulan

Duduk : 6 bulan

Berdiri : 10 bulan

Berjalan : 1 tahun

Berbicara dengan lancar : 2 tahun Kesan : perkembangan sesuai usia 6. Riwayat Perkembangan Mental

Isap jempol : -

Ngompol : -

Sering mimpi : -

Aktivitas : baik Membangkang : -

Ketakutan : -

Kesan : perkembangan mental baik 7. Riwayat yang pernah diderita :

Riwayat batuk pilek berulang (+)

Riwayat sakit tenggorokkan berulang (+)

III. Pemeriksaan Fisik (19 Juni 2015)

A. Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

: kompos mentis

BB

: 25 kg

TB

: 135 cm

Status Gizi : Normal BB/U

: 28/ 46 X 100% = 60,86 %

TB/U

: 135/156 X 100 % = 86,53 % BB/TB

: 28/30 X 100% = 93,33 %

Tekanan darah : 100/ 70 mmHg

RR

: 20 x /menit

Nadi

: 100 X/menit

Suhu

: 37oC

SpO2

: 99%

B. Pemeriksaan Fisik Khusus

Kepala

Mata

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Mulut

: Sianosis (-)Leher

Inspeksi : simetris dan tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid dan KGB.Palpasi : tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan tidak teraba KGB.

Thoraks

Inspeksi : simetris, pergerakan dinding dada (+), iktus kordis telihat (+)

Palpasi : stemfremitus kanan = kiri, iktus kordis teraba di ICS 4 linea Axillaris anterior sinistra

Paru

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru, batas hepar- paru di ICS 5

Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), dan wheezing (-).

Jantung

Perkusi : batas atas jantung ICS 2

Batas kiri jantung ICS 4 linea axillaris anterior sinistra

Batas kanan jantung ICS 3 linea parasternalis dextra

Auskultasi : bunyi jantung I dn II (+) normal, murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axillaris anterior sinistra.

Abdomen

Inspeksi

: datar

Palpasi

: nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Ekstrimitas

Inspeksi

Atas

Bawah

Bentuk

Simetris

Simetris

Deformitas

Tidak Ada

Tidak Ada

Edema

Tidak Ada

Tidak Ada

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Pergerakan

Baik

Baik

Tremor

Tidak Ada

Tidak Ada

Chorea

Tidak Ada

Tidak Ada

Akral

Hangat

Hangat

Inguinal : Kelenjar getah bening tidak teraba di inguinal kanan dan kiri

Status Pubertas: M2 (payudara sedikit menonjol seperti bukit, areolar melebarStatus Neurologis

Fungsi Motorik

Lengan

Kaki

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

baik

baik

baik

baik

Kekuatan

4

4

4

4Tonus

+

+

+

+

Klonus

-

-

+

+

Refleks fisiologis

+

+

+

+

Refleks patologis

-

-

-

-

GRM

-

-

-

-

Fungsi sensorik

-

-

-

-

Refleks primitif

-

-

-

-

IV. Pemeriksaan penunjang (tanggal 12 - 05 - 2015)A. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hb 8,9 g/dL 12 14 g/dL

Eritrosit 4,48 X 106/mm34,75 4, 85 X 106/mm3

Leukosit 8 X 103/mm34,5 11 X 103/mm3

Hematokrit 30 %36 42 %

Trombosit 304 X 103/L150 450 X 103/L

MCV 66,1 fL75 87 fL

MCH 20 pg25 31 pg

MCHC 30 g/dL33 35 g/dL

LED 91 mm/jam < 20 mm/jam

Basofil 0 %0 1 %

Eosinofil 2 %1 6 %

Netrofil 69 %

Limfosit 22 %25 40 %

Monosit 7 %2 8 %

Retikulosit 1,3 %0,5 1,5 %

CRP kualitatif Positif Negatif

CRP kuantitatif 70 mg/dL< 5 mg /dL

ASTO Positif Negatif

B. Radiologis

Kesan

: Kardiomegali

C. EKG

HR 150 X/menit, Sinus takikardi, axis jantung normal, interval PR memanjang, gel P mitral.

Kesan : LVH

V. Daftar Masalah

1. Penyakit Jantung Rematik 2. Sesak nafas saat aktivitas berat

3. Nyeri di persendian

4. Demam dan batuk

VI. Diagnosis Banding

1. Penyakit jantung rematik

2. Juvenile rheumatoid arthritis

VII. Diagnosis Kerja

Penyakit jantung rematik

VIII. Pemeriksaan Anjuran

Ekhokardiografi IX. Tatalaksana

Non farmakologis

Tirah Baring

Farmakologis

Penisilin V (oral) 3 X 250 mg selama 10 hari sebagai profilaksis primer

Profilaksis sekunder ( antibiotik sampai usia 25 tahun Prednison 4 X 12,5 mg

Diet RDA (kkal/KgBB/hari) X BB ideal 80 kkal/kgBB/hari X 30 kg = 2400kkal/hari

Kebutuhan nutrisi

Karbohidrat = 45 % X kalori/hari

= 45 % X 2400 kkal/hari

= 1080 kkal/hari = 270 gram/hari

Protein = 35 % X kalori/hari

= 35 % 2400 kkal/hari

= 840 kkal/hari = 210 gram/hari

Lemak = 10 % X kalori/hari

= 10 % X 2400 kkal/hari

= 240 kkal/hari = 27 gram/hari

Monitoring

1. Sesak nafas (observasi pernafasan dan jantung)

2. Demam (observasi suhu)

3. Nyeri sendi

Edukasi

1. Mengurangi aktivitas fisik dan stress

2. Menjelaskan lama pemberian antibiotik profilaksis sekunder (sampai usia 18 tahun) dan efek samping pengobatan

3. Menjelaskan perlunya menjaga higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut untuk mencegak terjadinya infective endocarditis4. Menjelaskan prognosis penyakit

X. Prognosis

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Qou ad fungsionam : dubia ad bonam

Quo ad sanittionm : dubia ad bonam

BAB IV

ANALISIS KASUS

Seorang anak perempuan datang dengan keluhan utama sesak nafas. Pada riwayat perjalanan penyakit diketahui 1 bulan SMRS, pasien mengeluh demam disertai batuk dan pilek. Demam tidak terlalu tinggi. Pasien juga mengeluh nyeri di persendian terutama di tangan dan kaki, nyeri berpindah dan hilang timbul, bengkak dan kemerahan di sendi tangan dan kaki (-), gerakan tangan yang tidak disadari (-), riwayat jatuh/trauma disangkal, benjolan di kulit (-), ruam di kulit (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan biasa, BAK dan BAB normal. Pasien hanya minum Paracetamol dan obat batuk yang dibeli di apotik, pasien merasa keluhan berkurang. 1 minggu SMRS, pasien merasakan sesak nafas jika melakukan aktifitas berat dan hilang saat pasien beristirahat, sesak tidak dipengaruhi perubahan posisi, sesak tidak dipengaruhi cuaca dan debu, Pasien juga kembali mengeluh nyeri di persendian terutama di tangan dan kaki, nyeri berpindah dan hilang timbul, bengkak dan kemerahan di sendi tangan dan kaki (-), gerakan tangan yang tidak disadari (-), riwayat jatuh/trauma disangkal, benjolan di kulit (-), ruam di kulit (-), batuk (-), demam (-), mual (-), muntah (-), BAB hitam (-), BAK biasa. Pasien belum berobat ke dokter.

1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak semakin bertambah sering. Sesak bertambah berat ketika pasien melakukan attivitas berat dan ketika pasien berbaring, sesak berkurang ketika pasien duduk dan beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, dan debu. Demam (-), batuk (-), dan pilek (-). Mual (-), muntah (-), nyeri sendi berpindah (+), ruam kemerahan (-), benjolan di kulit (-), BAB dan BAK biasa. Pasien lalu dibawa berobat ke RSMH Palembang dan dirawat.Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas. Ada beberapa penyebab sesak diantaranya, sesak dapat disebabkan oleh kelainan jantung, kelainan paru, kelainan metabolik, kelainan ginjal dan anemia atau kekurangan darah. Pada pasien tidak ditemukan batuk, tanda-tanda perdarahan, nafas bau keton atau aseton. BAK biasa, BAB hitam disangkal sehingga penyebab sesak karena kelainan paru, kelainan ginjal, metabolik dan anemia dapat disingkirkan. Berdasarkan anamnesis, sesak yang dialami pasien dipengaruhi aktivitas dan perubahan posisi sehingga kemungkinan sesak nafas yang dialami oleh pasien ini adalah disebabkan oleh kelainan jantung. Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, didapatkan bahwa pasien mempunyai riwayat demam, batuk dan pilek 1 bulan SMRS, kemungkinan telah terjadi infeksi bakteri Streptokokus beta hemolitikus grup A yang biasanya masuk melalui infeksi tenggorokan. Antigen Streptokokus kemudian mengaktivasi T cell dan sel B akan memproduksi antibodi terhadap antistreptokokus, antibodi dan Sel T akan bereaksi silang dengan antigen sarcolema cardiac dan valvular glycopeptide yang memiliki kemiripan dengan antigen yang ada pada Streptokokus B hemolitikus grup A, selanjutnya akan menyebabkan radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan yang akan menimbulkan beberapa manifestasi klinis.Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tanda vital yang masih dalam batasan normal dan dari status gizi anak normal. Pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan iktus kordis yang terlihat dan teraba di ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas jantung kiri yang melebar yaitu di ICS 4 linea axilaris anterior sinistra dan murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axilaris anterior sinistra. Pada hasil pemeriksaan penunjang didapatkan Hb yang menurun, LED yang meningkat, CRP yang meningkat dan titer ASTO yang positif. Pemeriksaan radiologis dijumpai kardiomegali, dan hasil EKG didapatkan kesan LVH dan interval PR memanjang.

Adanya batas jantung kiri yang melebar, gambaran radiologis kardiomegali, dan hasil EKG didapatkan kesan LVH serta terdapat murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, hal ini menunjukkan adanya tanda-tanda karditis pada pasien ini yang merupakan tanda mayor pada demam rematik dan menyebabkan komplikasi berupa PJR. CRP meningkat, LED meningkat dan titer ASTO positif merupakan tanda minor pada demam rematik atau PJR.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan satu kriteria mayor dan beberapa kriteria minor serta adanya bukti telah terjadi infeksi streptokokkus beta hemolitikus grup A (titer ASTO yang positif) maka pasien ini di diagnosis dengan penyakit jantung rematik.Tatalaksana pada pasien ini berupa terapi non farmakologis yaitu tirah baring. Tatalaksana farmakologis diberikan antibiotik untuk eradikasi kuman yaitu dengan penisilin V (oral) 3 X 250 mg sebagai profilaksis primer yang bertujuan untuk eradikasi kuman yang diberikan selama 10 hari dilanjutkan dengan profilaksis sekunder sampai pasien berusia 25 tahun karena pada pasien ini sudah terjadi carditis berat. Pasien juga diberikan terapi anti inflamasi steroid yaitu prednison 4 X 12,5 mg. Pasien ini perlu diberikan edukasi berupa : 1. Mengurangi aktivitas fisik dan stress

2. Menjelaskan lama pemberian antibiotik profilaksis sekunder (sampai usia 25 tahun) dan efek samping pengobatan

3. Menjelaskan perlunya menjaga higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut untuk mencegak terjadinya infective endocarditis4. Menjelaskan prognosis penyakit

Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam jika penanganan yang diberikan cepat dan adekuat.BAB V

KESIMPULAN

Penyakit Jantung Rematik adalah cacat jantung akibat karditis rematik (WHO,2001). Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantun sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari demam rematik yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung (Afif, 2008). Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptokokus Beta Hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus Beta Hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut. Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada jantung, otak, sendi dan kulit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO yaitu dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor disertai bukti adanya infeksi streptokokus (berdasarkan revisi kriteri Jones) (WHO, 2004). FOLLOW UP

Tanggal 20 Juni 2015

S : Demam (-), sesak nafas (-), nyeri sendi (-)O : Kesadaran kompos mentis, tampak sakit sedang

Tekanan darah : 100/70 mmHgNadi : 98 X/menit

RR : 22 X/menit

Suhu : 36,5oC

Kepala : Kongjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Thoraks: Simetris, pergerakan dinding dada (+),

Paru : sonor di kedua lapangan paru, stemfremitus kanan = kiri, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), dan wheezing (-).

Jantung : iktus kordis telihat (+), iktus kordis teraba di ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas atas jantung ICS 2, batas kiri jantung ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas kanan jantung ICS 3 linea parasternalis dextra, bunyi jantung I dn II (+) normal, murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axilaris anterior sinistra.

Abdomen : datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal Akral : pucat (-), hangat (+)

A : Penyakit Jantung Rematik P :

Non farmakologis

Tirah Baring

Farmakologis

Penisilin V (oral) 3 X 250 mg

Prednison 4 X 12,5 mg

Diet RDA (kkal/KgBB/hari) X BB ideal

80 kkal/kgBB/hari X 30 kg = 2400kkal/hari

Kebutuhan nutrisi

Karbohidrat = 45 % X kalori/hari

= 45 % X 2400 kkal/hari

= 1080 kkal/hari = 270 gram/hari

Protein = 35 % X kalori/hari

= 35 % 2400 kkal/hari

= 840 kkal/hari = 210 gram/hari

Lemak = 10 % X kalori/hari

= 10 % X 2400 kkal/hari

= 240 kkal/hari = 27 gram/hari Tanggal 21 Juni 2015

S : Demam (-), sesak nafas (-), nyeri sendi (-)O : Kesadaran kompos mentis, tampak sakit sedang

Tekanan darah : 100/80 mmHgNadi : 100 X/menit

RR : 20 X/menit

Suhu : 36,7oC

Kepala : Kongjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Thoraks: Simetris, pergerakan dinding dada (+),

Paru : sonor di kedua lapangan paru, stemfremitus kanan = kiri, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), dan wheezing (-).

Jantung : iktus kordis telihat (-), iktus kordis teraba di ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas atas jantung ICS 2, batas kiri jantung ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas kanan jantung ICS 3 linea parasternalis dextra, bunyi jantung I dn II (+) normal, murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axilaris anterior sinistra.

Abdomen : datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal Akral : pucat (-), hangat (+)

A : Penyakit Jantung Rematik P :

Non farmakologis

Tirah Baring

Farmakologis

Penisilin V (oral) 3 X 250 mg

Prednison 4 X 12,5 mg

Diet RDA (kkal/KgBB/hari) X BB ideal

80 kkal/kgBB/hari X 30 kg = 2400kkal/hari

Kebutuhan nutrisi

Karbohidrat = 45 % X kalori/hari

= 45 % X 2400 kkal/hari

= 1080 kkal/hari = 270 gram/hari

Protein = 35 % X kalori/hari

= 35 % 2400 kkal/hari

= 840 kkal/hari = 210 gram/hari

Lemak = 10 % X kalori/hari

= 10 % X 2400 kkal/hari

= 240 kkal/hari = 27 gram/hari Tanggal 22 Juni 2015

S : Demam (-), sesak nafas (-), nyeri sendi (-)O : Kesadaran kompos mentis, tampak sakit sedang

Tekanan darah : 110/70 mmHgNadi : 100 X/menit

RR : 20 X/menit

Suhu : 36,8oC

Kepala : Kongjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Thoraks: Simetris, pergerakan dinding dada (+),

Paru : sonor di kedua lapangan paru, stemfremitus kanan = kiri, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), dan wheezing (-).

Jantung : iktus kordis telihat (-), iktus kordis teraba di ICS 4 linea linea axilaris anterior sinistra, batas atas jantung ICS 2, batas kiri jantung ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas kanan jantung ICS 3 linea parasternalis dextra, bunyi jantung I dn II (+) normal, murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axilaris anterior sinistra.

Abdomen : datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal Akral : pucat (-), hangat (+)

A : Penyakit Jantung Rematik P :

Non farmakologis

Tirah Baring

Farmakologis

Penisilin V (oral) 3 X 250 mg

Prednison 4 X 12,5 mg

Diet RDA (kkal/KgBB/hari) X BB ideal

80 kkal/kgBB/hari X 30 kg = 2400kkal/hari

Kebutuhan nutrisi

Karbohidrat = 45 % X kalori/hari

= 45 % X 2400 kkal/hari

= 1080 kkal/hari = 270 gram/hari

Protein = 35 % X kalori/hari

= 35 % 2400 kkal/hari

= 840 kkal/hari = 210 gram/hari

Lemak = 10 % X kalori/hari

= 10 % X 2400 kkal/hari

= 240 kkal/hari = 27 gram/hari Tanggal 23 Juni 2015

S : Demam (-), sesak nafas (-), nyeri sendi (-)O : Kesadaran kompos mentis, tampak sakit sedang

Tekanan darah : 110/70 mmHgNadi : 100 X/menit

RR : 22 X/menit

Suhu : 36,8oC

Kepala : Kongjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Thoraks: Simetris, pergerakan dinding dada (+),

Paru : sonor di kedua lapangan paru, stemfremitus kanan = kiri, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), dan wheezing (-).

Jantung : iktus kordis telihat (-), iktus kordis teraba di ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas atas jantung ICS 2, batas kiri jantung ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas kanan jantung ICS 3 linea parasternalis dextra, bunyi jantung I dn II (+) normal, murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axilaris anterior sinistra.

Abdomen : datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal Akral : pucat (-), hangat (+)

A : Penyakit Jantung Rematik P :

Non farmakologis

Tirah Baring

Farmakologis

Penisilin V (oral) 3 X 250 mg

Prednison 4 X 12,5 mg

Diet RDA (kkal/KgBB/hari) X BB ideal

80 kkal/kgBB/hari X 30 kg = 2400kkal/hari

Kebutuhan nutrisi

Karbohidrat = 45 % X kalori/hari

= 45 % X 2400 kkal/hari

= 1080 kkal/hari = 270 gram/hari

Protein = 35 % X kalori/hari

= 35 % 2400 kkal/hari

= 840 kkal/hari = 210 gram/hari

Lemak = 10 % X kalori/hari

= 10 % X 2400 kkal/hari

= 240 kkal/hari = 27 gram/hari Tanggal 24 Juni 2015

S : Demam (-), sesak nafas (-), nyeri sendi (-)O : Kesadaran kompos mentis, tampak sakit sedang

Tekanan darah : 100/70 mmHgNadi : 98 X/menit

RR : 22 X/menit

Suhu : 36,5oC

Kepala : Kongjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Thoraks: Simetris, pergerakan dinding dada (+),

Paru : sonor di kedua lapangan paru, stemfremitus kanan = kiri, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), dan wheezing (-).

Jantung : iktus kordis telihat (-), iktus kordis teraba di ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas atas jantung ICS 2, batas kiri jantung ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas kanan jantung ICS 3 linea parasternalis dextra, bunyi jantung I dn II (+) normal, murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axilaris anterior sinistra.

Abdomen : datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal Akral : pucat (-), hangat (+)

A : Penyakit Jantung Rematik P : Non farmakologis

Tirah Baring

Farmakologis

Penisilin V (oral) 3 X 250 mg

Prednison 4 X 12,5 mg

Diet RDA (kkal/KgBB/hari) X BB ideal

80 kkal/kgBB/hari X 30 kg = 2400kkal/hari

Kebutuhan nutrisi

Karbohidrat = 45 % X kalori/hari

= 45 % X 2400 kkal/hari

= 1080 kkal/hari = 270 gram/hari

Protein = 35 % X kalori/hari

= 35 % 2400 kkal/hari

= 840 kkal/hari = 210 gram/hari

Lemak = 10 % X kalori/hari

= 10 % X 2400 kkal/hari

= 240 kkal/hari = 27 gram/hari Tanggal 25 Juni 2015

S : Demam (-), sesak nafas (-), nyeri sendi (-)O : Kesadaran kompos mentis, tampak sakit sedang

Tekanan darah : 110/60 mmHgNadi : 98 X/menit

RR : 22 X/menit

Suhu : 36,5oC

Kepala : Kongjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)Thoraks: Simetris, pergerakan dinding dada (+),

Paru : sonor di kedua lapangan paru, stemfremitus kanan = kiri, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), dan wheezing (-).

Jantung : iktus kordis telihat (-), iktus kordis teraba di ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas atas jantung ICS 2, batas kiri jantung ICS 4 linea axilaris anterior sinistra, batas kanan jantung ICS 3 linea parasternalis dextra, bunyi jantung I dn II (+) normal, murmur sistolik grade 3/6 di katup mitral ICS 4 linea axilaris anterior sinistra.

Abdomen : datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal Akral : pucat (-), hangat (+)

A : Penyakit Jantung Rematik P :

Non farmakologis

Tirah Baring

Farmakologis

Penisilin V (oral) 3 X 250 mg

Prednison 4 X 12,5 mg

Diet RDA (kkal/KgBB/hari) X BB ideal

80 kkal/kgBB/hari X 30 kg = 2400kkal/hari

Kebutuhan nutrisi

Karbohidrat = 45 % X kalori/hari

= 45 % X 2400 kkal/hari

= 1080 kkal/hari = 270 gram/hari

Protein = 35 % X kalori/hari

= 35 % 2400 kkal/hari

= 840 kkal/hari = 210 gram/hari

Lemak = 10 % X kalori/hari

= 10 % X 2400 kkal/hari

= 240 kkal/hari = 27 gram/hari DAFTAR PUSTAKA

Afif S Abdullah. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan di Indonesia. Pidato Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Kedokteran. Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara. MedanKliegman R, Behrman R, Jenson H. 2007. Rheumatic Heart Disease in Nelson Textbook of Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. Markum A.H. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. JakartaMeador RJ. Russel IJ. Davidson A, et all. 2015. Acute Rheumatic Fever. Available from: www.emedicine.medscape.com/article/333103-overview#as. Diakses 21 Juni 2015.

Park MK. 1996. Acute Rheumatic Fever In: Peditric Cardiology For Practicioners. 3rd ed. St louis: Mosby. Park M. 2008. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Pusponegoro HD. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Stollerman GH. 2005. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book. WHO. 2001. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. WHO Thecnical Report Series 923. Report of a WHO Expert Consultation. Geneva 29 October 1 November 2001.