Laporan Praktek Kerja Lapangan (FIXED).pdf

62
STUDI SISTEM KONTROL LEVEL PADA HIGH PRESSURE SEPARATOR C-3-08A LAPORAN KERJA PRAKTEK DI PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-V BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR Tanggal 1 Juni s/d 30 Juli 2012 oleh Andam Deatama Refino 13309013 Program Studi Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung 2012

Transcript of Laporan Praktek Kerja Lapangan (FIXED).pdf

  • STUDI SISTEM KONTROL LEVEL PADA HIGH PRESSURE

    SEPARATOR C-3-08A

    LAPORAN KERJA PRAKTEK

    DI PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-V

    BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

    Tanggal 1 Juni s/d 30 Juli 2012

    oleh

    Andam Deatama Refino

    13309013

    Program Studi Teknik Fisika

    Fakultas Teknologi Industri

    Institut Teknologi Bandung

    2012

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    i

    LEMBAR PENGESAHAN

    STUDI SISTEM KONTROL LEVEL PADA HIGH PRESSURE

    SEPARATOR C-3-08A

    LAPORAN KERJA PRAKTEK

    DI PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-V BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

    Tanggal 1 Juni s/d 30 Juli 2012

    oleh

    Andam Deatama Refino

    13309013

    Laporan ini telah diperiksa dan disetujui

    Balikpapan, 30 Juli 2012

    Menyetujui,

    Pembimbing Kerja Praktek

    PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V Balikpapan

    Warsito

    Mengetahui,

    Elect & Inst. Insp Engineer Section Head Public Relation Section Head

    PT. PERTAMINA (Persero) PT. PERTAMINA (Persero)

    Refinery Unit V Balikpapan Refinery Unit V Balikpapan

    Suryono Fety

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan

    karuniaNya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini. Shalawat

    serta salam juga senantiasa penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

    Laporan Kerja Praktek ini disusun setelah penulis melakukan kegiatan

    Praktek Keja Lapangan (PKL) yang dimulai pada tanggal 1 Juni 2012 sampai

    dengan tanggal 30 Juli 2012 di PT. PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan,

    Kalimantan Timur. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini meliputi kegiatan

    orientasi umum lapangan serta studi literatur. Hal ini dimaksudkan agar penulis

    dapat membandingkan antara kondisi kerja di lapangan dengan teori yang berlaku

    di belakang meja.

    Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

    penyusunan Laporan Kerja Praktek ini, oleh karena itu penulis terbuka bagi segala

    kritik dan saran yang membangun dari pihak manapun agar laporan ini menjadi

    lebih baik.

    Dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini penulis mendapat banyak

    bimbingan, dukungan baik moriil maupun materiil, serta bantuan dan arahan yang

    berasal dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala rasa hormat penulis

    menyampaikan rasa terima kasih kepada:

    F.X. Nugroho Soelami, Ph.D selaku Ketua Program Studi Teknik Fisika

    Institut Teknologi Bandung.

    Public Relation Manager PT. PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan

    yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melakukan kerja praktek

    di PT. PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan.

    Elec & Inst Insp Engineer Section Head PT PERTAMINA (Persero) RU-

    V Balikpapan beserta jajaran yang telah memberikan kesempatan untuk

    dapat melakukan kerja praktek di bagian Instrumentasi.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    iii

    Seluruh karyawan dan staff bagian Elec & Inst Insp Engineer PT

    PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan atas dukungan dan

    bimbingannya.

    Seluruh Section Head dan Instrument Supervisor Maintenance Area 1, 2, 3,

    dan 4, serta seluruh karyawan dan staff PT PERTAMINA (Persero) RU-V

    Balikpapan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala

    penjelasan dan bantuannya.

    Orang tua dan adik-adik penulis, khususnya kepada bapak penulis, terima

    kasih untuk segala dukungan dan bantuannya baik berupa doa, moriil,

    maupun materiil.

    Teman-teman kerja praktek atas kerjasama dan bantuannya selama kerja

    praktek.

    Penulis berharap dengan disusunnya Laporan Kerja Praktek ini dapat

    memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi berbagai pihak khususnya bagi

    PT PERTAMINA (Persero) RU-V Balikpapan serta Mahasiswa Jurusan Teknik

    Fisika Insitut Teknologi Bandung.

    Akhir kata, segala kekurangan pada penyusunan laporan ini disebabkan

    oleh keterbatasan penulis. Oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-

    besarnya atas segala hal yang kurang berkenan, juga berbagai kesalahan baik lisan

    maupun tulisan dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini. Sesungguhnya

    kebenaran datangnya dari Allah dan kesalahan datangnya dari diri penulis.

    Balikpapan, 30 Juli 2012

    Penulis

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    iv

    ABSTRAK

    High Pressure Separator (HPS) merupakan salah satu unit yang berperan

    cukup vital dalam memisahkan fasa fluida di dalam sebuah industri proses,

    khususnya industri perminyakan. Pada HPS, fluida terpisah secara alami

    berdasarkan prinsip gravitasi menjadi tiga fasa yakni gas, hidrokarbon cair, dan air.

    Setiap fluida yang terdapat di dalam HPS memiliki saluran outlet masing-masing

    yang debit alirannya diatur sedemikian rupa berdasarkan kondisi ketinggian cairan

    dan tekanan gas di dalam kolom. Namun demikian, terkadang fluida cair yang

    terdapat di dalam HPS tidak terkontrol ketinggiannya sehingga fluida tersebut ikut

    masuk ke outlet gas yang langsung terhubung ke kompresor. Terbawanya fluida

    berfasa cair ke dalam kompresor sering disebut sebagai Liquid Carry Over.

    Peristiwa ini dapat berakibat pada kerusakan kompresor dan secara tidak langsung

    juga menyebabkan aktifnya mekanisme pengamanan yang mengakibatkan kilang

    trip. Untuk itu, sistem kontrol level pada HPS perlu ditinjau untuk mencegah

    terjadinya peristiwa Liquid Carry Over. Pada laporan ini dibahas mengenai

    beberapa kemungkinan kegagalan control ketinggian cairan di dalam HPS juga

    solusi dari sisi sistem kontrol level yang memungkinkan untuk menghindari

    terjadinya Liquid Carry Over tersebut.

    Kata kunci: High Pressure Separator, Liquid Carry Over, Kontrol, Level

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    v

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i

    KATA PENGANTAR............................................................................................ii

    ABSTRAK.............................................................................................................iv

    DAFTAR ISI..........................................................................................................v

    DAFTAR GAMBAR...........................................................................................viii

    BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1

    1.1. Latar Belakang............................................................................................1

    1.2. Permasalahan..............................................................................................2

    1.3. Tujuan dan Manfaat Kerja Praktek.............................................................2

    1.4. Pembatasan Masalah...................................................................................2

    1.5. Metode Pengambilan Data..........................................................................3

    1.6. Sistematika Penulisan.................................................................................3

    BAB 2. PROFIL PERUSAHAAN.........................................................................4

    2.1. Sejarah Pertamina.......................................................................................4

    2.2. Visi & Misi Perusahaan..............................................................................6

    2.2.1. Visi...................................................................................................6

    2.2.2. Misi..................................................................................................6

    2.2.3. Visi RU V.........................................................................................6

    2.2.4. Misi RU V........................................................................................6

    2.3. Logo Pertamina...........................................................................................7

    2.4. Struktur Organisasi Perusahaan..................................................................8

    2.5. Lokasi Perusahaan......................................................................................9

    2.6. Unit-unit Pengolahan di RU V Balikpapan................................................9

    2.6.1. Kilang Balikpapan I.........................................................................9

    2.6.1.1. Crude Distillation Unit V (CDU V) ....................................9

    2.6.1.2. High Vacuum Unit III (HVU III) ......................................10

    2.6.1.3. Wax Plant...........................................................................10

    2.6.1.4. Effluent Water Treatment Plant.........................................11

    2.6.1.5. Dehydration Plant...............................................................12

    2.6.2. Kilang Balikpapan II......................................................................12

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    vi

    2.6.2.1. Unit Hydroskimming Complex (HSC) .............................12

    2.6.2.2. Unit Hydrocracking Complex (HCC) ...............................14

    2.6.3. Unit Pendukung Proses..................................................................16

    2.6.3.1. Utilities dan Power Plant....................................................16

    2.6.3.2. Terminal Balikpapan dan Lawe-lawe................................17

    2.6.3.3. Laboratorium......................................................................19

    2.6.4. Bagian K3LL..................................................................................19

    2.6.4.1. Pemadam Kebakaran..........................................................19

    2.6.4.2. Safety..................................................................................20

    2.6.4.3. Lindungan Lingkungan......................................................21

    BAB 3. LANDASAN TEORI..............................................................................23

    3.1. High Pressure Separator............................................................................23

    3.2. Control System..........................................................................................24

    3.2.1. Sensor, Transmitter, dan Indikator.................................................24

    3.2.2. Controller.......................................................................................26

    3.2.3. Transducer dan Control Valve.......................................................27

    BAB 4. PLANT 3A: HYDROCRACKER REACTION SECTION................33

    4.1. Gambar PFD Plant 3A..............................................................................33

    4.2. Alat Produksi Utama Plant 3A..................................................................33

    4.3. Proses Produksi pada Plant 3A: Hydrocracker Reaction Section.............33

    4.4. High Pressure Separator C-3-08A.............................................................35

    4.4.1. Umum.............................................................................................35

    4.4.2. Sistem Kontrol HPS C-3-08A........................................................36

    BAB 5. PEMBAHASAN: KONTROL LEVEL PADA HPS C-3-08A............41

    5.1. Identifikasi Masalah..................................................................................41

    5.2. Kondisi C-3-08A dan Sistem Kontrolnya.................................................41

    5.3. Analisis.....................................................................................................42

    5.3.1. Tinjauan Berdasarkan First Element..............................................42

    5.3.2. Tinjauan Berdasarkan Controller...................................................44

    5.3.3. Tinjauan Berdasarkan Final Element.............................................45

    5.4. Pembahasan Solusi....................................................................................47

    BAB 6. KESIMPULAN.......................................................................................50

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    vii

    6.1. Kesimpulan...............................................................................................50

    6.2. Saran.........................................................................................................51

    DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................52

    LAMPIRAN..........................................................................................................53

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    viii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Logo Pertamina 7

    Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan 8

    Gambar 2.3 Peta Lokasi Kilang 9

    Gambar 3.1 Loop Sistem Kontrol 24

    Gambar 4.1 High Pressure Separator C-3-08A 35

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    1

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Separator sebagai salah satu unit di dalam industri pengolahan minyak

    bumi memiliki peran yang cukup vital mengingat pada beberapa titik proses,

    minyak olahan masih berada pada kondisi multifasa. Pada salah satu bagian

    proses yang dikondisikan pada tekanan tinggi dibutuhkan sebuah separator khusus

    yang dikenal sebagai High Pressure Separator.

    Pada dasarnya High Pressure Separator memiiki prinsip yang sama dengan

    separator gravitasi lainnya. Pemisahan dilakukan secara alami mengikuti hukum

    gravitasi. Fluida yang ditampung akan terpisah dengan sendirinya dalam beberapa

    tingkatan sesuai dengan specific gravity masing-masing. Pada kolom HPS C-3-08

    di PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan, fluida terpisah dalam 3 fasa

    yakni air, hidrokarbon, dan gas. Setiap fluida memiliki saluran keluaran masing-

    masing yang debitnya diatur berdasarkan kondisi ketinggian cairan dan tekanan

    gas di dalam kolom.

    Gas yang terpisah di dalam HPS merupakan gas hidrogen yang digunakan

    untuk reaksi di dalam reaktor. Gas tersebut memiliki saluran keluaran yang

    letaknya ada di bagian atas kolom HPS. Melalui saluran tersebut, gas hidrogen

    kemudian disedot oleh kompresor K-3-01 yang mengalirkannya sebagai Recycle

    Hydrogen untuk kembali digunakan pada setiap reaktor.

    Yang kemudian sering menjadi permasalahan adalah, fluida cair yang

    berada di dalam HPS tidak terkontrol ketinggiannya sehingga ikut tersedot ke

    dalam kompresor. Peristiwa ini sering disebut sebagai Liquid Carry Over. Hal ini

    dapat berakibat pada kerusakan kompresor tersebut. Selain itu masuknya fluida

    cair secara tidak langsung juga menyebabkan aktifnya mekanisme pengamanan

    yang mengakibatkan kilang trip.

    Untuk itu, diperluan sebuah mekanisme control ketinggian cairan di dalam

    HPS yang lebih baik. Hal ini dilakukan untuk memastikan ketinggian cairan di

    dalam HPS tetap terkontrol dan tidak sampai berlebihan sehingga menyebabkan

    terjadinya Liquid Carry Over.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    2

    1.2. Permasalahan

    Dari uraian di atas diperoleh beberapa permasalahan yang akan

    diselesaikan dalam laporan kerja praktik ini sebagai berikut:

    Bagaimana sistem pengendalian High Pressure Separator bekerja?

    Bagaimana pengendalian level di High Pressure Separator mencegah

    terjadinya Liquid Carry Over pada kompresor?

    1.3. Tujuan dan Manfaat Kerja Praktek

    Tujuan dilakukannya kegiatan Kerja Praktek ini adalah sebagai berikut:

    Memenuhi tugas mata kuliah Etika Rekayasa dan Kerja Praktik (kode

    mata kuliah TF-4001).

    Memahami proses pada kilang pengolahan minyak bumi secara umum.

    Mempelajari permasalahan Liquid Carry Over pada kompresor dan

    cara mencegahnya.

    Mempelajari sistem kontrol pada High Pressure Separator.

    Adapun manfaat yang di dapat dari kegiatan Kerja Praktek ini adalah

    sebagai berikut:

    Penulis mendapat pengalaman dan memahami system kerja di dalam

    kilang, termasuk di dalamnya mengenai alur proses secara umum,

    juga etika kerja di lapangan.

    PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan mendapat umpan balik

    berupa tinjauan yang dilakukan secara khusus kepada salah satu

    fasilitas produksinya dari sudut pandang akademisi.

    1.4. Pembatasan Masalah

    Pada laporan ini penulis hanya akan membahas mengenai kontrol level

    pada High Pressure Separator C-3-08A untuk mencegah terjadinya Liquid Carry

    Over ke kompresor K-3-01A.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    3

    1.5. Metode Pengambilan Data

    Metode pengambilan data yang digunakan untuk menyelesaikan laporan

    ini terdiri dari observasi lapangan dan studi literatur. Observasi lapangan yakni

    berupa kunjungan langsung ke lapangan, melakukan pengamatan terhadap objek,

    dan melakukan wawancara kepada karyawan maupun staf yang sedang bertugas.

    Sementara studi literatur berupa peninjauan dokumen-dokumen kilang (missal:

    P&ID, PFD, Logic Diagram, dll), pembacaan datasheet atau manual instruction

    perangkat, juga literatur-literatur lain yang didapatkan dari berbagai sumber.

    1.6. Sistematika Penulisan

    Agar laporan ini berurutan dan lebih mudah dipahami, maka penulis

    menyusun sistematika Laporan Kerja Praktek ini sebagai berikut:

    a. Bab I Pendahuluan

    Bab ini berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, pembatasan

    masalah, dan metode pengambilan data dari laporan.

    b. Bab II Profil Perusahaan

    Bab ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan informasi

    mengenai perusahaan secara umum.

    c. Bab III Landasan Teori

    Bab ini berisi teori-teori yang mendasari pembahasan

    permasalahan pada laporan ini.

    d. Bab IV Plant 3A: Hydrocracker Reaction Section

    Bab ini membahas tentang Plant 3A. Termasuk di dalamnya

    pembahasan yang lebih rinci tentang High Pressure Separator itu

    sendiri beserta sistem kontrol yang bekerja secara umum

    e. Bab V Level Control untuk HPS C-3-08A

    Pada bab ini dibahas permasalahan yang sering terjadi pada High

    Pressure Separator, analisis pemasalahan, sampai kepada solusi-

    solusi yang sekiranya dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya

    permasalahan tersebut

    f. Bab VI Kesimpulan

    Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan beserta saran.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    4

    BAB 2. PROFIL PERUSAHAAN

    2.1. Sejarah Pertamina

    Pada tanggal 10 Desember 1957 sebuah perusahaan minyak yang

    berstatus hukum didirikan dengan nama PT. PERMINA. Perusahaan ini

    disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. J.A. 5/32/11

    tanggal 3 April 1958. Setahun setelah didirikan pada bulan Juni PT.

    PERMINA mengekspor minyak mentah untuk pertama kalinya. PT.

    PERMINA mengadakan perjanjian kerjasama dengan perusahaan minyak

    Jepang NOSODECO. Selanjutnya pada tahun 1961 pemerintah mengambil

    alih saham SHELL dalam PERMINDO. PERMINDO dilikuidasi dan

    dibentuk PN Pertambangan Minyak Indonesia atau disingkat PERTAMIN.

    Tanggal 31 Desember 1965 Pemerintah RI membeli PT SHELL

    INDONESIA dengan harga US$ 110 juta. Unit-unit ex SHELL

    dimasukkan dalam organisasi PN PERMINA. Berdasarkan Peraturan

    Pemerintah No. 27 tahun 1968 tanggal 20 Agustus 1968, PN PERMINA

    dan PN PERTAMIN dilebur menjadi satu Perusahaan Negara dengan

    nama PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional atau disingkat

    menjadi PN. PERTAMINA.

    PN. PERTAMINA menjadi PERTAMINA pada tanggal 15

    September 1971. Selanjutnya PERTAMINA berubah bentuk menjadi

    perusahaan persero pada 17 September 2003 dan namanya berubah

    menjadi PT. PERTAMINA (Persero). Badan usaha yang bergerak di

    minyak dan gas ini memiliki dua kegiatan utama yaitu kegiatan hulu yang

    mengurusi eksploitasi dan kegiatan hilir yang mengurusi pengolahan dan

    distribusi.

    Kegiatan PT PERTAMINA (Persero) hulu atau Direktorat Hulu

    sekarang adalah sebagai sub-holding yang membawahi seluruh portofolio

    usaha PERTAMINA di sektor energi hulu. Sebagai program kerja

    Direktorat Hulu telah menyusun Rencana Jangka Panjang Perusahaan

    (RJPP) 2007-2014. Sebagai bagian dari perseroan Direktorat Hulu

    mengelola unit-unit usaha di sektor energi hulu. Kegiatan usaha ini

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    5

    meliputi eksplorasi, produksi, transportasi, pengolahan serta pembangkitan

    energi dari berbagai jenis sumber daya, seperti minyak, gas, dan panas

    bumi, serta usaha terkait lainnya, baik di dalam negri

    maupun mancanegara. Usaha hulu ini meliputi anak - anak perusahaan

    dan unit bisnis hulu yang antara lain adalah:

    1. PT PERTAMINA EP (PEP)

    2. PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY (PGE)

    3. PT PERTAGAS

    4. PT PERTAMINA HULU ENERGI (PHE)

    5. Drilling Service Hulu (DS)

    6. Exploration and Production Technology Center (EPTC)

    Sedangkan kegiatan usaha PERTAMINA hilir meliputi pengolahan,

    pemasaran, distribusi, dan niaga. Untuk distribusi produk hilir

    PERTAMINA mencakup dalam dan luar negri didukung oleh fasilitas

    transportasi darat dan laut. Usaha PERTAMINA hilir merupakan integrasi

    Usaha Pengolahan, Usaha Pemasaran, Usaha Niaga, dan Usaha Perkapalan.

    Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara yang telah berubah

    bentuk menjadi PT. Persero yang bergerak di bidang energi, petrokimia

    dan usaha lain yang menunjang bisnis Pertamina, baik di dalam maupun di

    luar negeri yang berorientasi pada mekanisme pasar. Sekarang Pertamina

    memiliki total kapasitas kilang sebesar 1.079.300 BPSD yang terbagi

    sebagai berikut:

    RU-I Brandan (sudah tutup) : 5.000 BPSD

    RU-II Dumai : 170.000 BPSD

    RU-III Musi : 133.700 BPSD

    RU-IV Cilacap : 330.000 BPSD

    RU-V Balikpapan : 253.600 BPSD

    RU-VI Balongan : 125.000 BPSD

    KLBB : 52.000 BPSD

    RU-VII Kasim : 10.000 BPSD

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    6

    PT. Pertamina (Persero) merupakan BUMN yang 100% sahamnya

    dimiliki oleh Negara. Modal Disetor (Penanaman Modal Negara/PMN) PT.

    Pertamina (Persero) pada saat pendirian adalah Rp. 100 Trilyun. Nilai Rp.

    100 Trilyun tersebut diperoleh dari :

    "Seluruh Kekayaan Negara yang selama ini tertanam pada

    Pertamina, yang meliputi Aktiva Pertamina beserta seluruh Anak

    Perusahaan, termasuk Aktiva Tetap yang telah direvaluasi oleh Perusahaan

    Penilai Independen, dikurangi dengan semua Kewajiban (Hutang)

    Pertamina".

    2.2. Visi & Misi Perusahaan

    2.2.1. Visi

    Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia

    2.2.2. Misi

    Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar

    nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial

    yang kuat.

    2.2.3. Visi RU V

    Menjadi kilang kebanggaan nasional yang mampu

    bersaing dan menguntungkan.

    2.2.4. Misi RU V

    1. Mengelola operasional kilang secara aman, handal,

    efisien, dan ramah lingkungan untuk menyediakan

    kebutuhan energy yang berkelanjutan.

    2. Mengoptimalkan fleksibilitas pengolahan untuk

    memaksimalkan valuable product.

    3. Memberikan manfaat kepada stakeholder.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    7

    2.3. Logo Pertamina

    Pemikiran perubahan logo sudah dimulai sejak 1976 setelah terjadi

    krisis Pertamina. Pemikiran tersebut dilanjutkan pada tahun-tahun

    berikutnya dan diperkuat melalui dibentuknya Tim Restrukturisasi

    Pertamina tahun 2000 (Tim Citra), termasuk kajian yang mendalam dan

    komprehensif sampai pada pembuatan TOR dan perhitungan biaya. Akan

    tetapi, program tersebut tidak sampai terlaksana karena adanya perubahan

    kebijakan atau pergantian direksi.

    Wacana perubahan logo tetap berlangsung sampai dengan

    terbentuknya PT. Pertamina tahun 2003. Adapun pertimbangan pergantian

    logo yaitu agar dapat membangun semangat baru, mendorong perubahan

    corporate culture bagi seluruh pekerja, mendapatkan image yang lebih

    baik di antara global oil and gas company, serta mendorong daya saing

    perusahaan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, antara

    lain:

    - Perubahan peran dan status hukum perusahaan menjadi perseroan

    - Perubahan strategi perusahaan untuk menghadapi persaingan

    pasca PSO dan semakin banyak terbentuknya entitas bisnis baru

    di bidang hulu dan hilir

    Melalui slogan ALWAYS THERE yang diterjemahkan menjadi

    SELALU HADIR MELAYANI diharapkan perilaku jajaran pekerja

    akan berubah menjadi entrepreneur dan customer oriented, terkait dengan

    persaingan yang sedang dan akan dihadapi.

    Gambar 2.1 Logo PERTAMINA

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    8

    Elemen logo merupakan representasi huruf P yang secara

    keseluruhan merupakan representasi bentuk panah, dimaksudkan sebagai

    PERTAMINA yang bergerak maju dan progresif. Warna-warna yang ada

    menunjukkan langkah besar yang diambil PERTAMINA dan aspirasi

    perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis. Warna-warna

    tersebut adalah:

    Biru : Mencerminkan handal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab.

    Hijau : Mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan.

    Merah : Keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi

    berbagai macam keadaan.

    2.4. Struktur Organisasi Perusahaan

    Berikut adalah garis besar struktur organisasi perusahaan:

    Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU V Balikpapan

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    9

    2.5. Lokasi Perusahaan

    Kilang RU V terletak di kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Tepatnya di

    pesisir teluk Balikpapan. Berikut peta lokasinya:

    Gambar 2.3 Peta Lokasi Kilang

    2.6. Unit-unit Pengolahan di RU-V Balikpapan

    Unit produksi di RU V Balikpapan secara garis besar meliputi 6 bagian

    yaitu TBL, UTILITIES, DIS & WAX, HSC, HCC,dan

    LABORATORIUM. Keenam bagian ini terbagi dalam area Kilang

    Balikpapan I dan Kilang Balikpapan II.

    2.6.1. Kilang Balikpapan I

    Kilang Balikpapan I terdiri dari unit - unit yaitu:

    2.6.1.1. Crude Distillation Unit V (CDU V)

    CDU V adalah unit distilasi atmosferik yaitu

    memisahkan crude berdasarkan titik didihnya dengan

    menggunakan tekanan 1atm. Unit ini memiliki kapasitas 60

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    10

    MBSD. Crude yang diolah diutamakan yang bersifat

    parafinik karena CDU V didesain untuk menghasilkan feed

    bagi wax plant yaitu paraffinic oil distillate (POD). Namun

    sejak unit Wax Plant terbakar pada tahun 2006 produksi

    untuk lilin menurun. Ditambah lagi dengan crude yang

    diterima oleh RU V Balikpapan saat ini lebih merupakan

    campuran atau disebut Cocktail Crude, maka spesifikasi

    crude yang bersifat parafinik tidak dapat terpenuhi secara

    optimum lagi. Produk lain yang dihasilkan oleh CDU V

    adalah LPG, kerosin, LGO, HGO dan long residue.

    2.6.1.2. High Vacuum Unit III (HVU III)

    HVU III adalah unit yang mengolah long residue

    dari CDU V. Proses yang dilakukan dalam unit ini adalah

    distilasi dengan menggunakan tekanan rendah yaitu di

    bawah 1atm (vakum). Pada keadaan vakum titik didih feed

    akan tercapai pada suhu yang lebih rendah. Hal ini

    disebabkan feed HVU III merupakan long residue yang

    memiliki titik didih yang sangat tinggi. Selain itu jika

    digunakan suhu yang terlalu tinggi dikhawatirkan akan

    terjadi perengkahan atau crack sehingga terbentuk gas dan

    coke serta boros energi. Produk dari High Vaccum Unit

    adalah light vacuum gas oil (LVGO) sebagai komponen

    blending solar, paraffinic oil distilate (POD) sebagai bahan

    baku pembuatan lilin, heavy vacuum gas oil (HVGO)

    sebagai bahan baku di unit hydrocracking, dan short

    residue sebagai komponen blending LSWR (Low Sulfur

    Wax Residue).

    2.6.1.3. Wax plant

    Wax plant adalah unit yang bertujuan untuk

    memisahkan lilin yang terkandung dalam Paraffinic Oil

    Distillate (POD), yang juga merupakan produk keluaran

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    11

    HVU III. Pada proses pemisahan ini terdapat empat tahapan

    di dalam unit wax plant, yaitu :

    1. Dewaxing

    2. Sweating

    3. Treating

    4. Molding

    Namun sejak plant ini terbakar pada tahun 2006

    Wax Plant tidak dapat beroperasi kembali. Akibatnya

    produk lilin yang dihasilkan saat ini kualitasnya tidak

    sebaik yang terdahulu. Hal ini diukur dari kandungan

    minyak atau oil content dalam lilin. Selain itu jumlah

    produksi pun menurun dari 150 ton/hari menjadi hanya 9

    ton/hari.

    2.6.1.4. Effluent Water Treatment Plant

    Unit EWTP berfungsi untuk mengolah limbah cair

    yang dihasilkan pada unit - unit proses di kilang Balikpapan

    I dan II serta buangan air hujan dari area tangki yang

    mengandung minyak. Agar air buangan di Kilang RU V

    Balikpapan tidak mencemari lingkungan saat dibuang ke

    laut maka limbah cair perlu diolah terlebih dahulu di EWTP.

    Limbah cair yang masuk ke dalam EWTP berasal dari dua

    sumber yaitu limbah cair dari proses dan iar hujan

    (drainase). Proses di EWTP mengolah limbah secara fisika,

    kimia dan biologi. Untuk limbah proses melaui tahapan

    refinery Waste Stilling Zone, Gravity Separator, Oil

    Skimmer, Refinery Slop Sump, Equalizer Basin, Dissolved

    Air Floatation, BioAeration Basin, dan Clarifier kemudian

    dibuang ke laut. Sedangkan untuk air hujan dan drainase

    dari sump melewati tahapan Storm Water Stilling Zone,

    Storm Water Basin, dan Gravity Separator kemudian

    dibuang ke laut.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    12

    2.6.1.5. Dehydration Plant

    Plant ini berfungsi untuk mengurangi kadar air pada

    crude yang mengandung banyak air. Keberadaan air dalam

    minyak harus dihindari karena dapat menyebabkan kolom

    meledak saat distilasi berlangsung. Kadar air yang

    diperbolehkan dalam minyak bumi adalah 0.5% berat.

    2.6.2. Kilang Balikpapan II

    Kilang Balikpapan II terdiri dari dua unit produksi, yaitu unit

    Hydroskimming Complex (HSC) serta unit Hydrocracking

    Complex (HCC).

    2.6.2.1. Unit Hydroskimming Complex (HSC)

    Unit ini terdiri dari Crude Distillation Unit (CDU)

    IV, Naphta Hydrotreater, Platforming Unit, LPG Recovery,

    LPG Treater, serta Sour Water Stripper Unit.

    Crude Distillation Unit (CDU) IV

    Unit adalah untuk fraksinasi minyak mentah

    menjadi tujuh jenis produk yang memiliki rentang titik

    didih berbeda. Dalam unit ini terjadi proses distilasi yaitu

    pemisahan berdasarkan titik didih yang dilakukan pada

    tekanan atmosfer (1 atm). Produk dari Crude Unit adalah

    LPG, komponen naphtha, LGO, HGO, kerosin dan reduced

    crude. Proses dalam CDU IV ini berkaitan erat dengan

    proses unit - unit selanjutnya.

    Naphta Hydrotreater

    Masukan untuk unit ini adalah komponen heavy

    naphta dari unit Hydrocracker dan CDU IV. Fungsi dari

    tahapan ini adalah membersihkan naphta dari pengotor -

    pengotor seperti sulfur, oksigen, nitrogen dan senyawa

    impurety lainnya. Senyawa pengotor ini harus dihilangkan

    karena dapat menjadi racun bagi katalis dalam proses

    Platforming selanjutnya. Reaksi yang terjadi dalam unit ini

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    13

    adalah desulfurisasi, denitrifikasi, hidrogenisasi olefin, dan

    eliminasi oksigen.

    Platforming Unit

    Pada unit ini terjadi proses yang bertujuan untuk

    mengubah naphta yang sebelumnya memiliki nilai oktan

    rendah menjadi memiliki nilai oktan yang tinggi. Masukan

    platformer adalah berasal dari unit nitrogen hydrotreater

    yang berupa sweet naphta. Proses dalam unit ini dilakukan

    secara katalitik dengan inti aktif katalis berupa logam

    platina. Produk dari unit ini disebut platformat. Platformat

    kemudian digunakan sebagai komponen blending premium.

    Reaksi yang terjadi dalam platformer antara lain

    aromatisasi, hydrocracking, isomerisasi naftena,

    dehidrosiklisasi dan desulfurisasi

    LPG Recovery

    Masukan unit ini adalah berasal dari CDU IV, CDU

    V, HCC, dan platformer. Unit ini bertujuan untuk

    menyelamatkan fraksi ringan yang masih terdapat dalam

    dalam raw LPG agar tidak terbuang. Dalam unit ini

    terdapat deethanizer yang berfungsi untuk menghilangkan

    fraksi hidrokarbon C1 - C2. Dalam Deethanizer terjadi

    proses distilasi bertekanan yaitu menggunakan tekanan

    kerja di atas 1atm.

    LPG Treater

    Unit ini bertujuan untuk mengurangi kandungan

    sulfur yang berlebihan pada LPG. Proses yang terjadi

    dalam unit ini adalah melewatkan gas dalam absorber

    berupa sisten Caustic wash process. Diharapkan sulfur

    dalam LPG akan terlarut dalam caustic sehingga LPG hasil

    dari unit in memiliki kadas sulfur yang rendah sesuai

    dengan spesifikasi di pasaran.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    14

    Sour Water Stripper Unit

    Unit ini adalah untuk mengolah air buangan proses

    yang berasal dari CDU IV, HVU II, LPG recovery, naphta

    hydrotreater dan hydrocracking. Komponen utama yang

    dihilangkan dalam unit ini adalah H2S dan NH3. Pada proses

    dalam unit ini akan dihasilkan tiga fraksi yaitu gas, minyak

    dan air. Gas yang dihasilkan kemudian dikirim ke

    incinerator. Minyak yeng terpisahkan dikirim ke slop tank.

    Air yang telah di strip digunakan kembali untuk proses.

    2.6.2.2. Unit Hydrocracking Complex (HCC)

    Unit ini terdiri dari Unit ini terdiri dari High

    Vacuum Unit (HVU) II, Hydrocracking Unit, Hydrogen

    Plant, Hydrogen Recovery System, Flare Gas Recovery

    System.

    High Vacuum Unit II

    Unit in bertujuan untuk mengolah long residue dari

    CDU IV dan CDU V dengan proses distilasi vakum. Seperti

    yang telah dijelaskan sebelumnya tekanan rendah

    digunakan (vakum) agar titik didih dapat dicapai pada suhu

    yang lebih rendah. Kolom fraksionasi divakumkan dengan

    tiga buah ejector. Dari proses di dalam unit ini dihasilkan

    produk LVGO, HVGO, IDO. Selain itu dihasilkan pula slop

    wax yang akan dikembalikan lagi ke kolom fraksionasi dan

    sebagian akan tercampur dengan short residue. Short

    residue digunakan untuk pemanas masukan kolom

    fraksionasi sebelum disimpan dalam tangki penyimpanan

    short residue.

    Hydrocracking Unit

    Proses yang terjadi di unit hydrocracker terbagi

    menjadi dua yaitu proses konversi di seksi reaktor dan

    proses distilasi di seksi fraksinasi. Proses konversi

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    15

    bertujuan mengubah struktur molekul hidrokarbon berat

    dengan atom C rantai panjang menjadi struktur molekul

    hidrokarbon ringan dengan atom C rantai pendek. Proses

    ini mereaksikan masukan berupa Heavy Vacuum Gas Oil

    (HVGO) dan gas hidrogen (H2) dalam suatu reaktor yang

    berisikan katalis. Reaksi yang terjadi adalah reaksi

    perengkahan katalitik (catalytic cracking) dan reaksi

    substitusi gas hidrogen pada kondisi tekanan dan

    temperatur tinggi.

    Hydrogen Plant

    Unit ini penghasil hydrogen yang digunakan dalam

    unit hydrocracking. Masukan unit ini adalah air (H2O) dan

    gas alam (metana/CH4) dengan proses steam reforming.

    Proses yang terjadi dalam unit ini adalah LPG vaporization

    desulfurisasi steam reforming HTSC LTSC

    absorbsi dan stripping metanasi. Hydrogen dibutuhkan

    untuk HCU yaitu untuk menurunkan suhu bed.

    Hydrogen Recovery System

    Low Pressure Separator (LPS) di Hydrocracker

    Unit masih mengandung 60-70% gas H2. Untuk itu unit

    Hydrogen recovery system berfungsi untuk mengambil

    kembali gas H2 agar tidak terbuang ke flare sia - sia. Unit

    ini terbagi menjadi 2 seksi, yaitu Seksi Pemurnian Gas (Gas

    Sweetening Section) dan Seksi Membran (Membrane

    Section).

    Flare Gas Recovery

    Unit ini didesain untuk mengambil kembali gas -

    gas buangan yang akan dilepas ke flare untuk dimanfaatkan

    kembali. gas yang berhasil diambil kembali dimanfaatkan

    sebagai fuel gas dan LPG yang kemudian diteruskan

    kembali ke CDU IV untuk didistilasi kembali. Flare Gas

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    16

    Recovery System terdiri dari seksi Water Seal Drum, Off-

    Gas Compressor serta seksi LPG Separator.

    2.6.3. Unit Pendukung Proses

    Dalam melakukan proses produksi dibutuhkan berbagai

    unit pendukung untuk memastikan kelancaran proses dan

    kekontinuan proses produksi. Unit-unit pendukung proses tersebut

    adalah Utilities dan Power Plant, TBL, dan Laboratorium.

    2.6.3.1. Utilities dan Power Plant

    Bagian ini adalah yang bertugas untuk menyediakan

    pasokan sumber tenaga, listrik, steam, dan air untuk

    kebutuhan operasional kilang. Dalam menjalankan tugasnya

    unit ini menggunakan beberapa sumber bahan baku. Bahan

    baku bagian ini adalah terdiri dari air permukaan waduk

    sungai Wain, air deep well, air laut, natural gas,

    residue/bottom product. Di bawah utilities juga terdapat

    unit - unit yang mendukung tugas dari bagian ini.

    Water Treatment Plant

    Terdapat tiga WTP yang berfungsi sebagai

    unit pengolahan air yang berasal dari air permukaan

    Waduk Sei wain dan sumur bor. Proses yang terjadi

    dalam plant ini adalah flokulasi dan koagulasi,

    sedimentasi, dan filtrasi.

    Sea Water Desalination

    Terdapat dua unit yang menggunakan

    teknologi yang berbeda yaitu MSF dan MED. Untuk

    menghindari terjadinya kerak dan busa digunakan

    bahan kimia. Jika telah banyak terjadi kerak dan

    kapasitas telah tidak efektif maka dilakukan acid

    cleaning.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    17

    Demineralization Plant dan Condensate Polisher

    Plant ini berfungsi untuk pemurnian air dari

    kandungan garam - garam mineral yaitu dengan

    bantuan cation resin, anion resin, dalam rangkaian

    filter. Sedangkan condensate polisher adalah untuk

    memurnikan return condensate ex turbine dan

    produk distilat dari SWD.

    Boilers

    Terdapat 6 unit HHP boiler untuk memenuhi

    kebutuhan steam. Steam yang diproduksi digunakan

    untuk kebutuhan PLTU dan kilang sebagai driver

    dan pemanas. System pengaturan boiler yang

    digunakan adalah Distributate Control System

    (DCS).

    Steam Turbine Generator

    Terdapat dua unit yaitu PP1 dan PP2. Steam

    penggerak turbin saling terkait secara kesisteman.

    Energy yang dihasilkan didistribusikan dan

    digunakan untuk keperluan operasional kilang dan

    penerangan pemukiman.

    Sea Cooling Water system

    Terdapat dua unit cooling water intake yang

    berfungsi untuk memompakan air laut sebagai air

    pendingin untuk operasional power plant kilang

    yaitu Rumah Pompa Air Laut (RPAL) dan Cooloing

    Water Intake (CWI).

    2.6.3.2. Terminal Balikpapan dan Lawe - Lawe

    Sebagai unit penunjang proses, Terminal

    Balikpapan Lawe-Lawe (TBL) mempunyai tugas dan

    tanggung jawab sebagai berikut :

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    18

    - Mengatur penerimaan minyak mentah (crude oil) yang

    akan diolah di kilang

    - Mengatur penerimaan minyak impor untuk campuran

    produk

    - Mengatur penerimaan produk jadi dan setengah jadi dari

    Kilang Balikpapan I dan II

    - Mengatur/menyiapkan campuran/blending produk sesuai

    permintaan dari bagian Ren.Ekon untuk selanjutnya

    dilakukan pengiriman

    - Mengatur pengiriman produk ke kapal

    - Mengelola fasilitas Jetty

    Unit TBL mempunyai dua terminal yaitu:

    Terminal Lawe - Lawe

    Terminal ini merupakan pintu masuk crude oil impor

    sebelum masuk ke Terminal Balikpapan. Discharge crude

    oil dari kapal dilakukan dengan melalui Single Buoy

    Mooring (SBM) yang terletak di tengah laut yang kemudian

    disalurkan ke terminal Lawe-Lawe. Di terminal ini terdapat

    tujuh buah tangki floating untuk penyimpanan. Penyaluran

    crude dari terminal Lawe-Lawe ke terminal Balikpapan

    dilakukan melalui jaringan pipa.

    Terminal Balikpapan

    Terminal Balikpapan mempunyai fungsi menerima

    crude oil dari terminal Lawe-Lawe dan juga crude oil dari

    Tanjung dan Warukin, mengatur penerimaan minyak impor

    untuk campuran produk, mengatur penerimaan produk

    setengah jadi dan produk jadi dari Kilang Balikpapan I dan

    II, melaksanakan blending terhadap produk, melaksanakan

    penyaluran NBM dan BBM, mengelola fasilitas jetty.

    Terminal ini meliputi beberapa seksi antara lain :

    - Seksi Tank Farm dan Storage

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    19

    - Seksi Jembatan dan Terminal

    2.6.3.3. Laboratorium

    Laboratorium merupakan bagian yang

    melaksanakan pengendalian mutu bahan baku, bahan

    setengah jadi, maupun bahan jadi. Laboratorium di RU V

    Balikpapan terdiri atas tiga laboratorium utama yaitu :

    1. Laboratorium Evaluasi Crude

    2. Laboratorium Produksi Cair

    3. Laboratorium Produksi Gas

    4. Laboratorium Lindungan Lingkungan

    2.6.4. Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lindungan

    Lingkungan

    K3LL terdiri dari bagian Pemadam Kebakaran, Safety, dan

    Lindungan Lingkungan. Ketiga bagian tadi memiliki kepala bagian

    dan struktur organisasi masing - masing. Adapun tugas - tugas K3LL

    secara umum adalah:

    1. Menjamin terpeliharanya keselamatan dan keamanan operasi

    kilang dan non kilang.

    2. Mencegah terjadinya kecelakaan, insiden, dan kebakaran.

    3. Menanggulangi kebakaran.

    4. Mengadakan pelatihan penanggulangan kebakaran.

    5. Mengawasi buangan limbah pabrik menurut ambang batas.

    2.6.4.1. Pemadam Kebakaran

    Pemadam kebakaran terbagi menjadi Pengawas

    Operasional Pemadam kebakaran, Pelatihan, Pelatihan dan

    Pengawas Sarana dan Transportasi. Pengawas operasional

    PK termasuk didalamnya piata jaga dan fireman baik di

    kilang Balikpapan maupun terminal Lawe - Lawe. Regu

    pemadam terdiri dari Regu Inti Pemadam Kebakaran dan

    regu Bantuan Pemadam Kebakaran. Regu bantuan

    pemadam kebakaran adalah karyawan non-K3LL yang

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    20

    dilatih dan diberi pengarahan untuk membantu jika terjadi

    kebakaran dalam kilang. Regu ini disebut sebagai auxiliary

    fire team.

    Setiap keadaan memiliki Tata Kerja Organisasi

    sendiri - sendiri. Keadaan tersebut antara lain:

    Emergency / kegagalan tenaga

    Kebakaran dalam Kilang

    Kebakaran asset perusahaan (di luar Kilang)

    Kebakaran pihak ketiga

    Setiap keadaan tersebut memiliki indicator

    keberhasilan sendiri - sendiri.

    2.6.4.2. Safety

    PERTAMINA Balikpapan menerapkan suatu

    pendekatan terhadap masalah keselamatan kerja yaitu

    disebut Manajemen Keselamatan Proses (MKP). Tujuan

    dari diterapkannya MKP adalah untuk menghindari adanya

    kerugian waktu maupun produksi akibat kegagalan

    peralatan maupun kegagalan system.

    Proses penerapan system MKP adalah melaui: Kebijakan

    Perencanaan Penerapan Pengukuran dan Evaluasi

    Tinjauan ulang dan Peningkatan oleh Manajemen

    Peningkatan yang berkesinambungan. MKP terdiri dari 14

    elemen yang tercakup dalam 3 komisi, yaitu:

    1. Komisi Teknologi

    Komisi ini bertanggung jawab atas informasi

    keselamatan proses, analisa bahaya proses, keterpaduan

    mekanik dan prestart up safety review.

    2. Komisi Keselamatan Kerja

    Komisi ini bertanggung jawab atas keselamatan

    kerja kontraktor, cara kerja aman, prosedur operasi dan

    pelatihan karyawan.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    21

    3. Komisi Manajemen

    Komisi ini bertanggung jawab atas partisipasi

    karyawan, manajemen perubahan, rencana tanggap

    darurat, audit keselamatan proses dan penyelidikan

    kecelakaan.

    Keempatbelas elemen tersebut adalah: Proses

    informasi keselamatan, Analisa bahaya proses, Keterpaduan

    alat - alat mekanik, Keselamatan kerja kontraktor, Prosedur

    operasi, Pelatihan, Partisipasi pekerja, Manajemen

    perubahan, Rencana tanggap darurat, Kesehatan lingkungan

    kerja, Praktek kerja aman, Keamanan Pre-Start up,

    penyelidikan kecelakaan, dan Audit.

    2.6.4.3. Lindungan Lingkungan

    Bagian ini bertugas untuk mengawasi kelestarian air,

    udara, dan linngkungan agar tidak tercemar akibat aktivitas

    produksi kilang PERTAMINA RU V Balikpapan. Untuk

    menjalankan tugasnya dalam bagian ini terbagi menjadi

    bagian Pengelolaan Regulasi, Pengelolaan Limbah Non-cair,

    Pengelolaan Limbah Cair.

    Pengelolaan regulasi adalah bertugas mengurusi

    segala yang berhubungan tentang regulasi lingkungan salah

    satunya tentang Proper Perusahaan. Saat ini Proper

    PERTAMINA RU V Balikpapan adalah merah. Hal ini

    disebabkan limbah keluaran masih banyak yang melampaui

    ambang batas hingga sebanyak 20%. Pengelolaan limbah

    cair memiliki beberapa parameter yaitu: COD, BOD, oil

    content, ammonia, sulfur, pH, temperatur, dan fenol.

    Pengelolaan limbah non-cair terbagi menjadi emisi,

    Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), dan limbah non- B3.

    Pada ketiganya dilakukan pemantauan dan pengelolaan.

    Untuk pemantauan emisi dilakukan 6 bulan sekali

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    22

    menggunakan alat yang disebut CEMS.parameter emisi

    yang diukur adalah CO, NOx, SOx, CO2, O2, partikulat dan

    laju air. Parameter - parameter ini adalah menurut Permen

    No. 13 tahun 2009. Untuk limbah non-B3 adalah terdiri dari

    sampah organic dan sampah non-organik yang berasal dari

    aktivitas kilang dan kantor PERTAMINA. Pengelolaan

    limbah non-B3 untuk saat ini adalah dengan membuang ke

    TPA Manggar. Limbah B3 PERTAMINA beberapa diolah

    dengan bekerjasama dengan perusahaan yang menyediakan

    jasa pengolahan limbah B3. Untuk limbah B3 yang belum

    dikelola disimpan dalam tempat penyimpanan sementara B3

    atau gudang B3. salah satu limbah B3 yang menjadi

    masalah bagi PERTAMINA RU V Balikpapan adalah acid

    sludge. Acid sludge adalah fenomena yang terjadi akibat

    penanganan limbah pada jaman dahulu yang dilakukan

    dengan menimbun semua limbah ke dalam rawa - rawa.

    Akibatnya saat ini terjadi aktivitas lumpur yang asam dan

    menyebar hingga merusak peralatan dan asset dalam kilang.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    23

    BAB 3. LANDASAN TEORI

    3.1.High Pressure Separator

    Alat ini merupakan salah satu jenis vessel yang berfungsi selain untuk

    menampung fluida sementara, sekaligus melakukan pemisahan fluida

    berdasarkan prinsip gravitasi. Ketika memasuki vessel, fluida akan terpisah

    secara alami berdasarkan speciffic gravity masing-masing. Dalam posisi ini,

    High Pressure Separator berfungsi untuk memisahkan tiga fasa fluida yakni

    gas, hidrocarbon, dan air. Berbeda dengan jenis separator yang lain, High

    Pressure Separator didesain khusus untuk melakukan pemisahan dalam

    kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi.

    Secara struktur, HPS memiliki beberapa perangkat penting di bagian

    dalamnya diantaranya adalah Diverter, Mist Eliminator, dan Vortex Breaker.

    Diverter merupakan lapisan yang terpasang di bagian inlet vessel yang

    berfungsi untuk menahan aliran inlet agar segera beralih ke kondisi yang

    stabil. Hal ini dikarenakan prinsip pemisahan HPS yang memanfaatkan gaya

    gravitasi akan bekerja lebih baik pada kondisi fluida yang stabil. Yang

    dimaksud stabil disini adalah kondisi fluida yang cenderung tidak mengalir ke

    arah tertentu. Kemudian di bagian outlet fasa liquid terdapat Vortex Breaker.

    Fungsi komponen ini adalah untuk mencegah terjadinya pusaran karena

    lubang outlet terdapat di bagian dasar vessel. Terjadinya pusaran akan

    mempengaruhi efektivitas pemisahan pada separator tersebut dikarenakan

    kondisi stabil tidak terpenuhi. Secara tidak langsung, adanya vortex breaker

    ini juga mencegah terjadinya kavitasi yakni timbulnya gelembung udara pada

    aliran fluida cair yang dapat merusak dinding pipa maupun valve. Terakhir,

    satu komponen lain yang memiliki peran cukup penting pada HPS adalah

    Mist Eliminator. Komponen ini terpasang pada outlet fluida gas yang

    posisinya terdapat di bagian atas vessel. Bentuknya berupa sekat berpori.

    Fungsinya adalah untuk memecah butiran liquid yang masih terkandung di

    dalam gas. Lebih jauh, Mist Eliminator memastikan bahwa gas yang dialirkan

    melalui outlet berada dalam fasa gas yang cenderung kering.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    24

    3.2.Control System

    Untuk menjaga kondisi sistem agar tetap pada kondisi yang diinginkan,

    sebuah sistem kontrol perlu dipasang. Sistem kontrol berfungsi untuk

    memantau jalannya proses, sekaligus melakukan tindakan koreksi agar

    kondisi sistem kembali ke keadaan yang diinginkan sesegera mungkin.

    Berdasarkan subyek pengendalinya, sistem kontrol dibagi ke dalam dua

    jenis, yakni sistem kontrol manual dan otomatis. Keduanya secara umum

    memiliki alur kerja yang direpresentasikan oleh diagram berikut:

    Pada diagram sistem kontrol tersebut terdapat tiga komponen utama yang

    mengendalikan kondisi plant, yakni Sensor&Transmitter, Controller, dan

    Aktuator. Ketiga komponen utama tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

    3.2.1. Sensor , Transmitter, dan Indikator

    Secara garis besar, ketiga komponen ini berfungsi untuk

    mendeteksi kondisi proses, mengubahnya ke sinyal yang lebih

    mudah untuk ditransmisikan jarak jauh, kemudian juga menampilkan

    kondisi terdeteksi ke besaran yang dapat dipahami oleh manusia.

    Lebih umum, gabungan dari ketiga komponen ini dikenal sebagai

    Gambar 3.1 Loop Sistem Kontrol

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    25

    alat ukur. Dalam skala Industri, variable yang biasa dijadikan sebagai

    objek pengukuran adalah Level (Ketinggian cairan), Pressure

    (Tekanan), Temperatur, dan Flow (Laju aliran). Keempat variable ini

    memiliki alat ukur masing-masing. Setiap alat ukur pun memiliki

    jenis yang bermacam-macam dengan kelebihan dan kekurangan

    masing-masing. Dalam laporan ini, penjelasan difokuskan pada alat

    ukur yang berkaitan langsung dengan pengontrolan ketinggian cairan

    pada HPS saja yakni alat ukur level. Berikut dipaparkan jenis alat

    ukur level:

    Alat Ukur Level

    Pemilihan metoda pengukuran level yang sesuai aplikasi, biasanya

    lebih sulit dibanding dengan keempat proses variabel utama kecuali

    flow. Seperti pada pengukuran flow, kondisi dari media yang diukur

    kadang-kadang mempunyai banyak efek yang kurang baik pada alat

    ukur, sehingga data kondisi operasi harus diketahui lebih banyak

    didalam pemilihan alat ukur level.

    Kondisi operasi yang harus diketahui adalah :

    1. Level range

    2. Fluid characteristic

    Temperature

    Pressure

    Specific gravity

    Apakah fluida bersih atau kotor, mengandung vapors

    atau solids, dll.

    3. Efek korosif.

    4. Apakah fluida mempunyai kecenderungan efek coat

    atau menempel pada

    5. dinding vessel atau measuring device.

    6. Apakah fluida tersebut turbulen di sekitar area pengukuran.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    26

    Secara normal tidak ada kesulitan berarti didalam mengukur level

    fluida bersih dan nonviscous, namun untuk material slurry atau

    material dengan viscous yang berat dan solid, bagaimanapun banyak

    menimbulkan masalah.

    Beberapa jenis metode pengukuran level atau tinggi permukaan

    untuk fluida yang sering digunakan di industri proses, dapat

    dikelompokkan sebagai berikut :

    1. Displacement

    2. Differential pressure

    3. Capacitance

    4. Ultrasonic

    5. Radar

    6. Radiation

    3.2.2. Controller

    Controller merupakan salah satu bagian yang sangat penting ketika

    berbicara tentang sistem kontrol. Controller adalah otak yang

    mengendalikan respon terhadap setiap besaran output proses yang

    terdeteksi. Pada sistem kontrol manual yang berlaku sebagai

    controller adalah manusia, sedangkan pada sistem kontrol otomatis,

    controller yang bekerja berupa alat. Dengan kata lain, controller

    otomatis mempermudah dan (dalam situasi tertentu) menggantikan

    fungsi manusia sebagai pengendali jalannya proses pada plant

    (sistem). Lebih jelasnya berdasarkan Gambar 3.1, Fungsi utama

    controller adalah:

    Menerima besaran input berdasarkan nilai yang terdeteksi

    oleh sensor, dengan sebelumnya nilai tersebut oleh

    transmitter diubah ke besaran sinyal yang dapat dimengerti

    oleh controller.

    Mengolahnya berdasarkan mode kontrol tertentu dengan

    membandingkannya dengan nilai Set Point (nilai yang

    diinginkan),

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    27

    Mentransmisikan sinyal balik ke aktuator berupa sinyal

    respon agar aktuator segera melakukan tindakan koreksi

    yang diperlukan untuk mengembalikan besaran proses ke

    kondisi Set Point.

    Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Controller memiliki

    beberapa macam mode kontrol yang umum digunakan, diantaranya:

    control on/off, P (Proporsional) , PI (Proporsional-Integral), PD

    (Proporsional-Derivatif), dan PID (Proporsional-Integral-Derivatif).

    Dalam pengendalian, controller merespon terhadap setiap besaran

    terukur setiap waktunya. Oleh karena itu, waktu dan besarnya respon

    yang diberikan oleh controller menentukan efektivitas sistem

    pengontrolan itu sendiri. Dalam hal ini dikenal beberapa besaran lain

    yang disebut sebagai parameter. Misalnya Settling Time, Time Delay,

    dll. Mode kontrol yang digunakan secara langsung berpengaruh ke

    parameter-parameter ini.

    3.2.3. Transducer dan Control Valve

    Transducer

    Transducer adalah suatu peralatan instrument yang berfungsi

    merubah besaran sinyal tertentu menjadi besaran sinyal lain.

    Komponen ini diperlukan bila suatu instrumen hanya menerima

    sinyal dengan besaran yang sudah tentu. Bila ada sinyal lain yang

    tidak sesuai dengan input sinyal instrumen tersebut, maka sinyal tadi

    harus dikondisikan agar sesuai dengan yang dibutuhkan.

    Terdapat setidaknya dua jenis transducer untuk keperluan industri

    antara lain:

    1. I/P Transducer (Electropneumatic Transducer)

    I/P Transducer adalah peralatan instrument yang merubah

    sinyal arus listrik (4 20 mA) menjadi sinyal tekanan

    pneumatic (3 15 psig atau 0.2 1 kg/cm2). Terdapat dua

    tipe yaitu: Indoor Mount Type dan Explosion-proof Type.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    28

    2. P/I Transducer (Pneumatic to Current Transducer)

    Berkebalikan dengan I/P Transducer, P/I Transducer

    adalah peralatan instrument yang merubah sinyal tekanan

    pneumatic (3 15 psig atau 0.2 1 kg/cm2) menjadi sinyal

    arus listrik (4 20 mA).

    Control Valve

    Didalam sistem pengendalian suatu proses industri, salah satu

    elemen sistem kontrol yang sangat penting adalah final control

    element (control valve). Pentingnya menggunakan ukuran control

    valve yang benar harus merupakan penekanan didalam desain suatu

    sistem kontrol agar tujuan pengendalian suatu proses dapat terpenuhi.

    Ukuran control valve yang terlalu kecil tidak akan bisa

    melaksanakan tugas, dan harus diganti dengan yang lebih besar.

    Ukuran yang terlampau besar akan menyedot biaya awal lebih besar

    serta biaya pemeliharaan yang cukup besar. Dilihat dari segi

    operasinya valve yang over size akan memberikan fungsi control

    yang tidak baik dan dapat menyebabkan ketidak stabilan sistem.

    Suatu controller yang mahal, sensitif dan akurat akan menjadi tidak

    berarti jika control valve tidak dapat mengoreksi aliran secara benar

    untuk menjaga titik control.

    Control Valve Dibagi menjadi beberapa bagian penting yang

    berpengaruh terhadap fungsi dan spesifikasi, yakni:

    1. Control Valve Body

    2. Yoke

    3. Actuator

    Gambar 3.1 menunjukkan suatu sistem kontrol yang dikenal sebagai

    salah satu jenis loop tertutup. Diagram ini umum digunakan untuk

    menjelaskan kerja sistem kontrol secara general. Namun demikian,

    sebetulnya terdapat berbagai macam variasi konfigurasi loop kontrol yang

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    29

    tak jarang digunakan pada sistem kontrol di industry, diantaranya adalah

    sebagai berikut:

    A. Feedback Control

    Seperti yang tercantum dalam Gambar 3.1, Feedback control

    merupakan suatu sistem pengontrolan yang respon dari controller-

    nya tergantung pada output proses. Tipe sistem kontrol ini mengukur

    process variable pada output proses. Setiap terjadi perubahan

    pengukuran pada output proses akibat adanya efek dari disturbances

    (load) dari input proses , maka sistem kontrol feedback bereaksi

    memberikan corrective action untuk menghilangkan kesalahan

    (error). Jadi sistem control feedback akan bereaksi setelah efek dari

    disturbances dirasakan pada output proses (act post facto).

    B. Feedforward Control

    Tidak seperti konfigurasi feedback, kontrol feedforward tidak

    menunggu efek disturbances input dirasakan oleh proses, sebaliknya

    akan beraksi sebelum disturbances mempengaruhi sistem untuk

    mengantisipasi efek yang akan disebabkan olehnya. Pada

    feedforward control, setiap terjadi perubahan pada input proses,

    maka akan memicu controller untuk mengatur aktuator. Dengan

    demikian efek yang disebabkan oleh perubahan input tidak dirasakan

    pada output proses. Kelemahan feedforward control adalah ketika

    terjadi gangguan pada sistem/proses itu sendiri, maka controller

    tidak dapat mendeteksi perubahan tersebut sehingga terjadi

    kesalahan pada output proses yang tidak tertangani.

    C. Cascade Control

    Pada umumnya sebuah single closed loop control memiliki satu

    buah elemen pengukuran, satu buah controller, dan satu buah

    aktuator. Cascade Control melibatkan dua atau lebih process

    variable yang digunakan untuk menentukan kerja sebuah aktuator

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    30

    yang mempengaruhi satu buah manipulated variable. Cara kerjanya

    cukup sederhana, yakni output dari controller yang satu (yang

    disebut sebagai primary atau master) akan menjadi set point bagi

    controller yang lain (yang disebut sebagai secondary atau slave).

    Cascade control diterapkan ketika pengaruh dari aktuator cenderung

    lambat dalam mengoreksi variabel proses pada output. Untuk itu

    dibutuhkanlah sebuah controller tambahan yang mengolah sebuah

    process variable lain sehingga corrective action oleh aktuator akan

    bekerja lebih efisien dan respon output sistem/proses cenderung

    lebih cepat. Penerapan pengendalian cascade dapat merugikan

    apabila elemen proses di primary loop lebih cepat dari elemen

    proses pada secondary loop, karena sistem akan cederung berosilasi

    akibat timbulnya interaksi antara primary loop dan secondary loop.

    Jadi sistem pengendalian cascade hanya dapat diterapkan pada

    proses dengan elemen primer yang jauh lebih lambat dari elemen

    secondary-nya.

    D. Split Range Control

    Tidak seperti cascade control, konfigurasi split-range control

    memiliki hanya satu pengukuran dan lebih dari satu manipulated

    variable. Pengendalian terhadap satu process variable dilakukan

    dengan mengkoordinasikan beberapa manipulated variables yang

    semuanya mempengaruhi sebuah process variable. Dalam Split

    Range Control, sinyal output dari controller memberikan pengaruh

    kepada beberapa aktuator pada range-range tertentu. Misalkan range

    output dari aktuator 0%-100%, maka aktuator A akan merespon

    pada range output controller 0%-50% yang sebanding dengan

    corrective action oleh aktuator A pada 0%-100%, sedangkan

    aktuator B akan merespon pada range output controller 50%-100%

    yang sebanding dengan corrective action oleh aktuator B pada 0%-

    100%. Respon aktuator tidak selalu berkelanjutan seperti contoh

    tersebut. Bisa saja sinyal 0%-100% pada output controller akan

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    31

    direspon dengan corrective action 0%-100% pada aktuator A dan

    100%-0% pada aktuator B. Secara umum, konfigurasi ini dapat

    memberikan keamanan tambahan dan optimalitas operasional jika

    diperlukan.

    E. Ratio Control

    Ratio control adalah sistem pengendalian yang digunakan pada

    suatu proses yang membutuhkan komposisi campuran dua

    komponen atau lebih dengan suatu perbandingan tertentu. Ratio

    control juga merupakan suatu tipe khusus dari feedforward control

    dengan dua disturbances (loads) diukur dan dijaga pada

    perbandingan yang konstan satu sama lain. Biasanya konfigurasi

    kontrol ini digunakan untuk mengendalikan perbandingan laju aliran

    dari dua aliran (streams). Salah satu aliran (stream) yang laju

    alirannya tidak dikontrol biasanya disebut sebagai wild stream.

    Komposisi campuran komponen biasa direpresentasikan sebagai

    perbandingan komponen-komponen tersebut. Untuk itu, biasa

    digunakan sebuah divider. Hasil perbandingan ini kemudian

    dibandingkan dengan perbandingan yang diinginkan (desired ratio

    sebagai setpoint) pada controller, dan error antara perbandingan

    yang terukur dengan setpoint menghasilkan sinyal aktuasi sebagai

    controller ratio untuk menentukan corrective action yang akan

    dilakukan oleh aktuator.

    F. Override (Selector) Control

    Sistem kontrol ini melibatkan satu manipulated variable (MV)

    dan beberapa controlled ouputs yang berasal dari pembacaan lebih

    dari satu process variable. Karena hanya ada satu manipulated

    variable, maka seharusnya hanya satu controlled outputs yang dapat

    dikendalikan. Untuk itu sebuah auto selector control akan memilih

    dan mentransmisikan aksi kontrol dari salah satu controlled output.

    Pemilihan controlled output yang dilakukan oleh selector dapat

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    32

    didasari oleh berbagai kondisi yang sudah ditentukan sebelumnya.

    Karena itu dikenal berbagai macam selector, diantaranya adalah

    High Selector dan Low Selector. Override (Selector) Control sering

    digunakan sebagai salah satu tindakan safety pada suatu proses.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    33

    BAB 4. PLANT 3A: HYDROCRACKER REACTION SECTION

    4.1. Gambar PFD Plant 3A

    Terlampir

    4.2. Alat Produksi Utama Plant 3A

    Yang dimaksud dengan alat produksi utama disini adalah alat berat yang

    dilalui oleh aliran fluida produk. Pada Plant 3A terdapat beberapa alat yang

    digunakan sebagai alat produksi utama diantaranya:

    1. Surge Drum

    2. Heat Exchanger

    3. Charge Heater

    4. Reactor

    5. Condenser

    6. Separator

    7. Debutaniser

    8. Fractionator

    9. Stripper

    10. Cooler

    11. Splitter

    4.3. Proses Produksi pada Plant 3A: Hydrocracker Reaction Section

    Secara umum, Plant 3A menangani proses hydrocracking. Input dari plant ini

    berupa Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) yang berasal dari unit-unit High Vacuum

    Unit (HVU) II dan III. HVGO masuk ke Fresh Feed Surge Drum untuk

    distabilkan, kemudian dialirkan dengan pompa melalui sebuah heat exchanger E-

    3-01 sebagai sebuah proses preheating dengan sebelumnya dicampur dengan gas

    hidrogen terlebih dahulu. Lalu HVGO memasuki charge heater untuk

    ditingkatkan temperaturnya sebelum kemudian memasuki dua buah reaktor berisi

    katalis secara serial untuk dipecah rantainya menjadi fraksi rantai hidrokarbon

    yang lebih pendek. Keluaran dari reaktor menghasilkan fluida bertemperatur dan

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    34

    bertekanan tinggi. Panas yang ada dimanfaatkan untuk meningkatkan temperatur

    HVGO pada heat exchanger E-3-01. Selanjutnya fluida tersebut diembunkan

    dengan menggunakan condenser lalu dicampur dengan recycle product.

    Campuran ini kemudian memasuki High Pressure Separator untuk dipisahkan

    menjadi tiga fasa yakni gas hidrogen, hidrokarbon cair, dan air. Hidrokarbon cair

    kemudian mengalir lagi ke Low Pressure Separator untuk kembali dilakukan

    pemisahan tiga fasa pada kondisi tekanan yang lebih rendah. Hidrokarbon cair

    kemudian kembali bergerak menuju ke kolom Debutanizer dengan sebelumnya

    melalui dua buah heat exchanger secara serial. Dalam debutanizer, produk

    terpisah menjadi dua fraksi. Fraksi yang pertama berupa gas yang keluar lewat

    bagian atas debutanizer. Gas ini diembunkan oleh kondenser, ditambah

    pendinginan oleh sebuah heat exchanger, kemudian masuk ke sebuah separator:

    debutanizer receiver. Kandungan air dipisahkan, sementara hidrokarbon cair akan

    dikirim ke LPG Recovery untuk dibentuk menjadi LPG. Fraksi kedua berfasa

    cairan keluar lewat bagian bawah debutanizer. Hidrokarbon cair ini kemudian

    langsung ditingkatkan temperaturnya dengan melalui charge heater. Setelah

    temperatur menjadi tinggi, fluida cair ini kemudian diumpan ke kolom

    Fractionator. Di dalam kolom fractionator ini terjadi pemisahan hidrokarbon

    secara alami berdasarkan titik didihnya. Hidrokarbon yang lebih ringan akan

    mengembun pada tray yang lebih tinggi. Sebaliknya hidrokarbon yang lebih berat

    akan mengembun di bagian paling bawah fractionator. Setidaknya terdapat lima

    produk dari kolom fractionator ini. Berturut-turut dari yang titik didihnya paling

    tinggu adalah Naphtha, Light Kerosene, Heavy Kerosene, Diesel, kemudian

    terakhir adalah Recyle Feed yang diumpan balik ke bagian reactor untuk diolah

    kembali bersama Fresh Feed. Produk naphtha yang keluar melalui bagian atas

    fractionator kemudian diembunkan dengan kondenser dan dipisahkan airnya

    dengan sebuah separator. Hidrokarbon yang lolos kemudian dikirim ke Naphtha

    Splitter untuk dipisahkan menjadi Heavy Naphtha dan Light Naphtha. Produk

    berikutnya berupa Light Kerosene dipisah menjadi dua bagian. Bagian pertama

    dicampur dengan Heavy Kerosene menjadi Kerosene. Sementara itu bagian kedua

    dicampur dengan Diesel yang sudah diproses menjadi Automotive Diesel Oil

    (ADO) dan Industrial Diesel Oil (IDO).

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    35

    4.4. High Pressure Separator C-3-08A

    4.4.1. Umum

    Pada Plant 3A, HPS C-3-08 berfungsi sebagai pemisah tiga fasa

    yakni gas, liquid, dan air. Input HPS berasal dari campuran antara produk

    reaktor Fresh Feed dengan produk reaktor Recycle Feed yang komposisinya

    terdiri dari gas Hidrogen, campuran hidrokarbon berantai pendek dalam fasa

    liquid, dan air. Gas hidrogen dihisap melalui outlet yang terletak dibagian atas

    HPS oleh compressor K-3-01. Tekanan di dalam HPS dijaga agar tetap pada

    nilai 169 kg/cm2G. Untuk itu apabila terjadi kelebihan tekanan, gas Hidrogen

    akan dibuang melalui fuel gas header, kenaikan tekanan yang lebih jauh lagi

    menyababkan gas Hidrogen juga diumpan ke Flare untuk dibakar dan

    dilepaskan ke atmosfer. Liquid hidrokarbon memiliki outlet di bagian bawah

    HPS. Pada kondisi normal, hidrokarbon tersebut akan diumpan terlebih

    dahulu untuk memutar Power Recovery Turbine GTH-3-01 sebelum

    kemudian masuk ke Low Pressure Separator (LPS) C-3-10. Berputarnya

    GTH-3-01 membantu memberikan daya kepada pompa G-3-01 untuk

    mengalirkan Fresh Feed ke dalam Heat Exchanger E-3-01 sehingga arus

    Gambar 4.1 High Pressure Separator C-3-08A (kiri)

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    36

    listrik yang digunakan untuk memutar pompa tidak terlalu besar. Yang

    semula dibutuhkan arus listrik sebesar 150 A, jika dibantu dengan daya dari

    GTH yang dipicu oleh bukaan LCV-127D sebesar 60% akan menurunkan

    kebutuhan arus hingga 80 A. Artinya terdapat penghematan sebesar kurang

    lebih 80A. Namun pada kondisi tertentu dilakukan pula bypass sehingga ada

    sebagian outlet hidrokarbon dari HPS yang langsung masuk ke LPS tanpa

    sebelumnya melalui GTH. Terakhir, air yang posisinya berada paling bawah

    dikeluarkan dari HPS dalam bentuk butiran air untuk selanjutnya dialirkan ke

    Sour Water System.

    4.4.2. Sistem Kontrol HPS C-3-08A

    High Pressure Separator C-3-08 memiliki sistem kontrol pressure

    dan level yang cukup kompleks. Hal ini dikarenakan HPS memiliki variabel

    proses yang dijaga pada kondisi tekanan tinggi dan cenderung tidak stabil.

    Terlebih pemisahan yang dilakukan menghasilkan kondisi tiga fasa dengan

    dua diantaranya berfasa liquid. Kedua liquid ini, yakni berupa hidrokarbon

    dan air, memiliki specific gravity berbeda sehingga menimbulkan sebuah

    bidang interface antar-liquid. Hal ini tentunya merupakan tantangan tersendiri

    bagi pengontrolan level fluida cair di dalam HPS secara keseluruhan.

    A. Pressure Control

    Pengontrolan tekanan pada HPS melibatkan transmitter PT-126

    sebagai sensing element. PT-126 mendeteksi besarnya tekanan pada

    HPS dengan sistem membran, kemudian mengirimkan sinyal analog 4-

    20mA menuju PIC-126 untuk diolah lebih lanjut. Kontrol tekanan pada

    HPS ini secara umum berupa control Split Range. Dengan penjelasan

    sebagai berikut:

    Apabila sinyal output PIC-126 kurang dari 33%, maka gas

    Hidrogen seluruhnya akan menuju kompresor K-3-01.

    Apabila sinyal output PIC-126 berkisar antara 33%-66%, maka

    sinyal output akan memicu FIC-132 secara Cascade. Output

    dari PIC-126 akan menjadi set point bagi FIC-132 yang

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    37

    menerima input dari FT-132 sehingga menghasilkan output

    yang memicu FCV-132 membuka. Dalam hal ini, kenaikan

    sinyal output PIC-126 dari 33% sampai 66% linier dengan

    terbukanya FCV-132 dari 0% sampai 100%.

    Apabila sinyal output PIC-126 melebihi 66%, maka hal ini

    memicu terbukanya PCV-126B yang membuang gas ke Flare.

    Sistem ini juga memiliki control valve yang dikendalikan secara

    manual pada kondisi darurat. Dengan menggunakan HC-125,

    HCV-125 membuang lebih banyak gas hidrogen ke flare.

    B. Level Control

    Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, sistem kontrol level

    pada HPS C-3-08 terdiri dari dua bagian yakni kontrol pada level

    hidrokarbon dan kontrol pada interface air-hidrokarbon. Untuk lebih

    rincinya akan dibahas masing-masing sistem kontrol.

    Sistem control yang pertama dan cenderung lebih sederhana dari sisi

    konfigurasi adalah sistem kontrol interface air-hidrokarbon. Untuk

    pengukuran level tersebut digunakan level transmitter LT-128 dan LT-

    129. Transmitter yang digunakan disini berupa Electronic Level

    Transmitter tipe 12120 yang diproduksi oleh Masoneilan. Transmitter

    ini menggunakan prinsip level transmitter bertipe displacer. Sinyal

    output yang dikeluarkan berupa sinyal analog 4-20mA. Masing-masing

    transmitter ini dilengkapi dengan sebuah Level Indicator local yakni LI-

    128 dan LI-129. Pada kondisi operasi normal, transmitter yang

    digunakan untuk mendeteksi level cairan hanyalah salah satu dari kedua

    transmitter tersebut. Untuk mengganti penggunaan bacaan transmitter

    dari yang satu ke yang lain digunakan sebuah hand switch HS-134 yang

    dioperasikan secara manual dari control room. Penggantian ini

    dilakukan ketika akan dilakukan suatu perlakuan kepada transmitter

    yang bekerja, misalnya ketika maintenance (perawatan) ataupun ketika

    terjadi kerusakan. Sinyal analog yang dikeluarkan oleh transmitter ini

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    38

    kemudian ditransmisikan ke LIC-128 yang direspon dengan sinyal

    analog ke I/P (Current to Pressure converter) LY-128. Sinyal

    pneumatic yang ditimbulkan akan mengendalikan bukaan control valve

    LCV-128 yang secara langsung berkaitan dengan besarnya flow pada

    outlet air dari HPS. Dengan demikian sistem kontrol yang yang bekerja

    pada loop ini adalah Feedforward Control karena penempatan sensing

    element yang berada sebelum aktuator. Sistem kontrol ini juga

    dilengkapi dengan Level Alarm High dan Low untuk memberikan

    peringatan kepada operator ketika level interface pada HPS melampaui

    batasan atas dan batasan bawah tertentu. Besarnya nilai batas atas dan

    batas bawah dapat dengan fleksibel ditentukan oleh operator namun

    pada umumnya berkisar antara 30% sampai 50% dari range pembacaan

    level transmitter.

    Selain sistem kontrol level interface hidrokarbon-air, HPS C-3-08 juga

    memiliki control level lain yang mengendalikan tinggi permukaan

    cairan hidrokarbon di sekitar outlet hidrokarbon. Sistem kontrol ini

    diawali dengan deteksi ketinggian cairan menggunakan Level

    Transmitter LT-127 yang bertipe sama dengan LT-128 maupun LT-129

    yakni tipe displacer. Namun bedanya untuk indikator, digunakan LG-

    541A/B berupa level glass yang secara real-local menampilkan

    ketinggian hidrokarbon di dalam vessel dengan dua buah tabung kaca

    yang terhubung langsung dengan vessel. Sinyal analog dari LT-127

    ditansmisikan ke LIC-127 yang terhubung ke hand switch HS-127.

    Dengan menggunakan hand switch ini, sinyal output dapat diteruskan

    ke salah satu dari dua aktuator berbeda. Yang pertama adalah ke LCV-

    127D yang fungsinya untuk membuang zat caustic dari outlet air ke

    arah battery limit. Yang kedua dan yang utama digunakan adalah ke

    LCV-127A/B/C. Ketiga control valve ini berfungsi sebagai aktuator

    untuk menjaga level hidrokarbon dalam HPS berada pada ketinggian 36%

    dari span pengukuran level. Dalam kondisi ini, sistem kontrol bekerja

    secara Split Range-Feedforward dengan penjelasan sebagai berikut:

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    39

    Apabila sinyal output LIC-127 kurang dari 50%, maka output

    tersebut secara tidak langsung akan mengandalikan bukaan

    control valve LCV-127A yang mengatur flow hidrokarbon ke

    arah GTH G-3-01 (yang selanjutnya akan menuju Low Pressure

    Separator C-3-10). Besarnya bukaan valve LCV-127A 0%-100%

    linier dengan kenaikan sinyal LIC-127 0%-50%. Sementara itu,

    kedua control valve LCV-127B/C masih dalam keadaan tertutup.

    Apabila sinyal outpul LIC-127 berada di antara 50%-75%, maka

    nilai ini secara linier memicu terbukanya valve LCV-127B

    sebesar 0%-100%. Valve ini, bersama LCV-127C, merupakan

    saluran bypass yang langsung mengalirkan hidrokarbon ke LPS

    C-3-10 apabila LCV-127A sudah tidak mampu mengendalikan

    ketinggian cairan di dalam HPS. Dalam range ini, LCV-127A

    berada dalam keadaan terbuka penuh.

    Selanjutnya, dimulai dari titik output LIC-127 sebesar 67.5%,

    LCV-127C akan mulai membuka secara linier dari 0%, sampai

    bukaan 100% pada output LIC-127 sebesar 100%. Serupa

    dengan LCV-127B, LCV-127C juga merupakan saluran bypass

    yang langsung mengirimkan hidrokarbon ke LPS C-3-10.

    Dalam range ini, LCV-127A juga berada dalam keadaan

    terbuka penuh.

    Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pada keadaan operasi normal

    hidrokarbon digunakan untuk memutar turbin GTH, kemudian

    selanjutnya memasuki LPS. Namun ketika level cairan di dalam HPS

    naik, flow yang tidak dapat ditanggulangi oleh LCV-127A akan dibantu

    dengan system bypass oleh LCV-127B dan LCV-127C yang

    mengarahkan langsung hidrokarbon ke LPS tanpa melalu GTH terlebih

    dahulu. Berdasarkan desainnya, besar flow normal yang ditangani oleh

    LCV-127A adalah 323.2m3/jam, sedangkan LCV-127B sebesar

    33.6m3/jam, dan LCV-127C sebesar 334m

    3/jam.

    Lebih khusus, LCV-127A juga dapat dikendalikan secara manual-

    remote melalui control room dengan mengganti mode kendali

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    40

    menggunakan HC-131. Karena berkaitan pula dengan putaran turbin

    GTH, maka LCV-127A juga memiliki shutdown system yang

    dipengaruhi oleh kecepatan putaran turbin GTH-3-01. Apabila

    kecepatan putaran turbin telah melebihi batas keamanan, maka solenoid

    pada LV-127 akan membuang tekanan pneumatic yang seharusnya

    masuk ke LCV-127A. Sehingga LCV-127A yang bertipe Fail to Close

    akan cenderung untuk menutup, selanjutnya putaran turbin akan

    kembali normal.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    41

    BAB 5. PEMBAHASAN: KONTROL LEVEL

    PADA HPS C-3-08A

    5.1. Identifikasi masalah

    Pada praktiknya di lapangan, terkadang level liquid di dalam HPS tidak

    terkontrol dengan baik sehingga menyebabkan level tersebut naik tanpa terdeteksi.

    Naiknya level liquid yang terlalu tinggi menyebabkan sebagian liquid ikut terhisap

    ke kompresor K-3-01. Fenomena seperti ini sering dikenal dengan istilah Liquid

    Carry Over. K-3-01 dilengkapi dengan dry gas seal yang memastikan fluida yang

    masuk ke kompresor merupakan gas yang relatif kering. Ikut masuknya fluida cair

    ke kompresor mengakibatkan rusaknya kompresor karena memang pada dasarnya

    kompresor didesain untuk menangani aliran fluida dalam fasa gas. Terlebih lagi

    kinerja kompresor K-3-01 terhubung dengan shutdown sistem. Ketika terjadi

    masalah pada kompresor maka hal ini dapat mengakibatkan kilang trip dan hal ini

    tentunya merugikan karena proses produksi menjadi terhenti.

    5.2. Kondisi C-3-08A dan Sistem Kontrolnya

    Pemaparan kondisi HPS C-3-01 pada bab sebelumnya merupakan deskripsi

    daripada desain awal HPS itu sendiri. Namun kondisi di lapangan telah banyak

    berubah. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan kondisi-

    kondisi tertentu. Beberapa perbedaan yang terjadi dari desain awal, khususnya

    pada bagian pengontrolan level fluida cair antara lain sebagai berikut:

    Transmitter yang digunakan pada pengukuran level interface air-

    hidrokarbon hanya LT-128 saja sementara LT-129 tidak digunakan

    karena dalam kondisi rusak. Oleh karena itu HS-134 cenderung untuk

    tidak digunakan juga.

    Pipa yang digunakan untuk membuang zat caustic ke battery limit

    sudah tidak digunakan sehingga LCV-127D yang mengatur flow zat

    tersebut dinonaktifkan dan berada pada kondisi tertutup.

    Sinyal output dari LIC-127 hanya digunakan untuk mode Split Range

    ke LCV-127A/B/C saja dikarenakan LCV-127D sudah tidak

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    42

    digunakan (lihat poin sebelumnya). Sehingga HS-127 juga praktis

    tidak terpakai.

    GTH-3-10 berada dalam kondisi rusak dan tidak terpasang. Karena itu

    sistem kontrol yang berlaku hanya diterapkan pada LCV-127B/C.

    5.3. Analisis

    Pada suatu sistem loop control dikenal beberapa elemen utama yang

    menunjang keberhasilan sistem kontrol tersebut yakni: First Element, Controller,

    dan Final Element. Ketiga elemen tersebut bekerjasama menghasilkan kondisi

    proses yang baik dan stabil yang sesuai dengan parameter-parameter yang telah

    ditentukan oleh operator. Apabila salah satu dari ketiga elemen tersebut tidak

    bekerja dengan baik, maka hampir dapat dipastikan terjadinya kegagalan proses.

    Untuk menentukan kemungkinan sumber terjadinya Liquid Carry Over, tijauan

    dilakukan utamanya pada ketiga elemen tersebut yang terdapat pada HPS C-3-08

    sebagai berikut:

    5.3.1. Tinjauan Berdasarkan First Element

    Sensing element merupakan komponen awal yang berfungsi

    mendeteksi kondisi sistem dan memastikan besaran tersebut berhasil

    ditransmisikan dan dikenali oleh controller. Pada HPS C-3-08,

    terdapat 3 buah transmitter yang melekat pada vessel,yakni LT-127

    dan LT-128 sebagai first element bagi control level dan PT-126

    sebagai first element bagi control tekanan. Transmitter PT-126

    mendeteksi tekanan yang dianggap tidak memiliki kaitan yang

    signifikan dengan kontrol level. Oleh karena itu pada pembahasan ini

    tidak dibahas khusus mengenai PT-126 dikarenakan fokus

    pembahasan berada pada kontrol level cairan.

    PT-127 dan PT-128 masing-masing adalah transmitter level fluida

    cair bertipe displacer. Kedua transmitter ini merupakan produk

    Masoneilan dengan kode produk 12120 yang merupakan Electronic

    Level Transmitter. Pada pemasangannya, kedua transmitter ini

    disertai dengan pipa steam yang dililitkan pada bagian pipa yang

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    43

    berhubungan langsung dengan vessel. Hal ini bertujuan agar cairan

    hidrokarbon yang masuk ke displacer tidak membeku atau

    menimbulkan kerak di bagian dalam displacer yang akan

    menghambat pergerakan bandul di dalam pipa displacer.

    Khusus pada LT-127 yang notabene dimasuki oleh cairan

    hidrokarbon seluruhnya, sistem heating menggunakan steam ini

    berlangsung cukup efektif sehingga pembacaan transmitter relatif

    tidak terganggu oleh adanya penyumbatan. Yang kemungkinan

    menjadi masalah adalah ketika pasokan steam terhambat sehingga

    proses pemanasan hidrokarbon menjadi kurang efektif. Akibatnya

    ada hidrokarbon yang membeku dan bahkan menjadi kerak apabila

    tidak segera ditangani. Ketika terjadi masalah pada LT-127, tidak

    terdapat transmitter cadangan yang bekerja untuk menggantikan

    sementara tugas LT-127 sehingga mode kontrol di control room

    harus segera diubah ke mode manual-remote. Dalam kondisi ini,

    operator di control room tidak dapat mengetahui posisi ketinggian

    cairan di dalam vessel melalui layar monitor karena satu-satunya

    indikator remote yang terpasang hanya berasal dari LT-127. Oleh

    karena itu, peninjauan level cairan dilakukan secara lokal

    menggunakan Level Glass LG-541A/B. Yang menjadi masalah

    berikutnya adalah LG-541A/B yang usia pemakaiannya sudah cukup

    tua menjadi sulit dibaca karena cairan yang mengalir di dalamnya

    berupa hidrokarbon yang berwarna gelap, sementara LG-541A/B

    sendiri karena termakan usia dan kurang terawat menjadi berwarna

    gelap pula. Posisi plant yang dekat dengan laut juga mengakibatkan

    korosi yang cukup parah di berbagai peralatan kilang tak terkecuali

    LG ini. Kemudian jika pun pembacaan dapat dilakukan, kontrol

    manual yang dilakukan dari control room tak terlepas dari faktor

    human error yang juga dapat mengakibatkan timbulnya kesalahan

    proses control level pada cairan hidrokarbon yang menyebabkan level

    hidrokarbon di dalam HPS menjadi tidak terkendali.

  • Laporan Kerja Praktik

    PT. PERTAMINA RU V Balikpapan

    44

    Sementara itu pada LT-128, kemungkinan sumber kesalahan

    pembacaan level tidak hanya berasal dari hidrokarbon saja. LT-128

    mengukur level interface antara air dengan hidrokarbon. Oleh karena

    itu kemungkinan kesalahan juga berasal dari air yang masuk ke

    dalam displacer. Terkadang air ini membawa material slurry yang

    mengendap di bagian bawah karena bentuknya berupa padatan.

    Endapan ini dapat memperlambat, bahkan menggagalkan pembacaan

    level oleh LT-128 Pengendapan yang terjadi sama sekali bukan

    diakibatkan terjadinya pembekuan karena pengaruh temperatur.

    Karena itu pada posisi ini,