Laporan Biokim Ginjal

18
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urin mengandung hasil proses metabolisme dalam tubuh, baik fisiologik maupun patologik. Karena itu pemeriksaan urin berguna untuk membantu membuat diagnosa atau mengikuti perjalanan penyakit atau gangguan metabolisme dan gangguan organ – organ atau faktor – faktor yang berhubungan dengan metabolisme tersebut. Berhubungan dengan hal itu, kadang-kadang perlu untuk menetapkan jumlah suatu zat dalam urin, dan untuk itu dilakukan pemeriksaan urin 24 jam. 1 Pemakaian zat pengawet untuk urin yang akan diperiksa secara kimia atau mikroskopik penting, karena pada keadaan normal akan terjadi perubahan-perubahan pada urin tersebut oleh kerja bakteri, yang akan mempengaruhi nilai pemeriksaan. 1 Sebagai contoh urea akan berubah menjadi amonium karbonat, gula akan dipecah menjadi CO 2 dan H 2 O. Urin akan menjadi keruh dan terjadi pemecahan zat-zat dalam urin, misalnya toluen atau formaldehida. 1 1.2 Tujuan 1. Mengamati sifat fisik urin 2. Membuktikan adanya indikan dalam urin 3. Menetapkan kadar kreatinin urin 4. Menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif

description

ginjal

Transcript of Laporan Biokim Ginjal

Page 1: Laporan Biokim Ginjal

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Urin mengandung hasil proses metabolisme dalam tubuh, baik fisiologik

maupun patologik. Karena itu pemeriksaan urin berguna untuk membantu membuat

diagnosa atau mengikuti perjalanan penyakit atau gangguan metabolisme dan

gangguan organ – organ atau faktor – faktor yang berhubungan dengan metabolisme

tersebut. Berhubungan dengan hal itu, kadang-kadang perlu untuk menetapkan

jumlah suatu zat dalam urin, dan untuk itu dilakukan pemeriksaan urin 24 jam.1

Pemakaian zat pengawet untuk urin yang akan diperiksa secara kimia atau

mikroskopik penting, karena pada keadaan normal akan terjadi perubahan-perubahan

pada urin tersebut oleh kerja bakteri, yang akan mempengaruhi nilai pemeriksaan.1

Sebagai contoh urea akan berubah menjadi amonium karbonat, gula akan

dipecah menjadi CO2 dan H2O. Urin akan menjadi keruh dan terjadi pemecahan zat-

zat dalam urin, misalnya toluen atau formaldehida.1

1.2 Tujuan

1. Mengamati sifat fisik urin

2. Membuktikan adanya indikan dalam urin

3. Menetapkan kadar kreatinin urin

4. Menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif

5. Membuktikan adanya protein dalam urin

6. Membuktikan adanya benda keton dalam urin

Page 2: Laporan Biokim Ginjal

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Urinalisa merupakan suatu metoda analisa untuk mendapatkan kandungan zat-

zat yang terdapat dalam urin, juga untuk identifikasi adanya kelainan pada urin terkait

fungsi ginjal.1

Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang

kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisasi. Eksresi urin

diperlukan untuk membuang molekul-molekul atau zat-zat sisa dalam darah yang

disaring oleh ginjal untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Komposisi zat-zat

dalam urin berbeda-beda tergantung dari jenis makanan serta air yang diminum

seseorang. Urin normal berwarna jernih transparan, sedangkan urin yang berwarna

kuning muda berasal dari zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin). Urin normal

pada manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam

fosfat, asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur, dan zat-zat yang

berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat-obatan. Semua cairan dan

materi pembentuk urin tersebut berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi

urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang penting dari tubuh,

misalnya glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa.2

Mekanisme Pembentukan Urin

Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air ( 96%)

air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan

sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses mikturisi.(Evelyn C.

Pearce, 2002).

Proses pembentukan urin, yaitu :

a. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring

darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat

bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat

glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa,

asam amino dan garam-garam.

b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat

dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan

filtrat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.

c. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah

menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif

Page 3: Laporan Biokim Ginjal

ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke

tubulus kolektifus ke pelvis renalis. ( Roger Watson, 2002 )

Sampel yang digunakan pada praktikum pemeriksaan urin ini digunakan

sampel urin 24 jam yaitu urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Urine yang pertama

keluar dari jam 7 pagi dibuang, berikutnya ditampung termasuk juga urine jam 7 pagi

esok harinya. (R. Gandasoebrata, 2006)

2.1 Sifat Fisik Urin

Mengukur jumlah urin bermanfaat untuk ikut menentukan adanya gangguan

faal ginjal, kelainan dan kesetimbangan cairan badan dan berguna juga untuk

menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi-kuantitatif dengawn urin.3

Adapun mengukur jumlah urin dapat dilakukan dengan:

a. Urin 24 jam.

b. Urin siang 12 jam dan urin malam 12 jam.

c. Timed specimen pada sesuatu percobaan tertentu.

d. Urin sewaktu.

Jumlah urin 24 jam sangat berbeda dari seorang ke orang lain. Banyak sekali

faktor yang berpengaruh kepada diuresis itu, umpamanya umur, berat badan, kelamin,

makanan dan minuman, suhu badan,iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan.

Rata-rata didapat di daerah tropik jumlah urin 24 jam antara 800-1300 ml untuk orang

dewasa.5

Jika diperhitungkan per kg berat badan, anak-anak mempunayi diuresis yang 3

sampai 4 kali lebih besar daripada orang dewasa. Tetapi jika melihat jumlah mutlak,

diuresis itu kurang besar; anak berumur 6 – 12 tahun mengeluarkan rata-rata separoh

dan yang berumur 1 -6 tahun rata-rata seperempat dari orang dewasa.3

Jumlah urin siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih besra

dari urin malam 12 jam. Perbandingan itu tidak berubah, biarpun misalnya banyaknya

minuman pada malam hari dijadikan sama dengan yang siang hari. Perbandingan

antara urin siang 12 jam dan urin malam 12 jam seperti ditulis tadi, tidak berlaku

sepenuhnya pada anak-anak.3

Page 4: Laporan Biokim Ginjal

Penelitian terhadap diuresis 24 jam atau 12 jam menentukan adanya kelainan

seperti poliuria atau oliguria yang dapat dipertalikan dengan keadaan klinik tertentu.

Timed specimen urin harus diukur jumlahnya dengan sangat teliti karena sampell urin

itu akan dipakai untuk penetapan kuantitatif dan yang dikehendaki bukanlah kadar

sesuatu zat dalam urin itu, melainkan jumlah mutlaknya.3

Urin sewaktu tidak perlu diukur dengan teliti. Akan tetapi baiklah selalu diperhatikan

jumlah yang dikeluarkan, karena banyaknya urin itu bukan hanya bertalian dengan

warna dan berat jenis saja, tetapi juga berpengaruh terhada hasil pemeriksaan

semikuantitatif separti pemeriksaan terhada protein dan glukosa.3

2.2 Uji Indikan (Obermeyer)

Indikan berasal dari pertumbuhan bakteri, sering di usus kecil. Indican

merupakan indole diproduksi oleh bakteri pada suatu asam amino tryptophan

dalam usus .Kebanyakan indol dibuang dalam kotoran. Sisanya akan diserap dan

dimetabolisme serta diekskresi sebagai indicant dalam urin. Urine normal, jumlah

indicant tersekresinya kecil. Hal ini meningkat dengan diet protein tinggi atau kurang

efisiennya pencernaan protein. Jika tidak benar dicerna, atau jika salah jenis protein

yang dikosumsi, pembusukan usus dapat terjadi.6

Asam amino triptofan akan membentuk indol danskatol. Indol dan skatol akan

diserap dari usus, selanjutnya dalam hati akan dioksidasimenjadi indoksil. Indoksil

akan berkombinasi dengan sulfat (proses konjugasi) membentuk indikan

(=indoksilsulfat). Indikan akan dieksresi kedalam urin dan merupakan salah

satu sulfatetereal dalam urin.6

Pada keadaan normal, dalam sehari diekskresi 10-20 mg. Variasi ekskresi

terutama ditentukan oleh jenis makanan. Makanan tinggi protein akan

meningkatkan ekskresi indikan dalam urin dan sebaliknya pada makanan tinggi

karbohidrat. Bila terjadi peningkatan proses pembusukan dalam usus atau bila ada

stagnasi isi usus juga akan terjadi peningkatan ekskresi indikan urin. Peningkatan

indikan dalam urin juga dapat ditemukan bila ada deomposisi protein dalam tubuh

oleh bakteri, seperti gangrene. Indikan dalam urin ditetapkan dengan uji obermeyer

dimana gugus indoksil dari indikan oleh pereaksi obermeyer yang mengandung FeCl3

dalam HCl pekat.4

akan membentuk warna biru yang larut dalam kloroform.

Page 5: Laporan Biokim Ginjal

2.3 Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin)

Pengukuran ekskresi kreatinin dalam urine secara simultan dengan cara

mengumpulkan urine dari waktu ke waktu dapat memberikan informasi tentang

perkiraan bersihan kreatinin. Cara kerja pengukuran ini adalah sebagai berikut.jumlah

kreatinin yang diekskresi dalam urine pada periode waktu tertentu adalah hasil kali

volume urine yang dikumpulkan (katakanalah V liter dalam 24 jam) dan konsentrasi

kreatinin dalam urine (U).6

2.4 Uji Benedict Semikuantitatif

Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat)

pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa

disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi

dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi

keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena

memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa

dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan

pereaksi benedict.6  

Prinsip uji benedict adalah glukosa yang memiliki gugus aldehid/ keton bebas

mereduksi ion kupri dalam suasana alkalis membentuk kuprooksida yang tidak larut

dan berwarna merah bata. Jumlah endapan merah bata yang terbentuk sebanding

dengan kadar glukosa dalam urin.

Page 6: Laporan Biokim Ginjal

2.5 Uji Koagulasi

Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat

bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Disamping berat molekul yang

berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Ada protein yang

mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang tidak larut dalam air. Rambut dan kuku

adalah suatu jenis protein yan tidak larut dalam air dan tidak mudah bereaksi,

sedangkan protein yang dalam bagian putih telur mudah larut dalam air dan mudah

bereaksi.5

Meskipun tidak ada sistem klasifikasi yang biasa diterima secara universal,

protein dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutan, bentuk, fungsi biologi serta

struktur tiga dimensinya. Setelah system dengan pemakaian terbatas pada ilmu

biokimia klinik membedakan “albumin”, “globulin”, “histon”, dan lain-lain.

Berdasarkan kelarutannya dalam larutan garam akueso. Protein dapat pula

diklasiikasikan berdasarkan bentuk keseluruhannya. Jadi, protein globular (missal,

banyak enzim) mempunyai rantai polipeptida yang berpilin serta terlipat secara padat

rasionya tidak lebih dari 3-4. Protein pibrosa memiliki rasio aksial lebih besar dari

10.6

2.6 Uji Benda Keton

Untuk memeriksa adanya zat keton dalam urin. Keton merupakan produk dari

pemecahan asam lemak. Keberadaannya dalam urin biasanya mengindikasikan tubuh

lebih banyak menggunakan lemak untuk menyediakan energi ketimbang menyimpan

lemak tersebut untuk dipakai dikemudian hari. Keadaan ini dapat terjadi pada diabetes

yang tak terkendali, ketika glukosa tidak mampu memasuki sel (ketoasidosis

Page 7: Laporan Biokim Ginjal

diabetikum), pada alkoholisme (ketoasidosis alkoholik), atau berkaitan dengan

muntah atau kelaparan berkepanjangan.6

Page 8: Laporan Biokim Ginjal

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Sifat Fisik Urin6

a. Alat dan bahan

1. Urin 24 jam

2. Toluen

3. Urinometer

4. Termometer

5. Gelas beker

6. Gelas ukur

b. Cara kerja

Pengumpulan urin 24 jam:

Urin pertama satu hari sebelum praktikum (pukul 7.00) dibuang.

Semua urin mulai waktu itu sampai pukul 7.00 pagi hari praktikum

dikumpulkan.

Seluruh urin harus disimpan dalam keadaan dingin dengan toluen sebagai

pengawet.

Ukur volume urin dengan gelas ukur

Amati warna dan kejernihan urin

Pengukuran berat jenis urin dengan urinometer:

Isilah gelas ukur 100 mL dengan urin (bahan pengawet telah dibuang)

Letakkan urinometer di dalamnya.

Urinometer akan mengapung dan tidak boleh menyentuh dinding gelas ukur.

Page 9: Laporan Biokim Ginjal

Baca angka pada urinometer yang bersesuaian dengan permukaan urin dalam

tabung.

Catat suhu urin tersebut

Tiap perbedaan 3o C di atas suhu tera urinometer, berat jenis urin ditambah

0,001 dan tiap perbedaan 3o C di bawah suhu tera urinometer, berat jenis urin

dikurangi 0,001

3.2 Uji Indikan (Obermeyer)6

a. Alat&Bahan

1. Urin

2. Pereaksi Obermeyer

3. Larutkan 6,7 g feriklorida (FeCl3.6H20) dalam asam klorida pekat 1,19)

dan encerkan sampai volume 1000 mL dengan asam yang sarna.

4. Kloroform

b. Cara Kerja

Pipetkan kedalam tabung reaksi

LARUTAN TABUNG

Urin 8 Ml

Pereaksi obermeyer 8 Ml

Diamkan beberapa menit

Kloroform 3 Ml

Campur dengan membalik-balik tabung kira-kira 10 kali (jangan dikocok).

Kloroform akan mengekstraksi biru indigo.

3.3 Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin)6

a. Bahan dan pereaksi

1. Urin 24 jam

2. Larutan pikrat jenuh

3. Larutan NaOH 10%

4. Larutan standar kreatinin mengandung 1 mg/mL

Page 10: Laporan Biokim Ginjal

Larutan 1 g kreatinin dalam HCL 0,1N dan encerkan sampai 1000 mL

dengan HCL 0,1N.

b. Cara kerja

Pipetkan ke dalam labu takar 100mL.

Larutan Blanko Standar 1 Standar 2 Uji 1 Uji 2

Akuades 1mL

Standar 1mL 1 mL

Urin 1 mL 1mL

Larutan

Asam

pikrat jenuh

20mL 20mL 20mL 20mL 20mL

NaOH 10% 1,5 mL 1,5 mL 1,5 mL 1,5 mL 1,5 mL

Kocok perlahan dan diamkan 25 menit. Encerkan dengan akuades sampai

volume 100 mL, campur dangan membalik- balik labu. Bacalah serapan pada

panjang gelombang 540 nm.

3.4 Uji Benedict Semikuantitatif6

a. Alat da bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai

berikut:

1. Tabung reaksi

2. Pipet tetes

3. Rak tabung reaksi

4. Penangas listrik

5. Gelas ukur 10 ml

6. Gelas kimia 250 ml

7. Urin normal

8. Larutan glukosa 0,3 %

9. Larutan glukosa 1 %

10. Larutan glukosa 5 %

Page 11: Laporan Biokim Ginjal

11. Pereaksi benedict

b. Cara Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai

berikut:

1. Menyediakan 4 buah tabung reaksi yang bersih dan kering

2. Memasukan masing-masing tabung dengan larutan sesuai dengan

tabel di bawah ini:

3. Memanaskan tabung dalam penangas air selama 5 menit dan

membiarkan menjadi dingin perlahan-lahan.

4. Mengamati warna endapan yag terbentuk pada masing-masing

tabung. Dan menafsirkan kadar glukosanya dengan menggunakan

tabel penafsiran sebagai berikut:

3.5 Uji Koagulasi6

a. Bahan dan Pereaksi

1. Urin dan urin yang mengandung protein

2. Asam asetat 2%

b. Cara kerja

Pipetkan ke dalam tabung reaksi

Larutan Tabung

Page 12: Laporan Biokim Ginjal

Urin jernih (bila perlu disaring terlebih dahulu) 5ml

Didihkan. Endapan yang terbentuk adalah protein atau fosfat.

Asam asetat 2% 5 tetes

Bila endapan tetap ada menandakan ada protein sebab fosfat akan larut dalam

suasana asam

3.6 Uji Benda Keton6

a. Bahan dan pereaksi

1. Urin dan urin yang mengandung benda keton

2. Kristal amonium sulfat

3. Larutan Na nitroprusid 5%

4. Amonium hidroksida pekat

b. Cara kerja

Larutan Tabung

Urin (normal/patologis) 5 ml

Kristal amonium sulfat Ditambah sampai jenuh

Na nitroprusid 5% 2-3 tetes

Amonium hidroksida pekat 1-2 tetes

Campur, diamkan 30 menit. Hasil positif ditandai oleh warna ungu

Page 13: Laporan Biokim Ginjal

DAFTAR PUSTAKA

1. Gaw, Allan, dkk . Biokimia Klinis Teks Bergambar Edisi 4. Jakarta : EGC

2. Irianto, Kus. & Waluyo, Kusno.Gizi dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama

Widya: 2004.

3. Pearce, C. Evelyn. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama: 2002

4. Price, Syilvia,A, dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

5. R. Gandasoebrata. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat:2006

6. Poedjadi, Anna. ”Dasar-Dasar Biokimia”. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Press: 1994