Laporan Biokim Ginjal
description
Transcript of Laporan Biokim Ginjal
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urin mengandung hasil proses metabolisme dalam tubuh, baik fisiologik
maupun patologik. Karena itu pemeriksaan urin berguna untuk membantu membuat
diagnosa atau mengikuti perjalanan penyakit atau gangguan metabolisme dan
gangguan organ – organ atau faktor – faktor yang berhubungan dengan metabolisme
tersebut. Berhubungan dengan hal itu, kadang-kadang perlu untuk menetapkan
jumlah suatu zat dalam urin, dan untuk itu dilakukan pemeriksaan urin 24 jam.1
Pemakaian zat pengawet untuk urin yang akan diperiksa secara kimia atau
mikroskopik penting, karena pada keadaan normal akan terjadi perubahan-perubahan
pada urin tersebut oleh kerja bakteri, yang akan mempengaruhi nilai pemeriksaan.1
Sebagai contoh urea akan berubah menjadi amonium karbonat, gula akan
dipecah menjadi CO2 dan H2O. Urin akan menjadi keruh dan terjadi pemecahan zat-
zat dalam urin, misalnya toluen atau formaldehida.1
1.2 Tujuan
1. Mengamati sifat fisik urin
2. Membuktikan adanya indikan dalam urin
3. Menetapkan kadar kreatinin urin
4. Menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif
5. Membuktikan adanya protein dalam urin
6. Membuktikan adanya benda keton dalam urin
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Urinalisa merupakan suatu metoda analisa untuk mendapatkan kandungan zat-
zat yang terdapat dalam urin, juga untuk identifikasi adanya kelainan pada urin terkait
fungsi ginjal.1
Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisasi. Eksresi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul atau zat-zat sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Komposisi zat-zat
dalam urin berbeda-beda tergantung dari jenis makanan serta air yang diminum
seseorang. Urin normal berwarna jernih transparan, sedangkan urin yang berwarna
kuning muda berasal dari zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin). Urin normal
pada manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam
fosfat, asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur, dan zat-zat yang
berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat-obatan. Semua cairan dan
materi pembentuk urin tersebut berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi
urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang penting dari tubuh,
misalnya glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa.2
Mekanisme Pembentukan Urin
Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air ( 96%)
air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan
sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses mikturisi.(Evelyn C.
Pearce, 2002).
Proses pembentukan urin, yaitu :
a. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring
darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat
glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa,
asam amino dan garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat
dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan
filtrat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
c. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif
ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke
tubulus kolektifus ke pelvis renalis. ( Roger Watson, 2002 )
Sampel yang digunakan pada praktikum pemeriksaan urin ini digunakan
sampel urin 24 jam yaitu urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Urine yang pertama
keluar dari jam 7 pagi dibuang, berikutnya ditampung termasuk juga urine jam 7 pagi
esok harinya. (R. Gandasoebrata, 2006)
2.1 Sifat Fisik Urin
Mengukur jumlah urin bermanfaat untuk ikut menentukan adanya gangguan
faal ginjal, kelainan dan kesetimbangan cairan badan dan berguna juga untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi-kuantitatif dengawn urin.3
Adapun mengukur jumlah urin dapat dilakukan dengan:
a. Urin 24 jam.
b. Urin siang 12 jam dan urin malam 12 jam.
c. Timed specimen pada sesuatu percobaan tertentu.
d. Urin sewaktu.
Jumlah urin 24 jam sangat berbeda dari seorang ke orang lain. Banyak sekali
faktor yang berpengaruh kepada diuresis itu, umpamanya umur, berat badan, kelamin,
makanan dan minuman, suhu badan,iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan.
Rata-rata didapat di daerah tropik jumlah urin 24 jam antara 800-1300 ml untuk orang
dewasa.5
Jika diperhitungkan per kg berat badan, anak-anak mempunayi diuresis yang 3
sampai 4 kali lebih besar daripada orang dewasa. Tetapi jika melihat jumlah mutlak,
diuresis itu kurang besar; anak berumur 6 – 12 tahun mengeluarkan rata-rata separoh
dan yang berumur 1 -6 tahun rata-rata seperempat dari orang dewasa.3
Jumlah urin siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih besra
dari urin malam 12 jam. Perbandingan itu tidak berubah, biarpun misalnya banyaknya
minuman pada malam hari dijadikan sama dengan yang siang hari. Perbandingan
antara urin siang 12 jam dan urin malam 12 jam seperti ditulis tadi, tidak berlaku
sepenuhnya pada anak-anak.3
Penelitian terhadap diuresis 24 jam atau 12 jam menentukan adanya kelainan
seperti poliuria atau oliguria yang dapat dipertalikan dengan keadaan klinik tertentu.
Timed specimen urin harus diukur jumlahnya dengan sangat teliti karena sampell urin
itu akan dipakai untuk penetapan kuantitatif dan yang dikehendaki bukanlah kadar
sesuatu zat dalam urin itu, melainkan jumlah mutlaknya.3
Urin sewaktu tidak perlu diukur dengan teliti. Akan tetapi baiklah selalu diperhatikan
jumlah yang dikeluarkan, karena banyaknya urin itu bukan hanya bertalian dengan
warna dan berat jenis saja, tetapi juga berpengaruh terhada hasil pemeriksaan
semikuantitatif separti pemeriksaan terhada protein dan glukosa.3
2.2 Uji Indikan (Obermeyer)
Indikan berasal dari pertumbuhan bakteri, sering di usus kecil. Indican
merupakan indole diproduksi oleh bakteri pada suatu asam amino tryptophan
dalam usus .Kebanyakan indol dibuang dalam kotoran. Sisanya akan diserap dan
dimetabolisme serta diekskresi sebagai indicant dalam urin. Urine normal, jumlah
indicant tersekresinya kecil. Hal ini meningkat dengan diet protein tinggi atau kurang
efisiennya pencernaan protein. Jika tidak benar dicerna, atau jika salah jenis protein
yang dikosumsi, pembusukan usus dapat terjadi.6
Asam amino triptofan akan membentuk indol danskatol. Indol dan skatol akan
diserap dari usus, selanjutnya dalam hati akan dioksidasimenjadi indoksil. Indoksil
akan berkombinasi dengan sulfat (proses konjugasi) membentuk indikan
(=indoksilsulfat). Indikan akan dieksresi kedalam urin dan merupakan salah
satu sulfatetereal dalam urin.6
Pada keadaan normal, dalam sehari diekskresi 10-20 mg. Variasi ekskresi
terutama ditentukan oleh jenis makanan. Makanan tinggi protein akan
meningkatkan ekskresi indikan dalam urin dan sebaliknya pada makanan tinggi
karbohidrat. Bila terjadi peningkatan proses pembusukan dalam usus atau bila ada
stagnasi isi usus juga akan terjadi peningkatan ekskresi indikan urin. Peningkatan
indikan dalam urin juga dapat ditemukan bila ada deomposisi protein dalam tubuh
oleh bakteri, seperti gangrene. Indikan dalam urin ditetapkan dengan uji obermeyer
dimana gugus indoksil dari indikan oleh pereaksi obermeyer yang mengandung FeCl3
dalam HCl pekat.4
akan membentuk warna biru yang larut dalam kloroform.
2.3 Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin)
Pengukuran ekskresi kreatinin dalam urine secara simultan dengan cara
mengumpulkan urine dari waktu ke waktu dapat memberikan informasi tentang
perkiraan bersihan kreatinin. Cara kerja pengukuran ini adalah sebagai berikut.jumlah
kreatinin yang diekskresi dalam urine pada periode waktu tertentu adalah hasil kali
volume urine yang dikumpulkan (katakanalah V liter dalam 24 jam) dan konsentrasi
kreatinin dalam urine (U).6
2.4 Uji Benedict Semikuantitatif
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat)
pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa
disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi
dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi
keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena
memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa
dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan
pereaksi benedict.6
Prinsip uji benedict adalah glukosa yang memiliki gugus aldehid/ keton bebas
mereduksi ion kupri dalam suasana alkalis membentuk kuprooksida yang tidak larut
dan berwarna merah bata. Jumlah endapan merah bata yang terbentuk sebanding
dengan kadar glukosa dalam urin.
2.5 Uji Koagulasi
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat
bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Disamping berat molekul yang
berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Ada protein yang
mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang tidak larut dalam air. Rambut dan kuku
adalah suatu jenis protein yan tidak larut dalam air dan tidak mudah bereaksi,
sedangkan protein yang dalam bagian putih telur mudah larut dalam air dan mudah
bereaksi.5
Meskipun tidak ada sistem klasifikasi yang biasa diterima secara universal,
protein dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutan, bentuk, fungsi biologi serta
struktur tiga dimensinya. Setelah system dengan pemakaian terbatas pada ilmu
biokimia klinik membedakan “albumin”, “globulin”, “histon”, dan lain-lain.
Berdasarkan kelarutannya dalam larutan garam akueso. Protein dapat pula
diklasiikasikan berdasarkan bentuk keseluruhannya. Jadi, protein globular (missal,
banyak enzim) mempunyai rantai polipeptida yang berpilin serta terlipat secara padat
rasionya tidak lebih dari 3-4. Protein pibrosa memiliki rasio aksial lebih besar dari
10.6
2.6 Uji Benda Keton
Untuk memeriksa adanya zat keton dalam urin. Keton merupakan produk dari
pemecahan asam lemak. Keberadaannya dalam urin biasanya mengindikasikan tubuh
lebih banyak menggunakan lemak untuk menyediakan energi ketimbang menyimpan
lemak tersebut untuk dipakai dikemudian hari. Keadaan ini dapat terjadi pada diabetes
yang tak terkendali, ketika glukosa tidak mampu memasuki sel (ketoasidosis
diabetikum), pada alkoholisme (ketoasidosis alkoholik), atau berkaitan dengan
muntah atau kelaparan berkepanjangan.6
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Sifat Fisik Urin6
a. Alat dan bahan
1. Urin 24 jam
2. Toluen
3. Urinometer
4. Termometer
5. Gelas beker
6. Gelas ukur
b. Cara kerja
Pengumpulan urin 24 jam:
Urin pertama satu hari sebelum praktikum (pukul 7.00) dibuang.
↓
Semua urin mulai waktu itu sampai pukul 7.00 pagi hari praktikum
dikumpulkan.
↓
Seluruh urin harus disimpan dalam keadaan dingin dengan toluen sebagai
pengawet.
↓
Ukur volume urin dengan gelas ukur
↓
Amati warna dan kejernihan urin
Pengukuran berat jenis urin dengan urinometer:
Isilah gelas ukur 100 mL dengan urin (bahan pengawet telah dibuang)
↓
Letakkan urinometer di dalamnya.
↓
Urinometer akan mengapung dan tidak boleh menyentuh dinding gelas ukur.
↓
Baca angka pada urinometer yang bersesuaian dengan permukaan urin dalam
tabung.
↓
Catat suhu urin tersebut
↓
Tiap perbedaan 3o C di atas suhu tera urinometer, berat jenis urin ditambah
0,001 dan tiap perbedaan 3o C di bawah suhu tera urinometer, berat jenis urin
dikurangi 0,001
3.2 Uji Indikan (Obermeyer)6
a. Alat&Bahan
1. Urin
2. Pereaksi Obermeyer
3. Larutkan 6,7 g feriklorida (FeCl3.6H20) dalam asam klorida pekat 1,19)
dan encerkan sampai volume 1000 mL dengan asam yang sarna.
4. Kloroform
b. Cara Kerja
Pipetkan kedalam tabung reaksi
LARUTAN TABUNG
Urin 8 Ml
Pereaksi obermeyer 8 Ml
Diamkan beberapa menit
Kloroform 3 Ml
Campur dengan membalik-balik tabung kira-kira 10 kali (jangan dikocok).
Kloroform akan mengekstraksi biru indigo.
3.3 Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin)6
a. Bahan dan pereaksi
1. Urin 24 jam
2. Larutan pikrat jenuh
3. Larutan NaOH 10%
4. Larutan standar kreatinin mengandung 1 mg/mL
Larutan 1 g kreatinin dalam HCL 0,1N dan encerkan sampai 1000 mL
dengan HCL 0,1N.
b. Cara kerja
Pipetkan ke dalam labu takar 100mL.
Larutan Blanko Standar 1 Standar 2 Uji 1 Uji 2
Akuades 1mL
Standar 1mL 1 mL
Urin 1 mL 1mL
Larutan
Asam
pikrat jenuh
20mL 20mL 20mL 20mL 20mL
NaOH 10% 1,5 mL 1,5 mL 1,5 mL 1,5 mL 1,5 mL
Kocok perlahan dan diamkan 25 menit. Encerkan dengan akuades sampai
volume 100 mL, campur dangan membalik- balik labu. Bacalah serapan pada
panjang gelombang 540 nm.
3.4 Uji Benedict Semikuantitatif6
a. Alat da bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Tabung reaksi
2. Pipet tetes
3. Rak tabung reaksi
4. Penangas listrik
5. Gelas ukur 10 ml
6. Gelas kimia 250 ml
7. Urin normal
8. Larutan glukosa 0,3 %
9. Larutan glukosa 1 %
10. Larutan glukosa 5 %
11. Pereaksi benedict
b. Cara Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Menyediakan 4 buah tabung reaksi yang bersih dan kering
2. Memasukan masing-masing tabung dengan larutan sesuai dengan
tabel di bawah ini:
3. Memanaskan tabung dalam penangas air selama 5 menit dan
membiarkan menjadi dingin perlahan-lahan.
4. Mengamati warna endapan yag terbentuk pada masing-masing
tabung. Dan menafsirkan kadar glukosanya dengan menggunakan
tabel penafsiran sebagai berikut:
3.5 Uji Koagulasi6
a. Bahan dan Pereaksi
1. Urin dan urin yang mengandung protein
2. Asam asetat 2%
b. Cara kerja
Pipetkan ke dalam tabung reaksi
Larutan Tabung
Urin jernih (bila perlu disaring terlebih dahulu) 5ml
Didihkan. Endapan yang terbentuk adalah protein atau fosfat.
Asam asetat 2% 5 tetes
Bila endapan tetap ada menandakan ada protein sebab fosfat akan larut dalam
suasana asam
3.6 Uji Benda Keton6
a. Bahan dan pereaksi
1. Urin dan urin yang mengandung benda keton
2. Kristal amonium sulfat
3. Larutan Na nitroprusid 5%
4. Amonium hidroksida pekat
b. Cara kerja
Larutan Tabung
Urin (normal/patologis) 5 ml
Kristal amonium sulfat Ditambah sampai jenuh
Na nitroprusid 5% 2-3 tetes
Amonium hidroksida pekat 1-2 tetes
Campur, diamkan 30 menit. Hasil positif ditandai oleh warna ungu
DAFTAR PUSTAKA
1. Gaw, Allan, dkk . Biokimia Klinis Teks Bergambar Edisi 4. Jakarta : EGC
2. Irianto, Kus. & Waluyo, Kusno.Gizi dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama
Widya: 2004.
3. Pearce, C. Evelyn. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama: 2002
4. Price, Syilvia,A, dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. R. Gandasoebrata. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat:2006
6. Poedjadi, Anna. ”Dasar-Dasar Biokimia”. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Press: 1994