bahan laporan biokim

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Protein Urin Normal Dinding kapiler glomerulus mempunyai struktur yang khas untuk mendukung proses ultrafiltrasi dan menahan hampir semua protein dalam plasma. Dinding kapiler terdiri dari lapisan dalam yaitu lapisan endotel dengan lubang-lubang (fenestra), pada permukaan dilapisi hydrated gel yang mengandung glikoprotein polianionik, diameter 60-79 nm, lapisan tengah adalah membrana basalis terdiri dari jaring-jaring fibril sub-endotel (lamina rara interna), lamina densa dan jaring-jaring fibril sub-epitel (lamina rara eksterna), dan lapisan luar adalah lapisan epitel yang menghadap kapsula Bowman yang menempel pada membrana basalis dan mempunyai tonjolan-tonjolan plasmatik membentuk celah. (16,17,27) Hampir seluruh hasil akhir metabolisme difiltrasi melalui glomerulus sedangkan kreatinin akan diekskresi melalui tubulus. Protein, asam-asam amino dan sebagian besar air beserta ion-ion direabsorpsi di tubulus proksimal. Sisa air dan ion-ion direabsorpsi di tubulus distal. Gangguan fungsi ginjal sangat tergantung luasnya kerusakan fungsi glomerulus. Hosteter dan kawan-kawan menyatakan bahwa filtrasi berdasarkan ukuran molekul bukan merupakan penentu karena makromolekul bermuatan negatif lebih sulit melewati membrana basalis dibanding makromolekul bermuatan positif atau netral dengan ukuran yang sama. Universitas Sumatera Utara

description

pemeriksaan glukosa dan protein dalam urin

Transcript of bahan laporan biokim

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Protein Urin Normal

    Dinding kapiler glomerulus mempunyai struktur yang khas untuk

    mendukung proses ultrafiltrasi dan menahan hampir semua protein dalam

    plasma. Dinding kapiler terdiri dari lapisan dalam yaitu lapisan endotel

    dengan lubang-lubang (fenestra), pada permukaan dilapisi hydrated gel

    yang mengandung glikoprotein polianionik, diameter 60-79 nm, lapisan

    tengah adalah membrana basalis terdiri dari jaring-jaring fibril sub-endotel

    (lamina rara interna), lamina densa dan jaring-jaring fibril sub-epitel

    (lamina rara eksterna), dan lapisan luar adalah lapisan epitel yang

    menghadap kapsula Bowman yang menempel pada membrana basalis

    dan mempunyai tonjolan-tonjolan plasmatik membentuk celah.(16,17,27)

    Hampir seluruh hasil akhir metabolisme difiltrasi melalui glomerulus

    sedangkan kreatinin akan diekskresi melalui tubulus. Protein, asam-asam

    amino dan sebagian besar air beserta ion-ion direabsorpsi di tubulus

    proksimal. Sisa air dan ion-ion direabsorpsi di tubulus distal. Gangguan

    fungsi ginjal sangat tergantung luasnya kerusakan fungsi glomerulus.

    Hosteter dan kawan-kawan menyatakan bahwa filtrasi berdasarkan

    ukuran molekul bukan merupakan penentu karena makromolekul

    bermuatan negatif lebih sulit melewati membrana basalis dibanding

    makromolekul bermuatan positif atau netral dengan ukuran yang sama.

    Universitas Sumatera Utara

  • Membrana basalis merupakan glikoprotein bermuatan listrik yang

    menghalangi molekul bermuatan negatif seperti albumin melalui dinding

    kapiler glomerulus.(16,17)

    Oleh karena dinding kapiler glomerulus bersifat selektif terhadap

    muatan dan ukuran maka hanya sebagian kecil albumin, globulin dan

    protein plasma lainnya yang dapat melintas. Protein yang ada dalam urin

    pada penyakit ginjal merupakan campuran albumin dengan globulin. Bila

    ada kerusakan pada glomerulus akan dijumpai albumin sebagai protein

    utama.(11,16,17,27,28,29)

    2.2 Proteinuria

    Proteinuria merupakan suatu petanda adanya kerusakan ginjal,

    pada banyak penelitian terbukti bahwa proteinuria mempunyai peran

    sebagai petanda resiko mortalitas kardiovaskular dan prediktor

    progresivitas penyakit ginjal dan jumlah protein yang dikeluarkan melalui

    urine berkorelasi dengan besarnya penurunan laju filtrasi glomerulus.(20,30)

    Protein yang difiltrasi glomerulus bersifat nefrotoksik, dapat menstimulasi

    proses inflamasi, fibrosis jaringan tubulus-interstisialis. Proses ini semakin

    berat dengan semakin banyaknya jumlah protein yang difiltrasi.

    Penurunan fungsi ginjal semakin besar sesuai dengan semakin

    banyaknya proteinuria. Proteinuria tidak hanya sekedar merupakan

    petanda adanya proses kerusakan di ginjal, akan tetapi juga faktor resiko

    dari PGK, penurunan laju filtrasi glomerulus atau progresivitas penyakit.

    Universitas Sumatera Utara

  • Proteinuria dapat dipakai untuk mengukur hasil pengobatan dan dapat

    dipakai sebagai target penatalaksanaannya.(20)

    Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin rutin,

    baik tanpa gejala, ataupun dapat menjadi gejala awal dan mungkin suatu

    bukti adanya penyakit ginjal yang serius. Adanya protein di dalam urin

    sangatlah penting, dan memerlukan pemikiran lebih lanjut untuk

    menentukan penyebab/penyakit dasarnya. Adapun prevalensi proteinuria

    yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring rutin pada orang sehat

    sekitar 3,5%. Jadi proteinuria tidak selalu merupakan manifestasi kelainan

    ginjal.(31)

    Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya di atas

    150 mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda.

    Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika protein urin telah menetap

    selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit di atas

    nilai normal. Dikatakan proteinuria masif bila terdapat protein di urin

    melebihi 3500 mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri atas albumin.(31)

    Dalam keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang

    cukup besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui nefron

    setiap hari, hanya sedikit yang muncul di dalam urin. Ini disebabkan 2

    faktor utama yang berperan yaitu :

    1. Filtrasi glomerulus

    2. Reabsorbsi protein tubulus(31)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.1 Definisi Proteinuria

    Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin orang dewasa yang

    melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-

    anak lebih dari 140 mg/m2.

    Dalam keadaan normal, protein di dalam urin sampai sejumlah

    tertentu masih dianggap fungsional. Urin normal mengandung hanya

    sedikit protein, kurang dari 10 mg / dl atau 150 mg/24 jam. Ada juga

    kepustakaan yang menuliskan bahwa protein urin masih dianggap

    fisiologis jika jumlahnya kurang dari 200 mg/hari pada dewasa (pada

    anak-anak 140 mg/m2).(21,31,32,33,34,35)

    2.2.2 Patofisiologi Proteinuria

    Pada keadaan normal selektifitas muatan listrik dan ukuran

    dari dinding kapiler glomerulus akan mencegah protein ( albumin, globulin

    dan molekul protein plasma yang besar ) melewatinya. Membran

    glomerulus mengandung komponen muatan negatif, yang dapat

    menyebabkan penurunan filtrasi dari substansi anionik seperti albumin.

    Protein adalah bermuatan negatif dan hampir seluruhnya dihambat oleh

    dinding sel glomeruli. Protein mengalami filtrasi di membran glomerulus

    melalui seleksi perbedaan berat molekul dan muatan listrik.(18,36)

    Proteinuria terjadi karena molekul protein dapat melewati membran

    glomerulus. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas dinding

    kapiler glomeruli, peningkatan tekanan intra glomerular atau keduanya.

    Universitas Sumatera Utara

  • Hiperglikemia merupakan faktor resiko utama terjadinya proteinuria karena

    dapat meningkatkan tekanan intraglomerular.(37) Hiperglikemia dapat

    merubah selektifitas perbedaan muatan listrik pada dinding kapiler

    glomeruli dan menyebabkan peningkatan permeabilitas. Pada ginjal yang

    sehat 99% albumin yang difiltrasi akan direabsorbsi kembali di tubulus.

    Heparan sulfat merupakan molekul utama di membran glomerulus yang

    bermuatan negatif dan disintesis didalam endotel sel mesangial dan sel

    myomedial. Setelah mengalami sulfasi di dalam alat Golgi, Heparan Sulfat

    Proteoglikan ini akan masuk ke dalam matriks ekstraselular dari

    glomerulus dan arteri besar. Pada glukosa darah tidak terkontrol terjadi

    inhibisi enzim N-deacetylase yang berperan pada sintesa heparan sulfat

    akibat penurunan sintesa heparan sulfat, maka muatan negatif

    glomerulus berkurang sehingga protein yang bermuatan negatif lolos ke

    urin.(37,38)

    2.3 Protein Urin 24 jam

    Melakukan pemeriksaan terhadap kadar yang tepat dari

    kandungan urin, itu lebih penting dari pada hanya sekedar mengetahui

    unsur yang terdapat di dalamnya. Perlu kewaspadaan terhadap masalah

    waktu guna untuk mendapatkan hasil kwantitatif yang akurat. Banyak

    substansi yang dihasilkan pada variasi diurnal seperti katekolamin, 17-

    hydroxysteroid dan elektrolit yang mana konsentrasinya menurun pada

    pagi hari dan terjadi peningkatan konsentrasi pada siang hari. Selain

    Universitas Sumatera Utara

  • perubahan konsentrasi yang terjadi oleh karena variasi diurnal, ada juga

    perubahan akibat aktifitas sehari-hari seperti exercise, makanan (proteins

    intake) dan metabolisme tubuh, oleh karena itulah pemeriksaan urin 24

    jam merupakan gold standard.(18,21)

    Untuk mendapatkan hasil spesimen yang akurat, pasien harus

    memulai dan mengakhiri periode pengumpulan urin dengan kandung

    kemih yang kosong. Sebelumnya pasien harus diberitahu untuk memulai

    mengumpulkan urin pada waktu atau jam yang telah ditetapkan dengan

    membuang urin pertamanya lebih dulu ke toilet dan kemudian

    menampung semua urin yang dikemihkan untuk dikumpulkan sampai 24

    jam kemudian, sampai tepat pada jam yang sama sejak dikumpulkan.(21)

    Perlu mempersiapkan pasien dengan instruksi tertulis dan

    menjelaskan prosedur pengumpulan urin, dengan menyiapkan wadah

    yang tepat.(21)

    Semua spesimen harus didinginkan pada suhu 2-8C selama

    periode pengumpulan.(39) Dan juga memerlukan penambahan bahan

    pengawet kimia. Pengawet dipilih harus tidak beracun kepada pasien dan

    tidak boleh mengganggu pengujian yang akan dilakukan. Setibanya di

    laboratorium, spesimen 24 jam dicampur secara menyeluruh dan volume

    diukur dan dicatat.(21)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4 Kreatinin

    Kreatinin adalah produk katabolisme dari keratin fosfat yang ada di

    dalam otot. Hasil katabolisme tersebut memiliki nilai yang konstan dalam

    tiap individu setiap harinya. Kreatinin sangat bergantung dari massa otot.

    Secara kimiawi, kreatinin merupakan derivat dari kreatin. Biosintesis

    kreatin sendiri juga berasal dari glisin, arginin, dan metionin. Pemindahan

    gugus guanidino dari arginin kepada glisin, yang membentuk senyawa

    guanidoasetat (glikosiamina), berlangsung di dalam ginjal dan tidak terjadi

    di hati atau otot jantung. Sintesis kreatin diselesaikan lewat reaksi metilasi

    guanidoasetat oleh senyawa S-adenosilmetionin di hati. Kreatinin

    dikeluarkan peredarannya dari darah oleh ginjal. Hampir tidak ada sama

    sekali reabsorpsi kreatinin yang dilakukan ginjal. Jika filtrasi yang

    dilakukan glomerulus berkurang maka kadarnya di darah akan tinggi.

    Sehingga kadar kreatinin di darah dan urin dapat dipakai untuk

    menghitung creatinine clearance, sekaligus GFR (Glomerulus Filtration

    Rate).(40)

    Kreatinin dalam urin berasal dari filtrasi glomerulus dan sekresi

    oleh tubulus proksimal ginjal. Berat molekulnya kecil sehingga dapat

    secara bebas masuk dalam filtrat glomerulus. Kreatinin yang diekskresi

    dalam urin terutama berasal dari metabolisme kreatinin dalam otot

    sehingga jumlah kreatinin dalam urin mencerminkan massa otot tubuh dan

    relatif stabil pada individu sehat (Levey,2003; Remer et al . 2002; Henry, 2001).

    Kreatin terutama ditemukan di jaringan otot (sampai dengan 94%). Kreatin

    dari otot diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu mensintesis

    Universitas Sumatera Utara

  • kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan biosintesis yang

    melibatkan berbagai organ terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin

    berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino arginin dan glisin.

    Menurut salah satu penelitian in vitro kreatin secara hampir konstan akan

    diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari. Kreatinin yang

    terbentuk ini kemudian akan berdifusi keluar sel otot untuk kemudian

    diekskresi dalam urin. Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung

    secara konstan dan tidak ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga

    sebagian besar kreatinin yang terbentuk dari otot diekskresi lewat ginjal

    sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk menggambarkan

    filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan ekskresi inulin yang

    merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi glomerulus. Meskipun

    demikian, sebagian(16%) dari kreatinin yang terbentuk dalam otot akan

    mengalami degradasi dan diubah kembali menjadi kreatin. Sebagian

    kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal dan mengalami degradasi lebih

    lanjut oleh kreatininase bakteri usus. Kreatininase bakteri akan mengubah

    kreatinin menjadi kreatin yang kemudian akan masuk kembali ke darah

    (enteric cycling ). Produk degradasi kreatinin lainnya ialah 1-

    metilhidantoin, sarkosin, urea, metilamin, glioksilat, glikolat, dan

    metilguanidin. .(41,42,43)

    Metabolisme kreatinin dalam tubuh ini menyebabkan ekskresi

    kreatinin tidak benar-benar konstan dan mencerminkan filtrasi glomerulus,

    walaupun pada orang sehat tanpa gangguan fungsi ginjal, besarnya

    degradasi dan ekskresi ekstrarenal kreatinin ini minimal dan dapat

    diabaikan. (44)

    Universitas Sumatera Utara

  • Metode pemeriksaan kreatinin urin adalah Enzimatic colorimetric.

    Referens interval : ekskresi kreatinin urin normal adalah 14-26 mg / kg /

    hari atau ( 124-230 umol / kg / hari ) pada laki-laki, dan 11-20 mg / kg /

    hari atau ( 97-177 umol / kg / hari ) pada wanita. (27)

    2.5 Protein Creatinine Ratio (PCR) Urin

    Belakangan ini beberapa laporan penelitian telah menulis tentang

    pemeriksaan ekskresi protein urin dengan memakai sampel urin sewaktu

    dengan melakukan pengukuran antara protein dengan konsentrasi

    kreatinin dan membandingkan sampel urin 24 jam sebagai gold standard.

    Adapun alasan digunakan format PCR untuk memperbaiki masalah

    variabilitas volume dan konsentrasi urin. National Kidney Foundation

    Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI)

    merekomendasikan pemeriksaan penunjang ratio protein terhadap

    kreatinin dengan urin pertama pada pagi hari atau urin sewaktu pada

    semua pasien PGK.(19,23,45)

    Format PCR merupakan hasil bagi antara protein urin dengan

    kreatinin urin dengan satuan mg/gr kreatinin. Protein dirasiokan dengan

    kreatinin adalah selain untuk mengurangi masalah variabilitas volume dan

    konsentrasi urin, protein dan kreatinin mencerminkan fungsi ekskresi ginjal

    dan kadar kreatinin relatif stabil diekskresikan walaupun jumlah urin sedikit

    atau banyak.(2,46)

    Universitas Sumatera Utara

  • Roger A. Rodby,MD dkk dari George Washington University,

    Washington, DC tahun 1995 melakukan penelitian, bahwa pengukuran

    PCR dapat digunakan untuk memprediksi proteinuria pada pasien ND.(24)

    Ayman M. Wahbeh dkk dari University of Jordan tahun 2009 telah

    membuktikan adanya korelasi yang baik antara PCR dan ekskresi protein

    urin 24 jam pada pasien ND.(25)

    Derhaschnig dkk tahun 2002 melakukan penelitian terhadap

    pasien hipertensi, ditemukan PCR dengan sensitivitas 87.8%, spesifisitas

    89.3%, positif prediktif value (PPV) 29.3% dan negatif prediktif value

    (NPV) 96.2%.(26)

    Nahid Shahbazian dkk dari Imam Khomeini Hospital, University of

    Medical Sciences, Ahwaz, Iran tahun 2008 melaporkan bahwa adanya

    korelasi yang significant antara spot urin PCR dan protein urin 24 jam

    pada wanita dengan preeclampsia (P< 0.001).(47)

    Leanos-Miranda dkk tahun 2007 menyatakan bahwa terdapat

    korelasi yang tinggi antara spot urin PCR dan protein urin 24 jam pada

    pasien wanita hamil dengan hipertensi. (P < 0.001).(48)

    BK Yadav dkk dari Purbanchal University, Kathmandu, Nepal

    tahun 2010 melaporkan bahwa terdapat korelasi yang sangat baik antara

    spot PCR dengan protein urin 24 jam pada pasien Nefropati Diabetik

    dengan sensitivitas 96.65% dan spesifisitas 74,4%.(49)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6 Nefropati Diabetik

    Penyakit ginjal diabetik atau yang lebih dikenal sebagai Nefropati

    Diabetik adalah merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan adanya

    mikroalbuminuria persisten, proteinuria, peningkatan tekanan darah dan

    penurunan laju filtrasi glomerulus. Keadaan ini dialami hampir sepertiga

    pasien diabetes dan terjadinya secara kronik tapi progresif. Hal ini akan

    berhubungan dengan meningkatnya resiko kardiovaskular, retinopati dan

    neuropati. Kejadian ini berlangsung bertahun sesudah seseorang

    menderita diabetes dan gagal ginjal akan terjadi sesudah 20-30 tahun.(6)

    Kecenderungan menjadi Nefropati Diabetik dipengaruhi oleh faktor

    genetik, etnik, gender dan usia pada onset diabetes.(6,50)

    2.6.1 Definisi Nefropati Diabetik

    Pada umumnya Nefropati Diabetik didefinisikan sebagai sindrom

    klinis pada pasien Diabetes Mellitus yang ditandai dengan albuminuria

    menetap ( >300 mg/24 jam ) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam

    kurun waktu 3 sampai 6 bulan.(50)

    Nefropati Diabetik adalah salah satu komplikasi mikroangiopati

    (retinopati dan neuropati) pada Diabetes Melitus tipe1 dan tipe 2.(51,52)

    Dengan demikian perjalanan alamiah (natural history) ND didahului

    oleh satu fase yang disebut mikroalbuminuria yang merupakan gambaran

    dari perubahan fisiologi dan patogeni ginjal sebelum ND bermanifestasi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6.2 Proteinuria pada Nefropati Diabetik

    Walaupun proteinuria mempunyai peranan sebagai petanda

    adanya kerusakan akibat penyakit ginjal, akan tetapi sebenarnya lebih dari

    itu, akibat peran proteinuria yang nefrotoksik. Pada banyak penelitian

    terbukti bahwa proteinuria mempunyai peran sebagai petanda dan

    prediktor progresivitas gagal ginjal pada DM. Banyaknya proteinuria

    berkorelasi dengan besarnya penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).

    Pada penelitian Modified Diet in Renal Disease (MDRD) didapatkan

    bahwa ekskresi protein yang semakin meningkat sesuai dengan

    meningkatnya penurunan LFG.(20)

    Proteinuria asimtomatis merupakan tanda permulaan dari Nefropati

    Diabetik, timbulnya intermiten selama beberapa tahun dan akhirnya

    menetap disertai proteinuria massif. Pada stadium permulaan, proteinuria

    ringan dari Nefropati Diabetik ini sulit dibedakan dengan proteinuria

    karena glomerulonefritis membranous karena sebab lain. Bila terjadi

    proteinuria massif dan berlangsung lama selalu diikuti oleh gambaran

    klinik lainnya seperti sembab dan hipertensi. Proteinuria pada Nefropati

    Diabetik mempunyai karakteristik tersendiri, bersifat non selektif (bukan

    albumin). Proteinuria ini masih merupakan tanda yang dapat dipercaya

    sebagai indikator untuk Nefropati Diabetik asal dapat dikesampingkan

    penyebab lainnya seperti gagal jantung kongestif, ketoasidosis,

    pielonefritis termasuk keadaan fisiologis dan ortostatik. Pada Nefropati

    Diabetik, gejala proteinuria ini selalu disertai kelainan mikroangiopati dari

    Universitas Sumatera Utara

  • organ lain misalnya mikroaneurismata dari pembuluh darah retina,

    neuropati dan lain-lain.(51)

    Kapan kelainan ginjal (nefropati) ini muncul pada seorang pasien

    diabetes mellitus? Penelitian epidemiologi klinik menunjukkan, nefropati

    baru terjadi setelah 20 tahun menderita intoleransi glukosa pada diabetes

    mellitus tipe dewasa dan 14 tahun pada tipe yuvenil.(51)

    2.6.3 Patogenesis Nefropati Diabetik

    Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari

    mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner

    dkk pada hewan menunjukkan bahwa saat jumlah nefron mengalami

    pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang

    masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi

    yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan

    sklerosis dari nefron tersebut.(50)

    Patogenesis terjadinya Nefropati Diabetik ditentukan oleh faktor

    genetik, metabolik dan hemodinamik yang berkaitan satu sama lainnya.

    Patogenesis Nefropati Diabetik lebih mudah dipahami dengan meninjau

    perubahan struktural dan hemodinamik yang terjadi. Walaupun

    patogenesis DM tipe 1 dan 2 berbeda, namun patofisiologi komplikasi

    mikrovaskular yang bertanggungjawab terhadap tingginya angka

    mortalitas dan morbiditas adalah sama.(6)

    Universitas Sumatera Utara

  • Patogenesis terjadinya Nefropati Diabetik sebenarnya sangat

    kompleks, akan tetapi dapat dikelompokkan dalam 3 faktor utama yang

    memegang peranan penting dan saling interaksi satu sama lainnya, yaitu

    faktor genetik, metabolik dan hemodinamik.(6)

    Gambar 1. Patogenesis Nefropati Diabetik. (Disadur dari Cooper ME, Gilbert RE :

    Pathogenesis, Prevention and Treatment of Diabetic Nephropathy, 2003)

    2.6.4 Tahapan Nefropati Diabetik

    Sequen perjalanan klinik alamiah ND oleh Mogensen meliputi 5

    tahapan gangguan fungsi ginjal dimulai dengan hiperfiltrasi dan hipertropi,

    mikroalbuminuria (nefropati insipien). proteinuria (overt nefropati) dan

    gagal ginjal. Perjalanan klinik dan keterlibatan ginjal pada DM, lebih jelas

    diterangkan pada tipe 1 dari pada tipe 2.

    Metabolik Genetik Hemodinamik

    Glukosa

    Advanced glycation

    Protein Kinase C b2

    Hormon-hormon vasoaktif (mis. Angiotensin II, endotelin)

    Aliran/ tekanan

    Sitokin Transformin Vascular Growth Endothelial Factor Growth Factor

    Extracellular matrix (ECM) cross-linking

    ECM Permeabilitas pembuluh darah

    Penimbunan ECM Proteinuria

    Universitas Sumatera Utara

  • Tahap 1 : Fase awal terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi ginjal. LFG dan laju

    ekskresi albumin dalam urin meningkat.

    Tahap 2 : Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, berlangsung

    5-15 tahun. LFG tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan

    tekanan darah normal. Mulai terjadi perubahan histologi awal berupa

    penebalan membrana basalis yang tidak spesifik dan peningkatan matriks

    mesangial.

    Tahap 3 : Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati

    insipien. LFG meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju

    ekskresi albumin dalam urin (Urine Albumin Excretion Rate = UAER) 30-

    300 mg/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis,

    didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume

    mesangium fraksional dalam glomerulus.

    Tahap 4 : Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut (overt

    nephropathy). Perubahan histologis makin jelas, juga timbul hipertensi

    pada sebagian besar pasien. Proteinuria meningkat. Sindroma nefrotik

    sering ditemukan pada tahap ini LFG menurun sekitar 10 ml/menit/tahun

    dan kecepatan penurunan ini berkorelasi dengan tingginya tekanan darah.

    Tahap 5 : Tahap ini disebut juga End Stage Renal Disease (ESRD) atau

    tahap terjadinya gagal ginjal terminal, rata-rata 7 tahun sesudah

    proteinuria persisten.(6,53,54)

    Universitas Sumatera Utara