Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

57
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) adalah suatu polimer yang monomernya terdiri atas gula, basa nukleotida, dan gugus fosfat. Secara alami, polimer DNA membentuk untai ganda yang disatabilkan oleh ikatan hidrogen antara pasangan basa. Setiap sel mengandung untai DNA yang disebut kromosom yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya setelah kromosom tersebut bereplikasi menjadi dua komponen yang identik. Sel eukariot mengandung sejumlah molekul DNA yang masing-masing berukuran jauh lebih besar dari satu molekul DNA di dalam prokariot. Molekul DNA dalam eukariot bergabung dengan sistem protein dan dikelompokkan menjadi serabut kromatin dalam molekul yang dikelilingi oleh sistem membran ganda yang bersifat 1

Transcript of Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Page 1: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) adalah suatu polimer yang monomernya

terdiri atas gula, basa nukleotida, dan gugus fosfat. Secara alami, polimer DNA

membentuk untai ganda yang disatabilkan oleh ikatan hidrogen antara pasangan basa.

Setiap sel mengandung untai DNA yang disebut kromosom yang diturunkan dari satu

generasi ke generasi berikutnya setelah kromosom tersebut bereplikasi menjadi dua

komponen yang identik.

Sel eukariot mengandung sejumlah molekul DNA yang masing-masing

berukuran jauh lebih besar dari satu molekul DNA di dalam prokariot. Molekul DNA

dalam eukariot bergabung dengan sistem protein dan dikelompokkan menjadi serabut

kromatin dalam molekul yang dikelilingi oleh sistem membran ganda yang bersifat

kompleks. DNA berperan dalam menyimpan informasi genetik yang menentukan

karakteristik dari suatu organisme tertentu.

DNA mitokondria berbeda dengan DNA inti walaupun keduanya berada

dalam satu sel. DNA mitokondria memiliki fungsi yang sangat penting dalam

hubungannya dengan pemasokan energi. Pewarisan DNA mitokondria dilakukan

secara maternal dan tidak ada rekombinasi. Pada DNA mitokondria terdapat daerah

pengontrol yang tidak mengkode (noncoding region), yang dikenal dengan daerah

displacement loop (D-loop).

1

Page 2: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknik in vitro yang sangat

berguna dalam membuat salinan DNA. PCR memungkinkan sejumlah kecil sekuens

DNA tertentu disalin untuk diperbanyak atau dimodifikasi secara tertentu. Dengan

teknik ini, perbanyakan fragmen DNA dapat dilakukan secara cepat dan spesifik.

PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase yang secara alami memang berperan

dalam perbanyakan dalam proses replikasi. Teknik PCR dilakukan dengan siklus

suhu berulang. Setiap siklus terdiri atas tahap denaturasi (pembukaan untai ganda

DNA) pada suhu 92,5˚ – 97,5˚C; annealing (penempelan primer) pada suhu 60˚C; dan

polimerisasi (perpanjangan primer) pada suhu 70-75˚C.

Salah satu sifat unik DNA mitokondria adalah laju mutasi yang relatif lebih

tinggi dibandingkan DNA inti. Laju mutasi DNA mitokondria yang tinggi

menyebabkan adanya perbedaan urutan nukleotida DNA mitokondria antar individu

(tingkat polimorfisme yang tinggi). Karena sifat tersebut, DNA mitokondria dapat

dimanfaatkan untuk menetukan keragaman genetik antar individu dalam suatu

populasi, hubungan evolusi diantara populasi, dan rekonstruksi migrasi suatu

populasi.

Oleh karena itulah kami mencoba untuk mengisolasi, mengamplifikasi, dan

mengkarakterisasi fragmen D-Loop DNA mitokondria. Sampel yang digunakan

berasal dari sel folikel akar rambut. Digunakannya sel folikel akar rambut sebagai

sampel adalah karena sel tersebut dapat dikatakan mewakili keseluruhan jenis sel

yang ada pada tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena sel tersebut bersumber dari

satu sel telur yang memiliki satu jenis DNA mitokondria, yang kemudian

2

Page 3: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

terdiferensiasi seiring dengan perkembangan embrio. Pada fase perkembangan

selanjutnya menjadi manusia dewasa, diferensisasi ini tidak menyebabkan adanya

perubahan pada urutan nukleotida DNA mitokondria pada sel rambut dalam satu

individu. Oleh karena itu, urutan nukleotida D-loop DNA mitokondria pada sel

folikel rambut untuk tiap individu menunjukkan mutasi yang sama.

1. 2 Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang timbul dari penelitian yang dilakukan diantaranya :

1. Keberadaan DNA mitokondria dalam sel folikel rambut.

2. Amplifikasi fragmen D-Loop DNA mitokondria.

3. Karakterisasi fragmen D-Loop DNA mitokondria.

1. 3 Maksud dan Tujuan

1. Mengisolasi DNA mitokondria dari sampel sel folikel akar rambut dengan

cara lisis sel.

2. Mengamplifikasi daerah fragmen D-Loop DNA mitokondria secara in vitro

dengan teknik PCR.

3. Mengkarakterisasi fragmen DNA hasil PCR dengan metode elektoforesis gel

agarosa.

1. 4 Kegunaan Percobaan

Hasil praktikum ini diharapkan dapat berguna untuk :

3

Page 4: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

1. Memberikan informasi tentang fragmen D-Loop DNA mitokondria dari sel

folikel akar rambut.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu Biokimia.

1. 5 Metodologi Percobaan

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi penyiapan templat DNA

mitokondria dengan cara lisis sel, amplifikasi fragmen D-loop DNA mitokondria

dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR), dan analisis hasil PCR dengan

menggunakan elektroforesis gel agarosa.

1. 6 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini bertempat di laboratorium Biokimia jurusan Kimia FMIPA

UNPAD, jalan Singa perbangsa No. 2, pada tanggal 26 November 2009 dan 3

Desember 2009.

4

Page 5: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mitokondria

Mitokondria berasal dari kata Yunani mito yang berarti benang dan chondrion

yang berarti seperti granul (butiran-butiran), sehingga dapat diartikan sebagai organel

dengan rangkaian butir-butir yang tersusun seperti benang. Mitokondria merupakan

orgnel yang unik karena memiliki DNA tersendiri dengan sifat-sifat yang spesifik

pula (Santosa et al.,2005).

Mitokondria memiliki dua membran, luar dan dalam. Membran dalam berlipat

membentuk Krista. Ruang antar mabran berada antara membran dan matriks menutup

membran dalam. Bentuk dan jumlah mitokondria berbeda tipa jenis sel tergantung

pada kebutuhan energi sel tersebut (Stryer, 2002). Protein yang terlibat di dalam

respirasi sel dan sintesis ATP berada di dalam membrane dalam (Lehtinen, 2001).

2.2 DNA

DNA adalah pembawa informasi genetik yang paling bertanggung jawab atas

karakteristik dari suatu sel. Semua informasi tersebut dikode dalam struktur DNA.

DNA marupakan polimer nukleotida yang sangat panjang. Setiap nukleotida terdiri

dari tiga unit, yaitu suatu gula dengan 5 atom C, suatu basa nitrogen dan basa fosfat.

Basa Nitrogen adalah cincin heterosiklik yang mempunyai kerangka karbon dan

nitrogen. Ada dua kelas basa nitrogen, yaitu puri dan pirimidin. Purin terdiri dari

5

Page 6: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

cincin dengan 6 atom karbon bercampur dengan cincin dengan 5 atom karbon,

sedangkan pirimidin terdiri dari suatu cincin tunggal mengandung 6 atom karbon.

Nukleotida terdiri dari kombinasi satu buah gula, satu buah basa nitrogen dan paling

seikit satu buah gugus fosfat. Suatu rantai tunggal DNA merupakan suatu polimer

dari nukleotida-nukleotida yang berikatan satu sama lain dengan ikatan fosfodiester

3’-5’. Kerangka dari polimer tersebut disebut kerangka gula fosfat karena terdiri dari

unit-unit gula deoksiribosa dan gugus fosfat pada ikatan fosfodiesternya. Rantai

tunggal DNA kemudian berikatan dengan rantai tunggal lainnya sehingga menjadi

rantai ganda DNA. Kemudian pada rantai ganda DNA tersebut membentuk rantai

komplementer yang berbentuk heliks. Pembentukan struktur heliks ini terjadi karena

terbentuknya pasangan-pasangan basa (Chinnery & Turnbull, 2000).

2.3 DNA Mitokondria

DNA mitokondria berbeda dengan DNA inti walaupun keduanya berada

dalam satu sel. Pewrisan sifat DNA mitokondria dilakukan secara maternaldan tidak

ada rekombinasi. Pada DNA ini terjadi laju mutasi yang tinggi. Karena sifat tersebut,

DNA mitokondria dapat dimanfaatkan untuk menentukan keragaman genetic antar

individu dalam suatu populasi, hubungan evolusi diantara populasi dan rekonstruksi

migrasi suatu populasi. DNA mitokondria memiliki fungsi yang sangat penting dalam

hubungannya denagn pemasokan energi. Untuk kebanyakan organisme, kecuali ragi

yang bersifat anaerob fakultatif sehingga energinya dihasilkan tanpa membutuhkan

6

Page 7: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

aktifitas mitokondria. DNA mitokondria pada umumny berbentuk silkular (Chinnery,

2003).

Perbedaan sifat khas mtDNA berbeda dengan DNA inti adalah:

1. mtDNA adalah genom multikopi. Tiap sel mengandung ratusan mitokondria

dan tiap mitokondria mengandung 5-10 kopi mtDNA (Goto, 2001). Tiap sel

mengandung 500-10.000 molekul mtDNA, tergantung jaringan dan kebutuhan

energi. Pada oosit dewasa terdapat 100.000-600.000 molekul mtDNA

(Reynier et al, 1998). Oosit menyimpan mitokondria untuk mengimbangi

kurangnya reflikasi mtDNA selama fase pembelahan pertama embrio

(Schaefer et al., 2001).

2. Dalam satu sel, semua molekul mtDNA dapat bersifat idendtik (homoplasmi),

atau terdiri dari dua tipe molekul mtDNA yang memiliki urutan yang berbeda,

yang keduanya berada dalam sel, jaringan atau bahkan di organelyang sama

(heteroplasmi) (Holt et al., 1988; Lightowlers et al., 1997).

3. MtDNA ditunkan seluruhnya melalui garis ibu, mtDNA ayah tidak berperan

pada penurunan sifat mitokondria, meskipun ada sedikit mitokondria sperma

yang masuk ke dalam sel telu (Schwartz & Vissing, 2002).

4. mtDNA tidak memiliki kemampuan seperti DNA inti untuk memperbaiki

urutan nukleotidanya bila terjadi kesalahan urutan nukleotida (Milligan et al.,

7

Page 8: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

1993; Celeste et al., 2003), hal ini dikarenakan mtDNA tidak memiliki system

perbaikan selama proses replikasi.

5. mtDNA tidak dilindungi oleh histon (Croteau & Bohr, 1997). Hal tersebut

menyebabkan mtDNA lebih rentan terhadap gangguan dari luar, seperti

radikal bebas (Pieczenik & Neustadt, 2007).

Replikasi atau proses biosintesis DNA berlangsung dengan komponen-

komponen sebagai berikut:

1. DNA polimerase, yaitu enzim yang mengkatalisis pemanjangan rantai nukleotida

satu dengan yang lainnya,

2. Deoksiribonukleosida trifosfat berupa dATP, dTTP, dGTP, dCTP,

3. Protein pembentang dan 20 protein enzim lainnya atau sistem replikasi DNA atau

replisoma (fungsi kompleks),

4. DNA ligase yang mengkatalisis reaksi penyambungan fragmen-fragmen hasil

polimerasi,

5. DNA templat (DNA induk untuk sintesis DNA baru),

DNA primer (DNA pengawal untuk sintesis DNA baru).

2.4 Lisis Sel

Isolasi DNA merupakan teknik dasar yang harus dikuasai dalam teknologi

DNA rekombinan. Tujuan isolasi adalah mendapatkan DNA tanpa debris sel.

8

Page 9: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Organisme tingkat rendah, seperti bakteri dan lain-lain (sel prokariot), dan makhluk

tingkat tinggi seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan lain-lain (sel eukariot)

merupakan sumber DNA (Toha, 2001).

Prinsip teknik isolasi DNA mencakup berbagai tahap reaksi dengan tujuan

yang berbeda-beda setiap tahapnya. Tahap pertama adalah penghancuran dinding sel.

Tahap ini dapat dilakukan secara mekanis dan secara enzimatis. Cara mekanis yang

sering dilakukan adalah teknik sonikasi, high pressure distruption dan mencairkan

dalam keadaan dingin. Sedangkan cara enzimatis yang umum dilakukan adalah

penggunaan lisozim. Saat ini kedua teknik ini sering digabungkan dengan beberapa

modifikasi perlakuan.

Tahap kedua adalah lisis sel. Proses ini dapat dilakukan dalam berbagai cara,

tergantung pada jenis selnya. Sel-sel lunak dapat disuspensi dengan mudah

menggunakan buffer non-osmotik. Sedangkan sel-sel yang kuat dapat dilisis dengan

penambahan detergen yang keras seperti Triton X-100 atau sodium dodesil sulfat

(SDS). Pada sel eukariot proses ini sering digabung dengan tujuan dapat merusak

membrane inti tempat asam nukleat.

Komponen-komponen yang terlibat dalam proses lisis :

1. Tris-HCl, suatu buffer untuk menjaga pH optimum untuk aktivitas enzim

proteinase K.

2. EDTA, mencegah denaturasidari struktur DNA karena merupakan pengkhelat zat-

zat kofaktor pada nuclease.

9

Page 10: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

3. Detergen, berfungsi sebagai surfaktan untuk mersak fosfolipid dan mendenaturasi

protein.

4. Enzim proteinase K, enzim yang bekerja untuk memecah protein.

Gambar 2.1 Teknik Lisis Sel serta Isolasi DNA dan Gen

Tahap ketiga adalah membersihkan debris sel. Proses ini sering dilakukan

dengan cara sentrifugasi. Campuran molekul, seperti protein, DNA, dan lain-lain,

merupakan hasil sentrifugasi. Protein dapat dipresipitasi dengan menggunakan fenol

atau pelarut organik, seperti kloroform, dan lain-lain atau proteinnya dihancurkan

dengan enzim proteinase. Pemisahan DNA dapat dilakukan dengan mengambil

supernatan cairan hasil tahap ini dan dapat dipresipitasi dengan penambahan alkohol.

Selain teknik isolasi DNA, diperlukan juga teknik isolasi gen. Teknik ini

diawali dengan fragmentasi sel dan mengisolasi kromosom. Selanjutnya DNA

dipotong dengan berbagai enzim restriksi. Hasil reaksi ini adalah berbagai fragmen

DNA. Kemudian ditambahkan enzim ligase untuk mengkatalisis reaksi

10

Page 11: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

penyambungan fragmen DNA dan DNA vektor. Hasilnya adalah berbagai molekul

DNA rekombinan dalam bentuk siklik. Kumpulan DNA rekombinan ini merupakan

pustaka gen yang akan dimanfaatkan untuk mengisolasi gen yang diinginkan (Toha,

2001).

Tahap pertama adalah denaturasi pada suhu 94 oC selama 1 menit. Selama

proses denaturasi, untai ganda DNA akan terputus menjadi untai tunggal DNA karena

terdenaturasi. Bila suhu yang diperlukan untuk denaturasi kurang dari suhu

optimumnya, dikhawatirkan proses denaturasi untai ganda DNA hanya terjadi

sebagian, namun jika melebihi suhu optimumnya, aktivitas enzim polimerase akan

menurun dan pada akhirnya reaksi polimerisasi terhenti.

Tahap kedua merupakan proses annealing, yaitu proses penempelan

primer kepada DNA templat. Suhu pada proses ini adalah sekitar 45-55 oC selama 1

menit. Suhu ini diperoleh setelah menghitung Tm primer, yaitu sekitar 3-5 oC

dibawah Tm. Bila suhu annealing berada terlalu jauh baik di atas dan di bawah Tm,

primer tidak akan menempel di templat dengan sempurna. Sehingga tahap ini dapat

menjadi penentu keberhasilan dari proses PCR.

Tahap ketiga atau tahap terakhir dari suatu siklus PCR adalah tahap

pemanjangan primer (ekstension/elongation) dengan bantuan enzim polimerase. Suhu

yang digunakan pada tahap ini adalah 74 oC selama 1 menit, suhu tersebut merupakan

suhu optimum bagi enzim polimerase untuk bekerja secara optimum (Toha, 2001).

11

Page 12: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Hasil akhir proses PCR disebut amplikon. Cara yang paling sederhana

untuk menentukan keberadaan amplikon adalah me”load” produk PCR yang

diperoleh dengan metode elektroforesis gel agarosa.

Teknologi PCR dapat dimanfaatkan untuk berbagai bidang. Misalnya,

menentukan bakteri dan protozoa pathogen pada manusia (HIV, Virus Leukimia,

Hepatitis B, Virus C dan Virus demam), untuk diagnosa penyakit tertentu (kanker),

juga untuk mendeteksi mikroba pathogen dalam makanan, dan lain-lain (Toha, 2001).

2.4 PCR (Polymerase Chain Reaction)

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan reaksi biokimia sederhana,

tetapi berpengaruh dalam perkembangan teknik biologi molecular. PCR pertama kali

ditemukan olah K.B. Mullis pada tahun 1984, peraih nobel kimia tahun 1994, sepuluh

tahun setelah penemuannya. PCR merupakan teknologi yang sangat sensitive

sehingga dengan hanya satu DNA dapat diperbanyak dua kali lipat dalam satu siklus

suhu. Dengan menggunakan teknik PCR banyak metode dalam biologi molekul dapat

dipersingkat. Pada prinsipnya, masing-msing persyaratan demi keberhsilan PCR

dapat dimodifikasi menjadi prosedur yang potensial untuk menaikan hasil, spesifisitas

ataupun sensitivitas. Menurut definisi PCR adalah memoerbanyak DNA secara in-

vitro dengan memanfaatkan cara reflikasi DNA dengan bantuan enzim DNA

polymerase dan perubahan sifat fisik DNA terhadap suhu (Lisdiyanti, 1997).

12

Page 13: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang0ulangantara 20-30 kali.

Setiap siklus terdiri dari tiga tahap. Berikut adalah tiga thp bekerjanya PCR dalam

siklus:

1. Tahap Peleburan (Melting) atau denaturasi.

Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi 94-960C) ikatan hydrogen DNA

terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berbekas tunggal. Biasanya pada

tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai menit) untuk

memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA

tidak stabil dan siap menjadi templat (patokan) bagi rimer. Durasi tahap ini 1-

2 menit.

2. Tahap Penempelan atau Anealing.

Primer menmpel pada bagian DNA templet yang komplementer urutan

basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45-600C. Penempelan ini bersifat

spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan

atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1-2 menit.

3. Tahap Pemanjangan atau Elongasi.

Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA polymerase yang dipakai.

Dengan Taq-Polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 760C. durasi

tahap ini biasanya 1 menit.

13

Page 14: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Melting temperature (Tm) primer dapat dikalkulasikan dari primer yang

digunakan dengan menggunakan beberapa persamaan, jika mungkin ketika

mendesain sepasang primer haruslah memiliki Tm yang sama. Persamaan yang sering

digunakan adalah: [(jumlah basa A + T) x 2 oC + (jumlah basa G + C) x 4 oC)]

yang dikalkulasikan dalam 1 M konsentrasi garam untuk hibridisasi oligonukleotida.

Walaupun demikian persamaan ini tidak tepat untuk primer yang lebih panjang dari

20 nukleotida. Kebanyakan laboratorium menggunakan suhu annealing pada 3-5oC

dibawah Tm (Chinnery & Turnbull, 2000).

2.5 Elektroforesis

Elektroforesis gel adalah salah satu teknik utam dalam biologi molecular.

Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA atau protein dapat dipisahkan oleh

medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan berdasarkan laju

perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju perpindahan

tersebut bergantung pada ukuran molekul bersangkutan. Elektroforesis gel iasanya

dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat pula digunakan sebagai teknik

preparatif untuk memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-metode lain

seperti spektrometri massa, PCR, cloning, sekuensing DNA atau immuno-bloting

yang merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut.

14

Page 15: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Elektroforesis pada prinsipnya merupakan proses bergeraknya molekul

bermuatan melalui pori-pori gel di bawah pengaruh medan listrik dengan kekuatan

tertentu. Pada pH mendekati netral DNA bermuatan negatif, sehingga molekul ini

dapat bermigrasi dari katoda ke anoda dengan mobilitas yang dipengaruhi oleh

ukuran dan konformasi fragmen DNA, kekuatan arus listrik, konsentrasi etidium

bromida (EtBr), kekuatan ion buffer, dan konsentrasi gel yang digunakan.

Molekul DNA yang berukuran kecil dapat dengan mudah melalui pori-pori

gel sehingga pergerakannnya relatif cepat. Sebaliknya molekul DNA yang berukuran

besar karena sulit melewati pori-pori gel, maka akan bermigrasi lebih lambat. DNA

yang mempunyai ukuran sama, tetapi mempunyai konformasi berbeda akan bergerak

dengan kecepatan berbeda. DNA dengan konformasi siklik akan lebih mudah

melewati pori-pori gel dibandingkan dengan DNA konformasi linier. Bila voltage

rendah, maka kecepatan pergerakan fragmen DNA yang linier sebanding dengan

ketinggian voltagenya. Pada voltage yang tinggi, kecepatan pergerakan fragmen DNA

bertambah secara diferensial.

EtBr dalam gel dapat menurunkan sekitar 15% kecepatan pergerakan DNA

yang linier atau DNA dengan konformasi lingkaran terbuka. Proses elektroforesis

yang menggunakan bufer dengan kekuatan ion yang rendah akan menyebabkan

pergerakn DNA relatif lambat. Dan sebaliknya bergerka lebih cepat pada bufer

dengan kekuatan ion yang lebih tinggi. Namun bila kekuatan ion terlalu tinggi, maka

kan terbentuk panas, sehingga gel dapat meleleh dan DNA dapat terdenaturasi.

15

Page 16: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Kemampuan pemisahan DNA pada elektroforesis juga ditentukan oleh

konsentrasi dari masing-masing gel. Di bawah ini ditampilkan jenis elektroforesis,

perbedaan konsentrasi gel, dan kemampuan ukuran DNA yang dapat dipisahkan

(Toha, 2001).

Tabel 2.1 Pemisahan DNA dengan Elektroforesis Gel

ElektroforesisKonsentrasi Gel

(% w/v)

Ukuran DNA yang

dapat dipisahkan (kb)

Poliakrilamida 3,5 1 - 2

5,0 0,08 - 0,5

8,0 0,06 - 0,4

12,0 0,04 - 0,2

15,0 0,025 - 0,15

20,0 0,006 - 0,1

Agarosa 0,1 <750

0,3 5 - 60

0,6 1 - 20

0,7 0,8 - 10

0,9 0,5 - 7

1,2 0,4 - 6

1,5 0,2 - 3

2,0 0,1 - 2

16

Page 17: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Pengamatan hasil elektroforesis dilakukan di bawah sinar Ultra Violet

(UV) dengan bantuan EtBr yang dapat berfluororesensi bila disinari UV. EtBr

mempunyai kemampuan membentuk khelat dengan molekul DNA, sehingga jumlah

molekul EtBr sebanding dengan ukuran rantai DNA yang diamati. Dengan demikian

ukuran DNA yang dianalisis dapat diketahui. Pemberian EtBr diberikan sebelum atau

setelah proses elektroforesis.

Analisis hasil teknik PCR, restriksi, ligasi, dan teknik pembentukan DNA

rekombinan menggunakan gel agarosa, sedangkan analisis hasil sekuensing

menggunakan gel poliakrilamida (Poedjiadi, 1994).

17

Page 18: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Gunting, inkubator, sentrifugator, vortex, dan tabung mikro 1,5 ml, mesin

PCR, mikropipet 100, 10, 25 µl, dan mikrosentrifuga suhu kamar mini sub TM

dna electrophoresis cell (biord), pemanas, cetakan gel, alat sinar UV, dan

kamera.

3.1.2 Bahan

Rambut, buffer lisis, protease-K 20 mg/ml, aquabidest, etanol, MgCl2, buffer

PCR, dNTP, primer reverse (M1), primer forward (M2), DNA taq polimerase,

buffer TAE (Merck: tris-asetat 0,.4 m, EDTA 0,001 m pH 8,0), etidium

bromida, primer 982 pb, marker 1000 pb, loading buffer (Merck: sukrosa

50%, EDTA 0,1 m pH 8,0, bromfenol biru 0,1 % ph 8,0).

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Lisis sel folikel rambut

Sampel diambil dari sel folikel rambut sebanyak 5 helai, kemudian dipotong-

potong kecil pada bagian akarnya dengan gunting yang telah dicuci

18

Page 19: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

menggunakan etanol 70%. Kemudian potongan rambut dimasukan dalam

tabung mikro 1,5 ml dan ditambah 30µL buffer lisis, 6 µL protease K dan 264

µL akuabides. Setelah itu di inkubasi pada suhu 56oC selama 1 jam (setiap 15

menit divortex), kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm

selama 4 menit pada suhu 4˚C. Setelah itu supernatan yang diperoleh di

pindahkan dalam tabung mikro yang baru dan disimpan pada suhu -20˚C.

3.2.2 Amplifikasi mtDNA secara in vitro (PCR)

Amplifikasi fragmen berukuran 443 pb gen tRNALeu mtDNA dilakukan

dengan teknik PCR, sebelumnya alat yang digunakan disetrilkan dengan cara

autoklaf. Kemudian pada tabung mikro dimasukan 11,3 µL akuabides steril,

2,5 µL MgCl2, 2,5 µL buffer PCR Taq DNA Polymerase, 2,5 µL dNTP,

primer M1 dan M2 sebanyak 0,5 µL, 5 µL template, dan 0,2 µL Taq DNA

Polymerase. Kemudian campuran divortex hingga homogen lalu diimpulse

selama 10 detik. Kemudian dimasukan dalam PCR selam 2 jam dalam mesin

PCR Automatic Thermal Cycler 30 siklus. Tahap awal PCR adalah denaturasi

awal yang akan dilakukan pada suhu 94oC selama 1 menit, kemudian masuk

ke program siklus PCR dengan masing-masing siklus terdiri tiga tahap yaitu

denaturasi pada suhu 94oC selama 1 menit, penempelan primer (annealing)

pada suhu 55oC selama 1 menit, dan perpanjangan primer (extension) pada

19

Page 20: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

suhu 72oC selama 1 menit. Akhir dari semua siklus dilakukan tambahan

proses extension pada suhu 72oC selama 4 menit.

3.2.3 Karakterisasi dengan Elektroforesis Gel Agarosa

Hasil PCR dikarakterisasi menggunakan elektroforesis gel agarosa 1,5% (b/v)

dengan alat Mini sub TM DNA electrophoresis cell (Biord). Langkah pertama

adalah pembuatan gel agarosa dengan cara melarutkan agarosa 0,4 g dalam

bufer TAE 1 x 40 ml pada penangas air. Setelah itu didinginkan dan ditambah

0.2 µL etidium bromida (EtBr), kemudian dimasukan dalam cetakan gel yang

memiliki sisir sebagai cetakan sumur gel.pada masing-masing sumur

dimasukan 10 µL sampel hasil PCR yang telah dicampur dengan loading

buffer 2 µL (Merck: sukrosa 50%, EDTA 0,1 M pH 8,0, bromofenol biru

0,1% pH 8,0). Proses elektroforesis ini dilakukan dalam bufer TAE 1 x

dengan tegangan 75 Volt selam 45 menit. Dan di bantu dengan marker

pUC19/Hinfl sebanyak 1000 pb sebagai kontrol. Hasil elektroforesis

divisualisasikan dengan bantuan lampu ultra violet sehingga konsentrasi DNA

dapat ditentukan dengan membandingkan dengan ketebalan pita-pita pada

marker yang telah diketahui konsentrasinya.

20

Page 21: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Gambar 3.1 Bagan Alir Isolasi DNA Mitokondria Sel Folikel Rambut

Gambar 3.2 Bagan Alir Amplifikasi DNA Mitokondria Sel Folikel Rambut

21

5 helai rambut + akarpotong bagian akar dengan gunting yang telah dibersihkan dengan etanol 70%.masukkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL.tambah 30 µL buffer lisis + 6 µL proteinase K6 + 264 µL akuabidest.inkubasi pada 55oC selama 1 jam, vortex tiap 15 menit sekali.inkubasi pada 95oC selama 5 menit.sentrifugasi pada 12000 rpm 4oC selama 5 menit.Supernatan

masukkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL.simpan dalam kulkas pada -20oC.

Supernatan sebagai sumber mt DNA template

Master mix (11,3 µL akuabides steril, 2,5 µL MgCl2, 2,5 µL buffer PCR Taq DNA Polymerase, 2,5 µL dNTP, 0,5 µL primer M1 dan M2)

masukkan ke dalam tabung mikro secara berurutan.tambahkan 5 µL template + 0,2 µL Taq DNA Polymerase.vorteximpulsemasukkan ke dalam mesin PCR Automatic Thermal Cycler yang telah diset.denaturasi awal : 94oC, 1 menitdenaturasi : 94oC, 1 menitannealing : 55oC, 1 menitextention : 72oC, 1 menitextentin akhir : 72oC, 4 menit

Hasil PCR

Page 22: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Gambar 3.3 Bagan Alir Karakterisasi DNA Mitokondria Sel Folikel Rambut

22

0,4 gram Agarosa

larutkan dalam 40 mL buffer TAE.panaskan.dinginkan (50-60oC).tambahkan 0,2 µL etilidium bromida.masukkan dalam cetakan gel.

Gel Agarosa

masukkan 10 µL hasil PCR + 2 µL loading buffer ke dalam sumur.jalankan elektroforesis dengan marker pUC19/Hinfl serta tegangan 75 V selama 45 menit.

Hasil elektroforesis

visualisasikan di bawah lampu UV.prediksi konsentrasi DNA dengan membandingkannya dengan pita marker.

Konsentrasi pita DNA

Page 23: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

BAB IV

PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan mengisolasi dan mengamplifikasi fragmen D-loop

DNA mitokondria dari sel folikel rambut secara in vitro dengan teknik PCR.

Kemudian menganalisis fragmen DNA hasil PCR dengan metode elektroforesis

menggunakan agarosa. PCR merupakan teknik untuk amplifikasi dan produksi

fragmen DNA dalam jumlah banyak dari sumber DNA yang jumlahnya sangat kecil,

yang tanpa proses ini sulit untuk diidentifikasi.

Sumber DNA yang digunakan dalam percobaan ini adalah sel folikel rambut.

Sel ini berkembang karena adanya suatu sumber energi. Energi tersebut dihasilkan

oleh mitokondria. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa di dalam sel folikel

rambut pastilah mengandung banyak mitokondria.

Pada percobaan ini fragmen DNA mitokondria yang digunakan adalah daerah

D-loop. Dipilihnya daerah D-loop ini karena D-loop merupakan daerah hipervariabel,

yang mana pada setiap etnis berbeda (polimorfisme), sehingga DNA pada daerah ini

bisa digunakan untuk keperluan identifikasi dan forensik. Selain itu pada D-loop

terdapat daerah yang merupakan titik awal proses replikasi dan daerah promotor

transkripsi. Karena laju mutasi pada DNA mitokondria tinggi, yaitu sepuluh kali dari

DNA inti, maka tingkat polimorfisme tinggi sehingga dapat digunakan untuk

identifikasi. Meskipun tingkat atau laju mutasi DNA mitokondria tinggi, namun tidak

akan mengganggu kerja tubuh yang ada, karena pada DNA mitokondria terdapat D-

23

Page 24: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

loop yang tidak memiliki histon, yaitu suatu protein yang mengkode sekitar

seperempat asam amino terutama arginin dan lisin yang berfungsi mengepak dan

menyusun DNA menjadi unit-unit struktural, sehingga tidak ada protein berbeda

yang diekspresikan yang dapat merusak kerja tubuh. Dapat terjadinya mutasi ini

secara umum terjadi pada DNA mitokondria yang terdapat di dalam matriks melalui

auatu reaksi oksidatif yang juga terjadi di matriks. Reaksi ini menghasilkan

superoksida yang apabila bereaksi dengan DNA mitokondria menyebabkan mutasi.

Sedangkan secara spesifik penyebab utama mudahnya mtDNA termutasi karena D-

loop tidak memiliki histon yang merupakan pelindung DNA sehingga akan mudah

diserang mutan dan akhirnya terjadi mutasi.

Prosedur pertama dalam percobaan ini yaitu membuat template mtDNA yang

digunakan pada untuk reaksi PCR. Melisis sel folikel rambut yaitu dengan cara

memotong kecil-kecil bagian akar rambut yang memiliki ujung putih, sekitar satu

centimeter, kemudian memasukkannya ke dalam tabung mikro, ditambah dengan

buffer lisis, Proteinase K, dan akuabides dengan volume total untuk masing-

masingnya sebesar 300 μL, baru setelah itu disentrifugasi. Buffer lisis mengandung

50 mM tris-HCl pH 8,5 ; 1 mM EDTA pH 8,0; dan 0,5% Tween-20. Prosedur lisis

dilakukan untuk memecah membran sel dan membran organel (inti dan mitokondria)

sehingga DNA akan dapat diisolasi. Perusakan membran sel dan organel sel yaitu

dengan menggunakan enzim Proteinase K yang dapat memutuskan ikatan peptida

dari protein penyusun membran sehingga lapisan membran rusak. Tween-20 bersifat

seperti detergen (pengemulsi) yang dapat menyebabkan integritas dari fosfolipid dan

24

Page 25: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

protein hidrofob sehingga DNA dapat keluar. Setelah DNA keluar (baik DNA inti

maupun DNA mitokondria), enzim nuklease telah menunggu di luar untuk

memfragmentasinya, dan hal ini tidak diharapkan. Oleh karena itu ditambahkan

EDTA pH 8,0 yang dapat membentuk khelat dengan Mg2+ atau logam lain yang

berfungsi sebagai kofaktor enzim nuklease, sehingga enzim nuklease menjadi tidak

aktif dan DNA tidak akan terfragmentasi. Penambahan EDTA ini tidak boleh

berlebihan atau kekurangan, artinya pengkhelatan tidak boleh terlalu kuat dan tidak

boleh terlalu lemah karena akan mengganggu proses PCR yang juga memerlukan

logam Mg2+. Sedangkan tris-HCl pH 8,5 berfungsi sebagai buffer yang

mengondisikan agar enzim Proteinase K bekerja pada pH optimum. Setelah

penambahan buffer lisis, ditambahkan akuabides dan kemudian diinkubasi pada suhu

56°C selama 1 jam. Inkubasi pada suhu ini dimaksudkan untuk mengaktifkan kerja

enzim Proteinase K karena pada suhu tersebut memiliki aktivitas optimum. Setiap 15

menit inkubasi dihentikan, kemudian tabung divortex agar reagen-reagen yang tadi

ditambahkan tercampur sempurna. Setelah 1 jam, kemudian diinkubasi lagi pada suhu

95°C selama 5 menit. Penginkubasian pada suhu ini berguna untuk mendenaturasi

atau menginaktifkan enzim Proteinase K. Enzim Proteinase K perlu dinonaktifkan

karena bila tidak, enzim proteinase K akan memotong enzim Taq polimerase yang

berperan penting dalam proses PCR. Kemudian dilakukan sentrifugasi. DNA

mitokondria akan berada di supernatan bukan di residu, karena perbedaan berat

molekul dari DNA mitokondria dan DNA inti maka dengan sentrifugasi keduanya

dapat terpisah. Sentrifugasi merupakan suatu metode pemisahan berdasarkan

25

Page 26: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

perbedaan kecepatan sedimentasi dari partikel-partikel molekul yang disebabkan oleh

medan sentrifugal. Kecepatan sedimentasi ini dipengaruhi oleh bentuk molekul, berat

molekul atau radius molekul. Setelah itu supernatant disimpan dalam freezer -20°C

untuk mencegah kerusakan atau denaturasi protein dalam sebuah tabung mikro.

Prosedur berikutnya perbanyakan fragmen DNA mitokondria secara in vitro

dengan PCR. Terlebih dahulu dibuat master mix yang merupakan campuran dari

buffer PCR 10x (tris-HCl 100 mM pH 9, KCl 500 mM, dan MgCl2 15 mM) dengan

primer M1 dan M2, dNTP, akuabides, dan terakhir adalah DNA Taq polimerase.

Perlu diperhatikan pada saat belum digunakan semua reagen harus disimpan pada

suhu serbuk es (sekitar -20°C) yaitu untuk menjaga keakuratan volume. Pada saat

pemipetan, tip pipet harus menempel pada dinding tabung agar reagen yang

dikeluarkan tip pipet volumenya sesuai karena penambahan reagen harus dilakukan

secara kuantitatif.

Buffer PCR berfungsi untuk mendapat pH optimum untuk enzim Taq DNA

polimerase. Dalam buffer PCR ini terdapat ion Mg yang berfungsi :

1. Sebagai kofaktor enzim DNA polimerase untuk meningkatkan aktivitasnya.

2. Meningkatkan kelarutan dNTP sehingga reaksi kimia dalam PCR akan lebih

mudah.

Konsentrasi MgCl2 yang digunakan harus diperhatikan. Konsentrasi Mg yang rendah

akan menyebabkan produk PCR yang rendah, tapi Mg dengan konsentrasi yang

terlalu banyak menyebabkan hasil PCR tidak spesifik.

26

Page 27: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Primer M1 dan M2 yang digunakan merupakan komplemen dari template

primer yang digunakan dan hendaknya memenuhi pertimbangan sebagai berikut :

o Diketahui ukuran nukleotidanya

o Tidak terjadi dimerisasi antar primernya sendiri

o Memiliki % GC yang tinggi (minimum 50%)

o Tingkat homologinya tinggi

Primer M1 dan M2 masing-masing terdiri dari 20 nukleotida. Jumlah ini akan

menentukan suhu annealing yang akan digunakan dalam reaksi PCR. Basa dNTP

yang mengandung dATP, dGTP, dCTP, dan dTTP, merupakan sumber basa yang

akan menempel di template. Sedangkan enzim Taq DNA polimerase selain berfungsi

memperbanyak dan memperpanjang primer, juga akan membaca basa yang terdapat

pada template dan akan mendatangkan pasangan basa yang sesuai. Penggunaan

konsentrasi Taq DNA polimerase yang tinggi berakibat produk yang dihasilkan tidak

akan spesifik.

Setelah master mix dibuat dengan final volume 25 μL, kemudian ditambahkan

10 μL template mtDNA yang telah dibuat. Kemudian tabung divortex agar semua

reagen tercampur sempurna, lalu disentrifugasi selama 10 detik (impuls) untuk

mencampur dan mengumpulkan larutan di dasar tabung. Tabung kemudian disimpan

dalam es sambil menunggu set-up mesin PCR. Setelah siap, tabung dimasukkan ke

dalam mesin PCR dan prosesnya dimulai. Reaksi yang terjadi di dalam mesin PCR :

1. Denaturasi pada suhu 94°C, 1 menit

27

Page 28: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

2. Annealing pada suhu 50°C, 1 menit

3. Extension pada suhu 72°C, 1 menit

Tahap pertama reaksi PCR adalah denaturasi pada suhu 94°C selama 1 menit.

Pada tahap ini rantai ganda DNA akan terbuka membentuk rantai DNA tunggal.

Apabila suhu denaturasi di bawah 94°C, dikhawatirkan sebagian template akan

terdenaturasi, sedangkan bila suhu di atas 94°C, maka enzim Taq polimerase akan

kehilangan setengah aktivitasnya. Enzim Taq polimerase yang digunakan merupakan

suatu bakteri termofilik yang stabil pada suhu tinggi yaitu Thermos aquaticus,

sehingga pada suhu 94°C tidak terdenaturasi padahal suhu optimumnya adalah 72°C.

Tahap kedua adalah annealing pada suhu 50°C selama 1 menit. Annealing

merupakan proses penempelan primer pada template. Suhu annealing dapat

ditentukan melalui perhitungan Tm :

Tm = 4 (G + C) + 2 (A + T)

Tm atau temperature melting merupakan suhu yang menunjukkan pada saat DNA

terdenaturasi 50%. Suhu annealing pada proses PCR kali ini adalah 55°C. karena

primer M1 dan M2 yang digunakan terdiri atas nukleotida yang apabila kita hitung

dapat diperoleh 55°C suhu annealing. Tapi penentuan suhu annealing biasanya ± 5°C

di bawah Tm. Tapi pada suhu 55°C ini merupakan suhu optimum terjadinya

penempelan primer pada template. Suhu annealing tidak boleh lebih dari 60°C karena

dikhawatirkan primer tidak akan menempel pada template, dan tidak boleh lebih

rendah juga dari 60°C karena primer akan menempel di tempat yang tidak spesifik

bahkan pada satu siklus dapat terjadi penempelan dua primer.

28

Page 29: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Tahap terakhir adalah extension yaitu tahap pemanjangan primer akibat

adanya enzim Taq DNA polimerase. Extension ini terjadi pada suhu 72°C dimana

merupakan suhu optimum enzim Taq polimerase. Setelah annealing, primer ini

kemudian diperpanjang, membentuk salinan tambahan deretan atau urutan template

di antara dua primer oligonukleotida. Setelah pemanjangan primer lengkap, duplex

DNA didenaturasi dengan pemanasan sampel beberapa saat yang menghasilkan kira-

kira dua kali template untai tunggal untuk primer annealing pada siklus selanjutnya.

Pada percobaan ini siklus dilakukan berulang sebanyak 30 kali.

Setelah reaksi PCR selesai, maka hasilnya dikarakterisasi menggunakan

elektroforesis agarosa. Agarosa yang digunakan agarosa konsentrasi tinggi disebut

“Agarosa Minigels”. Agarosa minigels digunakan karena pemisahannya cepat dari

sejunlah kecil fragmen DNA dengan ukuran 0,3 – 1,0 kb. Sedangkan fragmen DNA

yang digunakan adalah 0,4 kb. Gel agarosa ini dibuat dengan melarutkan sebanyak

0,4 gram agarosa dalam 40 mL buffer TAE ( tris asetat 0,04 M, EDTA 0,001 M pH

8) sambil dipanaskan hingga mendidih agar agarosa larut semuanya. Kemudian

didinginkan hingga 50-60°C dan ditambahkan ethidium bromida. Dalam hal ini

buffer TAE sebagai media penghantar arus, dimana fragmen mtDNA akan bergerak

dengan perbedaan kecepatan akibat adanya perbedaan kekuatan ionik.

Fragmen DNA akan memisah berdasarkan ukuran pasangan basa. Untuk

melihat pita DNA maka harus menodai gel dengan ethidium bromida yang

merupakan warna fluorosence yang menginterkhelat DNA dan kemudian dapat

dilihat dengan sinar UV.

29

Page 30: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Agarosa merupakan suatu koloidal laut yang dimurnikan dari alga. Ketika

dididihkan dalam suatu larutan buffer, agarosa akan larut dan ketika didinginkan akan

memadat membentuk gel. Pendinginan dilakukan sekitar suhu 50-60°C, apabila

terlalu panas akan merusak karet-karet penyimpan agar. Selain itu, viskositasnya

rendah sehingga akan menimbulkan gelembung-gelembung, sehingga apabila

dituangkan dikhawatirkan ada udara yang terjebak.

Ethidium bromida ditambahkan setelah agarosa bersuhu sekitar 50-60°C.

senyawa ini berfluorosence merah-orange dibawah sinar UV dan tingkat fluorosence

bertambah ketika terikat pada DNA untai tunggal.

Stuktur ethidium bromida cukup kompleks dikenal juga dengan nama

phenenanthridium-3,8-diamino-5-etil-6-fenil-bromida. Ethidium bromida dapat

tersisipkan diantara basa asam nukleat dan memberikan deteksi dalam gel. Ethidium

bromida ini terdapat dalam bentuk bubuk atau larutan yang larut dalam air. Kristal

atau bubuknya tidak berbau dan menunjukkan warna merah tua.

Gambar 4.1 Struktur Ethidium Bromida

30

Page 31: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Dapat tersisipnya ethidium bromida diantara basa asam nukleat, karena

ethidium bromida sedikit mirip pasangan basa dan dapat masuk ke dalam rantai

ganda DNA di antara pasangan basanya. Hal tersebut sangat mutagen. Ethidium

bromida merupakan fluoresence yang lemah. Fluorosensi terjadi karena elektron

tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (dengan UV 365 nm). Ketika elektron

kembali pada tingkat energi yang lebih rendah, menimbulkan perbedaan energi (sinar

tampak). Fluorosensi ethidium bromida bebas dalam larutan rendah, karena elektron

dapat mengalir diantara dua level energi, dalam tingkatan energi vibrasi. Ketika

ethidium bromida terikat pada DNA yang lebih kaku maka jalur pengeluaran energi

rendah. Jalur fluorosensi ini yang umum terjadi dimana Ethidium bromida tidak

tersisipkan lebih panjang di antara pasangan basa yang bersesuaian dengan stem

akseptor tRNA valin. Karena itu tersisipnya akan berada di antara pasangan basa pada

struktur stem-loop panjang bagian bawah. Dengan demikian ethidium bromida lebih

suka sisi penyisipannya dekat dari basa RNA helical stem.

Gambar 4.2 Penyisipan Ethidium Bromida pada Pasangan Basa

31

Page 32: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Setelah penambahan ethidium bromida, agarosa cair dituangkan ke dalam

cetakan yang memiliki sisir untuk membentuk sumur gel. Setelah cetakan jadi, pada

tiap sumur dimasukkan masing-masing 12 μL sampel hasil PCR yang sebelumnya

telah dicampur dengan 2 μl loading buffer. Loading buffer terdiri atas sukrosa 50%,

EDTA pH 8,0 dan brom fenol biru yang digunakan sebagai pewarna guna

mempermudah pengamatan berpindahnya noda dalam gel dan memonitoring sejauh

mana proses elektroforesis telah berlangsung, dengan adanya warna biru yang

bergerak dalam agar. Selain itu, penambahan sukrosa ini sebagai pemberat bagi

sampel sehingga sampel tenggelam ke dalam sumur gel.

Setelah sumur diisi, kemudian dimasukkan ke dalam alat elektroforesis dan

proses dijalankan dengan tegangan 75 volt selama 45 menit. Tegangan yang

digunakan tidak boleh dinaikkan karena fragmen besar akan berpindah sebanding

dengan kecepatan fragmen kecil. Diketahui elektroforesis merupakan suatu

pemisahan zat berdasarkan pengaruh medan listrik. Karena adanya aliran listrik yang

mengalir pada gel, maka fragmen DNA bergerak ke kutub positif (ditandai dengan

noda biru bergerak ke kutub positif). Hal ini karena molekul DNA relatif lebih kecil

sehingga bergerak lebih dulu daripada molekul lain yang besar, selain itu DNA ini

bermuatan negatif akibat adanya gugus fosfat pada ujung 5’-nya.

Setelah proses elektroforesis selesai, untuk menunjukkan hasil PCR berhasil

atau tidak atau ingin mengetahui DNA mitokondria yang diisolasi itu benar dengan

yang diinginkan, maka divisualisasi di bawah lampu UV. Agarosa dikeluarkan dari

buffer. Setelah dikenakan sinar UV terlihat pita berwarna merah-orange, kemudian

32

Page 33: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

difoto dan terlihat hasil seperti gambaran pita di bawah ini. Hal ini menunjukkan hasil

yang positif untuk sel folikel rambut:

Gambar 4.3 Hasil PCR

Keterangan :

Lajur 1 : Marker 1 Kb ladder

Lajur 2 -9 : hasil karaktrisasi kelompok 1-8 dgn primer M1-HV2R (982 pb)

Marker yang digunakan adalah pUC19/Hinfl. Pemotongan ini terjadi pada

empat titik sehingga terdapat lima fragmen (masing-masing berukuran 1.419 pb, 517

pb, 396 pb, 214 pb, dan 75 pb). Karena M1 dan M2 yang digunakan adalah MH dan

HV2R, maka banyaknya pasangan basa adalah 982 pb.

33

Page 34: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil pecobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

5.1 D-loop DNA mitokondria dari sel folikel rambut dapat diisolasi dengan cara

lisis.

5.2 D-loop DNA mitokondria dapat diamplifikasi secara in vitro dengan teknik

PCR.

5.3 Fragmen D-loop DNA mitokondria hasil PCR dapat dianalisis dengan metode

elektroforesis.

34

Page 35: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

DAFTAR PUSTAKA

Celeste, A., Difilippantonio, S., Difilippantonio, M. J., Capentillo, O. F., Pilch, D. R., Sedelnikova, O. A., Eckhaus, M., Ried, T., Bonr, W. M., & Nussenweig, A. 2003. CellI. 144(3),371-383.

Chinnery, P. F. 2003. Mitochondrial Disorder Overview. Departement of Neurology University of Newcastle. Newcastle.

Chinnery, P.F. & D.M. Turnbull. 2000. Mitochondrial DNA Mutations in The Pathogenesis of Human Disease. Mol. Med. Today. 6,425-432.

Croteau, D.L. & Bohr, V.A. 1997. Repair of Oxidative Damage to Nuclear and Mitochondrial DNA in Mammalian Cells. The Journal of Biochemical Chemistry. 272, 25409-25412.

Goto, Y. 2001. Clinical and Molecular Studies of Mitochondrial Disease. J Inherit Metab Dis. 24, 181-188.

Holt, I.J., A.E.Harding & J.A. Morgan-Hughes.1988. Deletion of Muscle Mitochondrial DNA in Patients with Mitochondrial Myopathies. Nature. 331, 717-719.

Lehtinen, S.K. 2001. Genetic Selection in Human Mitochondrial. Acta Universitatis Tamperensis, Tampere, pp, 11-32.

Ligthtowlers, R.N., P.F.Chinnery, D.M. Turnbull & N.Howell. 1997. Mammalian Mitochondrial Genetics: Heredity, Heteroplasmy and Disease. Trends Genet. 13,450-455.

Lisdiyanti. 1997. Polimerase Chain Reaction: Cara Mudah Memperbanyak DNA. Warta Biotek. Bogor.

Milligan, J.R., Aguilera, J.A., & Ward, J.F.1993. Variation of Single – Strand Break Yield with Scafenger Concentration for Plasmid DNA Iradiated in Aqueous Solution. JSTOR. Radiation Research. 133 (2), 151-157.

Pieczenik, S.R. & Neustadt, J. 2007. Mitochondrial Dysfunction and Molecular Pathway of Disease. Experimental and Molecular Pathology. 84,84-92.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.

35

Page 36: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Reynier, P., Chretien, M.F., Safagner, F., Larcher, G.,Rohmer, V., Barriere, P., & Malthiery, Y. 1998. Long PCR Analysis of Human Gamete mtDNA Suggests Deffective Mitochondrial Maintenance in Spermatozoa and Supports The Bottleneck Theory for Oocytes. Biochem Biophys Res Common. 252, 373-377.

Santosa, Soenarto & Hadi, S. 2005. Pengenalan Miopati Mitokondria. Universitas Diponegoro. Semarang.

Schaefer, A.M., Taylor, R.W., & Turnbull,D.M. 2001. The Mitochondrial Genome and Mitochondrial Muscle Disorders. Curr Opin Pharmacol. 1, 288-293.

Schwartz, M.& Vising, J. 2002. Paternal in Heritance of Mitochondrial DNA. N Engl J Med. 347, 578-580.

Stryer, L., Berg, J.M., & Tymoczko, J.L.2002. Biochemistry. WH Freeman and Company. New York.

Toha, A.H.A. 2001. Deoxyribosa Nucleac Acid. Alfabeta. Bandung.

36

Page 37: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

LAMPIRAN

Gambar Alat

Alat Vortex

Mikro Pipet

Alat Elektroforegram

Micro Sentrifuge

37

Page 38: Laporan BIokim Sel Folikel Rambut

Inkubator

Mesin PCR

Alat Elektroforeis

38