Laporan Agroforesty Dua Nanas
Click here to load reader
description
Transcript of Laporan Agroforesty Dua Nanas
PENERAPAN AGROFORESTRI TANAMAN SENGON DAN
TANAMAN NANAS PADA PROGRAM PENGELOLAAN
HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI BKPH PARE,
KPH KEDIRI, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
Disusun Oleh :
Kelompok 6
ADI DZIKRULLAH E44070050
IZZUDIN E44070052
ARIF BUDI PURNOMO E44070055
WIWIT SETIADI E44070059
RAHMAD PRASETYA E44070061
LABORATORIUM SILVIKULTUR
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pencurian kayu dari dalam kawasan hutan Perum Perhutani yang
dilakukan oleh oknum masyarakat sekitar hutan telah menjadi sebuah
permasalahan besar yang menjadi salah satu penyebab penurunan hasil (kayu)
Perum Perhutani dari tahun ke tahun. Sebagian kalangan akademisi maupun
pemerhati kehutanan berpendapat bahwa yang menjadi akar permasalahannya
antara lain dikarenakan kurangnya kajian kehutanan yang mengikutsertakan
masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan. selama ini kajian yang dilakukan
hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik.
Perhutanan sosial telah menjadi kebijakan kehutanan yang dilandasi
kesadaran bahwa masyarakat sekitar hutan termasuk dalam elemen pokok kajian
kehutanan, melalui upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan
yang salah satu nya adalah program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM). Program PHBM terkadang juga menerapkan sistem agroforestri, dengan
mengikutsertakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengelola lahan hutan.
Sebagai upaya implementasi program PHBM, Perum Perhutani KPH
Kediri BKPH Pare bersama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan
menerapkan sistem agroforestri di lahan kawasan hutan Perum Perhutani.
Identifikasi komponen agroforestri yang diterapkan di KPH Kediri BKPH Pare
dilakukan sebagai upaya dalam membantu menganalisis setiap bentuk penerapan
agroforestri yang dijumpai di lapangan dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat
yang dapat diperoleh masyarakat.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi komponen agroforestri di Perum Perhutani KPH
Kediri BKPH Pare
2
2) Menjelaskan fungsi komponen agroforestri di Perum Perhutani KPH
Kediri BKPH Pare
3) Menjelaskan Persyaratan tumbuh komponen agroforestri di Perum
Perhutani KPH Kediri BKPH Pare
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroforestri
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan terpadu (aspek sosial dan
ekologi) yang dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman
pertanian dan ternak (hewan), baik secara bersama-sama ataupun bergiliran,
sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal
secara berkelanjutan (Nair 1993 dalam Rifa’i 2010). Sistem ini memadukan
tanaman pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu, dan
lain sebagainya) dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek yang
diusahakan dalam suatu luasan petak yang sama (Foresta dan Michon 1991).
Andayani (2005) dalam Rifa’i (2010) menyatakan bahwa agroforestri
dapat diartikan sebagai suatu bentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem
nilai masyarakat yang berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari.
Oleh karena itu, agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk
seperti :
1. Agrisilvicultur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan
pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil
pertanian dari hutan.
2. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola
untuk menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak.
3. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk
memproduksi hasil hutan, hasil pertanian secara bersama dan
sekaligus memelihara hewan ternak.
4. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana
berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk
menghasilkan kayu tetapi juga dedaunan dan buah-buahan yang
dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia maupun dijadikan
makanan ternak.
4
Andayani (2002) dalam Rifa’i (2020) mengatakan bahwa agroforestri
merupakan salah satu bentuk pola tanam ganda difersivikasi jenis, bisa terdiri dari
kombinasi jenis tanaman yang termasuk dalam katagori tanaman semusim dan
tanaman tahunan atau keras. Agroforestri sebagai satu sistem usaha tani diduga
dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan.
Sebagai mana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan
untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah
pengembangan pedesaan dan seringkali bersifat mendesak. Agroforestri
diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan
lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup
masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya
penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran
lingkungan. Kodisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber
daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi (Widianto et
al, 2003 dalam Muttaqien 2005).
Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak
memanfaatkan tenaga atau sumberdaya sendiri dibandingkan dari luar. Disamping
itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia,
khususnya didaerah pedesaan. Berikut ini adalah rumusan dari kegiatan
agroforestri (Widianto et al, 2003 dalam Muttaqien 2005)
a. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan
b. Memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu
bakar
c. Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi
produksi bahan mentah kehutanan ataupun pertanian
d. Memperbaiki kualitas hidup pedesaan
e. Memelihara dan memperbaiki kemampuan produksi dan jasa
lingkungan setempat.
Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan interaksi
positif antara berbagai komponen penyusunnya atau interaksi antara komponen
tersebut dengan lingkungannya.
5
2.2. Syarat tumbuh Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)
Tanaman sengon termasuk jenis kayu yang cukup mudah dibudidayakan
dengan waktu panen yang relatif cepat. Kualitas kayu yang dihasilkan dari kayu
sengon setingkat lebih rendah dibandingkan dengan kayu komersial lainnya,
seperti jati dan meranti. Sebagian besar hasil kayu sengon dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu.
Menurut Siregar dkk (2008) Sengon sangat cocok tumbuh di daerah
beriklim basah dengan curah hujan antara 1.500-4.000 mm per tahun. Di Maluku,
Sengon tumbuh alami di daerah bercurah hujan labih dari 1.700 mm/tahun dengan
jumlah bulan kering 3 bulan. Ketinggian 10-800 m dpl merupakan elevasi terbaik
dalam pertumbuhan sengon. Sengon juga cocok tumbuh pada tanah dengan
tekstur halus-kasar dan nilai pH asam sampai netral. Tanaman ini dapat tumbuh
baik pada jenis tanah regosol, alluvial, dan latosol. Daerah yang cukup potensial
untuk ditanami sengon di antaranya adalah Jawa Barat, Kediri, Bondowoso, dan
Lamongan.
2.3. Syarat tumbuh Nanas (Ananas comosus)
Berdasarkan Bappenas (2000) Tanaman nanas dapat tumbuh pada
keadaan iklim basah maupun kering, baik tipe iklim A, B, C maupun D, E, F. Tipe
iklim A terdapat di daerah yang amat basah, B (daerah basah), C (daerah agak
basah), D (daerah sedang), E (daerah agak kering) dan F (daerah kering). Pada
umumnya tanaman nanas ini toleran terhadap kekeringan serta memiliki kisaran
curah hujan yang luas sekitar 1000-1500 mm/tahun. Akan tetapi tanaman nanas
tidak toleran terhadap hujan salju karena rendahnya suhu. Tanaman nanas dapat
tumbuh dengan baik dengan cahaya matahari rata-rata 33-71% dari kelangsungan
maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2000 jam. Suhu yang sesuai untuk
budidaya tanaman nanas adalah 23-32 derajat C, tetapi juga dapat hidup di lahan
bersuhu rendah sampai 10 derajat C.
Pada umumnya hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk
pertanian cocok untuk tanaman nanas. Meskipun demikian, lebih cocok pada jenis
tanah yang mengandung pasir, subur, gembur dan banyak mengandung bahan
organik serta kandungan kapur rendah. Derajat keasaman yang cocok adalah
6
dengan pH 4,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung kapur (pH lebih dari 6,5)
menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan klorosis. Sedangkan tanah yang asam
(pH 4,5 atau lebih rendah) mengakibatkan penurunan unsur Fosfor, Kalium,
Belerang, Kalsium, Magnesium, dan Molibdinum dengan cepat. Air sangat
dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman nanas untuk penyerapan unsur-unsur
hara yang dapat larut di dalamnya. Akan tetapi kandungan air dalam tanah jangan
terlalu banyak, tidak becek (menggenang).
Hal yang harus diperhatikan adalah aerasi dan drainasenya harus baik,
sebab tanaman yang terendam akan sangat mudah terserang busuk akar.
Kelerengan tanah tidak banyak berpengaruh dalam penanaman nanas, namun
nanas sangat suka jika ditanam di tempat yang agak miring, sehingga begitu ada
air yang melimpah, begitu cepat pula tanah tersebut menjadi kering. Nanas cocok
ditanam di ketinggian 800-1200 m dpl. Pertumbuhan optimum tanaman nanas
antara 100-700 m dpl.
7
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Luasan kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit II KPH
Kediri 116.700 Ha dengan alokasi 4000 Ha untuk Kelas Perusahaan Sengon.
Luasan 4000 Ha mempunyai skema tebang 400 Ha tiap tahun dengan hasil
volume kayu yang didapatkan sebesar 50000 m3/th.
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, KPH Kediri, BKPH Pare,
melaksanakan program PHBM dengan menerapkan agroforestri. Komponen
pokok yang terdapat dalam agroforestri tersebut terdiri dari komponen kehutanan
dengan jenis Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) dan komponen
pertanian dengan jenis tanaman Nanas (Ananas comosus).
Tabel Perbandingan Pendapatan dalam Luasan Hutan 116.700 Ha
Item Luas Kelas
Perusahaan Sengon
Luas
Agroforestri
Luasan 4.000 Ha 870 Ha
Hasil 5.000 m3 61.000.000 ton
Penerapan agroforestri antara sengon dan nanas di Perum Perhutani Unit
II Jawa Timur, KPH Kediri, BKPH Pare memberikan dampak positif baik dari
aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Perum Perhutani dan kelompok tani
memperoleh Manfaat positif dari aspek ekonomi dengan sistem bagi hasil
diantaranya adalah hasil kayu sengon sebesar Rp. 30.000.000,00–Rp.
35.000.000,00/Ha/Th dan Hasil produksi buah nanas sebesar 11 Miliar/Th. Dari
aspek ekologi, penerapan agroforestri antara sengon dan nanas dapat membantu
meningkatkan kesuburan tanah, pembentukan iklim mikro, dan penerapan
konservasi tanah. Sedangkan ditinjau dari aspek sosial, penerapan agroforestri di
atas membawa manfaat diantaranya adalah menumbuhkan peran serta masyarakat
lokal dalam pemanfaatan lahan hutan dan meningkatkan intensitas interaksi
antara perum perhutani dan masyarakat sekitar dalam bentuk pertemuan barkala
untuk menyamaka persepsi dan evaluasi kinerja.
8
Tanaman sengon dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang beriklim
basah dengan curah hujan antara 1.500-4.000 mm per tahun. Dengan kondisi
tanah bertekstur halus-kasar dan nilai pH asam sampai netral dan pada ketinggian
10-800 m dpl. Sedangkan untuk tanaman nanas dapat tumbuh pada keadaan iklim
basah maupun kering, serta memiliki kisaran curah hujan yang luas sekitar 1000-
1500 mm/tahun. Pertumbuhan nanas lebih cocok pada jenis tanah yang
mengandung pasir, subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik serta
kandungan kapur rendah. Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 100-700 m
dpl.
3.2. Pembahasan
Praktek Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat atau PHBM yang
dilaksanakan di Perum Perhutani Unit II KPH Kediri, BKPH Pare memberikan
hasil yang positif. Luasan 870 Ha dari luasan 4000 Ha dijadikan lahan untuk
budidaya nanas dalam kawasan hutan, yaitu agroforestri antara tanaman hutan
sengon dan nanas.
Dari luasan 870 Ha (Tabel) terjadi interaksi antara pihak perhutani dan
masyarakat sekitar desa. Tercatat tiga Lembaga Masyarakat Desa Hutan atau
8.700 petani yang ikut andil dalam program PHBM. Kondisi seperti ini
memberikan keuntungan tersendiri baik bagi pihak perhutani atau masyarakat.
Keuntungan yang diperoleh perhutani adalah terciptanya kondisi aman terhadap
kelas perusahaan utamanya, yaitu tanaman utama sengon. Untuk petani adalah
adanya kesempatan menggarap tanah untuk usahan agroforestri.
Perpaduan yang dibuat adalah tanaman keras sengon dan tanaman
pertanian nanas. Keduanya ditanam dalam satu luasan seluas 870 Ha. Komponen
yang menyusun sistem ini yang jelas adalah adanya komponen tanaman hutan dan
nanas. Pemilihan tanaman hutan berupa sengon karena adanya RPKH Kelas
Perusahaan Sengon. Kelas perusahaan ini telah dimulai sejak tahun 1981.
Sehingga pemilihan jenis sengon adalah karena adanya keputusan dari perusahaan
untuk memilih jenis tersebut. Kelas perusahaan yang lain adalah kelas perusahaan
pinus dan jati.
9
Komponen kedua yang membentuk agroforestri adalah adanya tanaman
pertanian yang dipadukan dalam satu luasan bersama tanaman kehutanan.
Tanaman pertanian yang dipilih adalah nanas. Pemilihan akan nanas dilakukan
secara bersamaan. Yaitu dengan adanya musyawarah antara pihak perhutani dan
masyarakat, dalam hal ini petani yang tergabung dalam LMDH. Pemilihan nanas
dilatarbelakangi oleh budaya dan kebiasaan masyarakat akan tanaman nanas.
Masyarakat telah lama mengenal nanas, baik pada fisik dan sistem
penanamannya. Dari latar belakang itulah akhirnya dipilih nanas sebagai komoditi
pertanian yang dipadukan dalam sistem agroforestri.
Keuntungan yang diperoleh adalah dihasilkannya 61.000.000 buah nanas
segar. Dengan harga nanas dalam kisaran Rp 200,00-Rp 600,00, yaitu dengan
bagi hasil 85% untuk petani dan 15% untuk perhutani. Hasil ini dapat mendorong
semangat masyarakat desa hutan untuk menjadi mandiri secara ekonomi.
Sehingga tingkat reboisasi masyarakat desa hutan bisa ditekan seminimal
mungkin.
Secara ekologi hadirnya sistem agroforestri tetap mampu menjaga
keseimbangan ekologis yang ada. Pemilihan waktu tanam (tepatnya musim
penghujan), jarak tanam yang sesuai, dan pemilihan bibit nanas merupakan
perlakuakn awal yang harus dipenuhi sebelum penanaman. Tujuannya adalah agar
mendapatkan tingkat produksi yang tinggi.
10
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Komponen utama penyusun agroforestri yang dikembangkan di Perum
Perhutani Unit II KPH Kediri, BKPH Pare adalah perpaduan antara tanaman
hutan sengon dan tanaman pertanian nanas. Sistem agroforestri yang
dikembangkan adalah mempunyai luasan 870 Ha dari semua luasan Kelas
Perusahaan Sengon 4000 Ha. Luasan tersebut mampu menyerap 8.700 petani
yang tergabung dalam tiga LMDH. Skema bagi hasil yang dijalankan adalah 85%
untuk petani dan 15% untuk perhutani. Kondisi ini mampu menjadikan petani dan
masyarakat sekitar hutan mandiri secara ekonomi.
Secara ekologis, penerapan sistem agroforestri tidak berdampak buruk
terhadap ekologi yang ada. Hal ini ditunjukkan dari tetap berjalannya sistem
perairan dan tetap terjaganya iklim mikro yang ada.
4.2. Saran
Harus ada penguatan yang matang terhadap kelembagaan petani, baik
secara sosial, budaya, dan ekonomi. Terkait dengan benturan tenurial yang sering
terjadi antara masyarakat sekitar hutan dan petani dengan perhutani. Penguatan
akan kelembagaan sosial dan budaya diharapkan mampu mempertahankan kultur
tradisional yang selama ini terjaga. Selanjutnya penguatan kelembagaan ekonomi
diharapkan mampu mendorong petani agar bisa mandiri secara ekonomi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Foresta H, Kusworo A, Djatmiko WA, Michon G. 2000. Ketika kebun berupa
hutan: Agroforest Khas Indonesia Sebuah sumbangan masyarakat.
Bogor: ICRAF.
Prihatman kemal. 2000. Budidaya pertanian: Nanas ( Ananas comosus). Jakarta:
Bappenas.
Rifa’I M. 2010. Pertumbuhan Tanaman Pokok Gmelina arborea Roxb. Pada
Beberapa Pola Agroforestri di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi,
Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Siregar IZ, Yunanto T, Ratnasari J. 2008. Kayu Sengon. Bogor : Penebar swadaya.
Widianto, Utami SR, Hairiah K. 2003. Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal
dalam Sistem Agroforestri: Bahan Ajaran Agroforestri 7. Bogor: ICRAF.
12
LAMPIRAN
Gambar 1 Petak agroforestri (Sumber Cepture by video)
Gambar 2 Pemanenan nanas (Sumber cepture by video)