LAPORAN 1 ADE SURYANA

download LAPORAN 1 ADE SURYANA

of 25

Transcript of LAPORAN 1 ADE SURYANA

1

BAB I PENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANG Tanah merupakan suatu bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil proses pelapukan batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan hasil pelapukan sisa tumbuhan dan hewan lainnya. Kehidupan organisme tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberdaan dan kepadatan suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaaan dan kepadatan populasi suatu jenis organisme tanah disuatu daerah sangat bergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah, dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat. Keberadaan hewan tanah sangat di tentukan oleh faktor fisika kimia tanah, karena itu dalam ekologi hewan tanah faktor fisika kimia selalu di ukur. Pengukuran faktor fisika dan kimia tanah dapat dilakukan di lapangan dan ada pula yang hanya dapat di ukur di laboratorium. Untuk pengukuran faktor fisika kimia tanah di laboratorium maka di lakukan pengambilan contoh tanah dan di bawah ke laboratorium. (Annonimus 1, 2011) Warna tanah dapat di gunakan sebagai petunjuk kualitas tanah secara sepintas. Kadar organik tanah dapat di perkirakan berdasarkan indeks warna tanah, tekstur tanah adalah perbandingan antara partikel tanah yang berupa liat, debu dan pasir dari suatu massa tanah. Penamaan fraksi tanah berdasarkan ukurannya. Kelembaban tanah akan menentukan kehadiran dan kepadatan tanah karena menyangkut ketersediaan air yang dibutuhkan oleh hewan tanah, air juga akan membantu mempercepat proses pelapukan bahan-bahan organik di sekitar tanah yang merupakan makanan bagi hewan tanah tertentu. pH tanah akan

2

menentukan perbedaan jenis hewan tanah yang hidup pada pH tertentu. Dengan mengetahui tekstur tanah maka kita dapat menentukan jenis tanah dan hewan tanah apa saja yang terdapat di dalamnya. Hewan tanah adalah hewan yang hidup di dalam tanah baik di permukaan maupun di dalamnya, Hewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, sehingga hewan tanah sangat di tentukan oleh faktor fisika dan faktor kimia tanah, karena dengan mengetahui faktor fisika kimia tanah maka kita dapat mengetahui sifat dan kualitas suatu tanah. Untuk mempelajari hewan tanah banyak macam metode yang digunakan untuk pencuplikan hewan tanah. Tetapi tidak satupun diantaranya dapat digunakan untuk semua kelompok hewan tanah. Masing-masing metode hanya memberikan hasil yang shahih untuk kelompok hewan tertentu (Yustina, Suwondo. 2012). Perubahan vegetasi tanah akan sangat berpengaruh terhadap komposisi hewan permukaan tanah yang hidup pada suatu komunitas. Perbedaan distribusi dan kelimpahan hewan ini terutama adalah pengaruh dari perbedaan faktor fisika lingkungan (Suin, 2002). Vegetasi sangat mempengaruhi terhadap kehadiran hewan tanah. Perubahan komunitas akan mempengaruhi komposisi hewan tanah yang akan yang secara langsung mempengaruhi kesuburan tanah (Adianto,1993). Pada laporan ini akan membahas tentang pengukuran faktor fisika-kimia tanah yang meliputi pengukuran suhu tanah, pH tanah, kelembaban tanah, serta tekstur tanah dan pencuplikan hewan tanah yang hidup di permukaan tanah maupun di dalam tanah menggunakan suatu metode tertentu.

1.2 TUJUAN Adapun tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengukuran faktor fisika-kimia tanah dan pencuplikan hewan tanah.

3

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. TANAH Tanah terdiri dari partikel-partikel tanah, Partikel tanah berbeda-beda ukurannya. Berdasarkan ukurannya partikel tanah digolongkan atas fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah adalah perbandingan antara partikel tanah yang berupa liat,debu, dan, pasir dari suatu masa tanah (Suin, 2002). Tanah mengandung tiga fase yaitu fase padat, fase cair dan fase gas. Fase padat terdiri dari bahan organik (sisa tumbuhan, sisa hewan dan organisme tanah) dan bahan anorganik pecahan batu-batuan, mineral tanah dan sisa pelapukan). Fase cair adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pada pori, sedangkan fase gas adalah udara yang mengisi ruang pori tanah yang tidak diisi oleh air. Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis. Struktur tanah berhubungan dengan cara di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Tanah terdiri dari butir-butir tanah dari berbagai ukuran. Bahan tanah yang berukuran lebih dari 2 m disebut bahan kasar yaitu kerikil sampai batu, sedangkan bahan-bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi: Pasir dengan ukuran 2mm - 50, debu dengan ukuran 50- 2 dan lempung dengan ukuran kurang dari 2. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan lempung. (Annonimus 2, 2011) 2.2. FAKTOR FISIKA TANAH Untuk menganalisis factor fisika tanah, di perlukan 3 macam contoh tanah, contoh tanah utuh diperlukan untuk mengukur kerapatan isi, porositas tanah, pH, dan permibilitas tanah. Contoh tanah dengan agregat yang utuh di gunakan untuk

4

pengukuran kemantapan agregat, untuk pengukuran kadar airdan tekstur tanah cukup digunakan tanah biasa.

Gambar 1: Struktur Tanah 2.2.1 Warna Tanah Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah. Warna tanah berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran warna yang dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masingterhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin dominan menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid anorganik dan koloid organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat luas, sehingga sangat mempengaruhi warna tanah. Warna humus, besi oksida dan besi hidroksida menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah, agak kecoklatan atau kuning yang tergantung derajat hidrasinya. Besi tereduksi berwarna biru hijau. Kuarsa umumnya berwarna putih. Batu kapur berwarna putih, kelabu, dan ada kala berwarna olive-hijau. Feldspar berwarna merah. Liat berwarna kelabu, putih,bahkan merah, ini tergantung proporsi tipe mantel besinya (Hardjowigeno. 1992)

5

Warna tanah tergantung dari bahan induk dan hasil proses pembentukan tanah. Variasi warna tanah tergantung pada kadar organik tanah. Warna tanah dapat dipengaruhi oleh perbandingan silikon, besi dan humus yang terkandung dalam tanah. Kandungan bahan organik, kondisi drainase dan aerasi tanah juga mempengaruhi warna tanah. Bila drainase tanah buruk biasanya terdapat penimbunan bahan organik yang lebih besar pada bagian permukaannya sehingga memberikan warna yang sangat tua. Lapisan tanah yang lebih bawah, sedikit bahan organik, berwarna kelabu muda menunjukkan drainase yang buruk. (Henry. Foth, 1994) 2.2.2 Suhu Tanah

Temperatur (suhu) adalah salah satu sifat tanah yang sangat penting secara langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan juga terhadap kelembapan, aerasi, stuktur, aktifitas mikroba, dan enzimetik, dekomposisi serasah atau sisa tanaman dan ketersidian hara-hara tanaman. Temperatur tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman yang penting sebagaimana halnya air, udara dan unsur hara. Proses kehidupan bebijian, akar tanaman dan mikroba tanah secara langsung dipengaruhi oleh temperatur tanah (Hanafiah, Kemas Ali, 2005) Tentang suhu tanah pengaruhnya penting sekali pada kondisi tanah itu sendiri dan pertumbuhan tanaman. Pengukuran dari suhu tanah biasanya dilakukan pada kedalaman 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm, dan 100 cm. Faktor pengaruh suhu tanah yaitu faktor luar dan faktor dalam. Yang dimaksud dengan faktor luar yaitu radiasi matahari, awan, curah hujan, angin, kelembapan udara. Faktor dalamnya yaitu faktor tanah, struktur tanda, kadar air tanah, kandungan bahan organik, dan warna tanah. (Kartasapoetra, 2005) 2.2.3 Konsistensi Tanah

Pada tanah dalam keadaan kering konsistensi tanah ditentukan dengan cara meremas dan menekan masa tanah dan dapat dinilai: lepas (tanah kohesi), lemas (kohesi kecil, sangat kurang melekat), agak keras (sedikit tanah tekanan dengan mudah dapat hancur dengan tekunjuk dan ibu jari), keras (tahan terhadap

6

tekanan), sangat keras (daya tahan terhadap tekanan sangat besar), dan keras sekali (tahan terhadap tekanan). Kondisi tanah dalam keadaan lembab dapat ditentukan dengan cara meremas-remas masa tanah tersebut. Penilaiannya adalah: lepas (butir-butir tanah terlepas satu dengan yang lainnya dan melekat bila ditahan), sangat gembur (dengan sedikit tekanan masa tanah mudah pecah, bila digenggam mudah penggumpal melekat bila ditekan), gembur (bercerai bila diremas, digenggam akan menggumpal, melekat bila direkan), teguh (masa tanah tahan terhadap remasan dan hancur dengan ditekan agak kuat), sangat teguh (sangat taha terhadap remasan dan tidak mudah berubah bentuknya bila digenggam) dan sangat teguh sekali (sangat tahan terhadap remasan dan tidak berubah bentuknya bila digenggam). Konsistensi tanah dalam keadaan basah adalah pada tanah yang kadar airnya di atas kapasitas lapang. Penentuan dilakukan dengan cara memijit tanah dngan ibu jari bersama telunjuk. Penilaiannya adalah: tidak lekat (setelah ditekan dengan ibu jari dan dilepaskan maka contoh tanah rapuh dan jatuh bebas), agak lekat (bila kedua jari dilepaskan sebagian tanah melekat pada jari) dan sangat lekat (bilakedua jari direnggangkan tanah melekat dan sukat untuk dilepaskan dari kedua jari tersebut) (Yustina, Suwondo. 2012). 2.2.4 Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah (Badan Pertanahan Nasional). dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 - 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 - 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm (penggolongan berdasarkan USDA). keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas tanah, porositas dan lain-lain. Partikel tanah berbeda-beda ukurannya. Berdasarkan ukurannya maka partikel tanah digolongkan atas fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah adalah

7

perbandingan antara partikel tanah yang berupa liat, debu dan pasir dari suatu masa tanah. Partikel pasir relative berukuran lebih besar sehingga menunjukkan permukaan yang kecil. Pasir meningkatkan ukuran ruangan antar partikel sehingga memberi peluang pergerakan dan air drainase. Debu mempunyai permukaan yang lebih luas setiap gramnya dan mempunyai laju pelapukan dan pelepasan hara terlarut yang lebih cepat. Tanah liat adalah tanah yang paling baik untuk penyimpanan air dan hara. (Henry. Foth, 1994) Segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas-kelas tekstur tanah. ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut. misalkan hasil analisis lab menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42% dan debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam golongan tanah bertekstur.

Gambar 2: Diagram segitiga Tekstur Tanah Pembagian kelas tekstur rasa dan sifat tanah dapat terlihat dari tabel berikut: Tabel : Kelas Tekstur Tanah Menurut Perasaan (LPT, 1969) NO 1. TEKSTUR Pasir (S) Sifat Tanah Sangat kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan, serta tidak melekat. 2. Pasir berlempung (LS) Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.

8

3.

Lempung berpasir (SL)

Agak kasar, membentuk bola agak kuat tapi mudah hancur, serta agak melekat.

4

Lempung (L)

Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat.

5

Lempung berdebu (SiL)

Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.

6

Debu (Si)

Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.

7

Lempung berliat (CL)

Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tapi mudah hancur, serta agak melekat.

8

Lempung liat berpasir (SCL)

Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat.

9

Lempung liat berdebu (SiCL)

Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat. Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.

10

Liat berpasir (SC)

11

Liat berdebu (SiC)

Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.

12

Liat (C)

Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, basah sangat melekat.

2.3.

FAKTOR KIMIA TANAH Sifat kimia tanah mengacu pada sifat dasar tanah yang memiliki derajat

keasaman atau pH yang berbeda-beda, pemupukan yang dilakukan oleh manusia, kandungan organik serta mineral di dalam tanah itu sendiri. Sifat kimia tanah

9

berperan sangat besar dalam menentukan sifat dasar tanah pada suatu daerah. Dari sifat dasar tanah inilah kemudian dapat diteliti begaimana cara memperlakukan tanah dan bagaimana cara pembudidayaannya. 2.3.1 pH Tanah Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH pada tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+ pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedangkan pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+ Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Annonimus 2, 2011) Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0 - 9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di daerah rawarawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Annonimus 2, 2011). 2.3.2 Kandungan Organik Tanah Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Annonimus, 2011). Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya

10

menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Annonimus, 2011). 2.4. PENCUPLIKAN HEWAN TANAH Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun dalam tanah. Hewan yang hidup di permukaan atau di dalam tanah dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: mikro fauna (hewan berbentuk renik, terdiri dari Protozoa dari genera Euglena, Arcela dan Diflugia), meso fauna (hewan bertubuh kecil atau sedang, terdiri dari philum Arthropoda, Nematoda, Annelida, Molusca) dan makro fauna (hewan bertubuh besar terdiri dari mamalia sepeti tikus, cecurut,bajing,). Beberapa hewan parasit menggunakan tanah sebagai tempat hidup sementara seperti kumbang, lalat dan cacing tambang. (Yatim. Wildan, 1994) Hewan sebagai komponen penyusun komunitas biotik dalam suatu ekosistem mempunyai peran dan fungsi penting untuk habitat dan lingkungan serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan adalah faktor-faktor di luar makhluk hidup yang berpengaruh langsung pada kemungkinan hewan untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembangbiak. Lingkungan ada yang berhubungan langsung dan ada yang tidak langsung dengan suatu organisme. Kondisi-kondisi lokal yang berhubungan langsung dengan suatu organisme disebut lingkungan mikro, sedang seluruh kondisi abiotik yang ada di luar lingkungan mikro disebut lingkungan makro. Di dalam habitatnya organisme sudah menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada sehingga mampu bertahan hidup, tumbuh dan berkembangbiak.

11

Dilapangan hewan tanah juga dapat dikumpulkan dengan cara memasang perangkap jebak (pit fall-trap). Pengumpulan hewan permukaan tanah dengan memasang perangkap jebak juga tergolong pada pengumpulan hewan tanah secara dinamik. Perangkap jebak sangat sederhana, yang mana hanya berupa bejana yang ditanam di tanah. Agar air hujan tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap diberi atap dan agar air yang mengalir di permukaan tanah tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap dipasang pada tanah yang datar dan agak sedikit tinggi. Jarak antar perangkap sebaliknya minimal 5 m. Pada perangkap tanpa umpan, hewan tanah yang berkeliaran di permukaan tanah akan jatuh terjebak, yaitu hewan tanah yang kebetulan menuju ke perangkap itu, sedangkan perangkap dengan umpan, hewan yang terperangkap adalah hewan yang tertarik oleh bau umpan yang diletakkan di dalam perangkap, hewan yang jatuh dalam perangkap akan terawetkan oleh formalin atau zat kimia lainnya yang diletakkan dalam perangkap tersebut. (Tim Ekologi Hewan UNP. 2006)

Gambar 3: Jebakan Pitfall-Trap

12

BAB III METODE PERCOBAAN3.1. WAKTU DAN TEMPAT Praktikum ini dilakukan pada hari jumat, 16 Maret 2012 di Laboratorium FKIP Pendidikan Biologi UR dan Pengukuran faktor fisika-kimia tanah serta pencuplikan hewan tanah dilakukan di kebun biologi (Biogarden Lama) Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau.

3.2. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan yaitu: Soil tester Cangkul Kantong plastik Meteran / penggaris Termometer Gelas Aqua Bahan yang digunakan yaitu: Tanah Akuades Formalin

3.3 CARA KERJA Pengukuran Suhu Tanah:

Suhu tanah dapat diukur langsung dengan thermometer air raksa, dengan cara memasukkan langsung kepermukaan tanah dan diamati beberapa menit kemudian baru diukur suhu tanahnya. Untuk pengukuran suhu tanah bagian dalam digunakan thermometer tanah.

13

Pengukuran pH Tanah:

Pengukuran pH tanah dengan pH meter/soil tester dilapangan, soil tester di masukkan ke dalam permukaan tanah dan di amati beberapa menit lalu di ukur pHnya. Pengukuran pH tanah juga dapat dilakukan dengan menggunakankertas pH di lapangan. Ambil contoh tanah dan di masukkan ke dalam tabung reaksi dan di tambahkan aquades 3 ml. kocok dengan batang gelas dan di biarkan selama 5 menit. Kemudian teteskann cairan tersebut dalam piring porselin dan ukur pH nya dengan kertas indikator pH. Pengukuran Kelembaban Tanah:

Pengukuran kelembaban tanah dilakukan dilapangan dengan menggunakan soil tester yang dimasukkan ke dalam permukaan tanah dan di amati. Pencuplikan Contoh Tanah:

Pencuplikan contoh tanah dilakukan dengan metode kuadrat atau dengan bor tanah. Pencuplikan dengan metode kuadrat dilakukan dengan cara membuat kuadrat di tanah dengan luas tertentu yaitu 50 cm x 50 cm atau 25 cm x 25 cm, sesuai dengan jenis hewan tanah yang akan dikoleksi. Kemudian tanah dalam kuadrat digali dengan skop dan tanahnya dimasukkan dalam bejana atau kantong plastik. Pencuplikan Contoh Hewan Tanah:

Pencuplikan contoh hewan tanah dapat dilihat dan dihitung setelah melakukan pencuplikan contoh tanah yang dilakukan dengan metode kuadrat, kemudian catatlah jenis dan jumlah hewan yang telah ditemukan pada permukaan tanah maupun di dalam tanah tersebut. Penentuan Tekstur Tanah di Laboratorium:

Ambil 10 gram tanah dimasukkan dalam tabunng raeksi, lalu tambahkan akuades digoyang sampai campuran tanah menjadi homogen. Biarkan campuran

14

tanah tersebut mengendap dan membentuk lapisan partikel tanah berdasarkan ukuran fraksinya. Lapisan bawah: pasir, Lapisan Tengah: debu, Lapisan atas: liat. Setelah itu lakukan perhitungan persentase dari pasir-debu-liat, dengan cara anggaplah total dari fraksi 100%, lalu lakukan perhitungan persentase dari fraksi secara kualitatif, dengan memperlihatkan segitiga kelas tekstur tanah. Ekstraksi Hewan Tanah:

Di lapangan hewan tanah dapat juga dikumpulkan dengan cara memasang perangkat jebak (Pitfall-trap). Perangkap jebak sangat sederhana, yang mana hanya berupa bejana yang ditanam di tanah. Agar air hujan tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap diberi atap dan agar air yang mengalir di permukaan tanah tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap dipasang pada tanah yang datar dan agak sedikit tinggi. Jarak antar perangkap sebaliknya minimal 5 m.

15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL TABEL 1: Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Tanah Suhu NO Lokasi Tanah (0C) 1 Ternaung di Biogarden Lama Terdedah di 2 Samping Ruang 51 3 Ternaung di di Biogarden Lama Terdedah di 4 Belakang Ruang 51 5 Ternaung di Biogarden Lama Terdedah di 6 Belakang Pustaka FKIP 7 Ternaung di Biogarden Lama Terdedah di Biogarden Lama 26 0C 27 0C 5,1 59 % Berliat Halus 27 0C 4,8 65 % Liat 26 0C 5,8 48 % Berliat Halus 27 0C 4,2 75 % Berliat Halus 25 0C 5 60 % Liat 27 0C 4,8 68 % Berliat Halus 26 0C 5,7 pH Tanah Kelembaban Tanah (%)

Tekstur Tanah

50 %

Liat

8

4,5

70 %

Berliat Halus

16

Tabel 2: Pencuplikan Hewan Tanah Dengan metoda Kuadrat NO Lokasi Jenis Hewan 1. Semut Hitam Ternaung di Biogarden Lama 2. Serangga 3. Laba-Laba 4. Semut Putih 5. Lipan Kecil 1. Lundi 2 Terdedah di Samping Ruang 51 2. Cacing 3. Semut Hitam Kecil 4. Semut Hitam Besar 1. Siput Ternaung di Biogarden Lama 2. Cacing 3. Lipas 4. Semut Merah 5. Semut Hitam 1. Cacing Terdedah di Belakang Ruang 51 2. Semut Hitam 3. Lundi 4. Semut Merah 5. Semut Hitam Besar 1. Spesies 1 2. Cacing Ternaung di Biogarden Lama 3. Lundi 4. Semut Hitam Besar 5. Spesies 2 6. Kaki Seribu 7. Semut Hitam Ekor Merah Terdedah di 6 Belakang Pustaka FKIP 1. Semut A 2. Semut B 3. Cacing Jumlah Individu 1. Tak terhingga 2. 10 Ekor 3. 1 Ekor 4. 5 Ekor 5. 1 Ekor 1. 2 Ekor 2. 7 Ekor 3. 14 Ekor 4. 2 Ekor 1. 1 Ekor 2. 10 Ekor 3. 5 Ekor 4. 15 Ekor 5. 4 Ekor 1. 2 Ekor 2. 9 Ekor 3. 8 Ekor 4. 6 Ekor 5. 3 Ekor 1. 1 Ekor 2. 3 Ekor 3. 1 Ekor 4. 1 Ekor 5. 1 Ekor 6. 1 Ekor 7. 1 Ekor 1. 2 Ekor 2. 11 Ekor 3. 1 Ekor

1

3

4

5

17

1. Serangga 1 2. Serangga 2 3. Serangga 3 Ternaung di Biogarden Lama 4. Semut Kecil 5. Semut Hitam 6. Cacing 7. Semut Panjang 8. Anak Kecoa 9. Laba-laba Kecil 1. Semut hitam 2. Spesies A 3. Spesies B 4. Belalang Kecil Terdedah di Biogarden Lama 5. Semut Merah 6. Lintah Hujan 7. Keong kecil 8. Cacing 9. Jangkrik 10. Anak Lipan 11. Semut Hitam Kecil

1. 7 Ekor 2. 5 Ekor 3. 3 Ekor 4. 5 Ekor 5. 8 Ekor 6. 3 Ekor 7. 3 Ekor 8. 3 Ekor 9. 2 Ekor 1. 5 Ekor 2. 6 Ekor 3. 2 Ekor 4. 2 Ekor 5. Tidak Terhingga 6. 1 Ekor 7. 2 Ekor 8. 8 Ekor 9. 1 Ekor 10. 1 Ekor 11. Tidak Terhingga

7

8

Tabel 3: Ekstraksi Hewan Tanah dengan Metoda Dinamik: Perangkat Jebak (Pitfall-Trap) NO Ternaung 1 2 3 4 5 Laba-laba Semut hitam Sp 1 Sp 2 Sp 3 JUMLAH NAMA SPESIES Jumlah 1 3 5 6 3 18 JUMLAH 8 Terdedah Jangkrik Laba-laba Cacing Semut Jumlah 3 1 1 3

18

4.2. PEMBAHASAN 4.2.1 Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Tanah Dari hasil pengukuran faktor fisika-kimia tanah yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan faktor fisika-kimia antara masing-masing lokasi pencuplikan yang berbeda. Karena adanya perbedaan tersebut maka jumlah dan jenis hewan yang berada pada masing-masing lokasi tersebut juga berbeda-beda. Jadi, faktor fisika dan kimia itu sangat mempengaruhi keberadaan hewan-hewan yang tinggal di tempat tersebut. Dari tabel 1 memperlihatkan bahwa suhu tanah pada lokasi pencuplikan yang berbeda-beda dengan menggunakan alat pengukur suhu yaitu termometer menunjukkan angka antara 25-270C. Suhu tanah pada daerah ternaung menunjukkan angka sekitar 25-26 0C dan suhu tanah pada daerah terdedah lebih tinggi dari pada daerah yang ternaung yaitu 270C. Hal ini dapat disebabakan adanya panas matahari yang dapat langsung menyerap tanah di lokasi/tempat yang terdedah, sedangkan panas matahari di tempat yang ternaung tidak dapat menyerap tanah secara langsung karena terlindungi oleh pohon dan rumputrumput disekitarnya, sehingga suhunya menjadi lebih rendah. Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa pH tanah berkisar antara 4-6 dan hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki pH yang asam, Nilai pH pada tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, maka semakin asam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya ion H+ pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedangkan pada tanah alkalis kandungan OHlebih banyak daripada H+ Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Annonimus 2, 2011) Kelembaban tanah pada lokasi pencuplikan tanah berbeda-beda dan pengukuran kelembaban tanah dapat dilakukan dengan menggunakan alat soil tester. Kelembaban tanah umumnya berkisar antara 50% - 75%, kelembaban tanah menunjukkan seberapa besar tanah tersebut memiliki kandungan air, dan hal ini

19

akan berpengaruh terhadap keberadaan hewan-hewan di dalam tanah tersebut. Struktur atau tekstur tanah pada setiap lokasi pencuplikan juga berbeda-beda, hal ini dapat di lihat dari persentase antara liat, debu dan pasir. Penentuan tekstur tanah tersebut dapat di lakukan di laboratorium dengan menentukan persentase dari setiap lapisan, seperti Lapisan bawah: pasir, Lapisan Tengah: debu, Lapisan atas: liat. Setelah di peroleh persentase dari masing-masing lapisan maka dapat ditentukan jenis tekstur tanah pada setiap lokasi dengan menggunakan segitiga tekstur tanah. Setiap lokasi pencuplikan memiliki tekstur yang berbeda-beda. Perbedaan tekstur tanah dikarenakan persentase lapisan liat, debu dan pasir yang berbeda-beda. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tekstur tanah kebanyakan berupa berliat halus dan liat. Tanah berliat halus merupakan tanah yang memiliki tekstur terasa berat sekali, dapat membentuk bola dengan baik dan sangat melekat sedangkan tanah liat merupakan tanah yang memiliki tekstur terasa berat, dapat membentuk bola yang baik dan melekat sekali (Suin. Nurdin M, 1997).

4.2.2 Pencuplikan Hewan Tanah Dengan metoda Kuadrat Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun dalam tanah. Hewan yang hidup di permukaan atau di dalam tanah dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: mikro fauna (hewan berbentuk renik, terdiri dari Protozoa dari genera Euglena, Arcela dan Diflugia), meso fauna (hewan bertubuh kecil atau sedang, terdiri dari philum Arthropoda, Nematoda, Annelida, Molusca) dan makro fauna (hewan bertubuh besar terdiri dari mamalia sepeti tikus, cecurut,bajing,). Beberapa hewan parasit menggunakan tanah sebagai tempat hidup sementara seperti kumbang, lalat dan cacing tambang. (Yatim. Wildan, 1994) Kehidupan hewan tanah selain ditentukan oleh banyaknya serasah, tersedianya nutrisi juga ditentukan oleh macam struktur vegetasi dan ditentukan pula oleh faktor lain yaitu zat kimia dalam tanah, pH tanah, kandungan air tanah, aerasi tanah, faktor iklim mikro didalam tanah dan cahaya matahari. Faktor

20

tersebut dapat menentukan kehadiran atau tidak hadirnya suatu jenis hewan tanah tertentu, atau dapat pula menentukan kepadatan populasi hewan tanah. Kemungkinan adanya perbedaan faktor tersebut dapat menimbulkan munculnya berbagai kelompok hewan tanah yang berbeda-beda pada masing-masing daerah pencuplikan dan pengukuran. Pada tabel 2 terlihat sangat jelas perbedaan jumlah hewan terutama serangga yang ditemukan pada lokasi pencuplikan yang berbeda-beda yaitu pada daerah yang terdedah dan ternaung, secara keseluruhan pada daerah yang ternaung dapat ditemukan cukup banyak hewan tanah atau serangga dan yang paling banyak ditemukan adalah jenis semut hitam, semut merah dan semut hitam besar, hal ini dikarenakan adanya faktor fisika dan kimia yang mendukung keberadaan serangga tersebut di permukaan tanah maupun di dalam tanah, seperti kelembaban tanah, pH tanah, suhu tanah serta tekstur tanah. Sedangkan pada daerah yang terdedah sedikit dijumpai adanya hewan tanah, hal ini di karenakan kelembaban tanah yang rendah serta pH tanah. Kehidupan fauna tanah sangat bergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah disuatu daerah sangat ditentukan pada daerah itu sendiri. Dengan demikian kepadatan populasi suatu fauna tanah disuatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotik Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Hewan tanah mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap faktor fisika-kimia lingkungan. Perbedaan ini juga disebabkan oleh kandungan materi organik yang dibutuhkan untuk kehidupan hewan tanah yang tersedia pada lingkungan tersebut. Di dalam tanah hidup berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan berbagai kegiatan yang menguntungkan bagi kehidupan mahluk-mahluk hidup lainnya atau dengan perkataan lain menjadikan tanah memungkinkan bagi kelanjutan siklus kehidupan makhluk-mahluk alami (Borror, 1992).

21

4.2.3

Ekstraksi Hewan Tanah dengan Metoda Dinamik: Perangkat Jebak (Pitfall-Trap)

Dari

hasil

pengamatan

mengenai

sampling

hewan

tanah

dengan

menggunakan perangkap yang menggunakan alat dan bahan yang sangat sederhana. Tahap pertama yang dilakukan adalah membuat perangkap jebakan (Pitfall-trap) dengan cara menggali lubang yang diberi jarak 5 meter, dan letakkan gelas aqua yang telah berisi larutan formalin yang telah disediakan. Permukaan gelas aqua harus sejajar dengan permukaan tanah, agar hewan-hewan tanah dapat masuk ke dalam perangkap. Tahap selanjutnya yaitu menutup permukaan gelas aqua dengan alat pelindung yang berbentuk persegi empat dan tipis. Hal ini dilakukan agar air hujan tidak masuk ke dalam gelas aqua tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 3 hari, kemudian diambil perangkap untuk diidentifikasi jenis spesies yang didapat di dalamnya, lalu dibawa ke laboratorium. Perangkat jebak dipasang pada 2 tempat atau lokasi yang berbeda, yaitu pada tempat yang terdedah dan tempat yang ternaung, hewan yang ditemukan pada kedua lokasi tersebut juga berbeda-beda, pada lokasi ternaung ditemukan jumlah hewan tanah sebanyak 18 ekor, yaitu laba-laba, semut hitam, Sp 1, Sp 2, Sp 3. Sedangkan pada lokasi yang terdedah ditemukan sejumlah hewan tanah sebanyak 8 ekor yaitu jangkrik, laba-laba, cacing dan semut. Dari data pada tabel 3 dapat terlihat bahwa jumlah hewan yang ditemukan pada lokasi pencuplikan yang ternaung lebih banyak dibandingkan hewan yang ditemukan pada lokasi yang terdedah. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan atau faktor fisikakimia pada daerah yang ternaung lebih memungkinkan untuk hewan-hewan tanah dapat hidup dan berkembang. Seperti pada daerah yang ternaung memiliki kelembaban yang tinggi dan kandungan bahan organik yang banyak. Kehidupan hewan tanah sangat bergantung pada habitatnya,karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah disuatu daerah sangat ditentukan pada daerah itu sendiri. Dengan demikian kepadatan populasi suatu fauna tanah disuatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Faktor-

22

faktor lingkungan yang mempengaruhi hewan-hewan tanah tersebut diantaranya adalah faktor fisika dan kimia lingkungan tempat hidupnya Perubahan vegetasi tanah akan sangat berpengaruh terhadap komposisi hewan permukaan tanah dan hewan di dalam tanah yang hidup pada suatu komunitas. Perbedaan distribusi dan kelimpahan hewan ini terutama adalah pengaruh dari perbedaan faktor fisika-kimia lingkungan (Suin, 2002). Vegetasi akan sangat mempengaruhi terhadap kehadiran hewan tanah. Perubahan komunitas akan mempengaruhi komposisi hewan tanah yang akan secara langsung mempengaruhi kesuburan tanah (Adianto,1993).

23

BAB V PENUTUP5.1. KESIMPULAN Terdapat perbedaan faktor fisika-kimia tanah yang diukur pada lokasi pencuplikan yang berbeda-beda yaitu pada daerah yang terdedah dan daerah ternaung Tekstur tanah dapat di tentukan dengan diagram segitiga tekstur tanah. Sebelum menggunakan diagram tersebut terlebih dahulu harus ditentukan persentase dari lapisan tanah seperti pasir, debu dan liat. Dari persentase tersebut lalu dapat di tentukan tekstur tanah yang telah di amati. Kelembaban tanah berbeda-beda pada tiap lokasi yang berbeda, hal ini berkaitan dengan suhu atau temperatur. Setiap tanah mempunyai

kemampuan menyerap dan menyimpan panas yang berbeda-beda. pH tanah yang diukur menggunakan soil tester dari berbagai tempat pencuplikan tanah juga berbeda hal ini dapat menentukan kehadiran dan kepadatan hewan tanah

5.2. SARAN Pada saat melakukan praktikum lapangan perlu diperhatikan keselamatan diri dan ketelitian yang tinggi, karena percobaan ini memerlukan pengukuran yang tepat agar hasil yang diperoleh menjadi akurat dan tepat. Serta bahan dan alat yang akan digunakan harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum praktikum dimulai.

24

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Bandung: Alumni Annonimus1. 2011. Makalah Praktikum OT. http://iweeyukistory.blogspot.com/2011/11/makalah-praktikum-ot.html diakses pada 20/03/2012 Annonimus2. 2011. Tekstur dan Struktur Tanah. http://www.silvikultur.com/Tekstur_dan_Struktur_Tanah.html diakses pada 20/03/2012 Borror. D.J. Charles A.J, Norman, 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Jakarta: Gadjah Mada Press Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Radja Grifindo Persada. Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. Jakarta: PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Henry, Foth.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Erlangga. Kartasapoetra, ddk. 2005. Teknologi Konservasi Tanah. Jakarta: Rineka jaya. Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas Suin, Nurdin. M. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta Yustina, Suwondo. 2012. Penuntun Praktikum Ekologi Hewan. Pekanbaru: FKIP Biologi

.

25

LAMPIRAN

Gambar 1: Pencuplikan hewan tanah pada tempat Terdedah

Gambar 2: Pencuplikan hewan tanah pada tempat Ternaung