Lapkas radiologi Perdarahan intra cerebral

27
LAPORAN KASUS INTRA CEREBRAL HEMORAGIK UntukmemenuhiTugasKepaniteraanKlinikdanMelengkapi Salah Satu SyaratMenempuh Program PendidikanProfesiDokterBagianRadiologi Di RumahSakit Islam Sultan Agung Semarang Oleh : MUDHITA KURNIA SYARIFA NAILA MISKIYATUN NISA NUR AZIZAH YULIA DEVINA SUCI

Transcript of Lapkas radiologi Perdarahan intra cerebral

LAPORAN KASUSINTRA CEREBRAL HEMORAGIKUntukmemenuhiTugasKepaniteraanKlinikdanMelengkapi Salah SatuSyaratMenempuh Program PendidikanProfesiDokterBagianRadiologiDi RumahSakit Islam Sultan Agung Semarang

Oleh :MUDHITA KURNIA SYARIFANAILA MISKIYATUN NISANUR AZIZAHYULIA DEVINA SUCI

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG2014

iiiLEMBAR PENGESAHANLAPORAN KASUS RADIOLOGIDiajukangunamelengkapitugaskepaniteraanklinisbagianilmuradiologiFakultasKedokteranUniversitas Islam Sultan AgungNama: Mudhitakurnia syarifaNailaMiskiyatunNisaNurAzizahYuliaDevinaSuci K.Judul: LaporanKasusPasienIntra SerebralHemoragikBagian: IlmuRadiologiFakultas: KedokteranUnissulaPembimbing: dr. BambangSatoto, Sp. Rad

TelahdiajukandandisahkanSemarang, Juni 2014Pembimbing,

dr. BambangSatoto, Sp. Rad

DAFTAR ISI

Lembar PengesahaniDaftar isiiiBAB I PENDAHULUAN1BAB II TINJAUAN PUSTAKA22.1 Definisi22.2 Epidemiologi2 2.3 Klasifikasi32.4 Faktor Resiko 32.5 Patofisiologi 42.6 GambaranKlinis52.7 Diagnostik62.8 Penatalaksanaa6BAB III LAPORAN KASUS93.1 Identitas Pasien9 3.2 Anamnesis93.3 Diagnosis93.4 PemeriksaanPenunjang103.5 PembacaanHasil CT-Scan11BAB IV PEMBAHASAN12BAB V KESIMPULAN13DAFTAR PUSTAKA14

i

BAB IPENDAHULUAN

Pendarahanintraserebraladalahpenyebab paling umumkedua stroke, 30-60 % daripenerimaanrumahsakituntuk stroke. Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan. Jumlahnya mencapai 15,9 persen dari proporsi penyebab kematian di Indonesia (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) ,2007). Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan cermatCT Scanmerupakansuatuprosedur yang digunakanuntukmendapatkangambarandariberbagaisudutkecildaritulangtengkorakdanotak. duajenisteknikpemeriksaan imaging untukmengevaluasikasus stroke atau Cerebrovascular Disease (CVD), yaitu CT scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan diketahuisebagaipendeteksi imaging yang paling mudah, cepatdanrelatifmurahuntukkasus stroke.Pemeriksaan CT Scan yang seringdilakukanadalahpemeriksaan CT Scan Kepala.Semogramkepaladibuatdenganposisiterlentangdimanakepalapasienberadadiantaratabungsinar X dengan detector, yang kemudianetectordantabungsinar X akanberputarmengelilingikepalapasienmelaluisuatu proses rekonstruksiSalah sat kelainanpatologi yang dapatdilihatmelalui CT-Scan Kepalaadalah ICH (Intracerebral Hematoma). Perdarahanintercerebralatau intracranial termasukkedalamruang subarachnoid ataukedalamjaringanotaksendiri.Kelainaniniseringditemukanpadapenderita trauma kepala.Lebihdari 50% penderitadenganhematomintracerebraldisertaihematom epidural atauhematom subdural. Paling banyakterjadi di lobusfronalisatau temporalis, dantidakjarangditeukan multiple.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiPerdarahan intraserebral adalah perdarahan kedalam parenkim otak yang dapat meluas kedalam ventrikel, dan pada keadaan jarang dapat meluas kedalam ruang subarachnoid (Ohwaki K, 2009).

2.2 EpidemiologiSetiap tahunnya, hampir 37.000 sampai 52.400 orang di Amerika Serikat mengalami perdarahan intraserebral. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat duakali lipat dalam 50 tahun kedepan oleh karena meningkatnya usia dalam populasi serta berubahnya demografi rasial. Perdarahan intraserebral merupakan 10 sampai 15 persen dari keseluruhan kasus stroke dan menimbulkan angka kematian yang paling tinggi, dimana hanya 38% dari penderita yang mengalaminya dapat bertahan melewati tahun pertama (Hemphill JC,2007)Insiden global dari PIS berkisar antara 10 sampai 20 kasus per 100.000 penduduk dan meningkat dengan pertambahan usia. PIS lebih sering dijumpai pada laki-laki ketimbang perempuan, terutama pada kelompok usia lebih tua dari 55 tahun dan pada populasi tertentu, seperti ras kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun dari National Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic Follow-up Study, didapatkan insiden PIS pada ras kulit hitam sebesar 50 per 100.000 yang merupakan duakali lipat dari insiden pada ras kulit putih (Ariesen MJ, 2009). Didapatkan perbedaan prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan berkorelasi dengan perbedaan risiko. Tingginya risiko pada populasi dengan tingkat pendidikan yang rendah sangat mungkin disebabkan oleh rendahnya pemahaman mengenai aspek pencegahan primer serta kurangnya akses dalam perawatan kesehatan. Insiden PIS pada populasi Jepang (55 per 100.000) serupa dengan insiden pada populasi kulit hitam. Tingginya insiden pada populasi Jepang tersebut disebabkan oleh tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alcohol disamping itu, rendahnya kadar kolesterol serum yang dijumpai pada populasi ini juga menyumbang tingginya risiko PIS (Ohwaki K, 2009).

2.3 KlasifikasiTergantung kausa perdarahan yang melatarbelakanginya, perdarahan intraserebral dibagi menjadi PIS primer dan PIS sekunder. PIS primer (PIS spontan), yang merupakan 78 sampai 88 persen kasus, ditimbulkan oleh adanya ruptur spontan dari pembuluh darah berukuran kecil yang mengalami kerusakan oleh hipertensi kronis atau angiopati amiloid (amyloid angiopathy). PIS sekunder dialami pada sebahagian kecil penderita yang ditimbulkan oleh adanya abnormalitas vascular, seperti arteriovenous malformation, aneurisma , tumor, atau gangguan koagulasi. Meskipun hypertensive intracerebral hemorrhage (PIS yang ditimbulkan oleh hipertensi) masih merupakan bentuk PIS yang paling sering dijumpai, namun abnormalitas vaskular yang melatarbelakanginya perlu selalu ditelusuri oleh karena tingginya risiko perdarahan ulangan dan telah tersedianya pilihan terapi (Foulkes MA,2009).

Berdasarkan letak hematoma dikenal istilah-istilah sebagai berikut:1. Perdarahan putamen atau thalamus, menunjukkan perdarahan di ganglia basalis dan thalamus.2. Perdarahan subkortikal, menunjukkan perdarahan di substansia alba daerah subkortkal.3. Perdarahan pons, menunjukkan perdarahan di pons4. Perdarahan serebelum, menunjukkan perdarhan di serebelum.

2.4 Faktor resiko1. Hipertensi meningkatkan risiko PIS, terutama bagi individu yang tidak taat menggunakan obat antihipertensi pada usia 55 tahun atau lebih muda, atau perokok.2. Pengguna alkohol yang berlebihan juga meningkatkan risiko PIS melalui terganggunya sistem koagulasi dan pengaruh langsung alkohol terhadap integritas pembuluh darah serebral.3. Faktor genetik seperti adanya mutasi pada gen yang memindai (encoding) subunit dari faktor XIII (faktor pembekuan yang terlibat dalam penyusunan formasi cross-linked fibrin).27,28,29 CAA (Cerebral amyloid angiopathy),4. Usia Tua (Catto AJ dkk, 2006)

2.5 PatofisiologiPIS umumnya dijumpai pada lobus serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak (predominan pada pons), dan serebellum. Adanya perluasan perdarahan kedalam ventrikel dijumpai pada hematom berukuran besar (Morris JH, 2007).Perdarahan intraparenkimal ditimbulkan oleh adanya ruptur dari arteri perforantes yang berkaliber kecil (small penetrating arteries) yang berasal dari arteri basilaris, arteri serebri anterior, media, atau posterior. Adanya perubahan degeneratif dari dinding pembuluh darah tersebut yang ditimbulkan oleh hipertensi kronis mengakibatkan menurunnya kelenturan (compliance) serta meningkatkan kemungkinan terjadinya ruptur spontan. Pada tahun 1868, Charcot dan Bouchard menyatakan terjadinya perdarahan diakibatkan oleh ruptur di tempat-tempat adanya dilatasi dari dinding pembuluh darah arteriola berukuran kecil (mikroaneurisma) (Morris JH, 2007).Pembesaran ukuran hematom ini ditimbulkan oleh terjadinya perdarahan yang terus-menerus dari sumber pertama perdarahan serta akibat dari terjadinya robekan mekanik (mechanical disruption) pada pembuluh darah disekitarnya. Disamping itu pembesaran hematom juga dapat ditimbulkan oleh adanya hipertensi akut, defisit koagulasi lokal, atau keduanya (Takebayashi S dkk, 2008). Kemunculan hematom mengawali terjadinya edema dan kerusakan neuronal pada parenkim disekitarnya. Cairan transudat dengan segera mengumpul pada regio disekitar hematom, dan edema umumnya menetap sampai lima hari, meskipun ada pengamatan lain yang menunjukkan edema dapat berlangsung sampai dua minggu setelah onset stroke. Edema dini yang terjadi disekitar hematom disebabkan oleh adanya pelepasan dan akumulasi protein serum yang memiliki kekuatan osmotik (osmotically active serum proteins) yang berasal dari bekuan darah. Selanjutnya, secara berturutan, terjadilah edema vasogenik dan edema sitotoksik oleh karena rusaknya sawar darah otak (blood brain barrier), kegagalan sodium pump, dan berakhir dengan kematian neuron. (Catto AJ dkk, 2006)

2.6 Gambaran KlinisStatus Neurologis di Awal Serangan Penderita dengan hematom berukuran besar umumnya mengalami penurunan tingkat kesadaran sebagai akibat dari meningkatnya tekanan intrakranial dan adanya kompresi langsung atau distorsi terhadap thalamic dan brain-stem reticular activating system. Penderita dengan PIS supratentorial yang mengenai putamen, nukleus kaudatus, dan thalamus akan mengalami defisit sensori-motorik kontralateral dengan tingkat keparahan yang bervariasi sebagai akibat dari terlibatnya kapsula interna. Abnormalitas yang menandakan adanya disfungsi kortikal luhur seperti afasia, neglect, gaze deviation, dan hemianopia, dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya serabut penghubung (connecting fibers) yang berada pada wilayah subkortikal dari substansia alba serta terjadinya functional suppression terhadap lapisan korteks diatasnya yang dikenal sebagai diaschisis (Teasdale,2009).Pada penderita dengan PIS infratentorial sering di temukan tanda disfungsi batang otak yang meliputi diskonjugat (abnormalities of gaze), abnormalitas nervus kranialis, dan defisit motorik kontralateral. Pada PIS yang mengenai serebellum, gambaran klinis yang menonjol adalah ataksia, nistagmus, dan dismetria. Gejala nonspesifik yang umum meliputi nyeri kepala dan muntah sebagai akibat dari meningkatnya tekanan intrakranial, dan meningismus sebagai akibat dari adanya darah intraventrikular (Teasdale, 2009)

2.7 Diagnosis Meskipun karakteristik rapid onset dari defisit neurologis yang muncul dan adanya penurunan tingkat kesadaran mengarahkan diagnosis PIS, namun membedakan secara tegak antara infark serebral dan PIS memerlukan pemeriksaan pencitraan otak. Pada pemeriksaan CT scan permulaan, yang penting diamati meliputi lokasi dan ukuran hematom, ada-tidaknya darah intraventrikular, dan gambaran hidrosefalus. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan angiografi konvensional untuk menemukan penyebab sekunder dari PIS, seperti aneurisma, malformasi arteriovenosa (AVM), dan vaskulitis. Zhu et al. melaporkan dijumpainya abnormalitas pada angiografi sebanyak 49% dari penderita dengan perdarahan lobar (lobar hemorrhage) dan 65% dari penderita dengan perdarahan intraventrikular. Peneliti ini juga melaporkan bahwa 48% dari penderita yang normotensif dan berumur 45 tahun atau lebih muda memperlihatkan adanya abnormalitas pada angiografi, sedangkan penderita yang hipertensif dan berumur lebih tua dari 45 tahun tidak memperlihatkan adanya latarbelakang abnormalitas vaskular (Jennet, 2007)Berdasarkan pembuktian tersebut, maka penderita dengan perdarahan lobar atau perdarahan intraventrikular primer perlu menjalani angiografi tanpa memandang umur atau ada-tidaknya riwayat hipertensi. Sedangkan penderita dengan perdarahan putaminal, thalamik, atau serebellar perlu menjalani angiografi konvensional apabila dijumpai normotensif dan berumur 45 tahun atau lebih muda. Guidelines yang dikeluarkan oleh American Heart Association merekomendasikan pemeriksaan angiografi bagi semua penderita dengan kausa perdarahan yang tidak jelas yang akan menjalani tindakan pembedahan, terutama penderita usia muda dengan tanpa hipertensi yang memiliki kondisi klinis stabil. Waktu pengerjaan angiografi konvensional tergantung dari kondisi klinis penderita dan urgensi dari tindakan pembedahan. MRI (magnetic resonance imaging) menggunakan media kontras gadolinium dan MRA (magnetic resonance angiography) juga dapat dipergunakan untuk menemukan kausa sekunder dari PIS, meskipun sensitifitasnya belum diuji dengan baik. Penderita yang pada pemeriksaan permulaan menunjukkan hasil negatif namun secara klinis memiliki kemungkinan tinggi untuk mengalami PIS sekunder, maka angiografi perlu diulang dua atau empat minggu kemudian setelah hematom mengalami resolusi, sehingga anomali vaskular dapat terlihat (Jennet, 2007).

2.8 Penatalaksanaan1. Pengaturan Tekanan DarahHipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak. Tekanan darah sistolik 160 mmHg tampak berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan (Herbstein, 2009).a. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitorsb. Angiotensin Receptor Blockersc. Calcium Channel Blockers2. Medikamentosa untuk Mencegah Pembesaran Volume HematomaPenambahan volume hematoma ini terjadi pada jam-jam pertama dari onset dan selalu berhubungan dengan outcome yang lebih buruk. Diberikan Activated Factor VIIa dengan dosis 80-160 g/kg diberikan dalam waktu 3-4 jam setelah onset. Obat ini efektif dalam membatasi perdarahan pasca operasi dan perdarahan koagulopatik. Pemberian obat ini secara statistik bermakna menurunkan mortalitas dan morbiditas (Kaneko, 2008).3. Continuous Ventricular DrainageContinuous ventricular drainage sendiri bukanlah suatu tindakan pengobatan terhadap PIS ; biasanya dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus sekunder dan menurunkan tekanan intrakranial. Drainase dilakukan pada ventrikel yang tidak mengandung gumpalan darah. Pada saat ini telah ada percobaan memasukkan tPA atau urokinase kedalam ventrikel dan di aspirasi dalam interval waktu tertentu dan menunjukkan hasil yang lebih baik daripada hanya drainase (Leyendijk, 2006).4. KraniotomiJarak terdekat antara hematoma dan permukaan korteks biasanya merupakan pedoman yang baik untuk menentukan tempat kraniotomi. Insisi diatas korteks motorik hendaknya dicegah. Untuk suatu hematoma yang berada di dekat korteks motorik hendaknya mempertimbangkan approach dari anterior frontal , temporal atau parietal. Kaneko dan kawan-kawan menggunakan teknik bedah mikro untuk mengeluarkan hematoma didaerah insula. Mereka membuat insisi kecil di girus temporalis anterior superior lalu menampakkan insula. Suzuki dan Takaku menggunakan teknik bedah mikro melalui insisi transtemporal / transsylvian untuk meng approach hematoma di daerah putamen. Kriteria keberhasilan didasarkan atas usia,volume hematoma dan skor Skala Koma Glasgow. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok operatif dan nonoperatif didalam outcome dan mortalitas (Kaneko, 2006)

BAB IIILAPORAN KASUS3.1. Identitas PenderitaNama : Ny. SUsia : 60 tahun.Jenis kelamin : PerempuanAlamat : Semarang3.2. Anamnesa (Aloanamnesa)Seorang pasien perempuan dengan usia 60 tahun datang ke poli saraf dengan keluhan badan bagian kanan tidak bisa digerakkan secara mendadak. Hal ini terjadi sekitar 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh tidak bisa berbicara dengan baik saat ini. Sebelumnya tidak pernah menderita hal seperti ini. Diketahui memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Pada keluarga tidak ada yang menderita hal yang sama 3.3. DiagnosisStroke Hemoragik

3.4. Pemeriksaan Penunjang3.4.1. Pemeriksaan CT Scan3.4.1.1. gambaran CT Scan

3.5. Pembacaan hasil CT Scan Cerebri Tampaklesihiperdenspadanukleuslentiformiskiri, krus posterior kapsulainterna, kapsulaeksternakiri, koronaradiatakiri ( volume 41,50 cc) denganperifokaledem Tampaklesihipodenskecilbatastaktegaspada pons paramediankiri Sulkuscorticalisregio temporal kiridanfissurasylviikirisempit Cysternataktampakkelainan Ventrikel lateral III dan IV Normal TampakDeviasigaristengahringankekanan Serebelumtaktampakkelainan

Kesan Perdarahanpadanukleuslentiformiskiri, krus posterior kapsulainterna, kapsulaeksternakiri, koronaradiatakiri ( volume 41,50 cc) denganperifokaledem InfarkLakunarpada pons paramediankiri Taktampaktandatandapeningkatan intra kranialsaatini

BAB IVPEMBAHASANPada laporan kasus diatas didapatkan data bahwa Seorang pasien perempuan dengan usia 60 tahun datang ke poli saraf dengan keluhan badan bagian kanan tidak bisa digerakkan secara mendadak. Hal ini terjadi sekitar 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh tidak bisa berbicara dengan baik saat ini. Sebelumnya tidak pernah menderita hal seperti ini. Diketahui memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Pada keluarga tidak ada yang menderita hal yang sama. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kelemahan anggota gerak kanan. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil laboratorium darah ditemukan adanya hiperlipidemia dan dislipidemi. Hasil ini memperkuat adanya kemungkinan terjadi perdarahan pada cerebral sinistra yang menyebabkan kelemahan anggota gerak kanan secara mendadak. Pada pemeriksaan radiologi pada foto CT scan didapatkan kesan lesi hiperdens pada nucleus lentiformis kiri, krus posterior kapsula interna kiri, kapsula eksterna kiri, korona radiate kiri dengan perifokal edem. Dan infark lakuner pada pons paramedian kiri. Hasil data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, maka didapatkan diagnosis sementara Intra Cerebral Hemorragie.Keluhan kelemahan pada anggota gerak kanan. Dalam teori ini disebutkan bahwa gejala Perdarahan intraparenkimal ditimbulkan oleh adanya ruptur dari arteri perforantes yang berkaliber kecil (small penetrating arteries) yang berasal dari arteri basilaris, arteri serebri anterior, media, atau posterior. Adanya perubahan degeneratif dari dinding pembuluh darah tersebut yang ditimbulkan oleh hipertensi kronis mengakibatkan menurunnya kelenturan (compliance) serta meningkatkan kemungkinan terjadinya ruptur spontan. Oleh karena itu maka dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk menentukan letak perdarahan yang menyebabkan terjadinya gejala tersebut. Dari hasil pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan lesi hiperdens pada nucleus lentiformis kiri, krus posterior kapsula interna kiri, kapsula eksterna kiri, korona radiate kiri dengan perifokal edem. Dan infark lakuner pada pons paramedian kiri. Perdarahan di cerebral sinistra tersebut mengakibat kan terjadinya hemiparesis dextra.BAB VKESIMPULANHasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien didiagnosa Intra Cerebral hemmoragie. Adanya lesi hiperdens pada nucleus lentiformis kiri, krus posterior kapsula interna kiri, kapsula eksterna kiri, korona radiate kiri dengan perifokal edem. Dan infark lakuner pada pons paramedian kiri.

DAFTAR PUSTAKA

Hemphill JC. Hospital usage on DoNo Resucitate Orders and outcome after intracerebral hemorrhage.Stroke 2007; 35: 1130 4

Ariesen MJ. Risk factors for intraberebral hemorrhage in general population: A systemic review.Stroke2009;34: 2060 5

OhwakiK,etal.BloodPressure management inacuteintracerebral hemorrhage: Relationship between elevated blood pressure and hematoma enlargement .Stroke 2009; 35: 1364 7

Foulkes MA, Wolf PA, Price TR, Mohr JP, Hier DB. The Stroke Data Bank: design, methods, and baseline characteristics. Stroke 2009;19:547-554

Catto AJ, Kohler HP, Bannan S, Stickland M, Carter A, Grant PJ. Factor XIII Val 34 Leu: a novel association with primary intracerebral hemorrhage. Stroke 2006;29:813-816

Morris JH. The nervous system: In: Cotran RS, Kumar V, Robbin SL, eds. Pathologic basis of disease. 3rd ed. Philadelphia: W.B. Saunders, 2007:1385-450.

Takebayashi S, Kaneko M. Electron microscopic studies of ruptured arteries in hypertensive intracerebral hemorrhage. Stroke 2008;14:28-36

Kaneko, K.T, Yokoyama, T.E. surgical treatment for hypertensive intracerebral hemorrhage in Japan . Neurosurgery 2008;46:579 83

Herbstein DS, Scaumburg HH.Hypertensive Intracerebral Hematoma.Arch Neurol 2009; 30:412-414.

Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In: Vinken FG, Bruyn GW, editors. Handbook of Clinical Neurology.NewYork : Elsevier ; 2006; 660-719

Jennet Bryan: 2007; Outcome after severe head injury, Peter Reilly, Ross Bullock (ed)head injury, London, UK, Chapman and Hall.

Teasdale G.M ,Galbrath S.2009, head injuries, Rob & Smith's (ed) Operative surgery,London.

12