Malaria Cerebral

49
BAB I PENDAHULUAN Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, yang disebabkan oleh infeksi protozoa genus plasmodium. World Health Organization (WHO), memperkirakan terdapat 300-500 juta orang terinfeksi malaria tiap tahunnya, dengan angka kematian berkisar 1,5 juta sampai 2,7 juta pertahun. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan dilebih dari 90 negara, dan mengenai hampir 40 % populasi dunia. Lebih dari 90 % kasus malaria terjadi di sub-Sahara Afrika. 1 Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian tiap tahunnya. Diperkiraan 35 % penduduk Indonesia tinggal didaerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293 kabupaten / kota, 167 diantaranya merupakan daerah endemis. Daerah dengan kasus malaria tertinggi adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Sulawesi Tenggara. 1 Malaria pada manusia disebabkan oleh 4 spesies dari genus Plasmodium, yaitu P vivax, P ovale, P malariae dan P falciparum, tetapi hanya spesies terahir yang menyebabkan malaria serebral. Plasmodium falsiparum sering dapat menyebabkan malaria berat. Plasmodium ini membunuh > 1 juta orang tiap tahunnya. 2 Malaria dengan komplikasi digolongkan sebagai malaria berat, yaitu menurut definisi WHO tahun 2006, merupakan infeksi Plasmodium falsiparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria cerebral, anemia berat, 1

description

:)

Transcript of Malaria Cerebral

Page 1: Malaria Cerebral

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, yang disebabkan oleh infeksi

protozoa genus plasmodium. World Health Organization (WHO), memperkirakan terdapat

300-500 juta orang terinfeksi malaria tiap tahunnya, dengan angka kematian berkisar 1,5 juta

sampai 2,7 juta pertahun. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan dilebih dari 90 negara, dan

mengenai hampir 40 % populasi dunia. Lebih dari 90 % kasus malaria terjadi di sub-Sahara

Afrika.1

Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15

juta kasus malaria dengan 38.000 kematian tiap tahunnya. Diperkiraan 35 % penduduk

Indonesia tinggal didaerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293 kabupaten / kota, 167

diantaranya merupakan daerah endemis. Daerah dengan kasus malaria tertinggi adalah Papua,

Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Sulawesi Tenggara.1

Malaria pada manusia disebabkan oleh 4 spesies dari genus Plasmodium, yaitu P

vivax, P ovale, P malariae dan P falciparum, tetapi hanya spesies terahir yang menyebabkan

malaria serebral. Plasmodium falsiparum sering dapat menyebabkan malaria berat.

Plasmodium ini membunuh > 1 juta orang tiap tahunnya.2

Malaria dengan komplikasi digolongkan sebagai malaria berat, yaitu menurut definisi

WHO tahun 2006, merupakan infeksi Plasmodium falsiparum stadium aseksual dengan satu

atau lebih komplikasi berupa : malaria cerebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru,

hipoglikemi, syok, perdarahan, kejang, asidosis dan makroskopis hemoglobinuria.3

Malaria serebral mungkin adalah penyebab paling umum dari koma di daerah tropis di

dunia. Dari 400 orang yang tekena gigitan nyamuk malaria, hanya 200 orang akan terinfeksi

oleh plasmodium, setengahnya (100 orang) akan memberikan gejala malaria klinis, dan hanya

2% akan menjadi malaria berat. Studi terhadap populasi di Indonesia menunjukkan bahwa

risiko terkena malaria komplikasi setiap tahunnya 1,34 kali pada orang dewasa (>15 tahun)

dan 0,25 kali pada anak-anak (<10 tahun ).

1

Page 2: Malaria Cerebral

BAB II

2.1 Anatomi dan Fungsi Otak 10

 

Otak mengendalikan semua fungsi tubuh Anda. Otak merupakan pusat dari

keseluruhan tubuh . Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang

kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental

bisa ikut terganggu.

 

  Gambar. 1

 

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Cerebrum (Otak Besar)

2. Cerebellum (Otak Kecil)

3. Brainstem (Batang Otak)

4. Limbic System (Sistem Limbik)

 

1. Cerebrum (Otak Besar)

  Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama

Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang

membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan

berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.

Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

2

Page 3: Malaria Cerebral

 

Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus

yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus.

Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus

Occipital dan Lobus Temporal.

Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar.

Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,

kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol

perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti

tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan

pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan

visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek

yang ditangkap oleh retina mata.

Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang

punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

 

  Gambar 2

3

Page 4: Malaria Cerebral

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan,

yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.  Secara umum, belahan otak kanan

mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.

 

2. Cerebellum (Otak Kecil)

  Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung

leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:

mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan

tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang

dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan

mengunci pintu dan sebagainya.

  Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan

koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak

mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.

 

 

3. Brainstem (Batang Otak)

  Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian

dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak

ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu

tubuh serta mengatur proses pencernaan.

 

Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari

batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi

dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,

mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan

menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi

otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

4

Page 5: Malaria Cerebral

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama

dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

 

4. Limbic System (Sistem Limbik)

 

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang

otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti

kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia

sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik

antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik

berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa

haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka

panjang.

 Perbedaan Fungsi Otak Kanan & Otak Kiri

Gambar 4

Perbedaan dua fungsi otak sebelah kiri dan kanan akan membentuk sifat, karakteristik

dan kemampuan yang berbeda pada seseorang. Perbedaan teori fungsi otak kiri dan otak

5

Gambar 3

Page 6: Malaria Cerebral

kanan ini telah populer sejak tahun 1960an, dari hasil penelitian Roger Sperry.Otak besar

atau cerebrum yang merupakan bagian terbesar dari otak manusia adalah bagian yang

memproses semua kegiatan intelektual, seperti kemampuan berpikir, menalarkan, mengingat,

membayangkan, serta merencanakan masa depan.

Otak besar dibagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan, atau yang lebih dikenal

dengan Otak Kiri dan Otak Kanan. Masing-masing belahan mempunyai fungsi yang berbeda.

Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio, kemampuan

menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika. Beberapa pakar menyebutkan

bahwa otak kiri merupakan pusat Intelligence Quotient (IQ). Sementara itu otak kanan

berfungsi dalam perkembangan Emotional Quotient (EQ). Misalnya sosialisasi, komunikasi,

interaksi dengan manusia lain serta pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak

kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti

menyanyi, menari, melukis dan segala jenis kegiatan kreatif lainnya.

2.2 MALARIA

2.2.1 Definisi

Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk

Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di wilayah tropik, misalnya di

Amerika, Asia dan Afrika. Gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia,

pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa

organ misalnya otak, hati dan ginjal.5

2.2.2 Etiologi

Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Secara

parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang berbeda bentuk

demamnya, yaitu :

1) Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria tertiana disebabkan serangan

demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.

6

Page 7: Malaria Cerebral

2) Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal juga sebagai Malaria Quartana karena

serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.

3) Plasmodium ovale, secara klinis dikenal juga sebagai Malaria Ovale dengan pola

demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali.

4) Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau Malaria

tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3 hari sekali

dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis plasmodium lainnya.

Gambar 5. Mikroskopik Plasmodium sp.

Secara epidemiologi, spesies yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah plasmodium

falsiparum dan vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, plasmodium

ovale pernah ditemukan di irian jaya dan NTT.

Gambar 6. Distribusi geografik malaria di seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan

angka kejadian yang tinggi

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua

cara yaitu :

7

Page 8: Malaria Cerebral

a. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit

malaria.

b. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,

misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui

plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).5

2.2.3 Patofisiologi

Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal- hal

sebagai berikut :

1. Penghancuran Eritrosit.

Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena fagositosis yang tidak hanya pada

eritrosit yang mengandung parasit tapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit

sehingga menimbulkan anemia dan anoksia jaringan. Pada hemolisis intravaskuler yang berat

dapat terjadi hemoglobinuria (black water fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal

2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag.

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang

sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari

saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor

(TNF). TNF adalah suatu monokin yang ditemukan dalam peredaran darah manusia dan

hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lainnya menimbulkan demam,

hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa.

3. Sekuetrasi eritrosit

Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P.falciparum dapat membentuk

tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan

bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang

mengandung P.falciparum terhadap endotelium kapiler darah alat dalam, sehingga

skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada

endotelium dan membentuk gumpalan yang membendung kapiler yang bocor dan

menimbulkan anoksia dan edema jaringan.5

8

Page 9: Malaria Cerebral

Gambar 7. Siklus infeksi malaria pada manusia dan nyamuk

2.2.4 Gejala Klinis

Gejala klinis mulai tampak setelah 1 hingga 4 minggu setelah infeksi dan umumnya

mencakup demam dan menggigil. Hampir seluruh pasien dengan malaria akut memiliki

episode demam, sesuai dengan tipikal demam masing-masing plasmodium. Menggigil dapat

terjadi secara tidak teratur, terutama pada infeksi Plasmodium falciparum. Gejala lainnya

yaitu sakit kepala, keringat yang meningkat, nyeri punggung, nyeri otot, diare, nausea,

vomiting, dan batuk.

Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinis tersebut antara lain:5

1) Status kekebalan yang biasanya berhubungan dengan tingkat endemisitas tempat

tinggalnya.

2) Beratnya infeksi (kepadatan parasit).

3) Jenis dan strain Plasmodium (spesies, resisten obat antimalaria).

4) Status gizi.

5) Sudah minum obat antimalaria.

6) Keadaan lain penderita (bayi, hamil, orang tua, menderita sakit lain)

7) Faktor genetik (HbF, defisiensi G6PD, ovalositosis dan lain-lain)

9

Page 10: Malaria Cerebral

Manifestasi umum malaria: 5

1. Masa inkubasi

Biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung pada spesies parasit (terpendek untuk

P.falciparum dan terpanjang untuk P.malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan

sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: kelesuan,

malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, perut tidak

enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering

terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal

tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.

3. Gejala-gejala umum

Gejala klasik yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxysm) secara berurutan:

a. Periode dingin

Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus dirinya

dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar dan gigi-gigi

saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung

antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

b. Periode panas

Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan

tetap tinggi dapat sampai 40°C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi

meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun),

kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin,

dapat sampai 2

jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah

temperatur turun, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan

merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung antara 6-10 jam, lebih sering terjadi pada

infeksi P.vivax. Pada infeksi P.falciparum menggigil dapat berlangsung berat atau pun tidak

10

Page 11: Malaria Cerebral

ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P.falsiparum, 36 jam pada P.vivax dan

ovale, 60 jam pada P.malariae.

2.2.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis malaria antara lain:5

1. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat

penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak

mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative

maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan.

2. Tes Serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect

fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap

malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai

alat diagnostik sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes

serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer >

1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes

serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA

test, radio-immunoassay.

3. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu

dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini

walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai

sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

2.2.6 Malaria Berat

Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi Plasmodium falsiparum aseksual

dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (WHO 2006) 6 :

1. Malaria serebral: koma tidak bisa dibangunkan, derajat penurunan kesadaran dilakukan

penilaian GCS (Glasgow Coma Skale), < 11 , atau lebih dari 30 menit setelah serangan

kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit lain.

11

Page 12: Malaria Cerebral

2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokit < 15%) pada hitung parasit > 10.000/μL, bila

anemianya hipokromik / mikrositik dengan mengenyampingkan adanya anemia

defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainya.

3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/ 24 jam pada orang dewasa atau < 12 ml/kgBB pada

anak setelah dilakukan rehidrasi, dan kreatinin >3 mg%).

4. Edema paru / ARDS (Adult Respitatory Distress Syndrome)

5. Hipoglikemi: gula darah <40 mg%

6.Gagal sirkulasi atau Syok, tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau

perbedaan tamperatur kulit-mukosa >10 C.

7. Perdarahan spontan : dari hidung, gusi, traktus disgestivus atau disertai kelainan

laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2x/24 jam setelah pendinginan pada hipertemia

9. Asidemia (pH <7.25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15 mmol/L)

10. Makroskopik hemoglobinuri (black water fever)oleh karena infeksi pada malaria akut

(bukan karena obat anti malaria pada kekurangan G-6-PD)

11.Diagnosa post- mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh

kapiler pada jaringan otak

Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan

gambaran klinik daerah setempat ialah:6

1. Gangguan kesadaran ringan (GCS <15) di Indonesia sering dalam keadaan delirium dan

somnolen.

2. Kelemahan otot (tak bisa duduk / berjalan) tanpa kelainan neurologik

3. Hiperparasitema >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria

4. Ikterik (bilirubin >3 mg%)

5. Hiperpireksia (temperatul rektal >400 C) pada orang dewasa /anak

2.2.7 PATOGENESIS MALARIA BERAT

Penelitian patogenesis malaria berat berkembang pesat, meskipun demikian penyebab

pasti belum jelas. Titik perhatian dalam patogenesis malaria berat adalah sekuestrasi eritrosit

yang berisi parasit dalam mikrovaskular organ vital. Faktor lain seperti induksi sitokin oleh

toksin parasit dan produksi nitrit oksida diduga mempunyai peranan penting dalam

patogenesis malaria berat6.

12

Page 13: Malaria Cerebral

A. Faktor Parasit

Densitas parasit

Hubungan antara tingkat parasitemia dan mortalitas akibat malaria falsiparum

pertama kali dilaporkan oleh Field dan Niven. Mortalitas meningkat pada parasitemia

100.000/μL. Tingkat parasitemia dapat digunakan untuk menilai beratnya penyakit.

Meskipun demikian, pada daerah endemis malaria, parasitemia yang tinggi sering

ditemukan pada individu yang asimptomatik. Dilain pihak terdapat kasus kematian akibat

malaria dengan tingkat parasitemia yang rendah. Beratnya penyakit lebih ditentukan oleh

jumlah parasit yang bersekuestrasi ke dalam jaringan dari pada jumlah parasit dalam

sirkulasi.

B. Faktor Host

Endemisitas

Pada daerah endemis malaria yang stabil, malaria berat terutama terdapat pada

anak kecil sedangkan orang dewasa umumnya hanya menderita malaria ringan. Di daerah

dengan endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa memandang usia.

Umur

Bayi berusia 3-6 bulan yang lahir dari seorang ibu yang imun, mempunyai

imunitas yang diturunkan, sehingga meskipun terdapat hiperparasitemia dan demam,

tetapi jarang mengalami malaria berat. Primigravida yang tinggal didaerah hipoendemis

lebih rentan terhadap malaria serebral. Keadaan ini diduga disebabkan oleh menurunnya

imunitas dengan mekanisme yang belum diketahui.

Mekanisme Patogenesis

Pada malaria berat berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga

menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan

biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi

mekanisme transpor membran sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi

varian non antigen di permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin

dan NO (Nitrik Oksida).

BAB III

13

Page 14: Malaria Cerebral

MALARIA SEREBRAL

3.1 Definisi

Malaria serebral adalah koma tidak bisa dibangunkan, derajat penurunan kesadaran

dilakukan penilaian GCS (Glasgow Coma Skale) < 11, lebih dari 30 menit setelah serangan

kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit lain. Malaria serebral merupakan suatu

komplikasi berat dari infeksi Plasmodium falciparum yang ditandai demam yang sangat

tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir

pada kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat. Pada malaria

falciparum, 10% kasus akan mengalami komplikasi malaria serebral, dan jumlah ini

memenuhi 80% kematian pada malaria. Malaria serebral merupakan penyebab utama

ensefalopati non-traumatik di dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik terpenting pada

manusia.4,7

3.2 Etiopatogenesis 7

Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak karena

menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. selain itu, beberapa faktor

yang juga mempengaruhi manifestasi neurologi pada malaria, antara lain:

Demam derajat tinggi, akan mengganggu kesadaran, kejang demam (pada anak), dan

psikosis. Manifestasi tersebut akan menurun bila derajat panas diturunkan. Apabila

kesadaran tidak mengalami gangguan setelah serangan kejang atau demam, maka

prognosis penderita umumnya baik

Obat-obat antimalaria, seperti klorokuin, kuinin, meflokuin, dan halofantrin juga

dapat menyebabkan gangguan perilaku, kejang, halusinasi, dan psikosis. Bila tidak

terdapat demam tinggi atau parasitemia yang menyertai manifestasi neurologis, maka

kemungkinan penyebabnya adalah obat antimalaria.

Hipoglikemia, pada infeksi malaria berat , dapat terjadi hipoglikemia. Kejadian

hipoglikemia lebih sering terjadi pada ibu hamil. Perlu adanya pertimbangan

pemberian infus dextrose 25-50% untuk mengatasi hal ini.

Hiponatremia, hampir selalu terjadi pada kasus yang dialami orang tua dan seringkali

akibat muntah berlebih.

Anemia berat dan hipoksemia dapat menyebabkan disfungsi serebral pada pasien

dengan malaria.

14

Page 15: Malaria Cerebral

3.3 Patofosiologi

Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit masih belum

diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya sumbatan mikrosirkulasi

serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme pastinya masih merupakan hipotesis.

Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit manusia, akan

masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati yang matang akan

pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra

eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami perubahan seperti pembentukan knob,

sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting.6

Gambar 8. Lingkaran Hidup Plasmodium Falsiparum

Eritrosit Parasit (EP)

15

Page 16: Malaria Cerebral

EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum dengan kemampuan adhesi

dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan menyebabkan sel ini sulit melewati

kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh terjadinya sitoadherens dan sekuestrasi

Sitoadherens

Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan endotel vaskular.

Sitoaherens merupakan proses spesifik yang hanya terjadi di kapiler dan venula post kapiler.

Penumpukan EP di mikrovaskular menyebabkan gangguan aliran mikrovaskular sehingga

terjadi anoksia/hipoksia jaringan.

Sekuestrasi

Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam mikrovaskular organ vital.

Parasit yang bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa, hepar, otot dan

ginjal. Sekuestrasi menyebabkan ketidak sesuaian antara parasitemia di perifer dan jumlan

total parasit dalam tubuh.

Rosetting

Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang diselubungi oleh sekitar

10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga. Rosetting berperan dalam

terjadinya obstruksi mikrovaskular. Meskipun demikian peranan rosetting dalam patogenesis

malaria berat masih belum jelas.

Sitokin

Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada penderita malaria

terutama malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6, LT dan IL-3 juga meningkat pada

malaria berat. Sitokin-sitokin ini saling berinteraksi dan menghasilkan efek patologi

Meskipun demikian peranan sitokin dalam patogenesis malaria berat masih dalam

perdebatan.

Eritrosit yang terinfeksi P. vivax tidak berikatan dengan endotel, sehingga merupakan

satu alasan mengapa malaria vivax tidak bisa menyebabkan malaria serebral walaupun kadar

TNF-α dalam plasma sangat tinggi. Meskipun demikian, peran TNF-α dalam patogenesis

penyakit malaria lebih bersifat fisiologis dibanding patologis. Jika dicapai kadar optimal dari

TNF-α akan memberikan proteksi, tetapi jika kadarnya terlalu tinggi akan menimbulkan

reaksi patologis.

3.4 Diagnosis Klinis

16

Page 17: Malaria Cerebral

Diagnosis malaria secara umum ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang berupa test mikroskopis

darah berdasarkan tebal dan tipisnya darah menggunakan Giemsa atau Wright, dengan tes

immunochromatographic yang cepat, atau dengan PCR. Tes serologis tidak digunakan,

sebagai antibodi hanya bisa dideteksi hari ke 8-10 setelah onset, dan hasilnya tisak bisa

dibedakan apakah ini infeksi lama atau baru. Kematian merupakan kemunkgkinan terbesar

jika diagnosis dan terapi terlambat. 4

1. Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,

muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

Riwayat mendapat transfusi darah.

2. Pemeriksaaan Fisik:

Demam (Suhu ≥ 37,5°C).

Konjunctiva atau telapak tangan pucat.

Pembesaran limpa (splenomegali).

Pembesaran hati (hepatomegali).

Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:

Temperatur rektal ≥ 40°C.

Nadi cepat dan lemah/kecil.

Tekanan darah sistolik <70mmHg.

Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per menit pada

balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.

Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.

Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,

produksi air seni berkurang.

Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat.

17

Page 18: Malaria Cerebral

Terlihat mata kuning atau ikterik.

Adanya ronkhi pada kedua paru.

Pembesaran limpa dan atau hepar.

Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.

Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.

Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat ditemukan:9

1. Ensefalopati difus simetris

2. Kejang umum atau fokal

3. Tonus otot dapat meningkat atau turun

4. Refleks tendon bervariasi

5. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi

6. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)

7. Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul

8. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity

9. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada

10. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi spasme

sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem kadang terlihat.

11. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi Kernigs dan photofobia jarang ada. Untuk itu

adanya meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)

12. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik ringan

Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun hanya terdapat 3

gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu: 9

1. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik

2. Kejang umum dan sekuel neurologik

3. Koma menetap selama 24 – 72 jam, mula-mula dapat dibangunkan, kemudian tak dapat

dibangunkan.

Kriteria diagnosis lainnnya, yaitu menurut Lubis dkk (2005) dalam dexamedia 2005,

yaitu harus memenuhi lima kriteria berikut:8

1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah malaria.

2. Demam atau riwayat demam yang tinggi.

3. Ditemukan parasit malaria falsiparum dalam sediaan darah tipis/tebal.

18

Page 19: Malaria Cerebral

4. Adanya manifestasi serebral berupa kesadaran menurun dengan atau tanpa gejala-gejala

neurologis yang lain, sedangkan kemungkinan penyebab yang lain telah disingkirkan.

5. Kelainan cairan serebro spinal yang berupa Nonne positif, Pandi positif lemah,

hipoglikemi ringan.

3.5 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan dengan mikroskop

Sebagai gold standar pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita adalah

mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi4. Pemeriksaan darah tebal dan

tipis untuk menentukan:

Ada/tidaknya parasit malaria.

Spesies dan stadium Plasmodium

Kepadatan parasit

- Semi kuantitatif:

(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

- Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau

sediaan darah tipis.

Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan

menggunakan metoda immunokromatografi, dalam bentuk dipstik.

Tes serologi

19

Page 20: Malaria Cerebral

Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada

keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik

sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama

untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer >1:200 dianggap sebagai

infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif

Tabel. 1. 3

Indikasi Laboratorium dalam malaria serebral

Indicator Nilai

Hematologi

Leukositosis > 12.000/µl

Anemia ringan PCV <15%

Koagulopati Trombosit <50.000/µl

Perpanjangan PT > 3 detik

Prolonged partial thromboplastin time

Fibrinogen < 200 mg/dl

Blood Film

Hiperparasitemia > 500.000/µl

>20% dari parasit mengandung pigmen trophozoit dan skizon

>5% neutrofil termasuk yang visible pigment

Biokimia

Hipoglikemia <2,2 mmol/l

Hiperlaktatemia >5 mmol/l

Asidosis pH Arteri <7,3, serum HCO3 < 15 mmol/l

Serum kreatinin > 265 µmol/l*

Total bilirubin > 50 µmol/l

Enzim liver sGOT ( AST ) x 3 upper limit of normal

Enzim Otot sGPT ( ALT ) x 3 upper limit of normal

Asam urat > 600 µmol/l µl

5-Nucleotidase ↑

CPK ↑

Myoglobin ↑

20

Page 21: Malaria Cerebral

CPK, kreatinin phosphokinase; PCV, Packed Cell Volume; sGOT (AST), Serum Glutamic

Oxaloacetic Transferase ( aspartate aminotransferase); sGPT (ALT), serum glutamic pyruvic

transaminase (alanine aminotransferase).

*Merupakan kriteria untuk orang dewasa. Sedikit peningkatan nilai ditemukan pada beberapa

anak dengan malaria

3.6 Diagnosis banding 4

- Influenza

- Infeksi saluran kemih

- Demam typhoid

- Hepatitis

- Demam Dengue

- Leptospirosis

3.7 Penatalaksanaan

Manajemen terapi atau penanggulangan malaria serebral meliputi: 7

1. Penanganan Umum

a. Penderita harus dirawat di ruang perawatan intensif (ICU).

Tindakan perawatan intensif (ICU) yaitu :

1. Pertahankan fungsi vital : kesadaran, temperatur, nadi, tensi, dan respirasi kebutuhan

oksigen.

2. Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur.

3. Hati-hati komplikasi : kateterisasi, defekasi, edema paru karena overhidrasi

4. Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan.

5. Monitoring : ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot.

6. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi Tredenlenburg’s perhatikan warna

dan temperatur kulit.

7. Cegah hiperpireksi dengan antipiretik

8. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa.

9. Diet : porsi kecil & sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam

10. Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan

b. Untuk di daerah endemis, terapi diberikan sesegera mungkin, kadang – kadang sebelum

konfirmasi parasitologik

21

Page 22: Malaria Cerebral

2. Pengobatan Malaria

Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksin-

pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin merupakan obat antimalaria

standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa

komplikasi dalam program pemberantasan malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk

pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti

malaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu

kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.

Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan

radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa

atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.7

Karena meningkatnya resistensi klorokuin, maka WHO tahun 2006 merekomendasikan

pengobatan malaria dengan menggunakan obat ACT (Artemisin base Combination Therapy)

sebagai lini pertama pengobatan malaria, baik malaria tanpa komplikasi atau malaria berat.

Gambar 9. Wilayah dengan resistensi klorokuin

A. Derivat Artemisinin

Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat, mengingat keberhasilan

selama ini dan mulai didapatkannya kasus malaria falsiparum yang resisten terhadap

klorokuin Golongan artemisin yang dipakai untuk pengobatan malaria berat.

Derivat Artemisinin

22

Page 23: Malaria Cerebral

Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, selanjutnya 1,2 mg/kg setelah 12 jam,

kemudian 1,2 mg/kg/hari selama 6 hari, jika pasien dapat makan, obat

dapat diberikan oral

Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I selanjutnya 1,6 mg/kg/hari

(biasanya diberikan 160 mg dilanjutkan dengan 80 mg) sampai pasien

dapat makan, obat dapat diberikan oral dengan kombinasi Artesunat dan

Amodiaquin selama 3 hari.

Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3 hari.

KINA

Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg BB diencerkan dalam 10 ml/kg BB

(2mg/ml) dektrose 5% atau dalam infuse dektrose dalam 4 jam.

Dosis Maintenen: Kina dihidrokhlorida 10 mg /kgBB diencerkan dalam 10 ml/kg BB

(1mg/ml ) dektrose 5 % ,pada orang dewasa dosis dapat diulang tiap 8

jam dan pada anak tiap 2 jam, diulang tiap 12 jam, sampai pasien

dapat makan.

Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7 hari

Suatu penelitian besar di Asia tahun 2007 yang membandingkan terapi Artesunate

intravena dengan kina pada 1461 pasien malaria berat dimana Artesunate lebih bermanfaat

menurunkan angka kematian, dimana dengan terapi Artensunate angka kematian 15 %

dibanding dengan kinin angka kematian 22 %, disamping efek samping Artesunate lebih

rngan dari kina seperti hipoglikemia.14

Suatu penelitian Sequamat di Bangladesh, Myanmar, Indonesia, India mendapatkan

penurunan angka kematian 34,7 % dengan menggunakan Artesunate dibandingkan dengan

terapi Kina intra vena

B. Kina (kina HCI/dihidro-klorida/kinin Antipirin)

Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium

dan efektif sebagai schizontocidal maupun gametocidal. Dipilih sebagai obat utama untuk

malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P. falciparum yang resisten terhadap

klorokuin, dapat diberikan dengan cepat dan cukup aman.

23

Page 24: Malaria Cerebral

1. Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina atau

meflokuin 24 jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan

pemanjangan QT interval / aritmia.

2. Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak memungkinkan.

Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2 tempat suntikan, kemudian

diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam sampai penderita dapat minum per oral.

3. Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya perlu diperiksa

gula darah 8-12 jam

4. Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi wanita hamil.

5. Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi

hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya

C. Kinidin

Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman dan efektif. Dosis

loading 15mg basa/kg BB dalam 250 cc cairan isotonik diberikan dalam 4 jam, diteruskan

dengan 7,5mg basa/kg BB dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan per oral setelah sadar, kinidin

efektif bila sudah terjadi resistensi terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung

dibandingkan kina.

D. Klorokuin

Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum.

Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan. Dosis

loading : klorokuin 10 mg basa/Kg BB dalam 500 ml cairan isotonis dalam 8 jam diulang 3 x.

Bila cara per infus tidak memungkinkan dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan

cara 3,5mg/KgBB klorokuin basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam.

E. Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)

- Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin

- Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetami

F. Exchange transfusion (transfusi ganti)

Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemi dari 43% menjadi 1%.

Penelitian MILLER melaporakan kegunaan terapi untuk menurunkan parasitemia pada

24

Page 25: Malaria Cerebral

malaria berat. Tindakan ini berguna mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan

toksin parasit, serta memperbaiki anemia.

Indikasi Tranfusi tukar (Rekomendasi CDC) :

1. Parasitemia >30 % tanpa komplikasi berat

2. Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat

3. Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan.

Komplikasi tranfusi tukar :

1. Overload cairan.

2. Demam, reaksi alergi

3. Kelainan metabolic (hipokalsemia)

4. Penyebaran infeksi.

a. Pengobatan malaria falciparum5 ( Departemen Kesehatan Republik Indonesia )

Lini pertama: Artesunat+Amodiakuin+Primakuin

dosis artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis tunggal),

primakuin= 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).

Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita,

pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis makasimal penderita

dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing-masing 4 tablet, 3 tablet

untuk primakuin.

25

Page 26: Malaria Cerebral

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur 5.

Hari Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1

bln

2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th

I

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3

II

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

III

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria falciparum.

Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual,

sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang berada di dalam darah.

Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini pertama tidak

efektif.

Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin

Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr (dewasa,

2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5

mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).

26

Page 27: Malaria Cerebral

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan

penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.

Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum

Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th ≥ 15 th

I

Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3

Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***

Primakuin - ¾ 1½ 2 2-2

II-VII

Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3

Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***

* : dosis diberikan per kgBB

** : 2x50 mg doksisiklin

*** : 2x100 mg doksisiklin

d. Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila

terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang

bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis,

peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan

bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal

protection seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.3,7

Obat yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah Klorokuin, banyak

digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil

maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini aman digunakan untuk jangka waktu

2-3 tahun. Efek samping berupa gangguan GI Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan

diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan.

27

Page 28: Malaria Cerebral

Pencegahan pada anak, OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin.

Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya

dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi.

Pencegahan perorangan dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan pencegahan

terhadap penyakit malaria. Obat yang dipakai : Klorokuin. Cara pengobatannya:

Bagi pendatang sementara :7

Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria, selamberada di

daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah

malaria.

Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap :

Pemakaian klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat

dilakukan tanpa efek samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau

selama musim penularan, obat diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali

seminggu dianjurkan hanya untuk 3 - 6 bulan saja. Dosis pengobatan pencegahan:

Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.

Bagi wanita hamil :

WHO merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan (dosis

terapeutik) anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik malaria pada

kunjungan kehamilan yang pertama, kemudian diikuti kemoprofilaksis teratur. Saat

ini kebijakan pengobatan malaria di Indonesia menghendaki hanya memakai

klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan. Ibu hamil dengan status non-imun

sebaiknya menghindari daerah endemis malaria. Profilaksis mulai diberikan 1 sampai

2 minggu sebelum mengunjungi daerah endemis, dengan klorokuin (300 mg basa)

diberikan seminggu sekali dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah kembali ke

daerah non endemis. Beberapa studi memperlihatkan bahwa kemoprofilaksis

menurunkan anemia maternal dan meningkatkan berat badan bayi yang dilahirkan

Namun sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum

terhadap klorokuin, tahun 2006, WHO menetapkan bahwa doksisiklin menjadi

pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih

dari 4-6 minggu.

28

Page 29: Malaria Cerebral

Efek Merugikan dari Obat Anti-Malaria

- Kina dan kinidin biasanya menyebabkan hipoglikemia, dan sejumlah efek samping

minor, terlihat pada pemulihan kesadaran, yang meliputi tinitus, mual, dysphoria dan

kehilangan pendengaran pada nada tinggi.

- Kuinidin biasanya menyebabkan perpanjangan pada interval QT dan hipotensi. Cairan

infus harus diperlambat jika tekanan darah menurun, konsentrasi plasma melebihi 7

mg/ml atau interval QT meningkat lebih dari 25 %.

- Derivat Artemisinin ( Artemeter dan Artesunat ) tidak memiliki efek samping yang

serius.

Pengobatan lainnya

A. Pengobatan Pada Gagal Ginjal Akut

1. Cairan

Bila terjadi oliguri infus N.Salin untuk rehidrasi sesuai perhitungan kebutuhan cairan,

kalau produksi urin < 400 ml/24 jam, diberikan furosemid 40-80 mg. bila tak ada produksi

urin (gagal ginjal) maka kebutuhan cairan dihitung dari jumlah urin +500 ml cairan/24 jam

2. Protein

Kebutuhan protein dibatasi 20gram/hari (bila kreatinin meningkat) dan kebutuhan kalori

diberikan dengan diet karbohidrat 200 gram/hari

3. Diuretika

Setelah rehidrasi bila tak ada produksi urin, diberikan furosemid 40 mg. setelah 2-3 jam

tak ada urin (kurang dari 60cc/jam) diberikan furosemid lagi 80 mg, ditunggu 3-4 jam, dan

bila perlu furosemid 100-250 mg dapat diberikan i.v pelan.

B.Hipoglikemia

Periksa kadar gula darah secara cepat pada setiap penderita malaria berat. Bila kadar gula

darah kurang dari 40mg% maka :

1. Beri 50ml dekstrose 40% i.v dianjutkan dengan

2. Glukosa 10% per infus 4-6 jam

3. Monitor gula darah tiap 4-6 jam

4. Bila perlu obat yang menekankan produksi insulin seperti, glukagon atau

somatostatin analog 50 mg subkutan.

29

Page 30: Malaria Cerebral

C. Penanganan Edema Paru

Edema paru merupakan komplikasi yang fatal, oleh karenanya pada malaria berat sebaiknya

dilakukan penanganan mencegah terjadinya edema paru:

1. Pemberian cairan dibatasi, sebaiknya menggunakan monitoring dengan CVP.

Pemberian cairan melebihi 1500 ml menyebabkan edema paru.

2. Bila anemi (HB<5gr%) transfusi darah diberikan perlahan-lahan

3. Mengurangi beban jantung kanan dengan diuretika.

4. Dapat dicoba pemberian vasodilator (nitro-prussid) atau nitro-gliserin

5. Perbaiki hipoksia dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi.

D. Penanganan anemia

Bila anemi kurang dari 5gr% atau hematokrit kurang dari 15% diberikan transfusi darah

whole blood atau packed cells.

E. Penanganan kejang

Pengobatan antiepilepsi jika terdapat kejang, seperti Fenobarbital, Karbamazepin, Diazepam.

F. Penanganan Asidosis

Asidosis (pH <7,15 ) merupakan komplikasi akhir dari malaria berat dan sering bersamaan

dengan kegagalan fungsi ginjal. Pengobatannya dengan pemberian bikarbonat.

3.8 Prognosis

1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta

pengobatan.7

2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-

anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.

3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan

2 atau lebih fungsi organ.7

Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.

Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.

30

Page 31: Malaria Cerebral

Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.

BAB IV

KESIMPULAN

31

Page 32: Malaria Cerebral

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus

Plasmodium. Malaria dapat menimbulkan berbagai komplikasi berat, yang disebut sebagai

malaria berat. Salah satu komplikasi tersebut adalah malaria serebral. Malaria serebral

ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada

anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan

yang tepat.

Dasar patogenesis malaria serebral adalah abnormalitas eritrosir terinfeksi, yang

mencakup berbagai proses patologi penting, yaitu sekuestrasi, sitoadherensi, dan rosetting

eritrosit Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang, dimana sebelumnya pasien terbukti menderita malaria dan terdapat lebih dari satu

manifestasi neurologis. Gold standard adalah menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan

sediaan apus darah tepi.

Pencegahan malaria serebral sesuai dengan pencegahan malaria secara umum, yaitu

dengan menghindari gigitan nyamuk dan memutus daur hidup nyamuk. Sejak tahun 2006

WHO merekomendasikan pemakaian derivat Artesunate untuk mlaria serebral. karena sudah

banyak ditemukan reistensi obat dengan kloroquin. Prognosis umumnya buruk bila telah

terjadi kegagalan lebih dari 2 organ.

DAFTAR PUSTAKA

1. Munthe CE. Malaria serebral: Laporan Kasus. Cermin Dunia Kedokteran 2001;131:5-6

32

Page 33: Malaria Cerebral

2. Harijanto.Malaria. Epidemiologi, Patogenesis Manifestasi Klinis, & Penanganan.2000.

3. Warlow, charles. The Lancet handook of Treatment in Neurology. Spain : Elsevier.2006.

Page : 313-316

4. Brust, john. Lange : Currrent Diagnosis and Treatment. Unites States of America : Mc

Graw Hill. 2007. Page : 440 – 441

5. Malaria. http://www.brown.edu/Courses/Bio_160/Projects1999/malaria/cermal . Diakses

tanggal 26 Maret 2013

6.Malaria Berat. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/malaria-berat.pdf . Diakses

tanggal 26 Maret 2013.

7.Malaria Serebral. http://www.healthcaremagic.com/articles/Cerebral-Malaria . Diakses

tanggal 25 Maret 2013.

8. Pusat Informasi Penyakit Infeksi. Malaria. (available at www.infeksi.com, diakses tanggal

27 Maret 2013

9. Kakkilaya BS. Central nervous system involvement in P. Falciparum malaria. (available at

www.malariasite.com , diakses tanggal 27 Maret 2013 )

10.Aktifasi Otak. http://www.aktivasiotak.com/fungsi_otak.htm. diakses pada tanggal 27

Maret 2013.

33