Bab 3 Peran PfEMP1 Pada Malaria Cerebral Br

download Bab 3 Peran PfEMP1 Pada Malaria Cerebral Br

of 20

Transcript of Bab 3 Peran PfEMP1 Pada Malaria Cerebral Br

BAB IIIPERAN PLASMODIUM FALCIPARUM ERITROCYTE MEMBRANE PROTEIN 1 PADA PATOGENESIS MALARIA CEREBRAL3.1Respon Imunologi terhadap Infeksi Malaria

Ketika terjadi infeksi malaria, maka sistem imun dalam tubuh akan segera memberikan respon terhadap antigen parasit malaria. Respon sistem imun tersebut terbagi menjadi 2, yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik. Sistem imun non spesifik akan berusaha menghancurkan parasit malaria dengan segera sedangkan sistem imun spesifik (imunitas seluler dan humoral) akan bereaksi setelah diaktivasi oleh antigen parasit malaria.22,23

Gambar 4. Presentasi sel dendritik kepada sel T CD 4 dan sitokin-sitokin yang dikeluarkan.23Mekanisme imunitas protektif utama pada parasit malaria adalah antibodi dan sel T CD8+ (CTL). Pada malaria, antibodi diduga protektif yang dapat mencegah merozoit memasuki eritrosit. Imunitas terhadap jenis atau spesies yang satu tidak protektif terhadap yang lain. Respon imun non spesifik utama terhadap malaria adalah fagositosis, tetapi banyak parasit yang resisten terhadap efek bakterisidal makrofag. Makrofag atau sel dendritik akan mengikat eritrosit parasit melalui MHC kelas II dan berusaha untuk menghancurkan sel tersebut. Kemudian makrofag akan mempresentasikan antigen parasit malaria ke sel T-helper (sel T CD4) melalui reseptor sel T, ikatan ini akan diperkuat dengan bebagai ikatan ko-stimulator, maka dimulailah proses imunitas spesifik (gambar 4). Makrofag akan mengeluarkan sitokin-sitokin, seperti Interleukin 2 (IL-2), IL-12, IL-15, Interferon (IFN-), IFN-, dan DC-derived CC chemokine 1 (DC-CK1). Sitokin-sitokin ini akan mengaktifkan sel natural killer yang juga akan menghancurkan eritrosit parasit malaria.22,23,24Pada studi tikus menunjukkan peran respon Th1 dan Th2 meskipun berbeda, namun sangat penting dalam mengontrol penyakit. Antibodi berperan dalam imunitas terhadap sporozoit yang dapat mencegah infeksi hepatosit. Sel CD8+ dapat menghancurkan parasit yang sudah ada di dalam sel hati. Produksi IFN- oleh sel CD8+ lebih berperan utuk mengontrol replikasi parasit di banding aktivasi lisis direk. Diduga sel Th1CD4+ yang memproduksi IFN- yang berperan dalam mengontrol fase hati. Sel Th1 memproduksi sitokin proinflamasi yang memacu aktivasi makrofag dan destruksi eritrosit terinfeksi. Sel Th2 memacu antibodi spesifik, yang menghambat reinfeksi eritrosit lebih banyak dan berperan dalam destruksi eritrosit terinfeksi melalui aktivasi komplemen serta memacu makrofag untuk memakannya melalui Fc-R. Penghancuran eritrosit terinfeksi dalam otak akan menimbulkan peningkatan kadar TNF- dan IL-1 yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. IL-10 sangat esensial untuk mencegah kerusakan jaringan otak yang lebih luas. NO yang diproduksi oleh endoteh otak sebagai respons terhadap peningkatan kadar TNF- dan IL-1 dapat menimbulkan gejala malaria serebral melalui hambatan neurotranmisi. 22,23,24 Dalam menghadapi infeksi malaria, respon sistem imunitas tubuh melibatkan beberapa sel imun dan produksi sitokin-sitokin yang berpengaruh dalam proses interaksi (stimulasi atau inhibisi) sel imun dapat dilihat pada gambar 5.24

Gambar 5. Skematik respon imun dan produksi sitokin selama infeksi malaria dalam darah. Garis padat menunjukkan interaksi sitokin dengan efek positif (+) atau negatif (-) untuk aktivasi atau proliferasi, sedangkan garis putus-putus menunjukkan presentasi antigen dan ko-stimulator oleh antigen presenting cells (APC).243.2Invasi Merozoit ke dalam Eritrosit

Invasi stadium merozoit dari parasit malaria ke dalam eritrosit merupakan suatu proses yang kompleks dan memerlukan interaksi multipel receptorligand, melibatkan perlekatan merozoit ke permukaan eritrosit, reorientasi dan binding tepi apikal merozoit ke eritrosit, junction formation, invaginasi membran eritrosit dan formasi vakuola parasitophorous (gambar 6). Keterlibatan yang potensial dari Plasmodium falcifarum Merozoite Surface Protein 1 (PfMSP-1) di dalam invasi merozoit ditandai oleh kemampuannya untuk mengikat eritrosit melalui suatu interaksi sialic acid-dependent.25

Gambar 6. Skema struktur merozoit dan proses invasi ke dalam eritrosit.23Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit malaria akan mengalami perubahan struktur morfologi sitoskleton, protein permukaan dan permeabilitas (gambar 7). Permukaan eritrosit parasit akan mempunyai knob-knob yang merupakan protein permukaan yang diekspresikan oleh Plasmodium falcifarum.25 Selama perkembangan di dalam eritrosit, P. falciparum akan mengekspor berbagai jenis protein pada permukaan eritrosit parasit. Protein ini dapat mempengaruhi sistem imun pada tubuh manusia melalui variasi antigen. Selain itu, eritrosit parasit tersebut dapat melekat (sitoadheren) pada reseptor-reseptor sel endotel tubuh manusia sehingga terhindar dari mekanisme clearence pada sistem imun. Hal inilah yang menjadikan virulensi P. falciparum, terutama dalam kaitannya dengan gejala klinis seperti malaria secebral.12

Gambar 7. Representasi skematik eritrosit terinfeksi Plasmodium falciparum. Parasite (P) yang mengandung nucleus (N) dan food vacuole (FV) dan dikelilingi oleh parasitophorous vacuole (PV). Bagian luar dibatasi parasitophorous vacuolar membrane (PVM), Maurers clefts (MC) yang berada dalam sitosol eritrosit (E). Tonjolan pada permuakaan eritrosit disebut knobs (K).10Struktur knob eritrosit parasit terdiri dari beberapa protein yang diekspresikan oleh P. falciparum (struktur knob eritrosit parasit dapat dilihat pada gambar 8). Dewasa ini ada delapan protein malaria falciparum yang sudah diidentifikasi pada permukaan atau yang berhubungan dengan sitoskleton eritrosit. Protein-protein ini adalah sebagai berikut; histidin-rich protein-I dan II (HRP-I dan HRP-II, juga disebut knob yang berhubungan dengan protein histidine-rich, KHRP); Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein-1, 2 dan 3 (PfEMP-1, 2 dan 3), ring-infected erythrocyte membrane surface antigen (Pf155/RESA), sequestrin dan rosettins. Salah satu protein permukaan eritrosit parasit yang berperan dalam patogenesis malaria secebral adalah Plasmodium falciparum Erithrosite Membrane Protein 1 (PfEMP-1).10,12,25,26

Gambar 8. Struktur knobs eritrosit parasit.10 3.3Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane ProteinPlasmodium falciparum erythrocyte membrane protein (PfEMP) adalah protein permukaan membran eritrosit parasit dengan ukuran bervariasi yang diekspresikan oleh gen var Plasmodium falciparum. PfEMP termasuk protein yang terdapat pada struktur knob pada eritrosit parasit. PfEMP terbagi menjadi 3, yaitu PfEMP-1, PfEMP-2 dan PfEMP-3.261. Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein 1 (PfEMP-1) PfEMP-1 merupakan protein permukaan eritrosit parasit yang ukurannya bervariasi 200-350 kD. Secara mikroskopik immunoelektron lokasi molekul PfEMP-1 diidentifikasi pada ujung tonjolan luar knob dari eritrosit yang terinfeksi. PfEMP-1 merupakan protein yang berperan dalam proses sitoadheren, yaitu protein yang membantu proses mediasi adheren dari eritrosit terinfeksi P. falciparum ke berbagai reseptor sel endotel mikrovaskular pada pasien malaria berat, termasuk malaria serebral.12-17,25-292. Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein 2 (PfEMP-2)PfEMP-2 merupakan molekul polimorfik dengan ukuran 250-300 kD dan berlokasi pada vakuola parasitoporus dari skizon dengan membrane-bound vesicles dalam sitoplasma eritrosit parasit yang berhubungan dengan knob dan permukaan dalam dari membran eritrosit parasit yang menutup knob. PfEMP-2 disebut juga mature erythrocyte surface antigen (MESA). MfEMP-2/MESA dihubungkan secara spesifik dengan sitoskleton eritrosit parasit dan merupakan rangkaian elemen penting untuk PfEMP-1.12,26,273. Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein 3 (PfEMP-3) PfEMP-3 adalah sebuah antigen permukaan dengan ukuran 315 kD berlokasi di membran eritrosit. PfEMP-3 mungkin mempengaruhi formasi knob dan diduga berinteraksi dengan sebuah protein dari sitoskeleton eritrosit parasit. Peran PfEMP-3 belum banyak diketahui. 12,26,273.4Struktur Plasmodium falciparum Erithrocyte Membrane Protein 1Plasmodium falciparum Erithrocyte Membrane Protein 1 (PfEMP-1) disandi oleh sekitar 60 jenis gen var yang berbeda, berukuran sekitar 6-13 kb, dan memiliki struktur yang terdiri dari 2 ekson. Struktur ekson pertama sangat bervariasi karena daerah ini memperantarai perlekatan eritrosit parasit dengan berbagai jenis reseptor pada sel endotel. Ekson I merupakan regio ektraseluler yang terdiri dari berbagai binding dan transmembran domain, seperti N-terminal segment (ATS), Duffy binding-like (DBL), cysteine rich interdomain region (CIDR) dan C2. Dua domain pertama dari ekson I DBL dan CIDR membentuk struktur utama yang conserved sehingga diperkirakan daerah ini berperan penting dalam proses perlekatan antigen pada berbagai reseptor endotel. Dari 20 studi yang berbeda mengenai PfEMP-1, kelompok domain DBL dibagi menjadi 6 tipe yaitu: , , , , dan X. Sedangkan kelompok domain CIRD terbagi mejadi 3 tipe yaitu: , dan . Susunan terakhir ekson I adalah sequence of variable length (SVL) dan domain yang hidrofobik, yaitu transmembrane segments (TMS). Ekson II mengkode acidic terminal segment (ATS) yang memiliki jumlah sistein yang sangat sedikit dan terletak di bagian sitoplasma parasit. 12-17,25-29

Gambar 9. Diagram skematik struktur protein dari PfEMP-1 dan binding domain.

(a) Prototypical PfEMP-1 regio ekstraselular terdiri atas satu NTS dan DBL1 CIDR1 semiconserved head structure yang diikuti oleh suatu DBL2-CIDR2 secara bergandeng. (b) Protein-protein PfEMP-1 yang lebih besar, termasuk DBL, dan yang susunan tipenya berbeda. Pemetaan binding bawaan untuk reseptor yang peka dengan domain yang bertanggung jawab untuk binding. (Smith et al 2001).153.5Peran PfEMP-1 dalam Proses Sitoadhesi pada Berbagai Reseptor Sel Endotel Vaskular.

PfEMP-1 merupakan antigen yang terekspresi dalam berbagai tipe sebagai suatu cara bagi parasit untuk tetap fleksibel dalam melekat (adhesi) pada berbagai macam sel endotel pada tubuh manusia (host). Sifat-sifat inilah yang menjadikan PfEMP-1 sebagai protein yang virulens dan berperan penting dalam patogenesis malaria berat. Meskipun sebagian besar infeksi ini tidak menyebabkan malaria berat, namun jika perlekatan terjadi dalam jumlah yang sangat besar (sekuestrasi) pada organ-organ yang vital seperti otak dan plasenta, dapat menyebabkan malaria serebral dan berpengaruh buruk pada kehamilan.12-17,26-28PfEMP-1 memiliki kemampuan untuk melekat (sitoadhesi) pada berbagai reseptor pada tubuh manusia (host), di antaranya cluster determinant 36 (CD36), intracellular adhesion molecule 1 (ICAM-1), trombospondin (TSP), chondroitin sulfate A (CSA), heparan sulfate, hyaluronic acid (HA), E-selectin, vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), platelet endothelial cell adhesion molecule 1 (PECAM-1) dan complement receptor 1 (CR1) serta serum protein IgG/IgM (gambar 10). Sitoadhesi ini akan memperantarai rosetting serta pembentukan autoaglutinasi yang akan diikuti oleh sekuestrasi eritrosit parasit pada pembuluh darah yang akan menyebabkan oklusi mikrovaskular dan proses infalamasi pada berbagai organ, hal ini dikaitkan dengan terjadinya malaria serebral dan malaria plasenta. Adanya oklusi dan inflamasi pada mikrovaskular di berbagai organ mempunyai kontribusi yang besar dalam patologi terjadinya malaria berat. 12-17,26-28

Gambar 10. Diagram interaksi antara antigen PfEMP-1 dengan berbagai reseptor pada sel endotelial. Parasit P. falciparum mengekspresi PfEMP-1 dan protein lain yang terpusat pada knobs yang berasal dari parasit pada permukaan eritrosit terinfeksi parasit.26Pada kondisi fisiologis, sekuestrasi eritrosit terinfeksi malaria pada pembuluh darah diperantarai oleh berbagai reseptor. Cluster Determinant 36 memiliki perlekatan yang spektrumnya sangat luas pada reseptor sel-sel endotel pada tubuh manusia, namun tidak terekspresi di plasenta dan pada jaringan otak. Sebaliknya, ICAM-1 banyak dijumpai di pembuluh darah otak sehingga banyak dihubungkan dengan adanya sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi parasit malaria di otak. Sedangkan CSA merupakan reseptor yang banyak terdapat pada plasenta, sehingga dapat menyebabkan malaria plasenta. 12-17,26-29Peran PfEMP-1 dalam proses perlekatan pada reseptor sel endotel vaskular sangat tergantung dari jenis domain yang terekspresi pada regio ekstraseluler dari PfEMP-1. Domain DBL dan CIDR dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan atas kesamaan sekuensnya. Domain yang mampu melekat pada suatu reseptor tertentu, memiliki kesamaan sekuens gen var yang mengkode PfEMP-1. CIDR-1 merupakan domain yang memperantarai perlekatan dengan CD36, sedangkan CIDR-1 tidak berikatan dengan CD36. DBL2c2 merupakan domain yang secara umum memperantarai perlekatan PfEMP-1 dengan ICAM-1. Meskipun domain PfEMP-1 yang memperantarai perlekatan dengan CD36 dan ICAM-1 cukup bervariasi namun masih ada sekitar 30-50% domain yang homolog sehingga menunjukkan kemungkinan dapat dikembangkan sebagai kandidat vaksin malaria, terutama terhadap malaria berat.12,15,26-29Eritrosit yang terinfeksi parasit mampu melekat pada berbagai macam reseptor dalam satu waktu. Apakah perlekatan ini diperantarai oleh PfEMP-1 tunggal pada satu sel atau oleh berbagai domain pada PfEMP-1, merupakan topik penelitian yang menarik. Satu penelitian menunjukkan bahwa PfEMP-1 tunggal dapat memperantarai perlekatan antara CD36 dan ICAM-1 oleh domain yang berbeda. Domain tersebut diekspresikan menjadi protein fusi yang selanjutnya dapat memperantarai perlekatan pada berbagai macam reseptor termasuk perlekatan pada platelet-endothelial cell adhesion molecule-1 (PECAM-1/CD31), antigen pada golongan darah tipe A, immunoglobulin M, heparan sulfat, dan CD36. 12Tabel 2. Domain pada PfEMP-1 yang memperantarai perlekatan pada reseptor sel endotel.26No.Reseptor pada hostTarget selulerParasit ligand

1. ThrombospodinEndotelBand 3, PfEMP1

2. CD36Endotel, sel dendritik, eritrosit, Platelet-bridged Infected ErythrocyteCIDR

3. ICAM-1 EndotelDBLC2

4. VCAM-1, E-selectinEndotel

5. CSAPlasenta, endotelDBL

6.P-selectinEndotelPfEMP-1

7.PECAM-1 (CD31)EndotelCIDR/DBL

8.Hyaluronic acid Plasenta

9.Complement Receptor 1EritrositDBL

10.IgMEritrositCIDR

Noviyanti dkk pada tahun 2001, melakukan beberapa penelitian untuk memahami bagaimana PfEMP-1 berlekatan dengan berbagai reseptor melalui perubahan (switching) antigen P. falciparum yang dikode gen var. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa jenis PfEMP-1 yang memperantarai perlekatan pada reseptor yang sama, atau tipe PfEMP-1 tertentu yang memperantarai perlekatan pada beberapa reseptor sekaligus. Alternatif lain, masing-masing sel mengekspresi bermacam-macam PfEMP-1 yang mampu berikatan dengan berbagai jenis reseptor pada host. Populasi parasit yang mampu melekat pada reseptor CSA atau ICAM-1 menunjukkan adanya ekspresi gen var yang berbeda.12Penelitian Duffy dkk pada tahun 2002, pada tingkat sel tunggal yang melekat pada reseptor CSA juga memperjelas fenomena ekspresi berbagai macam gen var yang berasosiasi dengan fenotip perlekatan dengan CSA.123.6Peran PfEMP-1 pada Patogenesis Malaria SerebralDewasa ini patogenesis malaria serebral yang paling banyak dianut adalah adanya obstruksi mikrovaskular karena adanya sequestrasi parasit (sitosdheren dan rosseting). PfEMP-1 adalah protein permukaan eritrosit parasit yang berperan dalam terjadinya rosseting dan sitoadheren melalaui ikatan dengan reseptornya yang ada pada eritrosit, platelet dan sel endotel.12,15,26-293.6.1 Peran PfEMP-1 pada patogenesis sitoadheren.

PfEMP-1 pada permukaan knob eritrosit parasit akan mengekspresikan berbagai domain yang akan berikatan dengan reseptor di sel endotel vaskuler yang sesuai dengan domain tersebut. Pada malaria serebral PfEMP-1 akan mengekspresikan domain DBL2c2 yang akan berikatan dengan reseptor ICAM1 pada vaskuler otak. Ikatan domain DBL2c2 dari PfEMP-1 dengan ICAM1 ini disebut proses sitoadheren (gambar 12). Proses sitoadheren yang disertai proses rosseting dan autoaglutinasi pada akhirnya akan terjadi sekuestrasi pada vaskular otak dan oklusi mikrovaskuler otak yang bertanggung jawab terjadinya malaria serebral. 12,15,26-29

Gambar 11. Representasi skematik PfEMP-1 pada eritrosit parasit, dimana domain spesifik pada PfEMP-1 akan melekat pada binding reseptor tertentu pada sel endotel vaskular (sitoadheren). Pada malaria serebral, domain DBL2C2 dari PfEMP-1 akan melekat pada reseptor ICAM1 pada sel endotel vaskular.16Pada penelitian Andrew V. Oleinikov dkk, menunjukkan adanya ikatan yang kuat antara reseptor ICAM1 dengan domain DBL2c2 dari PfEMP1, hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan ekspresi DBL2c2 pada ICAM1 binding.29

Gambar 12. ICAM1 Binding berikatan kuat dengan domain DBL2c2.29Ekspresi reseptor ICAM1 di endotel vaskular otak dipacu oleh sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1, TNF-, IFN-. Peningkatan kadar sitokin proinflamasi (IL-1, TNF-, IFN-) terjadi akibat respon dari penghancuran eritrosit parasit di vaskular otak. Penelitihan di Kenya dan Sri Langka menunjukkan pada plasma pasien dengan malaria serebral ekspresi ICAM1 lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa gejala malaria serebral. Penelitian di Afrika dan Indonesia menunjukan pada malaria berat terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-, IFN-, IL-1, IL-3 dan IL-6. 12Penelitian di Mali pada pasien malaria anak-anak menunjukkan kadar IL-6 dan IL-10 meningkat pada malaria serebral dibandingkan malaria non serebral, namun tidak ada peningkatan kadar IL-1, IL-8, IL-12 dan TNF-. Sebaliknya penelitian di Gambia dan Ghana menunjukkan adanya peningkatan kadar TNF- dan reseptornya pada pasien malaria serebral dibandingkan malaria tanpa komplikasi.123.6.2 Peran PfEMP-1 pada patogenesis rosseting dan autoaglutinasi.Rosetting adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit dengan beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi dan akan membentuk suatu gumpalan. Satu buah eritrosit parasit dapat dikelilingi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit. Autoaglutinasi atau clumping adalah ikatan diantara eritrosit yang terinfeksi parasit, membentuk agregat. Beberapa agregat dan roset dapat saling berikatan membentuk giant rosetting.10-14 Dewasa ini ada bukti yang ada menyatakan bahwa rosetting memerlukan beberapa interaksi diantar domain PfEMP-1 dan reseptor pada sel eritrosit non parasit.. Ada tiga reseptor pada eritrosit non parasit yang telah dikenal, yaitu: complement receptor 1 (CR1), heparan-sulphate-like molecules dan antigen golongan darah A atau B. Pada sebagian eritrosit matur terdapat reseptor CD36 dalam jumlah yang sedikit. Rosetting terjadi karena eritrosit parasit mengekspresikan PfEMP-1 yang akan mengikat reseptornya di permukaan eritrosit non parasit, seperti complement receptor 1 (CR1)/CD35, CD36, atau glikoprotein golongan darah A atau B, dan heparan sulfat like glycosaminoglycans (HS-like GAG).10-15Domain DBL pada PfEMP-1 berperan dalam proses perlekatan dengan reseptor CR1 pada eritrosit non parasit sehingga membentuk roset. Disamping itu domain CIDR1 dari PfEMP-1 juga berperan dalam ikatan dengan reseptor CD36 pada eritrosit non infeksi. Di samping mengikat eritrosit-eritrosit non parasit, suatu subset parasit dapat membentuk autoaglutinasi dengan eritrosit-eritrosit parasit yang lain. Baru-baru ini, autoaglutinasi dijembatani oleh sel platelet dan ada tiga reseptor pada platelet yang dikenal, yaitu: CD36, globular C1q receptor (gC1qR/ HABP1/p32) dan P-selectin. salah satu reseptor penting platelet-mediated clumping dari eritrosit parasit adalah CD36. Disamping berperan dalam ikatan antar eritrosit, PfEMP-1 juga dapat berikatan dengan reseptor CD36 pada permukaan trombosit, membentuk suatu gumpalan. Beberapa ahli menghubungkan proses roset terutama giant rosetting dan autoaglutinasi ini dengan kejadian malaria berat, meskipun peranan dan patogenesisnya masih sebagai dugaan dan belum dapat disimpulkan.10-14

Gambar 13. Skematik proses sitoadherens dan rosseting dengan keterlibatan berbagai reseptor pada eritrosit dan sel endotel vaskular.10Golongan darah A atau B terdiri dari bermacam trisaccharides yang dihubungkan oleh glikoprotein dan glikolipid eritrosit. PfEMP-1 diduga mempunyai binding spesifik pada golongan darah A dan B melalui ikatan antara suatu varian dari trisaccharides dan domain DBL. Namun mekanisme molekular belum sepenuhnya diketahui.26,273.7Karakteristik Genom dan Sifat Antigen P. falciparum Plasmodium falciparum memiliki genom berukuran 22,8 Mega basa (Mb) yang tersebar pada 14 kromosom yang masing-masing berukuran sekitar 0,643-3,29 Mb. Jumlah gen yang terdapat dalam kromosom P. falciparum sebanyak 5.300 gen yang mengkode berbagai protein. Seperti halnya organisme lainnya, P. falciparum memiliki famili gen yang bersifat sangat variabel, diantaranya var, rif dan stevor, yang secara berurutan masing-masing mengkode P. Falciparum erythrocyte membrane protein-1 (PfEMP-1), repetitive intersperded family (rifin), dan subtelomeric variable open reading frame.11,24,25,26Para peneliti telah berhasil memetakan struktur genom P. falciparum yang terdiri dari gen var, rif dan stevor pada bagian subtelomer pada masing-masing kromosom (dapat dilihat pada gambar dibawah ini).11,24,25,26

Gambar 14. Diagram susunan kromosom Plasmodium falciparum. Gen var, rif dan stevor terletak pada subtelomer dari kromosom. TARE (telomeric-associated repeat sequence) yang mengandung sekuens rep20 diduga berfungsi untuk menjaga kestabilan kromosom dan membantu dalam pembentukan cluster kromosom di dalam inti sel.12Gen var mengkode PfEMP-1 yang diekspresi di permukaan eritrosit yang terinfeksi parasit. PfEMP-1 memperantarai perlekatan (adhesi) eritrosit parasit ke berbagai sel reseptor yang tersebar pada sel-sel endotel berbagai organ. Protein rifin dikode oleh gen rif, merupakan protein permukaan yang diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi serta mengalami proses variasi antigen. Protein stevor memiliki persamaan dengan rifin, namun lebih sedikit bervariasi dibandingkan dengan rifin. Fungsi dari stevor dan rifin masih belum jelas.12,15

Gambar 15. Skema organisasi kromosom P. falciparum dan struktur PfEMP-1.273.8 Terapi Anti Sitoadheren PfEMP1 pada EritrositProtein PfEMP-1 merupakan target dari antibodi yang bersifat protektif. Namun, karena gen var memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan (switching) sekitar 2% per generasi, hal ini menyulitkan usaha untuk penemuan vaksin terhadap malaria. Kemampuan untuk mengubah antigen melalui proses antigenic variation ini merupakan suatu cara bagi P. falciparum untuk dapat terhindar dari serangan sistem imun host. Hingga kini, mekanisme yang mendasari terjadinya switching antigen belum sepenuhnya jelas, terutama yang berkaitan dengan ekspresi PfEMP-1 yang selektif berkaitan dengan sifat-sifat perlekatannya dengan sel reseptor pada host.29Inhibisi proses sitoadheren merupakan terapi yang sudah diteliti dan dikembangkan pada terapi adjuvan untuk malaria berat dan malaria serebral. Beberapa agent inhibitor sitoadheren adalah PfEMP1 inhibitors, levamisole dan glycosaminoglycans. PfEMP1 inhibitors (aptamers) akan memblok proses sitoadheren dan rosseting. Levamisole adalah suatu alkaline phosphatase inhibitor dan digunakan sebagai obat anti cacing pada manusia. Penelitian terbaru menunjukkan pada reseptor CD36 endotel akan terjadi fosforilasi yang akan meningkatkan afinitas eritrosit parasit sehingga terjadi sitoadherens. Pada penggunaan levamisole akan terjadi defosforilasi CD36 pada sel endotel sehingga akan menghambat sitoadherens eritrosit parasit pada CD36 sehingga mengurangi pembentukan rosseting. Pada uji klinik random pada pasien (12 mendapat levamisole dan 9 kontrol) dengan malaria tidak komplikasi terapi adjuvan levamisole dengan quinin dan doksisiklin dapat menghambat terjadinya sitoadheren dan rosseting dilihat dari gambatan darah tepi. Levomisole dapat mencegah secara komplet sequesterasi early trophozoite dan lebih dari 64% mencegah sequesterasi mid trophozoite.10,30 Glycosaminoglycans merupakan sulfated glyconconjugates sama seperti heparin yang dapat menghancurkan formasi rosset. Bentuk baru dari generasi glycans berupa d-glycosaminoglycans (d-GAGs) mempunyai aktivitas antikoagulan. Pada studi invitro menunjukkan bahwa d-GAGs dapat menghancurkan rosset dan menghambat invasi merozoit ke dalam eritrosit. Studi in vivo P. falciparum pada primata menunjukan bahwa sequesterasi parasit dilepaskan dari endotel setelah injeksi d-GAGs. Jika d-GAGs terbukti aman pada manusia, maka dapat disediakan sebagai terapi adjuvan yang efektif untuk mencegah sequesterasi dan hal ini akan menurunkan risiko terjadinya malaria berat. 30Tabel 3. Kandidat obat terbaru utuk terapi adjuvan pada malaria berat.10No.ObatCara kerjaUji klinik

1.LevamisoleBlok sitoadherens pada CD36Ya

2.N-acetylcysteineMenghambat sitoadherens pada CD36Ya

3.Recombinant PfEMP-1Menghambat sitoadherens pada CD36Belum

4.(+)Epigalloylcatechin-GallateBlok sitoadherens pada ICAM1Belum

5.L-arginineMenghambat disfungsi endotelialYa

6.Heparin derivativesMenghambat rossetingYa

7.Soluble complement receptor1Menghambat rossetingBelum

FV

PV

E

PVM

TVN

MC

K

IL-12

IL-10

IL-10

IL-4

IL-5

IFN

IFN

TGF

TGF

-

-

-

-

-

-

-

+

+

+

+

Ab effector mechanisms

Inhibition of invansion

Neutralization

ADCC/ADCI

C mediated lysis

FcR/CR1 phagocytosis

Inflamamatory cytokines

Parasite killing:

NO + ROS

Pathology:

TH1, TNF-, IFN- : CM

TNF-: anemia, hypoglycemia

High TH2 early: susceptibility

or lethal infection

T-cell regulation

Parasites inhibit/stimulate DC and M

Regulation of TH1/TH2 by:

DC

B cell/Ab

IL-10

TGF-

+

+

+

KAHRP

Band 4.1

Ankyrin

PfEMP3

MESA

N

P

TNF-

IL-6

IL-1

NO

ROS

1330