LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

download LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

of 37

Transcript of LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    1/37

    Laporan Kasus

    Dermatitis Atopik

    Disusun Oleh:

    Putri Novrisa

    Debby Siltami

    Pembimbing:

    Sitti Hajar

    BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

    BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

    BANDA ACEH

    2015

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    2/37

    KATA PENGANTAR

    Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

    dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.

    Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

    telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada

    sahabat dan keluarga beliau.

    Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Sitti Hajar Sp. KK yang

    telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam

    penyusunan laporan kasus yang berjudul DERMATI TIS ATOPIK dan para

    dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah memberikan

    arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.

    Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan

    kasus.Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan

    beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan

    terhadap laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

    Banda Aceh, September 2015

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    3/37

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang ditandai

    oleh ruam merah gatal di lipatan kulit seperti lipatan siku, belakang lutut dan di

    sekitar leher. Morfologi lesi penyakitini sendiri bervariasi dalam penampilan

    mulai dari vesikel hingga likenifikasi pada latar belakang kulit yang buruk dan

    kemerahan. Fitur lain seperti pengerasan kulit, scaling, cracking dan edema pada

    kulit juga dapat terjadi. Pasien dengan dermatitis atopik juga

    memilikikecenderungan untuk kulit kering, yang membuat mereka rentan

    terhadap efek pengeringan sabun Penyakit ini bersifat eksarsebasi kronik dan bisa

    berulang (remisi), serta berkaitan dengan kondisi riwayat alergi lainnya seperti

    asma, alergi makanan dan alergi rhinoconjunctivitis.(1, 2)

    Dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi (45% kasus, dimulai

    pada 6 bulan pertama kehidupan), dan 70% pada anak-anak yang terkena sebelum

    usia 5 tahun. Sekitar 60% dari anak-anak akan tumbuh dengan atopik alergi

    hingga mereka dewasa, meskipun hingga 50% mungkin berlanjut hingga

    dewasa. Hal ini penting untuk diingat bahwa orang dewasa dapat hadir dengan

    atopik alergi dan ini mungkin mewakili hingga 10% dari kasus yang terlihat

    dalam perawatan (3)

    Prevalensi dermatitis atopik diperkirakan 15-20% terjadi pada anak-anak

    dan 1-3% pada orang dewasa, dan insiden telah meningkat sebesar 2 sampai 3 kali

    lipat selama beberapa dekade terakhir di negara-negara industri. Beberapa

    prevalensi data penyakit ini yang menjadi tren berasal dari International Study of

    Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) dimana menemukan bahwadermatitis atopik terdapat pada hampir 2 juta anak di 100 negara di seluruh

    dunia.(4)

    Terdapat beberapa multifaktor yang mencetuskan terjadinya dermatitis

    atopik yang sebagian besar berhubungan dengan genetik yang diturunkan dalam

    keluarga pasien. Dimulai dari disfungsi barrier (penghalang/pertahanan) kulit

    yang memungkinkan untuk masuknya antigen, sehingga produksi sitokin

    inflamasi. Penurunan fungsi penghalang kulit mengarah ke peningkatan

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    4/37

    sensitisasi antigen kutaneus yang merupakan faktor utama dalam patofisiologi.

    (4,5)

    Kesuksesan terapi untuk dermatitis atopik membutuhkan penanganan tata

    laksana yang sistematik dan meliputi beberapa terapi seperti terapi hidrasi kulit,

    terapi farmakologis dan identifikasi serta mengeliminasi faktor faktor pencetus

    lain seperti zat zat iritan, alergen, agen infeksi dan stres emosional. Dermatitis

    atopik memiliki gejala yang kompleks sehingga rencana terapi harus diberikan

    secara individual sesuai dengan kondisi perjalanan reaksi pada kulit pasien. Pada

    pasien yang mengalami kekambuhan terhadap terapi konvensional, bisa

    menggunakan alternatif anti infalamatori dan agen imunomodulator. (6)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    5/37

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1Definisi Dermatitis Atopik

    Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit inflamasi kulit kronis yang

    ditandai dengan pruritus, lesi eczematous, xerosis (kulit kering), dan

    likenifikasi (penebalan kulit serta peningkatan tanda-tanda kulit) yang

    bersifat eksaserbasi dan remisi kronik. Penyakit ini terkait dengan kondisi

    atopik lainnya termasuk urtikaria, alergi, asma dan alergi

    rhinoconjunctivitis.(2, 6)

    2.2

    Epidemilogi Dermatitis Atopik

    Prevalensi DA telah meningkat selama 30 tahun terakhir. Saat ini

    diperkirakan terjadi pada 10-20% anak-anakdan 1-3% orang dewasa di

    negara-negara maju. Penyakit ini sering dimulai pada awal masa bayi

    (45%) dari semua kasus dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan ( 60%

    kasus) dan 85% sebelum 5 tahun hingga 70% dari anak dengan DA akan

    tumbuh dengan gangguan ini sebelum masa remaja. Seperti disebutkan

    sebelumnya, anak-anak dengan DA memiliki resiko berkembang memiliki

    alergi, asmadan rhinitis alergi. 60% dari anak-anak akan tumbuh menjadi

    remaja denga DA kemudian memiliki episode selanjutnya saat dewasa.

    Perbandingan rasio DA antara jenis kelamin wanita dan laki-laki adalah

    1,3 :1,0 dengan prevalensi sangat bervariasi di seluruh dunia. Untuk

    kelompok usia6-7 tahun, data menunjukkan bahwa prevalensinya berkisar

    0,9% di India, 22,5% di Ekuador, dengan data baru menunjukkan

    peningkatan di Asia dan Amerika Latin. Untukkelompok usia 13-14tahun, data menunjukkan nilai prevalensimulai dari 0,2% di China dan

    24,6% di Columbia. (1, 2, 5, 6)

    2.3Etiologi dan Patogenesis Dermatitis Atopik

    Dermatitis atopik menjadi penyakit inflamasi pruritus kulit sebagai

    hasil dari interaksi komplek antara genetik terkait dengan kelainan

    intrinsik sawar kulit, kelainan imunologik, dan faktor lingkungan. Pada

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    6/37

    DA kelainan genetik yang di temukan adalah peranan Kromosom 5q31

    33 dalam stimulasi Interleukin (IL) : IL3, IL4, IL13 dan granulocyte

    macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) yang diproduksi oleh

    sel Thelper (Th)2 Sebagai pencetus. Selain itu juga terdapat reaksi

    imunologi hipersensitivitas tipe cepat (immediate type hypersensitivity)

    yang menyebabkan degranulasi sel mast dan akan keluar histamin dan

    faktor kemotaktik lainnya yang menyebabkan rasa gatal dan kemerahan

    dikulit. Sitokin lain juga dilaporkan memperparah seperti sitokin IFN-,

    TNF-, IL-2, yang merupakan sel efektor bagi infeksi oleh mikroba

    intraselyang dapat meningkatkan kadar antibodi imunoglibulin E (IgE)

    dalam serum, serta aktivasi eosinofil dan sel mast pada kulit. Terdapat

    juga laporan mengenai kelainan kulit dengan penurunan lapisan epidermis,

    faktor pencetus lingkungan seperti bahan iritan, bahan allergen, stress

    emosi, mikroba allergen, perubahan iklim akibat gangguan thermoregulasi

    yang menyebabkan eksaserbasi penyakit yang biasanya membaik pada

    musim panas dan memburuk pada musim dingin dan kering. Aktivitas

    olahraga dan berkeringat juga menjadi pencetus, tergantung keseimbangan

    antara panas dan hilangnya air melalui kulit serta permasalahan gangguan

    hormonal. (6, 7)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    7/37

    Gambar 1. Multifaktor yang menjadi penyebab Dermatitis Atopik(7)

    2.3.1

    Penurunan fungsi barrier/ sawar kulit

    Dermatitis atopik berhubungan dengan adanya penurunan fungsi

    sawar kulit sebagai akibat penurunan regulasi oleh pembungkus gen

    (filagrin dan loricrin), penurunan tingat amida, peningkatan enzim

    endogen proteolitik dan kehilangan air transepidermal. Kerusakan sawar

    epidermis mungkin akibat paparan eksogen dan staphylococcus aureus, hal

    ini memperparah endogen protease inhibitor pada kulit atopik disertai

    perubahan epidermal akibat penyerapan allergen dan kolonisasi mikroba.

    Adanya penggabungan antara hal tersebut yang memicu sensitifasi gen

    alergi yang memicu peningkatan respon imun. (6)

    2.3.2 Respon Imun

    Sitokin dan kemokin

    Peradangan kulit atopik diatur oleh ekspresi sitokin proinflamasi

    local dan kemokin. Seperti tumor necrosis factor- (TNF-) dan

    Dermatitis

    Atopik

    Zat iritan

    Kebiasaan

    menggaruk

    Stres

    infeksi kulit

    Alergi

    makananAlergi udara

    Keringat

    Panas

    berlebih

    Pakaian

    berbahanwool

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    8/37

    interleukin 1 (IL-1) dari sel penduduk [keratinosit, sel mast, sel dendritik

    (DC )] mengikat reseptor pada endotelium pembuluh darah, mengaktifkan

    jalur sinyal seluler, yang mengarah ke induksi molekul adhesi sel endotel

    vaskular. Peristiwa ini memulai proses penarikan, aktivasi, dan adhesi

    endotel vaskular diikuti oleh ekstravasasi sel-sel inflamasi ke dalam kulit.

    Setelah sel-sel inflamasi menyusup ke dalam kulit, mereka menanggapi

    gradien kemotaktik yang ditetapkan oleh kemokin yang berasal dari situs

    cedera atau infeksi. (6)

    DA akut berhubungan dengan produksi T helper tipe 2 (Th2)

    sitokin, terutama IL-4 dan IL-13,13 yang memediasi imunoglobulin isotipe

    beralih ke sintesis IgE dan peningkatan regulasi ekspresi molekul adhesi

    pada sel endotel. Telah ditunjukkan bahwa ekspresi sitokin Th2 dikulit

    memainkan peran dalam DA. Juga terdapat IL-31, yang merupakan

    bagian Th2 sitokin yang menginduksi pruritus parah dan dermatitis pada

    hewan percobaan. IL-31 juga telah ditemukan meningkat pada kulit DA

    dan kadar serum IL-31 berkorelasi dengan keparahan penyakit kulit. (6)

    Pada DA kronis terdapat peningkatan dalam produksi IL-5, yang

    terlibat dalam pengembangan eosinofil dan kelangsungan hidup.

    Peningkatan produksi granulosit makrofag colony-stimulating factor yang

    menghambat apoptosis monosit, sehingga berkontribusi untuk terjadinya

    DA. Pemeliharaan AD kronis juga melibatkan produksi sitokin Th1-

    seperti IL-12 dan IL-18, serta beberapa sitokin renovasi terkait, termasuk

    IL-11 dan growth factor 1. (6)

    KeratinositKeratinosit memainkan peran penting dalam augmentasi

    peradangan kulit atopik. Keratinosit DA mengeluarkan profil unik

    kemokin dan sitokin setelah terpapar sitokin proinflamasi. Ini termasuk

    kenaikan tinggi RANTES setelah stimulasi dengan TNF- dan IFN-.

    Mereka juga merupakan sumber penting dari thymus stroma

    lymphopoietin (TSLP), yang mengaktifkan DC ke sel T-helper primer

    untuk menghasilkan IL-4 dan IL-13 (yaitu, mempromosikan diferensiasi

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    9/37

    sel Th2) 0, pentingnya TSLP di patogenesis DA didukung oleh

    pengamatan pada tikus secara genetik untuk overexpress TSLP di kulit

    mengembangkan peradangan kulit DA. Kulit yang diturunkan TSLP juga

    diduga memicu perkembangan asma.Keratinosit sangat penting untuk

    respon kekebalan kulit bawaan, mengekspresikan reseptor Toll-like,

    memproduksi sitokin proinflamasi dan peptida antimikroba (seperti

    defensin human dan cathelicidins) dalam menanggapi cedera jaringan

    atau menyerang microbes. Beberapa penelitian saat ini menunjukkan

    bahwa keratinosit DA memproduksi jumlah peptida antimikroba yang

    sedikit dan ini dapat mempengaruhi individu tersebut untuk kolonisasi

    kulit dan infeksi S. aureus, virus, dan jamur. Namun, kekurangan ini

    tampaknya diperoleh sebagai hasil dari Th2-sitokin (IL-4, IL-10, dan IL-

    13) penghambatan dimediasi TNF- dan IFN--diinduksi generasi

    peptida antimikroba. (6)

    2.3.3 Kunci Tipe Sel pada Dermatitis Atopik

    Antigen-Presenti ng Cel ls

    Kulit pasien DA mengandung dua jenis afinitas tinggi reseptor,

    IgE reseptor-bearing (FcR) DC myeloid: (1) LC dan (2) sel epidermis

    dendritik inflammatory (IDC). IgE-bearing LC tampaknya memainkan

    peran penting dalam presentasi alergen kulit untuk IL-4-memproduksi Th2

    cells. Dalam hal ini, IgE membungkus LC, LC yang tidak memiliki

    permukaan Ig yang mampu menyajikan alergen ke sel T. Hasil ini

    menunjukkan bahwa sel-terikat IgE pada LC memfasilitasi penangkapan

    dan internalisasi alergen ke dalam LC sebelum pengolahan dan presentasiantigen ke sel T mereka. LC yang telah menangkap alergen mungkin

    mengaktifkan memori sel Th2 pada kulit atopik, tetapi mereka juga dapat

    bermigrasi ke kelenjar getah bening untuk merangsang sel-sel T untuk

    memperluas kolam sel Th2 sistemik. Stimulasi FcRI pada permukaan LC

    oleh alergen menginduksi pelepasan sinyal chemotactic dan rekrutmen sel

    prekursor IDECs dan sel T in vitro. Stimulasi FcRI pada IDECs

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    10/37

    menyebabkan pelepasan sinyal proinflamasi, yang berkontribusi terhadap

    amplifikasi dari respon imun alergi. (6)

    Sel T

    Sel T berperan penting dalam patogenesis DA, terutama selama

    fase akut penyakit ini. Konsep ini didukung oleh pengamatan bahwa

    gangguan immunodeficiency sel-T primer sering dikaitkan dengan lesi

    kulit eczematous yang jelas setelah sumsum tulang transplantation

    berhasil. Selanjutnya, pada model binatang dari DA , ruam eczematous

    tidak terjadi tanpa adanya sel T . Selain itu, pengobatan dengan inhibitor

    topikal kalsineurin (TCIs), yang menargetkan sel-sel T secara signifikan

    mengurangi ruam kulit klinis DA. Beberapa penelitian telah menunjukkan

    adanya sel-sel T Th2-seperti di DA akut menghasilkan sitokin yang

    meningkatkan peradangan alergi kulit. Selama fase kronis DA, sel Th1

    menghasilkan IFN-. Sel-sel Th1-like menginduksi aktivasi dan apoptosis

    keratinocytes. Baru-baru ini, sel T regulator (Treg) telah digambarkan

    sebagai subtipe lebih lanjut dari sel T yang memiliki fungsi dan sitokin

    profil imunosupresif yang berbeda dari kedua Th1 dan Th2. sel Treg

    mampu menghambat perkembangan respon Th1 dan Th2. Kekurangan

    warga sel Treg juga telah dilaporkan di kulit DA. Menariknya,

    superantigen staphylococcal menumbangkan fungsi sel Treg dan dengan

    demikian dapat meningkatkan peradangan kulit. (6)

    2.3.4 Genetik

    DA adalah penyakit kompleks yanng ditransmisikan secara

    maternal. Penelitian Genome-wide linkage dengan ASD telah

    menemukan kromosom yang tumpang tindih dengan penyakit kulitinflamasi lainnya seperti psoriasis. Mutasi pada FLG, yang mengkode

    protein penghalang epidermal, filaggrin, telah terbukti menjadi faktor

    utama predisposisi untuk DA. . Pasien dengan filaggrin mutasi nol sering

    memiliki onset awal, dermatitis yang parah, tingkat tinggi alergen

    sensitisasi, dan berkembang menjadi asma di masa kanak-kanak., pada gen

    filaggrin ditemukan pada kromosom 1q21 yang mengandung gen

    (termasuk loricrin dan S100 calcium-binding protein) di kompleks

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    11/37

    diferensiasi epidermal, yang diketahui diekspresikan selama diferensiasi

    terminal dari epidermis. Analisis microarray DNA telah menunjukkan

    peningkatan regulasi dari S100 kalsium mengikat protein dan penurunan

    regulasi dari loricrin dan filaggrin. Pendekatan gen juga terlibat varian

    pada gen SPINK5, yang dinyatakan dalam epidermis paling atas, LEKT1,

    menghambat dua protease serin yang terlibat dalam deskuamasi dan

    peradangan (stratum korneum enzim tryptic dan stratum korneum enzim

    chymotryptic). Stratum korneum enzim tryptic dan stratum korneum

    ekspresi enzim tryptic meningkat di DA, menunjukkan bahwa

    ketidakseimbangan protease terhadap aktivitas inhibitor protease dapat

    berkontribusi untuk peradangan kulit atopik. Observasi ini menetapkan

    peran kunci untuk fungsi sawar kulit terganggu dalam patogenesis DA,

    sebagai pembentukan penghalang kulit terganggu memungkinkan

    peningkatan kehilangan air transepidermal dan, yang penting,

    meningkatkan masuknya alergen, antigen, dan bahan kimia dari

    lingkungan yang mengakibatkan respon inflamasi kulit. Hal ini penting

    untuk dicatat bahwa mutasi filaggrin, dan kemungkinan mutasi lain yang

    mempengaruhi penghalang kulit, dapat terjadi pada individu normal secara

    klinis, dan pada pasien dengan ichthyosis vulgaris tanpa bukti klinis

    peradangan kulit. DA memiliki sifat yang kompleks yang melibatkan

    interaksi antara beberapa produk gen memerlukan faktor lingkungan dan

    respon kekebalan tubuh untuk menghasilkan fenotip klinis akhir.

    Kromosom 5q31-33 berisi keluarga sitokin gen-IL-3 secara fungsional

    terkait, IL-4, IL-5, IL-13, dan granulosit makrofag colony-stimulating

    factor-yang diekspresikan oleh sel Th2. Karena alel T dikaitkan denganpeningkatan IL-4 aktivitas promotor gen jika dibandingkan dengan alel C,

    ini menunjukkan bahwa perbedaan genetik dalam aktivitas transkripsional

    dari IL-4 mempengaruhi gen predisposisi DA. (6)

    2.3.5 Peran Pruritus pada Dermatitis Atopik

    Pruritus adalah fitur yang menonjol dari DA, dinyatakan sebagai

    hiperreaktivitas kulit dan paparan garukan diikuti paparan alergen,

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    12/37

    perubahan kelembaban, keringat berlebihan, dan konsentrasi rendah iritasi.

    Pengendalian pruritus penting karena cedera mekanik dari menggaruk

    dapat menginduksi sitokin proinflamasi dan pelepasan kemokin, yang

    mengarah ke gatal siklus lingkaran setan. Mekanisme pruritus di DA

    kurang dipahami. Pelepasan alergen yang diinduksi histamin dari sel mast

    kulit bukanlah penyebab eksklusif pruritus di DA, karena H1 antihistamin

    tidak efektif dalam mengendalikan gatal DA. Namun, studi terbaru

    menunjukkan peran potensial untuk reseptor H4 dalam patologi kulit

    menunjukkan bahwa histamin dapat memainkan peran Namun,

    pengamatan bahwa pengobatan dengan kortikosteroid topikal dan inhibitor

    kalsineurin efektif dalam mengurangi pruritus menunjukkan bahwa sel-sel

    inflamasi memainkan peran penting dalam molekul pruritus. Yang telah

    terlibat dalam pruritus termasuk T- sitokin sel yang diturunkan seperti IL-

    31, neuropeptida stress, dan protease yang dapat bertindak atas protease-

    reseptor, eikosanoid, dan eosinofil yang diturunkan proteins. (2)

    2.4 Manifestasi Klinis Dermatitis Atopik

    Diagnosis DA biasanya dimulai pada masa bayi. Sekitar 50% dari pasien

    mengembangkan penyakit ini pada tahun pertama kehidupan dan tambahan 30%

    antara usia 1-5 tahun. Antara 50-80% pasien dengan penyakit ini berkembang

    rhinitis alergi atau asma di kemudian hari pada masa kanak-kanak dan dewasa. (2)

    1. DA tipe infantil. Biasanya timbul pada usia 2 bulan sampai usia 2 tahun,

    tetapi dapat pula terjadi pada usia 2-3 minggu. Bentuk yang paling sering

    adalah bentuk basah. Mula-mula berupa papula milier kemudian timbul

    eritem, papulovesikel yang bila pecah akan menimbulkan erosi daneksudasi. Biasanya terjadi pada muka terutama pipi, dapat meluas ke dahi,

    kulit kepala, leher, pergelangan tangan, ekstremitas bagian ekstensor dan

    bokong. Bentuk lain yang jarang terjadi adalah bentuk kering. Kelainan

    dapat berupa papula kecil, skuama halus, likenifikasi dan erosi. Biasanya

    terjadi pada anak yang lebih besar. Eksaserbasi bisa terjadi karena

    tindakan vaksinasi, makanan, bulu binatang atau perubahan suhu.

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    13/37

    2. DA tipe anak-anak. Timbul pada usia 2 tahun sampai 10 tahun. Kelainan

    dapat berupa papula, likenifikasi, skuama, erosi dan krusta. Biasanya

    terjadi pada fossa poplitea, antekubiti, pergelangan tangan, muka dan

    leher. Eksaserbasi tipe anak lebih sering karena iritasi dan kadang-kadang

    karena makanan.

    3.

    DA tipe Dewasa. Kelainan yang ditemukan berupa bercak kering dengan

    likenifikasi, skuama halus dan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.

    Biasanya terjadi pada daerah ekstremitas bagian fleksor, leher, dahi dan

    mata. Eksaserbasi pada DA tipe dewasa sering terjadi karena tekanan

    mental, iritasi dan makanan.

    Rasa gatal yang berkelanjutan dan reaksi pada jaringan kutan kulit

    merupakan gejala kardinal dari DA. Garukan pada kulit yang gatal akan

    menginduksi likenifikasi dan berlanjut ke arah infeksi sekunder.(1) Tanda yang

    dipakai untuk menentukan seseorang dalam keadaan atopi disebut dengan

    stigmata atopi. Stigmata ini secara signifikan lebih sering didapatkan pada pasien

    DA dibandingkan pada individu sehat dan dapat digunakan sebagai petunjuk

    untuk penegakkan diagnosis. Yang termasuk dalam stigmata DA antara lain: kulit

    kering (xerosis), palmar hyperlinearlity, Dennie-Morgan infraorbital fold, white

    dermographisme, fascial pallor, periorbital darkening, herthoge sign, dan

    cheilitis.(2, 6)

    Berdasarkan lama timbulnya gejala, dermatitis atopik dibagi menjadi tiga

    fase. Dermatitis atopik akut ditandai dengan pruritus yang berkelanjutan, papula

    eritema yang terkait dengan ekskoriasi, adanya vesikula diatas kulit yang

    kemerahan, dan eksudat serosa. Dermatitis atopik subakut ditandai dengan kulit

    yang eritema, adanya ekskoriasi dan scaling papules. Dermatitis atopik kronikditandai dengan kulit yang menebal dengan aksen (likenifikasi) dan papula

    fibrosis. Pasien dengan dermatitis atopik kronik biasanya dapat memiliki semua

    jenis lesi secara bersamaan ditambah dengan kulit kering dan kusam (6)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    14/37

    Gambar 2. Papula prurigo pada pasien dengan dermatitis atopik.(6)

    Gambar 3. Likenifikasi dan ekskoriasi pada aspek dorsal tangan

    pada anak dengan dermatitis atopik.(6)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    15/37

    A B

    Gambar 4, A. Lesi eczematous pada dermatitis atopi masa kanak-kanak. B.

    Eskoriasi papula dan pengerasan kulit (dengan infeksi sekunder) pada dermatitis

    atopik akut.(6)

    Gambar 5. Papula eritematosa berkonfluens di pipi dari bayi dengan dermatitis

    atopik subakut. Paparan kronis air liur dan makanan basah di lokasi ini telah

    memberikan kontribusi untuk distribusi DA.(6)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    16/37

    Gambar 6. Likenifikasi parah dan papula prurigo hiperpigmentasiterlihat pada

    pasien dengan dermatitis atopik kronis(6)

    Pola distribusi dan reaksi kulit bervariasi sesuai dengan usia dan penyakit

    aktivitas pasien. Selama masa bayi, Dermatitis atopik umumnya lebih akut dan

    terutama melibatkan wajah (Gambar. 7),kulit kepala, dan permukaan ekstensor

    ekstremitas (Gambar 8). Daerah popok biasanya terhindar. Pada anak-anak yang

    lebih tua, dan pada mereka yang telah lama penyakit kulit, pasien

    mengembangkan bentuk kronis DA dengan likenifikasi dan lokalisasi ruam pada

    lipatan lentur ekstremitas (Gambar 9). DA sering reda pada sebagian pasien

    tumbuh lebih tua, meninggalkan seorang dewasa dengan kulit yang rentan

    terhadap gatal dan peradangan saat terkena iritasi eksogen. Dermatitis tangan

    kronis mungkin manifestasi utama pada orang dewasa dengan DA (Gambar. 10).

    (6)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    17/37

    Gambar 7. Edema dan eritema kelopak mata dengan likenifikasi dan

    hiperpigmentasi pada remaja dengan dermatitis atopik. Perhatikan lipatan

    infraocular.(6)

    Gambar 8. Bayi yang mengalami gatal pada dermatitis atopik(6)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    18/37

    Gambar 9 Atopik dermatitis anak dengan lichenifikasi dari fossa antecubital dangeneralisata plak eczematous disertai pruritus berat(6)

    Gambar 10 . tipikal papula, vesikel, dan erosi terlihat dalam dermatitis atopik

    tangan (6)

    2.5 Pemeriksaan Penunjang

    Uji laboratorium tidak diperlukan dalam evaluasi rutin dan pengobatan

    tidak rumit AD. Kadar serum IgE meningkat pada sekitar 70-80% pasien DA .

    Hal ini dikaitkan dengan sensitisasi terhadap inhalan dan makanan alergen dan /

    atau rhinitis alergi bersamaan dan asthma. Sebaliknya, 20-30% pasien DA

    memiliki serum yang normal kadar IgE. Pada DA terdapat kekurangan IgE

    sensitisasi terhadap alergen inhalan atau makanan. Namun, beberapa pasien

    mungkin memiliki IgE sensitisasi terhadap antigen mikroba seperti toxik S.

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    19/37

    aureus, dan Candida albicans atau Malassezia sympodialis dapat dideteksi. Juga,

    beberapa pasien juga menunjukkan reaksi positif menggunakan uji atopi Patch

    meskipun tes kulit langsung negatif. Sebagian besar pasien dengan DA juga

    memiliki eosinofilia darah perifer. Pasien dengan DA dapat mengalami

    peningkatan pelepasan histamin secara spontan dari basofil. Temuan ini mungkin

    mencerminkan respon imun Th2 sistemik d terutama pasien yang mengalami

    peningkatan serum kadar IgE. Yang penting, tuan rumah sel darah perifer sel

    CLA + T pada pasien DA mengungkapkan baik CD4 atau CD8 secara spontan

    mensekresikan IL-5 dan IL-13, yang secara fungsional memperpanjang

    kelangsungan hidup eosinofil yang menginduksi sintesis IgE. (6)

    Pemeriksaan Histologi DA juga bervariasi dengan tahap lesi. Ada banyak

    perubahan yang disebabkan oleh menggaruk. hiperkeratosis, acanthosis, dan

    ekskoriasi yang umum. Kolonisasi staphylococcal dapat dicatat secara histologis.

    meskipun eosinophil tidak dapat dilihat dalam infiltrat dermal, pewarnaan untuk

    eosinophil Major Basic Protein (MBP) mengungkapkan deposisi dalam banyak

    kasus. Deposisi MBP berat sering terlihat dalam spesimen dari pasien dengan DA

    dan riwayat pribadi atau keluarga atopi penyakit pernafasan.

    2.6 Diagnosis

    Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemer iksaan fisik.

    Tidak ada gambaran klinis tunggal pembeda atau tes laboratorium diagnostik

    untuk DA, sehingga diagnosis didasarkan pada temuan klinis oleh Hanifin &

    Rajka (Tabel 1.1).

    Tabel 1. Kriteria mayor dan minor dermatitis atopik.(2,6)

    Kriteria Mayor Kriteria Minor

    1.

    Gatal

    2. Morfologi dan distribusi lesi

    khas : likenifikasi fleksural

    atau hiperlinearis pada

    orang dewasa. Mengenai

    1. kulit kering

    2. Iktiosis/

    hiperlineapalmar/keratosis

    pilaris

    3. Peningkatan kadar IgE serum

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    20/37

    wajah dan ekstensor pada

    bayi dan anak.

    3. Dermatitis kronik atau kronik

    berulang.

    4.

    Riwayat atopi pada pasien

    atau keluarga

    4.

    Usia awitan dini

    5. Kecenderungan

    mendapat infeksi kulit akibat

    gangguan imunitas seluler

    6. Kecenderungan mendapat

    dermatitis nonspesifik pada

    tangan dan kaki

    7. Eksema pada putting susu

    8. Chielitis

    9. Konjungtivitis berulang

    Lipatan orbital Dennie-Morgan

    10.

    Keratokonus

    11. Katarak subkapsuler anterior

    12. Hiperpigmentasi daerah orbita

    13.

    Kemerahan/ kepucatan dipipi

    14. Pitiriasis alba

    15. Dermatitis dilipatan

    leher anterior

    16.

    Gatal bila berkeringat

    17. Intoleransi terhadap wol dan

    pelarut lemak

    18.

    Aksentuasi perifolikuler

    19. Intoleransi makanan

    20. Perjalanan penyakit

    dipengaruhilingkungan/emosi

    21. Dermografisme putih/ delayed

    blanch

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    21/37

    2.7. Diagnosis Banding

    Dalam diagnosis banding, terdapat sejumlah penyakit kulit inflamasi,

    imunodefisiensi, penyakit genetik, penyakit infeksi,dan infestasi yang mempunyai

    gejala dan tanda yang sama dengan DA, yaitu:

    1. Dermatitis kontak (alergi dan iritan)

    2. Dermatitis seboroik

    3.

    Skabies

    4. Psoriasis vulgaris

    5. Iktiosis vulgaris

    6.

    Dermatofitosis

    7.

    Eczema asteatotik

    8. Liken simplek kronikus

    9. Dermatitis numularis.(1)

    Diagnosis

    Banding

    Definisi dan

    Manifestasi Klinis

    Manifestasi Klinis

    Gambaran Lesi Keterangan

    Dermatitis

    Atopik

    Inflamasi kulit kronis

    Residif yang umumnya

    sering terjadi pada masa

    bayi dan anak, namun

    dapat juga terjadi pada

    dewasa.

    Lesi bisa makula atau

    patch, papula, bisa disertai

    skuama, krusta, erosi dan

    likenifikasi pada lesi yang

    kronis, polimorf, berbatas

    tidak tegas, distribusi khas

    simetris. Dewasa biasanya

    pada anggota gerak fleksor

    Dermatitis

    kontak

    alergika

    Inflamasi pada kulit

    melalui mekanisme

    imunologi, akibat

    paparan allergen

    eksogen.

    Lesi bisa papula,vesikel,

    makula atau patch, disertai

    skuama,krusta, likenifikasi,

    polimorf, berbatas tegas

    sesuai alergen kontak.

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    22/37

    Dermatitis

    Seboroik

    Peradangan kulit pada

    daerah yang banyak

    mengandung kelenjar

    sebasea. Biasa terdapat

    kulit kepala, belakang

    telinga, alis mata,

    ketiak, dada dan daerah

    suprapubis.

    Lesi berupa makula

    eritema yang ditutupi oleh

    papul milier berbatas tidak

    tegas dan skuama halus.

    Kadang ditemukan erosi

    dengan krusta yang sudah

    mengering berwarna

    kekuningan.

    Likhen

    simpleks

    kronik

    Peradangan kulit kronik

    dengan rasa sangat gatal

    ditandai dengan kulit

    menebal dan garis kulit

    terlihat lebih jelas

    dengan bentuk

    sirkumkripta. Gejala

    terdapat rasa yang

    sangat gatal

    Lesi berupa papul eritem

    konfluens yang dapat

    berbentuk plak

    hiperpigmentasi akibat

    garukan, disertai

    likenifikasi dan sering

    terdapat ekskoriasi dengan

    skuama minimal.

    Skabies Skabies adalah penyakit

    kulit menular yang

    bersifat zoonosis dan

    disebabkan oleh tungau

    Sarcoptes scabiei .

    Penyakit ini tersebar luas

    di seluruh dunia terutama

    pada daerah-daerah yang

    erat sekali kaitannya

    dengan lahan kritis,

    Lesi yg timbul dapat

    berupa nodul atau papula

    yg merah, bersisik, timbul

    krusta (ekskoriasi) pada

    sela-sela jari, pinggir jari,

    pergelangan tangan dan

    pinggir telapak tangan,

    siku, ketiak, skrotum,

    penis, labia dan areola

    pada wanita.

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    23/37

    2.8. Tatalaksana

    Prinsip terapi:

    - Hindari paparan antigen

    -

    Cegah timbulnya ikatan antigen dengan IgE

    - Hambat sekresi mediator radang yang disekresi mastosit dan eosinofil.

    -

    Cegah infeksi berarti mencegah kekambuhan.(6)

    2.8.1. Non Medikamentosa

    Untuk memperoleh keberhasilan terapi DA, diperlukan pendekatan

    sistematik meliputi hidrasi kulit dan identifikasi serta eliminasi faktor pencetus

    seperti iritan, alergen, infeksi, dan stressor emosional. Selain itu, rencana terapi

    harus individualistic sesuai dengan pola reaksi penyakit, termasuk stadium

    penyakit dan factor pencetus unik dari masing-masing pasien.(6)

    2.8.2. Medikamentosa

    Hidrasi kulit

    Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis yang

    mempengaruhi terjadinya fisura mikro kulit yang dapat menjadi jalan masuk patogen,

    iritan dan alergen. Problem tersebut akan dipengaruhi oleh musim dan lingkungan

    kerja tertentu. Mandi dengan sabun berpelembab minimal 20 menit dilanjutkan

    dengan pemberian emollient (untuk menahan kelembaban ) dapat meringankan

    gejala.Terapi hidrasi bersama dengan emolien dapat mengembalikan dan memperbaiki

    sawar lapisan kulit, dan dapat mengurangi pemakaian steroid topikal.(6)

    a. Topikal

    Steroid

    Karena steroid memiliki efek samping, maka pemakaian steroid topical hanya

    diberikan pada DA eksaserbasi akut. Setelah fase akut DA berakhir, maka pemberian

    steroid jangka panjang dapat dipertahankan pada sebagian pasien dengan pemakaian

    fluticasone 0.05% 2x/ minggu pada area yang telah sembuh. Steroid poten harus

    dihindari pada wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid dioles kan pada lesi dan

    emolien diberikan pada kulit yang tidak terkena. Steroid ultra-poten hanya boleh

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    24/37

    dipakai dalam waktu singkat dan pada area likenifikasi (tetapi tidak pada wajah

    atau lipatan). Steroidmid-poten dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik pada

    badan dan ekstremitas. Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis

    perioral, dan akne rosasea.(6)

    Inhibitor kalsineurin

    Takrolimus dan pimekrolimus topical telah dikembangkan sebagai

    imunomodulator nonsteroid. Salaptakrolimus 0.03% telah disepakati sebagai terapi

    intermiten DA derajat sedang-berat pada anak 2 tahun dan takrolimus 0.1%

    untuk dewasa. Krimpimekrolinus 1% untuk anak 2 tahun dengan DA derajat

    ringan-sedang. Kedua obat ini efektif dan aman dipakai sebagai terapi sampai 4

    tahun (untuk pemakaian takrolimus) dan 2 tahun (untuk pimekrolimus). Kedua bahan

    tersebut tidak menyebabkan atrofi kulit, sehingga aman untuk wajah dan lipatan, dan

    tidak menyebabkan peningkatan kecenderungan mendapat superinfeksi virus.(1)

    Antibiotik

    Sefalosporin dan golongan penicillins (dikloksasilin, oksasilin, kloksasilin)

    diberikan untuk pasien yang tidak resisten terhadap strain S.aureus. Stafilokokus

    yang resisten golongan tersebut memerlukan kultur dan uji sensitivitas untuk

    menentukan obat yang cocok. Mupirosin topical dapat berguna untuk lesi yang

    mengalami infeksi sekunder. Terapi antivirus juga dapat diberikan apabila

    terdapat infeksi herpes simplek kulit. Infeksi dermatofit dapat menyebabkan

    eksaserbasi DA, sehingga harus diterapi dengan anti-jamur topical atau

    sistemik.(6)

    Preparat ter

    Preparat ter mempunyai efek anti pruritus dan anti-inflamasi pada kulit

    tetapi tidak sekuat steroid topical. Preparat terdapat mengurangi potensi steroid

    topikal yang diperlukan pada terapi pemeliharaan DA kronis. Preparat ter tidak

    boleh diberikan pada lesi kulit radang akut, karena dapat terjadi iritasi kulit. Efek

    samping ter diantaranya folikulitis dan fotosensitif.(6)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    25/37

    b. Sistemik

    Anti-pruritus

    Steroid topikal dan hidrasi kulit sering mengurangi keluhan gatal. Namun

    pemberian antihistamin sistemik dapat memblok reseptor H1 dalam dermis,

    sehingga dapat menghilang kan pruritus akibat pelepasan histamin. Karena

    pruritus biasanya lebih parah pada malam hari, maka dianjurkan pemberian

    antihistamin sedatif, hidroksizin, doksepin atau difenhidramin, yang mempunyai

    efek samping mengantuk bila diberikan pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek

    anti depresan dan efek blok terhadap reseptor H1 dan H2. Obat ini dapat diberikan

    dengan dosis 10-75mg oral malam hari atau sampai 2x75mg pada pasien dewasa.Pemberian doksepin 5% topical jangka pendek (1minggu) dapat mengurangi

    pruritus tanpa menimbulkan sensitisasi. Walaupun demikian, dapat terjadi

    efeksedasi pada pemberian topikal area yang luas dan dermatitis kontak alergik.

    Pemberian anti histamine non-sedatif akan menunjukkan hasil yang bervariasi,

    dan akan berguna bila DA disertai dengan urtikaria atau rhinitis alergika.(6)

    Steroid

    Pemberian steroid sistemik sering dipilih karena terapi topical dan hidrasi

    kulit memberkan hasil yang lambat. Pemakaian kortikosteroid oral diberikan pada

    kasus DA fase akut dan jarang pada DA fase kronik. Jenis kortikosteroid yang

    diberikan untuk mempercepat hilang nya gejala pada fase akut biasanya adalah

    golongan kortikosteroid potensi sedang sampai tinggi dengan pemberian jangka

    pendek. Outcomepasien setelah pemberian steroid sistemik sering disertai rebound

    flareberat setelah pemakaian steroid dihentikan. Bila ini diberikan, perlu dilakukan

    tapering off dosis.(6)

    Siklosporin

    Siklosporin adalah obat imunosupresif poten yang bekerja terutama terhadap

    sel T dengan cara menekan transkripsi sitokin. Pasien DA dewasa dan anak yang

    refrakter terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan siklosporin jangka

    pendek. Dosis 5mg/kg umumnya dipakai dalam pemakaian jangka pendek dan

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    26/37

    panjang (1 tahun). Penghentian terapi dapat menyebabkan kekambuhan. Selain itu

    siklsporin dapat meningkatkan kreatinin serum, gangguan ginjal dan hipertensi.(6)

    Fototerapi

    Saat ini, sinar ultraviolet telah digunakan sebagai terapi pada dermatitis

    atopik. Kombinasi UVA dan UVB dapat berguna sebagai terapi penyerta DA.

    Target UVA dengan/ tanpa psoralen adalah sel LC dan eosinofil, sedangkan UVB

    berfungsi imunosupresif melalui penghambatan fungsi sel penyaji antigen, LC

    dan merubah produksi sitokin oleh keratinosit. Efek samping jangka pendek

    berupa eritema, nyeri kulit, gatal, dan pigmentasi, sedangkan efek samping

    jangka panjang adalah penuaan kulit dan keganasan.(6)

    2.9. Prognosis

    Periode remisi lebih sering terjadipada pasienyang lebih tua. Resolusi

    spontan DA telah dilaporkan terjadi setelah usia 5 tahun di 40-60% dari pasien

    yang terkena pada masa bayi, terutama jika penyakit mereka ringan. Meskipun

    studi sebelumnya menunjukkan bahwa sekitar 84% dari anak-anak mengatasi DA

    mereka pada masa remaja, studi yang lebih baru telah melaporkan DA

    menghilang di sekitar 20% dari anak-anak diikuti dari bayi sampai remaja, tetapi

    menjadi berkurang parah di 65%. Selain itu, lebih dari setengah dari remaja

    dirawat karena dermatitis ringan mungkin mengalami kekambuhan penyakit saat

    dewasa. Mutasi filaggrin telah dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi dari

    dermatitis atopik persisten ke masa kanak-kanak kemudian dewasa. (2, 6)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    27/37

    LAPORAN KASUS

    3.1 Identitas Pasien

    Nama : Ny, F

    Umur/Jenis Kelamin : 73 tahun/ perempuan

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Alamat : Cot Cut

    Agama : Islam

    Suku : Aceh

    Nomor CM : 1060392

    Jaminan : JKRA

    Tanggal pemeriksaan : 15 September 2015

    3.2 Anamnesis

    Keluhan Utama

    Gatal pada kaki, leher serta punggung belakang

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUDZA dengan

    keluhan gatal pada tungkai bawah, leher kanan dan kiri serta punggung belakang

    sejak 1 bulan terakhir. Gatal bersifat hilang dan timbul, timbul ketika udara

    dingin, diperberat jika berkeringat. Gatal juga dikeluhkan saat pasien makan

    udang dan juga telur. Gatal berkurang jika kaki di rendam dalam air garam

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien pernah mengalami keluhan seperti sebelumnya dan sembuh, asma (-

    ), alergi (+)Riwayat Pemberian Obat

    Pasien sudah pernah berobat di poli kulit dan kelamin RSUDZA dan

    mendapatkan obat :

    -

    Emolien

    - Asam salisilat 3% + clobetasol propionate (pagi)

    - Thiamphenicol 2% + desoximethasone 0,25% cream (malam)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    28/37

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama dengan pasien

    Riwayat Kebiasaan Sosial

    Personal hygienepasien baik

    3.3 Pemeriksaan Fisik Kulit

    Status Dermatologis : Tanggal 15 September 2015

    Regio : Cruris dextra sinistra

    Deskripsi Lesi : Tampak patch hiperpigmentasi, batas tidak tegas, tepi

    irreguler, jumlah multiple, ukuran plakat, permukaannya

    skuama dan likenifikasi, distribusi generalisata

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    29/37

    Regio : Colli, Thorakalis posterior dan servikalis

    Deskripsi lesi : Tampak patch eritematous berbatas tidak tegas tepi

    ireguler ukuran plakat distribusi generalisata.

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    30/37

    3.4 Pemeriksaan Penunjang

    White dermografisme di dapatkan hasil : setelah di gores akan muncul lebih dulu

    garis merah, lalu berubah menjadi satu garis putih dalam waktu 10 detik

    3.5 Resume

    Pasien datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUDZA dengan

    keluhan gatal pada tungkai bawah, leher kanan dan kiri serta punggung belakang

    sejak 1 bulan terakhir. Gatal bersifat hilang dan timbul, timbul ketika udara

    dingin, diperberat jika berkeringat dan makan udang atau terlur. Keluhan ini

    sudah sering dikeluhakan hilang timbul oleh pasien, riwayat asma disangkal dan

    alergi (+). Berdasarkan pemeriksaan fisik kulit ditemukan Tampak patch

    hiperpigmentasi, batas tegas, tepi irreguler, jumlah multiple, ukuran plakat,

    permukaannya skuama dan likenifikasi, distribusi generalisata.

    3.6 Diagnosis Banding

    1. Dermatitis atopik

    2. Dermatitis kontak Alergi

    3.

    Neurodermatitis (Lichen Simpleks Kronik)

    4. Dermatitis sebhoroik

    5. Skabies

    3.7 Diagnosis Klinis

    Dermatitis atopik

    3.8

    Tatalaksana Terapi sistemik:

    Cetirizine 10mg tab 2x1

    Terapi topikal:

    -

    Emolien

    - Asam salisilat 3% + momethason cream ue (pagi)

    - Thiamphenicol 2% + diflukortolon cream (malam)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    31/37

    Edukasi:

    -

    Hindari makanan pencetus gatal, seperti: ayam, seafood

    - Hindari menggaruk lesi

    -

    Ganti sabun dengan sabun bayi

    -

    Edukasi bahwa penyakit sulit hilang jika faktor pencetus tidak

    dikurangi

    - Edukasi bahwa penyakit bisa berulang.

    3.9 Prognosis

    Quo ad vitam : dubia ad bonam.

    Quo ad functionam : dubia ad bonam.

    Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    32/37

    ANALISA KASUS

    Ny. F Perempuan usia 73 tahun datang dengan keluhan gatal pada tungkai

    bawah, leher kanan dan kiri serta punggung belakang sejak 1 bulan terakhir. Gatal

    bersifat hilang dan timbul, ketika udara dingin, diperberat jika berkeringat dan

    makan udang atau terlur. Keluhan ini sudah sering dikeluhakan hilang timbul oleh

    pasien, riwayat asma disangkal dan alergi (+). Berdasarkan pemeriksaan fisik

    kulit ditemukan Tampak patch hiperpigmentasi, batas tegas, tepi irreguler, jumlah

    multiple, ukuran plakat, permukaannya skuama dan likenifikasi.

    Dermatitis atopik adalah penyakit peradangan kronik pada kulit yang

    berulang dengan kenaikan kadar serum IgE dan sensitisasi terhadap alergen

    makanan atau lingkungan. Peradangan kulit ditandai dengan adanya rasa gatal,

    kulit kering, bercak kemerahan, papula eritema, ekskoriasi sekunder, sampai

    likenifikasi.(12)

    Gejala yang sering muncul pada pasien dermatitis atopik adalah rasa gatal, kulit

    kering , bercak kemerahan, papul eritem, ekskoriasi sekunder, sampai likenifikasi. Rasa

    gatal dan kulit kemerahan pada pasien dapat diakibatkan karena pelepasan mediator

    radang seperti histamin dari sel radang karena reaksi hipersesitivitas yang diperantarai IgE.

    Serabut saraf epidermis mengalami peregangan akibat akantosis dan likenifikasi sehingga

    dapat menurunkan ambang rasa gatal. Hal ini juga menjelaskan garukan pada penderita

    dermatitis atopik akan mencetuskan gatal yang lebih hebat sehingga diperlukan pemberian

    pelembab kulit. (2)

    Keluhan gatal yang merupakan keluhan utama pasien dapat diakibatkan

    karena mediator radang yang dikeluarkan oleh sel radang sehingga menyebabkan

    ambang rasa gatal yang rendah akibat kekeringan kulit, perubahan kelembabanudara, keringat berlebihan, dan juga faktor stres. Kekeringan yang terjadi pada

    penderita DA diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun,

    transepidermal water loss meningkat, skincapacitance (kemampuan stratum

    korneum mengikat air) menurun, terlebih karena pasien pernah mengalami luka

    bakar sebelumnya. Kekeringan kulit ini menyebabkan ambang rangsang gatal

    menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk, dimana

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    33/37

    garukan ini dapat menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan

    mikroorganisme dan bahan iritan/ alergen lain untuk masuk kedalam kulit. (2)

    Pasien dalam kasus ini merupakan perempuan berusia 73 tahun. Walaupun

    angka kejadian dermatitis atopik banyak terjadi pada anak- anak yaitu sekitar 10-

    20%, akan tetapi penyakit ini masih dapat terjadi pada orang dewasa, yaitu sekitar

    3%. Insidensi penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dibanding laki-laki

    (rasio 1,3:1,0) (13,14)

    Adapun diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan

    faktor risiko yang ada pada pasien. Berdasarkan gejala klinis dan gambaran lesi,

    maka pasien ini dapat didiagnosis banding dengan dermatitis atopik, dermatitis

    kontak alergi, dermatitis seboroik, liken simplek kronik dan scabies.

    Berdasarkan kriteria Hanifin-Rajka, pasien memiliki 3 kriteria mayor serta

    6 kriteria minor sehingga dapat didiagnosis dengan dermatitis atopik. Adapun

    kriteria mayor yang ditemukan pada pasien adalah rasa gatal atau pruritus,

    morfologi dan distribusi yang khas pada orang dewasa yaitu di fleksor tangan dan

    fleksor tungkai, serta perjalanan penyakit yang berulang. Sedangkan kriteria minor

    pada pasien ini antara lain konjungtivitis rekuren, pengaruh factor emosi, xerotic,

    terdapat lesi pada lipatan leher, gatal saat berkeringat, white dermographisme .(6)

    Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya

    riwayat atopi adalah dengan atopic patch test dan prick test. Pemeriksaan darah

    tepi dapat ditemukan eosinophilia, pemeriksaan level serum IgE dapat ditemukan

    peningkatan level serum IgE, dan pemeriksaan white dermographysm juga

    dilakukan untuk menegakkan diagnosis DA. Pada pasien hanya dilakukan white

    dermographysm, didapatkan hasil garis merah yang terjadi tidak segera disusul

    dengan daerah kemerahan tetapi malah disusul warna putih pucat selamat 2-3menit (2)

    Pasien ini diberikan terapi berupa antihistamine oral yakni cetirizine

    10mg 2 kali sehari, Untuk terapi topikal pasien ini mendapatkan soft udrem,

    asam salisilat 3% yang dikombinasikan dengan momethason cream serta

    thiampenikol 2% kombinasi diflukortolon velerate 0,1 %. Soft udem adalah

    tindakan kompress basah yang termasuk dalam tatalaksana topikal pada

    dermatitis atopik dengan teknik Wet-wrap therapy (WHAT)) yang merupakan

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    34/37

    salah satu metode mengurangi keparahan DA, dan sering dilakukan pada rawat

    jalan, digunakan steroid secara bersamaan. WWT terus digunakan sampai 2

    minggu, tergantung toleransi pasien.(8). Terapi topikal kombinasi asam salisilat

    3% dan momethason cream. Asam salisilat 3% termasuk kedalam obat keratolitik

    namun karena dalam dosis yang rendah dapa t memicu keratoplastik, yakni

    pembentukan kembali keratin yang sudah rusak. Obat ini dikombinasikan dengan

    diflokurtolon valerat yang merupakan steroid golongan medium. Pemberian obat

    ini bertujuan untuk mempercepat pembentukan keratin yang sudah rusak,

    melembabkan kulit karena pasien dengan DA mengalami transepidermal water

    loss sehingga kulit mudah kering, dan mengatasi reaksi peradangan.(1) Terapi

    topical yang pasien dapatkan adalah Thiampenikol 2% dikombinasikan dengan

    diflukortolon velerate 0,1%, pada pasien ini diberikan karena terdapat tanda-tanda

    infeksi sekunder.(15 ). Thiampenikol 2% merupakan golongan antibiotik topical

    sedangkan diflukortolon velerate 0,1 % adalah golongan steroid poten yang

    bermanfaat sebagai antiinflamasi topical. (1)

    Pemberian cetirizine dimaksudkan sebagai antihistamin yang dapat

    mengurangi rasa gatal pada pasien sehingga risiko untuk timbulnya ekskoriasi

    karena garukan berkurang dan risiko infeksi juga berkurang.(6)

    Pada reaksi hipersensitifitas, terdapat mekanisme regulasi silang,

    dimana sitokin yang dihasilkan oleh sel T akan merangsang sel T itu sendiri

    untuk menghasilkan sitokinnya sendiri lebih banyak, dan menghambat sitokin

    yang dihasilkan oleh sel T lainnya. Pada dermatitis atopik, sel T yang

    berperan adalah sel Th2 sehingga sitokin sel Th2 seperti IL-4,5,10,13 akan

    diproduksi lebih banyak, dan sitokin dari sel Th1 seperti IFN-gamma dan

    TNF-alpha akan dihambat. Berkurangnya produksi IFN-gamma akanmenyebabkan pasien DA lebih rentan terkena infeksi virus, sedangkan

    berkurangnya produksi TNF-alpha akan menyebabkan pasien DA lebih

    rentan terjadi proses keganasan karena tidak ada yang menginhibisi atau

    mengapoptosis sel secara signifikan.

    Pada pasien ini diberikan pemahaman agar menghindari faktor pencetus

    penyakit agar tidak berulang. Faktor pencetus yang perlu diidentifikasi di

    antaranya sabun atau detergen, pajanan kimiawi, rokok, pakaian abrasif, pajanan

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    35/37

    ekstrim suhu dan kelembaban. Tindakan peningkatan higenitas, menghindari

    faktor pencetus gatal, serta edukasi bahwa penyakit ini sulit hilang jika faktor

    pencetus tidak dihilangkan dan resiko bahwa penyakit akan sering berulang

    penting ditekankan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. (2)

  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    36/37

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Watson W, Kapur S. Alergy Atopik Asthma and Clinical Imunology

    REVIEW Open Access. 2011.

    2. James W, Berger T, Elston D. Atopic dermatitis, eczema, and

    noninfectious immunodeficiency disorders. Andrews Diseases of the Skin

    Clinical Dermatology 11th ed Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011:62-87.

    3. Schneider L, Tilles S, Lio P, Boguniewicz M, Beck L, LeBovidge J, et al.

    Atopik dermatitis: a practice parameter update 2012. Journal of Allergy and

    Clinical Immunology. 2013;131(2):295-9. e27.

    4. Baron S, Cohen S, Archer C. Guidance on the diagnosis and clinical

    management of atopik eczema. Clinical and experimental dermatology.

    2012;37(s1):7-12.

    5. Nutten S. Atopik dermatitis: global epidemiology and risk factors. Annals

    of Nutrition and Metabolism. 2015;66(Suppl. 1):8-16.

    6. Boguniewicz DYMLLFEM. Fitzpatrick's Dermatology in General

    Medicine. Atopik Dermatitis: McGraw-Hill Medical; 2012; 146-158

    7. Burns T. 24. Atopik Dermatitis. Rook's textbook of

    dermatologyhttp://onlinelibrary.wiley.com/;2010.

    8. Eichenfield LF, Tom WL, Berger TG, Krol A, Paller AS,

    Schwarzenberger K, et al. Guidelines of care for the management of atopik

    dermatitis: section 2. Management and treatment of atopik dermatitis with topical

    therapies. Journal of the American Academy of Dermatology. 2014;71(1):116-32.

    9. Amestejani M, Salehi BS, Vasigh M, Sobhkhiz A, Karami M, Alinia H, et

    al. Vitamin D supplementation in the treatment of atopik dermatitis: a clinical trial

    study. Journal of drugs in dermatology: JDD. 2012;11(3):327-30.

    10. Sidbury R, Davis DM, Cohen DE, Cordoro KM, Berger TG, Bergman JN,

    et al. Guidelines of care for the management of atopik dermatitis: section 3.

    Management and treatment with phototherapy and systemic agents. Journal of the

    American Academy of Dermatology. 2014;71(2):327-49.

    11. Sulistyaningrum SK, Nilasari H, Effendi EH. The Use of Salicylic Acid in

    Dermatology. Journal of the Indonesian Medical Association. 2013;62(07).

    http://onlinelibrary.wiley.com/;http://onlinelibrary.wiley.com/;http://onlinelibrary.wiley.com/;http://onlinelibrary.wiley.com/;
  • 7/23/2019 LAPKAS KULIT PUTRI & DEBBY PDF.pdf

    37/37

    12. Buckley RH. The Immunologic System and Disorders. In: Behrman RE,

    Kliegman R,

    Arin AM, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 17 ed. Philadelphia:

    Saunders; 2004.

    p. 589-92

    13. Sohn A, Frankel A, Patel RV, Goldenberg G. Eczema.Mount Sinai Journal of

    Medicine. 2011;78:730-9.

    14. Zheng T, Yu J, Oh MH, Zhu Z. The atopic march: progression from atopic

    dermatitis to allergic rhinitis and asthma. Allergy, asthma & immunology

    research. 2011;3(2):67-73.