lapkas CHF
-
Upload
nurul-physician -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of lapkas CHF
BAB 1PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Definisi gagal yaitu relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti
gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal
miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium, gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal
jantung dalam fungsi pompanya.1
Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat
1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000
diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor risiko terjadinya gagal
jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75 % pasien yang dirawat dengan
CHF berusia antara 65 dan 75 tahun. Terdapat 2 juta kunjungan pasien rawat jalan
per tahun yang menderita CHF, biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar
dollar per tahun. Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri
koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko
terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia,
gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.2
1
BAB 2LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Tn.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 76 Tahun
Alamat : Tanah Luas
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
No. MR : 40.64.65
TMRS : 10 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 10April 2015
2.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Sesak napas
2. Keluhan Tambahan : Mudah lelah,nyeri dada dan kaki bengkak.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSCM dengan keluhan sesak napas yang memberat
sejak satu malam sebelum masuk RS. Sesak dirasakan saat pasien beristirahat.
Sebelumnya pasien sudah mengeluhkan sesak sejak ±2 bulan belakangan yang
dirasakan saat pasien beraktifitas. Pasien merasakan sesak napas bila tidur
terlentang dan sering tidur menggunakan 2-3 bantal untuk menghilangkan sesak
napasnya. Pasien juga sering terbangun ditengah malam karena sesak napas.
2
Pasien juga mengeluhkan mudah lelah sejak ±2 bulan yang lalu yang
timbul saat pasien beraktifitas ringan dan berkurang bila pasien istirahat. Nyeri
dada juga sering dirasakan pasien sejak ±2 bulan ini yang dirasakan diulu hati
yang menjalar sampai ke dada bahagian tengah seperti rasa terbakar setiap kali
pasien melakukan pekerjaan ringan selama 10-15 menit dan nyeri dada berkurang
ketika pasien istirahat.
Pasien juga mengalami bengkak di kedua belah kakinya. Bengkat sudah
dialami sejak ±1 bulan belakangan yang hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan
batuk dimalam hari terutama sejak ±1 bulan yang lalu, batuk disertai dengan
dahak yang berwarna putih.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangka
5. Riwayat Pengobatan
- Belum mendapat pengobatan sebelumnya
6. Riwayat Pola Makan
Pasien memiliki pola makan 3 kali sehari.Pasien juga sering
mengkonsumsi makanan-makanan bersantan dan goreng-gorengan, serta jarang
berolahraga.
3
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Present
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Pengukuran Tanda vital
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 62 kali/menit
Irama : irreguler
Tipe : kuat angkat
Isi : pulsus devisit
Suhu : 36,5° C
Respirasi : 32 kali/menit
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 175 cm
Gizi : IMT = 21 (Normoweight)
B. Status Generalis
1. Kulit : Warna : Sawo matang
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Pucat : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
2. Kepala : Bentuk : normosefali
4
Lain-lain : -
Rambut :Warna : hitam
Tebal/tipis : tebal
Distribusi : merata
Lain-lain : tidak ada
Mata : Palpebra : edem (-/-)
Alis & bulu mata: tidak mudah dicabut
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : Diameter :isokor, normal
Reflek cahaya:(+/+)
Kornea : jernih/jernih
Telinga : Bentuk : simetris
Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Bentuk : simetris
Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bentuk : simetris
Bibir : mukosa bibir basah
Gusi : pembengkakan tidak ada, berdarah tidak ada
5
Gigi-geligi : normal
Lidah : Bentuk : normal
Pucat/tidak : tidak pucat
Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
Faring : Hiperemi : tidak ada
Edema : tidak ada
Tonsil : Warna : kemerahan
Pembesaran : T1/T1
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)
3. Leher :
Vena Jugularis, Pulsasi : 5+3 cmH2O
Pembesaran kelenjar : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada
Massa : tidak ada
4. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : tidak ada
Pernafasan : thorakal-abdominal
Palpasi : Fremitus fokal : simetris
6
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi :
Suara Napas Dasar :Vesikuler
Suara Napas Tambahan : Rhonki basah halus di basal kedua paru (+/+),
Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis terlihat di ics V linea axilla anterior sinistra
Palpasi : Apeks teraba di ICS V linea axilla anterior sinistra, thrill(-)
Perkusi :
Batas Atas : ICS II linea parasternal (S)
Batas Kanan : ICS V, 1cm lateral linea parasternal (D)
Batas Kiri : ICS V, 1cm lateral linea mid clavicula (S)
Auskultasi : Desah sistolik (+) di mitral, heart rate irreguler 90x/menit, pulsus
devisite
5. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : datar, simetris, benjolan (-)
Palpasi : Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa : tidak ada
Perkusi : Timpani/pekak : timpani
Asites : tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
7
6. Ekstremitas :
- Umum : akral hangat,
Oedem pretibia (+/+)
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANGA. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
11 april 2015HEMATOLOGI KLINIK
Pemeriksaan Hasil Nilai NormalHb 11,1 g% 13-18
LED -L : <15P : <20
Eritrosit 4,1 x 103/mm3 L : 4,5-6,5P : 3,8-5,8
Leukosit 8,3 x 103/mm3 4-11Hematokrit 35,4 % 37-47
MCV 84 fl 76-96MCH 26,7 pg 27-32
MCHC 31,8g% 30-35RDW 11,2,1 % 11-15
Trombosit 170 x 103/mm3 150-450URINALISA12 april 2015
Makroskopis Hasil Nilai NormalKekeruhan Jernih Jernih
Warna Kuning muda Kuning mudaBerat Jenis 1,015 1,010-1,035
pH 6 4,6-8,0Protein 25 mg (+) Negatif
Glukosa (Reduksi) Negatif NegatifBillirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif NegatifKeton Negatif Negatif
Blood dan Hb Negatif Negatif
Leukosit Negatif NegatifMikroskopis
Eritrosit 0-2 0-3/LPBLeukosit 0-2 0-5/LPB
8
Epitel 2-5 0-5/LPKKristal 0 0-2/LPK
METABOLISME KARBOHIDRATGlukosa Puasa 107 mg/dl 70-126
FUNGSI GINJAL
Ureum 84 mg/dl 20-40
Creatinin 1,51 mg/dl 0,6-1,6
Uric Acid 8,8 mg/dlL <7,2P <6,8
B. EKG
Irama irreguler, Heart Rate 74x/menit,T Inverted di lead II, III, AVF, PR
interval 0,2 detik tidak ditemukan, V1 atrial vibrilasi.
Kesan :atrial fibrilasi dan iskemik di inferior
C. FOTO THORAX
Kesan :
9
Cardiomegali( CTR>56 %)
2.5 USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Echocardiography
b. Pemeriksaan Enzim Jantung (CK, CK-MB, Troponin T & I)
c. Angiografi koroner
2.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Congestive Heart Failure NYHA IV dengan Atrial fibrilasi NVR DD
1.PJK
2.kardiomiopati
2.7 TERAPI
1. Non Farmakologi
- Istirahat
- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 gr pada gagal jantung
ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan)
2. Farmakologi
Oksigen 2-4 liter
IVFD Nacl 0,9% 10 gtt/menit makro
Injeksi furosemide 40 mg 1amp/12 jam
Injeksi Ranitidin 50 mg 1 amp/12 jam
Injeksi Ondancetron 4mg 1 amp/12 jam
10
Digoxin 0,25 mg 1x1
Aspilet 80 mg 1x1
Neurodex 1x1
Ambroxol 3x1C
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
2.9 STATUS FOLLOW UP
Tanggal S O A PSabtu11-4- 2015H+2
Sesak (+), cepat lelah (+),nyeri dada (+),Kaki bengkak (+) mual setiap makan (+), batuk (+)BAK (+), BAB (+)
Sens : CMTD : 90/60 mmHgHR : 70x/iNadi : 60x/iRR : 24x/iTemp 36.5oC
Desah sistolik (+), udem (-), ronkhi (+)
Congestive Heart Failure NYHA IV dengan Atrial fibrilasi NVR DD1.PJK2.kardiomiopati
Oksigen 2-4 literIVFD Nacl 0,9% 10 gtt/menit makroInjeksi furosemide 40 mg 1amp/12 jamInjeksi Ranitidin 50 mg 1 amp/12 jamInjeksi Ondancetron 4mg 1 amp/12 jam
Digoxin 0,25 mg 1x1Aspilet 80 mg 1x1Neurodex 1x1Ambroxol 3x1C
Minggu12-4- 2015H+3
Sesak (+), cepat lelah (+),nyeri dada (+),Kaki bengkak (↓) mual setiap makan (-), batuk (+)BAK (+), BAB (+)
Sens : CMTD:90/70 mmHgHR : 72x/iNadi : 60x/iRR : 24x/iTemp 36.5oC
Desah sistolik (+), udem (-), ronkhi (+)
Congestive Heart Failure NYHA IV dengan Atrial fibrilasi NVR DD1.PJK2.kardiomiopati
Oksigen 2-4 literIVFD Nacl 0,9% 10 gtt/menit makroInjeksi furosemide 40 mg 1amp/12 jamInjeksi Ranitidin 50 mg 1 amp/12 jamInjeksi Ondancetron 4mg 1 amp/12 jam
Digoxin 0,25 mg 1x1Aspilet 80 mg 1x1Neurodex 1x1Ambroxol 3x1C
11
Senin13-4- 2015H+4
Sesak (+↓), cepat lelah (+↓),nyeri dada (+),Kaki bengkak (-), Nyeri kepala (+) mual setiap makan (-), batuk (+)
BAK (+), BAB (+)
Sens : CMTD : 80/60mmHgHR : 72x/iNadi : 61x/iRR : 22x/iTemp 36,7oC
Desah sistolik (+), udem (-), ronkhi (+↓),
Congestive Heart Failure NYHA III dengan Atrial fibrilasi NVR DD1.PJK2.kardiomiopati
Oksigen 2-4 liter AffIVFD Nacl 0,9% 10 gtt/menit makroInjeksi furosemide 40 mg 1amp/12 jam AffInjeksi Ranitidin 50 mg 1 amp/12 jamInjeksi Ondancetron 4mg 1 amp/12 jam
Digoxin 0,25 mg 1x1Aspilet 80 mg 1x1Neurodex 1x1
Ambroxol 3x1CSelasa14-4- 2015H+5
Lemas (+), Sesak (+↓),cepat lelah (+↓),nyeri dada (+↓),batuk (+)BAK (+), BAB(+)
Sens : CMTD : 80/60mmHgHR : 68x/iNadi : 54x/iRR : 22x/iTemp 36,6oC
Desah sistolik (+), udem (-), ronkhi (+↓),
Congestive Heart Failure NYHA III dengan Atrial fibrilasi NVR DD1.PJK2.kardiomiopati
Oksigen 2-4 literIVFD Nacl 0,9% 10 gtt/menit makroInjeksi Ranitidin 50 mg 1 amp/12 jamInjeksi Ondancetron 4mg 1 amp/12 jam
Digoxin 0,25 mg 1x1Aspilet 80 mg 1x1Neurodex 1x1Ambroxol 3x1C
Rabu15-4- 2015H+6
Lemas (+), Sesak (+↓),cepat lelah (+↓),nyeri dada (+↓),batuk (+)BAK (+), BAB(+)
Sens : CMTD : 110/90 mmHgHR : 74x/iRR : 22x/iNadi : 60x/iTemp 36.5 C
Desah sistolik (+), udem (-), ronkhi (+↓),
CHF e.c PJKNYHA III
Oksigen 2-4 liter AffIVFD Nacl 0,9% 10 gtt/menit makroInjeksi Ranitidin 50 mg 1 amp/12 jamInjeksi Ondancetron 4mg 1 amp/12 jam
Digoxin 0,25 mg 1x1Aspilet 80 mg 1x1Neurodex 1x1Ambroxol 3x1C
Kamis16-4- 2015H+7
Lemas (↓), Sesak (↓),cepat lelah (↓),nyeri dada (↓),batuk (+↓)
Sens : CMTD : 110/80mmHgHR : 70x/iRR : 22x/i
Congestive Heart Failure NYHA IIdengan Atrial fibrilasi NVR DD1.PJK2.kardiomiopati
IVFD Nacl 0,9% 10 gtt/menit makroInjeksi Ranitidin 50 mg 1 amp/12 jamInjeksi Ondancetron 4mg 1 amp/12 jam
12
BAK (+), BAB(+)
Nadi : 60x/iTemp 36,6oC
Desah sistolik (+), udem (-), ronkhi (↓),
Digoxin 0,25 mg 1x1Aspilet 80 mg 1x1Neurodex 1x1Ambroxol 3x1C
Jum’at17-4- 2015H+8
PBJ
Lemas (-), Sesak (↓),cepat lelah (↓),nyeri dada (-),batuk (+↓)BAK (+), BAB(+)
Sens : CMTD : 90/80mmHgHR : 72x/iRR : 20 x/iNadi : 62x/iTemp 36,5OC
Desah sistolik (+), udem (-), ronkhi (↓),
Congestive Heart Failure NYHA II dengan Atrial fibrilasi NVR DD1.PJK2.kardiomiopati
Ranitidin 150 mg 1x1Digoxin 0,25 mg 1x ½Aspilet 80 mg 1x1
Ambroxol 3x1C
BAB 3TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
13
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi
dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh.Keadaan ini dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung.Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau
ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian
pada pasien.Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal
jantung kanan.Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal
jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.2
3.2 Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam
pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain
pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu :
Klasifikasi Forrester
Stevenson
NYHA.2
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard
akut, dengan pembagian:
Derajat I : tanpa gagal jantung
14
Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis) kongesti
paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.2
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi
vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung
pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver
valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,
pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan
kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak
disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan
yang tidak disebut panas (warm).
Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
Menurut New York Heart Association ( NYHA ), gagal jantung di klasifikasikan
berdasarkan pengaruhnya terhadap aktivitas sehari-hari.
15
Kelas I : sesak nafas ketika aktivitas berat
Kelas II : sesak nafas ketika aktivitas sedang
Kelas III : sesak nafas ketika aktivitas ringan
Kelas IV : sesak nafas ketika istirahat
3.3 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara
berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab
terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak
adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.4
Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal
jantung.Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit
jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal
jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4
Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor
yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat
badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan
sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah
dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian.Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan
dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu
16
aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan
hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang
bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung
kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial.
Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional :
dilatasi (kongestif)
hipertrofi
restriktif
obliterasi.
Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi
dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti
SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik
dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik
masih memungkinkan.Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard
dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan
dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif).
Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel
yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik
(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun
saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju.Penyebab utama
17
terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta.Regusitasi
mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan
preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan
afterload).Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada
penderita hipertensi.Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul
bersamaan.Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan
gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial
fibrilasi).Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati
dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik).Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 –
3% dari kasus.Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi
tiamin.Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi
seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan
gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.5
3.4 Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks.Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan
pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal
ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin –
Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic
peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga.6,7
18
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas
serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal.6
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron.Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.6,7
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP.C-type natriureticpeptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal.Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon
terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap
angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di
19
tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka
banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan
prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.2,6
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.2
Endotelin disekresikan oleh sel endotelpembuluh darah dan merupakan
peptidevasokonstriktor yang poten menyebabkan efekvasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yangbertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasiendotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuaidengan derajat
gagal jantung. Selain itu jugaberhubungan dengan tekanan pulmonary
arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dankematian. Telah
dikembangkan endotelin-1antagonis sebagai obat kardioprotektor yang
bekerjamenghambat terjadinya remodelling vaskular danmiokardial akibat
endotelin.2,6
Disfungsi diastolik merupakan akibatgangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuandinding ventrikel dan berkurangnya complianceventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik.
Penyebabtersering adalah penyakit jantung koroner,hipertensi dengan hipertrofi
ventrikel kiri dankardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lainseperti infiltrasi
pada penyakit jantung amiloid.Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40
%penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikelyang masih normal. Pada
20
penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang
timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
3.5 Diagnosis
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan
secara luas.Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal 2 kriteria
mayor atau satu kriteria mayor disertai 2 kriteria minor. Kriteria minor tersebut
dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan penyakit
seperti hipertensi pulmonal, ppok, sirosis hati atau sindroma nefrotik.
Tabel 1. Kriteria FraminghamKriteria mayor Kriteria minor
Paroxysmal nocturnal dyspnea Edema malleolus bilateral
Distensi vena leher Dyspnea pada exersi biasa
Ronki basah basal Takikardia(.120/min)
S3 gallop Batuk nocturnal
Kardiomegali (rasio kardiotorak .50%
pada rontgen torak)
Hepatomegaly
Edema pulmonal akut Efusi pleura
Reflux hepatojugular Penurunan dalam kapasitas
vital dalam 1/3 dari maksimal
Peningkatan tekanan vena sentral
Penurunan berat badan .4,5 kg dalam 5
hari sebagai respon terhadap pengobatan
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan
tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,
hepatomegali, edema tungkai.8-10
21
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya
gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan
darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru.2,11,12
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet
jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis
terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20
mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B
pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran
batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.
Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang
lebih banyak terkena adalah bagian kanan.8,10
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada
hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat
dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block
dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan
gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu
pada pasien sangat kecil kemungkinannya.8
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna
pada gagal jantung.Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif
mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan
ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas
yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi
22
atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard
anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat
mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya
gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.8
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu
adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantungyang berat.Pemeriksaan
serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,
juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum
kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik
dosis tinggi.Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat
terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat
potassiumsparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan
penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium
sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH)
gambarannya abnormal karena kongesti hati.Pemeriksaan profil lipid,
albuminserum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.
Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung
dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300
pg/ml.2,8,12-14
23
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat
mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik,
dan abnormalitas dari pergerakan dinding.Angiografi dikerjakan pada nyeri dada
berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui
gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan
diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah
kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary
artery capillary wedge pressure.8,15
3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penatalaksanaan
secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena
akan saling melengkapi untuk penatalaksaan paripurna penderita gagal jantung.
Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk
memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual
tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita
mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.2,16
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain
adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan
serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti
pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan.
Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan
perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif
24
berat.Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang
positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan
juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelangsungan
hidup belum dapat dibuktikan.Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat
dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap influenza dan
pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan
prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer
maupun pengguna katup prostesis.16
Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non
farmakologis dan farmakologis.Gagal jantung kronis bisa terkompensasi ataupun
dekompensasi.Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi
air dan edema paru tidak dijumpai.Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang
mungkin timbul adalah episode udema paru akut maupun malaise, penurunan
toleransi latihan dan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup.
Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka
rawat.15
Gagal jantung pada eksaserbasi akut pada kondisi emergensi dimana
memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab seperti :
perbaikan hemodinamik
menghilangan kongesti paru,
perbaikan oksigenasi jaringan2
Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat
25
dilakukan.Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan
kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus.Base
excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya
asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk.
Koreksi hipoperfusi dan pemberian natrium bikarbonat utnuk memperbaiki
asidosis.16
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid dengan dosis 40 mg-
80 mg IV/24 jam. Hal ini akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki
gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi
prostaglandin vasodilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor
seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila
memungkinkan.2,18
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin dengan dosis 2,5-5 mg
IV / 24 jam ,hal ini penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat
karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan
kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian
ventrikel serta udem paru.2
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload
serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta
gagal jantung.Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada
dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri
koroner.Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan
antara dilatasi vena dan arteri tanpamengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya
26
adalah toleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga
pemberiannya hanya 16 – 24 jam.2,19
Pemberian inotropik dan vasodilator ditujukan pada gagal jantung akut
yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau
vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85
– 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau
vasopressor merupakan pilihan.
Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan
afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan
arteri rata - rata > 65 mmHg.1,2,16 Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt
akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan
curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor
adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta
vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2,
menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan
meningkatnyakontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk
meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien
yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi
yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt.2
Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90
mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.
Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan
27
infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan
dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.2
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan
terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah
penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut.
Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan
untuk menurunkan preload dan afterload. Loop diuretik yang sering digunakan
adalah furosemide dengan dosis diberikan dengan dosis 40-80 mg /24 jam IV
pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan
preload dan afterload sehingga meningkatkan aliran darah koroner.
Penderita gagal jantung yang datang dengan Aritmia jantung harus
diterapi.2 Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra
aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,ventricular
assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung
berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,
disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu
jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan
sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan
bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable
cardioverterdevice bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia
ventrikel.Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang
mengantikansebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderitadengan syok
kardiogenik yang tidak responterhadap terapi terutama inotropik.1,2Pada penderita
28
gagal jantung konis obat – obat yang biasa digunakan antara lain: diuretik (loop
dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, beta blocker (carvedilol,
bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat),
antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.15-17 Berikut adalah algoritma
penanganan untuk pasien dengan gagal jantung sistolik kronik simtomatik
(NYHA fungsional kelas II-IV)
Algoritma Penanganan Pasien NYHA fungsional kelas II-IV
Obat-obatan pada penanganan gagal jantung kronis:
29
1. Diuretik
Bilamana digunakan sebagai monoterapi, tingkat keefektifan mencapai
kira- kira 30-40% dari pasien- pasien dan paling membantu untuk menurunkan
tekanan darah sistolik. Harga murah dan berdasarkan hasil meta-analisa
menunjukkan terapi diuretic mampu menurunkan kadar mortalitas cardiac dan
juga stroke. Juga merupakan terapi antihipertensi efektif pada golongan tua.
Tabel 2. Dosis diuretik yang umum digunakan pada gagal jantung
2. Angiotensin- converting enzyme inhibitor
ACE-I bertindak sebagai agen pemblokir konversi angiotensin I inaktif
menjadi angiotensin II. Agen ini mempunyai kadar sukses 50%
sebagaimonoterapi dan bila digunakan sebagai terapi kombinasi dengan diuretic
30
dosis rendah, beta bloker atau calcium channel blocker. ACE-I amatlah berkesan
dalam mengontrol tekanan darah pada hampir 80% pasien.
3. Beta- bloker
Penggunaan monoterapi beta- bloker efektif terhadap 50-60% pasien,
terutama di kalangan yang dengan system renin- angiotensin yang teraktivasi.Obat
ini menurunkan tekanan darah dengan menurunkan denyut jantung serta
menurunkan kontraktilitas jantung serta curah jantung.
4. Mineralokortokoid/ aldosterone receptor antagonist
Spironolactone dan eplerenone menblok reseptor yang berikatan dengan
aldosterone dan kortikosteroid yang lain.
5. Angiotensin receptor blocker
Agen ini secara selektif memblokir reseptor angiotensin II, memberikan
efek vasodilatasi yang mirip dengan ACE-I.agen ini sering digunakan jika pasien
tidak toleran terhadap ACE-I.
7. Digoxin dan glikosida digitalis lainnya
Pada pasien dengan simptomatik gagal jantung dan fibrilasi atrial, digoxin
dapat membantu menurunkan kecepatan ventrikel. Digoxin juga dapat digunakan
pada pasien dengan gagal jantung dan ejeksi fraksi jantung kiri <40%
Tabel 3 Dosis obat-obatan pada penanganan gagal jantung
31
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2
l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka
pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perfusi ginjal.Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita
dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.16
3.7 Prognosis
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan
prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: 21
Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%
32