Lap Modul B

19
BAB I I.1 Latar Belakang Uji keras merupakan uji yang paling efektif karena pengukurannya yang dapat dilakukan terhadap benda jadi (karena tidak merusak spesimen secara keseluruhan) dan peralatannya yang portable dan murah. Selain itu pengukurannya juga mudah (tidak memerlukan keahlian operator yang tinggi) dan cepat. I.2 Tujuan Praktikum 1. Menentukan harga kekerasan material dengan metode Rockwell dan Brinell. 2. Menentukan kelebihan dan kekurangan pada metode Rockwell dan Brinell. 3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan. 4. Mengkalibrasi satuan uj keras.

description

hardness test

Transcript of Lap Modul B

BAB I

I.1 Latar Belakang

Uji keras merupakan uji yang paling efektif karena pengukurannya yang

dapat dilakukan terhadap benda jadi (karena tidak merusak spesimen secara

keseluruhan) dan peralatannya yang portable dan murah. Selain itu

pengukurannya juga mudah (tidak memerlukan keahlian operator yang tinggi) dan

cepat.

I.2 Tujuan Praktikum

1. Menentukan harga kekerasan material dengan metode Rockwell dan

Brinell.

2. Menentukan kelebihan dan kekurangan pada metode Rockwell dan

Brinell.

3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan.

4. Mengkalibrasi satuan uj keras.

BAB II

TEORI DASAR

Secara umum kekerasan adalah ketahanan suatu material menahan

deformasi plastis akibat goresan, abrasi atau indentasi. Ada tiga jenis pengukuran

kekerasan berdasarkan cara pengujiannya, yaitu scratch hardness, rebound dan

indentation hardness.

Pada scratch hardness material uji digoreskan dengan mineral penggores

yang kekerasannya berdasarkan pada skala Moh’s. Skala ini bervariasi dari 1-10.

Skala 1 adalah mineral penggores yang kekerasannya paling rendah yaitu kapur,

skala 10 adalah mineral penggores yang paling keras yaitu intan.

Pada rebound material diuji kekerasannya dengan dijatuhkan suatu

pemukul (hammer) dari ketinggian tertentu. Semakin tinggi pantulan hammer

tersebut maka material tersebut dinilai semakin keras. Cara pengujian yang paling

sering digunakan adalah indentation hardness.

Pengujian dengan cara indentasi adalah dengan penekanan terhadap

material uji menggunakan indentor. Kekerasan material tersebut dilihat dari

seberapa dalam indentasi yang dihasilkan. Ada beberapa metode dalam pengujian

dengan cara indentasi:

1. Metode Brinell

Pengujian ini mengikuti ASTM E 10. Spesimen yang digunakan harus

diampelas terlebih dahulu agar lapisan oksidanya tidak menghalangi material

yang mau diuji. Dalam metode ini digunakan indentor berupa bola baja

berdiameter 10 mm. Untuk material yang keras digunakan beban sebesar 3000 kg

dan untuk material yang lebih lunak digunakan beban 500 kg. Pembebanan

dilakukan selama 30 s. Selanjutnya indentasi diukur dengan mikroskop. Satuan

kekerasannya adalah BHN (Brinell Hardness Number), yang dihitung dengan

rumus:

BHN = P

(πD

2)(D− √D2− d2)

P = beban yang diberikan pada material (kg)

D = diameter bola indentor (mm)

d = diameter indentasi (mm)

2. Metode Vickers

Pengujian ini mengikuti ASTM E 92. Sama seperti brinell material yang

akan diuji diampelas terlebih dahulu. Pada metode ini digunakan indentor berupa

piramida intan yang besar sudut antara dua rusuk yang bersebrangannya adalah

136o. Massa indentor bervariasi antara 1-20 kg. Karena indentornya berupa intan

maka metode ini dapat digunakan untuk material yang sangat keras sekalipun.

Harga kekerasan dinyatakan dalam VHN (Vickers Hardness Number) atau DPH

(Diamond Pyramid Hardness) dan dapat dihitung dengan rumus:

DPH = 2Psin(

θ

2)

L2

P = beban yang diberikan pada material uji (kg)

L = panjang diagonal (mm)

θ = 136o

3. Metode Rockwell

Pengujian ini mengikuti ASTM E 18. Tidak seperti metode Brinell atau

Vickers, metode Rockwell ini tidak perlu mengukur diameter/diagonal yang

dihasilkan dengan mikroskop karena dapat dibaca langsung harga kekerasannya

dari alatnya. Metode ini memiliki bermacam-macam tipe. Yang paling sering

digunakan adalah metode Rockwell B dan Rockwell C. Pada metode Rockwell B

digunakan indentor berupa bola baja dengan diameter 1/16 inci dan beban 100 kg.

Pada metode Rockwell C digunakan indentor berupa intan dan beban 150 kg.

Pada metode ini ada dua macam pembebanan yaitu beban minor dan beban

mayor. Beban minor adalah sebesar 10 kg dan beban mayor bervariasi antara 60,

100 dan 150 kg.

BAB III

DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHANNYA

Rockwell A

Beban : 60 kg

Indentor : diamond-cone

Masing-masing dilakukan tiga kali percobaan

Baja Karbon Rendah:

HRA : 1. 31

2. 28

3. 32

Baja Karbon Tinggi:

HRA : 1. 79

2. 78

5. 80

Rockwell E

Beban : 100 kg

Indentor : bola baja berdiameter 1/8 inci

Masing-masing dilakukan tiga kali percobaan

Alumunium:

HRE : 1. 50

2. 53

3. 53

Brinell

Beban : 187,5 kg

Indentor : bola baja berdiameter 2,5 mm

Baja Karbon Rendah:

d : 0,828 mm

BHN = P

(πD

2)(D− √D2− d2)

= 187,5

(π2,5

2)(2,5− √2,52− 0,8282)

= 338,631 kg/mm2

Baja Karbon Tinggi:

d : 0,628 mm

BHN = P

(πD

2)(D− √D2− d2)

= 187,5

(π2,5

2)(2,5− √2,52− 0,6282)

= 597,134 kg/mm2

BAB IV

ANALISIS DATA

Dari pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui kelebihan dan

kekurangan metode Rockwell dan Brinell.

Kelebihan Rockwell:

1. Pembacaan harga kekerasan cepat, karena langsung ditunjukkan pada

alat ujinya.

2. Dapat langsung menguji material yang kasar (terdapat lapisan oksida)

tanpa diampelas dulu, karena terdapat beban minor.

Kekurangan Rockwell:

1. Terlalu banyak variasi, sehingga kita harus tahu dulu jenis material

tersebut sebelum diuji.

Kelebihan Brinell:

1. Simpel (tidak banyak variasi seperti pada Rockwell)

2. Dapat merepresentasikan kekerasan baja walau pada permukaan ada

impurities-nya.

Kekurangan Brinell:

1. Merusak spesimen lebih besar.

2. Tidak dapat digunakan untuk material yang tipis, karena dapat

menimbulkan tonjolan di sisi sebaliknya sehingga data kekerasan yang

diperoleh tidak akurat.

3. Karena tidak mempunyai beban minor, permukaan material uji harus

diampelas dulu.

4. Terdapat faktor kesalahan manusia pada saat menentukan diameter

indentasi.

Dari pengujian dapat dilihat bahwa baja karbon tinggi memiliki harga

kekerasan yang lebih tinggi daripada baja karbon rendah. Ini disebabkan karena

kandungan karbon pada kedua baja tersebut berbeda. Karbon ini berperan sebagai

atom asing yang dapat menghalangi pergerakan dislokasi, sehingga semakin

banyak karbonnya maka dislokasi semakin susah bergerak dan dibutuhkan energi

yang lebih besar lagi untuk menggerakkannya.

Dapat dilihat dari data percobaan bahwa alumunium mempunyai harga

kekerasan lebih rendah. Ini disebabkan karena pada alumunium mempunyai

struktur kristal FCC yang memiliki atom-atom lebih padat daripada atom-atom

yang terdapat pada struktur kristal BCC yang dimiliki baja karbon. Oleh karena

itu alumunium yang mempunyai struktur kristal FCC memiliki kemungkinan

atom-atom untuk bergeser lebih mudah, sehingga energi yang dibutuhkan untuk

menggeser atom-atom tersebut tidak sebesar pada struktur kristal BCC.

Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Misalnya ketebalan

spesimen setidaknya harus 10 kali lebih tebal dari kedalaman indentasinya, hal ini

untuk mencegah terbentuknya tonjolan di sisi sebaliknya karena jika itu terjadi

data kekerasan menjadi tidak akurat (tidak benar-benar kekerasan pada

permukaan). Jarak antar indentasi juga harus 3 – 5 kali dari diameter indentasinya,

karena di sekitar indentasi terdapat deformasi plastis. Karena kehadiran deformasi

plastis itu data kekerasan yang didapat menjadi tidak akurat jika pengujian

dilakukan dekat daerah tersebut. Karena daerah yang terdapat deformasi plastis

lebih keras.

Data yang didapat pada pengujian ini agak berbeda dengan data pada

literatur (pada literatur harga kekerasan untuk baja karbon tinggi adalah 555 BHN

dan untuk baja karbon rendah adalah 390 BHN). Ini dapat disebabkan sebagian

besar oleh kesalahan manusia, seperti pengampelasan yang kurang baik sehingga

permukaan material uji tidak terlalu halus dan rata akibatnya tidak tegak lurus

dengan indentor, peletakkan material yang kurang tepat, pembacaan dengan

mikroskop yang cukup sulit.

Walaupun pada pengujian ini tidak dilakukan metode Vickers tapi telah

dibahas beberapa kelebihan dan kekurangannya, antara lain:

Kelebihan Vickers:

1. Karena indentor terbuat dari bahan yang keras (intan), metode vickers

ini dapat digunakan untuk menguji berbagai jenis logam.

2. Karena bentuk indentor yang berupa piramida, metode ini dapat

digunakan untuk menguji benda-benda dengan ketebalan yang tipis.

Kekurangan Vickers:

1. Sama seperti Brinell, terdapat faktor kesalahan manusia dalam

menentukan diagonal dengan mikroskop.

2. Butuh persiapan material uji yang baik (permukaannya harus halus)

karena tidak ada beban minor seperti pada Rockwell.

Secara umum keuntungan dari uji keras antara lain:

1. Alat uji keras portable sehingga dapat diterapkan pada benda jadi.

2. Tidak merusak material uji secara keseluruhan.

3. Proses cepat dan sederhana.

4. Peralatannya murah.

Tugas Setelah Praktikum

1. Macam-macam variasi pengujian kekerasan Rockwell:

Nama Skala Indentor Beban Mayor

A Intan 60 kg

B Bola baja 1/16" 100 kg

C Intan 150 kg

D Intan 60 kg

E Bola baja 1/8" 100 kg

F Bola baja 1/16" 60 kg

G Bola baja 1/16" 150 kg

H Bola baja 1/8" 100 kg

K Bola baja 1/8" 150 kg

2. a Alas dari piramida berupa segiempat

panjang sisi = a

b a diagonal = x

a

Untuk mencari luas segitiga sisi perlu diketahui a dan tinggi segitga (b)

x2 = a2 + a2

x = √2𝑎2

x = a√2

a = x / √2

a = x

2√2

Dengan meninjau segitiga di dalam piramida dengan sudut 136o dapat

ditentukan nilai b nya. Kita ambil setengah segitiga dengan sudut 68o.

sin 68o = (a/2) / b

sin 68o = 𝑙

4√2 / b

b b = l√2

4sinθ

2

a/2

𝑎

2 =

𝑙

4√2

Maka luas permukaan piramida = 4 × Luas segitiga sisi

A = 4 × (a.b)/2

= 2ab

= 2 . 𝑥

4√2 .

x√2

4sinθ

2

= x2

2sinθ

2

VHN = P

A =

P

x2

2sinθ2

= 2Psin

θ

2

x2

θ/2 = 68o

VHN = 2Psin68o

x2 =

1,854P

x2

3. H = Ae-RT

Dari kurva di atas dapat dilihat semakin besar nilai temperatur maka

nilai kekerasannya semakin menurun. Ini disebabkan karena jika

temperatur semakin naik maka energi aktivasi atom semakin besar

akibatnya atom-atom pun makin mudah bergerak jika diberikan

gangguan dari luar (pembebanan). Karena atom-atom makin mudah

bergerak material tersebut makin mudah berdeformasi (ketahanan

terhadap deformasinya turun), maka dapat dikatakan kekerasan material

tersebut semakin menurun.

4. Karena kekerasan merepresentasikan ketahanan suatu material

terhadap deformasi plastis pada suatu titik, sedangkan kekuatan

merepresentasikan ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis

secara keseluruhan. Maka dapat dikatakan kekerasan dan kekuatan

secara langsung berbanding lurus.

BAB V

KESIMPULAN

1. Dari pengujian didapat nilai kekerasan untuk:

Dengan metode Rockwell:

Baja Karbon Rendah = 30,33 HRA

Baja Karbon Tinggi = 79 HRA

Alumunium = 52 HRE

Dengan metode Brinell:

Baja Karbon Rendah = 338,631 kg/mm2

Baja Karbon Tinggi = 597,134 kg/mm2

2. Kelebihan Rockwell:

1. Pembacaan harga kekerasan cepat, karena langsung ditunjukkan

pada alat ujinya.

2. Dapat langsung menguji material yang kasar (terdapat lapisan

oksida) tanpa diampelas dulu, karena terdapat beban minor.

Kekurangan Rockwell:

1. Terlalu banyak variasi, sehingga kita harus tahu dulu jenis material

tersebut sebelum diuji.

Kelebihan Brinell:

1. Simpel (tidak banyak variasi seperti pada Rockwell)

2. Dapat merepresentasikan kekerasan baja walau pada permukaan

ada impurities-nya, karena indentornya yang besar.

Kekurangan Brinell:

1. Merusak spesimen lebih besar.

2. Tidak dapat digunakan untuk material yang tipis, karena dapat

menimbulkan tonjolan di sisi sebaliknya sehingga data kekerasan

yang diperoleh tidak akurat.

3. Karena tidak mempunyai beban minor, permukaan material uji

harus diampelas dulu.

4. Terdapat faktor kesalahan manusia pada saat menentukan diameter

indentasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan:

1. Heat treatment

2. Cold Working

3. Solid Solution

4. Ukuran butir

4. Baja Karbon Tinggi:

79 HRA = 577 HB

78 HRA = 543 HB

80 HRA = 615 HB

Baja Karbon Rendah:

31 HRA = 75 HB

28 HRA = 70 HB

32 HRA = 77 HB

Pada alumunium, nilainya terlalu rendah maka tidak dapat dikonversi

karena pada tabel konversi datanya tidak tersedia.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Dieter, G.E. “Mechanical Metallurgy”. SI Metric Edition. McGraw-Hill Book

Co. 1988.

2. Callister, William D. “Materials Science And Engineering: An Introduction”.

7th edition, John Willey & Sons, Inc. 2006.

LAMPIRAN

Tugas Tambahan

1. Turunkan rumus VHN!

a Alas dari piramida berupa segiempat

panjang sisi = a

b a panjang diagonal = x

a

Untuk mencari luas segitiga sisi perlu diketahui a dan tinggi segiitga (b)

x2 = a2 + a2

x = √2𝑎2

x = a√2

a = x / √2

a = x

2√2

Dengan meninjau segitiga di dalam piramida dengan sudut 136o dapat

ditentukan nilai b nya. Kita ambil setengah segitiga dengan sudut 68o.

sin 68o = (a/2) / b

sin 68o = 𝑙

4√2 / b

b b = l√2

4sinθ

2

a/2

𝑎

2 =

𝑙

4√2

Maka luas permukaan piramida = 4 × Luas segitiga sisi

A = 4 × (a.b)/2

= 2ab

= 2 . 𝑥

4√2 .

x√2

4sinθ

2

= x2

2sinθ

2

VHN = P

A =

P

x2

2sinθ2

= 2Psin

θ

2

x2

θ/2 = 68o

VHN = 2Psin68o

x2 =

1,854P

x2

2. Jelaskan Annealing, Tempering dan Quenching! Cari grafiknya!

Annealing adalah proses perlakuan panas dimana material diberikan ke

temperatur yang tinggi pada waktu yang lama, kemudian didinginkan

secara perlahan. Annealing dilakukan untuk meningkatkan kelunakan,

keuletan dan ketangguhan dengan proses recovery, rekristalisasi dan

grain growth.

Tempering adalah perlakuan panas dimana material dipanaskan pada

temperatur di bawah eutectoid (250oC - 650oC) untuk waktu tertentu.

Ini dilakukan untuk memperoleh kembali keuletan dan ketangguhan

dengan cara mengubah martensit yang getas menjadi bainit atau ferit.

Quenching adalah pendinginan cepat pada austenit untuk

menghasilkan martensit

3. Kenapa kandungan karbon dapat mempengaruhi kekerasan?

Karena karbon berperan sebagai atom asing yang dapat menghalangi

pergerakan dislokasi, akibatnya butuh energi lebih besar lagi untuk

menggerakan dislokasi tersebut agar terjadi deformasi plastis. Ini

disebut sebagai solid solution strengthening.

4. Kenapa pada rumus BHN, P/D2 harus konstan?

Agar jika mau menguji suatu material yang sama tapi ingin memakai

beban dan diameter indentor yang berbeda harga BHN yang didapat

tidak berubah.

5. Kenapa uji Vickers dan Rockwell C tidak disarankan untuk besi cor?

Karena pada besi cor terdapat grafit, sehingga jika indentor pada

Vickers dan Rockwell C mengenainya harga kekerasan tidak akurat.

Untuk itu disarankan memakai metode Brinell karena memiliki

indentor yang lebih besar.

6. Sebutkan aplikasi uji keras! Jelaskan mengapa!

1. Gergaji

Karena pada mata gergaji harus cukup keras agar tidak terkikis saat

digunakan untuk menggergaji suatu benda. Untuk meguji

kekerasannya maka dilakukan uji keras.

2. Panser

Pada badan panser harus cukup kuat untuk menahan peluru dari

luar. Untuk menguji kekuatannya maka dilakukan uji keras.

7. Konversikan kekerasan hasil uji percobaan dari Rockwell ke Brinell!

Dari tabel konversi maka didapat:

Baja Karbon Tinggi:

79 HRA = 577 HB

78 HRA = 543 HB

80 HRA = 615 HB

Baja Karbon Rendah:

31 HRA = 75 HB

28 HRA = 70 HB

32 HRA = 77 HB

Pada alumunium, nilainya terlalu rendah maka tidak dapat dikonversi

karena pada tabel konversi datanya tidak tersedia.