Lap Mikrotek Alizarin

16
PEWARNAAN TULANG ALIZARIN Laporan Praktikum Mikroteknik NAMA : NATALINA NIM : J1C108027 KELOMPOK : 4 (Empat) ASISTEN : JULISTA HERTIA PUTRI

description

metode pewarnaan tulang dengan metode alizarin

Transcript of Lap Mikrotek Alizarin

PEWARNAAN TULANG ALIZARIN

Laporan Praktikum Mikroteknik

NAMA : NATALINA

NIM : J1C108027

KELOMPOK : 4 (Empat)

ASISTEN : JULISTA HERTIA PUTRI

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI

FAKLUTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBANG MANGKURAT

BANJARBARU

DESEMBER 2010

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio.

Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan

atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat

sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Pada umur antara 6

dan 8 minggu embrio ini sudah menjadi miniatur manusia yang punya organ

tubuh yang cukup lengkap, yakni munculnya kaki dan tangan yang utuh dengan

jemarinya, mata, telinga dan hidung. Maka janin ini sering disebut dengan fetus.

Pada umur 18 sampai 22 minggu pergerakan fetus mulai dirasakan (Bevalender,

1988).

Tulang selalu terbentuk dalam kerangka jaringan penyambung (connective

tissue) yang telah ada sebelumnya. Perbedaan-perbedaan dalam perkembangan

terjadi karena dalam embrio beberapa dari tulang-tulang itu diendapkan dalam

mesenkim yang belum terdiferensiasi (pembentukan tulang intra membran),

sedangkan di bagian lain dari tubuh terjadi pembentukan tulang yang didahului

oleh sistem tulang rawan penumpu yang sementara Alizarin red adalah suatu

metode mikroteknik untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau

untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Tulang yang diwarnai

dengan alizarin red akan berwarna merah tua apabila tulang tersebut telah

mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul karena zat warna yang diberikan terikat

oleh kalsium pada matriks tulang. Pembentukan system rangka dimulai pada

inkubasi hari ke 5 ditandai dengan kondensasi mesenkim prekartilago.

Kondrifikasi dimulai pada hari ke 8 sedangkan osifikasi dimulai pada hari ke 9

(Soeminto, 2000).

2.1 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mengenal tahap-tahap pembuatan, bahan

dan alata untuk praktikum pewarnaan tulang dengan metode alizarin.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tulang maupun tulang rawan adalah bentuk jaringan penyambungan padat

yang terspesialisasi yang matriksnya lentur dan luwes. Kedua jaringan itu

melakukan fungsi kerangka yang bersifat struktural dan menanggung beban di

dalam tubuh. Tulang secara arsitektur direncanakan sebagai jaringan yang ringan

tapi luar biasa kuat untuk menanggung beban yang garis kekuatannya mengikuti

garis tekanan yang diakibatkan oleh dukungan beban. Tulang rawan sel sel

batangnya proliferasi dan membentuk kondrosit kondrosit yang cepat mengelilingi

mereka dengan matriks. Pada tulang sel sel batangnya mula mula berkembang

menjadi osteoblas, sel pembentuk matriks yang luar biasa aktif yang lambat laun

mengurung diri sendiri dalm suatu lakuna dan menjadi osteosit. Matriks tulang

mengandung unsur yang sama seperti jaringan jaringan penyambung lainnya.

Pengendapan ini oleh osteoblas disebut osifikasi (Soeminto, 2002).

Pengendapan garam garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi

(pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi

patologis dalam jaringan penyambungan lain, seperti tulang rawan dan dinding

pembuluh darah. Daerah yang belum terjadi kalsifikasi dalam matriks tulang,

disebut osteosit. Tulang merupakan komponen utama dalam rangka tubuh yang

dari sudut pandang teknologi merupakan penggabungan ketegaran dan kekuatan

dengan berat terkecil yang memberi ciri yang unik. Sifatnya keras dan kaku,

tulang mempunyai sifat elastis tertentu; ada tiga sifat yang bersama-sama

membuat tulang sangat cocok dengan fungsinya sebagai rangka. Tulang

membantu rangka tubuh dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai

tempat perlekatan dan pengungkit otot dan tegar serta menyokong tubuh melawan

gravitasi (Bevalender, 1988).

Rangka tubuh mempunyai fungsi pelindung penting, sebab melindungi

otak dan medula spinalis, dan mengelilingi sebagian organ-organ pelvis dan

toraks sebagai baju pelindung. Unsur- unsur jaringan penyambung yang

sebenarnya yang ada terdiri atas sel-sel dan serat-serat yang tertanam dalam bahan

dasar pekat dan cairan jaringan. Dalam jaringan-jaringan penunjang seperti tulang

rawan dan tulang, sifat matriksnya bervariasi. Dalam tulang rawan bahan dasarnya

setengah rapuh dan mengandung suatu kompleks protein-karbohidrat yang dikenal

sebagai kondromukoid. Tulang atau jaringan osteosa adalah sejenis jaringan ikat

kaku yang menyusun sebagian besar kerangka dewasa. Matriksnya mengandung

unsur anorganik, terutama kalsium fosfat, yang merupakan kurang lebih dua per

tiga berat tulang. Secara makroskopik, tulang terbentuk spongiosa atau kompak

(Lesson et al, 1990).

Tulang dapat dibentuk dengan dua cara, yaitu melalui mineralisasi

langsung pada matriks yang disekresi oleh osteobla (osifikasi intra membranosa)

atau melalui penimbunan matriks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya

(osifikasi endokondral). Pada kedua proses tersebut, jaringan tulang yang pertama

kali dibentuk adalah primer atau muda. Tulang primer adalah jaringan yang

bersifat sementara dan tidak lama kemudian diganti oleh jenis tulang berlamel

yang tetap, yang kemudian disebut tulang sekunder (Junqueira, 1995).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan dilaksanakan ± selama 3 minggu, dari tanggal

29 November – 18 Desember 2010. Bertempat di Laboratorium Dasar Ruang

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung

Mangkurat, Banjarbaru.

No Tanggal Jam Kegiatan

1 29 November 2010 12.30 Alkohol 70%

2 8 Desember 2010 14.00 KOH 1%

3 9 Desember 2010 15.00-21.00 Alkohol 70%

KOH 1%

4 13 Desember 2010 21.00 Larutan Alizarin

5 14 Desember 2010 09.00 KOH 1%

6 15 Desember 2010 09.00 Larutan Penjernih I

7 17 Desember 2010 09.00 Larutan Penjernih II

8 18 Desember 2010 09.00 Gliserin + Timol

Pengamatan

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, pisau, cawan

petri, timbangan dan bak pewarnaan.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah embrio mencit sebanyak

5 ekor, larutan Alizarin, eter, alkohol 70 %, KOH 1 %, Gliserin murni, Timol,

tissue.

3.3 Prosedur Kerja

1 Embrio mencit dibius dengan eter.

2 Kemudian embrio dimasukkan dalam alkohol 70 % selama 2 minggu.

3 Embrio mencit yang sudah keras dimasukkan ke dalam KOH 1 % selama

24 jam, dilakukan eviserasi embrio (dikeluarkan isi perutnya).

4 Dimasukkan dalam alkohol 70 % selama 6 jam.

5 Lalu dipindahkan ke dalam KOH 1 % selama 4 hari.

6 Embrio yang sudah keras tadi direndam dalam Alizarin selama 12 jam.

7 Kemudian dipindahkan ke dalam KOH 2 % selama 24 jam.

8 Dijernihkan dalam KOH 1 % selama 24 jam.

9 Dipindahkan dalam larutan penjernihan 1 selama 2 hari.

10 Dipindahkan dalam gliserin murni dan ditambahkan Timol sebagai

pengawet.

11 Diamati.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai

berikut :

GAMBAR PREPARAT TULANG KETERANGAN

Gambar 1. Sediaan jadi embrio mencit

1. Tulang tengkorak

2. Tulang rusuk3. Caudal

vertebrae4. Tulang kaki

depan5. Tulang kaki

belakang

4.2 Pembahasan

Metode alizarin adalah suatu metode pembuatan preparat utuh yang

bertujuan untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau untuk

mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio dengan menggunakan larutan

alizarin. Tulang yang diwarnai dengan alizarin red akan berwarna merah tua

apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul karena zat

warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang.

Pada praktikum kali ini digunakan embrio dari mencit untuk melihat

pembentukan tulang pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada

tulang embrio mencit. Langkah-langkah pengerjaan metode alizarin adalah

pertama-tama embrio mencit dibius dengan eter, kemudian embrio dimasukkan

1

3

245

dalam alkohol 70 % selama 2 minggu, lalu embrio dimasukkan ke dalam KOH 1

% selama 24 jam, dilakukan eviserasi pada embrio (dikeluarkan isi perutnya).

Selanjutnya embrio dimasukkan dalam alkohol 70 % selama 6 jam, lalu

dipindahkan ke dalam KOH 1 % selama 4 hari. Embrio yang sudah keras

direndam dalam Alizarin selama 12 jam, kemudian dipindahkan ke dalam KOH 2

% selama 24 jam. Lalu embrio dijernihkan dalam KOH 1 % selama 24 jam,

embrio dipindahkan dalam larutan penjernihan 1 selama 2 hari, lalu dipindahkan

dalam gliserin murni dan ditambahkan Timol sebagai pengawet.

Larutan-larutan yang digunakan dalam percobaan ini mempunyai fungsi

sendiri-sendiri. Eter berfungsi sebagai pembius embrio sebelum digunakan untuk

percobaan. Larutan alkohol berfungsi sebagai fiksatif. Larutan KOH berfungsi

agar otot menjadi transparan dan skeletonnya terlihat jelas. Larutan pewarna

Alizarin berfungsi agar skeleton berwarna merah sehingga dapat terlihat jelas.

Larutan penjernih I dan II berfungsi untuk mengurangi kelebihan pewarna yang

masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak jernih transparan.

Sedangkan, larutan gliserin berfungsi sebagai larutan media penyimpan dan timol

sebagai larutan pengawet.

Dari hasil yang telah didapatkan, tulang tengkorak pada embrio mencit

terpisah satu sama lain, setelah tua akan bersenyawa satu sama lain. Tulang

tengkorak terdiri dari otak yang bulat, rongga mata dan rahang (maxilllae) yang

terproyeksi keluar sebelah paruh, rahang bawah (mandibulae) bersendi antara

tulang kepala dan leher yang merupakan sebuah sistem condyle (occipitale

candyle). tarso metatarsus dan tibio fibula pun terlihat. Terlihat pula adanya

vertebra, kosta, dan sternum. Terdapat 5 periode pembentukan tulang

yaitu: (1) periode embrionik: mandibula, maksila, humerus, radius, ulna, femur,

dan fibia (2) periode fetal: scapula, illium, fibula (3) tulang muda: epiphisis pada

anggota badan, karpal, tarsal, dan sesamoids (4) tulang remaja: scapula, tulang

rusuk, tulang pinggul/pinggang (5) tulang dewasa (Soeminto, 2002).

Dari praktikum yang telah dilakukan, metode alizarin ini memiliki

keuntungan yaitu lebih praktis dan hemat karena jenis bahan kimia yang

digunakan hanya sedikit, dapat mengamati tulang-tulang pada embrio atau hewan

secara utuh tanpa terpisah dan merusak bentuk bagiannya, dan juga dapat melihat

bentuk kelainan tulang pada embrio. Namun kelemahan dari metode ini adalah

hanya tulang keras saja yang terwarnai sedangkan tulang rawan tidak terwarnai

sehingga tidak dapat mengamati tulang rawan yang terbentuk dan tidak bisa

membedakan tulang rawan dan tulang keras pada embrio, proses pengerjaannya

memakan waktu yang cukup lama sehingga tidak efisien waktu, dan mudah rusak

karena embrio yang diwarnai dengan metode alizarin akan sangat lunak serta

mudah hancur jika terkena getaran yang cukup keras.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah

1. Metode alizarin adalah suatu metode pembuatan preparat utuh yang

bertujuan untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau

untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio dengan

menggunakan larutan alizarin.

2. Larutan alkohol berfungsi sebagai fiksatif.

3. Larutan KOH berfungsi agar otot menjadi transparan dan skeletonnya

terlihat jelas.

4. Larutan pewarna Alizarin berfungsi agar skeleton berwarna merah

sehingga dapat terlihat jelas.

5. Larutan penjernih I dan II berfungsi untuk mengurangi kelebihan

pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi

tampak jernih transparan.

6. Larutan gliserin berfungsi sebagai larutan media penyimpan dan timol

sebagai larutan pengawet.

7. Keuntungan metode alizarin yaitu lebih praktis dan hemat karena jenis

bahan kimia yang digunakan hanya sedikit dan waktu yang diperlukan

relatif singkat dan juga dapat melihat bentuk kelainan tulang pada

embrio.

8. Kelemahan metode alizarin adalah hanya tulang keras saja yang

terwarnai sedangkan tulang rawan tidak terwarnai sehingga tidak dapat

mengamati tulang rawan yang terbentuk dan tidak bisa membedakan

tulang rawan dan tulang keras pada embrio.

5.2 Saran

Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum ini lebih disiplin waktu dalam

memindahkan embrio ke larutan selanjutnya, agar embrio tidak hancur dan lebih

sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Bevalender. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga. Jakarta.http://id.wikipedia.org/wiki/HistologiDiakses tanggal 20 Desember 2010

Geneser. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard. Copenhagen.http://kuliahbiologi.wordpress.com/category/mikroteknik. Diakses tanggal 20 Desember 2010

Junqueira. 1995. Basic Histology. Appleton & Lange. New York.

Karyadi. 2003. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh. Jurnal Penelitian UNIB. Bengkulu.

Lesson et al. 1990. Atlas of Histology. W.B. Saunders Company. London.

Soeminto et al. 2002. Embriologi Vertabrata. Fakultas Biologi UNSOED. Purwokerto.