Lap. Amfibi

34
LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI AMPHIBIA OLEH NAMA : FADILA FAUZI NO BP : 1010423023 KELOMPOK : I GANJIL ANGGOTA : 1. KITZU OKSI YAMA (0910422022) 2. DITA OSRIANTI (1010423031) 3. DINA HAYATI PUTRI (1010422043) 4. CHYINTIA DWI C. (1010423029) ASISTEN PENDAMPING : KHARISMA PUTRA

Transcript of Lap. Amfibi

Page 1: Lap. Amfibi

LAPORAN PRAKTIKUM

TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA

MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI AMPHIBIA

OLEH

NAMA : FADILA FAUZI

NO BP : 1010423023

KELOMPOK : I GANJIL

ANGGOTA : 1. KITZU OKSI YAMA (0910422022)

2. DITA OSRIANTI (1010423031)

3. DINA HAYATI PUTRI (1010422043)

4. CHYINTIA DWI C. (1010423029)

ASISTEN PENDAMPING : KHARISMA PUTRA

LABORATORIUM TAKSONOMI HEWAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG,2012

Page 2: Lap. Amfibi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Vertebrata merupakan kelompok hewan yang memiliki tulang belakang. Dalam

sistem klasifikasi, vertebrata merupakan subfilum dari filum Chordata. Vertebrata

kemungkinan muncul pertama kali pada akhir zaman prakambium atau awal masa

kambrium. Fosil vertebrata tertua adalah makhluk-makhluk tak berahang, anggota

dari superkelas Agnatha (tanpa rahang). Jejak vertebrata awal ditemukan pada strata

kambrium, tetapi sebagian besar ternyata berasal dari masa Ordovisium dan Silur,

sekitar 400 dan 500 juta tahum silam (Jafnir, 1984).

Herpetofauna berasal dari kata herpeton yaitu binatang melata.Dahulu,

sebelum ilmu taksonomi berkembang maju, amfibi dan reptil dimasukkan menjadi

satu kelompok hewan karena diangap sama-sama melata.Dengan berkembangnya

ilmu, mereka kini menjadi dua kelompok terpisah.  Kedua kelompok ini masuk ke

dalam satu bidang yaitu ilmu herpetologi karena mereka mempunyai cara hidup dan

habitatnya yang hampir serupa, sama-sama satwa vertebrata ektotermal

(membutuhkan sumber panas eksternal), serta metode untuk pengamatan dan koleksi

yang serupa. Indonesia memiliki jenis-jenis amfibi dan reptil yang beragam. Posisi

geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan benua  Australia

merupakan salah satu sebab beragamnya jenis ini.  Baik amfibi maupun reptil

ditemukan di semua pulau-pulau di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai

dataran tinggi.  Amfibi tidak dijumpai di laut, namun sebaliknya reptil memiliki

penyebaran yang lebih beragam (Mirza, 2010 ).

Amfibi merupakan hewan yang kerap disebut berdarah dingin.  Istilah ini

kuranglah tepat karena suhu bagian dalam, yang diatur mengunakan perilaku mereka,

seringkali lebih panas daripada burung dan mamalia terutama pada saat mereka

aktif.Bahan suhu tubuh mereka, terutama di iklim panas, bisa jadi lebih panas

daripada hewan-hewan yang dikenal sebagai “berdarah panas”. Baik amfibi maupun

reptil bersifat ectothermic dan poikilotherm  yang berarti mereka menggunakan

sumber panas dari lingkungan untuk memperoleh energi. Perbedaan utama antara

“berdarah dingin” dan “berdarah panas” adalah yang pertama suhu tubuhnya lebih

berfluktuasi dengan adanya masukan dari lingkungan.Sementara hewan berdarah

Page 3: Lap. Amfibi

panas (mamalia, misalnya) adalah homeothermic dimana suhu tubuh dikelola dengan

metabolism tubuh.Beberapa reptil besar seperti buaya, penyu dan kadal besar bahkan

mencapai tingkat homeothermy, yaitu suhu mereka tidak terlalu berfluktuasi dengan

lingkungan. Hal ini disebabkan oleh adanya proses giganthothermy, dimana hewan

yang sangat besar akan mempertahankan suhu badan konstan dengan sedikit

masukan dari lingkungan (Setyanto, 1997).

      Hewan poikilotherm memiliki metabolism rendah, oleh karena itu mereka

mampu tidak makan dalam waktu yang relatif lama.  Sebagai contoh, beberapa jenis

ular dapat makan hanya satu bulan sekali. Namun demikian, kebanyakan katak harus

makan setiap hari atau beberapa hari sekali, kecuali pada saat dorman dimana mereka

bisa tidak makan selama beberapa bulan ( Sidik, 1998).

      Ketergantungan amfibi terhadap lingkungannya bagi kepentingan suhu tubuhnya

membuat amfibi umumnya terbatas pada habitat spesifik.  Karena amfibi memiliki

kontrol yang kecil terhadap suhu tubuhnya, maka demi kesehatan maka amfibi harus

tetap berada dalam lingkungan dengan batas-batas suhu yang sesuai.Dalam satu

habitat, banyak terdapat mikro-habitat yang memiliki suhu berbeda dengan suhu

ambien. Amfibi menggunakan posisi tubuh untuk memanfaatkan mikro-habitat ini,

yaitu dengan cara memaparkan tubuh ke permukaan atau sebaliknya. Beberapa jenis

amfibi juga mampu mengurangi kehilangan uap air dari kulit, yang merupakan

tehnik penguruangan suhu yang penting.Kebanyakan amfibi mampu mengubah

warna agar mampu menyerap atau merefleksikan jumlah radiasi matahari. Katak

pohon dari marga Hylidae misalnya, seringkali memiliki warna hijau yang berbeda

saat panas (Van Kampen, 1923).

1.2 Tujuan

Pratikum ini dilakukan untuk mengetahui morfologi dan identifikasi kelas

Amphibia.

1.3 Tinjauan Pustaka

Amfibi merupakan hewan yang kerap disebut berdarah dingin.  Istilah ini

kuranglah tepat karena suhu bagian dalam, yang diatur mengunakan perilaku mereka,

seringkali lebih panas daripada burung dan mamalia terutama pada saat mereka

Page 4: Lap. Amfibi

aktif.Bahan suhu tubuh mereka, terutama di iklim panas, bisa jadi lebih panas

daripada hewan-hewan yang dikenal sebagai “berdarah panas”. Amfibi bersifat

ectothermic dan poikilotherm  yang berarti mereka menggunakan sumber panas

dari lingkungan untuk memperoleh energi. Perbedaan utama antara “berdarah

dingin” dan “berdarah panas” adalah yang pertama suhu tubuhnya lebih berfluktuasi

dengan adanya masukan dari lingkungan.Sementara hewan berdarah panas (mamalia,

misalnya) adalah homeothermic dimana suhu tubuh dikelola dengan metabolisme

tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya proses giganthothermy, dimana hewan yang

sangat besar akan mempertahankan suhu badan konstan dengan sedikit masukan dari

lingkungan (Inger, 1969).

Perbedaan utama antara amfibi dan reptil terletak pada perkembangan embrio. 

Reptil seperti juga burung, dan mamalia memiliki telur amniota, yang berarti embrio

dilindungi oleh membran embrio yang disebut sebagai amnion.Amnion berkembang

awal pada embrio, dan berfungsi sebagai lapisan cairan pelindung yang menutup

embrio dalam rongga embrionik.Amniota tumbuh dalam ‘kolam di bagian dalam”

dari amnion dan tidak memerlukan sumber air bagian luar.Telur reptil juga

dilindungi oleh cangkang. Cangkang ini tidak bersifat tertutup karena masih mampu

bertukar hara dengan lingkungan (Harun, 1984).

Dilain sisi, amfibi tidak memiliki amnion dan disebut anamniota.Telur amfibi

“telanjang”, hanya dilindungi oleh lapisan gelatin semi-permeabel dan tergantung

pada air dari sumber luar. Oleh karena itulah tipe telur biphasic didepositkan ke

sumber air, dimana mereka nanti akan berkembang menjadi larva akuatik, dan

akhirnya (umumnya) akan bermetamorphosis into permudaan terrestrial. Telur

amfibi memerlukan oksigen yang diperoleh dari difusi dengan air.  Produk buangan

dari dalam telur  juga akan berdifusi keluar ke air. Telur amfibi terrestrial umumnya

rawan terhadap kekeringan (desikasi) karena mereka mengambil dan menyerap uap

dari lingkungan yang lembab Katak pohon Phyllomedusine mengembangkan tehnik

yang unik dimana mereka akan menghasilkan telur yang tidak memiliki embrio

namun memiliki air metabolic yang akan disimpan di sekitar telur-telur berembrio

untuk menyediakan air jika diperlukan (Mirza, 2010 ).

Amphibi merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak

tertutupi oleh rambut dan mampu hidup di air maupun di darat.Pada fase berudu

Page 5: Lap. Amfibi

amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan insang.Pada fase ini berudu bergerak

menggunakan ekor.Pada fase dewasa hidup di darat dan bernafas dengan paru-

paru.Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan cara bernafas

yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan menyebabkan

hilangnya insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada anura, tidak

ditemukan leher sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam liang dan

bergerak dengan cara melompat (Duellman and Trueb, 1986).

Amfibi memiliki kulit dengan permeabelitas tinggi dan memiliki kelenjar. 

Pada amfibi, kulit merupakan organ yang penting.Kulit katak memiliki sifat

permeabilitas, dimana air dan gas dapat “keluar-masuk”. Kulit katak juga berfungsi

sebagai alat pernafasan dan harus lembab sehingga tidak kekeringan. Oleh karena itu

katak harus mengembangkan adaptasi yang berhubungan erat dengan sifat dari kulit

mereka. Untuk mengurangi kemungkinan kulit mengering maka adaptasi yang

dilakukan antara lain: 1) Merapatkan tubuh untuk mengurangi luas permukaan yang

bisa mongering, 2) Hidup dekat badan air, 3) Berlindung di tumbuhan teduh atau

permukaan batu, 4) Menutupi kulit dengan bahan licin dan 5) Masuk ke dalam tanah.

Kebanyakan dari jenis amfibi akan memakan kulit lamanya, yang merupakan sumber

air dan unsur hara ( Sidik, 1998 ).

       Amfibi dewasa bernafas dengan paru-paru.  Amfibi muda umumnya bernafas

dengan insang. Pada saat metamorphosis, terjadi perubahan dari segi morfologis

dimana bentuk serupa ikan pada berudu yang bernafas dengan insang ini berubah

menjadi vertebrata bertungkai yang bernafas dengan paru-paru. Untuk

mempertahankan diri dari mangsa dan penyakit ataupun memudahkan menangkap

mangsa,  amfibi dan reptil mengembangkan berbagai pertahanan diri.  Pewarnaan

berfungsi baik sebagai kamuflase maupun peringatan terhadap predator potensial atas

keberadaan racun. Secara morfologi, bentuk dan warna yang menyerupai lingkungan

sekitar menyulitkan predator memangsa mereka. Kulit amfibi memiliki kelenjar

mukus. Sekresi mukus membuat kulit tetap lembab, mencegah masuknya bakteri dan

patogen lainnya ( Mirza, 2010 ).

Amphibi terdiri dari 3 ordo yaitu Urodela, Anura dan Gymnophiona.Urodela

disebut juga caudata.Ordo ini mempunyai ciri bentuk tubuh memanjang, mempunyai

anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanum.Tubuh dapat dibedakan

Page 6: Lap. Amfibi

antara kepala, leher dan badan.Beberapa spesies mempunyai insang dan yang lainnya

bernafas dengan paru-paru.Pada bagaian kepala terdapat mata yang kecil dan pada

beberapa jenis, mata mengalami reduksi.Fase larva hampir mirip dengan fase

dewasa. Anggota ordo Urodela hidup di darat akan tetapi tidak dapat lepas dari air.

Pola persebarannya meliputi wilayah Amerika Utara, Asia Tengah, Jepang dan

Eropa. Nama Anura mempunyai arti tidak memiliki ekor. Seperti namanya, anggota

ordo ini mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan,

tidak mempunyai leher dan tungkai berkembang baik. Tungkai belakang lebih besar

daripada tungkai depan. Hal ini mendukung pergerakannya yaitu dengan melompat.

Pada beberapa famili terdapat selaput diantara jari-jarinya.Membrana tympanum

terletak di permukaan kulit dengan ukuran yang cukup besar dan terletak di belakang

mata. Kelopak mata dapat digerakkan.Mata berukuran besar dan berkembang dengan

baik. Fertilisasi secara eksternal dan prosesnya dilakukan di perairan yang tenang

dan dangkal (Duellman and Trueb, 1986).

Gymnophiona mempunyai anggota yang ciri umumnya adalah tidak

mempunyai kaki sehingga disebut Apoda.Tubuh menyerupai cacing (gilig),

bersegmen, tidak bertungkai, dan ekor mereduksi.Hewan ini mempunyai kulit yang

kompak, mata tereduksi, tertutup oleh kulit atau tulang, retina pada beberapa spesies

berfungsi sebagai fotoreseptor.Di bagian anterior terdapat tentakel yang fungsinya

sebagai organ sensory.Kelompok ini menunjukkan 2 bentuk dalam daur

hidupnya.Pada fase larva hidup dalam air dan bernafas dengan insang.Pada fase

dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya ditemukan di dalam tanah atau di

lingkungan akuatik. Fertilisasi pada Caecilia terjadi secara internal (Harun, 1984).

Katak mudah dikenali dengan ciri tidak punya ekor, tubuh pendek dan

tampak seperti berjongkok, tidak punya leher yang jelas, punya empat kaki dan dua

kaki belakang lebih panjang dari kaki depan yang digunakan untuk melompat, mata

besar, mulut lebar, kaki depan memiliki empat jari dan kaki belakang lima jari,

selaput kulit tumbuh disela jari terutama dijari kaki belakang (Inger dan Stuebing,

1969). Kulit selalu basah dan berkelenjar, tidak bersisik, tidak bersirip, terdapat dua

buah nares yang menghubungkan dengan cavum oris, mata berkelopak dapat

digerakkan, lembar tympanium sebelah luar, mulut bergeligi dan lidah dapat

dijulurkan, skeleton sebagian besar berupa tulang keras, jantung tiga ruang , bernafas

Page 7: Lap. Amfibi

dengan insang, paru-paru dan kulit, otak dengan 10 pasang nervi cranialis, fertilisasi

eksternal (Jafnir, 1984).

Amphibia menghuni habitat yang bervariasi, dari tergenang dibawah

permukaan air sampai yang hidup dipuncak pohon yang tinggi. Kebanyakan jenis

yang hidup di kawasan berhutan, karena membutuhkan kelembaban yang cukup

untuk melindungi tubuh dari kekeringan. Beberapa jenis hidup disekitar sungai dan

lainnya tidak pernah meninggalkan badan perairan (Iskandar, 1998). Katak-katak

Riparia dijumpai pada substrat berbatu, berpasir, kayu dan pinggiran sungai pada

ketinggian 7,5 m dari permukaan air (Inger, 1969).

Anura di dunia terdiri dari 25 famili, 333 genera dan 3843 spesies. Sekitar 10 famili

terdapat di Indonesia dan 5 diantaranya terdapat di Sumatera yaitu Bufonidae,

Megophryidae, Microhylidae, Ranidae, dan Rhacophoridae ( Tim Taksonomi Hewan

Vertebrata, 2010 ). Anura di dunia terdiri dari 25 famili, 333 genera dan 3843

spesies. Anura yang paling sering ditemukan adalah Bufonidae dan Ranidae.

Bufonidae dapat dibedakan dari Ranidae oleh kelenjar paratoid dan tekstur kulit yang

kasar. Status hubungan taksa dari famili Ranidae (Abrana, Aubria, Conrava,

Dicroglossus, Hildebrandtia, Hylarana, Ptychadena, Pyxicephalus dan Tomoptera)

masih mengalami permasalahan dan revisi lengkap terbaru masih sangat diperlukan.

Kepulauan Indo-Australia memiliki 140 spesies, Afrika sebanyak 40 spesies,

Amerika Utara sebanyak 17 spesies, Amerika Tengah sebanyak 13 spesies dan Eropa

sekitar 11 spesies (Obst, Richter and Jacob, 1988).

Iskandar (1998), membedakan Ranidae menjadi dua anak suku yaitu anak

suku Ranidae dan anak suku Dicroglossinae, berdasarkan morfologi jari dan lipatan

dorsolateral. Anak suku Ranidae mencakup katak yang lebih kurang ramping dengan

sepasang lipatan dorsolateral yang jelas, ujung jari tangan dan kaki berakhir dengan

ujung yang melebar dan rata. Suku Bufonidae sangat umum dan tersebar hampir

diseluruh belahan dunia kecuali didaerah Australo-Papua di belahan bumi selatan.

Anggota dari Bufonidae kekar dan kasar penampilannya, dan pada beberapa jenis

tubuh tertutup oleh bintil-bintil, panjangnya bervariasi dari yang terkecil sekitar 25

mm sampai yang terbesar sekitar 25 cm. Di Indonesia, suku ini diwakili oleh 6 marga

diantaranya Bufo, Ansonia, Leptophryne, Pedostibes, Pelophryne, Pseudobufo.

Page 8: Lap. Amfibi

Dalam hal ini, Famili Ranidae merupakan katak yang persebarannya sangat

luas di Indonesia yang mewakili oleh sepuluh marga dan kurang dari 100 spesies.

Disumatera diwakili oleh lima marga dan kelima marga terdapar dalam Kawasan

ekosistenm Leuser. Habitatnya beragam dari hutan mangrove sampai hutan

pegunungan dari hutan primer, sekunder, belukar, padang rumput sampai sekitar

pemukiman. Sedangkan famili Bufonidae menempati dari pemukiman penduduk,

rawa, hutan sekunder, hutan primer, dari permukaan laut samapi pegunungan.

Ukurannya dari 25-250 mm ( Iskandar, 2003 ).

Page 9: Lap. Amfibi

II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum tentang identifikasi dan morfologi pisces ini dilakukan pada hari Jumat,

tanggal 24 Februari 2012 Jam 08.00-11.00 wib di Laboratorium Taksonomi Hewan,

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Andalas.

2.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang diperlukan dalam praktikum ini adalah bak bedah, rol atau

penggaris dan alat-alat tulis, sedangkan bahan atau objek praktikum kali ini adalah

Phrynoisdis asper, Duttaphrynus melanotictus, Leptobrachium abbotti, Ichthyophis

glutinosus, Rana erythraea, Rana picturata, Rana nicobariensis, Fejerfarya

cancrivora dan Polypedates leucomystax.

2.3 Cara Kerja

Objek diletakkan pada bak bedah dengan posisi kepala disebelah kiri.Objek itu

diamati dan digambar. Kemudian dilakukan pengukuran serta perhitungan terhadap

karakteristiknya, yaitu sebagai berikut : Panjang Badan (PB), Panjang Kaki Depan

(PKD), Panjang Kaki Belakang (PKB), Diameter Mata (DM), Urutan Panjang Jari

Kaki Depan (UPJKD), Lebar Kepala (LK), Panjang Tibia Fibula (PTF), Panjang

Moncong (PM), Jarak Inter Orbital (JIO), Urutan Panjang Jari Kaki Belakang

(UPJKB), Panjang Kepala (PK), Panjang Femur (PF), Diameter Tympanum (DT),

Jarak Inter Nares (JIN). Kemudian diamati arah supraorbital, bentuk kelenjar

paratoid, gigi fomer, tutupan selaput renang, processus odontoid, bentuk ujung jari,

lipatan dorsal lateral dan warna tubuh.

Page 10: Lap. Amfibi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.1 Phrynoidis asper

Klasifikasi :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Bufonidae

Genus : Phrynoidis Gambar 1. Phrynoidis asper

Species : Phrynoidis asper Gravenhorst, 1829 (Iskandar, 1998)

Phrynoidis asper memiliki panjang badan (PB) 65,4 mm, panjang kepala (PK) 11,4

mm, lebar kepala (LK) 23,4 mm, panjang kaki depan (PKD) 22,1 mm, panjang tibia

fibula (PTF) 31,6 mm, panjang femur (PF) 38 mm, panjang kaki belakang (PKB)

40,5 mm, panjang moncong (PM) 7 mm, diameter tympanum (DT) 3,3 mm, diameter

mata (DM) 10,35 mm, jarak inter orbital (JIO) 10,5 mm, jarak inter nares (JIN) 6,5

mm, urutan panjang kaki depan 2>1>3>4, urutan panjang kaki belakang 4>3>5>2>1,

bentuk ujung jari licin, tidak mempunyai alur supraorbital, tidak mempunyai kelenjar

paratoid, mempunyai gigi fomer, mempunyai tutupan selaput renang, tidak

mempunyai processus odontoid, kelenjar paratoid warna hitam.

Iskandar (1998) yang menyatakan kodok ini berwarna coklat tua kehitaman,

keabu-abuan, atau kehitam-hitaman.Kelenjar parotoid berbentuk lonjong. Tangan

dan kaki dapat berputar. Jari kaki berselaput renang sampai ke

ujung.Perkembangbiakkan masih belum diketahui. Namun para pejantan diketahui

memanggil dari tepi sungai terutama pada saat bulan purnama.

Menurut Van Kampen (1923), bahwa habitat Bufo asper umumnya dijumpai

sepanjang sungai yang lebar sampai anak sungai dengan lebar 2 meter. Bahkan

dijumpai di sekitar air terjun, hidup dari hutan skunder sampai hutan primer, hutan

dataran rendah sampai pegunungan. Bangkong sungai menyebar mulai dari

Indochina di utara hingga ke Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Di Jawa tersebar

hingga ke Pasuruan dan Malang di Jawa Timur.

Page 11: Lap. Amfibi

3.1.2 Dutaphrynus melanostictus

Klasifikasi dari Dutaphrynus melanostictus adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Bufonidae

Genus : Phrynoidis

Species : Dutaphrynus melanostictus Gambar 2. Dutaphrynus melanostictus

Schneider, 1799 (Iskandar, 1998)

Dutaphrynus melanostictus memiliki panjang badan (PB) 68 mm, panjang kepala

(PK) 13 mm, lebar kepala (LK) 26 mm, panjang kaki depan (PKD) 35 mm, panjang

tibia fibula (PTF) 22 mm, panjang femur (PF) 26 mm, panjang kaki belakang (PKB)

37 mm, panjang moncong (PM) 9,4 mm, diameter tympanum (DT) 3 mm, diameter

mata (DM) 7 mm, jarak inter orbital (JIO) 5 mm, jarak inter nares (JIN) 4 mm,

urutan panjang kaki depan 3>1>2>4, urutan panjang kaki belakang 3>4>5>2>1,

bentuk ujung jari licin, tidak mempunyai alur supraorbital, bentuk kelenjar paratoid

bulat, tidak mempunyai gigi fomer, warna kelenjar paratoid kuning kecoklatan.

Menurut Iskandar (2003), kodok ini mempunyai garis supra orbital berwarna

hitam, alur-alur supra-orbital dan supratimpanik menyambung, tidak ada alur

parietal.Bagian punggung bervariasi warnanya antara coklat abu-abu gelap,

kekuningan, kemerahan, sampai kehitaman.Terdapat bintil-bintil kasar di punggung

dengan ujung kehitaman. Tanpa selaput renang, atau kaki dengan selaput renang

yang sangat pendek.

Iskandar (1998) menyatakan nama lokal untuk spesies ini adalah kodok puru,

penamaan tersebut berdasarkan adanya benjolan-benjolan hitam yang tersebar di

bagian atas tubuh. Habitat dari kodok ini selalu dekat hunian manusia , tidak terdapat

di hutan hujan tropis atau hutan primer. Persebarannya di kawasan Ekosistem Leuser,

Aceh singkil, Medan, Belawan, Bukit Lawang, Langkat, Jawa, Kalimantan, Gunung

Batak, dan Cina Selatan sampai Semenanjung Malaka dan Pilipina.

Page 12: Lap. Amfibi

Kodok berukuran sedang, yang dewasa berperut gendut, berbintil-bintil kasar.

Bangkong jantan panjangnya (dari moncong ke anus) 55-80 mm, betina 65-85 mm.

Di atas kepala terdapat gigir keras menonjol yang bersambungan, mulai dari atas

moncong; melewati atas, depan dan belakang mata; hingga di atas timpanum

(gendang telinga). Gigir ini biasanya berwarna kehitaman.Sepasang kelenjar parotoid

(kelenjar racun) yang besar panjang terdapat di atas tengkuk.Bagian punggung

bervariasi warnanya antara coklat abu-abu gelap, kekuningan, kemerahan, sampai

kehitaman.Ada pula yang dengan warna dasar kuning kecoklatan atau hitam keabu-

abuan. Terdapat bintil-bintil kasar di punggung dengan ujung kehitaman. Sisi bawah

tubuh putih keabu-abuan, berbintil-bintil agak kasar.Telapak tangan dan kaki dengan

warna hitam atau kehitaman; tanpa selaput renang, atau kaki dengan selaput renang

yang sangat pendek. Hewan jantan umumnya dengan dagu kusam kemerahan

( Anonimous, 2010 ).

3.1.3 Ichthyophis glutinosus

Klasifikasi :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Gymnophiona

Famili : Ichthyophiidae

Genus : Ichthyophis Gambar 3. Ichthyophis glutinosus

Species : Ichthyophis glutinosus Fitzinger, 1826.

(Duellman and Trueb, 1986)

Dari praktikum Ichtyophis glutinosus tidak dilakukan pengukuran secara langsung

hanya deskripsi morfologi, tubuhnya panjang berbentuk silindris, warna putih,

tubuhnya agak pipih, terdapat lipatan-lipatan di sepanjang tubuh kecuali di kepala,

mulutnya kecil, mapunyai gigi dan tubuh tidak memiliki ekstremitas.

Ichthyophis glutinosus mempunyai bentuk seperti cacing, mempunyai gigi,

mata berbentuk titik hitam, bagian dorsal berwarna ungu, bagian abdomen berwarna

ungu lebih pudar daripada dorsal, antara bagian dorsal dan abdomen dibatasi oleh

Page 13: Lap. Amfibi

garis warna putih, mempunyai ruas-ruas, tipe mulut runcing, mempunyai alat khusus

seperti lateral line. Famili yang ada di indonesia adalah Ichtyopiidae. Anggota famili

ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif

berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas di air dengan tiga

pasang insang yang bercabang yang segera hilang walaupun membutuhkan waktu

yang lama di air sebelum metamorphosis (Duellman and Trueb, 1986).

3.1.4 Leptobrachium abbotti

Klasifikasi dari Leptobrachium abbotti adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Megophrydae

Genus : Leptobrachium

Species : Leptobrachium abbotti Gambar 4. Leptobrachium abbotti

Lohcran, 1926 (Mirza, 2010)

Hasil praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut panjang badan (PB) 43

mm, lebar kepala (LK) mm, panjang kepala (PK) 12,1 mm, panjang kaki depan

(PKD) 14 mm, panjang tibia-fibula (PTF) 15,8 mm, panjang femur (PF) 17,2 mm,

panjang kaki belakang (PKB) 21 mm, panjang moncong (PM) mm, diameter

tymphanium (DT) 4,4 mm, diameter mata (DM) 6,6 mm, jarak inter nares (JIN) 2

mm, jarak Interorbital (JIO) 5,7 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD)

3>4>2>1, urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1, tidak memiliki

garis supraorbital, kelenjar paratiroid tidak ada, bentuk ujung jari licin dan warna

coklat tua sampai hitam.

Leptobrachium abbotti merupakan katak serasah yang dapat berkamuflase

diantara daun-daun kering. Kamuflase ini merupakan suatu cara pertahanan diri dari

predator. Hewan ini berasal dari famili Megophrydae dan tersebar luas di Asia

Tenggara, dan disumatera terdapat 3 genus yaitu Leptobrachella di kepulauan

Natuna, Leptobrachium dan Megoprhys yang terdapat dikawasan ekosstem Leuser

(Mirza, 2010).

Page 14: Lap. Amfibi

Leptobrachium memiliki mata yang besar dan cenderung melotot. Hewan ini

merupakan hewan yang jarang melompat jika di dekati. Hal ini karena proporsi

kepala yang terlalu besar yang melebihi badannya. Faktor lain yang membuat katak

ini sulit melompat adalah ukuran kaki yang kecil (Mirza, 2010).

3.1.5 Rana erythraea

Klasifikasi dari Rana erythraea adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Ranidae

Genus : Rana Gambar 5. Rana erythraea

Species : Rana erythraea Schlegel, 1837 (Iskandar, 1998)

Hasil praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut panjang badan (PB) 77

mm, lebar kepala (LK) 23 mm, panjang kepala (PK) 28 mm, panjang kaki depan

(PKD) 40 mm, panjang tibia-fibula (PTF) 7 mm, panjang femur (PF) 27 mm,

panjang kaki belakang (PKB) 57 mm, panjang moncong (PM) 18 mm, diameter

tymphanium (DT) 6 mm, diameter mata (DM) 5 mm, jarak inter nares (JIN) 9 mm,

jarak Interorbital (JIO) 6 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>1>4>2,

urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1, tidak memiliki garis

supraorbital, kelenjar paratiroid tidak ada, mempunyai tutupan selaput renang,

bentuk ujung jari licin dan warna kuning kehijauan.

Sesuai dengan Iskandar (1998), katak hijau berukuran sedang dengan lipatan

dorsolateral yang besar dan jelas dengan warna kuning gading, kadang-kadang

dibatasi oleh pinggiran warna hitam. Jari kaki dan tangan memiliki piringan pipih

yang jelas. Selaput terdapat hampir di seluruh bagian, kecuali bagian luar dari jari

kaki. Jantan lebih kecil dari betina. Biasanya berwarna hijau zaitun dengan sepasang

daerah dorsolateral kuning dan lebar. Specimen muda mungkin hijau kekuningan.

Garis ini dikelilingi oleh warna hitam pada beberapa specimen.

Page 15: Lap. Amfibi

3.1.6 Rana picturata

Klasifikasi dari Rana picturata adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Ranidae

Genus : Rana Gambar 6. Rana picturata

Species : Rana picturata Boulenger (Mistar, 2003)

Hasil praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut panjang badan (PB) 38

mm, lebar kepala (LK) 10 mm, panjang kepala (PK) 13 mm, panjang kaki depan

(PKD) 17 mm, panjang tibia-fibula (PTF) 15 mm, panjang femur (PF) 15 mm,

panjang kaki belakang (PKB) 40 mm, panjang moncong (PM) 10 mm, diameter

tymphanium (DT) 2 mm, diameter mata (DM) 4 mm, jarak inter nares (JIN) 8 mm,

jarak Interorbital (JIO) 6 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>1>2,

urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1, tidak memiliki garis

supraorbital, kelenjar paratiroid tidak ada, mempunyai tutupan selaput renang,

bentuk ujung jari licin dan warna hitam bercorak orange.

Katak berukuran kecil sampais sedang, kepala segitiga sama dengan badan,

tympanum sangat jelas, lebih dari separuh kaki belakang berselaput. Tekstur kulit

halus, dengan permukaan tubuh bagian atas dan anggota gerak berwarna hitam

dengan bercak-bercak berwarna kuning terang. Ukuran tubuh jantan 33-47 mmdan

betina 49 – 68 mm(mistar, 2003).

Page 16: Lap. Amfibi

3.1.7 Rana nicobariensis

Klasifikasi dari Rana picturata adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Ranidae

Genus : Rana Gambar 7. Rana nicobariensis

Species : Rana nicobariensis Stolizka, 1870 (Mistar, 2003)

Hasil praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut panjang badan (PB) 42

mm, lebar kepala (LK) 12 mm, panjang kepala (PK) 17 mm, panjang kaki depan

(PKD) 28 mm, panjang tibia-fibula (PTF) 20 mm, panjang femur (PF) 17 mm,

panjang kaki belakang (PKB) 33 mm, panjang moncong (PM) 9 mm, diameter

tymphanium (DT) 1 mm, diameter mata (DM) 3 mm, jarak inter nares (JIN) 5 mm,

jarak Interorbital (JIO) 4 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>2>1,

urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1, tidak memiliki garis

supraorbital, kelenjar paratiroid tidak ada, mempunyai tutupan selaput renang,

bentuk ujung jari licin dan warna coklat gelap.

Sesuai dengan Iskandar (1998), katak berukuranb kecil, perawakan ramping,

kaki dan panjang dan ramping, jari kaki setengahnya berselaput. Dorsum dan kaki

biasanya coklat muda sampai tua, dengan beberapa gambar yang lebih gelap,

khususnya de sekeliling bagian selangkang, kadang-kadang terdapat dua garis

paravertebral yang agak kabur sejajar dengan ruas tulang belakang. Sisi-sisinya

biasanya berwarna lebih gelap sampai hitam, memanjang dari antara mata dan

hidung sampai ke kelangkang.

Page 17: Lap. Amfibi

3.1.8 Fejervarya cancrivora

Klasifikasi dari Fejervarya cancrivora adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Ranidae

Genus : Fejervarya Gambar 8. Fejervarya cancrivora

Species : Fejervarya cancrivora Gravenhorst, 1829 ( Iskandar, 2003 )

Hasil praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut panjang badan (PB) 43

mm, lebar kepala (LK) 13 mm, panjang kepala (PK) 12 mm, panjang kaki depan

(PKD) 23 mm, panjang tibia-fibula (PTF) 24 mm, panjang femur (PF) 20 mm,

panjang kaki belakang (PKB) 60 mm, panjang moncong (PM) 10 mm, diameter

tymphanium (DT) 2 mm, diameter mata (DM) 4 mm, jarak inter nares (JIN) 2 mm,

jarak Interorbital (JIO) 3 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>1>2,

urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>3>5>2>1, tidak memiliki garis

supraorbital, kelenjar paratiroid tidak ada, mempunyai tutupan selaput renang,

bentuk ujung jari licin dan warna coklat .

Katak ini berukuran besar dengan lipatan-lipatan atau bintil-bintil memanjang

parallel dengan sumbu tubuh, hanya terdapat satu bintil metatarsal bagian dalam,

selaput selalu melampaui bintil subartikuler terakhir jari kaki ketiga dan kelima.

Tekstur kulit kasar tertutup oleh bintil-bintil atau lipatan-lipatan yang memanjang

dan menipis. Warna seperti lumpur yang kotor dengan bercak-bercak tidak simetris

berwarna gelap, beberapa specimen dewasa berwarna hijau juga mempunyai bentuk

bercak yang sama, sering disertai garis dorsolateral yang lebar. Ukuran tubuh

mencapai 120 mm ( Iskandar,2003 ).

Katak ini hidup di sawah-sawah jarang ditemukan di sepanjang sungai, tetapi

dapat di temukan tidak jauh dari sungai, terdapat dalam jumlah banyak di sekitar

rawa bahkan di daerah berair asin seperti tambak atau hutan bakau, hidup dari

permukaan laut sampai 900 mdpl. Katak ini tersebar dibeberapa wilayah seperti

Page 18: Lap. Amfibi

Aceh, Belawan, Padang, Muarolabuah, Kepulauan Riau, Bangka, Jawa dan tersebar

luas dari Indo-Cina sampai Filipina dan Sulawesi ( Iskandar, 2003 ).

3.1.8 Polypedates leucomystax

Klasifikasi dari Polypedates leucomystax adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Rachoporidae

Genus : Polypedates Gambar 9. Polypedates leucomystax

Species : Polypedates leucomystax Gravenhorst, 1829 ( Iskandar, 2003 )

Hasil praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut panjang badan (PB) 65

mm, lebar kepala (LK) 16 mm, panjang kepala (PK) 20 mm, panjang kaki depan

(PKD) 42 mm, panjang tibia-fibula (PTF) 35 mm, panjang femur (PF) 30 mm,

panjang kaki belakang (PKB) 73 mm, panjang moncong (PM) 10 mm, diameter

tymphanium (DT) 5 mm, diameter mata (DM) 6 mm, jarak inter nares (JIN) 3 mm,

jarak Interorbital (JIO) 9 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>2>1,

urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1, tidak memiliki garis

supraorbital, kelenjar paratiroid tidak ada, mempunyai tutupan selaput renang,

bentuk ujung jari licin dan warna coklat kekuningan.

Sesuai dengan Iskandar (1998), katak pohon berukuran sedang, berwarna

coklat kekuningan, satu warna atau dengan bintik hitam atau dengan enam garis yang

memenjang dari kepala sampai ujung tubuh. Jari tangan dan jari kaki melebar dengan

ujung rata. Kulit kepala menyatu dengan tengkorak. Jari tangan setengahnya

berselaput, jari kaki hampir spenuhnya berselaput. Tekstur kulit seluruhnya halus

tanpa indikasi adanya bintil-bintil atau lipatan. Bagian bawah berbintil granular yang

jelas.

Page 19: Lap. Amfibi

Kunci Determinasi

1. a. Mempunyai kelenjar paratoid…………………………………………………...2

b. Tidak mempunyai kelenjar paratoid…………………………………………….3

2. a. Kelenjar paratoid berbentuk bulat memanjang……...Duttaphynus melanostictus

b. Kelenjar paratoid berbentuk oval……………………………...Phrynoidis asper

3. a. Tidak mempunyai ekstremitas…………………………….Ichthyopis glutinosus

b. Mempunyai ekstremitas………………………………………………………...4

4. a. Memiliki fejervarya line…………………………………Fejervarya cancrivora

b. Tidak memiliki fejervarya line………………………………………………….5

5. a. Dorso lateral line terputus………………………………………..Rana picturata

b. Dorso lateral line tidak terputus………………………………………………...6

6. a. Memiliki bantalan pada jari…………………………...Polypedates leucomystax

b. Tidak memiliki bantalan pada jari……………………………………………...7

7. a. Tympanum tidak jelas…………………………………...Leptobrachium abbotti

b. Tympanum jelas………………………………………………………………...8

8. a. Dorso lateral line berwarna kuning…………………….................Rana erytraea

b. Dorso lateral line berwarna coklat…………………………..Rana nicobariensis

Page 20: Lap. Amfibi

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum Identifikasi dan Morfologi Amphibia dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Dutaphrynus melanostictus memiliki supra orbital yang sedikit lebih besar,

parotoid menonjol, kakinya tidak sesuai untuk melompat dan kebanyakan jenis

ini menggunakan sebagian waktunya di darat.

2. Phrynoidis asper tidak memiliki memiliki alur supra orbital, kelenjar parotoid

berbentuk oval, jari kaki berselaput renang yang penuh dan tekstur kulit kasar

diliputi bintil-bintil (tubercle).

3. Leptobrachium abbotti memiliki mata yang besar dan kepala yang besar, tidak

memiliki kelenjar paratoid, tidak berselaput renang. Kadang-kadang

Leptobrachium abbotti dapat berjalan. Leptobrachium abbotti memiliki

kemampuan kamuflase yang sangat tinggi.

4. Ichthyophis glutinosus bentuk tubuh panjang membulat seperti cacing, tidak

berkaki, memiliki segmen seperti cincin, berwarna kuning dan putih pada bagian

samping, memiliki gigi, dan memiliki mata yang kecil.

5. Fejervarya cancrivora merupakan katak sawah yng memiliki phalang keempat

tanpa selaput renang.

4.2 Saran

Dalam melaksanakan praktikum kali ini dilaksanakan kepada praktikan untuk lebih

teliti dan cermat dalam pemilihan objek. Dalam melakukan pengukuran juga harus

lebih teliti agar hasil yang didapatkan lebih akurat. Dan yang paling terpenting dalam

memilih bahan untuk dipraktikum hari itu harus tepat dan benar.

Page 21: Lap. Amfibi

DAFTAR PUSTAKA

Duellman, W. E. and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book

Company. New York.

Harun, J. 1984. Melestarikan Kodok Rana macrodon Sebagai Salah Satu Sumber

Hayati di Sumatera Barat yang Bernilai Ekonomi Tinggi dan Multi Guna.

UNAND. Padang.

Inger, R. F. 1969. Organizations of Communities of Frogs a Long Small Rain Forest

Streams in Serawak. J. Animal Ecol 38 123-148 Black Well Scientific

Publication Oxford and Edinburg.

Iskandar, D.T. 1998. Amphibi Jawa dan Bali, Seri Panduan Lapangan. Puslitbang

Biologi-LIPI.

Iskandar, D.T Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser :

Jakarta

Jafnir. 1984. Kemungkinan Pembudidayaan Kodok Rana macrodon di Payakumbuh.

UNAND. Padang.

Mirza,dkk.2010.Amphibi.http://alasyjaaripb.files.wordpress.com/2008/11/

pengenalan-herpetofauna_2008.doc. 25 Maret 2010

Setyanto, D.Y. 1997. Keanekaragaman dan Perkerabatan Amphibia Riparia Serta

Beberapa Aspek Ekologinya di Sumatera Barat. Tesis Magister Program

Studi Biologi Pasca Sarjana ITB. Bandung.

Sidik. 1998. Seri Keanekaragaman Flora dan Fauna I, Reptil dan Amphibia di Pulau

Supid. Catatan Singkat Keanekaragaman Jenis dan Habitatnya.

Van Kampen, P.N. 1923. The Amphibia of Indo-Australian Archipelao. Leiden

Page 22: Lap. Amfibi

LAMPIRAN

Tabel hasil Pengukuran Amphibian :

Karakter

1 2 3 4 5 6 7 8

Phrynoidis asper

Duttaprhynus

melanostictus

Leptobrachium abbotti

Rana nicobarie

nsis

Rana erythraea

Rana picturat

a

Fejerfarya

cancrivora

Polypedates

leucomystax

BeratPB 65,4 68 43 43 77 38 43 65LK 23,4 26 18,4 12 23 10 13 10PK 11,4 13 12,1 17 28 13 12 20

PKD 22,1 35 19,2 28 40 17 23 42PTF 31,6 22 15,8 20 37 15 24 35PF 38 26 17,2 17 27 15 20 30

PKB 40,5 37 21 33 57 40 60 77PM 7 9,4 9,8 9 18 10 10 10DT 33 3 4,4 4 6 2 2 5DM 10,35 7 6,6 3 8 4 4 6JIO 10,5 5 5,7 4 6 6 3 9JIN 6,5 4 2 5 9 3 2 3

UPJKD 2>1>3>4 3>1>2>4 3>4>2>13>4>2>1 3>1>4>2 3>1>4>

23>1>4>

23>4>2>1

UPJKB4>3>5>2

>14>3>5>2

>14>3>5>2

>14>5>3>2

>14>5>3>2

>14>5>3>

2>14>5>3>

2>14>5>3>2

>1Alur

Supraorbital- - -

- - - - -

Bentuk kelenjar Paratoid

Tidak ada

Ada / Bulat

Tidak ada

- - Oval - -

Gigi fomer / Vomerin

- Ada - - -

Tutupan selaput renang

AdaTidak ada

Ada Ada Ada Ada/penuh

Ada

Processus Odontoid

- -- - - - -

Bentuk Ujung Jari

Ada / bentuk Goda

Ujung jari licin

Licin Licin Licin Licin Licin

Lipatan dorsal-lateral

Ada Ada Ada Ada Ada

WarnaCoklat pekat-hitam

Kuning kecoklata

nHitam

Coklat gelap

Kuning kehijauan

Hitam bercorak

oren

Coklat Coklat kekuning

anB ; Berat, PB ; Panjang Badan, PK ; Panjang kepala, PKD ; Panjang kaki depan, PTF ; Panjang Tibio-Fibula, PF ; Panjang Femur, PKB ; Panjang kaki belakang, PM ; Panjang moncong, DT ; Diameter Typanum, DM ; Diameter mata, JIO ; Jarak inter orbital, JIN ; Jarak inter nares, UPJKD ; Urutan panjang kaki depan, UPJKB ; Urutan panjang kaki belakang.