Lap Mikling

22
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN PENGOLAHAN LIMBAH PT. INDESSO AROMA PURWOKERTO Oleh: ADI WIBOWO P2BA11037

description

laporan praktikum mikrobiologi lingkungan

Transcript of Lap Mikling

Page 1: Lap Mikling

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LINGKUNGANPENGOLAHAN LIMBAH PT. INDESSO AROMA

PURWOKERTO

Oleh:

ADI WIBOWO

P2BA11037

PROGRAM STUDI ILMU BIOLOGIPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2012

Page 2: Lap Mikling

I. PENDAHULUAN

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkandari suatu kegiatan

dan proses produksi, baik pada skalarumah tangga,industri,pertambangan, dan sebagainya.

Bentuk limbah tersebut dapatberupagasdandebu,cairataupadat. Di antara berbagai jenis limbah

iniada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbahBahan Berbahaya dan

Beracun (Limbah B3)Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiapbahan

sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandungbahan berbahaya dan beracun

(B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau

jumlahnya yang baiksecara langsung maupun tidak langsung dapat merusak,

mencemarkanlingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia

Indonesia sejak era tahun 60-an dikenal sebagai negara penghasil minyak atsiri terbesar

di dunia terutama minyak atsiri nilam dan hingga sekarang minyak atsiri nilam dari Indonesia

masih sangat dikenal di pasar dunia.

Produk ini mempunyai orientasi export. Minyak atsiri nilam digunakan di industri parfum

sebagai zat pengikat aroma dan perannya belum mampu digantikan oleh zat sintetis, sehingga

kebutuhan minyak atsiri nilam di dunia besar sekali. Selain digunakan di industri parfum minyak

atsiri nilam juga digunakan di industri kosmetik dan farmasi.

Selain nilam, komoditas yang bisa diambil minyak atsirinya antara lain : daun cengkeh, bunga

melati, serei dll, minyak atsiri dari komoditas ini digunakan utk bahan di industri farmasi dan di

manfaatkan untuk aroma terapi.

Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbanglimbah cair

yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, sepertiindustri pulp dan kertas,

teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannyamungkin sudah memadai, namun tidak

demikian bagi industri kecil atau sedang.Namun demikian, mengingat penting dan besarnya

dampak yang ditimbulkan limbahcair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan

untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.Teknologi pengolahan air limbah

adalah kunci dalam memelihara kelestarianlingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air

limbah domestik maupun industriyang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh

masyarakat setempat.Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan

teknologimasyarakat yang bersangkutan.Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk

Page 3: Lap Mikling

menyisihkan bahan polutannya telahdicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik

pengolahan air buangan yangtelah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3

metode pengolahan:1. pengolahan secara fisika2. pengolahan secara kimia3. pengolahan secara

biologi

Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandunganbahan pencemar di

dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik

yang tidak dapatdiuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam.

II. MATERI DAN METODE

A. Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui dan mengamati proses pengolahan

limbah minyak atsiri di PT.Indesso Aroma Purwokerto.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum meliputi alat tulis dan alat

dokumentasi.

C. Cara Kerja

Praktikum dilakukan dengan survei dengan dipandu oleh pengelola PT. Indesso Aroma,

dilakukan tanya jawab dan diskusi terkait proses pengolahan limbah dari minyak atsiri.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk Limbah PT. Indesso Aroma

1. Padat

Berupa aval atau ampas proses ekstrak bahan alam, meliputi Cocoa (cokelat),

Coffee (kopi), Ginger (jahe), Galanga (kencur), Tamarin (Asam), Aval/residu proses

fraksinasi, Akar wangi, dan Daun Nilam.

Limbah padat sebagian besar dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan

sebagian ada yang dimanfaatkan pihak luar sebagai bahan bakar (aval fraksinasi).

2. Cair

Berupa air cucian alat, air proses, dan colling water (proses pendingin).

Limbah cair diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Indesso Aroma.

Page 4: Lap Mikling

B. Sumber dan kapasitas Limbah Cair PT. Indesso Aroma

1. Sumber

Sumber limbah cair yang masuk ke dalam IPAL PT. Indesso Aroma adalah:

a. Air cucian alat: pencucian Fraksinator, Reaktor, Ekstraktor, Evaporator.

b. Air sisa proses

c. Colling water

2. Kapasitas/Debit air limbah:

Debit air limbah yang masuk ke IPAL rata-rata adalah 30 m3/hari.

C. Kualitas Air Limbah yang Masuk ke dalam IPAL PT. Indesso Aroma

No Parameter Limbah masuk (mg/L)

1 COD 2500-8000

2 BOD 1250

3 TSS 200

4 TDS 1700

5 Phenol 9

6 H2S 1,35

7 Oil & Grease 32

8 pH 5-9

Keterangan:

COD = Chemical Oxygen Demand

BOD = Biologycal Oxygen Demand

TSS = Total Suspended Solid

TDS = Total Dissolved Solid

D. Konsep Rancangan IPAL PT. Indesso Aroma

1. In-Plant treatment concept

a. Merupakan konsep pengolahan air limbah yang sedang digalakkan di Negara-

negara maju

Page 5: Lap Mikling

b. Prinsipnya bahwa penanganan limbah akan lebih mudah jika dilakukan dalam

proses produksinya sendiri

c. Berkaitan erat dengan berbagai teknologi maju dalam bidang pengolahan limbah

d. Mengacu pada penggunaan advance technology di bidang pengolahan setelah

konsep In-Plant Treatment telah dijalankan maksimal.

e. Luarannya adalah Rendemen hail produksi tinggi, namun limbah yang dihasilkan

sedikit.

2. End-Pipe treatment Concept

a. Berkaitan erat dengan berbagai teknologi maju dalam bidang pengolahan limbah

b. Mengacu pada penggunaan advance technology di bidang pengolahan setelah

konsep In-Plant treatment telah dijalankan maksimal

Berdasarkan konsep tersebut karyawan/staff PT. Indeso aroma merancang dan

membangun sendiri tanpa bantuan Konsultan .

E. Proses Pengolahan Limbah PT. Indeso Aroma

1. Fisik

a. Penyaringan dengan Screen Bar (Pre Treatment)

b. Mixing/ekualisasi/homogenisasi

2. Kimia yaitu penetralan pH

3. Biologi yaitu dengan memanfaatkan lumpur aktif (Activated Sludge).

F. Proses pengolahan aiir limbah secara biologi

Proses ini dapat dilakukan secara anaerobik dan secara aerobik. Dalam

pengolahan air limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi dan

mendekomposisi bahan – bahan dalam air limbah dengan menggunakan olsigen yang

disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam mikroorganisme. Dalam praktik kali ini

prosedur kerjanya yaitu menentukan COD awal, COD akhir (untuk menentukan efisiensi

pengolahan), MLVSS dan penentuan nutrisi.

Proses degradasi bahan–bahan organik dan proses pertumbuhan mikroba dapat

berlangsung dengan baik jika terdapat kondisi lingkungan yang mendukung yaitu pH 6,5

– 8,0, suhu normal 25 – 35 oC. Dan ratsio feed of microorganism yang ideal berkisar

Page 6: Lap Mikling

antara 0,2 – 0,5 kh/hari/kg MLVSS. Jika F/M terlalu besar maka lumpur katif akan sulit

mengendap. Jika F/M terlalu kecil maka akan terbentuk busa.

Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara anaerobik dan

aerobik. Pada pengolahan air secara anaerobik mikroorganisme pendekomposisi bahan

organik dalam air limbah akan terganggu pertumbuhannya jika terdapat oksigen bebas

dalam sistem pengolahannya. Dalam pengolahan air limbah secara aerobik,

mikroorganisme mengoksidasi dan mendekomposisi bahan – bahan organik dalam air

limbah dengan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim

dalam mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi

sehingga mirroorganisme baru dapat tumbuh.

Contoh peralatan pengolahan air limbah yang menggunakan sistem pertumbuhan

mikroorganisme tersuspensi secara aerobik diantaranya yaitu lumpur aktif dan Laguna

Teraerasi.

Reaksi dekomposisi atau pendegradasi bahan organik secara aerobik dan reaksi

pertumbuhan mikroorganisme yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah

ditunjukkan sebagai berikut:

Reaksi oksidasi dan sintesis sel adalah sebagai berikut

CHONS + O2 + Nutrien CO2 + NH3 + C5H7NO2 + hasil akhir

(Zat organik) (sel baru)

(mikroba) + 5 H2O 5CO2 + 2H2O + NH3+ energi

Dengan demikian proses dekomposisi bahan organik terjadi bersamaan dengan

pertumbuhan mikroorganisme. Proses degradasi bahan organik dan pertumbuhan

mikroorganisme akan berlangsung baik, jika terdapat kondisi lingkungan yang

mendukung.

Proses pengolahan secra biologi yang paling sering digunakan adalah proses

pengolahan dengan menggunakan metode lumpur aktif. Metode ini memanfaatkan

mikroba aktif yang mendegradasi bahan – bahan organik secara aerobik. Karena mikroba

ini wujud fisiknya menyerupai lumpur maka kemudian disebut dengan lumpur aktif.

Page 7: Lap Mikling

Terdapat empat komponen dalam metode lumpu aktif yakni tangki aerasi, tangki

pengendap, sistem pengendalian lumpur dan sistem pembubuhan nutrisi.

Seperti pada gambar diatas, sesudah equalization tank di mana fluktuasi

kualitas/kuantitas influen diratakan, limbah cair dimasukkan ke dalam tangki aerasi di

mana terjadi pencampuran dengan mikroorganisme yang aktif (lumpur aktif). Oksigen

yang dibutuhkan untuk reaksi mikroorganisme tersebut diberikan dengan cara

memasukkan udara ke dalam tangki aerasi dengan blower. Aerasi ini juga berfungsi

untuk mencampur limbah cair dengan lumpur aktif, hingga terjadi kontak yang intensif.

Sesudah tangki aerasi, campuran limbah cair yang sudah diolah dan lumpur aktif

dimasukkan ke tangki sedimentasi di mana lumpur aktif diendapkan, sedangkan

supernatant dikeluarkan sebagai effluen dari proses.

Sebagian besar lumpur aktif yang diendapkan di tangki sedimentasi tersebut

dikembalikan ke tangki aerasi sebagai return sludge supaya konsentrasi mikroorganisme

dalam tangki aerasinya tetap sama dan sisanya dikeluarkan sebagai excess sludge.

Prinsip pengolahan biologis adalah memanfaatkan aktivitas mokroorganisme pada fase

pertumbuhan. Nutrien yang berupa bahan-bahan organik dapat tereduksi dengan cepat

untuk keperluan pertumbuhan sel yang bersifat ekponensial. Akibatnya nutrien (bahan

organik) akan cepat habis, dan selanjutnya sel akan mengalami kematian.

Page 8: Lap Mikling

Agar dapat berlangsung dengan sukses pada fase pertumbuhan (dalam pengolahan

air limbah), perlu optimalisasi fase lag. Optimalisasi fase lag adalah dengan menciptakan

kondisi luar yang mendukung kehidupan mikroorganisme, misalnya:

1. Pengendalian pH

Sejumlah konstanta laju reaksi bergantung pada pH. Ada studi yang menyatakan

bahwa hasil optimal pengolahan terjadi pada pH 6,5 - 8,0. Perubahan pH dapat

terjadi akibat nitrifikasi yang besarnya bergantung pada konsentrasi nitrogen

organik dan alkalinitas di dalam sludge.

2. Temperatur

Seperti pada teknologi pengolahan air limbah, pengolahan lumpur secara bioproses

pun sangat bergantung pada temperatur karena melibatkan mikroba dalam

pengolahannya. Suhu normal pengolahan yaitu dalam rentang 25 – 35 oC.

3. Nutrisi

Nutrisi yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi limbah dalam lumpur

aktif konvensional diberikan sesuai dengan perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1.

Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985;

Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:

a. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur

aktif disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran.

MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik

dan mineral, termasuk didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan

dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian

filter dikeringkan pada temperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh

ditimbang.

b. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada

MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba,

mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980).

MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada

600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.

Page 9: Lap Mikling

c. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu

rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk

proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D)

(Sterritt dan Lester, 1988).

d. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata

mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka

waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya.

Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba.

e. F/M Ratio, yaitu : perbandingan antara substrat (F : food ) terhadap

mikroorganisme (M). Dalam proses lumpur aktif convensional , dapat berjalan

dengan baik apabila F/M ratio berkisar 0,2 – 0,6 kg BOD/kg MLSS. F/M ratio

menunjukan kecepatan oksidasi biologis sebanding dengan volume biomassa

yang terbentuk. Jika ratio F/M terlalu besar maka akan terdapat dominasi

pertumbuhan bakteri yang menyebabkan lumpur aktif sulit mengendap. Jika F/M

terlalu kecil akan terbentuk busa yang yang berasal dari pertumbuhan bakteri

pembentuk busa. Maka nilai F/M yang ideal merupakan parameter kunci yang

menjadi acuan keberhasilan sistem lumpur aktif.

Page 10: Lap Mikling

G. Flowchart

1. Screen bar

Merupakan titik pertama air limbah akan masuk IPAL

Dilengkapi kasa dan cekungan

Untuk menyaring padatan besar, daun, ranting, kain, plastic, kertas, dll) juga

menjebak pasir

Air limbah selanjutnya masuk ke Oil Separator

LAND FILL

EFFLUENT 1

BAK IKAN

CARBON FILTER

BAK SEDIMENTASI

BAK AERASI 1,2,3

BUFFER BASIN

BAK EKUALISASI

OIL SEPARATOR

SCREEN BAR

Page 11: Lap Mikling

2. Oil separator

Untuk memisahkan minyak, terdiri dari heavy oil separator dan light oil

separator.

Menggunakan prinsip beda polaritas dan density

Minyak berat yang terendapkan diambil dengan di \drain.

Minyak ringan yang mengapung di skimming (dengan gayung).

3. Bak Ekualisasi

Menghomogenkan limbah yang masuk agar tidak mempengaruhi kinerja

bagian IPAL selanjutnya.

Jika limbah tidak/kurang netral akan dinetralkan dengan HaOH atau H2SO4

(sesuai kebutuhan).

Polutan relative ringan sehingga dapat langsung masuk ke buffer basin/pre

aerasi.

4. Buffer basin/bak pre-aerasi

Digunakan untuk penyangga aliran berkelanjutan yang harus disuplai bagi

efisiensi kolam kerja aerasi

Merupakan kolam dengan ukuran yang cukup besar yang dilengkapi dengan

surface aerator untuk pengadukan dan suplai oksigen

Merupakan tahap awal proses biologi (lumpur aktiv mulai tumbuh)

5. Bak Aerasi

Tahap awal pengembangan bakteri menggunakan SGB (super growth

bacteria), pupuk kandang dan sedikit lumpur dalam pembibitan awal mikroba

di kolam aerasi.

Pemberian nutrisi, ditambahkan TSP (sumber fosfat) dan urea (sumber N),

dengan perbandingan BOD:N:P=100:5:1

Kolam aerasi juga dilengkapi surface aerator yang berfungsi sebagai alat

suplai kebutuhan Oksigen, sekaligus sebagai sarana pengadukan agar bakteri

selalu dalam keadaan tersuspensi.

6. Bak pengendapan (Clarifier)

Merupakan bangunan berbentuk bujur sangkar di bagian atas dan sebuah

prisma di bagian bawah.

Page 12: Lap Mikling

Kolam ini juga dilengkapi dengan overflow weir di pinggir kolam dan Centre

Buffle pada titik pemasukan air limbah dari kolam aerasi

Lumpur mikroba yang sudah mengendap di dasar bak, selanjutnya

dikembalikan ke proses aerasi dengan menggunakan pompa, sedangngkan

supernatant (beningan) bagian atas dialirkan secara overflow ke bak karbon

filter akhir

Dalam periode tertentu jika jumlah mikroba terlalu banyak, maka lumpur ini

harus dibuang ke sludge holding tank.

7. Karbon filter akhir

Karbon filter pada akhir proses ini hanya berfungsi sebagai penyerap bau yang

mungkin timbul dalam pengolahan biologi.

Karbon filter akhir ini terdiri dari kolam kecila yang diisi dengan karbon filter

sebagai media penyaring dan gravel sebagai penyangga.

8. Kolam ikan

Berfungsi sebagai bioindikator untuk evaluasi kinerja IPAL.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

PT. Indesso Aroma Purwokerto telah melakukan proses pengelolaan limbah dengan cara

fisika, kimia dan biologi.

B. Saran

Praktikum di waktu yang akan datang sebaiknya membawa peralatan seperti pH

indikator universal, pengukuran BOD, COD dan sebagainya, serta melakukan

pengambilan sampel untuk diuji di laboratorium.

Page 13: Lap Mikling

DAFTAR PUSTAKA

Agung, P. 2008. Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif. Universitas Surakarta.Budiarsa, I. W. 2009. Biodegradasi Dodecyl Benzene Sulfonat dalam Sistem Lumpur Aktif. Jurnal Bumi Lestari Vol 9 No 1. Hal 66-70.

Ditjen Perkebunan, 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2003 – 2005, Nilam (Patchouli). Departemen Pertanian, Jakarta. 19 hal.

Djazuli, M., 2002. Pengaruh aplikasi kompos limbah penyulingan minyak nilam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam (Pogostemon cablin L.) Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Jakarta, 2 – 3 Juli 2002. hal 323 – 332.

Edward, D. S.1997. Water and Waste Water Treatment. Mc Graw Hill, Kogakusha, LTD, New York.

Grainge, E. and S. Ahmed, 1987. Handbook of plant with pest control properties. A Wiley-Intercience Publication, New York.

Gumilar, A.1998. Penurunan Kadar COD pada Limbah Cair Tahu dengan Proses Anaerobik Bersekat. Laporan Penelitian. Teknik Kimia, Universitas Diponegoro.Irfan, 1989. Pengaruh lama kering anginan dan perbandingan daun dengan batang terhadap rendemen dan mutu minyak nilam (Pogostemon cablin Bent). Skripsi. Fateta- IPB. Bogor.

Ketaren, S., 1985. Pengantar teknologi minyak atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.Mardiningsih, T.L, Wikardi, E.A, Wiratno dan Ma’mun, 1998. Nilam sebagai bahan baku insektisida nabati. Monograf Nilam. Balittro, Bogor.

Metcalf and Eddy. 1979. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, Reuse, 2nd Eddition. Mc, Graw Hill Series Water Resource and Enviromental Engiinering, New York.

Meyer, B., 1984. Natural essential oils. Extraction Processes and Aplication to some Major oils. Perfumer and Flavorist Vol. 9. hal. 93 – 104.

Nurdjannah, N. dan Ma’mun, 1994. Pengeringan bahan dan Penyimpanan daun nilam kering. Pemberitaan Litantri XX (1 – 2) : 11 – 15. Puslitbangtri. Bogor.

Rusli, S., 1991. Pemurnian/peningkatan mutu minyak nilam dan daun cengkeh. Prosiding Pengembangan Tanaman Atsiri di Sumatera, Bukit Tinggi, 4 – 8 – 1991. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hal. 89 – 96.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah edisi 1. Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 14: Lap Mikling

Tan Hong Sieng, 1962. Minyak Atsiri. Balai Penelitian Kimia PNPR. Nupika-Yasa Deperindag. Penerbit Kantor dan Penyuluhan Deperindag. Bogor.

Utami, S. B. 2000. Penurunan Kadar COD Limbah CairTekstil Dengan Proses Anaerob dan Anaerob Menggunakan Lumpur Aktif “. Laporan Penelitian, Teknik Kimia. Universitas Diponegoro.

Page 15: Lap Mikling

LAMPIRAN