Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

26
Laporan Praktikum Hari/Tgl : Senin, 14 September 2009 Teknologi Minyak, Lemak Dosen : Semangat Ketaren Muslich Ani Suryani Dan Oleokimia Asisten : Alfian Nutri Nazarudin Tika PENGENALAN KOMODITAS MINYAK DAN LEMAK Oleh : Kelompok 8 Nurul Pustikasari F34061564 Asto Hadiyoso F34062305 Neli Muna F34062405 Pratiwi Eka P. F34063211

Transcript of Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

Page 1: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

Laporan Praktikum Hari/Tgl : Senin, 14 September 2009

Teknologi Minyak, Lemak Dosen : Semangat Ketaren

Muslich

Ani Suryani

Dan Oleokimia Asisten : Alfian

Nutri

Nazarudin

Tika

PENGENALAN KOMODITAS MINYAK DAN LEMAK

Oleh :

Kelompok 8

Nurul Pustikasari F34061564

Asto Hadiyoso F34062305

Neli Muna F34062405

Pratiwi Eka P. F34063211

2009

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lemak dan Minyak merupakan salah satu komponen penting untuk

menunjang kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak dan minyak juga

merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat

dan protein. Lemak atau minyak nabati mengandung asam-asam essential seperti

asam linoleat, asam linolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan

pembuluh darah akibat kolesterol. Lemak dan minyak juga berfungsi sebagai

pelarut bagi vitamin A, D, E, dan K.

Lemak yang berasal ari hewan mengandung banyak sterol atau disebut

kolesterol ssedangkan dari nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak

mengandung asam lemak tak jenuhnya sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak

hewani ada yang berbentuk padat dan berbentuk cair. Lemak yang padat

umumnya berasal dari hwan darat seperti lemak susu, lemak babi, dan lemak sapi.

Lemak yang berbentuk cair atau minyak berasal hewan laut seperti minyak ikan

herring, minyak ikan paus, dan minyak ikan cod. Minyak nabati yang berbentuk

cair atau minyak contohnya ialah minyak kelapa, minyak kacang tanah, dan

minyak wijen. Lemak nabati yang berbentuk padat contohnya ialah lemak coklat,

asam lemak stearin yang terdapat dalam kelapa sawit.

Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai

media penghantar panas, seperti minyak goring, shortening, lemak, mentega, dan

margarine. lemak ada pula yang ditambahkan ke dalam makanan untuk

menambah citarasa dari makanan tersebut. lemak yang ditambahkan kedalam

makanan memiliki persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Oleh karena itu perlu

dilakukan pengujian untuk mengetahui karaketeristik dari kinyak tersebut antara

lain melalui pengujian bilangan penyabunan dan bilangan iod.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui karakteristik

(bilangan iod dan bilangan penyabunan) dari minyak atau lemak yang umum

digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 3: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

II. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum Karakteristik minyak

antara lain minyak kelapa, minyak jagung, minyak kkelapa komersial,

minyak jarak keoyor, minyak goreng, minyak wijen, minyak margarine,

lemak sapi, kloroform, larutan hanus, larutan KI 15%, larutan Thio sulfat

0,1N, larutan HCl 0.5 N, pati, dan larutan KOH 0.5N.

Alat yang digunakan ialah Erlenmeyer, gelas ukur, pipet, balm,

B. Metode

1. Bilangan Yod

Bahan : pereaksi hanus, kloroform, larutan KI 15%, larutan

thiosulfat 0,1 N, larutan pati 1%.

Alat : timbangan, erlemeyer

10 ml kloroform

+ 25 ml Hanus

Simpan di tempat gelap 30 menit

+ 15 ml KI 15%

Titrasi dengan Na2SO3 0,1 N sampai kuning pucat

+ 1 ml pati dilanjutkan dengan titrasi hingga warna biru hilang

Hitung bilangan yod

Page 4: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

2. Bilangan Penyabunan

Bahan : HCl 0,5 N, indikator PP 1% dalam etanol, KOH beralkohol 0,5 N

Alat : erlemeyer, kondensor, hot plate

Pasang kondensor, panaskan 30 menit

Dinginkan

+ PP (merah)

Titrasi dengan HCl sampai warna merah hilang

Hitung bilangan yod

50 ml KOH 0,5 N

Page 5: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Keterangan

N Thio Sulfat = 0.1007 N

N HCl = 0.6231 N

Blanko bil. Yod = 42.6 ml

Blanko Bil. Penyabunan = 35.6 ml

No Sample (Gram) Titran (ml) Bilangan Yod

1.

2

3

4

5

6

7

8

0.2110

0.1182

0.4166

0.189

0.1847

0.1046

0.5255

0.1248

24.8

31.1

39.35

30.95

34.35

29.5

28

38.6

107.887

123.426

9.976

78.831

57.1242

160.17

35.53

40.99

No Sample (Gram) Titran (ml) Bilangan penyabunan

1.

2

3

4

5

6

7

8

3.9598

3.4431

3.0014

3.5747

3.048

3.2289

4.0511

3.1021

29.4

35

15.1

16.2

21.9

27

30.4

35

54.7317

6.0915

238.7539

189.7067

157.1181

93.1031

44.8695

6.7611

Page 6: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

B. Pembahasan

1. Bilangan Iod

Bilangan iod merupakan parameter yang dibutuhkan dalam analisa

produk minyak-lemak untuk mengetahui tingkat kejenuhannya. Kejenuhan

suatu minyak menandai jumlah ikatan rangkap yang terdapat di dalamnya,

menjadi acuan tingkat kemudahan suatu minyak-lemak teroksidasi,

sekaligus mengindikasikan tinggi rendah titik cairnya. Semakin jenuh

suatu minyak berarti semakin kecil pula jumlah ikatan rangkap dalam

molekul trigliseridanya, semakin sulit minyak untuk teroksidasi, dan

semakin tinggi titik cairnya. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya.

Percobaan yang dilakukan menunjukkan hasil bilangan iod yang

tertinggi ada pada minyak wijen. Hal tersebut berarti minyak wijen adalah

minyak yang paling tidak jenuh di antara miyak yang digunakan dalam

percobaan yang juga berdampak pada titik cairnya yang rendah (encer

pada suhu kamar). Sebaliknya minyak yang memiliki bilangan iod paling

kecil adalah minyak kelapa percobaan. Hal ini berarti minyak kelapa

merupakan minyak yang paling jenuh di antara minyak yang digunakan

dalam percobaan. Hal ini juga berarti minyak kelapa merupakan minyak

yang memiliki titik cair paling tinggi dan paling sulit teroksidasi.

Apabila merujuk pada hasil percobaan, urutan minyak dari yang

paling jenuh hingga yang paling tidak jenuh adalah minyak kelapa

percobaan, minyak kelapa, margarine, lemak sapi, minyak goreng (kelapa

sawit), minyak jarak kepyar, minyak jagung, minyak kelapa komersial,

dan minyak wijen. Apabila merujuk pada berbagai literature yang

diperoleh, urutan minyak dari yang paling jenuh hingga yang paling tidak

jenuh adalah minyak kelapa, minyak kelapa komersial, minyak goring

(kelapa sawit), minyak jarak kepyar, minyak wijen, dan minyak jagung.

Dari dua hal tersebut terdapat perbedaan yang perlu mendapatkan

perhatian. Perbedaan paling mencolok terdapat pada bilangan iod minyak

jagung, minyak kelapa komersial dan minyak wijen. Bilangan iod minyak

jagung dari hasil percobaan lebih kecil daripada yang diketahui melalui

literature. Sebaliknya bilangan iod minyak kelapa komersial pada hasil

Page 7: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

percobaan jauh lebih tinggi daripada yang diketahui melalui literature. Hal

yang sama juga terjadi pada minyak wijen.

Perbedaan kondisi minyak tersebut dapat disebabkan oleh

perbedaan spesies tanaman, kondisi lingkungan tumbuhnya tanaman,

ataupun cara tanam dari tanaman yang dijadikan acuan. Khusus untuk

minyak jagung, perbedaan dengan acuan yang berasal dari literatur juga

dapat disebabkan oleh kondisi penyimpanan minyak yang kurang baik

sehingga memungkinkan minyak tersebut teroksidasi terlebih dahulu

sebelum diuji.

Perbedaan antara informai yang diperoleh dari literatur dengan

hasil percobaan tidak terjadi pada minyak kelapa maupun minyak goreng.

Nilai bilangan iod minyak kelapa dari hasil percobaan masih berada pada

rentang nilai pada literatur. Pada minyak goreng (kelapa sawit), nilai

bilangan iod juga tidak berbeda signifikan dan dapat diterima dengan

mempertimbangkan adanya deviasi atau bias pada pengukuran. Hal ini

menunjukkan kedua jenis minyak tersebut berada dalam keadaan baik.

Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah perbandingan antara

minyak kelapa dengan lemak sapi. Minyak kelapa memiliki bilangan iod

yang jauh lebih rendah daripada lemak sapi. Secara teoritis hal tersebut

berarti titik cair yang dimiliki minyak kelapa lebih tinggi daripada titik

cair lemak sapi. Namun pada kenyataannya lemak sapi berwujud padat

pada suhu kamar bahkan membutuhkan pemanasan tambahan untuk

mencair sedangkan minyak kelapa sendiri telah berada dalam kondisi cair

bahkan encer pada suhu kamar. Bila hasil percobaan diasumsikan benar,

kontradiksi ini menandakan adanya faktor lain di luar jumlah ikatan

rangkap trigliserida yang turut mempengaruhi titik cair suatu minyak atau

lemak.

Adapun mekanisme yang terjadi dalam uji bilangan iod adalah

sebagai berikut. Penambahan kloroform dalam uji iod berfungsi untuk

melarutkan minyak atau lemak yang akan diuji. Dalam keadaan larut,

minyak atau lemak tersebut akan memiliki luas permukaan reaksi yang

lebih besar sehingga lebih mudah bereaksi dengan reagen yang diberikan.

Page 8: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

Selanjutnya penambahan cairan Hanus yang merupakan persenyawaan

iodin bromida akan bereaksi dengan trigileserida di mana iodine akan

berikatan dengan trigliserida tersebut dengan memecah ikatan rangkap

yang ada. Jumlah ikatan rengkap dalam trigliserida menentukan seberapa

banyak atom I yang dapat bereaksi. Selanjutnya penambahan KI akan

memecah kembali ikatan iodine dengan trigliserida tersebut sehingga atom

I yang sudah berikatan kembali terlepas dan membentuk senyawa I2.

Senyawa I2 inilah yang dijadikan representasi jumlah ikatan rangkap pada

minyak atau lemak melalui titrasi dengan Na2SO3. Campuran yang

mengandung senyawa I2 di dalamnya cenderung memiliki warna kuning.

Itulah sebab mengapa setelah dititrasi semakin lama akan terbentuk cairan

dengan warna kekuningan. Adapun alasan penambahan amilum atau pati,

adalah agar perubahan warna dapat dideteksi dengan mudah sehingga

lebih akurat. Amilum akan membuat campuran yang mengandung iodine

menjadi berwarna biru, sedangkan perubahan warna akan lebih mudah

dideteksi dari biru menjadi being daripada kuning bening menjadi bening.

2. Bilangan Penyabunan

Salah satu sifat fisiko kimia minyak lemak yang penting yaitu

bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram

KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak

(Ketaren, 1986). Bilangan penyabunan setiap jenis minyak atau lemak

berbeda bergantung pada jenis asam lemak yang menyusunnya. Reaksi

penyabunan akan terjadi ketika KOH berlebih dalam alcohol ditambahkan

ke dalam sejumlah contoh minyak atau lemak. Senyawa alkali tersebut

akan bereaksi dengan asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida.

Reaksi penyabunan adalah sebagai berikut:

Page 9: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

Prinsip pengujian bilangan penyabunan ini adalah menentukan

bilangan penyabunan dari suatu jenis minyak atau lemak dari jumlah ml

titran (HCl) yang dibutuhkan untuk menetralkan KOH berlebih. Apabila

HCl yang dibutuhkan untuk titrasi sedikit, maka jumlah KOH berlebih

juga sedikit karena sebagian besar KOH bereaksi dengan asam lemak.

Dengan demikian, bilangan penyabunan dari jenis minyak atau lemak

tersebut tinggi. Sebaliknya, apabila HCl yang dibutuhkan banyak, maka

jumlah KOH berlebih banyak karena hanya sebagian kecil KOH yang

bereaksi dengan asam lemak sehingga bilangan penyabunannya juga

rendah.

Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat

molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam

lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil

yang angka penyabunannya besar. Sebaliknya, minyak dengan berat

molekul relatif besar akan mempunyai angka penyabunan relatif kecil

(Hariyani, 2006).

Tabel 1. Perbandingan Angka Penyabunan Beberapa Jenis Minyak dan Lemak

Jenis minyak Angka penyabunan(praktikum)

Angka penyabunan(literature)

Minyak jagung 54,73 189-191 (Anonim 1960)Minyak kelapa komersial 6,09 248-265Minyak kelapa 238,75 196-206(SNI-3741-1995)Minyak jarak 189,71 176-181 (Bailey 1950)Minyak goreng sawit 157,12 190-207Minyak wijen 93,10 188-193 (Hilditch 1947)Margarin 44,87 230-254Lemak sapi 6,76 233-240

Salah satu penggunaan produk minyak atau lemak dalam

kehidupan sehari-hari adalah sebagai minyak goreng. Dalam hal ini

minyak digunakan sebagai medium pindah panas. Ketaren (1986)

menyatakan dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai

medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi

dan kalori dalam bahan pangan.

Page 10: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

Minyak goreng merupakan salah satu hasil fraksinasi minyak

sawit. Minyak sawit terdiri dari dua fraksi yaitu fraksi stearin dan fraksi

olein. Minyak goreng merupakan salah satu produk dari fraksi olein

minyak sawit. Oleh karena itu, asam lemak dominan yang menyusun

molekul trigliseridanya adalah asam oleat. Produk fraksi olein

mempunyai titik cair rendah sehingga cenderung berwujud cair di suhu

ruang. Sebaliknya, produk fraksi stearin minyak sawit memiliki titik cair

tinggi. Salah satu contoh fraksi stearin minyak sawit adalah margarine.

Fraksinasi minyak sawit menghasilkan dua fraksi yang unik,

yakni fraksi olein (mempunyai bilangan iod tinggi dan titik leleh rendah)

dan fraksi stearin (mempunyai bilangan iod rendah dan titik leleh tinggi).

Karakteristik yang unik dari minyak sawit dan fraksi-fraksinya

mengakibatkan aplikasinya sangat luas baik untuk produk pangan

maupun non-pangan. Dalam kenyataannya minyak sawit merupakan

minyak yang cukup luas untuk dikonsumsi sebagai minyak pangan

terutama dalam bentuk minyak goreng, margarine, minyak hidrogenasi

dan shortening (Winarno, 1999).

Tabel 2. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit

Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900-0,913

Indeks bias D 400C 1,4565-1,4585 1,495-1,415

Bilangan Iod 48-56 14-20

Bilangan penyabunan 196-205 244-254

Sumber : Krischenbauer (1960)

Literatur di atas menunjukkan bahwa bilangan penyabunan untuk

minyak sawit berkisar antara 196-205. Sementara itu, data hasil pengujian

memberikan hasil bilangan penyabunan untuk minyak goreng hanya

mencapai 157.1181. perbedaan yang cukup signifikan antara minyak

sawit dengan fraksi oleinnya tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai

perlakuan pada minyak sawit ketika diolah menjadi minyak goreng.

Page 11: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

Bilangan penyabunan minyak goreng yang lebih rendah dibandingkan

dengan minyak sawit menunjukkan bahwa berat molekul minyak goreng

lebih tinggi daripada minyak sawit.

Data hasil pengujian juga menunjukkan bilangan penyabunan

minyak goreng masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan minyak

atau lemak yang lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan diantara

beberapa jenis minyak dan lemak yang diuji, minyak goreng termasuk

jenis minyak dengan berat molekul rendah.

Margarin merupakan produk yang terbuat dari campuran minyak

atau lemak nabati dan bahan tambahan seperti susu dan pewarna. Produk

ini juga merupakan emulsi air dalam minyak (W/O). Margarin biasa

digunakan sebagai pengganti mentega dengan bentuk, bau, kosistensi,

rasa, dan nilai gizi yang hampir sama.

Menurut Winarno (1999) lemak yang dapat digunakan untuk

pembuatan margarin dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati.

Lemak hewani yang digunakan biasanya lemak babi dan lemak sapi,

sedangkan lemak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak

kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas. Karena minyak

nabati umumnya dalam bentuk cair, maka harus dihidrogenasi dahulu

menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus bersifat plastis, padat

pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan segera dapat mencair

dalam mulut.

Minyak nabati umumnya berwujud cair karena mengandung asam

lemak tak jenuh seperti asam oleat, linoleat dan linolenat. Minyak

tersebut sebelum dijadikan margarine terlebih dahulu dihidrogenasi.

Hidrogenasi minyak bertujuan merubah minyak cair menjadi lemak

berwujud padat dengan konsistensi yang hampir sama dengan minyak

babi (Ketaren, 1986).

Hasil pengujian pada praktikum menunjukkan bahwa bilangan

penyabunan untuk margarine adalah 44,87. Bila dibandingkan dengan

sampel minyak atau lemak yang lain, bilangan penyabunan margarine

cukup rendah.

Page 12: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

Wijen merupakan salah satu biji-bijian yang mengandung kadar

minyak cukup tinggi. Winarno (1999) menyatakan bahwa kandungan

minyak dalam biji wijen mencapai 50-55%. Hampir 85% dari kandungan

asam lemak minyak wijen merupakan asam lemak tak jenuh tapi bersifat

sangat stabil. Daya kestabilan yang tinggi disebabkan oleh adanya

senyawa antioksidan alami yang sangat tinggi dalam minyak wijen kasar.

Asam lemak dominan yang terdapat dalam minyak wijen adalah

asam oleat. Hilditch (1947) menyatakan bahwa kandungan asam oleat di

dalam minyak wijen mencapai 45 % sedangkan bilangan penyabunan

untuk minyak wijen berkisar antara 188-193. Hasil pengujian dalam

praktikum menunjukkan bahwa bilangan penyabunan dari sampel minyak

wijen yang diuji adalah 93,10. Jika dibandingkan dengan literature, hasil

pengujian tersebut ternyata berbeda cukup signifikan. Perbedaan tersebut

dapat disebabkan ketidaktelitian selama pengujian sehingga hasil yang

diperoleh sangat berbeda dengan literature yang ada.

Bilangan penyabunan dapat digunakan untuk menetukan berat

molekul dari asam lemak yang terkandung dalam suatu minyak atau

lemak. Minyak atau lemak yang mempunyai berat molekul relative kecil

maka angka penyabunannya besar, demikian pula sebaliknya.

Berdasarkan literature diketahui bahwa bilangan penyabunan minyak

wijen berkisar antara 188-193. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan

bahwa minyak wijen mempunyai berat molekul relative rendah.

Lemak sapi merupakan jenis lemak hewani yang perlu dimasak

sebelum dikonsumsi. Ketaren (1986) membagi minyak dan lemak pangan

menjadi 2 golongan yaitu : 1) lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak

misalnya mentega, margarine, dan lemak yang terdapat dalam kembang

gula, dan 2) lemak yang dimasak bersama bahan pangan, atau dijadikan

sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan;

misalnya minyak goreng, shortening dan lemak babi.

Lemak hewani seperti lemak sapi dan lemak babi biasa digunakan

untuk bahan pangan. Selain itu juga diaplikasikan untuk memperkaya

pakan ternak, pembuatan sabun dan pakan unggas. Lemak sapi dan lemak

Page 13: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

babi juga banyak digunakan dalam industry non pangan seperti pada

pembuatan gelatin.

Lemak hewani seperti lemak sapi dan lemak babi sebagian besar

asam lemaknya adalah adam lemak jenuh (saturated fatty acid).

Komposisi asam lemak yang terdapat dalam 100 gr lemak sapi secara

umum adalah sebagai berikut :

(Wikipedia, 2009)

Saturated fatty acids 50%

1. Asam palmitat

2. Asam stearat

3. Asam miristat

Monounsaturated fatty acids 42%

1. Asam oleat

2. Asam palmitoleat

Polyunsaturated fatty acids 4%

1. Asam linoleat

2. Asam linolenat

Komposisi tersebut dapat bervariasi untuk setiap spesies.

Data hasil pengujian menunjukkan bilangan penyabunan untuk

lemak sapi adalah 6.7611 sementara literature menyatakan bahwa

bilangan penyabunan lemak sapi (beef tallow) berkisar antara 233-240.

Perbedaan hasil bilangan penyabunan tersebut dapat disebabkan oleh

adanya kekurangtelitian selama pengujian seperti penggunaan titran yang

terlalu banyak atau pemanasan yang berlebihan.

Titik cair asam lemak dipengaruhi oleh panjang rantai molekul

dan jumlah ikatan rangkap. Akan tetapi, yang paling mempengaruhi titik

cair asam lemaknya adalah jumlah ikatan rangkap. Pada umunya makin

panjang rantai molekul yang berarti makin tinggi bobot molekulya maka

titik cair suatu asam lemak akan semakin tinggi. Semakin banyak jumlah

ikatan rangkap yang terdapat dalam sutu molekul asam lemak (semakin

tidak jenuh) maka titik cairnya akan semakin rendah. Diantara beberapa

jenis minyak dan lemak yang diuji, lemak sapi merupakan jenis yang

Page 14: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

tingkat kejenuhannya paling tinggi sehingga titik cairnya pun paling

tinggi.

Perbandingan bilangan penyabunan setiap jenis minyak menurut

hasil praktikum menunjukkan bahwa minyak kelapa komersial memiliki

nilai terkecil. Hal ini mengindikasikan nilai molekul relatif minyak kelapa

komersial terbesar di antara kesemua jenis minyak dan lemak yang diuji.

Dengan demikian, jumlah molekul relatif yang tinggi ini menunjukkan

bahwa titik didih minyak kelapa komersial juga tinggi. Hal ini sesuai

dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ketaren (1986) tentang

jumlah molekul relatif yang semakin tinggi sebanding dengan

meningkatnya nilai titik didih. Secara umum, urutan angka penyabunan

dari terkecil hingga terbesar (bobot molekul dan titik didih dari terbesar

ke terkecil) adalah minyak kelapa, goreng sawit, jarak wijen, jagung,

margarine, lemak sapi, kelapa komersial.

Sementara itu, bilangan penyabunan minyak kelapa memiliki nilai

yang paling besar. Hal ini mengindikasikan jumlah molekul relatif bahan

tersebut di antara bahan uji adalah terkecil sehingga titik didihnya pun

terkecil. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa minyak kelapa mudah

menguap sedangkan minyak kelapa komersial sulit menguap.

Kenyataannya, ditinjau dari data bilangan penyabunan

keseluruhan minyak dan lemak uji, nilai-nilai tersebut tidak sesuai dengan

pengujian literature. Hal ini tentu saja disebabkan kurangnya standarisasi

pelaksanaan praktikum. Misalnya saja, sifat bahan yang digunakan tidak

memenuhi kriteria, terkait dengan kualitasnya. Mungkin saja telah terjadi

oksidasi, aktivitas enzim, dan penyimpanan bahan yang terlalu lama

sehingga mempengaruhi mutu minyak.

Hal lainnya adalah nilai literatur yang diperoleh juga merupakan

hasil penelitian. Oleh sebab itu, seringkali terdapat perbedaan nilai

literatur yang berbeda-beda untuk satu jenis bahan meskipun tidak

signifikan.

Sementara itu, adanya human error juga tidak terlepas dari faktor

yang turut mempengaruhi perbedaan nilai penyabunan hasil uji praktikum

Page 15: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

dan literatur. Diperlukan ketelitian dan kecermatan praktikan untuk

meminimalkan kesalahan prosedur praktikum. Hal ini terutama terjadi

saat perhitungan nilai titrasi yang melibatkan ketepatan pengamatan.

Berdasarkan literatur, minyak kelapa komersial memiliki nilai

penyabunan paling tinggi sehingga seharusnya data yang ada juga

menunjukkan bahwa jumlah molekul relatifnya terkecil. Titik didih

minyak kelapa komersial pun semakin rendah. Di lain sisi, nilai

penyabunan terendah terdapat pada minyak jarak sehingga jumlah

molekul relatif dan titik didihnya tertinggi. Hal inilah yang sebetulnya

menjadi kelemahan bagi minyak jarak sebagai bahan bakar biodiesel

karena titik didihnya sangat tinggi.

Page 16: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

IV.KESIMPULAN

Bilangan iod adalah parameter yang menunjukkan tingkat kejenuhan atau

jumlah ikatan rangkap yang terdapat dalam suatu trigliserida. Semakin tinggi

bilangan iod semakin tidak jenuh triglserida tersebut atau semakin banyak ikatan

rangkap yang dimilikinya. Minyak yang paling tidak jenuh berdasarkan hasil

percobaan adalah minyak wijen, diikuti oleh minyak kelapa komersial, minyak

jagung, minyak jarak kepyar, minyak goreng, lemak sapi, margarin, minyak

kelapa.

Beberapa hal dapat menyebabkan perbedaan antara hasil pengujian

bilangan iod dengan bilangan iod yang diperoleh dari berbagai literatur tentang

minyak. Hal tersebut dapat berupa perbedaan verietas tanaman, kondisi tanam,

kondisi lingkungan tanam, ataupun kerusakan akibat penyimpanan yang kurang

baik. Dari percobaan yang dilakukan, minyak yang disinyalir berada dalam

kondisi baik adalah minyak kelapa dan minyak goring (kelapa sawit) karena nilai

bilangan iod yang diperoleh sesuai dengan yang tertera pada literatur. Sedangkan

nilai bilangn iod pada jenis minyak lain tidak sesuai dengan literatur yang dapat

diakibatkan oleh alasan seperti yang dikemukakan sebelumnya.

Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan

untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Bilangan penyabunan dapat

digunakan untuk menentukan bobot molekul relatif minyak atau lemak. Semakin

tinggi bilangan penyabunan semakin rendah bobot molekul relative suatu minyak

atau lemak dan semakin rendah titik cairnya. Sebaliknya, semakin rendah

bilangan penyabunan, semakin tinggi bobot molekul relatif dan semakin tinggi

titik cairnya. urutan angka penyabunan dari terkecil hingga terbesar (bobot

molekul dan titik didih dari terbesar ke terkecil) adalah minyak kelapa, goreng

sawit, jarak wijen, jagung, margarine, lemak sapi, kelapa komersial.

Page 17: Lap Bil Iod Dan Penyabunan(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1958. Influence Of Heat and Oxidative Stability on Effectiveness Of

Metal in Activator Soybean Oil.

Bailey, A. E. 1950. Industrial Oil and Fat Product. Interscolastic Publishing :

New York.

Hariyani, S. 2006. Pengaruh Waktu Pengadukan Terhadap Kualitas VCO.

Skripsi. Fakultas MIPA UNNES : Semarang.

Hilditch, T. P. 1947. The Industrial Chemistry of The Fats and Waxes. D Van

Nostrand Co. Inc. : New York.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan Edisi 1. UI

Press : Jakarta.

Krischenbauer. 1960. Fats and Oil. An Outline of Their Chemistry and

Technology. Reinhold Publishing Co. : New York.

SNI-3741-1995

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Liberty : Jakarta.

Winarno, F. G. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Balai Pustaka :

Jakarta.