KTI hubungan dukungan sosial suami dengan Postpartum blues
Transcript of KTI hubungan dukungan sosial suami dengan Postpartum blues
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI DENGAN
POSTPARTUM BLUES PADA IBU PRIMIPARA USIA 21 – 25 TH DI
RUANG BOGENVILE RSU Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO
MOJOKERTO
Zakia Nuristantia
ABSTRACT
Postpartum blues is a type of mild depression on that occurs in women.
Thephenomena that exist in bogenvile’s room RSU Dr. wahidin sudiro
hsodomojokerto, many primiparous in others get postpartum bles. This shows that
thereare many mothers who can not get through with good psychological
postpartumadaptation as well. The purpoe of this study was to determine the
relationshipbetween social supports her husband with postpartum blues in
primiparousmothers aged 21 – 25 years in space bogenvile RSUD Dr, wahidin
sudiro husodomojokerto.
The design of this study used cross sectional method. Sampling methodused
is purposive sampling. Samples are taken by 30 respondents that
primiparousmothers aged 21- 25 years. After that the data collected by
questionnaire andanalyzed with the spearman rho correlation. With significance
level α = 0.05.
The results showed that the majority (83,3%) of respondents gave a
husbandgood social support. While less likely to accur postpartum blues (86,7%)
whilerespondents from the test results obtained by spearman’s rho coefficient of
0.420with a significant value (p) 0.021 (p<0.05) mean H1 accepted. H1 accepted
whichmeans there is a relationship between social support her husband with
postpartumblues in space bogenvile RSU Dr. wahidin sudiro husodo mojokerto
whichindicates the direction of the force correlation is negative.
Based on the above research are expected to families, especially husbands
tomaintain support to the mother in order to minimize the incidence of
postpartumbles in pregnant primiparous.
Key Word : Social Support Husband, Postpartum Blues
1. PENDAHULUAN
Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode kehidupan
yang penuh dengan potensi stres. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan
periode melahirkan (post partum) cenderung mengalami stres yang cukup besar
karena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas.
Secara psikologis seorang ibu post partum akan melalui proses adaptasi psikologis
masa postpartum (Sarwono, 2005). Dalam masa adaptasi ini sebagian wanita
mampu beradaptasi terhadap peran barunya, sebagai seorang ibu yang baik, tetapi
ada sebagian lainnya yang tidak berhasil beradaptasi sehingga jatuh dalam kondisi
gangguan psikologis postpartum. Banyak fenomena membuktikan hampir
sebagian besar wanita didunia mengalami Postpartum Blues dalam mengasuh
bayi mereka, terutama pada ibu- ibu primipara. Ditinjau dari sisi psikologis,
kebutuhan ibu bukan hanya sebatas berupa dukungan spiritual dan materil semata,
ibu juga membutuhkan dukungan secara sosial dari orang terdekatnya, khususnya
suami. Realitanya banyak ibu yang kurang mendapatkan dukungan sosial,
disebabkan karena teralihkannya perhatian suami kepada kehadiran orang baru
dalam keluarganya, yaitu anak . Hal inilah yang terkadang membuat ibu merasa
dirinya terabaikan atau terlupakan oleh suami, serta bertambah lama depresi ibu
pasca bersalin.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 5 ibu primipara terdapat 2
ibu primipara ( 40 % ) yang mengaku mendapat dukungan sosial dari suami dan 3
ibu primipara ( 60 % ) yang kurang mendapat dukungan sosial dari suami saat
mengalami Postpartum Blues. Dari penelitian sebelumnya di Semarang telah
ditemukan 11 orang wanita (44%) yang mengalami Postpartum Blues. Dan secara
keseluruhan, di Indonesia angka kejadian Postpartum Blues antara 50-70% dari
wanita primipara. Sedangkan di luar negeri melaporkan angka kejadian yang
cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan
karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
Secara psikologis, saat hamil semua perhatian tertumpah kepada si
ibu, termasuk dipenuhinya semua keinginannya yang terkadang aneh. Namun
begitu melahirkan, semua perhatian beralih ke si bayi. Sementara si ibu yang lelah
dan sakit pasca melahirkan merasa lebih butuh perhatian. Kondisi ini
menyebabkan ibu merasa depresi, depresi ini biasanya berlangsung sampai 14
hari usai melahirkan. Gejala yang umum tampak adalah keluar keringat dingin,
sesak napas, sulit tidur, gelisah, tegang, bingung, terasing, sedih, sakit, marah,
merasa bersalah, tak berharga, punya pikiran negatif tentang suami. Kurangnya
dukungan dari suami akan memperparah keadaan psikis ibu yang tengah
mengalami Postpartum Blues, hal ini karena suami adalah orang pertama yang
menyadari akan adanya perubahan dalam diri pasangannya. Apabila ibu menilai
bahwa suami memberikan dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat
memungkinkan terjadi pengaruh positif dalam diri ibu tersebut. Para ibu yang
memiliki jaringan sosial yang baik, akan lebih siap menghadapi kondisi setelah
melahirkan. Sebaliknya apabila ibu menilai bahwa suaminya kurang memberikan
dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat memungkinkan terjadinya
peningkatan depresi ibu ke arah yang lebih serius yaitu depresi postpartum.
Sedangkan Stres serta sikap tidak tulus ibu yang terus-menerus diterima oleh bayi
dapat berdampak kepada anak. misalnya anak mudah menangis, cenderung rewel,
pencemas sekaligus pemurung. Dampak lain yang tak kalah merugikan adalah
anak cenderung mudah sakit. Sedangkan dampak bagi suami sendiri adalah
semakin meningkatnya tanggung jawab menjadi seorang ayah akibat berperan
ganda selama istri mengalami Postpartum Blues. Hal ini menjadikan suami
menjadi seseorang yang pemurung dan pemarah. Jika dibiarkan, suamipun bisa
terkena Postpartum Blues juga.
Penanganan Postpartum Blues salah satunya berupa dukungan sosial,
menurut Sarason (2005) dukungan sosial diartikan sebagai keberadaan atau
kemampuan seseorang dimana individu dapat bergantung padanya, yang
menunjukkan kalau dia peduli terhadap individu, bahwa individu ini berharga dan
dia mencintai atau menyayangi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial
dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu dukungan emosional, dukungan
berupa penghargaan, dukungan berupa bantuan langsung dan dukungan
informasional. Dari semua sumber dukungan sosial, dukungan sosial dari suami
merupakan dukungan yang pertama dan utama dalam memberikan dukungan
kepada istri. Mengingat demikian pentingnya dukungan sosial suami terhadap ibu
yang mengalami Postpartum Blues, maka salah satu cara yang diambil peneliti
adalah mengadakan penyuluhan tentang dukungan sosial suami dengan
Postpartum Bluespada ibu post partum primipara.
2. METODE
Jenis rancangan dalam penelitian ini adalah analitik. Desain dalam
penelitian ini adalah Cross Sectional dimana jenis penelitian ini melakukan
observasi atau pengukuran variasi pada satu saat. Artinya tiap responden di ruang
Bogenvile hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel dilakukan
satu kali saja.
Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu primipara usia 21- 25 Th di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin
Sudiro Husodo Mojokerto. Populasi pada penelitian ini berjumlah 51 ibu
primipara. Kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu semua ibu primipara usia 21-
25 Th (Spontan pervaginam), ibu postpartum, bersedia diteliti, ditemani suami.
Sampel berjumlah 30 orang. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik
Purposive Sampling.
Data dukungan sosial suami dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner
kepada responden di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto. Responden diminta menjawab pernyataan berjumlah 20 soal dengan
cara menjawab soal sesuai dengan dirinya. Skor untuk jawaban iya = 1; tidak = 0.
Kemudian dijumlah sehingga didapatkan nilai kemungkinan minimal 0 dan nilai
kemungkinan maksimal 100.
Data postpartum blues dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner EPDS
kepada responden di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto. Responden diminta menjawab pertanyaan berjumlah 10 soal, dimana
setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor
dan harus dipilih sendiri oleh ibu dan rata- rata dapat diselesaikan dalam waktu 5
menit. Item pertanyaan berjumlah 4 item. Skor pada item tersebut disesuaikan
dengan tanda bintang pada setiap pertanyaan. Untuk pertanyaan tanpa tanda
bintang yaitu: 0= a; 1= b; 2= c, dan 3= d, sedangkan pertanyaan bertanda bintang
yaitu: 3= a; 2= b ; 1= c, dan 0= d. Setelah data terkumpul, kemudian nilai yang
didapat pada setiap item soal dijumlah. Setelah data terkumpul, kemudian skor
yang didapat pada setiap item soal dijumlah. Nilai yang diperoleh minimal 0 dan
maksimal 30.
3. HASIL
3.1 Dukungan Sosial Suami
Table 1 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial Suami di Ruang BogenvileRSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April – Mei 2012.
No. Dukungan Sosial Suami Frekuensi Prosentase
1. Dukungan Sosial Suami
kurang
2 6,7 %
2. Dukungan Sosial Suami
Sedang
3 10 %
3. Dukungan Sosial Suami
Baik
25 83,3 %
Jumlah 30 100 %
Sumber : Data Kuesioner
Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian besar
25 orang ( 83,3 % ) responden dukungan sosial suami baik, sebagiandansebagian
kecil 2 orang ( 6,7 % ) responden dukungan sosial suami kurang.
3.2 Depresi Ibu Postpartum
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi di Ruang BogenvileRSU Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April – Mei 2012.
No. Tingkat Depresi Frekuensi Prosentase
1. Kemungkinan Posrpartum
Blues Kecil
26 86,7 %
2. Postpartum Blues 3 10 %
3. Kemungkinan pasti terjadi
PPD
1 3,3 %
4. Depresi Postpartum 0 0 %
Jumlah 30 100 %
Sumber : Data Kuesioner
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian
besar 26 orang ( 86,7 % ) responden kemungkinan depresi kecil dansebagian kecil
1 orang ( 3,3 % ) responden kemungkinan pasti terjadi PPD.
3.4 Hubungan antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues pada ibu
primipara usia 21-25 Th
Tabel 3 Tabulasi silang antara Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues
pada Ibu Primipara Usia 21 – 25 Th di Ruang Bogenvile RSU Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun 2012.
Epds
Total
Kemngkina
n Depresi
Rendah
postpartu
m blues
Tanda –
tanda
kemungki
nan
terjadi
PPD
PPD
duku
ngan
sosial
Kura
ng
Count 1 1 0 0 2
% within
dukungan
sosial
50.0% 50.0% .0% 0% 100.0%
% of
Total
3.3% 3.3% .0% 0% 6.7%
Sedan
g
Count 0 0 3 0 3
% within
dukungan
sosial
.0% .0% 100.0% 0% 100.0%
% of
Total
.0% .0% 10.0% 0% 10.0%
Baik Count 0 2 23 0 25
% within
dukungan
sosial
.0% 8.0% 92.0% 0% 100.0%
% of
Total
.0% 6.7% 76.7% 0% 83.3%
Total Count 1 3 26 0 30
% within
dukungan
sosial
3.3% 10.0% 86.7% 0% 100.0%
% of
Total
3.3% 10.0% 86.7% 0% 100.0%
Sumber : kuesioner
Dari tabel 3 didapatkan tabulasi silang menunjukkan bahwa dari 30
responden hampir seluruhnya 23 orang ( 76,7 %) mendapatkan dukungan yang
baik dan kemungkinan depresi sangat kecil sedangkan sebagian kecil 1 orang ( 3,3
%) kurang mendapatkan dukungan sosial suami mengalami postpartum blues dan
kemungkinan pasti terjadi PPD.
Table 4 Hasil Uji Korelasi
Correlations
dukungan
sosial Epds
Spearman's rho dukungan sosial Correlation
Coefficient
1.000 .420*
Sig. (2-tailed) . .021
N 30 30
Epds Correlation
Coefficient
.420* 1.000
Sig. (2-tailed) .021 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari tabel 4 didapat bahwa dari uji hasil analisa korelasi dengan
menggunakan Spearmen’s rho didapatkan hasil p (0,021) < α (0,05), yang artinya
Ho ditolak berarti ada hubungan yang signifikan antara Dukungan Sosial Suami
dengan Postpartum Blues pada Ibu Primipara Usia 21 – 25 Th di Ruang
BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun
2012 yang menunjukkan kea rah negatif dengan kekuatan korelasi sedang.
4. PEMBAHASAN
4.1 Dukungan Sosial Suami
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 didapatkan bahwa dari 30
responden sebagian besar 25 orang ( 83,3 % ) responden mendukung, sebagian
kecil3 orang ( 10 % ) responden cukup mendukung, dan sebagian kecil 2 orang (
6,7 % ) responden tidak mendukung ibu pasca partum.
Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada
individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang- orangyang memiliki
hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005). Sedangkan
pengertian dari suami itu sendiri adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-
anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga
tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat
dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator
dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan
keluarga ( chaniago, 2002). Bahwa Dukungan suami diterjemahkan sebagai sikap
penuh perhatian yang ditujukan dalam bentuk kerjasama yang baik, serta
memberikan dukungan moral dan emosional (Jacinta, 2005). Dukungan sosial
suami dapat berupa dukungan instrumental, informasi, emosional, dan
penghargaan.Variable – variable yang mempengaruhi dukungan sosial suami
yaitu keintiman, harga diri, dan ketrampilan sosial. Suami memiliki peranan yang
sangat penting dalam memberikan support atau dukungan terhadap masalah yang
dihadapi oleh pasangan hidupnya dalam hal meminimalkan stressor yang didapat
pasca bersalin, perubahan peran menjadi ibu baru. Menurut Wirawan (1991)
hubungan prkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang
sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan
menyelesaikan permasalahan bersama.
Pada ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto menunjukkan bahwa hampir sebagian kecil ( 6,7 % ) suamitidak
mendukung dalam mengasuh bayi mereka. Suami yang kurang memberikan
dukungan sosial dikarenakan antara lain : suami sudah lelah setelah pulang
bekerja seharian, lebih berfokus pada anggota keluarga yang baru, suami takut
untuk membantu ibu dalam perawatan bayi mereka (menggendong, memandikan,
mengganti popok), Ini diperkuat dengan adanya persepsi dari orang yang lebih tua
bahwa laki- laki tidak mampu merawat bayi dengan baik karena terlalu kaku serta
tidak sabaran berbeda dengan ibu yang terkesan lebih lembut dan berhati- hati.
Hal yang sering kali di anggap sepeleh oleh suami adalah dukungan sosial
penghargaan, seringkali suami menganggap hal itu terlalu kekanak- kanakkan,
ungkapan rasa sayang kepada istri dianggap sudah ditunjukkan dengan suatu
ikatan pernikahan saja tanpa harus diucapkan secara lisan misalnya dengan suatu
pujian atau semacamnya sama halnya dengan dukungan sosial informasional yang
seringkali dianggap bahwa hal ini “wanita harusnya lebih tahu dari pada laki –
laki”, sehingga suami kurang melangkan waktu untuk sharing tentang kondisi ibu
maupun si kecil. Sebagian besar ( 83,3 % )ibu primipara di ruang Bogenvile RSU
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto menunjukkan bahwa suami mendukung
ibu pasca melahirkan, hal ini disebabkan karenasuami mempunyai empati dan
rasa sayang kepada istrinya, merasa bertanggung jawab secara psikologis dengan
perannya sebagai suami, suami bisa meluangkan waktunya untuk menemani istri
dalam perawatan bayi, suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan
ibunya. kemudian dari hasil kuesioner dukungan sosial suami menunjukkan
adanya keeratan hubungan antara suami dan ibu. Hal ini didukung dengan
besarnya dukungan sosial emosional dan instrumental dari suami, dikarenakan
suami merasa bahagia menjalani peran barunya sebagai ayah serta kecintaannya
terhadap pasangan. Dukungan yang diberikan kepada ibu menjadi satu faktor
penting yang juga mempengaruhi ibu dalam meminimalkan stressor yang didapat
pasca melahirkan karena adanya perubahan peran yang baru sebagai ibu baru.
Dengan adanya dukungan – dukungan dari lingkungan sekitar terutama dari
pasangan hidupnya yaitu suami, ibu dapat meminimalkan stressor yang
didapatnya pasca melahirkan.
4.2 Postpartum Blues
Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 30 responden
sebagian besar 26 orang ( 86,7 % ) responden kemungkinan postpartum blues
kecil, sebagian kecil 3 orang ( 10 % ) responden mengalami postpartum bles dan
sebagian kecil lagi 1 orang ( 3,3 % ) responden mengalami kemungkinan pasti
mengalami PPD.
Postpartum Bluesadalah suatu keadaan psikologis setelah melahirkan yang
bersifat sementara dan dialami oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ke-
tiga atau ke-empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca persalinan,
ditunjukkan dengan adanya perasaan sedih dan depresi, sebagai bentuk depresi
postpartumtingkat ringan sehingga memungkinkan terjadinya gangguan yang
lebih berat, disebabkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru
akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Menurut Young dan
Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 1989), faktor -faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya gangguan emosional pasca persalinan ke dalam tiga kategori
yaitu biologis, psikologi dan sosial. Lima Kriteria ibu yang rentan mengalami
gangguan emosional dan membutuhkan dukungan tambahan, diantaranya yaitu
ibu primipara, wanita yang juga memiliki kesibukan dan tanggung jawab dalam
pekerjaannya, wanita yang tidak memiliki banyak teman atau anggota keluarga
untuk diajak berbagi dan memberikan perhatian terhadapnya, ibu yang berusia
remaja, setra wanita yang tidak bersuami (Bobak dan rekan-rekannya, 1994).
Pada ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto bahwa hanya sebagian kecil ( 10 % )ibu terkena postpartum blues.Hal
ini terjadi dimungkinkan karena ibu sudah kurang mendapatkan informasi baik
dari media televisi ataupun media cetak dalam merawat bayi mereka. Bila
dikaitkan dengan usia ibu antara 21 - 25 tahun, dikemukakanbahwa pada usia
tersebut kematangan emosi ibu masih labil, sehingga kecenderungan untuk terjadi
depresi itu ada.Selain itu dimungkinkan karena tingkat pendidikan ibu yang
menunjukkansebagian besar adalah SMA, faktor penerimaan info dipengaruhi
oleh daya pikir dan pendidikan seseorang, dimana dijelaskan bahwa semakin
terdidik seseorang akan berpengaruh terhadap pola fikir dan tingkat kedewasaan
mereka. Faktor pendidikan menentukan mudah tidaknya seeorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Teori Green (1980), menyatakan
bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang untuk
berprilaku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan seorang ibu
mempengaruhi prilaku emosidalam melewati masa- masa adaptasi psikologis
postpartum. Apabila ibu mempunyai rasa tidak percaya diri dapat memberikan
efek yang negatif dalam mekanisme coping ibu, karena kiat sukses melewati
masa- masa adaptasi psikologis postpartum adalah rasa percaya diri. Kecemasan
dan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh ibu secara tidak langsung akan
berpengaruh juga terhadap kondisi fisik dan mental bayi, sehingga bayi cenderung
rewel, mudah menangis, pencemas, dan pemurung. alasan lainnya yaituibu
yangtidak bekerja 43,3% yang hampir setengahnya, sehingga ibu cenderung
merasa sendiri merawat bayinya, sedangkan kondisi fisik ibu masih belum pulih
seutuhnya pasca bersalin. Hal ini menyebabkan stresor yang kuat dan
menimbulkan terjadinya postpartum blues. Padahal sebenarnya hal ini dapat
diminimalisir dengan adanya dukungan dari orang- orang terdekat khususnya
suami.
4.3 Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues
Berdasarkan Hasil analisis hubungan antara dukungan sosial suami
dengan postpartum blues di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto. Setelah data terkumpul dilakukan analisa dengan uji statistik kolerasi
Spearman Rho diperoleh nilai koefisien sebesar 0,420 dengan nilai signifikan ( p )
0,021 ( p < 0,05 ) berarti H1 diterima. H1 diterima yang artinya ada hubungan
antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues pada ibu primipara usia
21- 25 tahun di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto
dengan kekuatan kolerasi sedang dan korelasi bertanda negatif yang artinya
responden mendapatkan dukungan sosial sosial tinggi cenderung menurun
kemungkinan untuk tidak terjadi postpartum blues. Hal ini didukung dengan hasil
tabulasi silang pada tabel 5.6 dari 30 responden, kategori yang dukungan sosial
suami baik sebanyak 23 responden ( 76,7 %) kemungkinan terjadi postpartum
blues kecil dan 2 orang ( 6,7 % ) responden mengalami postpartum blues.
Kategori yang dukungan sosial suami sedang sebanyak 3 orang ( 10 % )
responden tidak mengalami postpartum blues dan 0 orang ( 0 % ) mengalami
postpartum blues. Sedangkan kategori dukungan sosial suami kurang sebanyak 1
orang ( 3,3 % ) responden mengalami kemungkinan pasti mengalami PPD, 1
orang ( 3,3 % ) mengalami postpartum bleus, dan 0 orang (0 % ) responden
kemungkinan terjadi postpartum blues kecil.
Suami berperan dalam memberikan support atau dukungan terhadap
masalah yang dihadapi oleh anggota istrinya dalam melewati masa- masa adaptasi
psokologis postpartum, dimana dukungan yang dibutuhkan tidak hanya secara
fisik tapi juga moral (Yofie dalam Hawari, 2001). Selain hal tersebut, suami
dalam membuat keputusan ditentukan oleh kemampuan keluarga, tentunya hal ini
akan berpengaruh pada dukungan yang diberikan (Gillies, et all, 1989). hubungan
prkawinan merupakan hubungan akrap yang diikuti oleh minat yang sama,
kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan
menyelesaikan permasalahan bersama (Wirawan, 1991). Peran suami dalam
meminimalkan postpartum blues yaitu memahami kebutuhan istri, suami bisa
meluangkan waktunya untuk menemani istri dalam perawatan bayi, kesediaan
suami mengambil alih sebagian tugas-tugas rumah tangga yang selama ini
dilakukan istri, kewajiban suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan
ibunya. Meskipun kehadiran bayi sangat menyenangkan dan membahagiakan,
perlu di ingat bahwa ibu yang melahirkannya, dan Perlunya sentuhan fisik sangat
dirasakan pada masa-masa pasca melahirkan.
Dengan dukungan sosial suami yang baik maka ibu tidak terjadi
postpartum blues. Sehingga kualitas dukungan yang diberikan pada ibu berupa
dukungan instrumental, dukungan informatif, kemudian dukungan emosional dan
dukungan penghargaan akan berakibat pada penanggulangan coping yang baik
pada ibu dalam melewati mada adaptasi psikologisnya. Kualitas dukungan
tersebut bisa diakibatkan salah satunya oleh karena faktor internal yaitu faktor
psikologis yaitu emosi. Dukungan suami yang diberikan kepada ibu akan
mempengaruhi kondisi psikolgis ibu, sehingga ibu akan mempunyai motivasi
yang kuat untuk melewati masa adaptasi psikologis postpartum dengan baik.
Faktor eksternal contohnya saja dari segi pendidikan, semakin tinggi bangku
sekolah maka semakin maju dan luas pula pengetahuannya, dari segi usia semakin
matang usia seseorang cara serta pola berfikirnya pun akan jauh berbeda dengan
anak- anak usia remaja, dari segi pekerjaan saat ibu memiliki banyak relasi atau
teman hal ini juga dapat mempengaruhi karena bisa berbagi pengalaman dengan
orang yang lebih dulu mengalami adaptasi postpartum blues sehingga bisa
mengurangi kemungkinan untuk postpartum blues. Dari semua hal diatas, yang
paling berpengaruh yaitu pengalaman, berbeda dengan ibu primipara yang belum
pernah melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartum, ibu multipara yang
sudah memiliki anak ke dua atau lebih mungkin lebih bisa menangani hal tersebut
karena dapat berkaca dari pengalaman sebelum- sebelumnya. Oleh karena itu pada
ibu primipara lebih dibutuhkan dukungan dari orang – orang terdekat khususnya
suami sebagai pendamping hidupnya agar dapat melewati masa- masa adaptasi
postpartum tersebut dengan baik dan bahagia. Namun pada intinya faktor
eksternal tidak bisa lepas dari faktor internal, sehingga jika suami memberikan
dukungan kepada ibu maka motivasi ibu akan lebih kuat yang pada akhirnya ibu
dapat terhindar dari keadaan postpartum blues, sebaliknya bila suami tidak
memberikan dukungannya, maka ibu juga lebih besar kemungkinan untuk terjadi
postpartum blues. Berdasarkan hal tersebut, bila suami mendapatkan pengetahuan
tentang kondisi yang dijalani oleh ibu dengan benar dan tepat, tidak hanya dari
petugas kesehatan saja akan tetapi melalui informasi dari media elektronik lainnya
maka suami akan memberikan dukungan penuh kepada ibu dan ibu dapat
melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartumnya dengan baik dan
bahagia.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data dari penelitian yang telah dilakukan dengan uji
hipotesa spearman rank diperoleh nilai koefisien sebesar 0,420 dengan nilai
signifikan ( p ) 0,021 ( p < 0,05 ) berarti H1 diterima. H1 diterima yang artinya ada
hubungan antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues di Ruang
Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto yang menunjukkan ke
arah positif dengan kekuatan kolerasi sedang.Dengan demikian dapat dibuktikan
bahwa dukungan suami mempunyai peranan penting dalam menunjang
keberhasilan ibu dalam melewati masa adaptasi psikologis postpartum sehingga
tidak terjadi postpartum blues.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta : Salemba Medika.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D. 1994. Maternity Nursing.
Missouri: The C.V. Mosby Company.
Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas: Edisi 2. Alih Bahasa oleh Andry
Hartono. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Flint Caroline. 1994. Sensitive Midwifery. Oxford: Butterworth
Heinemann.
Grinspun, D. 2005. Intervention for Postpartum Depression. Ontario:
Registered Nurses’ Association of Ontario.
Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu.
Henderson C. dan jone K. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan (Edisi
Bahasa Indonesia). Ed. Yulianti. Jakarta: EGC
Iskandar, S.S. 2004. Depresi Pasca Kehamilan (Postpartum Blues).
http://www.mitrakeluarga.net/depresikehamilan.html.
Jensen, M.D., Bobak, I.M. 1985. Maternity and Ginecologic Care: The
Nurse and The Family. St. Louis (Missouri): The C.V. Mosby Company.
John Cox and Jeni Holden. 2003. Perinatal Mental Health, a guide to the
Edinburgh Postnatal Depression Scale. London: SW1X.
KL. Wisner, BL Parry. 2002. Depresi Postpartum Vol. 347. Jmed: CM
Piontek.
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas
(Postpartum). Jakarta: CV. Trans Info Media.
natsirasmawi.blogspot.com/2011/03/social-support-and-behavior-
toward.html
Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Medika Salamba.
Pusdiknakes. 2001. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Fisiologis
Bagi Dosen Diploma III Kebidanan. Jakarta: Pusdiknakes –WHO-JHPIEGO
Saryono, Ryan Hara Permana. 2010. Depresi Pasca Persalinan, Pedoman
Lengkap Bagi Ibu Yang Akan Atau Setelah Melahirkan. Bogor: Rekatama.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Jakarta : Andi Offset
Suparyanto.blogspot.com/2008/11/dukungan-sosial.html
55