Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode kehidupan yang penuh dengan potensi stres. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan periode melahirkan (post partum) cenderung mengalami stres yang cukup besar karena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas. Secara psikologis seorang ibu post partum akan melalui proses adaptasi psikologis masa postpartum (Sarwono, 2005). Dalam masa adaptasi ini sebagian wanita mampu beradaptasi terhadap peran barunya, sebagai seorang ibu yang baik, tetapi ada sebagian lainnya yang tidak berhasil beradaptasi sehingga jatuh dalam kondisi gangguan psikologis postpartum. Banyak fenomena membuktikan hampir sebagian besar wanita didunia mengalami Postpartum Blues dalam mengasuh bayi mereka, terutama pada ibu- ibu primipara. Ditinjau dari sisi psikologis, kebutuhan ibu bukan hanya sebatas berupa dukungan spiritual dan materil semata, ibu juga membutuhkan dukungan secara sosial dari orang terdekatnya, khususnya suami. Realitanya banyak ibu yang kurang mendapatkan dukungan sosial, disebabkan karena teralihkannya perhatian suami kepada kehadiran orang baru dalam keluarganya, yaitu anak . Hal inilah yang terkadang membuat ibu merasa dirinya terabaikan atau terlupakan oleh suami, serta bertambah lama depresi ibu pasca bersalin. 1

Transcript of Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

Page 1: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode kehidupan

yang penuh dengan potensi stres. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan

periode melahirkan (post partum) cenderung mengalami stres yang cukup besar

karena keterbatasan kondisi fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas.

Secara psikologis seorang ibu post partum akan melalui proses adaptasi psikologis

masa postpartum (Sarwono, 2005). Dalam masa adaptasi ini sebagian wanita

mampu beradaptasi terhadap peran barunya, sebagai seorang ibu yang baik, tetapi

ada sebagian lainnya yang tidak berhasil beradaptasi sehingga jatuh dalam kondisi

gangguan psikologis postpartum. Banyak fenomena membuktikan hampir

sebagian besar wanita didunia mengalami Postpartum Blues dalam mengasuh

bayi mereka, terutama pada ibu- ibu primipara. Ditinjau dari sisi psikologis,

kebutuhan ibu bukan hanya sebatas berupa dukungan spiritual dan materil semata,

ibu juga membutuhkan dukungan secara sosial dari orang terdekatnya, khususnya

suami. Realitanya banyak ibu yang kurang mendapatkan dukungan sosial,

disebabkan karena teralihkannya perhatian suami kepada kehadiran orang baru

dalam keluarganya, yaitu anak . Hal inilah yang terkadang membuat ibu merasa

dirinya terabaikan atau terlupakan oleh suami, serta bertambah lama depresi ibu

pasca bersalin.

1

Page 2: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

2

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 5 ibu primipara terdapat 2

ibu primipara ( 40 % ) yang mengaku mendapat dukungan sosial dari suami dan 3

ibu primipara ( 60 % ) yang kurang mendapat dukungan sosial dari suami saat

mengalami Postpartum Blues. Dari penelitian sebelumnya di Semarang telah

ditemukan 11 orang wanita (44%) yang mengalami Postpartum Blues. Dan secara

keseluruhan, di Indonesia angka kejadian Postpartum Blues antara 50-70% dari

wanita primipara. Sedangkan di luar negeri melaporkan angka kejadian yang

cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan

karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.

Secara psikologis, saat hamil semua perhatian tertumpah kepada si

ibu, termasuk dipenuhinya semua keinginannya yang terkadang aneh. Namun

begitu melahirkan, semua perhatian beralih ke si bayi. Sementara si ibu yang lelah

dan sakit pasca melahirkan merasa lebih butuh perhatian. Kondisi ini

menyebabkan ibu merasa depresi, depresi ini biasanya berlangsung sampai 14

hari usai melahirkan. Gejala yang umum tampak adalah keluar keringat dingin,

sesak napas, sulit tidur, gelisah, tegang, bingung, terasing, sedih, sakit, marah,

merasa bersalah, tak berharga, punya pikiran negatif tentang suami. Kurangnya

dukungan dari suami akan memperparah keadaan psikis ibu yang tengah

mengalami Postpartum Blues, hal ini karena suami adalah orang pertama yang

menyadari akan adanya perubahan dalam diri pasangannya. Apabila ibu menilai

bahwa suami memberikan dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat

memungkinkan terjadi pengaruh positif dalam diri ibu tersebut. Para ibu yang

memiliki jaringan sosial yang baik, akan lebih siap menghadapi kondisi setelah

Page 3: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

3

melahirkan. Sebaliknya apabila ibu menilai bahwa suaminya kurang memberikan

dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat memungkinkan terjadinya

peningkatan depresi ibu ke arah yang lebih serius yaitu depresi postpartum.

Sedangkan Stres serta sikap tidak tulus ibu yang terus-menerus diterima oleh bayi

dapat berdampak kepada anak. misalnya anak mudah menangis, cenderung rewel,

pencemas sekaligus pemurung. Dampak lain yang tak kalah merugikan adalah

anak cenderung mudah sakit. Sedangkan dampak bagi suami sendiri adalah

semakin meningkatnya tanggung jawab menjadi seorang ayah akibat berperan

ganda selama istri mengalami Postpartum Blues. Hal ini menjadikan suami

menjadi seseorang yang pemurung dan pemarah. Jika dibiarkan, suamipun bisa

terkena Postpartum Blues juga.

Penanganan Postpartum Blues salah satunya berupa dukungan sosial,

menurut Sarason (2005) dukungan sosial diartikan sebagai keberadaan atau

kemampuan seseorang dimana individu dapat bergantung padanya, yang

menunjukkan kalau dia peduli terhadap individu, bahwa individu ini berharga dan

dia mencintai atau menyayangi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial

dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu dukungan emosional, dukungan

berupa penghargaan, dukungan berupa bantuan langsung dan dukungan

informasional. Dari semua sumber dukungan sosial, dukungan sosial dari suami

merupakan dukungan yang pertama dan utama dalam memberikan dukungan

kepada istri. Mengingat demikian pentingnya dukungan sosial suami terhadap ibu

yang mengalami Postpartum Blues, maka salah satu cara yang diambil peneliti

Page 4: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

4

adalah mengadakan penyuluhan tentang dukungan sosial suami dengan

Postpartum Bluespada ibu post partum primipara.

Page 5: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan penelitian ini

sebagai berikut :

Adakah hubungan antara dukungan sosial suami dengan Postpartum

Blues pada ibu post partum primipara usia 21 – 25 th di Ruang Bogenvile RSU

Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami dengan

Postpartum Blues pada ibu primipara usia 21 – 25 th di Ruang Bogenvile RSU

Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi dukungan sosial suami pada ibu primipara di Ruang

Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

2. Mengidentifikasi Postpartum Blues pada ibu primipara di Ruang

Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

3. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial suami dengan Postpartum

Blues di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

Page 6: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu dalam

khasanah keilmuan psikologi selanjutnya, terutama dalam perkembangan

psikologi klinis, khususnya informasi yang berhubungan dengan Postpartum

Blues pada ibu primipara.

1.4.2 Praktis

1. Bagi Responden

Agar ibu primipara mendapatkan dukungan sosial suami semaksimal

mungkin sehingga dapat meminimalisir terjadinya Postpartum Blues.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan tentang pentingnya

dukungan sosial suami dengan Postpartum Blues.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang

berkaitan terhadapPostpartum Blues pada ibu primipara.

Page 7: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dukungan Sosial Suami

2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu

khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang- orangyang memiliki hubungan

emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005).

Dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan dan

perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang

bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam

bentuk tertentu (Katc dan Kahn, 2000).

Dukungan sosial adalah kenyamanan, bantuan, atau informasi yang

diterima oleh seseorang melalui kontak formal dengan individu atau kelompok (

Landy dan Conte, 2007).

Dukungan sosial adalah informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan

yang nyata, atau tingkah laku yang diberikan oleh orang- orang yang akrap

dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal- hal

yang dapat memberikan keuntungan emosional atau brpengaruh pada tingkah laku

penerimanya (Kuntjoro, 2002).

7

Page 8: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

8

Dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, keperdulian dari orang-

orang yang bias diandalkan, menghargai dan menyayangi kita (Kuntjoro, 2002).

2.1.2 Pengertian Suami

Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita

(Tim Penyusun Kamus Pusat Besar, 2005).

Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami

mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan

suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan

hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai

kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga ( chaniago,

2002).

2.1.3 Pengertian Dukungan Sosial Suami

Dukungan suami diterjemahkan sebagai sikap penuh perhatian yang

ditujukan dalam bentuk kerjasama yang baik, serta memberikan dukungan moral

dan emosional (Jacinta, 2005).

2.1.4 Variabel- variable yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Suami

1) Keintiman

Dukungan sosial lebih banyak didapat dari keintiman dari pada aspek-

aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang

diperoleh akan semakin besar.

Page 9: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

9

2) Harga Diri

Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan

suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang lain

diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha.

3) Keterampilan Sosial

Indifidu dengan pergaulan yang luas akan memiliki ketrampilan sosial

yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan,

individu yang memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki keterampilan

sosial yang rendah.

Menurut Marilyn (1998) faktor- faktor yang mempengaruhi

1) Kelas sosial

2) Bentuk- bentuk keluarga

3) Latar belakang keluarga

4) Tahap siklus kehidupan keluarga

5) Peristiwa situasional khususnya masalah- masalah kesehatan atau sakit

2.1.5 Bentuk- bentuk Dukungan Sosial Suami

1) Adanya kedekatan smosional

2) Suami mengijinkan istri terlibat dalam suatu kelompok yang

menginginkannya untuk berbagi minat

3) Perhatian

4) Suami menghargai atas kemampuan dan keahlian istri

5) Suami dapat diandalkan saat istri membutuhkan bantuan

Page 10: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

10

6) Suami merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri

(Kuntjoro, 2002).

2.1.6 Jenis- jenis Dukungan Sosial Suami

House (Suhita, 2005) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan social yaitu :

1) Emosional

Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada

orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain

tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepada dirinya.

2) Instrumental

Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong

orang lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana

pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu.

3) Informative

Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi.

Terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan

oleh individu yang bersangkutan.

4) Penghargaan

Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik,

perbandingan sosial, dan afirmasi.

Page 11: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

11

Menurut Barrera (Suhita, 2005) terdapat lima macam dukungan sosial suami

yaitu:

1) Bantuan Materi: dapat berupa pinjaman uang.

2) Bantuan Fisik: interaksi yang mendalam, mencakup pemberian kasih sayang

dan kesediaan untuk mendengarkan permasalahan.

3) Bimbingan: termasuk pengajarandan pemberian nasehat.

4) Umpan Balik: pertolongan seseorang yang paham dengan masalahnya

sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan

masalah.

5) Partisipasi Sosial: bersenda gurau dan berkelakar untuk menghibur seseorang.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

dukungan sosial adalah aspek emosional, aspek instrumental, aspek informatif,

dan aspek penghargaan. Dukungan sosial dapat diwujudkan dengan bantuan

materi, bantuan fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial.

2.1.7 Sumber- Sumber Dukungan Sosial

Sumber- sumber dukungan social menurut suhita (2005) yaitu :

1) Suami

Menurut Wirawan (1991) hubungan prkawinan merupakan hubungan akrap

yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi

perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama.

Page 12: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

12

2) Keluarga

Menurut Heardman (1990) keluarga merupakan sumber sumber dukungan

social karna dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling

mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga

sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat

mengeluarkan keluhan- kuluhan bilamana individu sedang mengalami

permasalahan.

3) Teman/ Sahabat

Menurut Kail dan Neilsen (Suhita, 2005) teman dekat merupakan sumber

dukungan social karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama

mengalami suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (1991) bahwa

prsahabatan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara,

pemberian dalam persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsure

eksploitasi.

2.1.8 Komponen Dukungan Sosial Suami

1) Kedekatan Emosional (Emotional Attechement)

2) Integrasi Sosial (Social Integration)

3) Adanya Pengukuran (Reassurance off Worth)

4) Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance)

5) Bimbingan (Guindance)

6) Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Page 13: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

13

2.1.9 Pengukuran Dukungan Sosial Suami

Masing- masing pertanyaan pada masing- masing item mempunyai skor 1

:

Skor < 10 = dukungan sosial suami kurang

Skor 11 – 15 = dukungan sosial suami sedang

Skor 16 – 20 = dukungan sosial suami baik

(Setiadi, 2007)

2.2 Adaptasi Psikologis Postpartum

2.2.1 Adaptasi Psikologis

Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang

membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi dan prilaku sehingga

seseoramh bisa lebih sesuai dengan lingkungan tertentu. Proses ini melibatkan

interaksi indifidu dan lingkungan. Hasil akhirnya tergantung pada tingkat

kesesuaian antara kesesuaian dan kapasitas seseorang dan sumber dukungan

sosialnya di satu sisi dan jenis tantangan atau stresor yang dihadapi di sisi yang

lain.maka adaptasi adalah suatu proses indifidual dimana masing- masing individu

mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah atau berespon dengan tingkat

yang berbeda- beda (Smeltzer S.C., 2001).

Page 14: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

14

2.2.2 Fase Perubahan Adaptasi Psikologi

Menurut Reva Rubin (1963) seorang ibu yang baru melahirkan mengalami

adaptasi psikologis pada fase nifas dengan melalui tiga fasebpenyesuaian ibu

(Prilaku ibu) terhadap perannya sebagai ibu.

Dalam menjalani adaptasi psikologis setelah melahirkan, Reva Rubin

(1963) mengatakan bahwa ibu akan melalui fase- fase sebagai berikut:

1. Fase Taking In (Perilaku Dependen)

1) Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu mengharapkan

segala kebutuhannya terpenuhi oleh orang lain.

2) Berlangsung selama 1-2 hari setelah melahirkan, dimana fokus perhatian ibu

terutama pada dirinya sendiri.

3) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya

dalam tanggung jawabnya.

4) Disebut fase Taking In (fase menerima) selama 1-2 hari pertama ini, karena

selama waktu ini, ibu yang baru melahirkan memerlukan perlindungan dan

perawatan.

5) Sedangkan dikatakan sebagai fase dependen selama 1-2 hari pertama ini

karena pada waktu ini, ibu menunjukkan kebahagiaan/ kegembiraan untuk

menceritakan pengalamannya melahirkan.

6) Pada fase ini, ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif terhadap

lingkungannya disebabkan karena faktor kelelahan. Oleh karena itu, ibu

Page 15: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

15

perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur. Disamping itu,

kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.

2. Fase Taking Hold (Perilaku Dependen-Independen)

1) Pada fase Taking Hold atau dependen mandiri ini, secara bergantian timbul

kebuuhan ibu untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang lain

dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.

2) Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.

3) Pada fase ini, ibu sedah mulai menunjukkan kepuasan (terfokus pada

bayinya).

4) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.

5) Pada fase ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam

melakukan perawatan terhadapbayinya.

6) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya

sendiri dan juga pada bayinya.

7) Ibu melai berinisisatif untuk melakukan tindakan (mobilisasi), melakukan

aktifitas perawatan diri dan sering mengungkapkan perhatian tentang fungsi

tubuh. Meskipun demikian ibu masih sering merasa kelelahan karena

pengaruh perubahan hormonal, proses penyembuhan dari uterus dan

perinium.

Page 16: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

16

3. Fase Letting Go (perilaku Interdependen)

1) Menerima tanggung jawab peran barunya yang berlangsung setelah 10 hari

pasca melahirkan.

2) Ibu sedah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.

3) Keinginan ibu untuk merawat diri dan bayinya sangat meningkat pada fase

ini.

4) Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi bayi.

2.3 Postpartum Blues

2.3.1 Pengertian Postpartum Blues

Periode postpartumadalah periode waktu yang muncul sesegera setelah

seorang wanita melahirkan hingga 52 minggu (Registered Nurses’ Association of

Ontario, 2005).

Postpartum Bluesadalah perasaan sedih dan depresi segera setelah

persalinan, dengan gejala dimulai dua atau tiga hari pasca persalinan dan biasanya

hilang dalam waktu satu atau dua minggu (Gennaro, dalam Bobak dkk., 1994).

Postpartum Bluesmerupakan keadaan psikologis ini yang dapat dijelaskan

sebagai tingkat depresi postpartumringan, dengan reaksi yang dapat muncul setiap

saat pasca persalinan, seringkali pada hari ke-tiga atau ke-empat dan mencapai

puncaknya antara hari ke-lima hingga hari ke-empat belas pasca persalinan

(Bobak dkk., 1994).

Postpartum Bluesadalah suatu tingkat keadaan depresi bersifat sementara

yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru melahirkan karena perubahan tingkat

Page 17: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

17

hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap

bayi. Keadaan ini biasanya muncul antara hari ke-tiga hingga ke-sepuluh pasca

persalinan, seringkali setelah pasien keluar dari rumah sakit. Apabila gejala ini

berlanjut lebih dari dua minggu, maka dapat menjadi tanda terjadinya gangguan

depresi yang lebih berat, ataupun psikosis postpartumdan tidak boleh diabaikan

(Novak dan Broom, 1999).

Dari tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian

Postpartum Bluesadalah suatu keadaan psikologis setelah melahirkan yang

bersifat sementara dan dialami oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ke-

tiga atau ke-empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca persalinan,

ditunjukkan dengan adanya perasaan sedih dan depresi, sebagai bentuk depresi

postpartumtingkat ringan sehingga memungkinkan terjadinya gangguan yang

lebih berat, disebabkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru

akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi.

2.3.2 Gejala-Gejala Postpartum Blues

Gejala Postpartum Blues(Novak dan Broom, 1999) yaitu suatu keadaan

yang tidak dapat dijelaskan, merasa sedih, mudah tersinggung, gangguan pada

nafsu makan dan tidur.

Selanjutnya dengan kata lain, ciri-ciri Postpartum Bluesmenurut Young dan

Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 1989) diantaranya:

1) Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit diprediksi

seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang mengalami

kebingungan ringan atau mudah lupa.

Page 18: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

18

2) Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya,

ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing terhadap

lingkungan tempat bersalin.

3) Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana

hati yang terus berubasggsssah-ubah.

4) Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan bayi yang

baru dilahirkannya.

Gennaro (dalam Bobak dkk., 1994) menjelaskan bahwa selama

Postpartum Blues, ibu akan mengalami perasaan kecewa dan mudah tersinggung,

ditunjukkan dengan perilaku mudah menangis, kehilangan nafsu makan,

mengalami gangguan tidur, dan merasa cemas.

Hansen, Jones (dalam Bobak dkk., 1994) menjelaskan bahwa Postpartum

Bluesdapat menyebabkan serangan menangis, perasaan kesepian atau ditolak,

kecemasan, kebingungan, kegelisahan, kelelahan, mudah lalai, dan sulit tidur.

Kennerley dan Gath menggambarkan suatu instrumen yang reliabel dan

valid yang mengukur tujuh gejala Postpartum Blues, yaitu perubahan suasana hati

yang tidak pasti, merasa “tidak mampu”, kecemasan, perasaan emosional yang

berlebihan, mengalami kesedihan, kelelahan, dan kebingungan atau fikiran yang

kacau (dalam Bobak dkk., 1994).

2.3.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Postpartum Blues

Young dan Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 1989) membagi faktor -

faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan emosional pasca

persalinan ke dalam tiga kategori:

Page 19: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

19

a. Biologis, yaitu tekanan fisiologis yang terjadi sebagai akibat adanya

penurunan tingkat hormon tertentu secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar,

dehidrasi, kehilangan banyak darah, dan faktor fisik lain yang dapat

menurunkan stamina ibu.

b. Psikologis, yaitu konflik tentang kemampuan wanita menjadi seorang ibu,

perasaan bingung antara penerimaan dan penolakan terhadap peran baru

sebagai ibu, permasalahan komunikasi dengan bayi dan pasangan.

c. Sosial, yaitu keadaan sosial ketika bayi dilahirkan, terutama jika bayi

mengakibatkan beban finansial atau emosional bagi keluarga.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Postpartum

Blues(Bobak dkk., 1994) diantaranya termasuk perubahan biologis, stres, respon-

respon normal, dan masalah 19aying atau lingkungan:

1) Perubahan biologis, yaitu terjadinya fluktuasi hormon yang ditunjukkan

dengan perubahan kadar progesteron, estradiol, cortisol, dan prolaktin yang

menimbulkan reaksi afektif tertentu.

2) Situasi stres (misalnya operasi) adalah situasi yang dapat memicu timbulnya

reaksi tertentu, termasuk Postpartum Blues.

3) Respon psikologis normal adalah respon yang muncul karena meningkatnya

naluri keibuan dan perlindungan terhadap bayi.

4) Permasalahan sosial dan lingkungan, yaitu ketegangan dalam hubungan

pernikahan dan keluarga, sejarah premenstrual syndrome, kecemasan,

ketakutan akan tugas dan depresi selama kehamilan, dan penyesuaian sosial

yang buruk.

Page 20: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

20

Bobak dan rekan-rekannya (1994) memberikan lima kriteria ibu yang

rentan mengalami gangguan emosional dan membutuhkan dukungan tambahan,

diantaranya:

1) Ibu primipara (melahirkan anak pertama) yang belum berpengalaman dalam

pengasuhan anak.

2) Wanita yang juga memiliki kesibukan dan tanggung jawab dalam

pekerjaannya.

3) Wanita yang tidak memiliki banyak teman atau anggota keluarga untuk diajak

berbagi dan memberikan perhatian terhadapnya.

4) Ibu yang berusia remaja.

5) Wanita yang tidak bersuami.

Postpartum Bluesdisebabkan oleh perubahan kadar hormonal yang cepat

pad wanita, stres pada kelahiran anak, dan kesadaran wanita tentang peningkatan

tanggung jawab yang dibawa karena menjadi ibu (Kaplan dan Sadock, 1997).

Faktor-faktor penyebab terjadinya Postpartum Bluesmenurut Kasdu

(2005) diantaranya adalah:

1) Faktor hormonal, yaitu terjadinya perubahan kadar sejumlah hormon dalam

tubuh ibu pasca persalinan, yaitu:

1. Hormon progesteron pada masa kehamilan secara perlahan meningkat

cukup tinggi, tetapi turun mendadak setelah persalinan.

2. Tingkat hormon estrogen yang mengalami proses perubahan kembali ke

keadaan sebelum hamil.

Page 21: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

21

3. Ketidakstabilan kelenjar tiroid yang turun ketika melahirkan dan tidak

kembali pada jumlah yang normal.

4. Kadar hormon adrenalin (yang dapat memompa rasa senang) meningkat

selama kehamilan, namun turun dengan cepat pada saat melahirkan.

2) Harapan persalinan yang tidak sesuai dengan kenyataan atau adanya perasaan

kecewa dengan keadaan fisik dirinya juga bayinya.

3) Kelelahan fisik akibat proses persalinan yang baru dilaluinya.

4) Kesibukan mengurus bayi dan perasaan ibu yang merasa tidak mampu atau

khawatir akan tanggung jawab barunya sebagai ibu.

5) Kurangnya dukungan dari suami dan orang-orang sekitar.

6) Terganggu dengan penampilan tubuhnya yang masih tampak gemuk.

7) Kekhawatiran pada keadaan sosial ekonomi, seperti tinggal bersama mertua,

lingkungan rumah yang tidak nyaman, dan keadaan ibu yang harus kembali

bekerja setelah melahirkan.

Sejumlah ahli juga menyebutkan bahwa jenis kepribadian memiliki

peranan dalam hal ini, diantaranya:

1) Wanita yang menilai dirinya lebih maskulin memiliki gejala psikiatri lebih

kecil selama kehamilan tetapi lebih besar selama postpartum (Nilsson dan

Almgren dalam Kruckman dan Smith, 2005).

2) Wanita perfeksionis dengan pengharapan yang tidak realistis dan selalu

berusaha menyenangkan orang lain cenderung ragu mengungkapkan emosi

tidak menyenangkan yang mereka alami sehingga beresiko mengalami

Postpartum Blues(Barsky, 2006).

Page 22: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

22

3) Ibu dengan harga diri yang rendah menunjukkan gejala depresi lebih nyata

dibandingkan ibu yang memiliki harga diri tinggi (Hall dkk., 1996).

Berdasarkan beberapa faktor yang dikemukakan oleh ahli-ahli di atas,

dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya

Postpartum Bluesdapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok:

1) Faktor Biologis

1. Faktor Hormonal, yaitu terjadinya perubahan kadar sejumlah hormon

dalam tubuh ibu pasca persalinan secara tiba-tiba dalam jumlah yang

besar, yaitu progesteron, estrogen, kelenjar tiroid, estradiol, cortisol, dan

prolaktin yang menimbulkan reaksi afektif tertentu.

2. Faktor Kelelahan Fisik, yaitu kelelahan fisik akibat proses persalinan yang

baru dilaluinya, dehidrasi, kehilangan banyak darah, atau kelelahan fisik

lain yang dapat menurunkan stamina ibu.

3. Faktor Kesehatan, seperti sejarah premenstrual syndrome.

2) Faktor Psikologis

1. Faktor Kepribadian, yaitu: 1) Wanita yang menilai dirinya lebih maskulin.

2) Wanita perfeksionis dengan pengharapan yang tidak realistis dan selalu

berusaha menyenangkan orang lain. 3) Ibu dengan harga diri yang rendah.

4) Wanita yang mudah mengalami kecemasan, ketakutan akan tugas dan

terjadinya depresi selama kehamilan.

2. Karakteristik lain individu, yaitu: 1) Ibu primipara (melahirkan anak

pertama). 2) Ibu yang berusia remaja.

Page 23: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

23

3) Faktor Sosial

1. Respon terhadap kehamilan dan persalinan, yaitu: 1) Kehamilan yang

tidak diinginkan. 2) Perasaan bingung antara penerimaan dan penolakan

terhadap peran baru sebagai ibu. 3) Tidak ada pengalaman dalam

pengasuhan anak.

2. Kenyataan persalinan yang tidak sesuai dengan harapan, yaitu: 1)

Kesibukan mengurus bayi dan perasaan ibu yang merasa tidak mampu

atau khawatir akan tanggung jawab barunya sebagai ibu. 2) Perasaan

kecewa dengan keadaan fisik dirinya juga bayinya.

3. Keadaan sosial ekonomi, yaitu: 1) Wanita yang harus kembali bekerja

setelah melahirkan. 2) Keadaan sosial ekonomi yang tidak mendukung.

4. Dukungan Sosial, yaitu: 1) Ketegangan dalam hubungan pernikahan dan

keluarga. 2) Penyesuaian peran yang buruk. 3) Kurangnya dukungan dari

suami dan orang-orang sekitar. 4) Wanita yang tidak bersuami.

2.3.4 Dukungan Sosial Suami Dalam Postpartum Blues

1) Pahami kebutuhan istri. Suami sebisanya memahami bahwa yang paling

dibutuhkan istri pasca melahirkan adalah istirahat, istirahat. Dan istirahat.

2) Jika suami tidak bisa terlibat terlalu banyak dalam urusan perawatan bayi

karena berbagai alasan, sebaiknya suami bisa meluangkan waktunya untuk

menemani istri dalam perawatan bayi.

3) Kesediaan suami mengambil alih sebagian tugas-tugas rumah tangga yang

selama ini dilakukan istri, akan sangat menolong. Misalnya mencuci piring,

Page 24: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

24

mempersiapkan sarapan, menyapu dan membersihkan rumah, mempersiapkan

air hangat untuk mandi bagi istri maupun bayi.

4) Kewajiban suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan ibunya.

Meskipun kehadiran bayi sangat menyenangkan dan membahagiakan,

ingatlah ibu yang melahirkannya, perhatikan istri. Menelepon istri jika suami

ada di luar kota. Akan membuatnya sangat berarti. Atau, memberinya

kecupan dan mengucapkan kata-kata sayang sebelum suami berangkat

bekerja.

5) Perlunya sentuhan fisik sangat dirasakan pada masa-masa pasca melahirkan.

Menyisir rambut istri, memeluknya, atau mengelus-elus punggungnya akan

membuatnya merasa nyaman dan meredakan rasa lelahnya. Lebih dari itu,

istri akan merasa diperhatikan dan tidak sekadar dianggap sebagai mesin

penghasil anak belaka.

2.3.5Edinburgh Postnatal Depresi Scale (EPDS)

1) Definisi EPDS

Depresi postpartum adalah komplikasi yang paling umum saat melahirkan.

10 pertanyaan Skala Depresi Postnatal Edinburgh adalah cara yang berharga dan

efisien untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko untuk depresi “perinatal”.

EPDS ini mudah dijalankan dan telah terbukti menjadi alat skrining yang efektif.

Ibu yang mendapat skor di atas 13 kemungkinan akan menderita penyakit

depresi yang bervariasi keparahannya. EPDS tidak mutlak menjadi skor penilaian

klinis. Harus hati hati melakukan sebuah penilaian klinis untuk menginformasikan

Page 25: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

25

diagnosis. Skala menunjukkan bagaimana ibu telah merasakan selama seminggu

sebelumnya. Dalam kasus yang masih meragukan EPDS bias diulangi 2 minggu

kemudian. Skala tidak akan menditeksi ibu dengan neurosis kecemasan, fobia,

atau gangguan kepribadian.

Menurut Cox (2002), untuk mendeteksi adanya depresi postpartum atau

resiko untuk mengalami depresi postpartum, dapat digunakan alat ukur Edinburgh

Postnatal Depresi scale (EPDS) pada awal postpartum untuk mengidentifikasi

berbagai resiko penyebab depresi postnatal. EPDS adalah alat yang berbentuk

skala yang berfungsi untuk mengidentifikasi adanya resiko timbulnya depresi

postpartum selama tujuh hari pasca persalinan dengan sepuluh pertanyaan. EPDS

juga telah teruji validitasnya dibeberapa negara seperti Belanda, Swedia,

Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS bisa digunakan dalam minggu pertama

pasca bersalin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya dua

minggu kemudian.

Menurut Regina (2001), di luar negri skrining yang digunakan untuk

menditeksi gangguan mood depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin

yang rutin dilakukan. Untuk skrining depresi postpartum dapat digunakann

kuesioner Edinburg Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner

dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan

depresi selama tujuh hari pasca salin. Pertanyaan- pertanyaannya berhubungan

dengan labilitas perasaan, kecemasan, rasa bersalah, keinginan untuk bunuh diri

serta mencakup hal- hal lain yang terdapat pada depresi postpartum. Kuesioner

EPDS terdiri dari sepuluh pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4

Page 26: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

26

(empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih sendiri oleh

ibu dan rat- rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit jumlah skor dari sepuluh

pertanyaan yang diajukan dalam EPDS 30 skor, semakin besar jumlah skor gejala

depresi semakin berat.skor diatas 12 memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi

positif 73% untuk mendiagnosis depresi postpartum.

Pertanyaan- pertanyaan pada EPDS berhubungan dengan labilitas perasaan

(suasana hati yang terus menerus berubah- ubah dan tidak dimengerti), kecemasan

(rasa cemas yang dialami ibu tanpa sebab yang jelas) serta perasaan bersalah

(perasaan menyalahkan diri sendiri atas semua rasa ketidakmampuan menjadi

seorang ibu).

2) Cara Menggunakan EPDS

1. Ibu diminta utnuk memeriksa respon paling dekat yang datang dengan apa

yang dia rasakan dalam 7 hari.

2. Semua item harus diselesaikan.

3. Perawatan harus keluar untuk menghindari kemungkinan ibu mendiskusikan

jawaban dengan lain (jawaban berasal dari ibu atau wanita hamil).

4. Ibu harus menyelesaikan skala sendiri, kecuali dia memiliki keterbatasan

bahasa inggris atau memiliki kesulitan dengan membaca.

3) Cara Skoring EPDS

Pernyataan 1,2, dan 4 ( Tidak ada tanda bintang ) skornya :

a. 0

b. 1

Page 27: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

27

c. 2

d. 3

Pernyataan 3,5,6,7,8,9, dan 10 ( Ditandai dengan tanda bintang ) skornya :

a. 3

b. 2

c. 1

d. 0

Penghitungan skor :

Skor maksimal : 30

Kemungkinan Depresi : 10 atau kurang

Selalu lihat item 10 (berfikiran untuk bunuh diri)

Penghitungan skor :

0 -8 : kemungkinan depresi rendah

8 – 12 : baru pengalaman mempunyai bayi atau mengalami Postpartum

Blues

13 – 14 : tanda- tanda kemungkinan terjadi PPD; take preventive measures

15+ : kemungkinan pasti mengalami depresi postpartum secara klinis

Page 28: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

28

2.4 Kerangka Konseptual Dan Hipotesis

2.4.1 Kerangka Konseptual

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 3.1 Krangka Konseptual Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan

Postpartum Blues pada ibu primipara usia 21-25 th di Ruang

Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

Ibu Primipara

21- 25 Th

Fase adaptasi psikologis

a. Fase Taking In

b. Fase Taking Hold

c. Fase Letting Go

Strsor :

a. Biologis

b. Psikologis

c. Sosial

Coping ibu (-) Coping ibu (+)

Postpartum Blues

Dukungan Sosial Suami

1. Dukungan Emosional

2. Dukungan Informative

3. Dukungan Instrumental

4. Dukungan Penghargaan

Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

suami :

1. Keintiman

2. Harga Diri

3. Ketrampilan Sosial

Depresi Postpartum

Menerima

peran barunya

dengan baik.

Page 29: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

29

2.4.2 Hipotesis

H1 : Ada hubungan antara dukungan sosial suami dengan Postpartum Blues pada

ibu primipara usia 21-25 th di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin

Sudiro Husodo Mojokerto.

Page 30: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

30

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik yang menganalisis hubungan

antara dukungan sosial suami dengan Postpartum Blues ibu primipara usia 21 – 25 th di

Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokertodengan

menggunakan metode Cross Sectional dimana melakukan pengukuran dan pengamatan

pada saat bersamaan.

30

Page 31: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

31

3.2 Kerangka Kerja

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami

Dengan Postpartum BluesPada Ibu Primipara Usia 21- 25 Th di Ruang Bogenvile RSU

Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

Populasi Seluruh Ibu Primipara Usia 21- 25 Th di Ruang Bogenvile

berjumlah 30 Ibu Primipara

Sampel Ibu Primipara di Ruang Bogenvile Usia 21- 25 Th sejumlah

30 Ibu Primipara

Variabel Penelitian Dan Pengumpulan Data Kuesioner

Sampling Purposive Sampling

Analisa Data Uji Korelasi Spearman (rs)

Hasil Penelitian Hasil Penelitian Disajikan Dalam Bentuk Diagram Pie

Simpulan dan Saran

Page 32: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

32

4.3 Sampling Desain

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu primipara usia 21- 25 Th di

Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto berjumlah 51 ibu

primipara.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini sejumlah 30 ibu primipara usia 21 – 25 Th di Ruang

Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

3.3.3 Kriteria Penelitian

1. Semua Ibu Primipara usia 21- 25 Th (Spontan pervaginam)

2. Ibu postpartum

3. Bersedia diteliti

4. Di temani suami

3.3.4 Sampling

Pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling dimana peneliti

mengambil sampel sesuai dengan yang dikehendaki (tujuan/ masalah dalam penelitian),

sehingga sampel tersebut bias mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya.

Page 33: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

33

3.4 Variabel penelitian

1. Variabel Independent (Variabel Bebas)

Variabel independent dalam penelitian ini adalah dukungan sosial suami.

2. variabel Dependent (Variabel Tergantung)

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Postpartum Blues.

3.5 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, definisi operasionalnya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami

DenganPostpartum BluesPada Ibu Primipara Usia 21- 25 Th di Ruang Bogenvile RSU

Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.

Variabel Definisi

Operasional

Parameter Alat Ukur Skala Skor

Variabel

Independen

: Dukungan

Sosial

Suami

Tindakan

positif baik

verbal atau

nonverbal

yang

diberikan

oleh suami.

Dukungan

sosial suami

meliputi :

1. Dukungan

Emosional

2. Dukungan

Instrumental

3. Dukungan

Informatif

4. Dukungan

Penilaian

Kuesioner Ordinal Favorebel “Iya”

diberi nilai = 1

Unfavorebel

“Tidak” diberi

nilai = 0

Kemudian

dikelompokkan

dalam skala

kwalitatif

1. Dukungan

kurang jika

skor < 10

2. Dukungan

sedang jika

Skor 11 – 15

3. Dukungan

baik jika Skor

16 – 20

Variabel

Dependen :

Depresi

ringan yang

Postpartum

Blues meliputi : Kuesioner Ordinal Pertanyaan 1,2, dan

4 (Tidak ada tanda

Page 34: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

34

Postpartum

Blues

terjadi pada

ibu

postpartum

pada hari

ke-3 sampai

hari ke- 10.

1. Labilitas

Perasaan

2. Kecemasan

3. Perasaan

Bersalah

bintang) skornya :

e. 0

f. 1

g. 2

h. 3

Pertanyaan 3, 5, 6,

7 ,8, 9 dan 10

(Ditandai dengan

tanda bintang)

skornya:

a. 3

b. 2

c. 1

d. 0

Perhitungan skor :

1. 0 -8 :

kemungkinan

depresi rendah

2. 8 – 12 :

baru

pengalaman

mempunyai

bayi, atau

mengalami

Postpartum

Blues

3. 13 – 14 :

tanda- tanda

kemungkinan

terjadi PPD;

take preventive

measures

4. 15+ :

kemungkinan

pasti

mengalami

depresi

postpartum

secara klinis

Page 35: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

35

3.6 Pengumpulan Data dan Analisis Data

3.6.1 Pengumpulan Data

1. Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data ini peneliti mendapatkan rekomendasi dari Ketua Stikes

Dian Husada Mojokerto, kemudian diajukan kepada Kepala Bidang Keperawatan RSU

Dr. Wahidin Sudiro Husodountuk permohonan ijin penelitian dan tembusan kepada

Kepala Ruangan Ruang Bogenvile, peneliti menggunakan kuesioner untuk

mengumpulkan data, tanpa diberi nama tetapi diberi nomor responden yang telah diisi

oleh peneliti.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari responden dan sebagian subyek peneliti dengan

menggunakan kuesioner tanpa diberi nama tetapi hanya diberi kode khusus. Pada

penelitian kuisioner diberikan pada responden. Jenis kuesioner yang digunakan adalah

bentuk pertanyaan tertutup (closed ended question) dengan menggunakan jawaban yang

tersedia (Dikotomi Quesioner), dimana setiap pertanyaan sudah ada jawabannya.

Responden memberikan jawaban melalui tanda sesuai dengan petunjuk yang telah

disediakan. Untuk pertanyaan favorebel “ Iya” diberi skor 1 (satu) dan jawaban

Unfavorebel “Tidak” diberikan skor 0 (nol).

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan kuesioner tentang dukungan

sosial suami dan Skala Depresi Pasca Persalinan Edinburgh (EDPS).

Page 36: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

36

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Mojokerto pada bulan April 2012.

3.6.2 Analisa Data

Setelah data terkumpul melalui kuesioner dan Skala Depresi Pasca Persalinan

Edinburgh(EPDS), maka dilakukan tahap pengolahan data. Tahap yang dilalui setelah

data terkumpul adalah :

1. Editing

Pada penelitian ini editing dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data

terkumpul yaitu memeriksa kembali data yang diperoleh apakah sesuai dengan yang

diharapkan atau belum, bila belum sesuai maka peneliti melakukan cek ulang kepada

responden.

2. Coding

Pada saat penelitian peneliti memberikan kode berupa angka seperti pendidikan SD

dengan kode 1, SMP dengan kode 2, SMA dengan kode 3,dan perguruan tinggi dengan

kode 4. Sedangkan status perkawinan yaitu menikah dikode 1 dan tidak menikah dikode

2. Dan kategori pekerjaan yaitu ibu rumah tangga dengan kode 1, swasta dengan kode 2,

wiraswasta dengan kode 3, dan pegawai negri dengan kode 4.

Page 37: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

37

3. Scoring

Pengelolahan data yang digunakan dengan cara pemberian skor, dimana setiap

jawaban “ Iya “ diberikan nilai 1 (satu) dan jawaban “ Tidak “ diberikan nilai 0 (nol).

a. scoring untuk dukungan sosial suami :

N =

1. Skor <55% = dukungan sosial suami kurang

2. Skor 56 – 75% = dukungan sosial suami sedang

3. Skor 76 – 100% = dukungan sosial suami baik

b. scoring untuk EPDS

Pernyataan 1,2, dan 4 ( Tidak ada tanda bintang ) skornya :

a. 0

b. 1

c. 2

d. 3

Pernyataan 3,5,6,7,8,9, dan 10 ( Ditandai dengan tanda bintang ) skornya :

a. 3

b. 2

c. 1

d. 0

Penghitungan skor :

Skor maksimal : 30

Kemungkinan Depresi : 10 atau kurang

Selalu lihat item 10 (berfikiran untuk bunuh diri)

Keterangan : N = Nilai yang di dapat

Sp = Skor yang didapat

Sm = Skor maksimal

Page 38: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

38

Penghitungan skor :

0 -8 : kemungkinan depresi rendah

8 – 12 : baru pengalaman mempunyai bayi atau mengalami Postpartum

Blues

13 – 14 : tanda- tanda kemungkinan terjadi PPD; take preventive measures

15+ : kemungkinan pasti mengalami depresi postpartum secara klinis

4. Tabulating

Proses tabulating meliputi, pertama mempersiapkan tabel dengan kolom dan baris

yang disusun cermat sesuai kebutuhan, kedua, menghitung frekuensi kategori jawaban

terbanyak pada setiap lembar kuesioner responden dan ketiga menyusun distribusi

frekuensi dengan tujuan agar data yang telah tersusun rapi, mudah dibaca dan dianalisis.

Hasil presentase ditafsirkan dengan mengacu pada rumus Ali (Hasanah, 2006),

sebagai berikut :

0% = Tidak satupun

< 29 % = Sebagian kecil

30% - 49% = Hampir setengahnya

50% - 69% = Setengahnya

>70% = Sebagian besar

Untuk menganalisa hubungan antara dukungan suami dengan Baby Blues

Syndrom,digunakan Uji Korelasi Spearman (rs) dengan bantuan program SPSS.

Page 39: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

39

Hubungan antara variable diperlihatkan dalam bentuk tabulasi silang dengan angka

kemaknaan α : 0,05.

Untuk menginterpretasi kekuatan hubungan antara dua variable penulis memberikan

criteria sebagai berikut (Sutrisno Hadi, 2003):

1. 0.000 – 0.199 = tingkat hubungan sangat rendah

2. 0.200 – 0.399 = tingkat hubungan rendah

3. 0.400 – 0.599 = tingkat hubungan sedang

4. 0.600 – 0.799 = tingkat hubungan kuat

5. 0.800 – 1.000 = tingkat hubungan sangat kuat

3.7 Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan subyek, tidak boleh bertentangan dengan etika. Pada

penelitian ini, peneliti telah mengajukan permohonan penelitian kepada institusi Stikes

Dian Husada Mojokerto dan kepada Kepala Ruangan Bugenvil.

Dan sebelum dilakukan penelitian, responden terleih dahulu diberikan :

3.7.1 Informed consent ( Lembar Persetujuan )

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti wajib

menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan. Jika responden tersebut bersedia

diteliti, maka harus menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Tetapi

bila responden tidak bersedia diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghormati hak respoden.

Page 40: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

40

3.7.2 Anonymity ( Tanpa Nama )

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data hanya diberi tanda tertentu saja pada

masing- masing lembar data tersebut.

3.7.3 Confidentiality ( Kerahasiaan )

Kerahasiaan informasi dan responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tersebut saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil

penelitian.

3.8 Keterbatasan

3.8.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan kuesioner, memungkinkan responden menjawab

pertanyaan dengan tidak jujur atas tidak mengerti pertanyaan yang dimaksud dan

menimbulkan persepsi yang berbeda.

3.8.2 Alat Ukur

Alat ukur kuesioner (Dukungan Sosial Suami) memungkinkan hasilnya kurang

objektif dan sangat tergantung subjektif responden.

Page 41: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

41

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Dan Peta Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr.Wahidin Sudiro

Husodo Mojokerto yang beralamatkan di jalan Gajah Mada No 100 Mojokerto

Jawa Timur, yaitu ruang Bogenvile. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit

swadana milik pemerintah Kota Mojokerto dengan kapasitas 144 TT. Ruang

Bogenvile terdiri dari tiga kelas dengan kapasitas 23 TT. Perawat berjumlah 19

orang, pembantu perawat 4 orang, dan administrasi 1 orang.

4.1.2 Data Umum

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu di Ruang Bogenvile

RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April – Mei

2012.

No. Umur frekuensi prosentase

1. 21 Th 9 30 %

2. 22 Th 16 53,3 %

3. 23 Th 3 10 %

4. 24 Th 1 3,3 %

5. 25 Th 1 3,3 %

Jumlah 30 100 %

Sumber : Data Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa dari 30 responden, setengahnya

yaitu 16 orang responden usia 22 Th (53,3 %) dan sebagian kecil yaitu 1 orang

(3,3%) berusia 24 Th dan 25 Th (3,3%).

40

Page 42: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

42

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di Ruang

BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April

– Mei 2012.

No. Pendidikan Jumlah Presentase

1. SD 0 0 %

2. SMP 1 3.3 %

3. SMA 28 93,3 %

4. PT 1 3.3 %

Jumlah 30 100 %

Sumber : Data Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian

besar 28 orang ( 93,3 % ) responden berpendidikan SMA dansebagian kecil

1orang ( 3,3 % ) berpendidikan SMP dan SMP.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Ruang

BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April

– Mei 2012.

No. Pekerjaan Jumlah Presentase

1. IRT 12 40 %

2. Swasta 16 53,3 %

3. Wiraswasta 2 6.7 %

4. Pegawai Negeri 0 0 %

Jumlah 30 100 %

Sumber : Data Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa dari 30 responden hampir

setengahnya16 orang ( 53,3 % ) responden bekerja swastadan sebagian kecil 2

orang ( 6,7 % ) responden bekerja wiraswasta.

Page 43: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

43

4.1.3 Data Khusus

1. Dukungan Sosial Suami

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial Suami di Ruang

BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April

– Mei 2012.

No. Dukungan Sosial Suami Frekuensi Prosentase

1. Dukungan Sosial Suami

kurang

2 6,7 %

2. Dukungan Sosial Suami

Sedang

3 10 %

3. Dukungan Sosial Suami

Baik

25 83,3 %

Jumlah 30 100 %

Sumber : Data Kuesioner

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian

besar 25 orang ( 83,3 % ) responden dukungan sosial suami baik,

sebagiandansebagian kecil 2 orang ( 6,7 % ) responden dukungan sosial suami

kurang.

2. Depresi ibu postpartum

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi di Ruang BogenvileRSU Dr.

Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April – Mei 2012.

No. Tingkat Depresi Frekuensi Prosentase

1. Kemungkinan Posrpartum

Blues Kecil

26 86,7 %

2. Postpartum Blues 3 10 %

3. Kemungkinan pasti terjadi

PPD

1 3,3 %

4. Depresi Postpartum 0 0 %

Jumlah 30 100 %

Sumber : Data Kuesioner

Page 44: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

44

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 30 responden sebagian

besar 26 orang ( 86,7 % ) responden kemungkinan depresi kecil dansebagian kecil

1 orang ( 3,3 % ) responden kemungkinan pasti terjadi PPD.

3. Hubungan antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues pada ibu

primipara usia 21-25 Th di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Mojokerto.

Tabel 4.6 Tabulasi silang antara Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum

Blues pada Ibu Primipara Usia 21 – 25 Th di Ruang Bogenvile RSU

Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun

2012.

dukungan sosial * epds Crosstabulation

Epds

Total

Kemngkinan Depresi Rendah

postpartum blues

Tanda –tanda

kemungkinan terjadi

PPD

PPD

dukungan sosial

Kurang Count 1 1 0 0 2

% within dukungan sosial

50.0% 50.0% .0% 0% 100.0%

% of Total 3.3% 3.3% .0% 0% 6.7%

Sedang

Count 0 0 3 0 3

% within dukungan sosial

.0% .0% 100.0% 0% 100.0%

% of Total .0% .0% 10.0% 0% 10.0%

Baik Count 0 2 23 0 25

% within dukungan sosial

.0% 8.0% 92.0% 0% 100.0%

% of Total .0% 6.7% 76.7% 0% 83.3%

Total Count 1 3 26 0 30

% within dukungan sosial

3.3% 10.0% 86.7% 0% 100.0%

% of Total 3.3% 10.0% 86.7% 0% 100.0%

Sumber : kuesioner

Page 45: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

45

Dari tabel 4.6 didapatkan tabulasi silang menunjukkan bahwa dari 30

responden hampir seluruhnya 23 orang ( 76,7 %) mendapatkan dukungan yang

baik dan kemungkinan depresi sangat kecil sedangkan sebagian kecil 1 orang ( 3,3

%) kurang mendapatkan dukungan sosial suami mengalami postpartum blues dan

kemungkinan pasti terjadi PPD.

Tabel 4.7 Hubungan antara Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

pada Ibu Primipara Usia 21 – 25 Th di Ruang BogenvileRSU Dr.

Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun 2012

Correlations

dukungan

sosial Epds

Spearman's rho dukungan sosial Correlation Coefficient 1.000 .420*

Sig. (2-tailed) . .021

N 30 30

Epds Correlation Coefficient .420* 1.000

Sig. (2-tailed) .021 .

N 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari tabel 4.7 didapat bahwa dari uji hasil analisa korelasi dengan

menggunakan Spearmen’s rho didapatkan hasil p (0,021) < α (0,05), yang artinya

Ho ditolak berarti ada hubungan yang signifikan antara Dukungan Sosial Suami

dengan Postpartum Blues pada Ibu Primipara Usia 21 – 25 Th di Ruang

BogenvileRSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Bulan April - Mei Tahun

2012 yang menunjukkan kea rah negatif dengan kekuatan korelasi sedang.

Page 46: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

46

4.2 Pembahasan

4.2.1 Dukungan Sosial Suami

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 didapatkan bahwa dari 30

responden sebagian besar 25 orang ( 83,3 % ) responden mendukung, sebagian

kecil3 orang ( 10 % ) responden cukup mendukung, dan sebagian kecil 2 orang (

6,7 % ) responden tidak mendukung ibu pasca partum.

Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada

individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang- orangyang memiliki

hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005). Sedangkan

pengertian dari suami itu sendiri adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-

anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga

tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat

dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator

dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan

keluarga ( chaniago, 2002). Bahwa Dukungan suami diterjemahkan sebagai sikap

penuh perhatian yang ditujukan dalam bentuk kerjasama yang baik, serta

memberikan dukungan moral dan emosional (Jacinta, 2005). Dukungan sosial

suami dapat berupa dukungan instrumental, informasi, emosional, dan

penghargaan.Variable – variable yang mempengaruhi dukungan sosial suami

yaitu keintiman, harga diri, dan ketrampilan sosial. Suami memiliki peranan yang

sangat penting dalam memberikan support atau dukungan terhadap masalah yang

dihadapi oleh pasangan hidupnya dalam hal meminimalkan stressor yang didapat

pasca bersalin, perubahan peran menjadi ibu baru. Menurut Wirawan (1991)

Page 47: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

47

hubungan prkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang

sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan

menyelesaikan permasalahan bersama.

Pada ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Mojokerto menunjukkan bahwa hampir sebagian kecil ( 6,7 % ) suamitidak

mendukung dalam mengasuh bayi mereka. Suami yang kurang memberikan

dukungan sosial dikarenakan antara lain : suami sudah lelah setelah pulang

bekerja seharian, lebih berfokus pada anggota keluarga yang baru, suami takut

untuk membantu ibu dalam perawatan bayi mereka (menggendong, memandikan,

mengganti popok), Ini diperkuat dengan adanya persepsi dari orang yang lebih tua

bahwa laki- laki tidak mampu merawat bayi dengan baik karena terlalu kaku serta

tidak sabaran berbeda dengan ibu yang terkesan lebih lembut dan berhati- hati.

Hal yang sering kali di anggap sepeleh oleh suami adalah dukungan sosial

penghargaan, seringkali suami menganggap hal itu terlalu kekanak- kanakkan,

ungkapan rasa sayang kepada istri dianggap sudah ditunjukkan dengan suatu

ikatan pernikahan saja tanpa harus diucapkan secara lisan misalnya dengan suatu

pujian atau semacamnya sama halnya dengan dukungan sosial informasional yang

seringkali dianggap bahwa hal ini “wanita harusnya lebih tahu dari pada laki –

laki”, sehingga suami kurang melangkan waktu untuk sharing tentang kondisi ibu

maupun si kecil. Sebagian besar ( 83,3 % )ibu primipara di ruang Bogenvile RSU

Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto menunjukkan bahwa suami mendukung

ibu pasca melahirkan, hal ini disebabkan karenasuami mempunyai empati dan

rasa sayang kepada istrinya, merasa bertanggung jawab secara psikologis dengan

Page 48: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

48

perannya sebagai suami, suami bisa meluangkan waktunya untuk menemani istri

dalam perawatan bayi, suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan

ibunya. kemudian dari hasil kuesioner dukungan sosial suami menunjukkan

adanya keeratan hubungan antara suami dan ibu. Hal ini didukung dengan

besarnya dukungan sosial emosional dan instrumental dari suami, dikarenakan

suami merasa bahagia menjalani peran barunya sebagai ayah serta kecintaannya

terhadap pasangan. Dukungan yang diberikan kepada ibu menjadi satu faktor

penting yang juga mempengaruhi ibu dalam meminimalkan stressor yang didapat

pasca melahirkan karena adanya perubahan peran yang baru sebagai ibu baru.

Dengan adanya dukungan – dukungan dari lingkungan sekitar terutama dari

pasangan hidupnya yaitu suami, ibu dapat meminimalkan stressor yang

didapatnya pasca melahirkan.

4.1.3 Postpartum Blues

Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.5 didapatkan bahwa dari 30 responden

sebagian besar 26 orang ( 86,7 % ) responden kemungkinan postpartum blues

kecil, sebagian kecil 3 orang ( 10 % ) responden mengalami postpartum bles dan

sebagian kecil lagi 1 orang ( 3,3 % ) responden mengalami kemungkinan pasti

mengalami PPD.

Postpartum Bluesadalah suatu keadaan psikologis setelah melahirkan yang

bersifat sementara dan dialami oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ke-

tiga atau ke-empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca persalinan,

ditunjukkan dengan adanya perasaan sedih dan depresi, sebagai bentuk depresi

postpartumtingkat ringan sehingga memungkinkan terjadinya gangguan yang

Page 49: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

49

lebih berat, disebabkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru

akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Menurut Young dan

Ehrhardt (dalam Strong dan Devault, 1989), faktor -faktor yang berpengaruh

terhadap terjadinya gangguan emosional pasca persalinan ke dalam tiga kategori

yaitu biologis, psikologi dan sosial. Lima Kriteria ibu yang rentan mengalami

gangguan emosional dan membutuhkan dukungan tambahan, diantaranya yaitu

ibu primipara, wanita yang juga memiliki kesibukan dan tanggung jawab dalam

pekerjaannya, wanita yang tidak memiliki banyak teman atau anggota keluarga

untuk diajak berbagi dan memberikan perhatian terhadapnya, ibu yang berusia

remaja, setra wanita yang tidak bersuami (Bobak dan rekan-rekannya, 1994).

Pada ibu primipara di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Mojokerto bahwa hanya sebagian kecil ( 10 % )ibu terkena postpartum blues.Hal

ini terjadi dimungkinkan karena ibu sudah kurang mendapatkan informasi baik

dari media televisi ataupun media cetak dalam merawat bayi mereka. Bila

dikaitkan dengan usia ibu antara 21 - 25 tahun, dikemukakanbahwa pada usia

tersebut kematangan emosi ibu masih labil, sehingga kecenderungan untuk terjadi

depresi itu ada.Selain itu dimungkinkan karena tingkat pendidikan ibu yang

menunjukkansebagian besar adalah SMA, faktor penerimaan info dipengaruhi

oleh daya pikir dan pendidikan seseorang, dimana dijelaskan bahwa semakin

terdidik seseorang akan berpengaruh terhadap pola fikir dan tingkat kedewasaan

mereka. Faktor pendidikan menentukan mudah tidaknya seeorang menyerap dan

memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Teori Green (1980), menyatakan

bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang untuk

Page 50: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

50

berprilaku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan seorang ibu

mempengaruhi prilaku emosidalam melewati masa- masa adaptasi psikologis

postpartum. Apabila ibu mempunyai rasa tidak percaya diri dapat memberikan

efek yang negatif dalam mekanisme coping ibu, karena kiat sukses melewati

masa- masa adaptasi psikologis postpartum adalah rasa percaya diri. Kecemasan

dan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh ibu secara tidak langsung akan

berpengaruh juga terhadap kondisi fisik dan mental bayi, sehingga bayi cenderung

rewel, mudah menangis, pencemas, dan pemurung. alasan lainnya yaituibu

yangtidak bekerja 43,3% yang hampir setengahnya, sehingga ibu cenderung

merasa sendiri merawat bayinya, sedangkan kondisi fisik ibu masih belum pulih

seutuhnya pasca bersalin. Hal ini menyebabkan stresor yang kuat dan

menimbulkan terjadinya postpartum blues. Padahal sebenarnya hal ini dapat

diminimalisir dengan adanya dukungan dari orang- orang terdekat khususnya

suami.

4.2.3 Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

Berdasarkan Hasil analisis hubungan antara dukungan sosial suami

dengan postpartum blues di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Mojokerto. Setelah data terkumpul dilakukan analisa dengan uji statistik kolerasi

Spearman Rho diperoleh nilai koefisien sebesar 0,420 dengan nilai signifikan ( p )

0,021 ( p < 0,05 ) berarti H1 diterima. H1 diterima yang artinya ada hubungan

antara dukungan sosial suami dengan postpartum blues pada ibu primipara usia

21- 25 tahun di ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto

dengan kekuatan kolerasi sedang dan korelasi bertanda negatif yang artinya

Page 51: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

51

responden mendapatkan dukungan sosial sosial tinggi cenderung menurun

kemungkinan untuk tidak terjadi postpartum blues. Hal ini didukung dengan hasil

tabulasi silang pada tabel 5.6 dari 30 responden, kategori yang dukungan sosial

suami baik sebanyak 23 responden ( 76,7 %) kemungkinan terjadi postpartum

blues kecil dan 2 orang ( 6,7 % ) responden mengalami postpartum blues.

Kategori yang dukungan sosial suami sedang sebanyak 3 orang ( 10 % )

responden tidak mengalami postpartum blues dan 0 orang ( 0 % ) mengalami

postpartum blues. Sedangkan kategori dukungan sosial suami kurang sebanyak 1

orang ( 3,3 % ) responden mengalami kemungkinan pasti mengalami PPD, 1

orang ( 3,3 % ) mengalami postpartum bleus, dan 0 orang (0 % ) responden

kemungkinan terjadi postpartum blues kecil.

Suami berperan dalam memberikan support atau dukungan terhadap

masalah yang dihadapi oleh anggota istrinya dalam melewati masa- masa adaptasi

psokologis postpartum, dimana dukungan yang dibutuhkan tidak hanya secara

fisik tapi juga moral (Yofie dalam Hawari, 2001). Selain hal tersebut, suami

dalam membuat keputusan ditentukan oleh kemampuan keluarga, tentunya hal ini

akan berpengaruh pada dukungan yang diberikan (Gillies, et all, 1989). hubungan

prkawinan merupakan hubungan akrap yang diikuti oleh minat yang sama,

kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan

menyelesaikan permasalahan bersama (Wirawan, 1991). Peran suami dalam

meminimalkan postpartum blues yaitu memahami kebutuhan istri, suami bisa

meluangkan waktunya untuk menemani istri dalam perawatan bayi, kesediaan

suami mengambil alih sebagian tugas-tugas rumah tangga yang selama ini

Page 52: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

52

dilakukan istri, kewajiban suami membagi perhatian secara adil kepada bayi dan

ibunya. Meskipun kehadiran bayi sangat menyenangkan dan membahagiakan,

perlu di ingat bahwa ibu yang melahirkannya, dan Perlunya sentuhan fisik sangat

dirasakan pada masa-masa pasca melahirkan.

Dengan dukungan sosial suami yang baik maka ibu tidak terjadi

postpartum blues. Sehingga kualitas dukungan yang diberikan pada ibu berupa

dukungan instrumental, dukungan informatif, kemudian dukungan emosional dan

dukungan penghargaan akan berakibat pada penanggulangan coping yang baik

pada ibu dalam melewati mada adaptasi psikologisnya. Kualitas dukungan

tersebut bisa diakibatkan salah satunya oleh karena faktor internal yaitu faktor

psikologis yaitu emosi. Dukungan suami yang diberikan kepada ibu akan

mempengaruhi kondisi psikolgis ibu, sehingga ibu akan mempunyai motivasi

yang kuat untuk melewati masa adaptasi psikologis postpartum dengan baik.

Faktor eksternal contohnya saja dari segi pendidikan, semakin tinggi bangku

sekolah maka semakin maju dan luas pula pengetahuannya, dari segi usia semakin

matang usia seseorang cara serta pola berfikirnya pun akan jauh berbeda dengan

anak- anak usia remaja, dari segi pekerjaan saat ibu memiliki banyak relasi atau

teman hal ini juga dapat mempengaruhi karena bisa berbagi pengalaman dengan

orang yang lebih dulu mengalami adaptasi postpartum blues sehingga bisa

mengurangi kemungkinan untuk postpartum blues. Dari semua hal diatas, yang

paling berpengaruh yaitu pengalaman, berbeda dengan ibu primipara yang belum

pernah melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartum, ibu multipara yang

sudah memiliki anak ke dua atau lebih mungkin lebih bisa menangani hal tersebut

Page 53: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

53

karena dapat berkaca dari pengalaman sebelum- sebelumnya. Oleh karena itu pada

ibu primipara lebih dibutuhkan dukungan dari orang – orang terdekat khususnya

suami sebagai pendamping hidupnya agar dapat melewati masa- masa adaptasi

postpartum tersebut dengan baik dan bahagia. Namun pada intinya faktor

eksternal tidak bisa lepas dari faktor internal, sehingga jika suami memberikan

dukungan kepada ibu maka motivasi ibu akan lebih kuat yang pada akhirnya ibu

dapat terhindar dari keadaan postpartum blues, sebaliknya bila suami tidak

memberikan dukungannya, maka ibu juga lebih besar kemungkinan untuk terjadi

postpartum blues. Berdasarkan hal tersebut, bila suami mendapatkan pengetahuan

tentang kondisi yang dijalani oleh ibu dengan benar dan tepat, tidak hanya dari

petugas kesehatan saja akan tetapi melalui informasi dari media elektronik lainnya

maka suami akan memberikan dukungan penuh kepada ibu dan ibu dapat

melewati masa- masa adaptasi psikologis postpartumnya dengan baik dan

bahagia.

Page 54: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

54

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisa data dari penelitian yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut :

1. Uji hipotesa spearman rankdiperoleh nilai koefisien sebesar 0,420 dengan

nilai signifikan ( p ) 0,021 ( p < 0,05 ) berarti H1 diterima. H1 diterima

yang artinya ada hubungan antara dukungan sosial suami dengan

postpartum blues di Ruang Bogenvile RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Mojokerto yang menunjukkan ke arah positif dengan kekuatan kolerasi

sedang.Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa dukungan suami

mempunyai peranan penting dalam menunjang keberhasilan ibu dalam

melewati masa adaptasi psikologis postpartum sehingga tidak terjadi

postpartum blues.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Responden

Diharapkan responden dapat meningkatkan kewaspadaan dan lebih tanggap

akan adanya gejala- gejala postpartum blues, meningkatkan pengetahuan

khususnya kaum wanita untuk dapat mempersiapkan diri menjadi seorang

ibu.

52

Page 55: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

55

5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan para petugas kesehatan khususnya perawat dapat memberikan

informasi tentang kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian

Postpartum Blues dan dapat memberikan perawatan kesehatan khususnya

tentang perawatan ibu Postpartum.

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya melengkapi data-data yang lebih akurat

dengan populasi yang lebih besar serta faktor-faktor lain yang berhubungan

dengan postpartum blues.

Page 56: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

56

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah.

Jakarta : Salemba Medika.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D. 1994. Maternity Nursing.

Missouri: The C.V. Mosby Company.

Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas: Edisi 2. Alih Bahasa oleh Andry

Hartono. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Flint Caroline. 1994. Sensitive Midwifery. Oxford: Butterworth

Heinemann.

Grinspun, D. 2005. Intervention for Postpartum Depression. Ontario:

Registered Nurses’ Association of Ontario.

Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu.

Henderson C. dan jone K. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan (Edisi

Bahasa Indonesia). Ed. Yulianti. Jakarta: EGC

Iskandar, S.S. 2004. Depresi Pasca Kehamilan (Postpartum Blues).

http://www.mitrakeluarga.net/depresikehamilan.html.

Jensen, M.D., Bobak, I.M. 1985. Maternity and Ginecologic Care: The

Nurse and The Family. St. Louis (Missouri): The C.V. Mosby Company.

John Cox and Jeni Holden. 2003. Perinatal Mental Health, a guide to the

Edinburgh Postnatal Depression Scale. London: SW1X.

KL. Wisner, BL Parry. 2002. Depresi Postpartum Vol. 347. Jmed: CM

Piontek.

Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas

(Postpartum). Jakarta: CV. Trans Info Media.

natsirasmawi.blogspot.com/2011/03/social-support-and-behavior-

toward.html

Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Medika Salamba.

Page 57: Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Postpartum Blues

57

Pusdiknakes. 2001. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Fisiologis

Bagi Dosen Diploma III Kebidanan. Jakarta: Pusdiknakes –WHO-JHPIEGO

Saryono, Ryan Hara Permana. 2010. Depresi Pasca Persalinan, Pedoman

Lengkap Bagi Ibu Yang Akan Atau Setelah Melahirkan. Bogor: Rekatama.

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.

Jakarta : Andi Offset

Suparyanto.blogspot.com/2008/11/dukungan-sosial.html

55