Benyamin in Blues

25
Benyamin in Blues OPINI | 06 May 2011 | 08:27 Dibaca: 395 Komentar: 77 3 dari 5 Kompasianer menilai inspiratif Benyamin, Benyamin Sueb, alias Bang Ben, siapakah orang Indonesia yang tak kenal? Rasanya masih banyak orang yang masih mengingat ketokohannya, komedian, aktor, sutradara, penyanyi, pencipta lagu dan seabreg talenta yang lain. Seperti Shakespeare pernah bilang : “Penakut mati berkali kali, pemberani mati sekali kalau bang Ben gak ada matinyee…….!!” Benyamin Sueb yang lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939, dan meninggal 5 September 1995 menjadi figur yang jadi legenda di kalangan masyarakat Betawi khususnya karena berhasil menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Celetukan muke lu jauh‘ atau ‘kingkong lu lawan‘ pasti mengingatkan masyarakat padanya, seniman Betawi serba bisa yang sudah menghasilkan kurang lebih 75 album musik, 53 judul film serta menyabet dua Piala Citra ini. Sejarah hidupnya secara lengkap, sudah banyak ditulis orang, antara lain di sini. Namanya dibicarakan sejak lagu ciptaannya “Nonton Bioskop” menjadi populer dibawakan oleh Bing Slamet. Setelah itu, Benyamin mulai menyanyi dan mempopulerkan irama Gambang Keromong gaya Betawi. Syairnya yang kocak dan terkesan main2 dan sarat nuansa komedi menjadikan lagu2nya dapat diterima secara luas.

description

this is about an Indonesian legendary musician

Transcript of Benyamin in Blues

Page 1: Benyamin in Blues

Benyamin in Blues

OPINI | 06 May 2011 | 08:27 Dibaca: 395   Komentar: 77   3 dari 5 Kompasianer menilai inspiratif

Benyamin, Benyamin Sueb, alias Bang Ben, siapakah orang Indonesia yang tak kenal?

Rasanya masih banyak orang yang masih mengingat ketokohannya, komedian, aktor, sutradara, penyanyi, pencipta lagu dan seabreg talenta yang lain.  Seperti Shakespeare pernah bilang : “Penakut mati berkali kali, pemberani mati sekali kalau bang Ben gak ada matinyee…….!!”

Benyamin Sueb yang lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939, dan meninggal 5 September 1995 menjadi figur yang jadi legenda di kalangan masyarakat Betawi khususnya karena berhasil menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Celetukan ‘muke lu jauh‘ atau ‘kingkong lu lawan‘ pasti mengingatkan masyarakat padanya, seniman Betawi serba bisa yang sudah menghasilkan kurang lebih 75 album musik, 53 judul film serta menyabet dua Piala Citra ini.

Sejarah hidupnya secara lengkap, sudah banyak ditulis orang, antara lain di sini.

Namanya dibicarakan sejak lagu ciptaannya “Nonton Bioskop” menjadi populer dibawakan oleh Bing Slamet.  Setelah itu, Benyamin mulai menyanyi dan mempopulerkan irama Gambang Keromong gaya Betawi. Syairnya yang kocak dan terkesan main2 dan sarat nuansa komedi menjadikan lagu2nya dapat diterima secara luas.

(sumber: Google)

Di era 1966 sampai 1972 ini ada beberapa lagunya yang berirama nyleneh alias tidak umum. Karena terbungkus oleh syairnya yang kocak, banyak yang tidak menyadari bahwa ini lagu ber genre blues. Jenis musik yang amat sangat langka dalam rekaman musik penyanyi pemusik Indonesia, sampai kini.

Page 2: Benyamin in Blues

Wikipedia: Blues adalah bentuk atau genre musik yang dipopulerkan dalam komunitas Afro-Amerika teutama di bagian selatan Amerika Serikat. Sejak akhir abad ke-19 irama ini banyak dilagukan sebagai ungkapan spiritual , rintihan hati, teriakan protes.

Biasanya lagunya bernarasi sederhana dan berirama balada.

Ada beberapa lagu Benyamin yang berirama seperti ini. Semuanya sarat bernuansa komedi. Salah satu diantaranya yang saya paling suka dan paling saya ingat adalah yang ini:

SUPERMAN

Run, run, runaway…Do you know who am I?I am the Superman, beibehI don’t like capcay but I like permen onlyFlying to the sky, looking for layangan putusI don’t like petai… bau  sih, but I like asinan…… seger!When I fall into comberanMy face rotty and blepotan,But when I nyangsang di tiang jemuranNever mind because I can gelantunganYe… ye… ye…Do you know who am I?I am the Superman, beibehI’m a friend of Samurai, do you know Shintaro?Because he is my friendHeh..run..run..run away..When I fly to all over the worldI met Flash Gordon and GatotKacaBut when look down to the earthI saw many tukang becakKring… kring… kriiingDo you know who am I?I am the Superman, beibeh!Now I’m going to flyGo home to my losmenGang Bugis ninety nine, A!Wiriwir…iwiiriwiir…kuplak..kaplek

Biografi Benyamin Sueb Biografi : Indonesia, Tokoh Artis

Page 3: Benyamin in Blues

Benyamin Sueb adalah seorang seniman asli Betawi yang sukses menjadi aktor dan penyanyi Indonesia dan meramaikan perfilman Indonesia dengan segudang prestasinya. Ia lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939. Benyamin menjadi figur yang melegenda di kalangan masyarakat Betawi khususnya karena berhasil menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Kesuksesan di dunia musik dan film membuat namanya semakin melambung. Lebih dari 75 album musik dan 53 judul film yang ia bintangi adalah bukti keseriusannya di bidang hiburan tersebut.

Biografi Benyamin Sueb dari Biografi WebCeletukan "muke lu jauh" atau "kingkong lu lawan" pasti mengingatkan masyarakat pada Benyamin Sueb. Sejak kecil, Benyamin Sueb sudah merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah kakak-kakaknya. Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai "imbalan".

Penampilan Benyamin kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat Benyamin disenangi teman-temannya. Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak.

Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung, pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung (Jiung) yang juga pemain teater rakyat di zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat orkes kaleng.

Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan "alat musik" itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.

Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya, Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya (keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.

Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun.

Page 4: Benyamin in Blues

Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir teman-teman sekolahnya.

SD kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. SMP di Jakarta lagi, masuk Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di sekolah Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia mengancam, "Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!" Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi Bank Jakarta, tapi tidak tamat.

Benyamin mengaku tidak punya cita-cita yang pasti. "Tergantung kondisi," kata penyanyi dan pemain film yang suka membanyol ini. Benyamin pernah mencoba mendaftar untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya. Ia akhirnya menjadi pedagang roti dorong. Pada 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bis PPD, langsung diterima . "Tidak ada pilihan lain," katanya. Pangkatnya cuma kenek, dengan trayek Lapangan Banteng - Pasar Rumput. Itu pun tidak lama. "Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi melulu," tuturnya. Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi karcis tidak diberikan.

Ia sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa. Sialnya, tertangkap basah ketika ada razia. Benyamin tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD. Kabur, daripada diusut.

Baru setelah menikah dengan Noni pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli 1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali menekuni musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.

Awal karier Benyamin SuebKesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.

Benyamin Sueb Duet dengan Ida RoyaniSelain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia. Bahkan lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar. Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu tersaingi.

Gambang kromongOrkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.

Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua, musik

Page 5: Benyamin in Blues

Gambang Kromong semakin memperlihatkan jatidirinya. Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan dengan lagu Ondel-Ondel (1971).

Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari. Tidak hanya oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, dan Nyai Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Terlebih setelah Bang Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.

Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben mencari pasangan duetnya. Ia menggaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis beberapa album, di antaranya "Nenamu" dengan tembang andalan seperti Djanda Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Pelajan Toko.

Benyamin Sueb masuk Dunia filmLewat popularitas di dunia musik, Benyamin mendapatkan kesempatan untuk main film. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Berduri serta Si Doel Anak Betawi (1976) yang disutradari Syumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik.

Akhir karier Benyamin SuebPada akhir hayatnya, Benyamin juga masih bersentuhan dengan dunia panggung hiburan. Selain main sinetron/film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Rock Al-Haj bersama Keenan Nasution. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut.

Kontribusi terhadap gambang kromongDalam dunia musik, Bang Ben (begitu ia kerap disapa) adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong. Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular. Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Pelarangan tersebut ternyata tidak menghambat karier musik Benyamin, malahan kebalikannya. Dengan kecerdikannya, Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.

Benyamin Sueb Meninggal duniaBenyamin yang telah empat belas kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat mempengaruhi hidupnya.

Pendidikan

Page 6: Benyamin in Blues

Sekolah Rakyat Bendungan Jago Jakarta (1946-1951), SD Santo Yosef Bandung (1951-1952) SMPN Taman Madya Cikini, Jakarta (1955)

SMA Taman Siswa, Jakarta (1958)

Akademi Bank Jakarta (Tidak tamat) ; Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan & Ketatalaksanaan (1960)

Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960)

Kursus Lembaga Administrasi Negara (1964)

Pengalaman kerja Kondektur PPD (1959) Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960)

Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1968)

Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969)

Produser dan Sutradara PT Jiung -Film (1974-1979)

Penghargaan Piala Citra 1973 dalam film Intan Berduri (Turino Djunaidy, 1972) bersama Rima Melati Piala Citra 1975 dalam film Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya, 1975)

Jalan Landas Pacu Kemayoran diubah menjadi namanya. Hal ini menyebabkan nama Jalan atas namanya lebih panjang daripada nama Jalan Engkongnya Haji Ung.

Keluarga

Benyamin menikah dua kali. Pertama dengan Nonnie pada tahun 1959 (kemudian bercerai pada tanggal 7 Juli 1979 namun rujuk kembali pada tahun yang sama). Hj. Nonnie memberinya lima anak:

Beib Habbani Bob Benito

Biem Triani

Beno Rahmat

Beni Pandawa

Sedangkan anak - anak dari isteri kedua, Alfiah, adalah : Bayi Nurhayati Billy Sabila

Bianca Belladina

Belinda Syahadati

Page 7: Benyamin in Blues

Diskografi

Solo Kancil Kesasar/Kue Onde (Mesra Records) Si Jampang (Melodi Record)

Oom Senang (Mesra Record)

Brang Breng Brong (Diamond Record)

Jangkrik Genggong (Mutiara Record)

Apollo (Indah Records)

Tukang Tuak (Undah Records)

Nonton Pecoen (Remaco)

Keluarga Gila (Remaco)

Tukang Sado (Remaco)

Tukang Becak (Remaco)

Terus Turun (Remaco)

Steambath (Remaco)

Dul-Dul Tjak (Mutiara Records)

Patjaran (Indah Records)

Ngupi (Remaco)

Nyari Kutu (Indah Records)

Tukang Loak (Indah Records)

Ngibing (J&B)

Maredel (Remaco)

Mak Minta Makan Mak (Remaco)

Anak Sekarang (Remaco)

Blues Kejepit Pintu (Remaco)

Bul Bul Efendi (Irama Tara)

Kicir-Kicir (Remaco)

Page 8: Benyamin in Blues

Asal Nguap (Indah Records)

Makan (Remaco)

Main Congklak (Irama Tara)

Ketemu Bayi Tabung (Irama Tara)

Soraya (Fila Records)

Telepon Cinta (Insan Record/RCA)

Martabak (Insan Record)

Ngibing Betawi (Varia Nada Utama)

Cintaku Berat di Ongkos (Virgo Ramayana Records)

Assoy (Ben's Records)

Duit (Mutiara Records)

Bayi Tabung (Insan Records)

Mat Codet (Irama Asia)

Tua-Tua Komersiel (Gesit Records)

Saya Bilang (Abadi Records)

Telepon Umum (Purnama Records)

Belajar Membaca (Irama Asia)

Nostalgila (Asia Records)

Sang Kodok (BBB)

Biang Kerok Bersama Al Haj (Virgo Ramayana/Ben's Records)

Duet Indehoy bersama Rossy (Mesra Records) Tukang Solder bersama Rossy (Diamond Records)

Es Tape bersama Rossy (Indah Records)

Tukang Loak bersama Lilis Suryani (Remaco)

Ngelamar bersama Rita Zahara (Indah Records)

Tukang Duren bersama Rita Zahara (Indah Records)

Tukang Kridit bersama Ida Royani (Indah Records)

Page 9: Benyamin in Blues

Siapa Punya bersama Ida Royani (Indah Records)

Begini Begitu bersama Ida Royani (Indah Records)

Tukang Delman bersama Ida Royani (Indah Records)

Si Mirah Jande Marunde bersama Ida Royani (Indah Records)

Yang Paling Enak bersama Ida Royani (Dian Records)

Dunia Terbalik bersama Ida Royani (Dian Records)

Anak Bapak bersama Ida Royani (Remaco)

Di Sini Aje bersama Ida Royani (Remaco)

Item Manis bersama Ida Royani (Remaco)

Tukang Tape bersama Ida Royani (Irama Mas)

Perkutut bersama Ida Royani (Remaco)

Lampu Merah bersama Ida Royani (Remaco)

Lampu Merah II bersama Ida Royani (Remaco)

Cinta tak Terbatas bersama Ida Royani (Remaco)

Aturan Asyik bersama Ida Royani (Remaco)

Ketemu Lagi bersama Ida Royani (Remaco)

Jampang and His Wife bersama Inneke Kusumawati (Remaco)

Janda Kembang bersama Inneke Kusumawati (Remaco)

Semut Jepang bersama Inneke Kusumawati (Remaco)

Monyet Nangkring bersama Inneke Kusumawati (Remaco)

Dokter bersama Inneke Kusumawati (Mutiara)

Mancing Lindung bersama Herlina Effendy (Remaco)

Cong-Cong Balicong bersama Herlina Effendy (Remaco)

Muhammad Ali bersama Herlina Effendy (Remaco)

Sumur Pompa bersama Herlina Effendy (Remaco)

Raport Merah bersama Herlina Effendy (Remaco)

Apanya Dong bersama Euis Darliah (DD Records)

Apanya Dong II bersama Euis Darliah (DD Records)

Page 10: Benyamin in Blues

Dicoba Dong bersama Euis Darliah (DD Records)

Tukang Sate bersama Beno Benyamin (Remaco)

Lawak Warung Jakarte (ABC Records) Bergurau dan Bernyanyi Bersama Eddy Sud (Purnama Records)

Paling Enak Bersama Eddy Sud (Purnama Records)

Sepak Bola Bersama Eddy Sud (Purnama Records)

Gepeng Menantu Benyamin bersama Srimulat (Pratama Records)

Soundtrack Akhir Sebuah Impian (Musica Studios) Koboi Ngungsi (Remaco)

Kompilasi Parade 68 (Mesra Records) Tak Mau Dimadu (Remaco)

Dunia Masih Lebar (Remaco)

Ke Pantai Florida (Mutiara)

Kompal Kampil (Remaco)

Pijitin (Remaco)

Artis JK Records (JK Records)

In Memoriam Benyamin S (Musica Studio)

Juki (Musica Studios)

Benyamin S Posted by admin On Sabtu, 01 Oktober 2011 0 komentar

Seniman legendaris asal Betawi, Benyamin Sueb (1939-1995) selama hidupnya sudah menghasilkan kurang lebih 75 album musik, 53 judul film serta menyabet dua Piala Citra. Ia berjasa pula dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong dan menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Benyamin sangat dikenal di Malaysia. Bahkan, dia juga sempat manggung di Moskwa, Rusia.

Lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939, sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah, bakatnya sudah terlihat sejak masih anak-anak. Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek. Dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung (Jiung) yang juga pemain teater

Page 11: Benyamin in Blues

rakyat di zaman kolonial Belanda.

Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat orkes kaleng. Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan "alat musik" itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu. Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya, Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya (keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.

Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu. Duetnya bersama Ida Royani menjadi duet paling populer pada saat itu dan lagu-lagu yang mereka bawakan meraih sukses besar.

Lagu-lagunya tidak hanya digemari oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Diantaranya lagu Kompor Mleduk, Tukang Garem, Bang Puase, dan Nyai Dasimah, adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Apalagi setelah berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan. Ketika manggung di seluruh Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau Irian, kebanyakan penonton tidak mengerti bahasa Betawi. Tetapi, mereka tertawa terpingkal-pingkal melihat Benyamin di atas panggung.

Di samping pop dan gambang kromong, Benyamin juga merambah jenis musik yang sedang mewabah pada tahun 1970-an, seperti blues, rock, hustle, dan disko. Benyamin juga tidak lupa pada keroncong dan seriosa, sebagaimana Blues Kejepit Pintu, Seriosa, Kroncong Kompeni, Stambul Nona Manis, atau Stambul Kelapa Puan.

Lagu-lagu Benyamin dan Ida Royani merupakan gambaran nyata kehidupan masyarakat Betawi. Benyamin juga melancarkan protes lewat lagu seperti lagu Digusur. Dalam lagunya Benyamin menggunakan bahasa khas Betawi yang sarat humor sehingga Digusur justru menimbulkan senyum Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta saat itu. Lagu lain yang mengkritik pemerintah, Pungli, justru memperoleh penghargaan dari Kopkamtib. Lagu itu dianggap menunjang program Operasi Tertib yang sedang digalakkan pemerintah tahun 1977.

Selain di dunia musik Benyamin sukses juga di dunia film. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Berduri serta Si Doel Anak Betawi (1976) yang disutradari Syumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik. Benyamin juga main di sinetron/film televisi seperti Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan.

Page 12: Benyamin in Blues

Benyamin meninggal dunia pada 5 September 1995 akibat serangan jantung setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat memengaruhi hidupnya.

BiodataNama: Benyamin SuebLahir: Jakarta, 5 Maret 1939Meninggal: Jakarta, 5 September 1995Isteri: Noni (Menikah tahun 1959)

Pendidikan:Sekolah Rakyat Bendungan Jago Jakarta (1946-1951), SD Santo Yosef Bandung (1951-1952)SMPN Taman Madya Cikini, Jakarta (1955)SMA Taman Siswa, Jakarta (1958)Akademi Bank Jakarta (Tidak tamat) ; Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan & Ketatalaksanaan (1960)Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960)Kursus Lembaga Administrasi Negara (1964)

Riwayat Pekerjaan:Aktor, penyanyi, penghiburKondektur PPD (1959)Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960)Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1968)Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969)

Penghargaan:Meraih Piala Citra 1973 dalam film Intan Berduri (Turino Djunaidi, 1972) bersama Rima MelatiMeraih Piala Citra 1975 dalam film Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya,

Film-film yang dibintangi:01. Honey Money and Jakarta Fair (1970)02. Dunia Belum Kiamat (1971)03. Hostess Anita (1971)04. Brandal-brandal Metropolitan (1971)05. Banteng Betawi (1971)06. Bing Slamet Setan Jalanan (1972)07. Angkara Murka (1972)08. Intan Berduri (1972)09. Biang Kerok (1972)10. Si Doel Anak Betawi (1973)

Page 13: Benyamin in Blues

11. Akhir Sebuah Impian (1973)12. Jimat Benyamin (1973)13. Biang Kerok Beruntung (1973)14. Percintaan (1973)15. Cukong Bloon (1973)16. Ambisi (1973)17. Benyamin Brengsek (1973)18. Si Rano (1973)19. Bapak Kawin Lagi (1973)20. Musuh Bebuyutan (1974)21. Ratu Amplop (1974)22. Benyamin Si Abu Nawas (1974)23. Benyamin spion 025 (1974)24. Tarzan Kota (1974)25. Drakula Mantu (1974)26. Buaya Gile (1975)27. Benyamin Tukang Ngibul (1975)28. Setan Kuburan (1975)29. Benyamin Koboi Ngungsi (1975)30. Benyamin Raja Lenong (1975)31. Traktor Benyamin (1975)32. Samson Betawi (1975)33. Zorro Kemayoran (1976)34. Hipies Lokal (1976)35. Si Doel Anak Modern (1976)36. Tiga Jango (1976)37. Benyamin Jatuh Cinta (1976)38. Tarzan Pensiunan (1976)39. Pinangan (1976)40. Sorga (1977)41. Raja Copet (1977)42. Tuan, Nyonya dan Pelayan (1977)43. Selangit Mesra (1977)44. Duyung Ajaib (1978)45. Dukun Kota (1978)46. Betty Bencong Slebor (1978)47. Bersemi Di Lembah Tidar (1978)48. Musang Berjanggut (1981)49. Tante Girang (1983)50. Sama Gilanya (1983)51. Dunia Makin Tua/Asal Tahu Saja (1984)

Page 14: Benyamin in Blues

52. Koboi Insyaf/Komedi lawak "88 (1988)53. Kabayan Saba Kota (1992)

Perkembangan Musik Rock ‘n Roll di Indonesia Masa Orde LamaPosted: Maret 2, 2012 in History, musik Tag:Grup Musik, Musik, Musik Barat, Orde Lama, Pemerintah, Rock ‘n Roll

1

Pada pertengahan dekade 1950-an berkembang jenis musik rock ’n roll yang dipopulerkan oleh Bill Haley and The Comet dan Elvis Presley di Amerika. Melalui medium kepingan piringan hitam, radio, dan film, musik rock ’n roll masuk ke Indonesia dan menjadi populer di kalangan anak-anak muda golongan menengah yang tinggal di kota besar yang pada waktu itu jumlahnya sangat terbatas. Dalam perkembangannya, pada dekade 1960-an pengaruh musik rock ’n roll diperkuat dengan masuknya grup-grup musik asal Inggris seperti Rolling Stone, The Beatles, dan sebagainya yang kemudian dikenal sebagai gerakan musik British Invasion.

Pada awal dekade 1960-an, anak-anak yang tinggal di kota besar yang mampu untuk membeli peralatan musik mulai membentuk grup musik dan menyanyikan lagu-lagu dari grup musik yang menjadi panutannya yang mereka dengar dari kepingan piringan hitam dan radio seperti Everly Brothers atau pun irama jenis baru (rock ’n roll) dari The Beatles. Los Suita, Eka Djaya Combo, Dara Puspita dan Koes Bersaudara adalah beberapa grup musik yang melakukan hal ini. Menjelang pertengahan dekade 1960-an grup-grup musik itu mulai menciptakan dan menyanyikan lagu sendiri yang jelas terpengaruh oleh lagu-lagu asing yang sering mereka dengarkan. Pertunjukan musik langsung pun banyak digelar tetapi tidak terlalu besar volume intensitasnya, karena hanya diselenggarakan pada suatu tempat tertentu atau ketika para tetangga atau siapa saja sedang ada hajatan atau semacamnya.

Seperti perkembangan dalam seni pertunjukan lainnya (teater dan tari) yang sangat dipengaruhi oleh faktor non-seni yang terdiri atas faktor politik, sosial, dan ekonomi, perkembangan musik rock di Indonesia tidak terlepas dari beberapa faktor tersebut. Perkembangannya sejalan dengan perkembangan situasi politik, sosial, dan ekonomi tertentu yang terjadi di Indonesia. Ketiga faktor inilah yang sangat menentukan hadirnya sebuah genre atau bahkan bentuk seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat. Ketiga faktor tersebut kadang-kadang faktor ekonomi yang dominan menentukan perubahan, faktor politik yang menonjol, dan terkadang faktor sosial atau bahkan kerap terjadi perpaduan antara dua atau ketiga faktor tersebut

Pada awalnya situasi dan kondisi Indonesia kondusif bagi perkembangan musik rock, tetapi kondisi itu berubah menjadi non-kondusif pada masa Demokrasi Terpimpin. Nada keberatan terhadap musik rock ini dilihat secara politis melalui kepentingan nasionalisme; Musik rock dikatakan sebagai bagian dari “Imperialisme Kebudayaan”.

Page 15: Benyamin in Blues

Pernyataan imperialisme kebudayaan ini dikemukakan oleh Bung Karno dalam pidato ”Manipol Usdek” pada tanggal 17 Agustus 1959, yang kemudian diputuskan oleh Dewan Pertimbangan Agung pada bulan September 1959 sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara. Permusuhan terhadap musik rock di Indonesia dimanipulasi pula oleh kepentingan PKI melalui Lembaga Kesenian Rakyat (LEKRA), namun demikian lagu-lagu Barat masih bebas untuk dimainkan hingga sampai tahun 1963 pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden PP No. 11/1963 tentang larangan musik “ngak ngik ngok”.

Musik rock menghadapi persoalan nyata akibat dikeluarkannya Penetapan Presiden tersebut. Musik rock diberangus dan dianggap musik yang merusak budaya bangsa. Konsekuensi logis dari Penetapan Presiden tersebut, maka piringan-piringan hitam milik grup musik The Beatles, The Rolling Stone, The Shadows, dan lain-lainnya serentak dimusnahkan secara massal dan diberlakukan pelarangan impor bagi rekaman-rekaman musik dari Barat. Siaran radio yang menyiarkan musik-musik Barat juga dilarang, termasuk RRI. Pemuda berambut gondrong yang berpakaian dengan memakai model Barat tidak luput menjadi korban razia para aparat berwenang. Koes Bersaudara yang mengambil beat keras dalam landasan musik yang mereka ciptakan ikut terkena paranoisme Orde Lama; mereka sempat beberapa saat mendekam di balik terali besi penjara Glodok. Tidak hanya Koes bersaudara, grup musik lainnya juga mendapat peringatan untuk tidak membawakan lagu-lagu yang berirama rock ’n roll, grup musik itu di antaranya adalah Los Suita. Pihak Kejaksaan Tinggi Jakarta mengeluarkan peringatan bahwa grup musik ini akan dibubarkan jika masih menyanyikan lagu-lagu dari penyanyi Elvis Presley. Irama Abadi, grup musik yang pernah diperkuat oleh Abadi Soesman sempat juga ditegur oleh aparat Kodim ketika mereka pentas membawakan lagu-lagu dari The Beatles.

Page 16: Benyamin in Blues

Benyamin S Legenda Blues diatara Musik Gambang Kromong

Oleh Purwanto Setiadi

Sebuah poster untuk mengenang Benyamin Sueb terpasang di Internet. Poster itu begitu pas melukiskan wajah Benyamin, mewakili auranya sebagaimana selama ini dikenal: rambut hitam berombaknya, wajahnya yang merekah dengan ledakan tawa, kumis tipisnya... Jari telunjuknya menuding seorang perempuan berdandan menor yang tengah duduk memegang cermin; lembar-lembar kertas sobekan kalender harian melayang-layang di sekitar perempuan itu.

Sang kreator, yang menyebut dirinya “bibibawbawbaw” itu, menggambarkan poster itu sebagai “visualisasi syair dalam lagunya [Benyamin] berjudul ‘Nanke Lande’”. Di salah satu kuplet lagu ini, Benyamin menyanyikan:

Nangke lande matengnye kena pakuDimakan gajeh giginye pade ngiluAde jande lame ga laku-lakuSaban hari die ngaca melulu.

Blak-blakan, jahil, menggelitik... dan banyak lagi karakter senada yang jadi ciri khas seniman kelahiran Jakarta, 5 Maret 1939, ini dalam bermusik — juga kemudian sebagai komedian dan aktor.

Sebagai penyanyi, karier yang pertama kali ditekuninya, dia sudah identik dengan gambang kromong. Dia boleh disebut sebagai figur yang berperan mengangkat gambang kromong, musik “pinggiran” yang lekat dengan warga Betawi, ke tataran yang lebih luas.

Popularitas yang dia peroleh dari bergambang kromong itu teramat gigantis sampai hampir menutupi kegiatan dia lainnya yang tak kalah memikat: bahwa dia pun menyanyikan sejumlah lagu dalam irama blues dan rock. Bahkan sempat menjadi proyek khusus.

Pada 1970-an, kala masih berduet dengan Ida Royani, Benyamin menyanyikan “Kompor Meleduk”. Menyimak lagu yang syairnya diawali dengan teriakan “Aaaah… nya’ banjir!” ini, sulit ditepis bahwa coraknya adalah rock. Seperti umumnya lagu rock (yang sebenarnya bermula dari blues), tulang punggungnya adalah serangkaian melodi yang menjadi tema utama, biasanya dari gitar. Orang menyebutnya riff, atau ostinato dalam musik klasik.

Intro lagu itu, berupa riff nada-nada D-C-A (dalam kunci D7), mestinya sudah seketika menghamparkan suasana bluesy. Tapi bisa saja orang tak mengenalinya. Apalagi jika kemudian yang didengar adalah lirik dalam dialek Betawi:

Jakarta kebanjiran, di Bogor angin ngamukRuméh ané kebakaran garé-garé kompor mledukAné jadi gemeteran wara-wiri keserimpetRumah ané kebanjiran garé-garé got mampet

Page 17: Benyamin in Blues

Sejak memutuskan menerjuni gambang kromong (karena band pertamanya, Melody Boys, terkena ganyang larangan anti lagu ngak ngik ngok atau musik Barat pada pertengahan 1960-an) Benyamin memang cenderung disalahpahami. Orang lebih menganggapnya bergurau atau melucu saja melalui lagu-lagunya. Padahal sebenarnya dia merekam dan menceritakan peristiwa atau kejadian yang berlangsung di tengah masyarakat.

Tentu saja dengan caranya sendiri, yang kerap merupakan ekspresi spontan. Sesekali ada juga kritik. Atau, sentilanlah (tanpa sentilun), kalau kata “kritik” tak bisa diterima. Misalnya dalam “Digusur” atau “Pungli”.

Lagu “Pungli” (1977) malah mendapat penghargaan dari Soedomo, Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, karena dianggap membantu program Operasi Tertib kala itu.

Maka, sebagai sesuatu yang di luar jalur, wajar bila kesengajaan menyusupkan anasir blues dan rock di antara lagu-lagu gambang kromong kerap dianggap tak terdeteksi radar. Atau, paling tidak, diidentifikasi sebagai salah satu yang “aneh” aransemennya.

Sebenarnya, jika dilacak ke belakang, munculnya blues dan rock, atau aliran lain di luar gambang kromong, bukan tanpa dasar. Ketika masih bersama Melody Boys dan biasa tampil di klub malam dan hotel, Benyamin sudah harus akrab dengan aneka irama. Band mana pun, di tempat hiburan seperti itu, memang mau tak mau harus menguasai banyak jenis musik.

Bergabung dengan Naga Mustika, setelah harus banting setir agar bisa bertahan, tak serta-merta menjauhkan Benyamin dari suasana modern dari musik-musik itu. Orkes gambang kromong yang dipimpin Suryahanda ini berkonsep modern, setidaknya di antara instrumen yang memperkuatnya biasa didapati di kelompok-kelompok musik masa kini. Misalnya gitar elektrik, organ, dan bas. Peluang untuk bereksperimen menjadi sangat terbuka, karenanya.

Pada 1960-an dan 1970-an, ketika begitu banyak musik berbasis blues, juga soul, sedang menjadi tren, Benyamin pun menyerapnya. Idiom dan watak musik-musik yang ekspresif itu ternyata berjodoh dengan watak budaya Betawi. Bisa dimaklumi bila Benyamin menyusupkannya ke dalam karya-karyanya.

Minatnya pada blues dan rock sempat menjadi dasar dibentuknya Al Haj pada 1992. Inilah band yang menghimpun musisi-musisi kondang kala itu: Harry Sabar, Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Editya.

Harry Sabar, seperti dikutip Theodore K.S. dalam “Benyamin Sueb, Legenda Betawi” (Kompas, 27 Februari 2004), menuturkan Benyamin waktu itu “ingin menyanyi lagu rock sebagaimana Ahmad Albar dari God Bless”. Al Haj merilis satu album berisi sepuluh lagu berjudul Biang Kerok.

Sejauh ini, album itulah yang diketahui menjadi penutup diskografi Benyamin, yang selama karier bermusiknya telah menghasilkan lebih dari 70 album. Tiga tahun sebelum meninggal

Page 18: Benyamin in Blues

karena serangan jantung, Benyamin menyanyikan lagu-lagu dalam irama yang menurut sejarah, bertumpu pada nyanyian sedih para keturunan warga Afrika di Amerika.

ROLLING STONE – BENYAMIN SUEB

Jakarta - Benyamin Sueb adalah ikon dunia hiburan Indonesia.Seperti halnya Bing Slamet yang dianggapnya sebagai gurunya dalam ranah hiburan,Benyamin Sueb yang dilahirkan 5 Maret 1939 ini juga memiliki banyak kebisaan mulai dari menyanyi, bikin lagu, melawak hingga bermain film.Dalam kurun waktu empat dasawarsa Benyamin Sueb tampil sebagai sosok penghibur sejati hingga ajal yang menjemputnya pada 5 September 1995. Dalam ranah musik, Benyamin Sueb adalah sosok cerdas yang mampu menjadikan musik sebagai medium yang tak sekadar hiburan semata, tapi juga sebagai medium refleksi, kritisi, maupun kontemplasi. Jika menyimak karya-karya Benyamin pasti kita akan melihat sebuah potret kehidupan dari sebuah komunal yang beragam. Karya Benyamin sejujurnya merupakan potret kaum marginal yang terpinggirkan.

Dengarkan saja lagu-lagu serial Tukang yang didendangkan Benyamin seperti 'Tukang Solder', 'Tukang Becak', 'Tukang Kridit', 'Tukang Sayur', 'Tukang Obat', 'Tukang Tuak', 'Tukang Sado', 'Tukang Jala', 'Tukang Duren' , maupun 'Tukang Minyak', .

Putera Betawai ini peka terhadap gejala sosial seperti lagu 'Kompor Meleduk' yang rasanya masih memiliki relevansi hingga sekarang, yaitu masalah banjir yang tak kunjung berakhir.Dalam lirik bernada kritik sekalipun, Benyamin memang seolah ngedumel tanpa beban. Dia selalu tangkas menyajikan lirik lagu kritik tapi bernada celutukan seperti pada lagu 'Pungli' (1977) yang bahkan memperoleh penghargaan dari Pangkopkamtib Soedomo, karena dianggap membantu program Operasi Tertib saat itu.

Perkenalan pertama Benyamin dalam dunia musik bermula ketika tergabung dalam band Melody Boys yang di era 50-an memainkan repertoar musik calypso, rhumba, dan cha-cha, maupun keroncong yang diberi beat bernuansa Barat. Pendukung band ini yaitu Rachman A (gitar), Rahmat Kartolo (vokal), Yoyok Jauhari (vokal), Imam Kartolo (saxophone), Pepen Effendi (vokal), Saidi (bongo), Zainin Slamet (perkusi,suara latar), Suparlan (gitar), Timbul Heri Sukarjo (bas), dan Benyamin S (bongo,suara latar). Benyamin bahkan pernah bermain jazz dengan Jack Lesmana dan Bill Saragih di Hotel Des Indes Jakarta.

Ketika Bung Karno menggaungkan semangat anti-Barat di tahun 1963, Melody Boys pun lalu mengubah nama menjadi Melodi Ria. Sejak saat itu muncul pelarangan menyanyikan lagu-lagu Barat.

Keadaan seperti ini justeru membuat Benyamin terpacu di wilayah kreativitas. Benyamin lalu memilih idiom musik Betawi, seperti gambang kromong dalam pilihan musiknya. Benyamin menyerap elemen gambang kromong yang kemudian dibaurkan dengan instrumentasi Barat. Ini merupakan gagasan cerdas, karena ia yakin musik yang dipilihnya bukan lagi untuk konsumsi lokal dalam hal ini budaya Betawi, tetapi untuk masyarakat seluruh Indonesia.

Page 19: Benyamin in Blues

Sosok Benyamin pun tak hanya dikenal penyanyi dan aktor saja, melainkan sebagai komposer . Bing Slamet, merupakan orang pertama yang mengintip bakat Benyamin sebagai komposer. Bing Slamet pula yang menyanyikan lagu karya Benyamin 'Nonton Bioskop' pada akhir era 60-an. Beberapa album solo Bing Slamet selalu berisi lagu-lagu karya Benyamin S seperti Hujan Gerimis atau Endeng-Endengan. Baik Bing dan Ben bahkan pernah berkolaborasi menulis lagu, misalnya lagu 'Ada-Ada Saja' yang terdapat dalam album Bing Slamet dan Eka Sapta.

Eksperimen musik Benyamin bahkan merengkuh lebih jauh. Pada akhir 60-an hingga awal 70-an,terasa bahwa Benyamin banyak mengambil inspirasi dari musik blues maupun soul funk.

Musik yang dimainkan Benyamin pun beragam. Tak hanya pop maupun gambang kromong semata. Tapi, dengan semangat eklektik, Benyamin pun mulai menyusupkan ti rock, blues, soul, funk, kroncong, seriosa hingga dangdut. . Sederet grup musik pun telah mengiringi Benyamin dalam album-albumnya, seperti gambang kromong Naga Mustika. Pantja Nada, Elektrika, Beib Blues, hingga Al Haj.

Benyamin yang semasa hidupnya telah merilis sekitar 70 album rekaman pun telah melakukan duet dengan banyak artis mulai dari Rossy, Rita Zahara, Lilies Suryani, Ida Royani,Inneke Kusumawati, Herlina Effendi, Bing Slamet, Eddy Sud, Euis Darliah, Maryantje Mantauw, dan banyak lagi.